Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

PADA Tn. DENGAN APPENDIKSITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN


APPENDICTOMY DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD
WONGSONEGORO SEMARANG

Disusun oleh :

Kelompok HIPKABI RSUD Wongsonegoro Semarang

1. Arina Shofiana 6. Gutama Jalu Manggala


2. Evan Agung Wibisono 7. Lasmini
3. Febriyanto Tatali 8. Oktavianus
4. Fichayati Arlita 9. Stephen Ferlius
5. Ganistika Ayu Lestari 10. Vivin Indah Setiawan

PENGURUS DAERAH
HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA
JAWA TENGAH
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiksitis merupakan kasus bedah gawat darurat pada bagian
abdomen karena adanya peradangan apendiks vermiformis yang menjadi
salah satu penyebab pasien mengalami abdomen akut. Istilah apendisitis di
kalangan masyarakat sering di sebut sebagai usus buntu padahal apendisitis
adalah sekum (Wijaya & Putri, 2013). Insiden apendisitis Pada tahun 2011 di
negara maju lebih tinggi penyerangannnya pada negara maju, tetapi dalam
kurung waktu 3-4 dasawarsa terakhir kejadiannya menurun. Penyebab dari
apendisitis adalah karena seringnya masyarakat yang mengkonsumsi
makanan yang kurang berserat pada menu kesehariannya. Apendiksitis sama-
sama bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi insidensi pada
laki-laki umumnya lebih banyak dari perempuan terutama pada usia 20-30
tahun (Syamsuhidayat&De Jong, 2011).
Hasil penelitian di Amerika, kejadian apendiksitis sebesar 7 % dari
seluruh populasi, dengan insiden 11 kasus per 80.000 penduduk per tahun.
Dari usia 20-30 tahun usia yang paling sering mengalami apendisitis. Laki-laki
1,4 x lebih sering dari pada wanita. Angka kematian secara keseluruhan
adalah 0,2-0,8 % dan lebih sering karena komplikasi yang terjadi dari pada
akibat tindakan bedah yang dilakukan. Insiden perforasi lebih tinggi pada
pasien usia < 18 tahun dan > 50 tahun, hal ini kemungkinan terjadi terkait
keterlambatan diagnosis yang kemudian meningkatkan resiko morbiditas dan
mortalitas (Muttaqin & Sari, 2011).
Pada tahun 2008 kejadian apendiksitis di negara Indonesia masih
tergolong tinggi. Jumlah penderita apendisitis sekitar 179.000 orang di negara
Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan tahun 2008 di indonesia,
apendisitis masuk kedalam indikasi penanganan operasi kegawatdaruratan
abdomen. Tahun 2009 kasus apendisitis di Indonesia 177 dari 5.980
pelaporan menjadi penyebab terjadinya kematian (Dinkes Jateng, 2009).
Kronologis apendiksitis dapat dimulai di mukosa, kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha
pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk
massa peripendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat
apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekroses jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak berbentuk abses, maka apendiksitis
akan sembuh, dan masa periapendikuler akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah
meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan
perut yang menyebabkan pelengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan juga dapat menimbulkan nyeri ulang pada bagian perut kanan
bawah, pada suatu saat ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan eksaserbasi akut (Muttaqin & Sari, 2011). Berdasarkan penjelasan
diatas kelompok kami tertarik membahas masalah appendiksitis karena
banyaknya kasus appendiksitis di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan peri operatif pasien
dengan penyakit appendiksitis dengan tindakan appendectomy.
2. Tujuan Khusus
a. Mempersiapkan Bahan Habis Pakai operasi appendectomy
b. Mempersiapkan instrumen operasi appendectomy
c. Mengetahui langkah-langkah operasi appendectomy
d. Mampu menjadi instrumen mandiri pada operasi appendectomy

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan
pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan perioperatif
kepada pasien dengan masalah appendectomy.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan Perioperatif
khususnya pada pasien dengan masalah utama appendectomy.
3. Manfaat Bagi Pasien
Setelah dilakukannya operasi appendectomy diharapkan nyeri yang di
rasakan pasien berkurang dan tidak menyebabkan infeksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Apendisiis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
B. ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung
dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan
dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea
coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi
posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks.
Posisi appendiks adalahretrocaecal (di belakang sekum)
65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum)
2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus)
0,4%.

C. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).

F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah
salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam
setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis
10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi
2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki
dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Wawancara dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual
dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak.
h. Demam lebih dari 38oC.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
b. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peristaltik.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
d. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
c. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
L. INTERVENSI KEPERAWATAN

Pre Operasi
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan 1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
dengan agen injuri keperawatan selama 1x7 jam, karasteristik nyeri. merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan
biologi (distensi jaringan diharapkan nyeri klien tindakan selanjutnya
intestinal oleh inflamasi) berkurang dengan kriteria hasil: Jelaskan pada pasien tentang 2. Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
Klien mampu mengontrol nyeri penyebab nyeri kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien
(tahu penyebab nyeri, mampu Ajarkan tehnik untuk tentang nyeri.
menggunakan tehnik pernafasan diafragmatik 3. Napas dalam dapat menghirup O2 secara adequate
nonfarmakologi untuk lambat / napas dalam sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat
mengurangi nyeri, mencari Berikan aktivitas hiburan mengurangi rasa nyeri.
bantuan) (ngobrol dengan anggota 4. Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
Melaporkan bahwa nyeri keluarga) kemampuan kooping.
berkurang dengan Observasi tanda-tanda vital 5. Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
menggunakan manajemen nyeri Kolaborasi dengan tim medis 6. Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa
Tanda vital TD (systole 110- dalam pemberian analgetik nyeri.
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
4. Klien tampak rileks mampu
tidur/istirahat

2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan 1. Pastikan kebiasaan defekasi klien dan 1. Membantu dalam pembentukan jadwal irigasi
(konstipasi) berhubungan keperawatan selama 1x7 jam gaya hidup sebelumnya. efektif
dengan penurunan diharapkan konstipasi klien
2. Auskultasi bising usus 2. Kembalinya fungsi gastriintestinal mungkin
peritaltik. teratasi dengan kriteria hasil: terlambat oleh inflamasi intra peritonial
1. BAB 1-2 kali/hari Tinjau ulang pola diet dan jumlah / tipe 3. Masukan adekuat dan serat, makanan kasar
2. Feses lunak masukan cairan. memberikan bentuk dan cairan adalah faktor
3. Bising usus 5-30 kali/menit penting dalam menentukan konsistensi feses.
Berikan makanan tinggi serat.
Berikan obat sesuai indikasi, contoh : 4. Makanan yang tinggi serat dapat
pelunak feses memperlancar pencernaan sehingga tidak terjadi
konstipasi.
5. Obat pelunak feses dapat melunakkan feses
sehingga tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan
1. Monitor tanda-tanda vital 1. Tanda yang membantu mengidentifikasikan
cairan berhubungan keperawatan diharapkan
2. fluktuasi volume intravaskuler.
dengan mual muntah. keseimbangan cairan dapat
3. Kaji membrane mukosa, kaji tugor kulit dan 2. Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan
dipertahankan dengan kriteria pengisian kapiler. hidrasi seluler.
hasil: 4. Awasi masukan dan haluaran, catat warna 3. Penurunan haluaran urin pekat dengan
Kelembaban membrane mukosa urine/konsentrasi, berat jenis. peningkatan berat jenis diduga
turgor kulit baik Auskultasi bising usus, catat kelancaran dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg flatus, gerakan usus. 4. Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan
BB/jam Berikan perawatan mulut sering dengan untuk pemasukan per oral.
Tanda-tanda vital TD (systole 110- perhatian khusus pada perlindungan bibir. 5. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut
130mmHg, diastole 70-90mmHg), kering dan pecah-pecah
HR(60-100x/menit), RR (16- Pertahankan penghisapan gaster/usus. 6. Selang NG biasanya dimasukkan pada
24x/menit), suhu (36,5-37,50C) praoperasi dan dipertahankan pada fase
Kolaborasi pemberiancairan IV dan segera pascaoperasi untuk dekompresi usus,
elektrolit meningkatkan istirahat usus, mencegah
mentah.
7. Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi
dengan menghasilkan sejumlah besar cairan
yang dapat menurunkan volume sirkulasi
darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan1. Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan 1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
dengan akan dilaksanakan keperawatan selama 1x7 jam, non verbal pasien. penting pada prosedur diagnostik dan
operasi. diharapkan kecemasan klien pembedahan.
berkurang dengan kriteria hasil: Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan 2. Dapat meringankan ansietas terutama ketika
Melaporkan ansietas menurun prosedur sebelum dilakukan pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
sampai tingkat teratasi. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode 3. Membatasi kelemahan, menghemat energi dan
Tampak rileks menghentikan tidur. meningkatkan kemampuan koping.
Anjurkan keluarga untuk menemani 4. Mengurangi kecemasan klien
disamping klien
Post Operasi
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan1. Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan 1.Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat,
dengan agen injuri fisik keperawatan selama 1x7 jam, laporkan perubahan nyeri dengan tepat. kemajuan penyembuhan,perubahan dan
(luka insisi post operasi diharapkan nyeri berkurang karakteristik nyeri.
appenditomi). dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda vital 2.Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan
Melaporkan nyeri berkurang. pasien.
Klien tampak rileks Pertahankan istirahat dengan posisi semi 3.Menghilangkan tegangan abdomen yang
Dapat tidur dengan tepat fowler. bertambah dengan posisi terlentang.
Tanda-tanda vital TD (systole 110- Dorong ambulasi dini. 4.Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
130mmHg, diastole 70-90mmHg), Berikan aktivitas hiburan. 5. Meningkatkan relaksasi.
HR(60-100x/menit), RR (16-
6. Kolaborasi tim dokter dalam pemberian 6.Menghilangkan nyeri.
24x/menit), suhu (36,5-37,50C) analgetika.

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area 1. Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan keperawatan diharapkan infeksi insisi 2. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
tindakan invasif (insisi dapat diatasi dengan kriteria hasil: abses,peritonitis
post pembedahan).
Klien bebas dari tanda-tanda 2. Monitor tanda-tanda vital. Perhatikan 3.Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
infeksi. demam, menggigil, berkeringat, lain.
Menunjukkan kemampuan untuk perubahan mental 4.Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
mencegah timbulnya infeksi. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik, organisme infektif / kontaminasi silang.
Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) termasuk cuci tangan efektif. 4.Menurunkan resiko terpajan.
4. Pertahankan teknik aseptik ketat pada 5.Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan
perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan hasil aerob gra negatif.
dengan betadine.
5. Awasi / batasi pengunjung dan siap
kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis dalam pemberian
antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan
1. Mandikan pasien setiap hari sampai klien 1.Agar badan menjadi segar, melancarkan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan mampu melaksanakan sendiri serta cuci peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
nyeri. kebersihan klien dapt rambut dan potong kuku klien. 2.Untuk melindungi klien dari kuman dan
dipertahankan dengan kriteria 2. Ganti pakaian yang kotor dengan yang meningkatkan rasa nyaman
hasil: bersih. 3.Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk
Klien bebas dari bau badan Berikan Hynege Edukasipada klien dan menjaga personal hygiene.
Klien tampak bersih keluarganya tentang pentingnya
ADLs klien dapat mandiri atau kebersihan diri. 4.Agar klien merasa tersanjung dan lebih
dengan bantuan 4. Berikan pujian pada klien tentang kooperatif dalam kebersihan
kebersihannya. 5.Agar keterampilan dapat diterapkan
Bimbing keluarga klien memandikan / 6.Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih
menyeka pasien serta mencegah terjadinya infeksi.
6. Bersihkan dan atur posisi serta tempat
tidur klien.
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan1. Kaji ulang pembatasan aktivitas 1.Memberikan informasi pada pasien untuk
tentang kondisi prognosis keperawatan selama 1x7 jam pascaoperasi. merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
dan kebutuhan diharapkan pengetahuan2. menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kurang bertambah dengan kriteria hasil: 3. 2.Membantu kembali ke fungsi usus semula
informasi. Menyatakan pemahaman proses 4. Anjurkan menggunakan laksatif/pelembek mencegah ngejan saat defekasi
penyakit, pengobatan dan feses ringan bila perlu dan hindari enema. 3.Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan
berpartisipasi dalam program 3. Diskusikan perawatan insisi, termasuk terapi, meningkatkan penyembuhan
pengobatan mengamati balutan, pembatasan mandi,
dan kembali ke dokter untuk mengangkat
jahitan/pengikat. 4.Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi
4. Identifikasi gejala yang memerlukan lambatnya penyembuhan peritonitis.
evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya drainase,
demam.
BAB III
TINJAUAN KASUS
LANGKAH-LANGKAH PEMBEDAHAN

HIPKABI Bangsal : Kelamin : L / P Nomor :


Nama : Umur : Tgl/Bl/Th :
Kelas / Jaminan : Km. Operasi No : Op. Ke : Jam :
Praktikum : Trainer :
Paraf : .......... Paraf : ..........

LAPORAN
PENGHITUNGAN
INSTRUMEN DAN LUKA
OPERASI
Tindakan Operasi : Appendictomy Operator :
Peran Observasi Asisten Instrumen Instrumen Instrumen
Praktikum Pendamping Mandiri

Persiapan Anestesi :
Jenis Anestesi : General Anestesi (GA)

- Propofol 1 ampul - Spuit 5 cc (1)


- Fentanil 1 ampul - Spuit 10cc (1)
- Sulfas Atropin 0,25 Mg - Spuit 20 Cc (1)
- Tramadol 1 Ampul - Glove Steril No. 7 dan 7,5 (1/1)
- Atrakorium 1 Ampul - Lubrikan (GEL)
- Ondancentron 4 mg - AMBU Bag
- Laryngoscope no. 3 - Plester
- Endotrakeal Tube (Et) No. 6,6 - Alat Suction
- Spuit 3 Cc (3) - Oropharyngeal Airways (OPA)

PENGHITUNGAN INSTRUMEN DAN BAHAN HABIS PAKAI


No Instrumen dan Sponge Jumlah
Pra Intra + Post
Instrumen
1. Sponge holding forcep 1 1 - 1
2. Nierbekan / Kidnew Bowl 1 1 - 1
3. Kom / Wash Bowl 2 2 - 2
4. Doek Klem / Towel Clamp 5 5 - 5
5. Handle Scapel No.3 1 1 - 1
6. Handle Scapel No. 4 1 1 - 1
7. Pinzet Anatomis 2 2 - 2
8. Pinset Chirugi 2 2 - 2
9. Pinzet Anatomis panjang 1 1 - 1
10. Pean lurus 4 4 - 4
11. Pean bengkok pendek 4 4 - 4
12. Pean bengkok panjang 4 4 - 4
13. Kocher 4 4 - 4
14. Babcock 1 1 - 1
15. Gunting jaringan besar 1 1 - 1
16. Gunting jaringan halus 1 1 - 1
17. Gunting benang 2 2 - 2
18. Needle Holder (GOLD) 2 2 - 2
19. Allis Clamp 1 1 - 2
20. Retraktor US Army 2 2 - 2
21. Canul Suction 1 1 - 1
22. Tempat Jarum
23. Bak Instrumen
Barang Habis Pakai
1. Glove Steril No. 6,5/7/7,5 1/2/1 1/2/1 - 1/2/1
2. Kassa Steril 30 30 - 30
3. Nacl 0.9 % 1 1 - 1
4. Povidon Iodin 10% 100 cc 50 cc 50 cc
5. Apron 4 4 - 4
6. Hipafix/Plester 15 cm 15 cm - 15 cm
7. Alkohol 70 % 100 cc 50 cc - 50 cc
8. Plate 1 1 - 1
9. Underpad 1 1 - 1
10 Couter 1 1 - 1
PENGELOLAAN PASIEN PERIOPERATIF
SERAH TERIMA PASIEN
1. Pasien dari ruang Nakula 1 datang ke IBS dilakukan serah terima pasien antara perawat
ruangan dengan perawat IBS.
2. Melakukan transfer pasien dari brankart ruangan ke brankart IBS dengan cara bergeser
sendiri di holding room.
3. Mengganti baju pasien dan memakaikan topi operasi serta memasang siderail brankart
kamar bedah.
4. Melakukan pengecekan pengisian ceklist yang berisi pengecekan inform concent
(persetujuan operasi), identitas pasien, kelengkapan yang akan di operasi (obat-obatan
yang dibawa).
5. Memeriksa keadaan pasien meliputi tingkat kesadaran, tanda-tanda vital (TTV) dan kaji
riwayat alergi,memasang stiker warna merah bilamana terjadi reaksi alergi obat-obat pre
medikasi tertentu.

SIGN IN
Perawat sirkuler melakukan Sign In di ruangan pra induksi anestesi, dan dihadiri minimal oleh
dokter anestesi, perawat bedah dan perawat anestesi.
a. Apakah pasien telah memberikan konfirmasi kebenaran identifikasi, lokasi operasinya,
prosedurnya dan telah memberikan persetujuan dalam lembar informed concent? (Sudah)
b. Apakah lokasi operasi sudah diberi tanda/marking? (Suda dimarking)
c. Apakah mesin dan obat anestesi telah di cek dan lengkap? (Sudah)
d. Apakah pulse oximeter sudah terpasang dan berfungsi? (Sudah)
Apakah pasien memiliki
a. Riwayat alergi yang diketahui? (tidak)
b. Resiko kesulitan pada jalan nafas atau resiko aspirasi? Tidak ada)
c. Resiko kehilangan darah >200 ml (35ml/KgBB pada dewasa) ? (Tidak ada)
3. Alasi meja operasi dengan menggunakan duk bersih dan underpad, kemudian pasien
dipindahkan ke meja operasi secara aman dengan menggunakan easy move.
4. Perawat instrumen menyiapkan instrumen laparatomy set yang akan digunakan untuk tindakan
operasi Appendictomy
5. Perawat sirkuler memasang pulseoxymeter, bedside monitor, sphimomanometer dan
menempatkan infus pada standar infus, cek mesin suction dan pasang tabung suction.
6. Tim anestesi(dokter anestesi dan penata anestesi) melakukan anestesi dengan teknik General
anestesi (GA).
7. Setelah obat General anestesi sudah masuk kemudian perawat sirkuler mengatur posisi pasien
supinasi.
8. Dokter operator, asisten operator, perawat instrumen menggunakan APD (penutup kepala,
masker, kacamata, apron, sepatu boot).

SCRUBING
Dokter operator, perawat instrumen, asisten operator melakukan cuci tangan bedah (air
mengalir,
chlorehexidine 4%, pembersih kuku, sponge, sikat). Dengan langkah-langkah :
a. Lepas asesoris yang berada ditangan.
b. Pakai apron.
c. Lipat lengan baju 10cm diatas siku.
d. Basahi tangan dan lengan sampai 5 cm diatas siku dibawah air mengalir.
e. Bersihkan kuku dengan menggunakan pembersih kuku dibawah air mengalir ke arah
dalam ke luar.
f. Tuang cairan chlorehexidine 4% ke spon secukupnya (5 ml).
g. Basahi spon dan remas-remas sampai berbusa, lumuri dan gosok seluruh permukaan
tangan sampai 5 cm diatas siku.
h. Sikat kuku jari pada masing-masing tangan selama 1 menit (dengan arah menjauhi badan).
i. Buang sikat dan bilas dengan air mengalir sampai bersih (spon tetap dipegang).
j. Dengan meremas spon sampai berbusa, lumuri kembali tangan sampai ¾ lengan (5 detik
untuk 2 tangan).
k. Gunakan spon untuk membersihkan tangan kiri dan kanan (mulailah menggosok telapak
tangan selama 15 detik, punggung tangan 15 detik, kemudian seluruh jari 15 detik secara
berurutan). Setiap jari digosok seolah mempunyai 4 sisi. Lalu buang spon kemudian bilas
dibawah air mengalir sampai bersih.
l. Lumuri kembali dan gosok telapak tangan samapi pergelangan tangan dengan
chlorehexidine 4%, lalu cuci tangan prosedural.
m. Bilas dengan air mengalir sampai bersih.
n. Biarkan air mengalir dari arah tangan samapi siku, jangan dikibas.
o. Pertahankan posisi tangan agar telapak tangan sejajar dengan bahu.

GOWNING DAN GLOVING


a. Dokter operator, perawat instrumen, asisten operator mengeringkan tangan dengan
towel kemudian memakai jas operasi dan glove steril. ( jari-jari tidak boleh melewati
manset jas operasi).
b. Perawat instrumen menyiapkan meja mayo meliputi memasang sarung meja, perlak
pengalas dan menyiapkan instrumen dimeja mayo.

INSTRUMENTASI
Scrubing nurse atau instrumentator menyiapkan instrumen Laparotomy set dan bahan habis
pakai meliputi kasa steril 30 lembar.

ASEPSIS
Perawat instrumen memberikan kasa steril yang telah dijepit dengan tongue forcep/sponge
holding forcep yang berisi povidon iodine 10% dan alkohol 70% di kidney tray kepada operator
untuk melakukan asepsis pada area operasi.

DRAPPING
Perawat instrumen memberikan duk steril, kepada asisten operator untuk melakukan drapping.
a. Perawat instrumen mengambil perlak steril dan dipasang dibawah gluteal dibantu oleh
perawat asisten operator untuk melakukan drapping bagian lain yang halus dekat dengan
area insisi yang pertama doek kecil untuk bagian tengah gluteal dan doek besar lagi untuk
bagian kaki kanan dan kiri, setelah itu duk besar ke arah cranial. Untuk memberi batas area
insisi, doek dikunci dengan towel klem dengan mempertahankan kesterilan.
b. Pasang dan fiksasi set Handpiece Couter ESU dengan dock klem kecil yang bersebelahan
dengan selang suction.

TIME OUT
Perawat Sirkuler memimpin Time Out
a. Seluruh anggota telah menyebutkan nama dan peran masing – masing ( Sudah)
b. Konfirmasi klien mengenai (identitas klien, diagnosa, prosedur operasi).
c. Antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit? (Sudah)
d. Pencegahan kejadian yang tidak diinginkan.
1. Operator
a) Kemungkinan kesulitan selama operasi (tidak ada)
b) Estimasi lama operasi. (1jam)
c) Antisipasi kehilanagn darah (minimal)
2. Tim Anestesi
a) Adakah masalah spesifik yang timbul ? (tidak ada)
b) Hal apa yang perlu diperhatikan ? (hemodinamik pasien)
3. Tim keperawatan
a) Apakah peralatan sudah steril ? (steril)
b) Adakah alat khusus harus diperhatikan ? (tidak ada)
Dipersilahkan operator memimpin Do’a.

LANGKAH – LANGKAH OPERASI APPENDICTOMY

No URAIAN LANGKAH – LANGKAH OPERASI INSTRUMENT, BHP DAN


SPONGE

1 Perawat instrument memberikan pinset sirugis kepada 1. Cirurgis pinzette


operator untuk memastkan keberhasilan tindakan anestesi (1)
dengan memberikan ransangan / sensivitas nyeri dan 2. Scalpel no 4 (1)
memberikan scalpel nomor 4 dengan bisturi nomor 20 yang di 3. Bisturi no 20 (1)
letakkan di atas kidney tray kepada operator untuk melakukan 4. Kidney tray (1)
insisi kulit sampai dengan lemak

2 Perawat instrument memberikan haemostatic forceps dan kassa 5. Haemostatic


kepada operator dan asisten operator untuk mengontrol forceps (1)
pendarahan dengan cara menjepit ujung pembuluh darah yang 6. Darrem kassa (1)
terputus dengan menggunakan haemostatic forceps, lalu
7. Kassa (2)
perawat instrument memberikan handpiece couter ESU untuk
8. Handpiece couter
koagulasi atau perawat instrument yang melakukan
ESU (1)

3 Perawat instrument memberikan Handpiece couter ESU kepada 9. Pean lurus (1)
operator dan memberikan Pean bengkok kepada asisten 10. ESU (1)
operator. Handpiece couter ESU di gunakan untuk membuat
insisi pada area jaringan subcutan , Camper’s fascia, Scarpa’s
fascia,
4 Perawat instrument memberikan retractor US Army kepada 11. Retractor US Army
asisten operator untuk membuka lapang pandang operator (2)

5 Perawat instrument memberikan scalpel nomor 3 dengan bisturi 12. Hand scalpel no 3
nomor 15 kepada operator untuk menginsisi otot oblique dan (1)
memberikan artery klem kepada operator untuk mengangkat 13. Bisturi no 15 (1)
pinggiran otot oblique 14. Artery klem (2)

6 Perawat instrument memberikan gunting jaringan kepada 15. Gunting jaringan


operator untuk membebaskan sisi exernal otot oblique dari (1)
lapisan dasarnya
7 Operator membuka otot oblique sampai terlihat serat 16. Langen back (2)
perpendicular tampak dan perawat instrument memberikan
langen back pada asisten operator untuk mengubah tempat
retraksi dan memudahkan asisten menarik otot di dalam otot
oblique sehingga memudahkan operator melihat transversalis
fascia sampai dengan dasar peritoneum
8 Perawat instrument memberikan artery klem untuk menjepit 17. Artery klem (2)
lapisan peritoneum kemudian berikan gunting jaringan kepada 18. Gunting
operator untuk membuka peritoneum jaringan(1)

9 Perawat instrument memberikan babcok’s klem untuk menjepit 19. Babcock klem (1)
appendik,kemudian berikan 2 ateri klem untuk mengikat arteri 20. Arteri klem (2)
apendik,berikan gunting jaringan untuk memotong lapisan di 21. Gunting jaringan
sekitar apendik, berikan benang vicryl 2/0 untuk mengikat
(1)
pangkal apendik
22. Benang vicryl 2/0
(1)

10 Perawat intrumen memberikan benang benang vicryl 3/0 untuk 23. Vicryl 2/0 (1)
mengikat sekitar area appendiks dan memberikan vicryl 3/0 24. Needle holder (1)
dengan jarum dan needle holder dan pinset anatomis untuk
menutup peritoneum, fascia,otot oblique dan lemak
11 Perawat intrumen memberikan benang t-Mono 4-0 dan needle 25. T-mono 4-0 (1)
holder untuk menjahit kulit subcutan 26. Needle holder (1)

12 Perawat instrument memberikan sedikit betadin di area insisi 27. Kassa (6)
kemudian di tutupi dengan kassa
13 Perawat sirkuler memasang hipafix di atas kassa yang menutupi 28. Hipafix (1)
luka

Anda mungkin juga menyukai