DISUSUN OLEH :
ZULKIBLI
NIM : 231133112
Telah disetujui :
Pemangkat, 2023
………………………………… ………………………………
BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada lapisan mukosa
dari apendiks vermiformis yang kemudian dapat menyebar ke bagian lainnya
dari apendiks. Peradangan ini terjadi karena adanya sumbatan atau infeksi
pada lumen apendiks. Apendisitis yang tidak segera ditangani dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti perforasi atau sepsis, bahkan dapat
menyebabkan kematian. Apendisitis akut merupakan kasus abdomen akut
paling sering yang membutuhkan pembedahan darurat (Craig, 2018).
Apendisitis adalah peradangan akut pada apendiks periformis
sehubungan dengan obstruksi lumen dan infeksi bakteri. Biasanya
menimbulkan keluhan nyeri abdomen, dimulai dari difus dan periumbilikal
setelah itu pindah ke fosa iliaka kanan. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur, baik laki-laki ataupun perempuan. Tetapi lebih sering menyerang laki-
laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Dermawan & Rahayuningsih dan
Gleadle). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu merupakan sekum, Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang pada umumnya sangat berbahaya.
(Sjamsuhidayat,R 2019).
Apendisitis adalah merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan
yang paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan
abdomen yang akut. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan
laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth).
Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
mengarah pada peritonitis atau pembentukan abses (tertampungnya materi
purulen). Jika terjadi perforasi maka akan terjadi kenaikan suhu dan frekuensi
nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukositosis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya syok
septik, tromboflebitis supuratif, atau flebitis portal (Brunner & Sudarth,
Mansjoer; Sjamsuhidajat 2019).
B. Etiologi
Menurut Andra & Yessie ( 2018) penyebab apendisitis antara lain:
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)
c. Pemberian barium
d. Berbagai macam penyakit cacing
e. Tumor 11
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
C. Anatomi dan Fisiologi
Apendiks adalah struktur tambahan yang menempel pada
caecum. Berbentuk tabung bergulung yang berputar dengan ujung
buntu, dan berukuran sekitar 8 cm. Disebut apendiks vermiform
karena (Vermiform : Bentuk cacing; Appendiks : Tambahan).
Mesenterium apendiks, yang disebut mesoapendiks, menempel ke
bagian inferior mesenterium ileum (Tortora dan Derrickson)
Dinding apendiks terdiri dari lapisan otot melingkar di
bagian dalam dan lapisan otot longitudinal dibagian luar. Apendiks
dilapisi oleh epitel kolumner dengan beberapa glanduler dan sel
neuroendokrin. Dasar apendiks terletak di dinding posteromedial
cecum, sekitar 2,5 cm di bawah persimpangan ileocecal. Ujung
apendiks sifatnya mengapung di rongga peritoneal dan arahnya
dapat bervariasi yaitu : arah retrocecal sebanyak 64%, arah
subcecal sebanyak 2%, arah pelvic sebanyak 32%, arah preileal 10 sebanyak
1%, dan arah postileal sebanyak 0,5% (Craig, 2017;
Harrison et al., 2015; Lee, 2018
D. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Smeltzer (2019) berdasarkan klinik
patologis adalah sebagai berikut:
1) Apendisitis Akut
1) Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan
terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi
leukositosis dan apendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak
ada eksudat serosa.
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks 9 dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
3) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan ganggren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi
dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
4) Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya. 10
5) Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic.
6) Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
2) Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiks adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Andra dan Yessie (2019) tanda terjadinya apendisitis antara lain:
1) Nyeri pindah ke kanan bawah (yang menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc. Burney: nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
2) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Roving
Sign)
4) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas (Blumberg)
5) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
6) Nafsu makan menurun
7) Demam
Gejala-gejala apendisitis biasanya mudah di diagnosis, yang paling
umum adalah nyeri perut.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas,
yang terdiri dari (Warsinggih, 2018):
a. Nyeri
Penderita apendisitis umumnya akan mengeluhkan nyeri pada perut
kuadran
kanan bawah. Gejala yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa
nyeri tumpul, nyeri di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang
samar-samar, tapi seiring dengan waktu nyeri akan terasa lebih tajam dan
berlokasi ke kuadran kanan bawah abdomen. Nyeri semakin buruk ketika
bergerak, batuk atau bersin. Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi
pada pinggang, serta mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan
dan menghindari nyeri yang semakin parah
b. Mual dan Muntah
Mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri.
c. Anoreksia
Mual dan muntah yang muncul berakibat pada penurunan nafsu makan
sehingga dapat menyebabkan anoreksia.
d. Demam
Demam dengan derajat ringan (37,6 -38,5°C) juga sering terjadi pada
apendisitis. Jika suhu tubuh diatas 38,6°C menandakan terjadi perforasi.
e. Sembelit atau diare
Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal
atau caecum.
F. Komplikasi
Komplikasi appendicitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat
perforasi, seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula,
dan konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis
supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia.
Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang
menyebabkan retensi mucus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini
sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat
terjadi ruptura dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke
kavum peritoneum.
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendicitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Proporsi komplikasi Apendicitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di
bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15%
terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1) Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila. Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3) Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT- scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin
Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amylase
Membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)
Untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema
Untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan
Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen
Tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting
dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu
ureter kanan
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1) Penanggulangan konservatif terutama di berikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit serta
pemberian antibiotik sistemik.
2) Operatif.
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks, penundaan dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi, pada abses
apendiks dilakukan drainage.
3) Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen
BAB II
WEB OF CAUSATION (WOC)
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement(mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Bhangu, A., Soreide, K., Saverlo, Salomone Di., Dkk. (2017). Acute
Appendicitis : Modern Understanding Of Pathogenesis,
Diagnosis, And Management. Article, 386(10000), 1278-1287.
Rosdahl, C. B., & Mary T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar (10 ed.,
Vol. 5). (E. A. Mardella, D. Y., Penyunt., Setiawan, & A. O., Penerj.)
Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. (2015). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.
Jakarta: EGC
Van Hellen, Anggi. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar
Grade II-III Dalam Pemenuhan Kebutuhan Keamanan Dan
Proteksi : Masalah Gangguan Integritas Kulit Dengan Tindakan
Perawatan Luka Dengan Madu : Literature Review.