Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN APENDICITIS

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah usus
buntu, adalah salah satu organ visceral pada sistem gastrointestinal yang
sering menimbulkan masalah kesehatan. Adanya peradangan.pada apendiks
vermiformis disebut dengan apendisitis. Peradangan akut pada apendiks
memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya Peradangan pada apendiks merupakan kausa
laparotomi tersering pada anak dan orang dewasa.Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini menyebab-kan rendahnya insidens kasus apendisitis pada
usia tersebut. Setiap tahun rata-rata 300.000 orang menjalani apendektomi
di Amerika Serikat, dengan perkiraan lifetime incidenceberkisar dari 7-
14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan konfirmasi
diagnosis. Perforasi lebih sering pada bayi dan pasien lanjut usia, yaitu
dengan periode angka kematian paling tinggi.5Insidens pada
perempuan dan laki-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi.
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda
asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan
dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis adalah radang pada
usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu
organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal
terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada
perut kanan bawah (Handaya, 2017).
2. Etiologi
Menurut Klasifikasi :
a. Apendicitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria, dan
factor pencentusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasite (E.histolytica)
b. Apendicitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yan mendorong dilakukanya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila
seragan apendistis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis
tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut
c. Apendicitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsiala atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhanya
menghilang setelah apendiktomi

3. Patofisiologi
Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami
edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh
fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau beda asing. Proses inflamasi ini
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, sehingga menimbulkan
nyeri abdomen dan menyebar secara hebat dan progresif dalam beberapa jam
terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal tersebut menyebabkan
apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare, 2021).
Menurut bagian bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (2021), patofisiologi apendisitis mula-mula disebabkan oleh
sumbatan lumen. Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan
lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang
terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya menjadi penyebab sumbatan
tersebut.sumbatan lumen tersebut menyebabkan keluhan sakit disekitar
umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah. Proses selanjutnya adalah
invasi kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum
parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal kanan bawah, hal ini
menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks disebabkan
oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks.
Bila tekanan intra lumen meningkat maka akan terjadi perforasi yang ditandai
dengan kenaikan suhu tubuh dan menetap tinggi. Tahapan peradangan
apendisitis dimulai dari apendisitis akuta yakni sederhana tanpa perforasi,
kemudian menuju apendisitis akuta perforata yani apendisitis gangrenosa.

4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus
atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke
kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan
umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam.
b. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
c. Mual
d. Muntah
e. Nafsu makan menurun
f. Konstipasi
g. Demam

5. Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam
penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016)
diantaranya sebagai berikut:
a. Perforasi apendiks Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah
sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui
dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri
tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit.
b. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran
serosa rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
c. Abses Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.

6. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi,
keterlambatan dalam tatalaksana dapat menigkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan
kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi
itu dikerjakan untuk diagnose dan terap pada pasien dengan akut abdomen,
terutama pada wanita.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi)
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (blumberg sign) yang
mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut)
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (psoas
sing)
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu)
2) Ultrasonografi (USG) dilakukan untuk menilai inflamasi dari
apendiks
3) CT – Scan Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi
apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi.

8. Anatomi Fisiologi
Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang
mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks
vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada
permukaan aspek posteromedial caecum, 2,5 cm di bawah junctura iliocaecal
dengan lainnya bebas. Apendiks adalah satu-satunya organ tubuh yang tidak
mempunyai posisi anatomi yang konstan. Lumennya melebar di bagian distal
dan menyempit di bagian proksimal. Apendiks vermiformis terletak pada
kuadran kanan bawah abdomen di regio iliaca dextra. Pangkalnya
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus yang di sebut
titik McBurney. Apendiks didarahi oleh arteri appendicularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral dan vena appendicularis, sedangkan persarafannya
berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari plexus mesentericus superior. Aliran limfenya ke satu atau dua nodi
dalam mesoapendiks dan di alirkan ke nodi mesenterici superiores

Apendiks vermiformis menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari


yang secara normal di curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Adanya hambatan aliran pada lendir di muara apendiks vermiformis
berperan dalam patogenesis apendisitis. GULT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan, termasuk apendiks
vermiformis menghasilkan IgA yaitu suatu imunoglobulin sekretoar. IgA
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Tetapi karena jumlah
jaringan limfe pada apendiks vermiformis kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna menyebabkan pengangkatan apendiks
vermiformis tidak mempengaruhi sistem imun tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Handaya, Adeodatus Yuda. (2017). Deteksi Dini & Atasi 31 Penyakit Bedah Saluran
Cerna (Degrstif). Jogjakarta : Rapha Publishing.
Huda Amin, Hardhi Kusuma. (2016) Asuhan keperawatan praktis berdasarkan
penerapan diagnosis nanda, nic noc dalam berbagai kasus Jogjakarta :
Mediaction
Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan keperawatan maternitas,anak,bedah,penyakit
dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Thomas, G. A., Lahunduitan, I., & Tangkilisan, A. (2016). Angka kejadian
apendisitis di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Oktober 2012–
September 2015. e-CliniC, 4.

Anda mungkin juga menyukai