OLEH
NURUL AINI
NIM. 16706251033
2. Kohesi
Halliday dan Hasan dalam Munday (2008: 152) mengemukakan bahwa piranti kohesi
itu dapat dibentuk dengan beberapa cara. Halliday dan Hasan membedakan lima tipe utama
kohesi gramatikal menjadi: reference, substitution, ellipsis, conjuction, dan lexical ties.
a. Reference (Referen)
Referen sebagai salah satu jenis kohesi dapat dikatakan sebagai pemarkah dieksis
yang mengacu pada bagian wacana seperti orang, tempat dan lainnya. Referen
dibentuk dengan leksikal dan leksikal yang digunakan sebagai pembentuk referen ini
meliputi:
a) Pronomina (pronoun) seperti:
I, you, they, we…. (dalam bahasa Inggris)
Ich, du, sie, Sie ….. (dalam bahasa Jerman)
Ana, anta, anti, hiya, nahnu…. (dalam bahasa arab).
Saya, anda, dia, beliau…. (dalam bahasa Indonesia) dan lain sebagainya.
b) Demonstratives (kata tunjuk) seperti
This, that, these and those (dalam bahasa
Inggris) Ini, itu, di sini, di sana (dalam bahasa
Indonesia) Tilka, dzalika (dalam bahasa arab)
Contoh yang dapat dimunculkan dalam kalimat adalah sebagai berikut: (1) ibu
saya seorang guru. dia (2) Ayah saya bekerja di perpustakaan. Dia senang bekerja
di sana.
b. Substitution (Penggantian)
Substitution adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk
menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana 2011: 229). Substitusi dapat
dibedakan atas substitusi nominal, verbal dan klausal. Berikut ini merupakan contoh
yang menunjukkan substitusi
a) Do you want the blankets? Yes, I will take one. (One mensubstitusi blankets)
b) Did you sing? Yes, I did. (Did mensubstitusi sing)
c) The blankets needed to be cleaned. Yes, they did. (Did mensubstitusi needed to be
cleaned)
c. Ellipsis (Penghilangan/pelesapan)
Menurut Aflahah (2012: 14), ellipsis dapat dikatakan sebagai ikatan kosong atau
zero tie sebab ikatan itu secara actual tidak dikatakan. Di bawah ini contoh ellipsis
yakni:
a) Ketika ø memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana yang sama
sekali baru.
b) Sebelum ø pulang, Kikin mengajak teman-temannya ke sungai untuk
membersihkan badan dari lumpur.
Unsur yang dihilangkan atau dilesapkan pada kalimat a) dan b) adalah unsur
subjek pada klausa. Unsur tersebut adalah Kikin dan kita. Jika dituliskan secara
lengkap bentuk kedua kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
a) Ketika (kita) memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana yang
sama sekali baru.
b) Sebelum (Kikin) pulang, Kikin mengajak teman-temannya ke sungai untuk
membersihkan badan dari lumpur.
d. Conjuction (Kata hubung)
Menurut Kridalaksana (2011: 131), konjungsi adalah partikel yang dipergunakan
untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa,
kalimat dengan kalimat, paragraph dengan paragraph. Sesuai dengan fungsinya,
konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan untuk merangkaikan ide, baik
dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antar kalimat (Rani dkk, 2004: 107).
Menurut Suwandi (2002: 243), konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua
klausa atau lebih. Berdasarkan hasil beliau terdapat konjungsi koordinatif, konjungsi
subordinatif, dan konjungsi antarkalimat.
Konjungsi koordinatif merupakan konjungsi yang menghubungkan dua unsur
atau lebih dan kedua unsur tersebut memiliki status yang sama seperti (1) Habibie
sprechen Duetsch, Indonesisch, Englisch und Javanisch, (2) Silahkan pilih dia atau
diriku. Kedua kalimat ini memunculkan kata hubung dan dan atau yang digunakan
untuk menghubungkan suatu hal yang setara.
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau
lebih namun klausa tersebut tidak memiliki status sintaksis yang sama seperti (1) Jika
masalah ini tidak segera diselesaikan maka dia sulit untuk pulang kerumah, (2) I am
happy when you visit my town, (3) Jaka menikahi gadis itu karena ia mencintainya.
3. Koherensi
Definisi yang senada dengan Bell dinyatakan oleh Beaugrande (1931:4), dia menjelaskan
bahwa coherence concerns the ways in which components of textual world; the configuration of
concepts and relations which underlie the surface text are mutually accessible and relevant . hal
ini menunjukkan arti bahwa koherensi mengacu pada bagaimana tekstual, seperti konfigurasi
konsep dan hubungan yang mendasari sebuah teks, saling berterima dan berkaitan.
Kohesi merupakan istilah yang mengacu pada struktur atau ragam gramatika suatu
bahasa sedangkan istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang
tersirat disimpulkan untuk menginterpretasikan ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana.
Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut
(koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung kalimat yang digunakan (Aflahah,
2012: 17). Dari sini dapat kita simpulkan kalimat yang koheren dapat terbentuk meskipun
tidak memiliki kohesifitas di dalamnya. Koherensi berfungsi menghubungkan ujaran dalam
makna saling melengkapi dan saling berkesinambungan. Oleh sebab itu dengan adanya
koherensi kalimat terbentuk secara logis dan bermakna secara utuh.
Rani dkk (2004: 134) mengatakan di samping kohesi, masih banyak faktor lain yang
memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain latar belakang pemakai bahasa atas
bidang permasalahan (subject matter), pengetahuan atas latar belakang budaya dan sosial,
kemampuan “membaca” tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain. selain itu, pada koherensi
juga dapat diciptakan penerapan praanggapan yang logis, pemahaman akan variasi ujaran dalam
situasi yang berbeda. Penguraian sumber variasi menghendaki sejumlah persyaratan, misalnya kita
harus melihat peranan partisipan tutur, hubungan antarpartisipan: apakah mereka itu sahabat, orang
asing, muda, tua, berasal dari status yang sama, dan seterusnya.
Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak
hubungan kohesifnya.
A: “ada telepon.”
B: “saya sedang mandi.”
C: “baiklah.”
Apa yang dikemukakan oleh A memang hanya alasan mengapa ia tidak dapat menerima
telepon. Meskipun tidak ada piranti kohesi tetapi rangkaian makna tidak akan membingungkan
atau sudah dapat diketahui. Hal ini tentu saja dikarenakan adanya kemampuan “membaca” hal-
hal yang tersirat dalam percakapan tersebut. Koherensi teks berhubungan dengan ekspektasi dan
pengalaman pendengar atau penerima pesan terhadap dunia ini. Pra-anggapan terkait dengan
pemahaman linguistik dan ekstra linguistik pengirim pesan yang berasumsi bahwa penerima telah
mengetahui maksud pesan yang disampaikan oleh si pengirim pesan. Dengan kata lain,
presuposisi atau pra-anggapan merupakan asumsi awal yang penutur sampaikan terhadap
pendengar bahwa apa yang akan dituturkan dimengerti dan dipahami oleh mitra tutur.
4. Kesimpulan
Beberapa ahli mendefinisikan penerjemahan sebagai proses tidak hanya alih bentuk bahasa
akan tetapi juga alih makna dari bahasa sumber (BSu) kedalam bahasa sasaran (BSa). Hal ini
mengindikasikan bahwa makna yang terkandung dalam sebuah teks juga merupakan hal yang penting
dalam sebuah teks.
Koherensi dan kohesi merupakan unsur yang digunakan untuk membengun teks yang baik.
Wacana yang baik ditandai dengan penggunaan kohesi yang sesuai dan diwujudkan oleh struktur
semantik yang logis. Hubungan kohesi dapat dilihat dari penggunaan kohesi. Kohesi dapat dibentuk
melalui berbagai macam cara sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Selanjutnya penggunaan kohesi semata bukanlah suatu jaminan bahwa wacana tersebut koheren. Di
samping kohesi, masih banyak faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi wacana antara
lain latar belakang pemakai bahasa atas bidang permasalahan (subject matter), pengetahuan
atas latar belakang budaya dan sosial, kemampuan “membaca” tentang hal-hal yang tersirat
dan lain sebagainya. Dari sini dapat kita katakan bahwa kohesi adalah keterpaduan bentuk
sedangkan koherensi adalah kepaduan makna.
DAFTAR PUSTAKA
Aflahah. (2012). Kohesi dan koherensi dalam wacana. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
Beaugrande, R. De dan W. Dessler. 1981. Introductian top Text Linguistic.
Halliday, M. A. K & Ruqaiya Hasan. (1992). Bahasa, konteks dan teks: Aspek-aspek bahasa
dalam pandangan semiotic sosial. (Terjemahan Asrudin Barori Tou). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. (Buku asli diterbitkan tahun 1985 )
Moeliono, Anton dkk. (1997). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
th
Munday, Jeremy. (2008). Introducing translation studies theories and application. (4 ed).
London & New York: Routledge Taylor & Francis Group
Newmark, Peter. (1988). A textbook of translation. London: Prentice Hall Internasional
Rani dkk (2004). Analisis wacana. Malang: Bayumedia Publishing
Sarwiji Suwandi. (2002). Kohesi dalam bahasa Indonesia. Diambil pada tanggal 10 Mei 2017,
dari http://linguistikindonesia.org/images/files/KohesidalamBahasaIndonesia.pdf .
Simatupang, Maurits D.S. (2000). Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan Nasional.