Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP APPENDISITIS

1. Definisi

Apendisitis ialah suatu peradangan dari apendiks vermivormis, &

merupakan penyebab terjadinya abdomen akut yg paling sering. Penyakit ini

dapat terjadi pada semua usia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih

sering menyerang pada laki-laki yg berusia antara 10 – 30 tahun (Mansjoer,

Arief,dkk, 2007).

Apendisitis merupakan suatu infeksi pada appendiks lantaran

tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, &

cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama terjadinya

Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena adanya

parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, & Enterobius

vermikularis (Ovedolf, 2006).

Apendisitis merupakan suatu inflamasi apendiks vermiformis, lantaran

struktur yg terpuntir, appendiks merupakan suatu tempat ideal bagi bakteri

untuk berkumpul & melakukan multiplikasi (Chang, 2010)

Apendisitis merupakan suatu inflamasi di apendiks yg dapat terjadi tanpa

sebuah penyebab yg jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses / akibat

terpuntirnya apendiks(Corwin, 2009).

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren

yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi

peritonitis umum. penyakit ini dapat mengenai semua umur,tetapi yang

sering menyerang usia antara 20-30 tahun.Jun 1, 2020

2. Etiologi
Apendisitis belum diketahui penyebab yg pasti atau spesifik tetapi ada

faktor prediposisi yakni:

a. Faktor yg sering muncul ialah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi

ini dapat terjadi lantaran :

1) Hiperplasia yg berasal dari folikel limfoid, ini merupakan factor

penyebab terbanyak.

2) Adanya suatu faekolit dalam lumen appendiks

3) Adanya suatu benda asing seperti biji-bijian

4) Striktura lumen lantaran fibrosa akibat adanya peradangan

sebelumnya.

b. Infeksi kuman dari colon yg paling sering ialah pada  E. Coli dan

Streptococcus

c. Kasus apendiksitis lebih banyak pada  Laki-laki dibanding wanita.

Biasanya sering terjadi pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini

karena adanya peningkatan jaringan limpoid pada periode masa tersebut.

d. Tergantung dari bentuk apendiks:

1) Appendik yg terlalu panjang

2) Massa appendiks yg pendek

3) Adanya penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

4) Adanya Kelainan katup di pangkal appendiks

(Nuzulul, 2009)

3. MANIFESTASI KLINIK

a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,

mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.

b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.


c. Nyeri tekan lepas dijumpai.

d. Terdapat konstipasi atau diare.

e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.

f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.

g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau

ureter.

h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang

secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai

abdomen terjadi akibat ileus paralitik.

k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien

mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

4. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor

penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi

kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,

dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan

peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi

Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi

93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua.

CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43

Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih

pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,


sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis

komplikasi diantaranya:

a. Abses : Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba

massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-

mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang

mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau

mikroperforasi ditutupi oleh omentum

b. Perforasi : Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga

bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam

pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.

Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran

klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,

tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis

terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi

bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

c. Peritononitis : Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan

komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun

kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum

menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik

berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya

cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan

oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,

muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.


5. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan

ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.

Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi

apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih

pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan

terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi

karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

6. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis

meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.

a. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang

tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita

Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan

elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik

b. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka

tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks

(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik

dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks

dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

c. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya

komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.

Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila


diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam

fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan

intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan

besar infeksi intra-abdomen.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan,

pekerjaan, nomor RM, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal

pengkajian, nama penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan

dengan pasien.

a. Riwayat

1) Keluhan utama : klien post appendiktomi biasanya mengeluh nyeri

pada luka operasi dan keterbatasan aktivitas

2) Riwayat Penyakit Sekarangn : Riwayat penyakit sekarang

ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk tempat

perawatan sampai dilakukan pengkajian.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu : Berisi pengalaman penyakit

sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita

sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga : Perlu diketahui apakah ada anggota

keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien,

dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam

keluarga.
b. Pola Gordon

1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Tanyakan pandangan klien & keluarga ttg penyakit dan

pentingnya kesehatan bagi klien dan keluarga? Apakah klien

merokok / minum alcohol / pernah mengkonsumsi  obat obat

tertentu ? apakah ada alergi?

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Kaji Pola nutrisi klien sebelum dan selama di rawat di RS. Apa

porsi makannya? Apakah dulu  selalu dihabiskan? Kaji adanya mual.

Muntah dan disfagia?

3) Pola Eliminasi

Kaji pola miksi dan defekasi klien? Apakah terdapat gelaja

inteinensia kandung kemih, gangguan fungsi usus ? apakah

memakai alat bantu?

4) Pola Aktivitas / olahraga

Kaji keadaan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari , kaji

adanya kelemahan, kaku, hilang keseimbangan, perubahan

kesadaran, hemiparase, ataksia, & keterlibatan dalam beraktivitas

kaji kekuatan otot

5) Pola Istirahat & Tidur

Kaji perubahan pola tidur, adanya factor factor yang

mempengaruhi tidaur seperti nyeri, cemas, dll

6) Pola Persepsi Kognitif


Kaji adanya perubahan tingkah laku, amnesia, vertigo, tinnitus,

kehilangan pendengaran, gangguan pengucapan, peciuman,

perubahan kesadaran, & status metal, perubahan pupil, ekspresi

wajahm hemiparase, kejang & sensitive  terhadap Gerakan. Untuk

kenyamanan kaji juga andaya nyeri, kepala intensitas berbeda &

lama , respon apatis, gelisah & gangguan tidur.

7) Pola Persepsi Konsep Diri

Tanyakan gambaran diri / citra tubuh, ideal diri, harga diri,

peran diri, identitas diri klien.

8) Pola Peran Hubungan

Tanyakan bagaimana fungsi peran klin dalm keluarganya

sebelum & selama di RS, siapa saja system pendukung klien dan

apakah ada masalah dilingkunagn keluarga ataupun social

9) Pola Seksualitas

Kaji adanya masalah hubungan dg pasangan, perubahan tk.

Kepuasan, Jika wanita : Kaji pola menstruasi, pemeriksaan

payudara. Jika Pria : Kaji adanya periksaan testis mandiri bulanan

10) Pola Koping – Toleransi Stress

Tanyakan perubahan utama klien selama di rawat di RS apakah

klien cemas, mudah tersinggung, deprsesi, apakah yg dilekukan

klien saat ada masalah?

11) Pola Keyakinan & Nilai

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapai

penyakitnya?

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum        : Baik
2) Kesadaran                 : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital     
- TD     : biasanya normal
- N       : biasanya normal
- R       : biasanya normal
- S       : biasanya normal
-
4) Pemeriksaan Head to Toe
- Kepala
Inspeksi : Simeris atau asimetris, ada lesi atau tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan atau ada benjolan, tidak ada nyeri
tekan atau ada nyeri tekan
- Mata
Inspeksi   : Mata simetris atau asimetris, konjungtiva anemis atau tidak
anemis, reflek pupil isokor atau anisokor
Palpasi     : Tidak ada gangguan atau ada gangguan
- Telinga   
Inspeksi   : Bentuk simetris atau asimetris, tidak ada serumen atau
tidak ada
Palpasi     : Tidak ada gangguan atau ada gangguan
- Mulut
Inspeksi   : Mukosa mulut lembab atau kering
- Leher      
Palpasi     : Tidak ada pembesaran tiroid atau ada, tidak ada benjolan
atau ada benjolan
5) Dada
Inspeksi    : Simetris atau asimetris
Palpasi      : ada atau tidak nyeri tekan
Auskultasi : ada atau tidak gangguan
Perkusi : Sonora tau hipersonor
6) Abdomen
Inspeksi : simetris atau asimetris, ada atau tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : ada atau tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani atau hipertimpani
7) Genetalia dan Anus
Inspeksi   : Bersih atau kotor
8) Ekstremitas Atas
Inspeksi   : Simetris atau asimetris
Palpasi     : ada atau tidak ada gangguan
9) Ekstremitas Bawah
Inspeksi   : simetris atau asimetris
Palpasi     : ada atau tidak ada nyeri tekan

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium : Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-

reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan

jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan

neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum

yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut

yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,

dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka

sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.

2) Radiologi : Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG)

dan Computed Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan

USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi

inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan

ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan

dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran


sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan

spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai

tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang

tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

3) Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan

kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut

bawah.

4) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu

mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

5) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk

memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.

6) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan

pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.

7) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti

Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan

Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

2. Diagnosa Keperawatan

Post Op
a) Nyeri
Definisi : Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, awitan yang tiba-
tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat.
Batasan Karakteristik :
- Subjektif : mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri
dengan isyarat
- Objektif : posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot,
respon autonomik(seperti berkeringat, perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil), gerakan melindungi, tingkah
laku berhati-hati, gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai), terfokus pada diri sendiri, tingkah laku
distraksi, contoh jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas
berulang-ulang, tingkah laku ekspresif (contoh gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah
Faktor Yang Berhubungan : Agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis)

b) Kerusakan integritas kulit


Definisi : Perubahan epidermis dan dermis
Batasan Karakteristik : Gangguan pada bagian tubuh, kerusakan lapisa
kulit (dermis), gangguan permukaan kulit (epidermis)
Faktor yang berhubungan : hipertermia atau hipotermia, substansi kimia,
kelembaban udara, faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat
menimbulkan luka, tekanan, restraint), immobilitas fisik, radiasi,
kelembaban kulit, obat-obatan, perubahan status metabolic,
tulang menonjol, defisit imunologi, gangguan sirkulasi, iritasi kimia
(ekskresi dan sekresi tubuh, medikasi)
1) Resiko infeksi
Definisi : Beresiko terhadap invasi pathogen
Faktor-faktor resiko : Prosedur Infasif, ketidakcukupan pengetahuan untuk
menghindari paparan pathogen, trauma, kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan, ruptur membran amnion, agen farmasi
(imunosupresan)
2) Resiko kekurangan volume cairan
Definisi : kerentanan mengalami penurunan volume intravaskular,
interstisial dan/atau intraselular yang dapat mengganggu kesehatan
Faktor resiko : agens farmaseutikal, barier kelebihan cairan, berat badan
ekstrem, faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan, gangguan
mekanisme regulasi, kehilangan cairan melalui rute normal, kehilangan
volume cairan aktif, kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan,
penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan, usia ekstrem

3. Perencanaan Keperawatan

N SDKI SLKI SIKI


o
1. (D.0077)Nyeria.  (L.08066) Tingkat (1.08238) Manajemen nyeri
Akut b.d agen nyeri Observasi
pencedera Setelah dilakukan  Identifikasi
fisiologis d.d intervensi lokasi,karakteristik,durasi
gelisah,tekanan keperawatan selama nyeri
darah 3 jam maka :  Identifikasi skala nyeri
meningkat 1.Keluhan nyeri  Identifikasi respon nyeri
cukup menurun non verbal
dengan kriteria hasil  Identifikasi faktor yang
4 memperberst dsn
2.Gelisah menurun memperingan nyeri
dengan kriteria hasil Terapeutik
5  Berikan teknik non
3.Tekanan darah farmakologis untuk
cukup membaik mengurangi rasa
dengan kriteria hasil nyeri(mis.hipnosis,terapi
4 musik,aromaterapi)
bb  Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa
jj nyeri(mis.suhu
ruangan,pencahayaan,kebi
singan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi
 Jelaskan
penyebab,periode,dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik(ketorolac),jika
perlu

2. (D.0054) H (L.05042) Mobilitas (1.05173) Dukungan mobilisasi


Gangguan fisik Observasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan  Identifikasi adanya nyeri
b.d nyeri d.d intervensi atau keluhan fisik lainnya
nyeri saat keperawatan selama  Identifikasi toleransi fisik
bergerak,meras 3 jam maka : melakukan pergerakan
a cemas saat 1.nyeri cukup menurun Terapeutik
bergerak,fisik dengan kriteria hasil  Fasilitasi aktivitas
lemah 4 mobilisasi dengan alat
2.kecemasan sedang bantu mis.pagar tempat
dengan kriteria hasil tidur
3  Libatkan keluarga untuk
3. kelemahan fisik membantu pasien dalam
cukup menurun meningkatkan pergerakan
dengan kriteria hasil Edukasi
4  Jelaskan tujuan dan
p prosedur mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan mis.duduk di
tempat tidur

3. (D.0142) a.(L.14137)Tingkat a. ( 1.14539) Pencegahan infeksi


Resiko infeksi infeksi Observasi
b.d Setelah dilakukan  Monitor tanda dan gejala
Kerusakan intervensi infeksi lokal dan sistemik
integritas kulit keperawatan selama Terapeutik
d.d tindakan 3 jam maka :  Batasi jumlah pengunjung
invasif 1.kebersihan tangan  Cuci tangan sebelum dan
meningkat dengan sesudah kontak dengan
kriteria hasil 5 pasien dan lingkungan
2.nafsu makan pasien
meningkat dengan Edukasi
kriteria hasil 5  Jelaskan tanda dan gejala
3.nyeri cukup infeksi
menurun dengan  Ajarkan cara mencuci
kriteria hasil 4 tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku Saku Patofosiologi. EGC: Jakarta

Fatma. (2010). Askep Appendicitis. http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep

diakses pada 30 Mei 2017 pukul 20.00 WIB

Bulechek, M, Gloria,. et all. (2017). Nursing Outcomes Classification (NIC) edisi

keenam. Moco Media.

Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeskulapius FKUI

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan NANDA. Definisi dan Klasifikasi

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. http:/nuzulul.fk09.web.unair diakses pada 30

Mei 2017 pukul 20.30 WIB

Smeltzer, Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai