Anda di halaman 1dari 6

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis merupakan radang yang timbul secara mendadak

pada (apendiks) atau usus buntu, dimana usus buntu adalah saluran usus

yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau

sekum. Penyebab apendisitis adalah inflamasi akibat adanya sumbatan

lumen apendiks yang disebabkan oleh hyperplasia jaringan limfe,

fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris, selain itu apendisitis juga

dapat terjadi akibat adanya erosi mukosa apendiks karena parasit seperti

E.Histolyticam (Syamsuhidayat, 2010). Apendisitis yang tidak segera

ditangani akan menimbulkan komplikasi seperti perforasi, peritonitis,

plylefblitis dan satu-satunya cara penanganan adalah pembedahan

apendiktomi (Theodore, 2011). Nyeri setelah pembedahan merupakan

hal yang fisiologis tetapi hal ini menjadi salah satu keluhan yang paling

ditakuti oleh klien setelah pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa

sebelum kesadaran klien kembali penuh, dan semakin meningkat seiring

dengan berkurangnya pengaruh anastesi. Bentuk nyeri yang dialami oleh

klien pasca pembedahan adalah nyeri akut (Perry & potter, 2016). Masa

pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu yang bervariasi.

Pada umumnya pasien akan merasakan nyeri yang hebat skala 7 -9 pada 2

jam pertama pasca operasi dikarenakan pengaruh obat anastesi mulai


2

hilang (Berman & Kozier, 2012)

Prevalensi apendisitis secara global sebesar 25 per 10.000

populasi penduduk. Apendisitis ini bisa menimpa pada laki-laki

maupun perempuan dengan risiko menderita apendisitis selama

hidupnya mencapai 7-8%. Insiden pada laki-laki dengan perbandingan

1,4 lebih banyak daripada perempuan (Santacroce, 2014). Prevalensi

tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun, apendisitis perforasi memiliki

prevalensi antara 20-30% dan meningkat 32-72% pada usia > 60 tahun

dari semua kasus Apendisitis (Wijaya, et al 2020). Prevalensi apendisitis

paling tinggi di negara Amerika Serikat dengan 1 kejadian di setiap 400

penduduk (0.25%). Pada wilayah regional Asia Tenggara kejadian

apendisitis ditemukan hampir di seluruh negara Asia Tenggara.

Indonesia dengan prevalensi 0.05% menempati urutan pertama sebagai

negara dengan angka kejadian apendisitis tertinggi, disusul oleh Filipina

(0.022%) dan Vietnam (0.02%) (Amalia, 2016). Kejadian apendisitis di

negara berkembang tercatat lebih rendah dibandingkan dengan Negara

maju, hal ini diperkirakan erat hubungannya dengan kebiasaan pola

makan pada beberapa negara maju yang rendah serat dan tinggi angka

konsumsi makanan cepat saji. Di Indonesia, jumlah pasien yang

menderita apendisitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk

Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah

satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan

operasi kegawatdaruratan abdomen. Berdasarkan data yang didapat dari


3

rekam medik RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya, angka kejadian

apendisitis selama bulan Januari-September 2022 sebanyak 32 pasien.

Sebagian besar mengalami nyeri hebat pasca pembedahan.

Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang menggunakan

cara invasif dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani dan

diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat, 2010).

Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat

apendiks yang harus dilakukan untuk menurunkan risiko perforasi

(Liliane, 2016). Pembedahan itu menimbulkan efek nyeri pada pasien

sehingga memerlukan penanganan khusus. Nyeri merupakan sensasi

ketidaknyamanan yang bersifat individual. Pada nyeri pasca bedah

rangsangan nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanik yaitu luka

(insisi) yang akan merangsang mediator-mediator kimia dari nyeri

seperti histamin, bradikinin, asteilkolin, dan substansi prostaglandin

dimana zat-zat ini diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri

yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Selain zat yang mampu

merangsang kepekaan nyeri, tubuh juga memiliki zat yang menghambat

(inhibitor) nyeri yaitu endorfin dan enkefalin yang mampu meredakan

nyeri (Bare G & Smelzer C, 2012). Pasien merespon nyeri yang dialami

dengan cara, misalnya berteriak, meringis, dan lain-lain. Nyeri dapat

diatasi dengan cara farmakologi dan non farmakologi (Sjamsuhidajat,

2010).

Nyeri yang dirasakan individu setelah dilakukan tindakan operasi


4

dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap kesembuhannya. Peran

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan

penanganan segera dapat mengurangi nyeri yang ditimbulkan setelah

tindakan operasi. Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologis

yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dan anastesi.

Secara non farmakologis, salah satu penatalaksanaan yang efek

sampingnya minimal, dari segi biaya dan manfaat lebih ekonomis juga

mengurangi ketergantungan pasien terhadap obat-obatan yaitu dengan

aromaterapi essential oil. Menurut Kosasih dan Solehati (2015), salah

satu intervensi yang dapat mengatasi atau mengurangi nyeri secara non

farmakologi dengan pendekatan modulasi psikologis dan sensorik

nyeri salah satunya dengan pemberian aromaterapi. Aromaterapi adalah

suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan minyak essensial

dalam pelaksanaannya berguna untuk meningkatkan kesehatan fisik,

emosi, dan spiritual seseorang. Penggunaan aromaterapi secara inhalasi

dapat merangsang pengeluaran endorphin sehingga dapat mengurangi

nyeri (Sharifipour, 2015). Salah satu aromaterapi yang sering digunakan

adalah aromaterapi lavender, dimana memiliki komponen utama yaitu

linalool dan linalyasetat yang meningkatkan gelombang alfa dalam otak

dan gelombang inilah yang mendorong dan merangsang pengeluaran

hormone endorphin sehingga menciptakan keadaan yang rileks atau

menenangkan, dapat mengatasi gangguan tidur dan juga depresi.

Dampak bila tidak diberikan tindakan pemberian aromaterapi yaitu


5

nyeri akan bertambah menjadi skala berat (Bangun, 2014).

Dari latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk menyusun

karya tulis ilmiah dengan judul "Analisis Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Post Op Apendiktomy dengan Penerapan Relaksasi Aromaterapi

Lavender untuk Mengatasi Nyeri Akut di Ruang Yudistira RSUD

Bhakti Dharma Husada Surabaya".

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti oleh peneliti yaitu

“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Op Apendiktomi

dengan Penerapan Relaksasi Aromaterapi Lavender untuk Mengatasi

Nyeri Akut di Ruang Yudistira RSUD Bhakti Dharma Husada

Surabaya?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien Post Op

Apendiktomi dengan penerapan Relaksasi Aromaterapi Lavender untuk

mengatasi nyeri akut di Ruang Yudistira RSUD Bhakti Dharma Husada

Surabaya.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien Post Op

Apendiktomi Penerapan Relaksasi Aromaterapi Lavender untuk

Mengatasi Nyeri Akut di Ruang Yudistira RSUD Bhakti Dharma

Husada Surabaya.
6

b. Menganalisis Penerapan Relaksasi Aromaterapi Lavender untuk

Mengatasi Nyeri Akut di Ruang Yudistira RSUD Bhakti Dharma

Husada Surabaya.

D. Manfaat

1. Pelayanan Kesehatan

Menjadi bahan pertimbangan intervensi komplementer dengan

aromaterapi essensial oil lavender pada pasien apendisitis post operasi

Apendiktomi di Ruang Yudistira RSUD Bhakti Dharma Husada

Surabaya

2. Institusi Pendidikan

Menjadi referensi untuk laporan asuhan keperawatan selanjutnya

tentang penggunaan aromaterapi essensial oil lavender pada pasien

apendisitis post operasi Apendiktomi.

3. Penelitian Keperawatan

Menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dengan

menggunakan media aromaterapi lavender sebagai terapi komplementer

untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri

Anda mungkin juga menyukai