Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

APENDISITIS DI RUANG BEDAH KECELAKAAN RSUD GENTENG


Disusun untuk memenuhi tugas di Ruang Bedah Kecelakaan RSUD Genteng pada
Program Prodi Ners STIKES Banyuwangi Tahun 2022

Disusun Oleh :
DELA NASTASIA YUNITA
(2022.04.038)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

A. DEFINISI

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil, panjangnya kira-kira 10


cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002). Apendisitis adalah
infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces),
hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membrane
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006). Apendisitis
merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010).Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik, tetapi ada factor
prediposisi yaitu :
a.Obstruksi lumen
Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi
Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Anatomi apensiks
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)

C. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyper plasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucuster sebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat ini lah terjadi apendisitis akut lokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus terus ber lanjut, tekanan akan
terusmeningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Biladinding yang
telahrapuhitupecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
makadindingapendikslebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah (Mansjoer,2011).
E. KLASIFIKASI
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :

1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.


2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum local seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans
muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

F. MANIFESTASI KLINIK
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan
c. Nyeri tekan lepas dijumpai
d. Terdapat konstipasi atau diare
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith
dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas
yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan apendisitis menurur Mansjoer (2001) :
a. Pre Operatif
1) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2) Pemasangan kateter untuk control produksi urin
3) Terapi Cairan IV (rehidrasi)
4) Antibiotic dengan spectrum luas dan dosis tinggi diberikan secara IV
5) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
6) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
b. Intra Operatif
1) Apabila apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.
2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari.
3) Tindakan apendiktomi Ada dua teknik operasi apendiktomi yang biasa
digunakan, yaitu :
a. Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat (sekitar 5 cm) di bagian
bawah kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah
mengalami perforasi.
b. Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu
didekat pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk
seperti benang halus denagn kamera yang akan dimasukkan melalui
sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian
ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan
membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk
operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain.
Pengangkatan apendiks, pembuluh darah, dan bagian dari apendiks
yang mengarah ke usus besar akan diikat.
c. Post Operatif
1) Observasi TTV
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan.
5) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6) Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
7) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2×30 menit.
8) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
9) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.
Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
Abses Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa
ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
Perforasi Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus
sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi
dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
Peritononitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai


berikut :
1) Keluhan utama klien : biasanya akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut
kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat
atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan
nyeri dirasakan terusmenerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan klien sekarang
3)Diet : biasanya pasien mempunyai kebiasaan makan makanan rendah serat
4) Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum klien biasanya tampak sakit ringan/sedang/berat
b. TTV : tanda – tanda vital biasanya akan mengalami peningkatan
c. Head to toe : pada pemeriksaan abdomen, kemungkinan adanya distensi
abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus. Pada pemeriksaan rektal toucher, dapat teraba benjolan, dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
5) Aktivitas / istirahat : biasanya mengalami malaise
6) Eliminasi : dapat mengalami konstipasi pada awitan awal, diare
kadang-kadang
7) Nyeri/kenyamanan : umumnya mengalami nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
8) Data psikologis klien nampak gelisah
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Post Operatif :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Risiko infeksi b.d kerusakan integrasi kulit
c. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan

RENCANA KEPERAWATAN
SDKI (D.0077)
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis / fisik
SLKI
Tingkat Nyeri (L.08066)
Kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri (5)
2. Meringis (5)
3. Sikap Protektif (5)
4. Kesulitan tidur (5)
SIKI
Manajemen nyeri (I.08238)
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Monitor tanda – tanda vital
5. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis : TENS,
hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Berikan analgetik, jika perlu
SDKI
2. Risiko Infeksi b.d kerusakan integrasi kulit (D. 0142)
SLKI
Tingkat infeksi (L.14137)
Kriteria hasil :
1. Kemerahan (5)
2. Nyeri (5)
3. Bengkak (5)
4. Cairan (5)
SIKI
Manajemen Nyeri (I.08238)
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

SDKI
3. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan (D.0080)
SLKI
Tingkat Ansietas (L.09093)
1. Tidak tampak wajah kebingungan / khawatir
2. Tidak gelisah
3. Tidak mengalami tremor
4. Tanda – tanda vital dalam batas normal
SIKI
Reduksi Ansietas (I.09314)
1. Monitor tanda – tanda ansietas (verbal & non verbal)
2. Monitor tanda tanda vital
3. Berikan terapi relaksasi napas dalam
4. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin didalam
5. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,E.Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3).Jakarta :EGC


Elizabeth, J, Corwin. 2009. Biku saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Edisi 8).Jakarta:EGC
Suratun. 2010. .Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1.
Jakarta: Trans Info Media
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan keperawatan medikal bedah “APENDISITIS”

Disusun oleh:
DELA NASTASIA YUNITA
2022.04.038

Sebagai Pemenuhan Tugas Keperawatan Medikal Bedah Di Ruang Bedah Kecelakaan Program
Prodi Ners STIKES Banyuwangi 2022

Telah disetujui pada tanggal…

Pembimbing Instusi Pembimbing Klinik

Ns. Annisa Nut Nazmi, M. Kep

Anda mungkin juga menyukai