Anda di halaman 1dari 12

RAGAM

SOSIOLOGI SASTRA
Oleh
Kelompok 5
• Fahmi Arielsyah • Nurullia Wildah
• Iman Lukmanul Hakim • Ratna Juwita
• Silvia Tsamrotul Fu’adah
Sastra Ideologi dan Tendensius

• Dapat dipahami bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji segala aspek kehidupan sosial
manusia, yang meliputi masalah perekonomian, politik, keagamaan, kebudayaan, pendidikan,
ideologi, dan aspek yang lain.
• Sastra ideologi merupakan bagian dari kajian sosiologi sastra yang melacak sebuah paham, yang
terpantul dalam sastra. Ideologi itu sendiri adalah bagian dari gagasan (mental) seseorang yang
dapat mendorong sebuah cipta sastra. Ideologi yang akan melahirkan karya-karya material, sosial,
dan sebagainya. Ideologi dapat menggiring perhatian pembaca, agar mengikuti gerak sastra.
• Sastra seakan hendak menanamkan ideologi yang dibangun bertahun-tahun oleh sastrawan. Lewat
estetika, ideologi dibangun untuk meluruskan hal-hal bengkok di masyarakat.
Gramsci (Faruk, 1999) menganggap dunia gagasan,
kebudayaan, superstruktur, bukan hanya sebagal
refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomik
atau infrastruktur yang bersifat material, melainkan
sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri.
Persoalan kultural
Persoalan kultural dan
dan formasi
formasi ideologis
ideologis penting
penting bagi
bagi Gramsci
Gramsci karena
karena didi dalamnya
dalamnya pun
pun
berlangsung proses
berlangsung proses yang
yang rumit.
rumit. Gagasan-gagasan
Gagasan-gagasan dan dan opini-opini
opini-opini tidak
tidak lahir
lahir begitu
begitu saja
saja dari
dari
otak individual,
otak individual, melainkan
melainkan mempunyai
mempunyai pusat
pusat formasi,
formasi, irradiasi,
irradiasi, penyebaran,
penyebaran, dan dan persuasi.
persuasi.
Kemampuan gagasan/opini
Kemampuan gagasan/opini menguasai
menguasai seluruh
seluruh lapisan
lapisan masyarakat
masyarakat merupakan
merupakan puncaknya.
puncaknya.
Puncak tersebutlah
Puncak tersebutlah yang
yang disebut
disebut sebagai
sebagai hegemoni.
hegemoni.

Sastra
Sastra ideologi
ideologi dan
dan tendensius
tendensius memang
memang dekat
dekat dengan
dengan hegemoni.
hegemoni. Karya
Karya tersebut
tersebut akan
akan
mempengaruhi
mempengaruhi hegemoni
hegemoni suatu
suatu kelompok
kelompok sosial.
sosial. Setiap
Setiap kelompok
kelompok sering
sering menghegemoni
menghegemoni
kelompok
kelompok lain.
lain.Apalagi
Apalagi kalau
kalau kelompok
kelompok ituitu memiliki
memiliki tendensi
tendensi tertentu,
tertentu, karya
karya yang
yang dilahirkan
dilahirkan
jelas
jelas untuk
untuk mempengaruhi
mempengaruhi orang
orang lain.
lain. Karya
Karya sastra
sastra hegemonik
hegemonik dengan
dengan sendirinya
sendirinya menyebarkan
menyebarkan
ideologi
ideologi tendensius.
tendensius.

Karya-karya
Karya-karya babad,
babad, biasanya
biasanya memuat
memuat ideologi
ideologi penguasa,
penguasa, agar
agar rakyat
rakyat tunduk
tunduk dan
dan patuh.
patuh. Sastra
Sastra
berbentuk
berbentuk babad
babad juga
juga termasuk
termasuk karya
karya yang
yang banyak
banyak memegang
memegang teguh
teguh aspek
aspek mitos.
mitos. Mitos
Mitos tidak
tidak
lain
lain sebuah
sebuah ideologi
ideologi dan
dan tendensius
tendensius untuk
untuk mempengaruhi
mempengaruhi pihakpihak lain.
lain. Banyak
Banyak sastra
sastra ideologi
ideologi dan
dan
tendensius
tendensius yang
yang digunakan
digunakan untuk
untuk mempengaruhi
mempengaruhi pembaca.
pembaca. Sastra
Sastra anak
anak pun,
pun, tidak
tidak sedikit
sedikit yang
yang
memiliki
memiliki ideologi
ideologi dan
dan tendensi
tendensi khusus.
khusus. Lelagon
Lelagon anak
anak Sluku-sluku
Sluku-sluku Bathok
Bathok misalnya,
misalnya, juga
juga
memuat
memuat ideologi
ideologi dan
dan tendensi
tendensi Islam
Islam Kejawen.
Kejawen. Sastra
Sastra anak
anak berjudul
berjudul Kancil
Kancil Nyolong
Nyolong Timun,
Timun,
tentu
tentu dapat
dapat dilacak
dilacak ideologi
ideologi kritis
kritis dan
dan tendensi
tendensi kecerdasannya.
kecerdasannya.
Sastra Hegemoni

Hegemoni berasal dari akar kata bahasa Yunani hegeisthai (to lead atau shidouken)
yang artinya memimpin, kepemimpinan, ataupun kekuasaan yang melebihi
kekuasaan yang lain. Dengan demikian, secara leksikografis hegemoni mempunyai
arti ‘kepemimpinan’. Namun, dalam kehidupan sehari-hari istilah hegemoni
dikaitkan dengan dominasi. Hegemoni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) dalam jaringan, adalah kepemimpinan, dominasi, kekuasaan, di suatu
negara atas negara lain.
 
Hegemoni dikembangkan oleh seorang filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci (1891-
1937). Konsep tersebut dikembangkan atas dasar dekonstruksinya terhadap
konsep-konsep Marxis Ortodoks. Menurut Chantal Mouffe istilah hegemoni mulai
digunakan pada tahun 1926 dalam tulisannya yang berjudul “Notes on The
Sourthen Question”. Berbeda halnya dengan pendapat Roger Simon karena istilah
hegemoni telah digunakan Plekhanov dan para pengikut Marxis pada umumnya
sekitar tahun 1880-an.
Menurut Gramsci, ada tiga cara untuk membentuk gagasan, yaitu:

a. bahasa merupakan sarana utama yang berpengaruh terhadap konsep dunia tertentu.
Makin luas wilayah maka makin banyak bahasa yang dikuasai, dan makin mudah dalam
penyebaran ideologi;
b. pendapat umum (common sense) yang bersifat kolektif. Menurut Gramsci budaya pop
telah menjadi arena penting dalam pertarungan ideologi. Melalui pendapat umum
maka dibangunlah ideologi, yang juga berfungsi untuk melawan ideologi;
c. Folklor, dalam hal ini meliputi kepercayaan, opini, dan takhayul juga sangat berperan
dalam menopang hegemoni, kekuatan ini berfungsi untuk mengikat masyarakat tanpa
kekerasan. Pada dasarnya hegemoni tidak dapat dipaksakan dari pemimpin, namun
tidak juga berkembang secara bebas atau tidak disengaja, hegemoni diperoleh dari
negoisasi dan kesepakatan (dalam Ratna, 2010:184).
 
Sastra dalam perspektif Gramsci dipandang sebagai dua hal yakni, sastra sebagai gejala
pertama untuk merepresentasikan idologi kelas sosial si pengarang dalam mengonsep
pandangannya tentang dunia. Sastra dianggap sebagai media hegemoni dan media
mengidentifikasikan ideologi yang terjadi di masyarakat. Kedua, ideologi dalam sastra
bisa juga diidentifikasikan dengan memahami sastra dalam konteks otonominya karena
merupakan wujud dari intuisi-imajinasi pengarang
Sastra Common Sense

• Common sense merupakan muatan filosofi sastra yang membangun


berbagai pemikiran berdasarkan akal sehat. Ragam sastra yang
satu ini merupakan bentuk ekspresi yang didasarkan pada nalar
jernih sastrawan.

• Gramsci merupakan tokoh yang mengemukakan toeri sastra


common sense ini. Terdapat berbagai cara yang dilakukan Gramsci
dalam melakukan kajian sosiologi sastra. Contohnya, Gramsci
meneliti jajaran fungsi dan efek dari strata yang diistilahkan sebagai
“fungsionaris” hegemonis kaum intelektual dan berbagai macam
situs hegemoni-pendidikan, berbagai macam bentuk kebudayaan
elit dan populer, kepercayaan populer, dan common sense.
Menurut Gramsci, common sense merupaka konsepsi tentang dunia yang paling pervasif
tetapi tidak sistematik. Common sense mempunyai dasar pengalaman popular tetapi
tidak merepresentasikan suatu konsepsi yang terpadu mengenai dunia seperti halnya
filsafat.
 
Dalam konteks sastra common sense sastrawan lebih bekerja untuk menyatukan
masyarakat menjadi satu kesatuan yang relatif walaupun tidak pernah lengkap.
Upaya menampilkan masyarakat dengan nalar-nalar merupakan suatu keharusan
dalam pandangan ini. Dalam kerangka teori Gramsci setidaknya terdapat enam
konsep kunci, yakni kebudayaan, hegemoni, ideologi, kepercayaan populer, kaum
intelektual, dan negara.
 
Menurut Gramsci, jika benar bahwa setiap bahasa mengandung elemen-elemen suatu
konsepsi mengenai dunia dan kebudayaan, akan benar pula apabila dikatakan bahwa
dari bahasa seseoran dapat ditafsirkan kompleksitas yang lebih besar atau lebih
kurang dari konsepnya mengenai dunia.
Sastra Feminisme

Kata feminisme memiliki sejumlah pengertian. Menurut Humm (2007: 157–158) feminisme
menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang teror-
ganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial
yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Selanjutnya Humm menyatakan
bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa
perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menawarkan
berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku dari penindasan perempuan (Humm, 2007: 157–
158). Dinyatakan oleh Ruthven (1985: 6) bahwa pemikiran dan gerakan feminisme lahir
untuk mengakhiri dominasi. laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat.
Melalui proyek (pemikiran dan gerakan) feminisme harus dihan- curkan struktur budaya, seni,
gereja, hukum, keluarga inti yang berdasarkan pada kekuasaan ayah dan negara, juga semua
citra, institusi, adat istiadat, dan kebiasaan yang menjadikan perempuan sebagai korban yang
tidak dihargai dan tidak tampak.
Dengan rinci Humm (1992: 1–6) dan Madsen (2000: 1–14) menguraikan
kelahiran dan perkembangan feminisme di Amerika dan Prancis. Dari uraian
tersebut pemikiran dan gerakan feminisme dapat dibedakan menjadi tiga
gelombang, yaitu gelombang pertama, gelombang kedua, dan gelombang ketiga.

1. Gelombang pertama feminisme


2. Gelombang kedua Feminisme
3. Gelombang ketiga Feminisme
Dalam Feminist­Thought, Rosemarie Putnam Tong (2006)
mengemukakan bahwa feminisme bukanlah sebuah pemikiran yang
tunggal, melainkan memiliki berbagai ragam yang kemunculan dan
perkembangannya sering kali saling mendukung, mengoreksi, dan
menyangkal pemikiran feminisme sebelumnya. Tong (2006)
mengemukakan adanya delapan ragam pemikiran feminisme, yaitu
feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis dan
sosialis, feminisme psikoanalisis dan gender, feminisme
eksistensialis, feminisme posmodern, feminisme multikultural dan
global, dan ekofeminisme.
Sekian
&
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai