Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari

bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking

tangan dan terletak di perut kuadran kanan bawah.

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi.

Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi

pada remaja dan dewasa muda (Price, Sylvia Anderson, 2006).Appendiks adalah

ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada

sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur

baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia

antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2001).

Apendisitis (umbai cacing) atau usus buntu adalah organ yang tidak di ketahui

fungsinya, apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum (Sjamsyuhidajat, 2004).

Dari beberapa definisi maka dapat disimpulkan bahwa apendiksitis adalah

suatu radang yang terjadi pada apendiks, yang terletak pada kuadran bawah kanan

dari rongga abdomen, dan bagian inferior dari sekum. Apendisitis akut adalah akut

abdomen yang memerlukan pembedahan segera.

Peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) ini,

apabila hal ini tidak mendapatkan tindakan, dapat mengakibatkan pernanahan. Bila

infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah dan terjadi perforasi atau

menginfeksi organ abdomen lainnya (peritonitis) yang dapat menyebabkan kematian

akibat syok sepsis.

Peran perawat dalam memberi askep pada klien post appendictomy yaitu

melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif


meliputi pemberian pendidikan kesehatan tentang penyakit apendisitis, upaya

preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post op dengan cara perawatan luka

dengan teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan

dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi

perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah

diberikan.

Teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan

dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi

perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah

diberikan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan post appendiktomi

dengan pendekatan proses keperawatan

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi salah satu syarat kenaikan panglat dan golongan aparatur

sipil Negara dengan mengambil Metodelogi yang berjudul asuhan

keperawatan klien Appendiktomi.

2. Tujun Khusus

Diharapkan perawat dapat :

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Pre dan Post Apendiktomi

b. Agar dapat mengetahui dan memahami tentang Metodologi Keperawatan,

Asuhan Keperawatan klien dengan “Pre dan Post Apendiktomi

c. Agar mengerti pengertian Apendiktomi

d. Agar mengerti tentang Asuhan Keperawatan Pre dan Post Apendiktomi

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang “Asuhan

Keperawatan Klien Pre dan Post Apendiktomi”

D. Metode Penulisan

Metode Penulisan yang digunakan kelompok adalah menggunakan studi

kepustakaan dengan mengambil refrensi dari buku-buku, sebagai dasar untuk

mengetahui dan memperkuat teori yang digunakan.

E. Sistematika Penulisan

Kata pengantar
Daftar isi

BAB I.PENDAHULUAN yang terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan,

ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN KASUS yang terdiri dari : Definisi, Asuhan Keperawatan

Klien dengan Pre dan Post Apendiktomi .

BAB III TINJAUAN KASUS terdiri dari: pengkajian, diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan

BAB IV PENUTUP terdiri dari : kesimpulan dan saran

Daftar pustaka.
BAB II

TINJAUAN TEORISTIS

I. Konsep Dasar

A. Definisi

Apendiksitis adalah ujung seperti jari-jari kecil panjangnya kira-kira

10 cm (4 inci) melekat pada sekum tepat dibawah katup eleosekal. Apendiks

berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung

menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis).

(Brunner and suddarth, 2002).

Apendiksitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti

kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior sekum. Penyebab

paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya

merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi.

Komplikasi utama berhubungan dengan apendisitis adalah peritonitis, yang

dapat terjadi bila apendiks ruptur (Ester, Monica, 2002).

Appendectomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat

dilakukan oleh pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopi,

namun karena adanya perlengketan multipel, posisi retriperitoneal dari

apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional).

(Marilynn E Doenges 2002)

B. Etiologi

Apendiksitis merupakan infeksi bakteri. Faktor pencetusnya yaitu sumbatan

pada lumen disebabkan oleh fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji

atau cacing usus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. (Syamsuhidayat,

et.al, 2002)

C. Patofisiologi

1. Proses Perjalanan Penyakit

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan

dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium

viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal

X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.


Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,

kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,

peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium parietal setempat,

sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan

appendisitis supuratif akut.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang

meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut

sebagai appendisitis abses. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan

kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis

kronis. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

2. Manifestasi Klinis

Pada kasus apendiksitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak

enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umunya berlangsung lebih dari satu atau

dua hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan

disertai oleh anoreksia, mual, dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan di

sekitar titik Mc Burney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan

lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis sedang (Price,

Sylvia Anderson, 2006).

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,

muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney

bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi nyeri bila

tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan

apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnta infeksi

dan lokasi appendiks.

Gambaran klinik apendisitis:

a. Tanda awal

Nyeri mulai di episgastrium atau regiomilikus disertai mual dan anoreksia.

b. Nyeri rangsang peritonium tidak langsung

Nyeri rangsang peritonium tidak langsung meliputi nyeri kanan bawah pada

tekanan kiri (Rovsing), nyeri tekanan bawah bila tekanan di sebelah kiri

dilepaskan (Blumberg), nyeri tekanan bawah bila peritoneum bergerak seperti

nafas dalam berjalan, batuk, atau mengedan. (Brunner dan Suddarth, 2002)
c. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10%

sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Peforasi secara

umum terjadi 24 jam setelah nyeri (gejala-gejalanya termasuk demam,

penampilan toksik dan nyeri berlanjut). (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

D. Penatalaksanaan Medis

Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendiksitis telah ditegakkan,

antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik

dapat diberikan setelah diagnosa di tegakan .

Apendektomi dilakukan sesegara mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dengan anastesi umum spinal dengan

insisi abdomen bawah dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru

yang sangat efektif.

1. Pra Operatif

a. Observasi

Dalam 8 – 12 jam setelah kaluhan tanda dan gejala apendiksitis seringkali masih

belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu di lakukan. Pasien diminta

untuk tirah baring dan dipuasakan, laksatif tidak di berikan. Pemeriksaan

abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah di ulang secara periodik, foto

thoraks dan abdomen dilakukan untuk mencari kemungkinan ada penyulit lain.

b. Infus intravena di gunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan

menggantikan cairan yang telah hilang.

c. Terapi Antibiotik dapat di berikan untuk mencegah infeksi

2. Pasca Operasi

Perlu dilakukan obsevasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, syock, hipertermi, atau gangguan pernafasan. Baringkan

pasien dalam posisi semi fowler. Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan

organ abdomen. Pasien di katakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan. Pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada

perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal.

Berikan minum mulai dari 15 ml/jam selama 4 - 5 jam lalu naikan menjadi 30

ml/jam. Keesokan hari nya di berikan makanan saring, dan hari berikutnya di
berikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi di anjurakan untuk duduk

tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari berikutnya pasien boleh

berdiri dan duduk di luar kamar. Pada hari ke 5 atau 7 jahitan dapat di buka di

angkat dan pasien diperbolehkan pulang.

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Jumlah leukosit lebih tinggi dari 10.000 /mm3, normalnya

5.000-10.000/mm3

2. Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75%

3. Pemeriksaan urin rutin, urinalisis normal, tetapi eritrosit atau lekosit

mungkin ada.

4. Pemeriksaan photo sinar x tidak tampak kelainan yang spesifik (Doengoes,

1999)

II. Konsep Dasar Keperawatan

A. Pengkajian

Menurut Doengoes, 1999 Dasar data pengkajian pasien (pra operasi)

a. Aktivitas atau istirahat Gejala : Malaise

b. SirkulasiTanda : Takikardia

c. Eliminasi Gejala:onstipasi pada awitan awalDiare (kadang-

kadang)Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan,

penurunan atau tidak ada bising usus

Makanan / cairan ,Gejala : Anoreksia Mual / muntah

d. Nyeri kenyamanan, Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan

umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.

Burney. Mc. Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum

kanan),meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam

(nyeri) berhenti tiba-tiba di duga perforasi atau infark pada

appendiks) keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tidak jelas

(sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah

ureter).Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau

telentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran

kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi duduk

tegak Nyeri lepas pada sisi kiri di duga inflamasi peritoneal.

e. Keamanan,Tanda: Demam (biasanya rendah)

f. Pernafasan,Tanda: takipnea, pernafasan dangkal


B. Diagnosa Keperawatan

a. Infeksi, resiko tinggi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, peritonitis,

pembentukan abses.

b. Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi,

pembatasan pasca operasi.

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perjalanan penyakit.

C. Intervensi dan Rasionalisasi

Diagnosa I

1. Intervensi : Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil,

berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen

Rasional: Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses,

peritonitis

2. Intervensi: Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka

aseptik

Rasional: Menurunkan resiko penyebaran penyakit atau bakteri

3. Intervensi: Lihat insisi dan balutan

Rasional: Memberikan deteksi dini terjadi nya proses infeksi dan

pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya

Diagnosa II

1. Intervensi: Awasi tekanan darah dan nadi

Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume

intra vaskuler

2. Intervensi: Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian

kapiler

Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3. Intervensi: Awasi masukan dan haluaran; catat warna urin atau

konsentrasi, berat jenis

Rasional: Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat

jenis di duga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan

Diagnosa III
1. Intervensi: Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik beratnya (skala 0-

10) Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan

2. Intervensi: Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler

Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen

bawah atau pelvis, menghilang-kan tegangan abdomen

3. Intervensi: Dorong ambulasi dini

Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang

peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan

abdomen

Diagnosa IV

1. Intervensi: Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi

Rasional: Memberikan inflamasi pada pasien untuk merencanakan

rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah

2. Intervensi: Dorong aktivitas sesuai tolerasi dengan periode istirahat

periodik

Rasional: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan

perasaan sehat

3. Intervensi: Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembek feses

ringan bila perlu dan hindari enema

Rasional: Membantu kembali ke fungsi usus semula

D. Pelaksanaan Keperawatan

Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan, dimana rencana

perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan

melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam rencana

keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan

efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien.

Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien

terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada

penyediaan perawatan kesehatan keluarga. ( Doenges, 2002; hal. 105 )

Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang

telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan

komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada


pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independen, dependen dan

interdependen.

1. Secara mandiri (independen)

Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu

pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya

stressor (penyakit), misalnya :

a. Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

b. Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.

c. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

secara wajar.

d. Menciptakan lingkungan terapeutik.

2. Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen)

Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim

perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis

kesehatan, dll.

3. Rujukan / ketergantungan

Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain

diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada

penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan secara :

a. Langsung : ditangani sendiri oleh perawat

b. Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat

dipercaya.

Apabila tujuan, hasil dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap

untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana perawatan klien. Dalam

mengaplikasikan rencana kedalam tindakan dan penggunaan biaya secara

efektif serta pemberian perawatan tersebut. Dalam menentukan prioritas

saat ini, perawat meninjau ulang sumber – sumber sambil berkonsultasi dan

mempertimbangkan keinginan klien. (Doengoes E. Marillyn,“Rencana Askep”,

hal. 21)

E. Evaluasi Keperawatan

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi

berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan.

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan


berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan

keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan

klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Langkah dari

evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon klien terhadap tindakan

keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat

mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu

kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan

status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah

proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien

dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang

diharapkan.

Tujuan dari evaluasi antara lain:

1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.

2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan

3. keperawatan yang telah diberikaUntuk menilai pelaksanaan asuhan

keperawatan. Mendapatkan umpan balik.

4. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan

keperawatan.

5. Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif

atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan.

6. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang

perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan,

respon klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.

Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus

diikuti oleh perawat, antara lain: mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria

hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang berhubungan

dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat

keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan melakukan revisi

atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.

Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata

cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.


Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik,

rasio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan

pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang

diinginkan.

2. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja

perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area

yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi

yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari

perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan teknikal perawat.

3. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.

Respons perilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi

keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria

hasil.

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai

dengantujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan

sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.

3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan

dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria

hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul

masalah/diagnosa keperawatan baru.

4. Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak

teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan

tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

5. Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien

setelah tindakan diberikan. Objektif adalah informasi yang didapat berupa

hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah

tindakan dilakukan.

Adapun evaluasi keperawatan yang dicapai pada klien post

appendiktomi adalah :
1. Tidak terjadi infeksi dan menunjukkan proses penyembuhan

luka yang optimal.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan.

3. Nyeri dapat berkurang/hilang.

4. Menyatakan pemahaman, proses penyakit, pengobatan, dan

potensi komplikasi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung

yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang

paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya

merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi

(Wilson & Goldman, 1989).

Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah

abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,

muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara

mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual

dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke

perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita

merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa

bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian

perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di

daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri

dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa

menyebabkan syok.

Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium

menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah

mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium

dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-

menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang

menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.Distensi

abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising

usus.Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,

yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan

bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

B. Saran

1. Bila menemukan gejala gejala seperti yang telah diuraikan maka

seharusnya segera periksakan dengan seksama pada pelayanan kesehatan

dengan melakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,

keparahan, factor presipitasinya. Observasi ketidaknyamanan non verbal.

Dan menganjurkan pasien untuk istirahat.

2. Dalam melaksanakan proses keperawatan yang dicapai pada klien post

appendiktomi adalah :Tidak terjadi infeksi dan menunjukkan proses

penyembuhan luka yang optimal. Mempertahankan keseimbangan

cairan.Nyeri dapat berkurang/hilang.

Daftar Pustaka

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta:

EGC

Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.

Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku

KedokteranEGC.

Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,

Missouri: Mosby Yearbook,Inc. Markum. 1991 .Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:

FKUI.

Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.

Jakarta :MediaAesculapius.

Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St.

Louis,Missouri: Mosby Yearbook,Inc.


Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.

Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

2 .Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai