Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

1. Definisi

Apendisitis ialah suatu peradangan dari apendiks vermivormis, & merupakan


penyebab terjadinya abdomen akut yg paling sering. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua usia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang pada laki-
laki yg berusia antara 10-30tahun (Mansjoer, Arief, dkk, 2007). Apendisitis merupakan
suatu infeksi pada appendiks lantaran tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces),
hiperplasi jaringan limfoid, & cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
terjadinya Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena adanya
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, & Enterobius vermikularis
(Ovedolf, 2006).

2. Epidemiologi
Appendicitis merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering
ditemukan. Di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa risiko seumur hidup seseorang
mengalami appendicitis adalah 8,6% pada laki-laki dan 6,7% pada wanita. Prevalensi
Apendisitis Akut di Indonesia berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi. apendisitis ini bisa
menimpa pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko menderita apendisitis selama
hidupnya mencapai 7-8%. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun. apendisitis
perforasi memiliki prevalensi antara 20-30% dan meningkat 32-72% pada usia >60 tahun
dari semua kasus Apendisitis

3. Etiologi dan Faktor Resiko

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
 Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

 Adanya faekolit dalam lumen appendiks

 Adanya benda asing seperti biji-bijian


 Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus

3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4. Tergantung pada bentuk
apendiks:

• Appendik yang terlalu panjang

• Massa appendiks yang pendek

• Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

• Kelainan katup di pangkal appendiks

4. Manifestasi Klinik ( Tanda & Gejala)

1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntahdan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksialmenyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadiakibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidakmengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
5. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut
yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat
melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-
94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-
Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
salurankemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati,kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi


penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak


mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi.
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
2. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar
infeksi intra-abdomen.

7. Patofisiologi/Pathway

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.

Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak,
karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).
Sumber ; Yani farida (2017)
8. Prosedur Tindakan Operasi
Time out
1. Time out dipimpin oleh perawat sirkuler dengan konfirmasi hal-hal berikut
a. Konfirmasi nama tim operasi
b. Identitas pasien
c. Pemberian antibiotik profilaksis
d. Tindakan darurat di luar standart operasi
e. Estimasi lama operasi
f. Antisipasi kehilangan darah
g. Perhatian khusus selama pembiusan
h. Sterilitas alat instrumen bedah
2. Pasien dalam posisi terlentang/supine. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada
seluruh abdomen (yang akan dioperasi), kemudian lapangan operasi ditutup dengan
doek steril.
3. Dilakukan insisi dengan arah oblik melalui titik Mc Burney tegak lurus antara SIAS
dan umbilikus
4. Insisi diperdalam dengan memotong lemak dan mencapai aponeurosis muskulus
Obikus Abdominis Ekternus (MOE),
5. MOE dibuka sedikit dengan scaple searah dengan seratnya, kemudian diperlebar ke
lateral dan ke medial dengan bertolongan pinset anatomi.
6. Muskulus Obikus Internus (MOI), kemudian dibuka secara tumpul dengan gunting
atau klem arteri searah dengan seratnya sampai tampak lemak peritoneum, dengan
haak LangenBack tot dipisahkan. Pengait dipasang di bawah muskulls tranversus
abdominis.
7. Peritoneum yang berwaran putih dipegang dengan menggunakan 2 pinset bedah dan
dibuka dengan gunting. perhatikan apa yang Keluar: pus, udara atau cairan lain darah,
feses dll), periksa kultur dan tes kepekaan kuman dari cairan yang keluar tsb.
Kemudian pengait luka diletakkan di bawah peritoneum
8. ⁠lalu sekum (yang berwarna lebih putih, memiliki tanea koli dan haustra) dicari dan
diluksir. Apendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga taenia mempunyal
bermacam-macan posisi antara lain antesekal, retrosekal, antelleal, retroileal, dan
pelvinal
9. Setelah ditemukan. sekum dipegang dengan darm pinset dan ditarik keluar dengan
kassa basah sekum dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang telah keluar
dipegang oleh asisten dengan dengan ibu jari berada di atas.
10. Mesenterium dengan ujung spendiks di pegang dengan klem Kocher kemudian
mesoapendiks di klem potong dan diligasi berturut-turut sampai pada basis apendiks
dengan menggunakan benang sutera 3/0.
11. Pangkal apendiks di crush dengan apendiks klem kocher dan pada bekas crush
tersebut diikat dengan sutera NO. 00 - 2 Ikatan
12. Dibagian distal dari ikatan diklem dengan Kocher dan diantara klem kocher dan
ikatan tersebut apendiks dipotong dengan pisau yang telah diolest betadine, ujung sisa
apendiks digosok betadine.
13. Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut.
14. Dinding abdomen ditutup (hecting) lapis demi lapis.

9. Pengkajian Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya


mengenai:
a) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah, kesehatan
klien sekarang.
c) Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.

d) Kebiasaan eliminasi.

e) Pemeriksaan Fisik

i. keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

ii.Sirkulasi: Takikardia

iii. Respirasi: Takipnea, pernapasan dangkal.


f) Aktivitas/istirahat: Malaise.
g) Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang

h) Distensi abdomen, nyeri tekan nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i) Nyeri kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus. yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j) Demam lebih dari 38°C.

k) Data psikologis klien nampak gelisah.

l) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

m) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
n) Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

F. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi (pembedahan)

2. Gangguan integritas kulit b.d luka Operasi

3. Intoleransi Aktivitas b.d kelelahan

G. Perencanaan/Implementasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan anagemen nyeri Oservasi
b.d. agen keperawatan diharapkan a . Identifikasi lokasi,
pencedera nyeri akut berkurang atau karakteristik, durasi,
fisiologis hilang dengan kriteria frekuensi, kualitas,intensita
(pembedahaa hasil : nyeri
n operasi) a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri

D.0077 b. gelisah menurun c. Identifikasi respons nyeri


non verbal
Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri

Terapeutik a.Berikan teknik


nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis.tarik napas dalam,
kompres hanagat/dingin).
b.Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
c.Fasilitasi istirahat dan tidur.
d.Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategy
meredakan nyeri.

Edukasi a Jelaskan
penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan perawatan integritas kulit
integritas asuhan keperawatan (I.11353),
kulit/jaringan diharapkan perawatan area insisi
b.d luka integritas (I.14558) Observasi
operasi kulit/jaringan -Identifikasi penyebab
membaik dengan gangguan integritas kulit
kriteria hasil: (mis. Perubahan sirkulasi,
a. kemerahan perubahan status nutrisi,
menurun peneurunan kelembaban, suhu
b.kerusakan lingkungan ekstrem,
jaringan menurun penurunan mobilitas
c.kerusakan lapisan -identifikasi adanya
kulit menurun kemerahan,bengak atau tanda-
tanda dehisen
Terapeutik
-ganti balutan luka sesuai
jadwal
-beri salep antiseptic,jika
perlu
Edukasi
-ajarkan cara merawat
area insisi
-ajarkan meminimalkan
tekanan pada tempat insisi
-anjurkan
meningkatan asupan nutrisi
3. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi

Aktivitas b.d tindakan keperawatan


aktifitas terpenuhi Observasi:
kelelahan
secara mandiri
-Identifikasi
dengan Kriteria hasil :
gangguan fungsi
- Klien mampu

melakukan tubuh yang

aktivitas mengakibatkan
mandiri. kelelahan
- Kebutuhan -monitor jam tidur
aktivitas sehari- -monitor lokasi dan
hari terpenuhi ketidaknyamanan selama
- Klien tampak segar melakukan aktivitas
- Kekuan otot Terapeutik
5/5 -sediakan lingkungan
5/5 yang nyaman dan
rendah stimulus
-lakukan latiahn rentang
gerak aktif/pasif
Edukasi
-anjurkan tirah baring
-anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap Kolaborasi
-kolaborasi dengan ahli
gizi tentang meningkatkan
asupan nutrisi
Daftar Pustaka

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWAIntervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
https://id.scribd.com/document/533916510/LP-KMB-Apendisitis-Atlastieka-Nurfanty-S-
214121009

Anda mungkin juga menyukai