Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


APENDIKTOMI DI RSUD PEMANGKAT
RUANG ZAAL BEDAH

DISUSUN OLEH :

ZULKIBLI
NIM : 231133112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


APPENDIKTOMI DI RSUD PEMANGKAT
RUANG ZAAL BEDAH

Telah di persiapkan dan disusun oleh :


Zulkibli
Nim. 231133112

Telah disetujui :
Pemangkat, 2023

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik (CI),

………………………………… ………………………………
BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada lapisan mukosa
dari apendiks vermiformis yang kemudian dapat menyebar ke bagian lainnya
dari apendiks. Peradangan ini terjadi karena adanya sumbatan atau infeksi
pada lumen apendiks. Apendisitis yang tidak segera ditangani dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti perforasi atau sepsis, bahkan dapat
menyebabkan kematian. Apendisitis akut merupakan kasus abdomen akut
paling sering yang membutuhkan pembedahan darurat (Craig, 2018).
Apendisitis adalah peradangan akut pada apendiks periformis
sehubungan dengan obstruksi lumen dan infeksi bakteri. Biasanya
menimbulkan keluhan nyeri abdomen, dimulai dari difus dan periumbilikal
setelah itu pindah ke fosa iliaka kanan. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur, baik laki-laki ataupun perempuan. Tetapi lebih sering menyerang laki-
laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Dermawan & Rahayuningsih dan
Gleadle). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu merupakan sekum, Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang pada umumnya sangat berbahaya.
(Sjamsuhidayat,R 2019).
Apendisitis adalah merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan
yang paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan
abdomen yang akut. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan
laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth).
Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
mengarah pada peritonitis atau pembentukan abses (tertampungnya materi
purulen). Jika terjadi perforasi maka akan terjadi kenaikan suhu dan frekuensi
nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukositosis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya syok
septik, tromboflebitis supuratif, atau flebitis portal (Brunner & Sudarth,
Mansjoer; Sjamsuhidajat 2019).
B. Etiologi
Menurut Andra & Yessie ( 2018) penyebab apendisitis antara lain:
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)
c. Pemberian barium
d. Berbagai macam penyakit cacing
e. Tumor 11
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
C. Anatomi dan Fisiologi
Apendiks adalah struktur tambahan yang menempel pada
caecum. Berbentuk tabung bergulung yang berputar dengan ujung
buntu, dan berukuran sekitar 8 cm. Disebut apendiks vermiform
karena (Vermiform : Bentuk cacing; Appendiks : Tambahan).
Mesenterium apendiks, yang disebut mesoapendiks, menempel ke
bagian inferior mesenterium ileum (Tortora dan Derrickson)
Dinding apendiks terdiri dari lapisan otot melingkar di
bagian dalam dan lapisan otot longitudinal dibagian luar. Apendiks
dilapisi oleh epitel kolumner dengan beberapa glanduler dan sel
neuroendokrin. Dasar apendiks terletak di dinding posteromedial
cecum, sekitar 2,5 cm di bawah persimpangan ileocecal. Ujung
apendiks sifatnya mengapung di rongga peritoneal dan arahnya
dapat bervariasi yaitu : arah retrocecal sebanyak 64%, arah
subcecal sebanyak 2%, arah pelvic sebanyak 32%, arah preileal 10 sebanyak
1%, dan arah postileal sebanyak 0,5% (Craig, 2017;
Harrison et al., 2015; Lee, 2018
D. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Smeltzer (2019) berdasarkan klinik
patologis adalah sebagai berikut:
1) Apendisitis Akut
1) Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan
terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi
leukositosis dan apendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak
ada eksudat serosa.
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks 9 dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
3) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan ganggren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi
dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
4) Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya. 10
5) Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic.
6) Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

2) Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiks adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Andra dan Yessie (2019) tanda terjadinya apendisitis antara lain:
1) Nyeri pindah ke kanan bawah (yang menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc. Burney: nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
2) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Roving
Sign)
4) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas (Blumberg)
5) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
6) Nafsu makan menurun
7) Demam
Gejala-gejala apendisitis biasanya mudah di diagnosis, yang paling
umum adalah nyeri perut.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas,
yang terdiri dari (Warsinggih, 2018):
a. Nyeri
Penderita apendisitis umumnya akan mengeluhkan nyeri pada perut
kuadran
kanan bawah. Gejala yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa
nyeri tumpul, nyeri di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang
samar-samar, tapi seiring dengan waktu nyeri akan terasa lebih tajam dan
berlokasi ke kuadran kanan bawah abdomen. Nyeri semakin buruk ketika
bergerak, batuk atau bersin. Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi
pada pinggang, serta mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan
dan menghindari nyeri yang semakin parah
b. Mual dan Muntah
Mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri.
c. Anoreksia
Mual dan muntah yang muncul berakibat pada penurunan nafsu makan
sehingga dapat menyebabkan anoreksia.
d. Demam
Demam dengan derajat ringan (37,6 -38,5°C) juga sering terjadi pada
apendisitis. Jika suhu tubuh diatas 38,6°C menandakan terjadi perforasi.
e. Sembelit atau diare
Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal
atau caecum.

F. Komplikasi
Komplikasi appendicitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat
perforasi, seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula,
dan konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis
supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia.
Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang
menyebabkan retensi mucus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini
sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat
terjadi ruptura dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke
kavum peritoneum.
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendicitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Proporsi komplikasi Apendicitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di
bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15%
terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1) Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila. Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3) Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT- scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin
Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amylase
Membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)
Untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema
Untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan
Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen
Tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting
dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu
ureter kanan
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1) Penanggulangan konservatif terutama di berikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit serta
pemberian antibiotik sistemik.
2) Operatif.
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks, penundaan dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi, pada abses
apendiks dilakukan drainage.
3) Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen
BAB II
WEB OF CAUSATION (WOC)

(Mansjoer, Arif, 2000)


BAB III
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dimana data yang
berhubungan dengan klien dikumpulkan secara sistematis. Proses ini
merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga
aktivitas dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan
mengatur data yang dikumpulkan serta mendokumentasikan data dalam
format yang bisa dibuka kembali. Pengkajian digunakan untuk mengenali dan
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kesehatan klien serta keperawatan
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Pengkajian ini berisi :
a. Identitas
Identitas Klien :Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
alamat, diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal
masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian..
b. Keluhan Utama
Berisi keluhan utama saat dikaji. Klien post operasi apendisitis
biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan akivitas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang
diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan
pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan
PQRST (Paliatif and Provokasi, Quality and Quantity, Region
and Radiasi, Severity scale and Timing). Klien yang telah
menjalani operasi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka
operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan
umumnya berkurang setelah diberi obat dan istirahat. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima
(1-10).
Untuk membantu pasien mengutarakan masalah atau keluhan
secara lengkap, pengkajian yang dapat dilakukan untuk mengkaji
karakteristik nyeri bisa menggunakan pendekatan analisis
symptom. Komponen pengkajian meliputi (PQRST).
P(Paliatif/Provocatif) = yang menyebabkan timbulnya masalah, Q
(Quality dan Quantity) = kualitas dan kuantitas nyeri yang
dirasakan, R (Region) = lokasi nyeri, S (Severity) = keparahan dan
T (Timing) = waktu. Nyeri akan terlokalisasi diarea operasi dapat
pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya
menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas
sesuai dengan rentang toleransi masing-masing klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi
pengaruh pada penyakit yang di derita sekarang serta apakah
pernah mengalami pembedahan sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan
atau menular dalam keluarga
f. Riwayat Psikososial
Secara umum klien dengan post operasi apendisitis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun tetap perlu dilakukan
mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran,
ideal diri dan harga diri).
g. Riwayat Sosial Klien dengan post operasi apendisitis tidak mengalami
gangguan dalam hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi tetap
harus
dibandingkan hubungan sosial klien antara sebelum dan sesudah
menjalani operasi
h. Riwayat spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami
keterbatasan dalam aktivitas, begitu juga dalam kegiatan ibadah.
i. Kebiasaan Sehari-hari
Setelah klien menjalani operasi apendisitis pada umumnya mengalami
kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri dan kelemahan. Klien dapat
mengalami gangguan dalam perawatan diri (mandi, gosok gigi, perawatan
kembali kedalam rentang normal nya). Kemungkinan klien akan
mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi
karena pengaruh anastasi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi
pencernaan kembali normal. Klien juga dapat mengalami penurunan
keluaran urin karena adanya pembatasan masukan oral. Keluaran urin akan
berangsur normal setelah peningkatan masukan oral. Pada pola istirahat
klien dapat terganggu ataupun tidak terganggu, tergantung toleransi klien
terhadap nyeri yang dirasakan.
j. Keadaan Umum dan Tanda Tanda Vital
Klien post operasi apendisitis mencapai kesadaran penuh setelah beberapa
jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit
ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital
pada umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien
yang mengalami perforasi apendik
k. System Pernapasan
Klien post operasi apendisitis akan mengalami penurunan atau
peningkatan frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai
yang dapat ditoleransi oleh klien.
l. Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri),
hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal,
dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi
jantung
m. Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urin,
hal ini akan terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama periode
awal post operasi apendisitis
n. Sistem pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi.
Klien post operasi apendisitis biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi
pada awitan awal post operasi dan penurunan bising usus, akan tampak
adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi. Kaji
pula kembalinya peristaltik setiap 4-8 jam. Auskultasi perut secara rutin
untuk mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit
pada masing- masing kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah
kembali. Tanyakan apakah klien membuang gas (flatus), ini merupakan
tanda penting yang menunjukkan fungsi usus normal
o. Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post
operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan
peningkatan toleransi aktivitas.
p. Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi diabdomen kanan bawah karena insisi
bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan)
q. Sistem Persarafan
Umumnya, klien tidak mengalami penyimpangan dalam persarafan.
Pengkajian fungsi persarafan meliputi tingkat kesadaran, saraf kranial dan
reflek
A. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan integritas kulit / jaringan
3. Gangguan mobilitas pada fisik
4. Defisit nutrisi
5. Risiko infeksi
B. Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. D.0077 L.08066 (I. 08238)
Nyeri akut MANAJEMEN NYERI
Setelah dilakukan asuhan
DEFINISI Observasi
keperawatan selama 1 x 24
Pengalaman sensorik atau emosional  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
jam diharapkan Tingkat Nyeri
yang berkaitan dengan kerusakan nyeri
menurun
jaringan aktual atau fungsional,  Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil :
dengan onset mendadak atau lambat
 Kemampuan menuntaskan  Identifikasi respon nyeri non verbal
dan berintensitas ringan hingga berat
aktivitas cukup meningkat  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
yang berlangsung kurang dari 3 nyeri
(4)
bulan.  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
PENYEBAB  Keluhan nyeri menurun
(5)  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Agen pencedera fisiologis (mis.  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Inflamasi, iskemia, neoplasma)  Meringis menurun (5)
 Sikap protektif cukup  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
 Agen pencedera kimiawi (mis. diberikan
Terbakar, bahan kimia iritan) menurun (4)
 Gelisah menurun (5)  Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Agen pencedera fisik (mis. Abses,
trauma, amputasi, terbakar,  Kesulitan tidur menurun
(5) Terapeutik
terpotong, mengangkat
berat,prosedur operasi,trauma,  Menarik diri menurun (5)  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
 Berfokus pada diri sendiri nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
latihan fisik berlebihan
menurun (5) biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
 Diaforesis menurun (5) terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
 Perasaan depresi
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(tertekan) menurun (5)
 Perasaan takut mengalami  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
cedera berulang menurun strategi meredakan nye
(5)
 Anoreksia cukup menurun Edukasi
(4)  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Ketegangan otot cukup  Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun (4)  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Pupil dilatasi menurun (5)  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Muntah menurun (5)  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
 Mual menurun (5) nyeri
 Frekuensi nadi membaik
(5) Kolaborasi
 Pola napas membaik (5)  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Tekanan darah membaik
(5) PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)
 Proses berpikir membaik Observasi
(5)  Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,
 Fokus membaik (5) kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
 Fungsi berkemih membaik  Identifikasi riwayat alergi obat
(5)  Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-
 Perilaku membaik (5) narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Nafsu makan membaik (5)  Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
 Pola fikir membaik (5) analgesik
 Monitor efektifitas analgesic

Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

2. D.0129 L.14125 I.11353


Gangguan integritas kulit / jaringan Setelah diberikan asuhan PERAWATAN INTEGRITAS KULIT
DEFINISI keperawatan selama 3 x 24
Kerusakan kulit (dermis dan/atau jam diharapkan integritas Observasi
epidermis) atau jaringan (membran kulit dan jaringan  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, meningkat, dengan kriteria Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan
tulang, kartilago, kapsul sendi hasil : kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
dan/atau ligamen).  Elastisitas cukup mobilitas)
PENYEBAB meningkat (4)
 Perubahan sirkulasi  Hidrasi cukup meningkat Terapeutik
 Perubahan status nutrisi (4) 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
(kelebihan atau kekurangan)  Perfusi jaringan cukup 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
 Kekurangan/kelebihan meningkat (4) 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
volume cairan  Kerusakan jaringan cukup periode diare
 Penurunan mobilitas menurun (4) 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada
 Bahan kimia iritatif  Kerusakan lapisan kulit kulit kering
 Suhu lingkungan yang cukup menurun (4) 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik
ekstrem  Nyeri menurun (5) pada kulit sensitif
 Faktor mekanis (mis.  Perdarahan cukup 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Penekanan pada tonjolan tulang, menurun (4)
gesekan) atau faktor elektris  Kemerahan cukup Edukasi
(elektrodiatermi, energi listrik menurun (4)  Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)
bertegangan tinggi)  Hematoma cukup  Anjurkan minum air yang cukup
 Efek samping terapi radiasi menurun (4)  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Kelembaban  Pigmentasi abnormal  Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
 Proses penuaan cukup menurun (4)  Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
 Neuropati perifer  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
 Jaringan parut cukup
 Perubahan pigmentasi berada diluar rumah
menurun (4)
 Perubahan hormonal
 Nekrosis cukup menurun
 Kurang terpapar informasi I.14564
(4)
tentang upaya PERAWATAN LUKA
memperthankan/melindungi  Abrasi kornea cukup
integritas jaringan menurun (4)
 Suhu kulit cukup Observasi
membaik (4)  Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,bau
 Sensasi cukup membaik  Monitor tanda –tanda inveksi
(4)
 Tekstur cukup membaik Terapiutik
(4) 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Pertumbuhan rambut 2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
cukup membaik (4) 3. Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika
perlu

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement(mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

3 D .0054 L. 05042 I . 05173


Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukanaitu DUKUNGAN MOBILISASI
DEFINISI tindakan keperawatanyaitu
Keterbatasan dalam gerakan fisik 3x24 jam makadiharapkan Observasi
dari satu atau lebih ekstremitas gangguan mobilitas fisik  identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
secara mandiri meningkat  identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Kriteria Hasil:  monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
PENYEBAB  Pergerakan ekstremitas  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
 Kerusakan integritas struktur meningkat (5)
tulang  Kekuatan otot meningkat Terapeutik
 Perubahan metabolism (5)  fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (pagar
 Ketidakbugaran fisik  Rentang gerak (ROM) tempat tidur)
 Penurunan kendali otot meningkat (5)  fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Penurunan massa otot  Nyeri Menurun (5)  libatkan keluarga dalam melakukan pergerakan jika perlu
 Penurunan kekuatan otot  Kecemasan Menurun (5)
 Keterlambatan perkembangan  Kaku sendi Menurun (5) Edukasi
 Kekakuan sendi  Gerakan tidak  jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Kontraktur terkoordinasi Menurun  anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Malnutrisi (5)  ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (missal.
 Gangguan musculoskeletal  Gerakan terbatas Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
 Gangguan neuromuskuler Menurun (5) dari tempat tidur ke kursi)
 Indeks masa tubuh diatas  Kelemahan fisik
persentil ke-75 sesuai usia Menurun (5) DUKUNGAN AMBULASI
 Efek agen farmakologis Observasi
 Program pembatasan gerak • identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
• identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Nyeri
• monitoe kondisi umum selama melakukan ambulasi
 Kurang terpapar informasi
tentang aktivitas fisik
Terapeutik
 Kecemasan • fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
 Gangguan kognitif • libatkan keluargayaitu untukdalam membantu pasien dalam
 Keengganan melakukan meningkatkan ambulasi
pergerakan
 Gangguan sensoripersepsi Edukasi
• jelaskan tujuan dari prosedur ambulasi
4 D.0019 L.03030 (I. 03119)
Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan
MANAJEMEN NUTRISI
DEFINISI keperawatan selama 3 x 24
Asupan nutrisi tidak cukup untuk jam diharapkan Status nutrisi Observasi
memenuhi kebutuhan metabolisme. membaik, dengan kriteria
 Identifikasi status nutrisi
PENYEBAB hasil :
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Ketidakmampuan menelan  Porsi makanan yang
makanan dihabiskan cukup  Identifikasi makanan yang disukai
 Ketidakmampuan mencerna meningkat (4)  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
makanan  Kekuatan otot mengunyah  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Ketidakmampuan mengabsorbsi cukup meningkat (4)  Monitor asupan makanan
nutrien  Kekuatan otot menelan  Monitor berat badan
 Peningkatan kebutuhan cukup meningkat (4)  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
metabolisme  Serum Albumin cukup
 Faktor ekonomi (mis. finansial meningkat (4) Terapeutik
tidak mencukupi)  Verbalisasi keinginan  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Faktor psikologis (mis. stres, untuk meningkatkan  Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
keengganan untuk makan) nutrisi cukup meningkat makanan)
(4)  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Pengetahuan tentang  Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
pilihan makanan yang  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
sehat Meningkat (5)  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Pengetahuan tentang  Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
pilihan minuman yang asupan oral dapat ditoleransi
sehat Meningkat (5)
 Pengetahuan tentang Edukasi
standar asupan nutrisi  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
yang tepat Meningkat (5)  Ajarkan diet yang diprogramkan
 Penyiapan dan
penyimpanan makanan Kolaborasi
yang aman Meningkat (5)  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
 Penyiapan dan Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
penyimpana minuman  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
yang aman Meningkat (5) kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
 Sikap terhadap makanan/
minuman sesuai dengan PROMOSI BERAT BADAN
tujuan kesehatan ( I.03136 )
Meningkat (5)
 Perasaan cepat kenyang Observasi
cukup menurun (4)  Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Nyeri abdomen cukup  Monitor adanya mual dan muntah
menurun (4)  Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
 Sariawan cukup menurun  Monitor berat badan
(4)  Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
 Rambut rontok cukup
menurun (4) Terapeutik
 Diare cukup menurun (4)  Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika
 Berat badan cukup perlu
membaik (4)  Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis.
 Indeks masa tubuh (IMT) Makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblander,
cukup membaik (4) makanan cair yang diberikan melalui NGT atau
 Frekuensi makan cukup Gastrostomi, total perenteral nutritition sesui indikasi)
membaik (4)  Hidangkan makan secara menarik
 Nafsu makan cukup  Berikan suplemen, jika perlu
membaik (4)  Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan
 Bising usus cukup yang dicapai
membaik (4)
 Tebal lipatan kulit trisep Edukasi
cukup membaik (4)  Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap
 Membran Mukosa cukup terjangkau
membaik (4)  Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

5 D.0142 L.14137 I.14539


Risiko infeksi DEFINISI Setelah dilakukan asuhan PENCEGAHAN INFEKSI
Berisiko mengalami peningkatan keperawatan 3x24 jam
terserang organisme patogenik diharapkan Tingkat Infeksi Observasi
menurun, dengan kriteria  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
FAKTOR RISIKO hasil:
1. Penyakit kronis (mis. diabetes  Kebersihan tangan Terapeutik
melitus) meningkat (5)  Batasi jumlah pengunjung
2. Efek prosedur invasif  Kebersihan badan  Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Malnutrisi meningkat (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
4. Peningkatan paparan organisme  Nafsu makan meningkat lingkungan pasien
patogen lingkungan (5)  Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
5. Ketidakadekuatan pertahanan  Demam menurun (5)
tubuh primer:  Kemerahan menurun (5) Edukasi
a. Gangguan peristaltik  Nyeri menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Kerusakan integritas kulit
 Bengkak cukup menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c. Perubahan sekresi pH
(4)  Ajarkan etika batuk
d. Penurunan kerja siliaris
 Vesikel cukup menurun  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
e. Ketuban pecah lama
f. Ketuban pecah sebelum (4)  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
waktunya  Cairan berbau busuk  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
g. Merokok cukup menurun (4)
h. Statis cairan tubuh  Sputum berwarna hijau Kolaborasi
6. Ketidakadekuatan pertahanan cukup menurun (4)  Kolaborasi pemberian imunisasi
tubuh sekunder:  Drainase purulen cukup
a. Penurunan hemoglobin menurun (4)
b. Imununosupresi  Piuria cukup menurun (4)
c. Leukopenia  Periode malaise cukup
d. Supresi respon inflamasi menurun (4)
e. Vaksinasi tidak adekuat  Periode menggigil cukup
menurun (4)
 Letargi cukup menurun
(4)
 Kadar sel darah putih
cukup membaik (4)
 Kultur darah cukup
membaik (4)
 Kultur urine cukup
membaik (4)
 Kultur sputum cukup
membaik (4)
 Kultur area luka cukup
membaik (4)
 Kultur feses cukup
membaik (4)
DAFTAR PUSTAKA

Bhangu, A., Soreide, K., Saverlo, Salomone Di., Dkk. (2017). Acute
Appendicitis : Modern Understanding Of Pathogenesis,
Diagnosis, And Management. Article, 386(10000), 1278-1287.

Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume


2. Jakarta : EGC

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan


Kerangka Kerja. Yogyakarta : Gosyen Publising.

Faridah, Virgianti N. (2015). Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post


Op Apendisitis Distraksi Nafas Ritmik. Vol 07 No 02

Fitriani, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Apendisitis Post


Operatif Apendektomi Dengan Nyeri Akut Di Ruang Melati IV
RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya.

Fransisca, C., Gotra, I.M., Mahastuti, N.M. (2019). Karakteristik Pasien


dengan Gambaran Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah
Denpasar Tahun 2015-2017. Jurnal Medika Udayana, Vol 8 No 7.

Hariyanto, Awan & Rini Sulistyowati. (2015). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Dedah I dengan diagnosa NANDA Internasional.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 73

Herdman, T. H., & S. K. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (11 ed.). (H. T. Herdman, S. K.,
M. E., Penyunt., B. A. Keliat, H. S. Mediani, & T. T., Penerj.)
Jakarta: EGC.

Indrawan, U. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post


Appendectomy Perlaparatomy Eksplorasi Dengan Nyeri Akut
Diruang Marjan Bawah Rsud Dr. Slamet Garut.

Irianto, Koes. (2015). Memahami Berbagai Macam Penyakit: Penyebab,


Gejala, Penularan, Pengobatan, Pemulihan dan Pencegahan.
Bandung: CV. Alfabeta.

Kurnia, K. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Post Apendiktomi Dalam


Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Nyaman (Doctoral Dissertation,
Universitas Kusuma Husada Surakarta).
Lestari, N. P. (2018). Aplikasi Tehnik Nafas Dalam Dan Murottal Surat Al
Faatihah Untuk Mengurangi Nyeri Pada Pasien Post Apendiktomi
Dirumah Sakit Bhayangkara Semarang. (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).

Mardalena, Ida. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan


Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Muttaqin, A. (2011). Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik


Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. (2013). Gangguan Gastrointestinal :


Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika.

Novia, P. F. (2021). Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Nn. V Dengan


Diagnosa Medis Appedicitis Dengan Tindakan Operasi
Appendiktomi Di Ruang Operasi Rsud Dr. H. Bob Bazar., Skm
Kalianda Tahun 2021 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang).

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.

Nurjanah, D. (2020). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengatasi


Masalah Keperawatan Nyeri Akut Berhubungan Dengan
Apendiktomi (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek


Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Pendakatan
Praktis Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 4.


Jakarta: Salemba.

Pratiwi, P. (2021). Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien


Apendisitis Dengan Tindakan Apendiktomi Di Ruang Operasi
Rumah Sakit Bhayangkara Bandar Lampung Tahun 2021 (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

Pulungan, M. A. (2021). Literature Review: Pengaruh Teknik Relaksasi


Napas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien
Post Operasi Apendisitis.

Puti Andini, P. (2019). Penerapan Intervensi Manajemen Nyeri Teknik


Relaksasi Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien
Dengan Post Operasi App Di Ruang Melati Di Rsud Kota
Kendari (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari).

Rahmawati, N. I. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien yang


Mengalami Post Apendiktomi dengan Masalah Mobilisasi Fisik di
RSUD Bangil Pasuruan (Doctoral dissertation, STIKes Insan
Cendekia Medika Jombang).

Rosdahl, C. B., & Mary T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar (10 ed.,
Vol. 5). (E. A. Mardella, D. Y., Penyunt., Setiawan, & A. O., Penerj.)
Jakarta: EGC.

Saputro, N. E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi


Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas
Jaringan (Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah
Jombang) (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang).

Setiadi. (2012). Konsep dan Praktek Penulisan Dokumentasi Asuhan


Keperawatan Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Shintya, S. P. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Post Op Appendectomy


Dengan Aplikasi Aromaterapi Essential Oil Lavender Di Ruangan
Eboni Rsp Unand Padang (Doctoral Dissertation, Universitas
Andalas).

Siti, B. (2020). Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman


Nyaman Dengan Pemberian Relaksasi Nafas Dalam Untuk
Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Apendiktomi (Kti.
1534) (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Tasikmalaya).

Sitompul, B. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami


Appendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kecemasan
Menggunakan Terapi Teknik Relaksasi Benson di Rumah Sakit
Umum Daerah Pandan Tahun 2020.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. (2015). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.
Jakarta: EGC

Smeltzer, Susan C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For


Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing edisi
12. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. (2019). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC

Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Ulfa, F. (2019). Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan


Mobilitas Fisik Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi Di Ruang
Bedah RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Provinsi Lampung
Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

Utomo, C. S., Julianto, E., & Puspasari, F. D. (2018). Penerapan Teknik


Relaksasi Nafas Dalam Guna Menurunkan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Apendiktomi Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Journal Of Nursing And
Health, 3(2), 66-77.

Van Hellen, Anggi. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar
Grade II-III Dalam Pemenuhan Kebutuhan Keamanan Dan
Proteksi : Masalah Gangguan Integritas Kulit Dengan Tindakan
Perawatan Luka Dengan Madu : Literature Review.

Widodo, W., & Qoniah, N. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi Nafas


Dalam Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Appendicitis Di
RSUD Wates. Nursing Science Journal (NSJ), 1(1), 25-28

Anda mungkin juga menyukai