1.2 Tujuan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik untuk
menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi apendiktomi di Ruang
Sudirman RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang.
1.3 Manfaat
Hasil analisis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
implementasi asuhan keperawatan dalam menurunkan skala nyeri post operasi
apendiktomi di Ruang Sudirman RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh
benda asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh
peradangan dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis
merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011).
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi
dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi
3 yaitu :
a. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan
tanda, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
b. Apendisitis rekurens, yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut
bagian kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama sembuh
spontan.
c. Apendisitis kronis, memiliki smeua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu (sumbatan di lumen aoendiks, adanya
jaringan parut atau ulkus lama di mukosa) dan keluhan hilang setelah
apendiktomi.
2.3 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi
faktor penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus
disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan
cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010).
2.4 Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan
epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan makanan
yang rendah serat. Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi
inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan
melibatkan peritoneal. Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan. Dalam 10 stadium ini mukosa glandular yang nekrosis
terkelupas ke dalam lumen yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya,
arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang
kurang suplai darah menjadi nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi
yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses local akan terjadi (Burkit,
Quick & Reed, 2007).
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare
(2009). yaitu :
a. Perforasi Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan
peningkatan 11 suhu 39,50C tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut
dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas
tinggi 390C – 400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang
jarang.
2.8 Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga
(Brunner & Suddarth, 2010), yaitu:
a. Sebelum operasi
1) Observasi 12 Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu
diobservasi ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum
jelas. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis.
Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan
bawah setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak
memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
preforasi.
b. Operasi
Operasi/pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau
dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang
sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
1) Laparotomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding
perut ke dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan
dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk membuat
diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang
tidak invasif, laparatomi semakin kurang digunakan
dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya dilakukan jika
semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi,
seperti laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat
invasifnya juga membuat laparatomi tidak sesering
terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ
dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi,
pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan
perut. Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah
kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma
abdomen. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala
lain dari masalah internal yang serius dan kemungkinan
penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptik
yang berlubang, atau kondisi ginekologi maka dilakukan
operasi untuk menemukan dan mengoreksinya sebelum
terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang
menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan
perawatan intensif (David dkk, 2009).
2) Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian
dari tubuh mulai dari iga paling bawah sampai dengan
panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk
melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang
belum diketahui diagnosanya dengan jelas. Keuntungan
bedah laparoskopi :
a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali,
memudahkan dokter dalam pembedahan.
b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan
luka operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah
laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang
kecuali klien mempunyai riwayat keloid.
c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga
penggunaan obat-obatan dapat diminimalkan, masa
pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien
dapat beraktivitas normal lebih cepat
c. Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau
gangguan pernafasan. Baringkan klien dalam posisi semi
fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus
kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien
dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit.
Hari kedua 15 dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar.
Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer,
2010).
b. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri perawat
dengan berbagai keuntungan di antaranya tidak menimbulkan efek
samping. Terapi ini dapat dilakukan dengan cara tehnik relaksasi,
distraksi, stimulasi dan imajinasi terbimbing (Rosdalh & Kawalski,
2015). Manajemen nyeri pasca bedah meliputi pemberian terapi
farmakologi dan terapi nonfarmakologi berupa intervensi perilaku
kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imagery dan
biofeedback (Potter & Perry, 2011).
Relaksasi adalah satu dari pendekatan perilaku kognitif yang sudah
digunakan secara luas dalam manajemen nyeri pasca bedah dan telah
direkomendasikan dalam pengelolaan nyeri oleh Agency for Health
Care Policy and Research (AHCPR), (1992). Relaksasi meningkatkan
toleransi nyeri dan meningkatkan keefektifan tindakan penghilang
nyeri lainnya tanpa menimbulkan risiko (Lemone & Burke, 2008;
Santos dos Benedita, 2004).
Pratiwi (2014) menyebutkan bahwa terapi musik merupakan
intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana,
tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapis, harga terjangkau dan
tidak menimbulkan efek samping. Terapi musik sebagai teknik
relaksasi yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan
menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan
dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik
klasik, instrumentalia dan slow musik (Potter, 2005 dikutip dari
Erfandi, 2009).
Musik sebagai terapi telah dikenal sejak 550 tahun sebelum
Masehi, dan ini dikembangkan oleh Phytagoras dari Yunani.
Berdasarkan State University of New York di Buffal, sejak mereka
menggunakan terapi musik kebutuhan akan obat penenang pun turun
drastis hingga 50%. Menurut Greer (2006), terapi musik adalah
penggunaan untuk relaksasi, mempercepat penyembuhan,
meningkatkan fungsi mental dan menciptakan rasa sejahtera. Musik
dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut
jantung, dan tekanan darah. Musik juga merangsang pelepasan
hormone endofrin, hormone tubuh yang memberikan perasaan senang
yang berperan dalam penurunan nyeri sehingga musik dapat
diguanakan untuk mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien merasa
nyerinya berkurang.
Terapi musik dirancang untuk mengatasi permasalahan yang
berbeda serta maknanya juga akan berbeda pada setiap orang. Untuk
itu terapi musik digunakan secara lebih komprehensif termasuk untuk
mengatasi rasa sakit, manajemen stress dan nyeri atau menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kesesuaian musik sangat di
pengaruhi oleh pendidikan, falsafah yang dianut, tatanan klinis dan
latar belakang budaya yang dianut oleh pasien itu sendiri. Para ahli
menyimpulkan bahwa hamper semua jenis musik dapat digunakan
untuk musik terapi, asalakan musik yang akan digunakan memiliki
ketukan 70-80 kali permenit yang sesuai dengan irama jantung
manusia, sehingga mampu memberikan efek teurapetik yang sangat
baik terhadap kesehatan dan juga disesuaikan dengan kondisi emosi,
keinginan pasien dan tidak lupa memperhatikan tingakt usia. Tetapi
pada umumnya ada beberapa musik yang sering digunakan seperti
musik jazz, musik tradisional, musik klasik dan musik instrumental
(Djohan, 2010).
c. Tata cara pemberian terapi musik
Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimla dalam
pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam
pemberian terapi musik adalah selama 20-35 menit, tetapi untuk
masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan dengan
durasi 15-30 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring
dengan posisi nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat,
50-70 ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang (Mahanani,
2013). Terapi musik didengarkan minimal 30 mneit setiap hari sampai
semua rasa sakit yang dikeluhkan hilang sepenuhnya dan tidak
kembali lagi. Jika diputar saat rasa sakit muncul, maka rasa sakit
muncul, maka rasa sakit akan berkurang atau bahkan hilang
sepenuhnya (Eka, 2010).
d. Efek terapi musik terhadap nyeri
Efek terapi musik pada nyeri adalah distraksi terhadap pikiran
tentang nyeri, menurunkan kecemasan, menstimulus ritme nafas lenih
teratur, menurunkan ketegangan tubuh, memberikan gambaran positif
pada visual imageri, relaksasi dan meningkatkan mood yang positif,
terapi musik dapat mendorong perilaku kesehatan yang positif,
mendoorng kemajuan pasien selama masa pengobatan dan pemulihan
(Mahanani, 2013).
e. Cara kerja musik
Musik yang bersifat sedatif tidak hanya efek distraksi dalam
inhibisi persepsi nyeri (Alexander, 2011). Musik dipercaya dapat
meningkatkan pengeluaran hormon endorphin (Novita, 2012).
Endorfin merupakan ejector dari rasa rileks dan ketenangan yang
timbul, midbrain mengeluarkan Gama AminoButyric (GABA) yang
berfungsi menghambat hantaran implus listrik dari satu neuron ke
neuron lainnya oleh neurotransmiter di dalam sinaps. Midbrain
mengeluarkan enkepalin dan beta endorfin dan zat tersebut dapat
menimbulkan efek anlagesik yang akhirnya mengeliminasi
neurotransmiter rasa nyeri pada pusat persespso dan interpretasi
sensorik somaticdi otak sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri
berkurang (Guyton & Hall, 2010).
2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Penelitian Metode Hasil
1. Maslin Efektivitas Terapi Musik Pre eksperimental Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 orang
Rundulemo, Terhadap Penurunan Nyeri design pasien Post Operasi. Hasil analisa bivariat
2019 Pada Pasien Post Operasi menunjukan bahwa nilai P Value =0,005 (p(<0,05),
artinya bahwa ada pengaruh terapi musik terhadap
penurunan nyeri pasien post operasi di ruangan
perawatan bedah Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu.
2. Alfin Rulian Penerapan Kombinasi Observasi dan Hasil penelitian sebelum dilakukan terapi nafas
Huda, et.al, 2022 Terapi Nafas Dalam Dan wawancara langsung dalam dan musik klasik skala nyeri 6 dan 5, setelah
Musik Klasik Dalam dilakukan tindakan skala nyeri menjadi 2 dan 2.
Mengurangi Nyeri Akut Kesimpulan dari penelitian ini adalah terapi nafas
Post Operasi Appendicitis dalam dan musik klasik dapat menurunkan
Di Ruang Bima RSUD intensitas nyeri pada pasien post operasi
Jombang appendicitis sehingga teknik nonfarmakologi ini
sangat direkomendasikan.
3. Oktaffrastya The Effect Of Keroncong Pre-experimental Hasil penelitian dari 22 responden, sebelum
Widhamurti Music Therapy On The research design diberikan terapi hampir semua responden adalah 18
Septafani, 2021 Reduction Of Pain with the One Group responden dengan intensitas rasa sakit yang parah
Intensity In Post-Trauma Pre-Post Test (82%), sedangkan intensitas nyeri setelah diberikan
Patients Design approach terapi musik sebagian besar responden 15
responden memiliki intensitas sakit moderat (68%).
Hasil tes Wilcoxon memperoleh pvalue = 0,000 α =
(0,05), sehingga H1 diterima.
4. Andreas Penerapan Terapi Musik Studi kasus Rata-rata skala nyeri masing-masing responden
Setyono, 2021 Untuk Menurunkan kuantitatif deskriptif baik sebelum maupun setelah diberikan terapi
Tingkat Nyeri Pada Pasien musik menghasilkan selisih, dengan penurunan
Post Operasu Di RS Paru skala nyeri yang digambarkan dari setiap responden
Dr. Ario Wirawan Salatiga yaitu antara 1,2 sampai 1,8.Ada perbedaan respon
nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi musik
pada pasien post operasi di RS Paru dr. Ario
Wirawan Salatiga tahun 2021.
5. Vinni Asfiani Pengaruh Terapi Musik Quasi Experimen Total populasi yaitu 139 responden dan jumlah
Saputri, 2023 Terhadap Intensitas Nyeri dengan rancangan sampel pada penelitian ini sebanyak 40 orang
Pasien Pasca Operasi With One Group pengumpulan data menggunakan lembar observasi.
Pre test and Post Dari hasil uji statistik dengan menggunakan
test Design program komputerisasi yang sesuai diperoleh nilai
p=0,157 dengan tingkat kemaknaan α=0, 05.
6. Kristina Pengaruh Terapi Musik literature review Berdasarkan hasil kajian literature dari 19 jurnal
Everentia terhadap Penurunan atau tinjauan yang dianalisis menunjukan bahwa terapi musik
Ngasu, 2021 Intensitas Nyeri pada pustaka studi cukup signifikan mempengaruhi perubahan
Pasien Post Operasi literature review. intensitas nyeri pada pasien post operasi. Hasil
menyatakan dengan rentang nilai p-value antara
<0,05.
7. Sulastri1, 2021 Pengaruh Terapi Musik Pre-Eksperimental Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik
Terhadap Penurunan dengan pendekatan dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran hormon
Intensitas Nyeri Pada One Group pre-post endorphin. Sebelum dilakukan terapi musik rata-
Pasien Post Operasi Di Rs. test design. Dengan rata tingkat nyeri 6,25. Setelah dilakukan terapi
Ummi Kota Bengkulu menggunakan teknik music tingkat nyeri menjadi 4,68. Hasil analisa dari
sampling purposive penelitian ini didapatkan bahwa nilai P value=
sampling dan hasil 0,001 (p < α 0,05) yang mempunyai makna terdapat
analisa pengaruh pemberian terapi music terhadap
menggunakan uji penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi di
paried t test RS. Ummi Kota Bengkulu.
8. Lisa Nurcahyani Perbedaan Intensitas Nyeri Metodologi yang Hasil penelitian didapatkan nilai p-value < alpha
Ganjar Safari, Pada Pasien Post Operasi digunakan Quasy atau menunjukan perbedaan intensitas nyeri pada
2015 Apendiktomi Sebelum eksperimental pasien post operasi apendiktomi sebelum dengan
Dan Sesudah Diberikan dengan rancangan hasil nyeri berat sebagian besar 18 orang (56.3%)
Teknik Distraksi Musik Non Equivalent dan sesudah diberikan teknik distraksi musik
Klasik Control Group dengan hasil nyeri ringan sebagian besar 22 orang
Design. dengan (68.8%) dengan p- value 0.000 < alpha 0.05
pendekatan cross
sectional. Teknik
pengambilan sampel
mengunakan teknik
accidental sampling
9. Sulistiyarini, Pengaruh Pemberian Desain penelitian Berdasarkan hasil analisa data 1) tingkat nyeri
Nurulistyawan Terapi Musik Mozart yang digunakan responden sebelum pemberian terapi musik Mozart,
Tri Purnanto. Terhadap Penurunan Nyeri dalam penelitian ini sebagian besar responden yang mengalami nyeri
2021 Ringan Sampai Sedang adalah Quasi ringan sebesar 91,3%, 2) tingkat nyeri responden
Pada Pasien Post Operasi Eksperiment dengan setelah pemberian terapi musik Mozart, sebagian
Di Rumah Sakit Umum pendekatan Non besar responden yang mengalami nyeri ringan
Permata Bunda Purwodadi Equivalent Control sebesar 76,1%. Hasil analisa data menggunakan Uji
Group Design. Wilcoxon bahwa nilai Z (6,008) dan nilai p value
Teknik sampling (0,00) < a (0,05).
yang digunakan
adalah Accidental
sampling dan
didapatkan 46
responden
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
BIODATA
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 57 tahun
Status Perkawaninan : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Jambangan Dampit
No.Register : 566230
Tanggal MRS : 06 – 11 – 2023 05.35
Tanggal Pengkajian : 06 – 11 - 2023
Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
3 Berpakaian 0 2
4 Eliminasi 0 2
5 Perpindahan 0 2
7 Belanja 0 4
8 Penyiapan makanan 0 4
9 Laundry 0 4
10 Transportasi 0 4
Nyeri Iya
P
11 Q Ditusuk – tusuk
R Pada uluh hati
menjalar ke perut
bagian kanan bawah
S 4 – 6 sedang
T Menetap
12 Pembuatan Keputusan Tidak terkaji Tidak terkaji
a. Cara memutuskan masalah: sedang Sedang
Mudah / sedang / sulit
b. Kecenderungan untuk membuat Cepat bimbang
keputusan:
Cepat / lambat / bimbang
c. Kesulitan dalam menentukan iya Iya
pilihan:
Ya / tidak
13. Level Pengetahuan rendah Rendah
a. Dapat mendefinisikan apakah iya Iya
masalah yang dihadapi saat ini? Ya
/ Tidak
b. Dapat mengungkapkan program iya Iya
terapeutik yang sedang dijalani? Ya /
tidak
G. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
a. Bentuk : normal
b. Benjolan / massa : tidak ada
2. Auskultasi
a. Peristaltik usus : Tidak terkaji
b. Bunyi jantung anak / BJA : Tidak terkaji
3. Palpasi
a. Tanda nyeri tekan : nyeri pada bagian kiri bawah
b. Benjolan / massa : tidak ada
c. Tanda – tanda asites :tidak terkaji
d. Hepar : Tidak terkaji
e. Lien : Tidak terkaji
f. Titik Mc. Burne : Tidak terkaji
4. Perkusi
a. Suara abdomen : Tidak terkaji
b. Pemeriksaan asites : Tidak terkaji
J. Pemeriksaan Neurologi
1. Tingkat Kesadaran (GCS) :456
2. Tanda – tanda rangsangan otak (meningeal sign) : Tidak terkaji
3. Fungsi motorik : Tidak terkaji
4. Fungsi sensorik : Tidak terkaji
5. Refleks
a. Refleks Fisiologis : Tidak terkaji
b. Refleks Patologis : Tidak terkaji
K. Pemeriksaan Status Mental
a. Kondisi emosi / perasaan : baik
b. Orientasi : baik
c. Proses berfikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan) : baik
d. Motifikasi (kemampuan) : baik
e. Persepsi : baik
f. Bahasa : bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Medis
1. Laboratorium : DL lengkap
2. Rontgen : Iya
3. ECG : Iya
4. USG : tidak
5. Lain – Lain :-
PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
• Inf RL 20 tpm
• Inj antrain IV
• Inj ranitidine IV
• Inj ondan IV
ANALISA DATA
Luka insisi
DO
- Pasien tampak meringis Nyeri
- Pasien sering mengubah posisi untuk
menghindari nyeri Nyeri saat bergerak
- Pasien tampak lemah
- Aktifitas dibantu keluarga Gangguan mobilitas
fisik
Kurang pengetahuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. nyeri akut b/d aden pencedera fisiologis (D.0077)
2. gangguan mobilitas fisik b/d nyeri (D.0054)
3. deficit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (D.0111)
RENCANA KEPERAWATAN
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan Tingkat nyeri : Manajemen nyeri :
Tindakan keperawatan 1. Keluhan nyeri 3 Observasi
selama 3x24 jam 2. Meringis 3 - Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat nyeri 3. Gelisah 2 karakterisitk, durasi,
menurun. 4. Kesulitan tidur 3 frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik
- Berikan terapi
nonfarmakologi untuk
mengurasi rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberikan
analetik
TINDAKAN KEPERAWATAN
2 Dukungan mobilisasi
1. Identifikasi adanya nyeri/keluhan
fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
3. Fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan
alat bantu
4. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
5. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3 Edukasi Kesehatan
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Sediakan materi dan media
pendidikan Kesehatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
EVALUASI KEPERAWATAN
O :
- pasien tampak meringis
- ttv
TD : 131/84 Spo2 : 98
N : 80 S : 38,6
P : lanjutkan intervensi
2 S :-
O :
- nyeri tekan pada perut
- aktifitas dibantu keluarga
P : lanjutkan intervensi
EVALUASI KEPERAWATAN
O :
- pasien tampak tampak tenang
- ttv
TD : 129/87 Spo2 : 97
N : 81 S : 36
P : lanjutkan intervensi
2 S :-
O :
- nyeri tekan pada perut
- pasien tampak melakukan
mobilisasi dini (miring kanan kiri)
- aktifitas dibantu keluarga
P : lanjutkan intervensi
P: lanjutkan intervensi
EVALUASI KEPERAWATAN
O :
- pasien tampak tenang
- ttv
TD : 132/93 Spo2 : 97
N : 72 S : 36,8
P : lanjutkan intervensi
2 S :-
O :
- pasien tampak tenang
- pasien sudah belajar duduk
P : lanjutkan intervensi
A: masalah teratasi
P : hentikan intervens
BAB IV
PEMBAHASAN
5.2 Saran
1. Bagi RSUD Kanjuruhan
Disarankan kepada pelayanan kesehatan agar menjadikan terapi musik
menjadi alternatif kombinasi pengobatan di masa yang akan datang untuk
penggunaan musik sebagai terapi kesehatan.
2. Bagi Pasien
Pemilihan terapi musik dapat disesuaikan dengan musik favorit pasien.
Disarankan kepada keluarga pasien dapat melakukan terapi musik secara
mandiri dan rutin dengan tujuan rasa nyeri yang dialami berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, E. and Susanti, Y., 2019. Efektifitas Terapi Imajinasi Terbimbing Dan
Terapi Musik Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Apendiktomi Akut. (2013).
Effendi, Z.M., Effendi, H. and Effendi, H., 2015. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Apendiktomi Sebelum Dan Sesudah Diberikan Teknik
Distraksi Musik Klasik. Healthy Journal, 8(1), pp.72–80.
Huda, A.R., Roni, F., Wahdi, A., Wijaya, A. and Fitriyah, E.T., 2022. Penerapan
Kombinasi Terapi Nafas Dalam Dan Musik Klasik Dalam Mengurangi
Nyeri Akut Post Operasi Appendicitis Di Ruang Bima Rsud Jombang.
Well Being, 7(2), pp.71–77. https://doi.org/10.51898/wb.v7i2.162.
Keimigrasian, U.-U.N. 6 T. 2011 tentang, 2011. No Title p. Phys. Rev. E, p.24.
Mutmainnah, H.S. and Rundulemo, M., 2020. Efektivitas Terapi Mutmainnah, H.
S., & Rundulemo, M. (2020). Efektivitas Terapi Musik Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi. Pustaka Katulistiwa: Karya
Tulis …, 1(1), 40–44.
http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30 Musik Terha.
Pustaka Katulistiwa: Karya Tulis …, [online] 1(1), pp.40–44. Available at:
<http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30>.
Post, P., Di, O., Ummi, R. and Bengkulu, K., 2021. 332-Article Text-677-1-10-
20220725. 4(2), pp.88–93.
Rahmawati, 2019. Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Post
Operasi fraktur tibia Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Rasa
Aman Nyaman Di Rsud. Karya Tulis Ilmiah, p.
Saputri, V.A. and Amriati, 2023. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas
Nyeri Pasien Pasca Operasi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa & Penelitian
Keperawatan, [online] 3(2), pp.30–36. Available at:
<https://jurnal.stikesnh.ac.id>.
Septafani, O.W., Eky, S., Rahman, R. and Purwandari, H., 2021. STRADA Jurnal
Ilmiah Kesehatan The Effect Of Keroncong Music Therapy On The
Reduction Of Pain Intensity In Post-Trauma Patients STRADA Jurnal
Ilmiah Kesehatan. 10(1), pp.765–771.
https://doi.org/10.30994/sjik.v10i1.712.
Sulastri, S., Samidah, I. and Murwati, M., 2021. Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di Rs. Ummi Kota
Bengkulu. Jurnal Riset Media Keperawatan, 4(2), pp.88–93.
https://doi.org/10.51851/jrmk.v4i2.332.
Sulistiyarini and Purnanto, N.T., 2021. Pengaruh Pemberian Terapi Musik Mozart
Terhadap Penurunan Nyeri Ringan Sampai Sedang Pada Pasien Post
Operasi Di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Purwodadi. The Shine
Cahaya Dunia D-III Keperawatan, [online] 6(1), pp.1–15. Available at:
<http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCD3Kep/article/view/
289>.
Wati, R.A., Widyastuti, Y. and Istiqomah, N., 2020. Perbandingan Terapi Musik
Klasik Dan Genggam Jari Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi
Appendiktomy. Jurnal Surya Muda, 2(2), pp.97–109.
https://doi.org/10.38102/jsm.v2i2.71.
Amalia, E. and Susanti, Y., 2019. Efektifitas Terapi Imajinasi Terbimbing Dan
Terapi Musik Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Apendiktomi Akut. (2013).
Effendi, Z.M., Effendi, H. and Effendi, H., 2015. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Apendiktomi Sebelum Dan Sesudah Diberikan Teknik
Distraksi Musik Klasik. Healthy Journal, 8(1), pp.72–80.
Huda, A.R., Roni, F., Wahdi, A., Wijaya, A. and Fitriyah, E.T., 2022. Penerapan
Kombinasi Terapi Nafas Dalam Dan Musik Klasik Dalam Mengurangi
Nyeri Akut Post Operasi Appendicitis Di Ruang Bima Rsud Jombang.
Well Being, 7(2), pp.71–77. https://doi.org/10.51898/wb.v7i2.162.
Keimigrasian, U.-U.N. 6 T. 2011 tentang, 2011. No Title p. Phys. Rev. E, p.24.
Mutmainnah, H.S. and Rundulemo, M., 2020. Efektivitas Terapi Mutmainnah, H.
S., & Rundulemo, M. (2020). Efektivitas Terapi Musik Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi. Pustaka Katulistiwa: Karya
Tulis …, 1(1), 40–44.
http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30 Musik Terha.
Pustaka Katulistiwa: Karya Tulis …, [online] 1(1), pp.40–44. Available at:
<http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30>.
Post, P., Di, O., Ummi, R. and Bengkulu, K., 2021. 332-Article Text-677-1-10-
20220725. 4(2), pp.88–93.
Rahmawati, 2019. Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Post
Operasi fraktur tibia Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Rasa
Aman Nyaman Di Rsud. Karya Tulis Ilmiah, p.
Saputri, V.A. and Amriati, 2023. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas
Nyeri Pasien Pasca Operasi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa & Penelitian
Keperawatan, [online] 3(2), pp.30–36. Available at:
<https://jurnal.stikesnh.ac.id>.
Septafani, O.W., Eky, S., Rahman, R. and Purwandari, H., 2021. STRADA Jurnal
Ilmiah Kesehatan The Effect Of Keroncong Music Therapy On The
Reduction Of Pain Intensity In Post-Trauma Patients STRADA Jurnal
Ilmiah Kesehatan. 10(1), pp.765–771.
https://doi.org/10.30994/sjik.v10i1.712.
Sulastri, S., Samidah, I. and Murwati, M., 2021. Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di Rs. Ummi Kota
Bengkulu. Jurnal Riset Media Keperawatan, 4(2), pp.88–93.
https://doi.org/10.51851/jrmk.v4i2.332.
Sulistiyarini and Purnanto, N.T., 2021. Pengaruh Pemberian Terapi Musik Mozart
Terhadap Penurunan Nyeri Ringan Sampai Sedang Pada Pasien Post
Operasi Di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Purwodadi. The Shine
Cahaya Dunia D-III Keperawatan, [online] 6(1), pp.1–15. Available at:
<http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCD3Kep/article/view/
289>.
Wati, R.A., Widyastuti, Y. and Istiqomah, N., 2020. Perbandingan Terapi Musik
Klasik Dan Genggam Jari Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi
Appendiktomy. Jurnal Surya Muda, 2(2), pp.97–109.
https://doi.org/10.38102/jsm.v2i2.71.