MAKALAH
Disusun oleh:
Kaesul Ma’arif 1185020079
Renaldi 1185020115
Siti Halimatussyadiah Salim 1185020129
Vera Indriani 1185020134
Wafa Syaripatul Aulia 1185020134
Wigi Amanda Putri 1195020158
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur ke Hadirat Tuhan yang maha Esa, karena atas berkat dan rahmat
beliau penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Prinsip Kerjasama dan
Implikatur” dengan tepat waktu. Dan tak lupa pula sholawat serta salam marilah kita
panjatkan kepada Nabi kita, panutan kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Karena berkat beliau
juga kita bias mendapatkan pendidikan tanpa risau dan cemas.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Sastra. Selain itu
juga makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang ragam sosiologi sastra bagi para
pembaca juga bagi penulis sendiri.
Penulis menyadari bahwa penulisan serta penyusunan makalah ini masih melakukan
banyak kesalahan. Oleh karena itu penulisan memohon maaf atas kesalahan dan ketidak
sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharapkan adanya
kritik juga saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Prinsip kerjasama............................................................................................................3
B. Pelaksanaan maksim dalam prinsip kerjasama...............................................................3
C. Implikatur........................................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................................16
A. Simpulan.......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berkomunikasi dengan orang lain terdapat informasi yang ingin
disampaikan agar senantiasa tersampaikan kepada lawan bicara sehingga maksud dan
tujuan pembicara sesuai dengan konteks bahasa. Dalam kajian bahasa, hal tersebut
terdapat dalam ilmu Linguistik dengan termasuk kedalam kajian pragmatik.
Pragmatik merupakan cabang ilmu yang mempelajari dan mengkaji makna yang
disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pembaca atau pendengar
dengan melihat kondisi dan situasi konteks penyampaiannya. Menurut Rahardi
(2005:49) pragmatik adalah ilmu yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa
manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan
melatarbelakangi bahasa itu.
Dalam kajian pragmatik terdapat materi prinsip kerjasama dan implikasi yang
biasanya langsung diaplikasikan dalam sebuah pargaraf, percakapan, atau penggalan-
penggalan dalam novel, drama, atau bahkan sebuah film. Prinsip kerja menurut Grice
(1975:45-47) bahwa wacana yang wajar dapat terjadi apabila antara penutur dan
petutur patuh pada prinsip kerjasama komunikasi. Prinsip kerjasama tersebut terdiri
dari empat maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas
(maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim
of relevance), dan maksim pelaksanaan(maxim of manner). Sedangkan implikasi
adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh yang tersurat.
Implikatur dimaksudkan sebagai suatu ujaran yang menyiratkan suatu yang berbeda
dengan yang sebenarnya diucapkan. Menggunakan implikatur dalam percakapan
berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Penggalan bahasa dalam novel,
drama, atau film tersebut membutuhkan materi prinsip kerja dan implikasi agar sesuai
dengan tujuan dari kajian pragmatik.
Oleh karena itu, dengan latar belakang demikian maka dalam makalah ini
penulis akan membahas tentang prinsip kerjasama dan implikasi yang di dalamnya
mencakup pengertian prinsip kerjasama, pengertian implikatur, dan materi lain yang
berkaitan dengan judul makalah tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal yang melatar belakangi masalah tersebut, maka penulis
merumuskan masalah tersebut sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud prinsip kerjasama?
2. Apa yang dimaksud implikatur?
3. Bagaimana pelaksanaan maksim dalam prinsip kerjasama?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan beberapa masalah yang telah dirumuskan, penulisan
dalam makalah ini disertai dengan tujuan sebagai berikut,
1. Mampu mengetahui tentang prinsip kerjasama
2. Mampu mengetahui tentang implikatur
3. Mampu mengetahui pelaksanaan maksim dalam prinsip kerjasama.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitiaan tersebut adalah agar mengetahui tentang
prinsip kerjasama dan implikatur selain itu mengetahui bagaimana pengaplkasian
dalam sebuat penggalan atau percakapan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip kerjasama
Dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa seorang penutur
mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada
lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang hendak
dikomunikasikan itu. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan
dengan konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas (concise), serta selalu pada
persoalan (straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya.
Bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu
yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur yang
bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara
ringkas dapat diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan
pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi itu berjalan lancar.
Prinsip kerja sama adalah prinsip yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara
agar proses komunikasi dapat berjalan lancar. Grice berpendapat bahwa di dalam rangka
melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat
maksim percakapan(conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of
quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance),
dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).
3
Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan
dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas. Perhatikan contoh percakapan berikut ,
Percakapan (1) dalam contoh di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan
sangat informative isinya. Dapat dikatakan demikian, karena tanpa harus ditambah
dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan
jelas oleh si mitra tutur.
4
C : “Silahkan Koran itu dibawa ke tempat lain dahulu!”
Keterangan :
Dalam komunikasi sebenarnya, penutur dan mitra tutur sangat lazim menggunakan
tuturan dengan maksud yang tidak senyatanya dan tidak disertai dengan bukti-bukti
yang jelas. Bertutur yang terlalu langsung dan tanpa basa-basi dengan disertai bukti-
bukti yang jelas dan apa adanya justru akan membuat tuturan menjadi kasar dan tidak
sopan. Dengan perkataan lain, untuk bertutur yang santun maksim kualitas ini
seringkali tidak dipatuhi dan tidak dipenuhi. Tuturan (X), (Y), dan (Z) berikut secara
berturut-turut berbeda dalam peringkat kesantunannya dan dapat dipertimbangkan
untuk memperjelas pernyataan di atas. Perhatikan Contoh berikut:
Keterangan:
5
Tuturan X, Y, dan Z, dituturkan Oleh seorang anak yang sedang minta uang kepada
Bapaknya. Tuturan-tuturan tersebut dituturkan dalam konteks situasi tutur yang
berbeda-beda.
6
Dituturkan oleh seorang Direktur kepada sekretarisnya pada saat mereka bersama-
sama bekerja di sebuah ruang kerja Direktur. Pada saat itu,ada seorang nenek tua
yang sudah menunggu lama.
Di dalam cuplikan percakapan di atas, tampak dengan jelas bahwa tuturan
sang sekretaris, yakni “maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu” tidak memiliki
relevansi dengan apa yang diperintahkan sang Direktur, yakni “Bawa sini semua
berkasnya akan saya tanda tangani!” Dengan demikian tuturan (3) di atas dapat
dipakai sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerja sama
tidak selalu dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya.
Hal seperti itu dapat dilakukan, khususnya, apabila tuturan tersebut
dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu yang khusus
sifatnya.
4. Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner)
Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu :
a. Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar.
b. Hindarilah ketaksaan.
c. Usahakan agar ringkas
d. Usahakan agar Anda berbicara dengan teratur.
7
Sedangkan pada Cuplikan tuturan (2) di atas pada maksim pelaksanaan memiliki
kadar kejelasan yang rendah. Karena berkadar kejelasan rendah dengan sendirinya
kadar kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan si penutur (X) yang
berbunyi“Ayo, cepat dibuka!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa
yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata dibuka dalam tuturan di atas
mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh karenanya,
maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan demikian, karena kata itu
dimungkinkan untuk ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula tuturan yang
disampaikan si mitra tutur (Y), yakni “sebentar dulu, masih dingin” mengandung
kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata dingin pada tuturan itu dapat mendatangkan
banyak kemungkinan persepsi penafsiran Karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa
sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan-tuturan demikian itu dapat dikatakan
melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan dalam
Prinsip Kerja Sama Grice.
Dari cuplikan di atas, tampak bahwa tuturan yang dituturkan sang anak, yakni yang
berbunyi “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.” Relatif kabur maksudnya.
Maksud yang sebenarnya dari tuturan si anak itu, bukannya terutama ingin memberi
tahu kepada sang Ibu bahwa ia akan segera kembali ke kota, melainkan lebih dari itu ,
yakni bahwa ia sebenarnya ingin menanyakan apakah sang ibu sudah siap dengan
8
sejumlah uang yang sudah diminta sebelumnya . Seperti telah disampaikan terdahulu,
di dalam masyarakat tutur Jawa, justru kesantunan berbahasa sering dijumpai dengan
ketidakjelasan, ketidaklangsungan, kekaburan dan semacamnya. Orang yang terlibat
dalam pertuturan diharapkan dapat membaca maksud tersembunyi dari si mitra tutur.
Dengan perkataan lain, peserta tutur di dalam sebuah pertuturan harus dapat membaca
“sasmita” atau maksud yang terselubung dari si penutur. Dengan demikian, jelas
bahwa dalam komunikasi yang sebenarnya, maksim pelaksanaan pada Prinsip Kerja
Sama Grice itu seringkali tidak di patuhi atau bahkan mungkin harus dilanggar.
C. Implikatur
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik.Menurut Brown dan Yule
istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan
atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang
dikatakan oleh penutur1 . Pendapat seperti itu memiliki arti bahwa suatu makna yang
berbeda dengan makna tuturan secara harfiah. Grice,H.P., berpendapat bahwa sebuah
implikatur merupakan sebuah proposisi (maksud) yang dimplikasikan melalui ujaran dari
sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian
dari hal yang dinyatakan sebelumnya2. Hampir sama dengan pendapat Brown dan Yule.
Tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu tuturan yang
turut memberi makna. Ia juga mengatakan impikatur percakapan sebagai salah satu aspek
lajian pragmatic yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud suatu ucapan’
sesuai dengan konteksnya3.
Menurut Gumpers4, inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang ditentukan
oleh situasi dan konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama
dengan apa yang dianggap oleh si pendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar
tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya
mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.
1
Brown, Gillian dan George Yule. 1966. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.Soetikno.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 31.
2
Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form. England:
Academic Press. Hal 38.
3
Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-Dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Hal.13
4
Lubis,Hamid Hasan., H., 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Hal 68.
9
Sesuatu yang memungkinkan berlangsungnya percakapan dikuasai oleh satu hukum
kaidah pramatic umum yang menurut Grice disebut kaidah penggunaan Bahasa. Kaidah
tersebut mencakup tentang peraturan tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: 1. Prinsip koperatif yang
menyatakan “katakana apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu”, 2.
Empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim
relevansi dan maksim pelaksanaan.
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang
sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang
memadai
Contoh:
1) Seseorang harus mengatakan bahwa Jakarta adalah ibukota Indonesia, bukan kota-
kota yang lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu
2) Hari ini mendung. Diucapkan pada saat memang cuaca sedang mendung
3) Ketua kelas PBA C saat ini adalah muthmainnah
Contoh:
Ujaran pada contoh pertama di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpan nilai kebenaran
(truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah yang mungkin hamil.
Dengan demikian elemen yang ‘perempuan’ dalam contoh kedua sifatnya berlebihan.
Kata ‘hamil’ pada contoh pertama sudah menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang
'perempuan’ dalam contoh kedua justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini
bertentangan dengan maksim kuantitas. Contoh lain misalnya,
10
Ani: Saya lagi di belakang, Bu!
Jawaban Ani pada contoh di atas sepintas tidak terhubung, tetapi apabila diamati,
hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban Ani mengimplikasikan bahwa
saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu. Fenomena seperti ini, mengisyaratkan bahwa
fenomena relevansi tindak ucap peserta kontribusinya tidak selalu terletak pada makna
ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu.
Wacana diatas, secara eksplisit tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Tetapi
dengan memperhatikan kebiasaan tukang koran mengantarkan surat kabar atau majalah
kepada mereka, dapat diketahui inferensi pukul berapa ketika itu. Penutur dan lawan
tutur memiliki asumsi yang sama sehingga hanya dengan mengatakan tukang Koran baru
lewat,dia menganggap sudah menjawab pertanyaan yang diajukan
Contoh:
Ciri-ciri Implikatur
11
Kami akan memaparkan beberapa ciri-ciri implikatur menurut beberapa ahli. Menurut
Nababan terdapat 4 ciri implikatur5:
Selain Suyono, Grice juga mengemukakan ciri-ciri implikatur. Terdapat 5 ciri implikatur
yang diungkapkan Grice6:
a. Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik dengan cara
eksplisit ataupun dengan cara kontekstual (cancellable).
b. Ketidak terpisahkan implikatur percakapan dengan cara menyatakan sesuatu.
Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu, sehingga
orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk menyampaikannya
(nondetachable).
c. Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang
dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional kalimat itu
(nonconventional).
d. Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat
diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan (calcutable).
5
Nababan, P.W. J 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Hal.39
6
Mujiyono Wiryationo. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang:
IKIP Malang. Hal 40.
12
e. Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya
(indeterminate).
Sedangkan menurut Levinson, C Stephen terdapat 4 ciri utama dari suatu implikatur
percakapan 7yaitu:
a. Cancellability, maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika
ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara menambahkan beberapa
premis/alasan tambahan pada premis-premis asli.
b. Non-detachability, adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apa yang
dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari
suatu tuturan.
c. Calculability, dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harus memungkinkan
untuk menyusun suatu argument yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu
tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya.
d. Non-conventionality, artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga
implikaturya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna
itu.
Menilik dari ketiga tokoh yang masing-masing memaparkan ciri-ciri implikatur, dapat
ditarik kesimpulan bahwa cirri-ciri implikatur adalah sebagai berikut: 1. Sesuatu
implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu (cancellability). 2. Biasanya
tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan
implikatur yang bersangkutan (nondetachable). 3. Implikatur percakapan
mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang
dipakai (nonconventional) dan, 4. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan
tergantung pada kebenaran yang dikatakan (calcutable).
Jenis-jenis implikatur
7
Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics, Great Britain: Cambridge University Press. Hal.
119.
13
Jenis-jenis implikatur terbagi menjadi implikatur percakapan umum, implikatur berskala,
implikatur percakapan khusus dan implikatur konvensional8. Berikut penjelasan dari
jenis-jenis implikatur :
8
Suryanti. 2020. Pragmatik.(Penerbit Lakeisha: Jawa Tengah) h.49
14
Implikatur pada dialog diatas disampaikan oleh Farid kepada Pak dosen. Implikatur
tersebut berjenis implikatur percakapan khusus. Hal ini ditandai oleh tuturan “Nanti
bisa hubungi saya saja”. Tuturan tersebut membutuhkan konteks khusus dalam
membuat kesimpulan dan dibutuhkan latar belakang ilmu yang sama antara penutur
dan lawan tutur untuk mengetahui dari tuturan yang disampaikan. Percakapan terjadi
pada kontek khusus yang mana antara penutur dan lawan tutur memiliki informasi
yang sama-sama mereka ketahui bahwa Pak dosen tidak bisa membicarakan hal
tersebut saat itu.
4. Implikatur konvensional
Implikatur konvensional ialah implikasi atau pengertian yang bersifat umum
dan konvensional, dengan kata lain semua orang pada umumnya sudah mengetahui
dan memahami maksud atau implikasi suatu hal tertentu. Pemahaman terhadap
implikasi yang bersifat konvensional mengandaikan kepada pendengar atau pembaca
memiliki pengalaman dan pengetahuan umum.
Contoh :
Roma tuli, oleh karena itu ia tidak dapat berbicara
Implikatur tuturan itu adalah bahwa Roma tidak dapat berbicara merupakan
konsekuensi karena ia tuli. Jika Roma tidak tuli, tentu tuturan itu tidak berimplikasi
bahwa Roma tidak dapat berbicara karena ia tuli.
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Prinsip kerja sama adalah prinsip yang harus dilakukan pembicara dan lawan
bicara agar proses komunikasi dapat berjalan lancar. Grice berpendapat bahwa di
dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus
mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim), yakni maksim
kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi
(maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner). Sedangkan
implikasi adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh
yang tersurat. Implikatur dimaksudkan sebagai suatu ujaran yang menyiratkan suatu
yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Jenis-jenis implikatur terbagi
menjadi implikatur percakapan umum, implikatur berskala, implikatur percakapan
khusus dan implikatur konvensional.
16
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gillian dan George Yule. 1966. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.Soetikno.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form. England:
Academic Press.
https://id.scribd.com/doc/214365476/Prinsip-Kerjasama
Mujiyono Wiryationo. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: IKIP
Malang.
Nababan, P.W. J 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud Dirjen
Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
17