Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Tn. A


DENGAN TINDAKAN APENDIKTOMI INDIKASI APENDIKSITIS
DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSUD UNGARAN

AL Novita Dewi
NIM. P13374201160216

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019

1
I. Jenis Kasus (Diagnosa Medik)
Appendisitis
A. Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Smeltzer, 2011).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Nuzulul, 2009).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009)
B. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi (Nuzulul, 2009) yaitu:
1) Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4) Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks

2
C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2010)
D. Manifestasi Klinis
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.

3
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
E. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil
dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
1) Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3) Peritononitis

4
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3) Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.

5
7) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

6
II. Fokus Assesment (Bentuk Pathway)

penurunan
konstipasi
peristaltik

post
A pembedahan
r Resiko infeksi
Resiko perdarahan

Nyeri post operasi

Risiko jatuh
Kurang
pengetahuan
Mansjoer, 2010

7
III. Masalah / Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi
b. Intra operasi
1) Resiko perdarahan berhubungan dengan cedera vaskuler akibat insisi bedah
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
c. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.

8
IV. Intervensi dan Rasionalisasi
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, lokasi dan - Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri
dengan agen injuri biologi diharapkan nyeri klien berkurang dengan karasteristik nyeri. dan merupakan indiaktor secara dini untuk
(distensi jaringan kriteria hasil: dapat memberikan tindakan selanjutnya
intestinal oleh inflamasi) - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu - Informasi yang tepat dapat menurunkan
penyebab nyeri, mampu menggunakan - Jelaskan pada pasien tentang tingkat kecemasan pasien dan menambah
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi penyebab nyeri pengetahuan pasien tentang nyeri.
nyeri, mencari bantuan) - Napas dalam dapat menghirup O2 secara
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Ajarkan tehnik untuk adequate sehingga otot-otot menjadi relaksasi
dengan menggunakan manajemen nyeri pernafasan diafragmatik sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
- Tanda vital dalam rentang normal : TD lambat / napas dalam - Meningkatkan relaksasi dan dapat
(systole 110-130mmHg, diastole 70- meningkatkan kemampuan kooping.
90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16- - Berikan aktivitas hiburan
24x/menit), suhu (36,5-37,50C) (ngobrol dengan anggota - Deteksi dini terhadap perkembangan
- Klien tampak rileks mampu tidur/istirahat keluarga) kesehatan pasien.
- Observasi tanda-tanda vital
- Sebagai profilaksis untuk dapat
menghilangkan rasa nyeri.

9
- Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgetik
2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan jadwal irigasi
(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi dengan defekasi klien dan gaya efektif
dengan penurunan kriteria hasil: hidup sebelumnya.
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi gastriintestinal mungkin
- Feses lunak terlambat oleh inflamasi intra peritonial
- Bising usus 5-30 kali/menit - Masukan adekuat dan serat, makanan kasar
- Tinjau ulang pola diet dan memberikan bentuk dan cairan adalah faktor
jumlah / tipe masukan penting dalam menentukan konsistensi feses.
cairan.
- Makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga tidak
- Berikan makanan tinggi terjadi konstipasi.
serat.
- Obat pelunak feses dapat melunakkan feses
sehingga tidak terjadi konstipasi.
- Berikan obat sesuai indikasi,
contoh : pelunak feses
3 Cemas  berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, - Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
dengan akan dilaksanakan diharapkan kecemasan klien berkurang catat verbal dan non verbal penting pada prosedur diagnostik dan

10
operasi. dengan kriteria hasil : pasien. pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan - Dapat meringankan ansietas terutama ketika
tingkat teratasi untuk tindakan prosedur pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
- Tampak rileks sebelum dilakukan - Membatasi kelemahan, menghemat energi dan
- Jadwalkan istirahat adekuat meningkatkan kemampuan koping.
dan periode menghentikan
tidur. - Mengurangi kecemasan klien
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien

NO INTRA OPERASI
DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Resiko perdarahan Setelah dilakukan asuhan ᅳ Monitor tanda-tanda ᅳ Mengantisipasi pasien terjadi syok
perdarahan hipovolemik
berhubungan cedera vaskuler keperawatan, diharapkan tidak terjadi
ᅳ Monitor TTV ᅳ Mengetahui kestabilan pasien
akibat insisi bedah perdarahan dengan kriteria hasil:
ᅳ Beri cairan sesuai kebutuhan ᅳ Menghindari pasien kekurangan cairan
ᅳ TTV dalam batas normal TD 120/80
ᅳ Monitor input dan output
mmHg
ᅳ Mengetahui jumlah darah yang keluar dari
ᅳ Tidak terjadi perdarahan yang berlebih dalam tubuh sebagai pemantauan tanda
pada saat operasi berlangsung ᅳ Kolaborasi pemberian obat kegawatan
(perdarahan < 250 cc) anti perdarahan ᅳ Mengantisipasi pasien mengalami berdarahan
hebat

11
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda - Dugaan adanya infeksi
dengan prosedur pembedahan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan infeksi pada area insisi
kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital. - Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, abses, peritonitis
- Menunjukkan kemampuan untuk menggigil, berkeringat,
mencegah timbulnya infeksi perubahan mental
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) - Lakukan teknik isolasi untuk - Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
infeksi enterik, termasuk lain.
cuci tangan efektif.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka - Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
insisi / terbuka, bersihkan organisme infektif / kontaminasi silang.
dengan betadine.
- Awasi / batasi pengunjung - Menurunkan resiko terpajan.
dan siap kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam - Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan
pemberian antibiotik hasil aerob gra negatif.

12
NO POSTDIAGNOSA
OPERASI
NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan - Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan - Berguna dalam pengawasan dan keefesien
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan nyeri laporkan perubahan nyeri dengan tepat. obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
post operasi appenditomi). berkurang dengan kriteria - Monitor tanda-tanda vital dan karakteristik nyeri.
hasil: - Pertahankan istirahat dengan posisi semi - Deteksi dini terhadap perkembangan
- Melaporkan nyeri powler. kesehatan pasien.
berkurang - Dorong ambulasi dini. - Menghilangkan tegangan abdomen yang
- Klien tampak rileks - Berikan aktivitas hiburan. bertambah dengan posisi terlentang.
- Dapat tidur dengan tepat - Kolaborasi tim dokter dalam pemberian - Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
- Tanda-tanda vital dalam analgetika. - Meningkatkan relaksasi.
batas normal : TD (systole - Menghilangkan nyeri.
110-130mmHg, diastole
70-90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area - Dugaan adanya infeksi
dengan tindakan invasif (insisi keperawatan diharapkan insisi - Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
post pembedahan). infeksi dapat diatasi dengan - Monitor tanda-tanda vital. Perhatikan abses, peritonitis
kriteria hasil: demam, menggigil, berkeringat, perubahan - Mencegah transmisi penyakit virus ke
- Klien bebas dari tanda- mental orang lain.

13
tanda infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk infeksi - Mencegah meluas dan membatasi
- Menunjukkan kemampuan enterik, termasuk cuci tangan efektif. penyebaran organisme infektif /
untuk mencegah timbulnya - Pertahankan teknik aseptik ketat pada kontaminasi silang.
infeksi perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan - Menurunkan resiko terpajan.
- Nilai leukosit dengan betadine. - Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob
(4,5-11ribu/ul) - Awasi / batasi pengunjung dan siap dan hasil aerob gra negatif.
kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam pemberian
antibiotik
3. Defisit self care berhubungan Setelah dilakukan asuhan - Mandikan pasien setiap hari sampai klien - Agar badan menjadi segar, melancarkan
dengan nyeri. keperawatan diharapkan mampu melaksanakan sendiri serta cuci peredaran darah dan meningkatkan
kebersihan klien dapat rambut dan potong kuku klien. kesehatan.
dipertahankan dengan kriteria - Ganti pakaian yang kotor dengan yang - Untuk melindungi klien dari kuman dan
hasil: bersih. meningkatkan rasa nyaman
- klien bebas dari bau badan - Berikan Hynege Edukasipada klien dan - Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
- klien tampak bersih keluarganya tentang pentingnya kebersihan untuk menjaga personal hygiene.
- ADLs klien dapat mandiri diri. - Agar keterampilan dapat diterapkan
atau dengan bantuan - Bimbing keluarga klien memandikan / - Klien merasa nyaman dengan tenun yang
menyeka pasien bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
- Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur

4. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan - Kaji ulang pembatasan aktivitas - Memberikan informasi pada pasien untuk

14
kondisi prognosis dan keperawatan diharapkan pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
kebutuhan pengobatan b.d pengetahuan bertambah - Anjuran menggunakan laksatif/pelembek menimbulkan masalah.
kurang informasi. dengan kriteria hasil: feses ringan bila perlu dan hindari enema - Membantu kembali ke fungsi usus semula
- menyatakan pemahaman - Diskusikan perawatan insisi, termasuk mencegah ngejan saat defekasi
proses penyakit dan mengamati balutan, pembatasan mandi,
pengobatan dan kembali ke dokter untuk mengangkat - Pemahaman meningkatkan kerja sama
- berpartisipasi dalam jahitan/pengikat dengan terapi, meningkatkan penyembuhan
program pengobatan - Identifikasi gejala yang memerlukan
                                          evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya drainase,
demam - Upaya intervensi menurunkan resiko
komplikasi lambatnya penyembuhan
peritonitis.

15
V. Buku Sumber
Elizabeth, J, Corwin. 2009. Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all.  2009. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A.  2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all.  2010. Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Nuzulul. 2009. Askep Appendisitis (http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id). Diakses pada :
22 Januari 2019.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

16

Anda mungkin juga menyukai