Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APPENDICITIS AKUT


DI RUANG OK RSUD JEND AHMAD YANI
KOTA METRO

DISUSUN OLEH :
1. MUHAMAD ALVIN
2. SITI RODIATUN
3. ADINDA RIZKI HEVEANA
4. DESTI MAYA SAFITRI
5. DETALIA APRIANI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis atau usus buntu dalam bahasa masyarakat adalah kondisi
dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Biasanya dalam kasus ini terjadi
peradangan pada umbai cacing jika terinfeksi ringan bisa sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus yang memerlukan laparatomi atau pembedahan
dengan pengangkatan umbai cacing yang terinfeksi (Sjamsuhidajat 2010).
Apendisitis adalah salah satu penyakit pencernaan yang biasanya nyeri
akut pada perut. Jika nyeri sudah tidak tertahankan lagi tidak di lakukan
penanganan akan mengakibatkan abses, dan seiringan dengan hal tersebut
badan mengalami kenaikan suhu tinggi, dan frekuensi nadi, bertambahnya
nyeri dan teraba adanya massa di perut.
Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapat mengarahpada peritonitis atau pembentukan abses (tertampungnya
materi purulen). Jika terjadi perforasi maka akan terjadi kenaikan suhu dan
frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukositosis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya syok
septik, tromboflebitis supuratif, atau flebitis portal (Brunner & Sudarth, 2013;
Mansjoer,2003;Sjamsuhidajat,2010)
Keluhan yang sering dikemukakan setelah dilakukan operasi adalah
nyeri. Nyeri merupakan respon emosional yang tidak menyenangkan dari
individu yang menggambarkan adanya gangguan maupun kerusakan jaringan.
Nyeri akut yang dirasakan pasca operasi merupakan penyebab stres dan
gelisah yang mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan, takut
bergerak dan ekspresi tegang (Potter & Perry 2010). Dampak nyeri post
operasi akan meningkatkan stres post operasi. Kontrol nyeri sangat penting
setelah operasi, nyeri yang dibebaskan dapat mengurangi kecemasan, bernafas
lebih mudah dan dalam, dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat
(Smeltzer&bare, 2013).
Penatalaksanaan nyeri biasanya digunakan manajemen secara
farmakologi atau obat-obatan diantaranya yaitu analgesik. Sedangkan tindakan
non farmakologi yaitu berupa teknik relaksasi yang penggunaannya efektif

2
karena dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang
menunjang nyeri. Tindakan paliatif yang dilakukan pada klien dengan post
apendiktomi memberikan motivasi dan dukungan kepada klien agar nyeri
dapat berkurang, tinjauan lain adalah kontrol nyeri menggunakan teknik
relaksasi tidak ada efek samping (Tamsuri, 2007).
Dampak dari nyeri adalah peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan
8karena nyeri akan mengin8885iisiasi atau memacu peningkatan aktivitas
saraf simpatis (Kozier & Erb,2009). Dampak lain dari nyeri berupa respon
emosi seperti cemas, takut, depresi, dan tidak mempunyai harapan. Hal
tersebut terjadi karena klien yang mengalami nyeri yang cenderung mengalami
keputusan dan ketidak berdayaan karena berbagai pengobatan tidak membantu
pengurangan nyerinya sehingga berdampak pada gangguan psikososial seperti
menarik diri dan menganggap dirinya tidak berhasil (Smeltzer&Bare, 2013).
Berdasarkan studi pendahuluan pada 5 Desember 2017 di Rumah Sakit
Umum Daerah Tidar Kota Magelang, kasus apendisitis pada tahun 2015,
apendisitis sebesar 235 kasus yang terdiri dari apendisitis akut sebanyak 161
kasus, apendisitis kronis sebanyak 59 kasus, apendisitis infiltrat sebanyak 3
kasus, apendisitis perforasi 3 kasus dan 12 kasus merupakan apendisitis
unspesified. Pembedahan yang dilakukan yaitu dengan laparoskopi sebanyak
167 kasus, dan sebanyak 68 kasus dilakukan laparatomi. Sedangkan pada
bulan januari hingga Oktober tahun 2016, apendisitis sebesar 152 kasus yang
terdiri dari apendisitis akut sebanyak 112 kasus, apendisitis kronis sebanyak
26 kasus, apendisitis infiltrat sebanyak 1 kasus, apendisitis perforasi 5 kasus
dan 8 kasus merupakan apendisitis unspesified. Pembedahan yang dilakukan
yaitu dengan laparaskopi sebanyak 120 kasus, dan sebanyak 32 kasus
dilakukan laparatomi. Skala nyeri laparatomi dengan skala 6. Sedangkan pada
bulan Januari hingga bulan November 2017, apendiksitis sebesar 281 kasus
yang terdiri dari dari 19 kasus unspecified apendisitis, 253 apendisiitis akut, 9
kasus apendisitis kronis. Jumlah pembedahan apendiktomi yang dilakukan
selama bulan Januari sampai November 2017 sebanyak 249 kasus. Identitas
lama perawatan di Rumah Sakit antara 2-10 hari. (RSUD Tidar, Data Primer,
2017).

3
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada An.K dengan diagnosa appendicitis akut Di
ruang OK RSUD Jend Ahmad Yani Kota Metro.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penyusunan asuhan keparawatan ini adalah :
a. Melaksanakan pengkajian yang tepat pada pasien APPENDICITIS AKUT
di ruang OK RSUD Jend Ahmad Yani Kota Metro.
b. Menegakkan diagnose keperawatan yang tepat pada pasien
APPENDICITIS AKUT di ruang OK RSUD Jend Ahmad Yani Kota
Metro.
c. Menggambarkan rencana keperawatan yang tepat pada pasien
APPENDICITIS AKUT di ruang OK RSUD Jend Ahmad Yani Kota
Metro.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien APPENDICITIS AKUT
di ruang OK RSUD Jend Ahmad Yani Kota Metro.
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien APPENDICITIS
AKUT di ruang OK RSUD Jend Ahmad Yani Kota Metro.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian

5
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)

3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi

6
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada
appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.

d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke
bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.

e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.

7
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.

f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks


Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi
atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

8
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway

9
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke

10
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-
75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam

11
sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.

12
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik

b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdome
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

13
1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

14
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur oprasi). (D.0077)
b. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah).
(D.0034)
c. Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur infasive. (D.0142)
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri. (D.0054)

3. Perencanaan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.08238)
agen pencedera fisik tingkat nyeri (L.08066)
(Prosedur oprasi). menurun dengan kriteria Observasi:
(D.0077) hasil: 1. Identifikasi lokasi,
1. Keluhan nyeri karakteristik, durasi
menurun. frekuensi, kulaitas
2. Meringis nyeri, intensitas
menurun. nyeri, skala nyeri.
3. Sikap protektif 2. Identifikasi respon
menurun. nyeri non-verbal.
4. Gelisah 3. Identifikasi factor
menurun. yang memperberat
5. Frekuensi nadi dan memperingan
membaik. nyeri.

Terapeutik:
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
3. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.

15
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian analgetik
bila perlu.
2. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
ditandai dengan efek tindakan keperawatan hypovolemia (I.03116)
agen farmakologis status cairan (L.0328)
(D.0034) membaik dengan kriteria Observasi :
hasil: 1. Periksa tanda dan
1. Kekuatan nadi gejala hipovolemia.
meningkat. 2. Monitor intake dan
2. Membrane mukosa output cairan.
lembab
3. Frekuensi nadi Terapeutik:
membaik. 1. Berikan asupan cairan
4. Tekanan darah oral.
membaik.
5. Turgor kulit membaik Edukasi:
1. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral.
2. Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak.

Kolaborasi:
1. Kolaborasi peberian
cairan IV
3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi

16
dibuktikan dengan tindakan keperawatan (I.14539)
efek prosedur tingkat infeksi (L.14137)
infasive (D.0142) dengan kriteria hasil: Observasi :
1. Kebersihan tangan 1. Monitor tanda dan
meningkat. gejala infeksi local
2. Kebersihan badan dan sistemik.
meningkat. 2. Batasi jumlah
3. Demam, pengunjung
kemerahan, nyeri, 3. Berikan perawatan
bengkak menurun. kulit pada area
4. Kadar sel darah edema.
putih meningkat. 4. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan klien dan
lingkungan klien.
5. Pertahankan teknik
aseptic pada klien
beresiko tinggi.

Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar.

kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu.
4. Gangguan Mobilitas Setelah melakukan Dukungan mobilisasi
Fisik (D.0054) tindakan keperawatan (I.05173)
mobilitas fisik (L.05042)
dengan kriteria hasil: Observasi:
1. Pergerakan 1.Identifikasi adanya
ekstremitas nyeri atau keluhan fisik
meningkat lainnya.
2. Kekuatan otot 2.Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
3. Nyeri mobilisasi.
menurun
4. Kecemasan Terapeutik:

17
menurun 1. Fasilitasi
5. Kelemahan melakukan
fisik menurun pergerakan ,bila
perlu.
2. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien.

Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF

18
Tanggal MRS : 02-10-2023
Tanggal Pengkajian : 03-10-2023
Ruangan : OK
No RM : 463092
Dx Medis : Appendicitis Akut

IDENTITAS KLIEN
Nama : An. K
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Gol. Darah :O
Alamat : Imoporo, Metro Pusat
Tanggungan : Jkn

A. INTRAOPERATIF
1. Tanda- tanda vital,
Tgl :27-09-2023 Jam : 13.00 WIB
TD :120/ 85 mmHg Suhu : 36,2 C
Nadi : 160 x/menit RR : 20 x/menit

2. Posisi pasien di meja operasi


Posisi Supinasi (pasien terlentang dan lurus)
Jenis operasi : Mayor
Nama operasi : Laparatomi
Area / bagian tubuh yang dibedah : Abdomen bawah

3. Tenaga medis dan paramedis di ruang operasi :


Dokter anestesi : dr. Yusnita, Sp.An asisten : Y samsul, S.Tr. Kes
Dokter bedah : dr. Irfansyah, Sp.B asisten : Yeni Puspita
Perawat intraoperatif : Febriudin, A.md.Kep dan Andika GCCW, S.Kep

4. Pemberian obat anestesi : General

19
Tgl / jam Nama Obat Dosis Rute
27/09/2023 - Fentanyl 20 mg
13.00 WIB - Atracurium 10 mg
- Propofol 15 mg
- Atropin Sulfat 25 mg

5. Persiapan Bahan Alat Habis Pakai:


a) Alkohol 70%
b) Mess no. 22
c) Hypafix
d) Silk no. 3.0 dan no. 2.0
e) Plain no. 0
f) Betadine 10% ± 100 cc
g) Handscone steril 7,5
h) Kassa depers 40 lembar
i) Monofulamen no. 3.0
j) Botol kecil
k) NaCL 0,99 3 liter
l) Suffratulle
m) Chromic no. 0
n) Formalin 20 cc
o) Ngt 18
p) Urine bag 2
q) Catetin douer no 8 1
r) Vga no 2
s) Vga no 0

6. Persiapan Instrumen
a) Duk klem : 5 buah
b) Pinset cirurgis dan anatomis : Masing-masing 2 buah
c) Gunting jaringa : 1 buah
d) Gunting benang : 1 buah

20
e) Pean : 10 buah
f) Kocher : 4 buah
g) Steel deep : 2 buah
h) Ovarium klem : 1 buah
i) Needledfe : 2 buah
j) Langen back : 2 buah
k) Neddle holder : 3 buah
l) Klem elis : 1 buah
m) Kom : 2 buah
n) Bengkok : 1 buah
o) Scopel mess no. 4 : 1 buah

7. Linen Operasi
a) Baju operasi : 3 buah
b) Duk steril : 5 buah
c) Duk besar lubang : 1 buah
d) Perlak meja operasi : 1 buah
e) Perlak meja instrument : 1 buah

8. Tahap – tahap / kronologis pembedahan :


a) Dilakukan desinfeksi di daerah yang akan dilakukan oprasi
b) Desinfeksi pertama menggunakan kassa yang telah di campuri alcohol
70% dengan cara mengoleskan dari titik dalam keluar
c) Kemudian desinfeksi menggunakan betadine 10% dengan cara
mengoleskan dari titik dalam keluar
d) Dilakukan drapping pada daerah pubis sampai menutup daerah ekstremitas
bawah
e) Drapping kedua dari abdomen atas sampai menutupi bagian ekstremitas
atas
f) Drapping ketiga pada daerah abdomen bagian samping kanan dan bagian
sudutnya dipasang duk klem
g) Drapping keempat pada daerah abdomen bagian samping kiri bagian
sudutnya dipasang duk klem

21
h) Drapping terakhir yaitu menggunakan duk lubang besar yang menutupi
seluruh tubuh pasien
i) Sebelum dioperasi operator memimpin doa
j) Operasi dimulai dengan incisi melalui titik mc.Burney searah garis layer
4,5cm
k) Mengatasi perdarahan dengan cara diklem menggunakan pean dan dicauter
l) Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia
m) Setelah sampai fasia insisi diperdalam sampai oto dan peritonium
n) Sampai peritonium lalu dibuka dengan menggunakan gunting jaringan dan
ambil steel depper cari appendik
o) Bila posisi appendik di retra cecal, terlebih dahulu dibebaskan
menggunakan klem dan gunting selanjutnya dijahit ikat dengan silk 2/0
p) Setelah appendik terbebas dilakukan tindakan appendiktomi
q) Dilakukan kontrol perarahan dengan steel depper,steel depper yang dipakai
didalam abdomen yang berhubungan dengan usus dipakai kassa yang
dibasahi NACL
r) Sebelum keempat sisi peritonium dipegang dengan koher, dilanjutkan
pemasangan drain dengan NGT 18 di fexadi dengan sillc 3/0 control
perdarahan setelah dinyatakan perdarahan tidak ada peritonium dijahit
dengan chromic 0, dilanjutkan otot dan fasia dengan VGA no 2
s) Sebelum menjahit subkotis dilanjutkan disinfeksi dengan kassa betaine
t) Menjahit subkotis menggunakan plain no.0
u) Jahitan kulit terakhir mengguanakan benang silk no.3/0
v) Luka insisi dan sekitarnya dibersihkan dengan kassa NACL dan luka
diberi betadine lalu dikeringkan dengan kassa
w) Luka insisi diberi sufratule, ditutup dengan kassa kering lalu diplester
menggunakan hypavix, operasi selesai.

9. Tindakan bantuan yang diberikan selama pembedahan :


a) Pemberian oksigen
b) Pemasangan opa, ETT
c) Pemberian suction
d) Pemasangan drain
e) Pemasangan kateter

22
10. Pembedahan berlangsung selama : 45 menit
11. Komplikasi dini setelah pembedahan ( saat pasien masih berada di ruang
operasi) tidak ada komplikasi dini

23
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1. DS : - Bersihan jalan Efek agen
DO : napas tidak efektif farmakokogis (mis,
 Klien tampak adanya anastesi)
sputum berlebih
 Klien tampak adanya
penumpukan secret
 Klien terpasang ETT
2. Ds : - Gangguan Faktor mekanis
Do : integritas (pembedahan)
 Klien tampak mengalami kulit/jaringan
kerusakan atau lapisan
jaringan kulit
 Klien tampak mengalami
perdarahan
 Klien tampak ada
kemerahan
3. Ds : - Hipotermia Terpapar suhu
Do : lingkungan rendah
 Kulit klien teraba dingin
 Suhu klien dibawah nilai
normal
 Tanda-tanda vital
TD : 100/78 mmHg
N : 160 x/menit
S : 34,8 °C
RR : 20 x/menit
Spo₂ : 99 %

DIAGNOSA

24
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan agen farmakologis
(mis,anastesi)
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(pembedahan)
3. Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah

INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
nafas tidak efektif keperawatan selama 1 jam (I.01012)
berhubungan diharapkan bersihan jalan Observasi :
dengan agen nafas meningkat (L.1001) 1. monitor selang ETT
farmakologis dengan kriteria hasil : 2. monitor tekanan balon
(mis,anastesi) 1. frekuensi pola nafas ETT setiap saat
membaik 3. monitor kulat area stoma
2. produksi sputum trakeastomi
menurun Terapeutik :
1. pasang oropharingeal
airway (OPA) untuk
mencegah ETT tergigit
2. cegah ETT terlipat
(kinking)
3. berikan pre oksigenasi
100% selam 30 detik (3-6
ventilasi) sebelum dan
sesudah penghisapan
Edukasi :
1. jelaskan kepada keluarga
tujuan dan prosedure
pemasangan jalan napas
buatan
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas kulit
integritas keperawatan selama 1 jam (I.11353)

25
kulit/jaringan diharapkan integritas dan Observasi :
berhubungan jaringan kulit meningkat 1. identifikasi penyebab
dengan faktor (L .14125) dengan kriteria gangguan integritas kulit
mekanis hasil : Terapeutik :
(pembedahan) 1. elastisitas meningkat 1. ubah posisi tiap 2 jam
2. kerusakan jaringan jika tirah baring
menurun 2. gunakan produk
3. peradarahan menurun berbahan alami dan
4. nyeri menurun hipoalergi pada kulit
5. kemerahan menurun sensitif
3. hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
3. Hipotermia Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipotermia
berhubungan keperawatan selama 1 jam (I.14507)
dengan terpapar diharapkan termoregulasi Observasi :
suhu lingkungan membaik (L.14134) dengan 1. monitor suhu tubuh
rendah (D.0131) kriteria hasil : 2. identifikasi penyebab
1. suhu tubuh membaik hipotermia
2. suhu kuit membaik 3. monitor tanda dan gejala
3. pengisian kapiler akibat hipotermia
membaik Teraupeutik :
4. tekanan darah membaik 1. sediakan lingkungan
yang hangat
2. lakukan penghatan pasif

26

Anda mungkin juga menyukai