Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH GENGGAM JARI PADA PASIEN POST OP LAPARATOMY

DI RUANG MAWAR RSUD dr.ABDOER RAHEM SITUBONDO

DISUSUN OLEH

TIM STASE KMB

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL

2019/2020

HALAMAN PERSETUJUAN
Evidence Based Nursing (EBN) Pengaruh Genggam jari pada pasien Post Op
Laparotomy di Ruang Mawar RSUD Abdoer Rahem Situbondo Tahun 2020 telah
dibuat pada tanggal 18 Januari 2020 oleh mahasiswa Program Studi Profesi Ners
STIKES dr. Soebandi Jember

Situbondo, Februari 2020

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(......................................................) (......................................................)
NIP/NIK. NIP/NIK.

Kepala Ruangan

(......................................................)
NIP/NIK.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karuniaNya dan
limpahan berkatNya kami dapat menyelesaikan makalah telaah jurnal yang
berjudul “PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT NYERI PASIEN POST OPERASI
APPENDIKTOMY”.
Kami menyadari bahwa proses pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya, namun demikian kami
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki
sehingga dapat selesai dengan tepat waktu. Oleh karena itu kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan saran dan usulan guna
penyempurnaan makalah ini .
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin ya Robbal
Alamin

Jember, 15 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. RumusanMasalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II URAIAN KASUS
A. Uraian Kasus
B. Clinical Question (PICOT)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Post Op Apendiktomy
B. Konsep Nyeri
C. Konsep Teknik Relaksasi Genggam Jari
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiks disebut juga umbai cacing organ berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.
Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal
(Sjamsuhidajat, 2010).
Di Amerika sekitar 7% penduduk menjalani apendiktomi dengan
insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di Negara-Negara barat sekitar
16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung
meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat. Pada umumnya
insidens pada laki–laki sedikit lebih tinggi dibanding wanita. Di Indonesia
insidens apendiksitis akut jarang dilaporkan Ruchiyat mendapatkan insidens
apendiksitis akut pada pria 242 sedang pada wanita 218 dari keseluruhan 460
kasus. Di Swedia Anderson menemukan jumlah kasus pada laki-laki lebih
rendah sedangkan John melaporkan 64 wanita dan 47 wanita denga umur rata–
rata 28 tahun menderita apendiktis akut dengan menggunakan USG sebagai alat
diagnostik ( Taufik, 2011).
Hasil survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga
saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit
apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar
179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
Indonesia, apendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen
dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
Insidensi apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainya (Depkes, 2008). Jawa Tengah tahun 2009 menurut
dinas kesehatan jawa tengah, jumlah kasus appendiksitis dilaporkan sebanyak
5.980 dan 177 diantaranya menyababkan kematian. Jumlah penderita
appendiksitis tertinggi ada di Kota Semarang, yakni 970 orang. Hal ini mungkin
terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (Taufik, 2011).
Angka kejadian pada kasus appendiktitis di RSUD dr.Abdoer Rahem
Situbondo banyak yang mengalami dan harus di rawat rumah sakit. Hasil dari
penelitian ini nantinya, diharapkan dapat mempercepat involusi pada di Ruang
Mawar Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem
Situbondo. Dapat diketahui pula bahwa mayoritas nyeri pada Post Operasi
Apendiktomy sebelum dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah nyeri
berat sebanyak 10 responden (90,9%) dan sesudah dilakukan Teknik Relaksasi
Genggam Jari semuanya mengalami nyeri sedang sebanyak 11 responden
(100%).
Intervensi medis untuk appendiksitis akut dan kronik perforasi adalah
dengan appendiktomi. Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur
tindakan operasi hanya untuk penyakit appendiksitis atau
penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi lebih lanjut (komplikasi)
seperti peritonitis atau abses (Marijata, 2006). Untuk merawat pasien dengan
post operasi appendiktomi perawat harus mampu memberikan pelayanan asuhan
keperawatan secara komprehensif. Masalah- masalah yang timbul akibat luka
insisi setelah dilakukan appendiktomi dapat berupa pendarahan, shock, gangguan
pernafasan, infeksi, dan nyeri biasanya akan timbul akibat luka insisi yang dapat
mempengaruhi mobilisasi, nafsu makan yang menurun, gangguan istirahat dan
merasa kurang nyaman.
Penangnan nyeri haid umumnya menggunakan farmakologis dan non
farmakologis. Penanganan farmakologis seperti mengkonsumsi obat-obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID) misalnya ibuprofen, diklofenak dapat
menghambat pembentukkan prostaglandin yang dapat mengurangi kram perut.
Penanganan nyeri secara non farmakologi yang dapat dilakukan untuk nyeri haid
salah satunya yaitu dengan menggunakan terapi genggam jari (Dehkordi, 2014).
perlakuan relaksasi genggam jari akan menghasilkan impuls yang
dikirim melalui serabut saraf aferen non nosiseptor. Serabut saraf non
nosiseptor mengakibatkan “pintu gerbang” tertutup sehingga stimulus nyeri
terhambat atau berkurang. Jenis relaksasi genggam jari sangat mudah
dilakukan oleh siapapun, yang berhubungan dengan jari – jari tangan dan
aliran energi yang ada dalam tubuh kita, apabila individu mempersepsikan
tentang sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, maka akan muncul respon
relaksasi (Potter & Perry, 2005).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Adakah pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem
Situbondo?”

C. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Mengetahui adanya Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem
Situbondo.
2) Tujuan Khusus
a. Mengetahui adanya Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Nyeri Post Apendktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer
Rahem Situbondo
BAB II
URAIAN KASUS
A. Uraian Kasus
B. Clinical Question (PICOT)
1. Population : Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 2 responden.
Sedangkan problem/populasi di Ruang Mawar Nyeri Post Apendktomy di
Ruang Mawar RSDU dr.Abdoer Rahem Situbondo Intervention :
Responden dalam penelitian ini diberikan intervensi teknik genggam jari
yang dilakukan 1 kali sehari dan dilakukan selama 7 hari. Teknik genggam
jari pertama diberikan setelah 6 jam Post Apendktomy. Teknik Relaksasi
Genggam Jari adalah suatu tindakan penggabungan antara relaksasi nafas
dalam dengan menggenggam jari mulai dari ibu jari sampai dengan kelima
jari lain dengan waktu 3 menit setiap jari tangan. Kemudian responden di
minta menarik nafas dalam-dalam kemudian hembuskan nafas secara
perlahan dan lepaskan dengan teratur. Sesuai dengan acuan jurnal,
melakukan teknik genggam jari di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer
Rahem Situbondo
2. Comparisson : Dalam jurnal utama relaksasi genggam jari terhadap nyeri
pada Post Op Apendiktomy. pembanding intervensi yaitu responden
menggunakan Relaksasi Genggam Jari, dan responden menjadi kelompok
kontrol.
3. Outcomes : Hasil dari penelitian ini nantinya, diharapkan dapat
mempercepat involusi pada di Ruang Mawar Nyeri Post Apendktomy di
Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer Rahem Situbondo. Sedangkan
Berdasarkan hasil analisa Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pada
kelompok control, dan intervensi menggunakan uji Paired T test diperoleh
bahwa nilai rata-rata nyeri pada Post Op Apendiktomy sebelum dilakukan
Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah 7,09 dan menurun setelah
dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari menjadi 5,63. Dapat diketahui
pula bahwa mayoritas nyeri pada Post Operasi Apendiktomy sebelum
dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah nyeri berat sebanyak 10
responden (90,9%) dan sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Genggam Jari
semuanya mengalami nyeri sedang sebanyak 11 responden (100%).

4. Times : Penelitian ini tidak mencantumkan waktu dari penelitian, Durasi


yaitu 3 menit. Tempat dan waktu dalam penelitian ini adalah RSUD
dr.Abdoer Rahem Situbondo Ruang Mawar, dilakukan selama kurang
lebih 1 minggu ke depan untuk melihat apakah dapat mengurangi rasa
nyeri pada Post Op Apendiktomy di Ruang Mawar RSUD dr.Abdoer
Rahem Situbondo.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Apendiktomy
1.1 Definisi
Apendiksitis adalah proses keradangan pada apendiks. Periapendikular
infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat
terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya.
Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus
proses radang. Manajemen klinis massa periapendikular dan apendisitis akut
sangat berbeda. Apendisitis perlu dilakukan apendektomi sedangkan massa
periapendikular memerlukan pengobatan diikuti oleh apendektomi.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis, penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan
mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka.
Meskipun apendisitis dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering
terjadi antara usia 10 dan 30 tahun
1.2 Anatomi Fisiologi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
(analog dengan bursa Fabricus) yang membentuk produk immunoglobulin.
Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait
menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial
caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada
pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10
cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak
yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi
kecil. Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan
lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri
dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
cryptalieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner
circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan
ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior
digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu
ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileosekal. Pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 %
kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Appendiks dipersarafi
oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang
nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri
appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari
a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada
infeksi, appendiks akan mengalami gangren.

Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian
dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gutassociated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks
tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada
jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit

1.3 Etiologi
a. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis
b. Fekalit penyebab tersering dari obstruksi apendiks
c. hipertrofi jaringan limfoid
d. diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris
e. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi
pada apendiks
f. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma
atau stasis fekal
g. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
h. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa.

1.4 Klasifiakasi
Klasifikasi apendisitis dapat dibagi menjadi 5 berdasarkan gejala dan
penyebab diantaranya :
a. Apendisitis akut
b. Apendisitis perforasi
c. Apendisitis rekurens
d. Apendisitis kronik
e. Mukokel apendiks
(Sjamsuhidayat, 2010)
1.5 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

1.6 Manifestasi klinis


Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilicus/periumbilicus yang berhubungan dengan muntah, dan mual. Dalam 2-
12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,  yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan/batuk. Terdapat juga keluhan anorexia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,  tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, muntah. Pada permulaan  timbulnya penyakit
belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen bawah akan semakin progesif dan dengan pemeriksaan sesama akan
dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme
biasanya juga muncul. Bila tanda rousing, psoas dan obturatorpositif,  akan
semakin menyakinkan diagnosa klinis (mansjoer, 2000).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit
dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel di
ureter atau vesika.
b. Pemeriksaan radiologi
Ultrasonografi (USG) dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.
Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal,
efusi pleura (penfold, 2008).
c. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.        
d. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

1.8 Penatalaksanaan
Appendiktomy
A. Pengertian Appendiktomy
Appendiktomy adalah suatu intervensi bedah untuk melakukan
pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai
penyakit (Mutaqin & Sari, 2015).
Appendiktomy adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks.
Operasi appendiktomy yaitu pembedahanuntuk mengangkat apendiks yang
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkanresiko perforasi (Jitowiyono,
2010).
B. Tahap Operasi Appendiktomy
1. Pre Operasi
a) Observasi
Klien dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda gejala
appendiksitis seringkali masih belum jelas. Observasi dilakukan
dengan meminta klien melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah diulang
secara periodik. Foto abdomen dan toraks dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Diagnosa biasanya
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam
12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Intubasi bila perlu
c) Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena
2. Intra Operasi
a) Appendiktomy
b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Appendiktomy dilakukan bila abses
dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Post Operasi
Observasi perlu dilakukan seperti tanda tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi
semi fowler. Memberikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30ml/jam keesokan harinya diberikan makanan
saring, lalu hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca
operasi pasien dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini yaitu
dengan duduk tegak ditempat tidur selam 2x30 menit. Hari kedua
pasien dapat berdiri dan duduk dan hari ketujuh jahitan dapat
diangkat (Dermawan, 2010).

C. Teknik Appendiktomy
Menurut Mansjoer (2017) ada tiga cara yang secara teknik operatif appendiksitis :
1) Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting
incision).
Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang
menghubungkan spina iliaka superior anterior dengan umbilikus pada
batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Otot-otot dinding perut
dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Berikut langkah-
langkah dalam teknik apendiktomy Mc Burney :
a) Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum atau regional.
Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah
perut kanan bawah.
b) Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm
dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah
serabutnya, sampai akhirnya tampak peritoneum.
c) Peritoneum disayat cukup lebar untuk eksplorasi.
d) Sekum berserta apendiks diluksasi keluar.
e) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa.
f) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra,
basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut.
g) Dilakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.
h) Puntung apendiks diolesi betadin.
i) Jahitan tabac sac disimpulkan dan putung dikuburkan dalam simpul
tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutra.
j) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat- alat
didalamnya.
k) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.
l) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan
didekatkan untuk memudahkan penutupnya. Peritoneum ini dijahit
jelujur dengan dhromic cargut dan otot-otot dikembalikan.
m) Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera,
subkutis dengan catgut dan akhirnya kulit dengan sutera.
n) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

2) Insisi menurut Roux (muscle cutting incision).


Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya
sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan
arah serabut sampai tampak peritonium.
a) Insisi pararektal.
Teknik ini dipakai pada kasus-kasus appendik yang belum pasti dan
kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah tetapi sayatan
ini tidak secara langsung mengarah ke appendik atau sekum,
kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan
untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.

D. Komplikasi Post Apendiktomy


Komplikasi post apendiktomy menurut Courtney (2010) adalah :
1) Infeksi
Infeksi tetap merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pascabedah
appendiksitis. Meskipun infeksi dapat terjadi dibanyak tempat, lokasi
pembedahan adalah tempat terjadinya infeksi yang paling menonjol.
2) Obstruksi Usus

E. Perawatan Post Apendiktomy


Menurut Dermawan (2010), perawatan pascaoperasi apendiktomy adalah :
1) Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan.
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
3) Baringkan pasien dalam posisi fowler.
4) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
5) Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk melakukan mobilisasi
dini dengan duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari
kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar.
6) Hari kedua pasien dapat berdiri dan belajar bejalan disekitar tempat
tidur.
7) Hari ketiga pasien dapat berjalan ke kamar mandi.
8) Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

B. Konsep Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit
manapun (Smeltzer, 2001).
1. Klasifikasi Nyeri
Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau
cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa
nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari
situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan
tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk
tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang
berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal
yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya,
nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya
2. Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang
ditimbulkan, yaitu:
a. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
b. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan
frekuensi pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan
otot, dilatasi pupil.
c. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras,
Penurunan frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan.
3. Pengkajian nyeri
Pengkajian Nyeri PQRST
Cara Pengkajian Nyeri Berdasarkan PQRST
P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri...? Apakah karena terkena ruda
paksa / benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..? Bagaimana rasanya..?.
Seberapa sering terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda
berat, diris-iris, dll.
R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga
menyebar ke daerah lain / area penyebarannya..?
S : Skala Nyeri
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS untuk gangguan
kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan

T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa
sering keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi...? Apakah terjadi secara
mendadak atau bertahap..? Akut atau Kronis..?

B. Konsep Genggam Jari


Tangan merupakan alat sederhana dan ampuh untuk menyelaraskan dan
membawa tubuh menjadi seimbang. Setiap jari tangan berhubungan dengan
sikap sehari-hari. Ibu jari berhubungan dengan perasaan khawatir, jari
telunjuk berhubungan dengan ketakutan, jari tengah berhubungan dengan
kemarahan, jari manis berhubungan dengan kesedihan, dan jari kelingking
berhubungan dengan rendah diri dan kecil hati. Perasaan yang tidak
seimbang, seperti khawatir, takut, marah, kecemasan, dan kesedihan dapat
menghambat aliran energi yang mengakibatkan rasa nyeri. Relaksasi
genggam jari digunakan untuk memindahkan energi yang terhambat menjadi
lancar (Hill, 2011).
Teknik relaksasi genggam jari merupakan cara yang mudah untuk
mengelola emosi dan mengembangkan kecerdasan emosional. Di sepanjang
jari-jari tangan kita terdapa saluran atau meridian energy yang terhubung
dengan berbagai organ dan emosi (Puwahang, 2011).
Pinandita (2012) perlakuan relaksasi genggam jari akan
menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non nosiseptor.
Serabut saraf non nosiseptor mengakibatkan “pintu gerbang” tertutup
sehingga stimulus nyeri terhambat atau berkurang. Jenis relaksasi genggam
jari sangat mudah dilakukan oleh siapapun, yang berhubungan dengan jari
– jari tangan dan aliran energi yang ada dalam tubuh kita, apabila individu
mempersepsikan tentang sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, maka akan
muncul respon relaksasi (Potter & Perry, 2005).
Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam – dalam dapat
mengurangi bahkan menyembuhkan ketegangan fisik atau emosi, teknik
relaksasi genggam jari ini nantinya akan dapat menghangatkan titik – titik
keluar dan masuknya energi pada meridian (jalan energy dalam tubuh) yang
terletak pada jari – jari tangan, sehingga nantinya mampu memberikan sebuah
efek rangsangan secara spontan pada saat dilakukan genggaman, kemudian
rangsangan tersebut nantinya akan mengalir menuju ke otak, kemudian
dilanjutkan ke saraf pada organ tubuh yang mengalami gengguan, sehingga
diharapkan sumbatan di jalur energi menjadi lancar (Indrawati, 2017).
C. Metode yang dilakukan
a. Definisi
Teknik genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi sederhana yang mudah
di lakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan tangan dan aliran tubuh
manusia. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri kita jika
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri
(Perry,2005).
b. Tujuan
1) Mengurangi nyeri, perasaan takut dan cemas
2) Mengurangi perasaan panik,khawatir dan terancam
3) Memberikan perasaan yang nyaman pada tubuh
4) Menenangkan pikiran dan dapat mengontrol emosi
5) Melancarkan aliran dalam darah
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RELAKSASI GENGGAM JARI
TERHADAP NYERI POST APENDIKTOMY
Pengertian Teknik genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi
sederhana yang mudah di lakukan oleh siapapun yang
berhubungan dengan tangan dan aliran tubuh manusia.
Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri
kita jika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik
dan emosi pada nyeri (Perry,2005).
Tujuan a. Mengurangi nyeri, perasaan takut dan cemas
b. Mengurangi perasaan panik,khawatir dan terancam
c. Memberikan perasaan yang nyaman pada tubuh
d. Menenangkan pikiran dan dapat mengontrol emosi
e. Melancarkan aliran dalam darah
Indikasi Pasien dengan Post Apendiktomy
Persiapan alat -
PersiapanPasien a. Inform consent dengan klien tentang pelaksanaan
teknik genggam jari pada klien nyeri abdomen.
b. Pasien dan keluarga pasien diberi penjelasan tentang
hal- hal yang akan dilakukan.
c. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan
d. Atur posisi pasien senyaman mungkin
Pelaksanaan a. Atur posisi yang nyaman pasien
b. Perhatikan privasi pasien
c. Cuci tangan 6 langkah
d. Peganglah jari di mulai dari ibu jari selama 2-3 menit,
bisa menggunakan tangan mana saja
e. Tarik nafas yang dalam dengan lembut
f. Hembuskan nafas secara perlahan dan teratur
g. Ketika menarik nafas, hiruplah bersama perasaan
tenang, damai, dan berpikirlah untuk mendapatkan
kesembuhan
h. Ketika menghembuskan napas, hembuskanlah secara
perlahan sambil melepaskan perasaan dan masalah
yang mengganggu pikiran dan bayangkan emosi yang
mengganggu tersebut keluar dari pikiran
i. Lakukan selama 5-10 menit
Evaluasi a. Evaluasi respon pasien
b. Simpulkan hasil kegiatan
c. Berikan reinforcement positif
d. Menganjurkan pasien untuk menggunakan genggam
jari apabila pasien mengalami nyeri
e. Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik
f. Mencuci tangan
Dokumentasi a. Catat kegiatan yang telah dilakukan dalam
catatan pelaksanaan
b. Catat respon pasien terhadap tindakan
c. Dokumentasikan evaluasi tindakan SOP
Refrensi Haniyah, Siti et al. 2016. Efektifitas Tehnik Relaksasi
Genggam Jari Terhadap Nyeri Post Sectio Cesarea Di
RSUD Ajibarang. Muswil IPEM
LAMPIRAN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Alamat :
Usia :
Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta mengetahui maksud
dan tujuan penelitian ini yang berjudul “PENGARUH TEKNIK RELAKSASI
GENGGAM JARI TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PASIEN
POST OPERASI APPENDIKTOMY” menyatakan (Setuju atau tidak setuju)*
untuk ikut berpartisipasi sebagai responden.
Saya percaya apa yang saya informasikan ini dijamin kerahasiaannya.

Situbondo, 2020

Responden

*coret yang tidak perlu

DATA DEMOGRAFI RESPONDEN


Berilah tanda centang () pada jawaban yang benar!
1. Umur : tahun
2. Paritas :1 anak
>1 anak
3. Pendidikan : Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan : Tidak bekerja/IRT
Petani/pedagang/buruh
PNS
5. Suku : Madura
Jawa

Anda mungkin juga menyukai