Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Dosen Pengampu : Dessy Hadrianti,Ns.,M.Kep


Disusun Oleh Kelompok 1
Alya Hadiqatul Janah 2014201110065 (Presentasi)
Anesti Oktavia 2014201110002 (PPT)
Ayu Indah Lestari 2014201110057 (Makalah)
Fitriani 2014201110130 (PPT)
Indah Liestiyani 2014201110007 (PPT)
Nurul Amaliyah 2014201110012 (Makalah)
Nor Azizah 2014201110069 (Makalah)
Reni Erma Ayuni 2014201110057 (Makalah)
Sonia 2014201110017 (PPT)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
TAHUN 2021/2022
Laporan Pendahuluan ( LP)
A. DEFINISI
Appendisitis adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1. Appendik yang terlalu Panjang
2. Massa appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

C. KOMPLIKASI
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan thrombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
local seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendik
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak
napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak
bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi
kanan.

D. POTOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007)

E. MENIFESTASI KLINIS
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaise
4. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi,

1) PATHWAY

Invasi & Multipikasi

APPENDISITIS

Peradangan pada Mual Muntah Sekresi mucus


jaringan berlebih pada
lumen apendiks
Resiko Hipovolemia
Kerusakan kontrol
suhu terhadap Appendiks teregang
inflamasi

Nyeri Akut
Hipertermia
Oprasi

Defisit Anastesi
Luka Insiasi
Pintu masuk
kuman Ansieta
Kerusakan jaringan Peristaltic usus

Resiko infeksi
Ujung sayaraf terputus
Distensi Abdomen

Pelepasan prostagladin
Mual Muntah

Spinal cord
Resiko Hipovolemia
Coertex serebri Nyeri dipresepsikan
Nyeri akut

Sumber: (Nurarif & Kusuma, 2016)

2) PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Pemeriksaan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2) Antibiotik Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat,
hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah,
2014).

b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah,
2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis
telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan
diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi
diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi
pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi
distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum
munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca
operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama
setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat
peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu
pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.

c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam
posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

3) PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam mendiagnosis
apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan diagnosis lain. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dilakukan adalah jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit
darah biasanya meningkat pada kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah
merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan
terbaik. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY menyatakan
bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan indikator yang
dapat menentukan derajat keparahan apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik
terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan apendisitis akut.
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks
vermiformis secara signifikan berhubungan dengan meningkatnya jumlah leukosit
darah. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah leukosit berhubungan
dengan peradangan mural dari apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas
pada apendisitis secara dini.
Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik merupakan
fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis ringan, mulai dari
10.000 - 18.000 sel/mm3 , biasanya terdapat pada pasien apendisitis akut. Namun,
peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada setiap pasien apendisitis. Beberapa
pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit darah yang meningkat >12.000 sel/mm3
pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan apendisitis akut. Apabila jumlah
leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan kemungkinan terjadinya
komplikasi berupa perforasi.
b. Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan penyebab
urologi yang menyebabkan nyeri perut. Meskipun proses inflamasi apendisitis akut
dapat menyebabkan piuria, hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah
eritrosit pada urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah
leukosit yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan terdapatnya
gangguan saluran kemih.
2. Radiografi konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari
pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis akut, sering terdapat
gambaran gas usus abnormal yang non spesifik. Pemeriksaan tambahan radiografi
lainnya yaitu pemeriksaan barium enema dan scan leukosit berlabel radioaktif. Jika
barium enema mengisi pada apendiks vermiformis, diagnosis apendisitis ditiadakan.

3. Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium. Ultrasonografi
juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis perforasi dengan adanya abses.
Apendisitis akut ditandai dengan (1) adanya perbedaan densitas pada lapisan apendiks
vermiformis / hilangnya lapisan normal (target sign); (2) penebalan dinding apendiks
vermiformis; (3) hilangnya kompresibilitas dari apendiks vermiformis ; (4)
peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan cairan . Keadaan
apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal dinding apendiks vermiformis
yang asimetris ; (2) cairan bebas intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a.Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinaloleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.

b. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasiappenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

G. RENACA KEPERAWATAN
Pre Operasi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah 1. kaji tingkat 1. Untuk


berhubungan dengan dilakukan asuhan nyeri, mengetahui
agen injuri biologi keperawatan, lokasi dan sejauh mana
(distensi jaringan diharapkan nyeri karakterist tingkat nyeri
intestinal oleh telan berkurang ik nyeri dan merupakan
inflamasi) dengan kriteria 2. Jelaskan indikator secara
hasil: pada dini untuk dapat
1. klien mampu pasien memberikan
mengontrol tentang tindakan
nyeri ( tahu penyebab selanjutnya
penyebab nyeri 2. Informasi yang
nyeri, mampu 3. Ajarkan tepat dapat
menggunakan teknik menurunkan
teknik non untuk tingkat
farmakologi pernapasa kecemasan
untuk n pasien dan
mengurangi diafragmat menambah
nyeri mencari ik lambat / pengetahuan
bantuan ) nafas pasien tentang
2. Melaporkan dalam nyeri
bahwa nyeri 4. Berikan 3. Nafas dalam
berkurang aktivitas dapat
dengan liburan menghirup O2
menggunakan ( ngobrol secara adekuat
nyeri dengan sehingga otot-
3. Tanda vital anggota otot menjadi
dalam rentang keluarga ) relaksasi
normal : TD 5. Observasi sehingga dapat
(sistol 110- tanda- mengurangi rasa
130 mmhg, tanda vital nyeri
diastole 70-90 6. Kolaborasi 4. Meningkatkan
mmHg ), HR( dengan tim relaksasi dan
60-100x/ medis dapat
menit ), RR dalam meningkatkan
( pemberian kemampuan
16-24x/menit analgetik koping
) , suhu 5. Deteksi dini
( 36,5-37,5°c) terhadap
4. Klien tampak perkembangan
rileks mampu kesehatan
tidur / pasien.
istirahat 6. Sebagai
profilaksis
untuk dapat
menghilangkan
rasa nyeri.

2. Perubahan pola Setelah 1. Pastikan 1. Membantu


eliminasi (konstipasi) dilakukan asuhan kebiasaan dalam
berhubungan dengan keperawatan PK si cleon pembentukan
penurunan peritaltik. diharapkan dan gaya jadwal irigasi
konstipasi klien hidup efektif.
teratasi dengan sebelumnya 2. Kembalinya
kriteria hasil : 2. Auskultasi fungsi
1. BAB 1-2 bising usus gastriintestinal
kali/hari 3. Tinjau mungkin
2. Fases lunak ulang pola terlambat oleh
3. Bising usus 5- diet dan imflamasi
30 kali/menit jumlah/tipe intraperitoneal.
masukkan 3. Masukkan
cairan adekuat dan
4. Berikan serat, makanan
makanan kasar
tinggi serat. memberikan
5. Berikan bentuk dan
obat sesuai cairan adalah
indikasi, faktor penting
contoh: dalam
pelunak menentukan
feses konsistensi
feses.
4. Makanan yang
tinggi serat
dapat
memperlancar
pencernaan
sehingga tidak
terjadi
konstipasi.
5. Obat pelunak
feses dapat
melunakkan
feses sehingga
tidak terjadi
konstipasi.

3. Kekurangan volume Setelah 1. Monitor 1. Tanda yang


cairan berhubungan dilakukan tanda-tanda membantu
dengan mual muntah. asuhan vital mengidentifikasi
keperawatan 2. Kaji flusktuasi
diharapkan membran volume
keseimbangan mukosa, kaji intravaskuler.
cairan dapat tugor kulit 2. Indikator KD
dipertahankan dan kekuatan
dengan kriteria pengisian sirkulasi perifer
hasil: kapiler. dan hidrasi
1. Kelembaban 3. Awasi seluler.
membran masukan dan 3. Penurunan
mukosa turgor haluaran haluaran urin
kulit baik catat warna pekat dengan
2. Haluaran urine urine atau peningkatan
adekuat: 21 konsentrasi, berat jenis
cc/kg BB/jam berat jenis. diduga dehidrasi
3. Tanda-tanda 4. Auskultasi atau kebutuhan
vital dalam bising usus, peningkatan
batas normal: catat cairan.
TD (systole kelancaran 4. Indikator
110-130mmHg, 100, gerakan kembalinya
diastole 70- usus. peristaltic,
90mmHg), 5. Berikan kesiapan untuk
HR(60-100x/me perawatan memasukkan per
nit), suhu(36,5- mulut sering oral
37,5°C) dengan 5. Dehidrasi
perhatian mengakibatkan
khusus pada bibir dan mulut
perlindungan kering dan
bibir. pecah-pecah.
6. Pertahan 6. Selang NGT
Kan biasanya
penghisapan dimasukkan pada
gaster atau pra operasi dan
usus. dipertahankan
7. Kolaborasi pada fase segera
pemberian pasca operasi
cairan IV untuk
dan dekompresi,
elektrolit. khusus,
meningkatkan
istirahat khusus,
mencegah
muntah.
7. Peritonium
bereaksi
terhadap iritasi
atau infeksi
dengan
menghasilkan
sejumlah besar
cairan yang
dapat
menurunkan
volume sirkulasi
darah
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dapat
terjadi
ketidakseimbang
an elektrolit.

4. Cemas berhubungan Setelah 1. Evaluasi 1. Kata kontan


dengan akan dilakukan tingkat dapat terjadi
dilaksanakan operasi. asuhan ansietas, karena nyeri
keperawatan catat verbal hebat, penting
diharapkan dan pada prosedur
kecemasan nonverbal diagnostik dan
klien berkurang pasien. pembedahan.
dengan kriteria 2. Jelaskan dan 2. Dapat
hasil: persiapkan meringankan
1. Melaporkan untuk anxietas
asietas menurun tindakan terutama ketika
sampai tingkat prosedur pemeriksaan
teratasi. sebelum tersebut
2. Tampak rileks. dilakukan. melibatkan
3. Jadwalkan pembedahan.
istirahat 3. Membatasi
adekuat dan kelemahan,
periode menghemat
penghentian energi dan
tidur. meningkatkan
4. Anjurkan kemampuan
keluarga koping.
untuk 4. Mengurangi
menemani di kecemasan
samping klien.
klien.

POST OPERASI

N Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional


O

1. Nyeri berhubungan Setelah 1. Kaji skala 1. Berguna


dengan agen injuri dilakukan asuhan nyeri lokasi, dalam
fisik (luka insisi post keperawatan karakteristik pengawasan
operasiappenditomi). diharapkan nyeri dan laporkan dan efisien
berkurang perubahannya obat,
dengan kriteria dengan tepat kemajuan
hasil: 2. Monitor tanda- penyembuhan
1. Melaporkan tanda vital , perubahan
nyeri 3. Pertahankan dan
berkurang istirahat karakteristik
2. Klien tampak dengan posisi nyeri
rileks semi fowler 2. Deteksi dini
3. Dapat tidur 4. Dorong terhadap
dengan cepat ambulasi dini perkembanga
4. Tanda-tanda 5. Berikan n kesehatan
vital dalam aktivitas pasien
batas normal: hiburan 3.Menghilangkan
TD( systole 6. Kolaborasi tim tegangan
110- dokter dalam abdomen
130mmhg ,dia pemberian yang pertama
stole 70- analgetika dengan posisi
90mmhg) , terlentang
HR( 60-100x/ 4. Meningkatkan
menit ) ,RR kormilisasi
( fungsi organ
16-24x/menit 5. Meningkatkan
), suhu ( 36,5- relaksasi
37,5°c ) 6.Menghilangkan
nyeri

2. Resiko infeksi Setelah 1. Kaji adanya 1. Dugaan


berhubungan dengan dilakukan tanda-tanda adanya infeksi
tindakan invasif (insisi asuhan infeksi pada 2. Dugaan
post pembedahan). keperawatan area insisi adanya infeksi
diharapkan 2. Monitor tanda- atau terjadinya
infeksi dapat tanda vital, sepsis, abses
diatasi dengan perhatikan dan peritonitis
kriteria hasil: demam 3. Mencegah
1. Jalan bebas menggigil transmisi
dari tanda- berkeringat, penyakit virus
tanda infeksi perubahan ke orang lain
2. Menunjukkan mental 4. Mencegah
kemampuan 3. Melakukan meluas dan
untuk teknik isolasi membatasi
mencegah untuk infeksi penyebaran
timbulnya enterik , organisme
infeksi termasuk cuci infeksi atau
3. Nilai leukosit tangan efektif kontaminasi
( 4,5- 4. Pertahankan silang
11ribu /ul) teknik aseptik 5. Menurunkan
ketat pada resiko terpajan
perawatan 6. Terapi
luka insisi atau ditunjukkan
terbuka, pada bakteri
bersihkan anaerob dan
dengan hasil aerob gra
betadin negatif
5. Awasi atau
batasi
pengunjung
dan siap
kebutuhan
6. Kolaborasi tim
medis dalam
pemberian
antibiotik

3. Defisit self care Setelah dilakukan 1. Memandikan 1. Agar badan


berhubungan dengan asuhan pasien setiap menjadi segar,
nyeri. keperawatan hari sampai melancarkan
diharapkan kalian mampu peredaran
kebersihan klien melaksanakan darah dan
dapat sendiri serta meningkatkan
dipertahankan cuci rambut kesehatan
dengan kriteria dan potong 2. Untuk
hasil: kuku klien melindungi
1. Klien bebas 2. Ganti pakaian clean dari
dari bau badan yang kotor kuman dan
2. Klien tampak dengan yang meningkatkan
bersih bersih rasa nyaman
3. ADLs klien 3. Berikan 3. Agar klien dan
dapat mandiri hygiene keluarga
atau dengan edukasi pada dapat
bantuan klien dan termotivasi
keluarganya untuk
tentang menjaga
pentingnya personal
kebersihan diri hygiene
4. Berikan pujian 4. Agar kalian
pada kalian merasa
tentang tersanjung
kebersihan dan lebih
5. Bimbing kooperatif
warga kelian dalam
memandikan kebersihan
atau menyeka 5. Klien merasa
pasien nyaman
6. Bersihkan dan dengan tenun
atur posisi yang bersih
serta tempat serta
tidur klien mencegah
terjadinya
infeksi

4. Kurang pengetahuan Setelah 1. Kaji ulang 1. Memberikan


tentang kondisi dilakukan ozon pembatasan informasi
prognosis dan keperawatan aktifitas pasca pada pasien
kebutuhan pengobatan diharapkan operasi untuk
pengetahuan 2. Anjuran merencanakan
bertambah menggunakan kembali
dengan kriteria raksa aktif rutinitas biasa
hasil: atau palembag tanpa
1. Menyatakan feses ringan menimbulkan
pemahaman bila perlu dan masalah
proses hindari enema 2. Membantu
penyakit dan 3. Diskusikan kembali ke
pengobatan perawatan fungsi usus
2. Berpartisipasi insisi termasuk semula
dalam mengamati mencegah
program balutan, mengejan saat
pengobatan pembatasan defekasi
mandi, dan 3. Pemahaman
kembali ke meningkatkan
dokter untuk kerjasama
mengangkat dengan terapi,
jahitan atau meningkatkan
pengikat penyembuhan
4. Identifikasi 4. Upaya
gejala yang intervensi
memerlukan menurunkan
evaluasi resiko
medik, contoh komplikasi
peningkatan lambatnya
nyeri edema penyembuhan
atau ritma peritonitis
luka, adanya
drainase,
demam
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2018, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi
8. Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai