DISUSUN OLEH
2019/2020
HALAMAN PERSETUJUAN
Evidence Based Nursing (EBN) Pengaruh Genggam jari pada pasien Post Op
Laparotomy di Ruang Mawar RSUD Abdoer Rahem Situbondo Tahun 2020 telah
dibuat pada tanggal 18 Januari 2020 oleh mahasiswa Program Studi Profesi Ners
STIKES dr. Soebandi Jember
(......................................................) (......................................................)
NIP/NIK. NIP/NIK.
Kepala Ruangan
(......................................................)
NIP/NIK.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karuniaNya dan
limpahan berkatNya kami dapat menyelesaikan makalah telaah jurnal yang
berjudul “PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT NYERI PASIEN POST OPERASI
APPENDIKTOMY”.
Kami menyadari bahwa proses pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya, namun demikian kami
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki
sehingga dapat selesai dengan tepat waktu. Oleh karena itu kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan saran dan usulan guna
penyempurnaan makalah ini .
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin ya Robbal
Alamin
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. RumusanMasalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II URAIAN KASUS
A. Uraian Kasus
B. Clinical Question (PICOT)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Adakah pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem
Situbondo?”
C. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Mengetahui adanya Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem
Situbondo.
2) Tujuan Khusus
a. Mengetahui adanya Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer
Rahem Situbondo
BAB II
URAIAN KASUS
A. Uraian Kasus
B. Clinical Question (PICOT)
1. Population : Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 2 responden.
Sedangkan problem/populasi di Ruang Mawar Nyeri Post Apendktomy di
Ruang Mawar RSDU dr.Abdoer Rahem Situbondo Intervention :
Responden dalam penelitian ini diberikan intervensi teknik genggam jari
yang dilakukan 1 kali sehari dan dilakukan selama 7 hari. Teknik genggam
jari pertama diberikan setelah 6 jam Post Apendktomy. Teknik Relaksasi
Genggam Jari adalah suatu tindakan penggabungan antara relaksasi nafas
dalam dengan menggenggam jari mulai dari ibu jari sampai dengan kelima
jari lain dengan waktu 3 menit setiap jari tangan. Kemudian responden di
minta menarik nafas dalam-dalam kemudian hembuskan nafas secara
perlahan dan lepaskan dengan teratur. Sesuai dengan acuan jurnal,
melakukan teknik genggam jari di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer
Rahem Situbondo
2. Comparisson : Dalam jurnal utama relaksasi genggam jari terhadap nyeri
pada Post Op Apendiktomy. pembanding intervensi yaitu responden
menggunakan Relaksasi Genggam Jari, dan responden menjadi kelompok
kontrol.
3. Outcomes : Hasil dari penelitian ini nantinya, diharapkan dapat
mempercepat involusi pada di Ruang Mawar Nyeri Post Apendktomy di
Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem Situbondo. Sedangkan
Berdasarkan hasil analisa Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pada
kelompok control, dan intervensi menggunakan uji Paired T test diperoleh
bahwa nilai rata-rata nyeri pada Post Op Apendiktomy sebelum dilakukan
Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah 7,09 dan menurun setelah
dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari menjadi 5,63. Dapat diketahui
pula bahwa mayoritas nyeri pada Post Operasi Apendiktomy sebelum
dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah nyeri berat sebanyak 10
responden (90,9%) dan sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari
semuanya mengalami nyeri sedang sebanyak 11 responden (100%).
Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian
dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gutassociated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks
tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada
jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit
1.3 Etiologi
a. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis
b. Fekalit penyebab tersering dari obstruksi apendiks
c. hipertrofi jaringan limfoid
d. diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris
e. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi
pada apendiks
f. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma
atau stasis fekal
g. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
h. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa.
1.4 Klasifiakasi
Klasifikasi apendisitis dapat dibagi menjadi 5 berdasarkan gejala dan
penyebab diantaranya :
a. Apendisitis akut
b. Apendisitis perforasi
c. Apendisitis rekurens
d. Apendisitis kronik
e. Mukokel apendiks
(Sjamsuhidayat, 2010)
1.5 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
1.8 Penatalaksanaan
Appendiktomy
A. Pengertian Appendiktomy
Appendiktomy adalah suatu intervensi bedah untuk melakukan
pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai
penyakit (Mutaqin & Sari, 2015).
Appendiktomy adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks.
Operasi appendiktomy yaitu pembedahanuntuk mengangkat apendiks yang
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkanresiko perforasi (Jitowiyono,
2010).
B. Tahap Operasi Appendiktomy
1. Pre Operasi
a) Observasi
Klien dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda gejala
appendiksitis seringkali masih belum jelas. Observasi dilakukan
dengan meminta klien melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah diulang
secara periodik. Foto abdomen dan toraks dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Diagnosa biasanya
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam
12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Intubasi bila perlu
c) Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena
2. Intra Operasi
a) Appendiktomy
b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Appendiktomy dilakukan bila abses
dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Post Operasi
Observasi perlu dilakukan seperti tanda tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi
semi fowler. Memberikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30ml/jam keesokan harinya diberikan makanan
saring, lalu hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca
operasi pasien dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini yaitu
dengan duduk tegak ditempat tidur selam 2x30 menit. Hari kedua
pasien dapat berdiri dan duduk dan hari ketujuh jahitan dapat
diangkat (Dermawan, 2010).
C. Teknik Appendiktomy
Menurut Mansjoer (2017) ada tiga cara yang secara teknik operatif appendiksitis :
1) Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting
incision).
Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang
menghubungkan spina iliaka superior anterior dengan umbilikus pada
batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Otot-otot dinding perut
dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Berikut langkah-
langkah dalam teknik apendiktomy Mc Burney :
a) Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum atau regional.
Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah
perut kanan bawah.
b) Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm
dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah
serabutnya, sampai akhirnya tampak peritoneum.
c) Peritoneum disayat cukup lebar untuk eksplorasi.
d) Sekum berserta apendiks diluksasi keluar.
e) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa.
f) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra,
basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut.
g) Dilakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.
h) Puntung apendiks diolesi betadin.
i) Jahitan tabac sac disimpulkan dan putung dikuburkan dalam simpul
tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutra.
j) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat- alat
didalamnya.
k) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.
l) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan
didekatkan untuk memudahkan penutupnya. Peritoneum ini dijahit
jelujur dengan dhromic cargut dan otot-otot dikembalikan.
m) Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera,
subkutis dengan catgut dan akhirnya kulit dengan sutera.
n) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
B. Konsep Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit
manapun (Smeltzer, 2001).
1. Klasifikasi Nyeri
Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau
cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa
nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari
situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan
tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk
tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang
berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal
yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya,
nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya
2. Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang
ditimbulkan, yaitu:
a. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
b. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan
frekuensi pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan
otot, dilatasi pupil.
c. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras,
Penurunan frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan.
3. Pengkajian nyeri
Pengkajian Nyeri PQRST
Cara Pengkajian Nyeri Berdasarkan PQRST
P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri...? Apakah karena terkena ruda
paksa / benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..? Bagaimana rasanya..?.
Seberapa sering terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda
berat, diris-iris, dll.
R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga
menyebar ke daerah lain / area penyebarannya..?
S : Skala Nyeri
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS untuk gangguan
kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan
T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa
sering keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi...? Apakah terjadi secara
mendadak atau bertahap..? Akut atau Kronis..?
Situbondo, 2020
Responden