Anda di halaman 1dari 32

TUGAS KEPERAWATAN DASAR

LP & ASKEP APENDISITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar

Disusun oleh :

PUTRI PUSPITASARI (2208014)

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI FAKULTAS


KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS WIDYA
HUSADA SEMARANG

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada
appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke
bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi
atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba

6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
3. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, lokasi dan -Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri
dengan agen injuri diharapkan nyeri klien berkurang dengan karasteristik nyeri. dan merupakan indiaktor secara dini untuk
biologi (distensi jaringan kriteria hasil : dapat memberikan tindakan selanjutnya
intestinal oleh inflamasi) - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu -Informasi yang tepat dapat menurunkan
penyebab nyeri, mampu - Jelaskan pada pasien tentang tingkat kecemasan pasien dan menambah
menggunakan tehnik nonfarmakologi penyebab nyeri pengetahuan pasien tentang nyeri.
untuk mengurangi nyeri, mencari -Napas dalam dapat menghirup O2 secara
bantuan) - Ajarkan tehnik untuk adequate sehingga otot-otot menjadi
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang pernafasan diafragmatik lambat relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
dengan menggunakan manajemen / napas dalam nyeri.
nyeri -Meningkatkan relaksasi dan dapat
- Tanda vital dalam rentang normal : - Berikan aktivitas hiburan meningkatkan kemampuan kooping.
TD (systole 110-130mmHg, diastole (ngobrol dengan anggota
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), keluarga) -Deteksi dini terhadap perkembangan
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Observasi tanda-tanda vital kesehatan pasien.
37,50C) -Sebagai profilaksis untuk dapat
- Klien tampak rileks mampu - Kolaborasi dengan tim medis menghilangkan rasa nyeri.
tidur/istirahat dalam pemberian analgetik

2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan jadwal
(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya hidup irigasi efektif
dengan penurunan dengan kriteria hasil: sebelumnya.
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi gastriintestinal
- Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi intra
- Bising usus 5-30 kali/menit peritonial
- Tinjau ulang pola diet dan - Masukan adekuat dan serat, makanan
jumlah / tipe masukan cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam menentukan
konsistensi feses.
- Berikan makanan tinggi serat. - Makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
- Berikan obat sesuai indikasi, - Obat pelunak feses dapat melunakkan
contoh : pelunak feses feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital - Tanda yang membantu
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat mengidentifikasikan fluktuasi volume
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil: intravaskuler.
- kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, kaji - Indicator keadekuatan sirkulasi perifer
        turgor kulit baik tugor kulit dan pengisian dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan haluaran, - Penurunan haluaran urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital dalam batas catat warna urine/konsentrasi, peningkatan berat jenis diduga
normal : TD (systole 110-130mmHg, berat jenis. dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
diastole 70-90mmHg), - Auskultasi bising usus, catat
HR(60-100x/menit), RR kelancaran flatus, gerakan
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C) usus. - Indicator kembalinya peristaltic,
- Berikan perawatan mulut kesiapan untuk pemasukan per oral.
sering dengan perhatian khusus
- Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
pada perlindungan bibir. mulut kering dan pecah-pecah
- Pertahankan penghisapan
gaster/usus. - Selang NG biasanya dimasukkan pada
praoperasi dan dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi  untuk dekompresi
usus, meningkatkan istirahat usus,
- Kolaborasi pemberian cairan mencegah mentah.
IV dan elektrolit - Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas  berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, catat -Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang verbal dan non verbal pasien. penting pada prosedur diagnostik dan
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil : pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan untuk -Dapat meringankan ansietas terutama ketika
tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum pemeriksaan tersebut melibatkan
- Tampak rileks dilakukan pembedahan.
- Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan -Membatasi kelemahan, menghemat energi
tidur. dan meningkatkan kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien -Mengurangi kecemasan klien
POST OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
O KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji skala nyeri lokasi, -Berguna dalam pengawasan dan keefesien
dengan agen injuri fisik diharapkan nyeri berkurang dengan karakteristik dan laporkan obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
(luka insisi post operasi kriteria hasil : perubahan nyeri dengan tepat. dan karakteristik nyeri.
appenditomi). - Melaporkan nyeri berkurang - Monitor tanda-tanda vital -Deteksi dini terhadap perkembangan
- Klien tampak rileks kesehatan pasien.
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat dengan -Menghilangkan tegangan abdomen yang
- Tanda-tanda vital dalam batas posisi semi powler. bertambah dengan posisi terlentang.
normal : TD (systole 110-130mmHg, - Dorong ambulasi dini. -Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
diastole 70-90mmHg), - Berikan aktivitas hiburan. -Meningkatkan relaksasi.
HR(60-100x/menit), RR - Kolaborasi tim dokter dalam -Menghilangkan nyeri.
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C) pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi -Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil, -Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental abses, peritonitis
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci -Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
tangan efektif. lain.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka -Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
insisi / terbuka, bersihkan organisme infektif / kontaminasi silang.
dengan betadine.
-Menurunkan resiko terpajan.
- Awasi / batasi pengunjung dan
siap kebutuhan. -Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan
- Kolaborasi tim medis dalam hasil aerob gra negatif.
pemberian antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari -Agar badan menjadi segar, melancarkan
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu peredaran darah dan meningkatkan
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil : melaksanakan sendiri serta cuci kesehatan.
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor -Untuk melindungi klien dari kuman dan
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih. meningkatkan rasa nyaman
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada -Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
klien dan keluarganya tentang untuk menjaga personal hygiene.
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien -Agar klien merasa tersanjung dan lebih
tentang kebersihannya. kooperatif dalam kebersihan
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien -Agar keterampilan dapat diterapkan
- Bersihkan dan atur posisi serta
-Klien merasa nyaman dengan tenun yang
tempat tidur klien.
bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan -Memberikan informasi pada pasien untuk
tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa
dan kebutuhan dengan kriteria hasil : tanpa menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses - Anjuran menggunakan -Membantu kembali ke fungsi usus semula
informasi. penyakit dan pengobatan laksatif/pelembek feses ringan mencegah ngejan saat defekasi
- berpartisipasi dalam program bila perlu dan hindari enema
pengobatan - Diskusikan perawatan insisi, -Pemahaman meningkatkan kerja sama
termasuk mengamati balutan, dengan terapi, meningkatkan
pembatasan mandi, dan penyembuhan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
-Upaya intervensi menurunkan resiko
- Identifikasi gejala yang
komplikasi lambatnya penyembuhan
memerlukan evaluasi medic,
peritonitis.
contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA


Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
TINJAUAN KASUS

1.1 PENGKAJIAN
1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Semarang
Nomor Telepon : 0812****
Diagnosa Penyakit : Post Laparatomi e.c Apendisitis Perforasi
Tanggal Masuk : 1 Desember 2022
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 2022
Rujukan Dari :-
Pemberi Jaminan : SKTM

1.1.2 Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. Z
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan dgn Pasien : Ayah
Pekerjaan : Buruh
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Semarang
Nomor Telepon :-
1.1.3 Riwayat Kesehatan
1.1.3.1 Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian tengah pada luka bekas operasi.
1.1.3.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien sudah merasakan keluhan nyeri pada abdomen sejak 2 bulan yang lalu.
Tiga hari SMRS pasien mengeluh sakit diperutnya, nyeri yang dirasakan
pasien seperti ditusuk-tusuk pada perut bagian kanan bawah. Keesokan
harinya sakit yang dirasakan pasien bertambah parah yang disertai mual,
muntah dan nyeri meluas keseluruh abdomen disertai demam tinggi 39,4 oC.
Kemudian pasien langsung dibawa ke RS Panti wilasa Ioleh keluarganya dan
di diagnosa mengalami Appendisitis perforasi. Setelah itu, keluarga meminta
surat rujukan agar bisa dirawat di RSUD KRMT wongsonegoro. Kemudin
pasien masuk ke IGD tanggal 1 Desember 2022 pukul 10.00, saat di IGD
pasien diberikan tindakan pemasangan Infus di tangan sebelah kanan. Dokter
menginstruksikan untuk segera dilakukan operasi karena apendisitis sudah
perforasi, kemudian pasien dipindahkan ke ruang perawatan di Ruang
Abimanyu. Sebelum operasi pasien mendapatkan perawatan pra operasi
diantaranya pemberian cairan infus Ringer Laktat, pemberian klisma,
pencukuran bulu atau rambut halus disekitar abdomen, anjuran untuk puasa
dan juga informed consent, lalu pada tanggal 1 Desember 2022 pasien
dilakukan tindakan operasi laparatomi. Setelah di operasi pasien dirawat di
Ruang Abimanyu untuk pemulihan post operasi laparatomi. Pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Desember 2022 tepatnya pada jam 19.00
WIB pasien mengatakan nyeri pada bagian sekitar luka operasi (abdomen
tengah) dengan skala nyeri 7 (0 – 10). Nyeri semakin terasa saat pasien
bergerak. Nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk dan mengatakan terasa
sangat perih. Nyeri datang hilang timbul secara terus-menerus.
1.1.3.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah menderita penyakit maag kronis sampai dirawat di
Puskesmas. Memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi setiap hari.
1.1.3.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa di dalam keluarga tidak ada yang
menderita penyakit yang sama dengannya serta tidak memiliki penyakit
keturunan seperti diabetes millitus, hipertensi, asma, penyakit jantung maupun
kanker.
Genogram :

Ayah Ibu

Keterangan:
= Laki-laki = Tinggal dalam satu rumah
= Perempuan = Pasien
= Hubungan Perkawinan

1.1.3.5 Pola Aktivitas Sehari-hari


No. AKTIVITAS SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
1. Nutrisi  Pasien mengatakan  Masih dipuasakan
makan 2x sehari namun semenjak Post Operasi
makan tidak teratur dan
menu makan bervariasi.
 Pasien mengatakan
jarang minum air putih
± 5 gelas perhari dan
sering minum kopi.
2. Eliminasi  Pasien mengatakan  Pasien belum BAB dan
BAB kadang kadang : juga flatus semenjak
1x sehari. Post Operasi
 BAK sudah 3 kali sejak
 Pasien mengatakan Post Operasi
BAK kurang lebih menggunakan pispot
4 - 6 kali sehari. sebanyak ± 800 cc
mengatakan warna urine
kekuningan pekat

3. Pola Istirahat  Lamanya tidur 5 – 6 jam  Lamanya tidur siang 2


sehari. jam dan pada malam
hari sekitar
± 5 jam sehari.
 Pasien mengatakan  Pasien mengatakan tidak
sering begadang. pernah tidur pulas
selama di RS karena
nyeri yang dirasakannya
namun kualitas tidurnya
dirasa cukup dan tidak
mengganggu dan tidak
menyebabkan masalah
4. Pola  Pasien mengatakan  Selama sakit pasien
Kebersihan mandi 2x sehari. hanya di lap dengan air
hangat menggunakan
handuk saat pagi saja.
 Tidak pernah gosok gigi
selama di RS
 Menyikat gigi 2x sehari.
 Belum pernah keramas
 Mencuci rambut 3x
keramas selama di RS
seminggu.
5. Olahraga  Pasien mengatakan  Program bedrest pasca
jarang olahraga operasi
6. Gaya Hidup  Pasien mengatakan  Pasien tidak merokok
sering minum kopi dan dan tidak minum kopi.
merokok 1 bungkus
sehari.

1.1.3.6 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran : Compos Metis
Penampilan umum : Sakit Berat
Berat Badan : 53 Kg
Tinggi Badan : 162 cm
Indeks Massa Tubuh : 20,23 (Ideal = 18,5 - 25,0)
Tanda - Tanda Vital
a) Blood Preasure : 110/70 mmHg
b) Respirasi Rate : 22 kali / menit
c) Heart Rate : 84 kali/ menit
d) Temperature : 38,3 oC
2. Kulit, rambut, kuku
Kulit normal, tidak ada lesi di kulit pasien, turgor kulit buruk, kulit nampak
berkeringat berlebihan atau diaporesis dan kulit wajah memerah, rambut
berwarna hitam, rambut nampak kotor dan tercium bau tidak sedap, kulit
nampak kusam, tidak ada nyeri tekan pada kepala, hanya mengatakan terasa
pusing atau sakit kepala, bentuk kuku normal dan tidak ada kelainan, tidak ada
tanda-tanda sianosis, kuku nampak kotor dan panjang.
3. Mata
Kebersihan mata baik, Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada nyeri
tekan pada palpebra, reflek pupil baik.
4. Hidung dan Sinus
Bentuk hidung simetris, tidak nampak pernafasan cuping hidung, nampak
adanya kotoran hidung, septum hidung tepat berada di tengah, tidak ada
pembesaran polip, tidak ada nyeri tekan pada sinus, tidak ada tanda-tanda sesak
napas.
5. Mulut
Mukosa bibir nampak kering dan pecah-pecah, tidak tampak adanya sianosis,
lidah nampak kotor, halitosis atau bau mulut, nampak karies pada gigi molar
dextra ke dua, tidak ada tanda peradangan pada faring, tidak ada pembesaran
tonsil.
6. Leher
Leher simetris, leher dapat digerakan penuh, produksi suara normal, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan pada tyroid, tidak ada
peningkatan JVP, tidak nampak adanya lesi ataupun benjolan.
7. Paru dan Rongga Thorax
Bentuk dada simetris, pengembangan dada simetris, perbandingaan antara
inspirasi dan ekspirasi normal, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, bunyi
nafas vesikuler, wheezing (-)/(-), ronchi (-)/(-), tidak ada nyeri tekan saat di
palpasi. Suara paru terperkusi sonor. Pada jantung, apeks terdapat diantara ICS 4
- ICS 5 sebelah lateral batas kiri sternum, bunyi jantung normal yakni S1 dan S2
(lub dub), gallop/murmur (-)/(-), bunyi jantung saat di perkusi pekak.
8. Abdomen
Abdomen nampak buncit, distensi abdomen, terdapat nyeri tanpa di palpasi,
bising usus tidak terkaji (pasien mengeluh nyeri saat perutnya disentuh), terdapat
luka post operasi laparotomi pada perut bagian tengah mulai dari bawah
umbilikus ke hipogastrium sepanjang 8 cm, terbungkus balutan yang nampak
bersih, tampak meringis saat menggerakan bagian perut, tampak meminimalisir
gerakan pada bagian abdomen.
9. Ekstremitas Atas dan Bawah
Pasien tampak lemas, reflek bisep dan trisep baik, pergerakan normal, pasien
terpasang infuse di tangan kanan, tidak nampak adanya udem maupun plebitis,
pasien hanya tertidur di tempat tidur, pergerakan kurang aktif karena luka post
operasi, kekuatan otot 4 4
3 3
10. Genitalia
Bentuk penis normal, tidak nampak lesi pada sekitar daerah genital, bentuk
skrotum normal, tidak ada nyeri tekan dan tidak nampak pembesaran pada testis.
1.1.4 Data Psikologis
1. Status Emosi
Emosi pasien tampak stabil
2. Kecemasan
Pasien tampak gelisah, terlihat cemas dan menangis
3. Pola Koping
Pasien selalu berdoa akan kesembuhannya
4. Gaya Komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
5. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Pasien mengatakan bersyukur dengan kondisi tubuh yang ada pada dirinya,
mengatakan tidak masalah dengan bekas operasinya nanti yang penting dapat pulih
dan sembuh seperti sedia kala saat sebelum sakit.
b. Harga Diri
Pasien mengatakan seorang karyawan swasta di pabrik yang dikenal banyak orang
karna memiliki banyak teman dan memiliki kekasih yang sudah merencanakan akan
menikah dalam beberapa bulan kedepan.
c. Peran
Pasien mengatakan saat ini sebagai anak sedang berusaha membahagiakan kedua
orangtua, bekerja mencari uang untuk membantu orangtua dan mengumpulkan uang
untuk persiapan pernikahan dalam waktu dekat namun terhambat karna penyakit yang
dideritanya.
d. Identitas Diri
Pasien mengatakan mengenal dengan baik dirinya sendiri dari baik dan buruk atau
kemampuan yang ada pada dirinya.
e. Ideal Diri
Pasien mengatakan seharusnya jika tidak sakit, pasien dapat bekerja mencari uang,
dapat berkumpul dengan orangtua, teman, sahabat dan kekasih. Dan seharusnya dapat
menjalankan kewajiban menunaikan ibadah sholat 5 waktu yang saat ini tidak dapat
pasien lakukan.

1.1.5 Data Sosial


Hubungan dan pola interaksi pasien dengan keluarga sangat baik, ibu dan ayah pasien selalu
bergantian menemani pasien, ada beberapa teman pasien yang datang untuk menjenguk dan
pasien berinteraksi serta berhubungan dengan sesama pasien lain yang berada satu ruangan
dengannya dengan baik.

1.1.6 Data Spiritual


Pasien beragama islam, pasien mengatakan merasa cemas dan takut penyakitnya akan
memburuk dan terjadi sesuatu setelah di operasi, ketika nyeri datang pasien selalu berdoa dan
istigfar. Selama di rawat di RSU pasien mengatakan tidak melaksanakan ibadah sholat 5
waktu dan hanya berdoa saja.

1.1.7 Data Penunjang


1. Foto Polos Abdomen
Kesan :
L AP supine, AP upright (L. Ap. Tegak), Lateral decub (perforasi multipel)
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : Rabu, 04 Maret 2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Haemoglobin 12,6 g/dl 13,2 - 17,3
Leukosit 12,6 103/µ 3,8 - 10,6
Hematokrit 36 % 40 – 52
Trombosit 218 103/µ 150 – 440
Kimia Darah
Protein 5,3 g/dl 6–8
Albumin 3,2 g/dl 3,4 - 4,6
Globulin 2,1 g/dl 1,5 – 3
Kimia Elektrolit
Natrium 128 mEq/L 135 – 147
Kalium 3,57 mEq/L 3,5 – 5
Chlorida 91 mEq/L 96 – 105

1.1.8 Program dan Rencana Pengobatan


a. Terapy Obat
Nama Dosis Cara Pemberian
Fermixyn
Metronidazol 3 x 250 mg Drip
Omeprazol 2 x 20 mg Injeksi i.v
Ketorolac 3 x 20 mg Injeksi i.v
Amikasin
Paracetamol
b. Therapy Cairan
Jenis Cairan Dosis
NaCl
Ringer Laktat
Dextrose
c. Program Pasca Bedah
1. Monitoring tanda vital : HR, BP, RR tiap 15 Menit selama 2 - 4 jam dan Temperature
tiap 1 jam
2. Bedrest Total
3. Bila sudah flatus : Diit Bubur Saring, Hidrasi cukup 3 liter / hari
4. Observasi perdarahan dan pergerakan ekstremitas bawah

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Analisa Data
No Data Senjang Interpretasi Data Masalah
1 DS : Tindakan Pembedahan Nyeri akut
- Klien mengatakan
nyeri pada daerah Terputusnya Kontinuitas
operasi Jaringan
- Klien mengatakan
nyeri pada perut kanan Pengeluaran zat–zat
bawah kimia

P: klien mengatkan Merangsang hipotalamus


nyeri pada perut bekas
post op.
Stimulus Korteks Serebri
Q:klien mengatakan
nyeri yang dirasakan Nyeri dipersepsikan
sperti tertusuk-tusuk
Nyeri akut
R:klien mengatakan
nyeri yang di rasakan di
perut bagian bawah

S: 6
T:hilang timbul

DO :
- KU : Lemah
- Ekspresi wajah Tanpak
meringis
- Nyeri tekan (+)
Abdomen kuadran
inguinal kanan bawah
- Tanda Tanda Vital :
TD : 110/80 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36OC
P : 20 x/menit
- METRONIDAZOL
- OMEPRAZOL
- KETOROLAC

4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan 3. Lakukan 1. Untuk
post op Batasan asuhan pengkajian mengetahui nyeri
karakteristik: keperawatan secara secara
Tingkat nyeri : selama 3 x 24 komprehensif komprehensif
1. ekspresi jam, diharapkan 4. Gunakan 2. Memudahkan
wajah nyeri klien dapat tekhnik dalam proses
2. mengenali terkontrol/berkur komunikasi pengumpulan
kapan nyeri a ng kriteria terapiutik untuk informasi
terjadi hasil : mengetahui 3. Agar mengetahui
1. Mampu pengalaman cara mengontrol
mengontrol nyeri nyeri
nyeri 5. Ajarkan tekhnik 4. Sebagai tindakan
Paint control 2. Melapork an non lanjut terhadap
1. mengungkap bahwa nyeri farmakologi tindakan yang
kan nyeri berkurang 6. Kolaborasikan sebelumnya di
yang dengan dengan dokter berikan
terkontrol. menggun jika ada keluhan
2. menggunaka akan dan tindakan
n tindakan mamanaje nyeri tidak
pengurangan men nyeri berhasil
nyeri 3. Mampu
mengontrol
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi
dan tanda
nyeri)
4. Menyatak an
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang

Anda mungkin juga menyukai