Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi.( Aswad, A. 2020).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks. ( Aswad, A. 2020).

3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.

d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid
berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di
atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
(Martyarini 2020)
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Fransisca 2019)
Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
sign ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri
pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan
batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan
bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s
sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba
(Fransisca,2019)

6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. ( Martyarini 2020)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan. (Fransisca,2019)

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.

a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik

b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan
abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan
nanah).
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2018)
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airway (Jalan Nafas)
Airway diatasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu area
tubuh, dan apapun yang ditemukan, harus memprioritaskan airway dan breathing
terlebih dahulu. Jaw thrust atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai
naso-pharingeal airway pada pasien yang masih sadar. Bila pasien tidak sadar
dan tidak ada gag reflex dapat dipakai guedel. Kontrol jalan nafas pasien dengan
airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat
gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
endotracheal, baik oral maupun nasal
b. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila pasien
tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang dangkal dan cepat
(takipnue). Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4),
pemberian oksigen nasal 3 L/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga
akan menurunkan nyeri.
c. Circulation
sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan sehingga intake
cairan kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan infus.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium :
keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak
sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan
kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan
rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST. (Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2018)

Pengkajian Sekunder
a. Kaji nyeri
Perhatikan sifat, progrsivitas dan lokasi nyeri. Biasanya, nyeri yang berlahan-
lahan karakteristik untuk peradangan. Nyeri pada apendisitis adalah termasuk
nyeri primer atau nyeri viseral dimana nyeri yang berasal dari organ itu sendiri
artinya dapat terlokalisir. Nyerinya seperti kram dan gas, nyeri ini makin intens
kemudian berkurang.
b. Kaji adanya vomitus, anoreksia, nausea.
c. Kaji adanya diare, karena biasanya diare menyertai apendisitis.
d. Kaji adanya demam (pada pasien peradangan intra abdomen).
e. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a) Tidak ditemukan gambaran spesifik.
b) KembungKembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
c) PenonjolanPenonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau
abses periapendikuler.
d) TampakTampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.
2. Palpasi
a) Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan
lepas.
b) Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
3. Perkusi
a) Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.

4. Auskultasi
a) Biasanya normal
b) Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata.

5. Rectal Toucher
a) Tonus musculus sfingter ani baik
b) Ampula kolaps
c) Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
d) Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri.

7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2018)
2. Diagnosa Keperawatan

a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.

b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
3. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
DIAGNOSA
N
KEPERAWAT SIKI SLKI RASIONAL
O
AN
1 Kekurangan Setelah dilakukan - Monitor tanda-tanda - Tanda yang
. volume cairan asuhan keperawatan vital membantu
berhubungan diharapkan mengidentifikasikan
dengan mual keseimbangan cairan fluktuasi volume
muntah. dapat dipertahankan intravaskuler.
dengan kriteria hasil: - Kaji membrane - Indicator
- kelembaban mukosa, kaji tugor keadekuatan sirkulasi
membrane mukosa kulit dan pengisian perifer dan hidrasi
 turgor kulit baik kapiler. seluler.
- Haluaran urin
adekuat: 1 cc/kg - Awasi masukan dan - Penurunan haluaran
BB/jam haluaran, catat urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital warna peningkatan berat
dalam batas normal : urine/konsentrasi, jenis diduga
TD (systole 110- berat jenis. dehidrasi/kebutuhan
130mmHg, diastole peningkatan cairan.
70-90mmHg),
HR(60-100x/menit), - Indicator kembalinya
RR (16-24x/menit), - Auskultasi bising peristaltic, kesiapan
0
suhu (36,5-37,5 C) usus, catat untuk pemasukan per
kelancaran flatus, oral.
gerakan usus.
- Dehidrasi
mengakibatkan bibir
- Berikan perawatan dan mulut kering dan
mulut sering dengan pecah-pecah
perhatian khusus
- Selang NG biasanya
pada perlindungan
dimasukkan pada
bibir.
praoperasi dan
dipertahankan pada
- Pertahankan
fase segera
penghisapan
pascaoperasi untuk
gaster/usus.
dekompresi usus,
meningkatkan
istirahat usus,
mencegah mentah.

- Peritoneum bereaksi
terhadap
iritasi/infeksi dengan
- Kolaborasi menghasilkan
pemberiancairan IV sejumlah besar
dan elektrolit cairan yang dapat
menurunkan volume
sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dapat
terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit

2 Nyeri akut Setelah dilakukan - Kaji tingkat nyeri, -Untuk mengetahui sejauh
. berhubungan asuhan keperawatan, lokasi dan mana tingkat nyeri dan
dengan agen diharapkan nyeri klien karasteristik nyeri. merupakan indiaktor
injuri biologi berkurang dengan secara dini untuk dapat
(distensi kriteria hasil: memberikan tindakan
jaringan - Mampu mengontrol selanjutnya
intestinal oleh nyeri. -Napas dalam dapat
inflamasi) - Nyeri berkurang. - Ajarkan tehnik untuk menghirup O2 secara
- Mampu mengenali pernafasan adequate sehingga
nyeri. diafragmatik otot-otot menjadi
- Tanda-tanda vital lambat / napas dalam relaksasi sehingga

dalam batas normal. dapat mengurangi rasa


nyeri.
- Observasi tanda- -Deteksi dini terhadap
tanda vital perkembangan
kesehatan pasien.
Kolaborasi dengan tim -Sebagai profilaksis untuk
medis dalam pemberian dapat menghilangkan
analgetik rasa nyeri.

3 Perubahan pola Setelah dilakukan - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam


. eliminasi asuhan keperawatan, defekasi klien dan pembentukan jadwal
(konstipasi) diharapkan konstipasi gaya hidup irigasi efektif
berhubungan klien teratasi dengan sebelumnya. - Kembalinya fungsi
dengan kriteria hasil: - Auskultasi bising gastriintestinal
penurunan - BAB 1-2 kali/hari usus mungkin terlambat
peristaltik. - Feses lunak oleh inflamasi intra
- Bising usus 5-30 peritonial
kali/menit - Masukan adekuat dan
- Tinjau ulang pola serat, makanan kasar
diet dan jumlah / tipe memberikan bentuk
masukan cairan. dan cairan adalah
faktor penting dalam
menentukan
konsistensi feses.
- Makanan yang tinggi
- Berikan makanan serat dapat
tinggi serat. memperlancar
pencernaan sehingga
tidak terjadi
konstipasi.
- Obat pelunak feses
- Berikan obat sesuai dapat melunakkan
indikasi, contoh : feses sehingga tidak
pelunak feses terjadi konstipasi.
4 Cemas Setelah dilakukan - Evaluasi tingkat -Ketakutan dapat terjadi
. berhubungan asuhan keperawatan, ansietas, catat verbal karena nyeri hebat,
dengan akan diharapkan kecemasan dan non verbal penting pada prosedur
dilaksanakan klien berkurang dengan pasien. diagnostik dan
operasi. kriteria hasil : pembedahan.
- Melaporkan ansietas - Jelaskan dan -Dapat meringankan
menurun sampai persiapkan untuk ansietas terutama
tingkat teratasi tindakan prosedur ketika pemeriksaan
- Tampak rileks sebelum dilakukan tersebut melibatkan
pembedahan.

- Jadwalkan istirahat -Membatasi kelemahan,


adekuat dan periode menghemat energi dan
menghentikan tidur. meningkatkan
- Anjurkan keluarga kemampuan koping.
untuk menemani -Mengurangi kecemasan
disamping klien klien
POST OPERASI

DIAGNOSA
N
KEPERAWAT SIKI SLKI RASIONAL
O
AN
1 Nyeri Setelah dilakukan - Kaji skala nyeri -Berguna dalam
. berhubungan asuhan keperawatan, lokasi, karakteristik pengawasan dan
dengan agen diharapkan nyeri dan laporkan keefesien obat,
injuri fisik (luka berkurang dengan perubahan nyeri kemajuan
insisi post kriteria hasil: dengan tepat. penyembuhan,perubah
operasi - Melaporkan nyeri an dan karakteristik
appenditomi). berkurang - Monitor tanda-tanda nyeri.
- Klien tampak rileks vital -Deteksi dini terhadap
- Dapat tidur dengan perkembangan
tepat - Pertahankan istirahat kesehatan pasien.
- Tanda-tanda vital dengan posisi semi -Menghilangkan tegangan
dalam batas normal : powler. abdomen yang
TD (systole 110- bertambah dengan
130mmHg, diastole posisi terlentang.
70-90mmHg), - Dorong ambulasi -Meningkatkan
HR(60-100x/menit), dini. kormolisasi fungsi
RR (16-24x/menit), organ.
0
suhu (36,5-37,5 C) - Berikan aktivitas -Meningkatkan relaksasi.
hiburan. -Menghilangkan nyeri.
- Kolaborasi tim
dokter dalam
pemberian
analgetika.
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji adanya tanda- -Dugaan adanya infeksi
. berhubungan asuhan keperawatan tanda infeksi pada
dengan tindakan diharapkan infeksi dapat area insisi
invasif (insisi diatasi dengan kriteria -Dugaan adanya
post hasil: - Monitor tanda-tanda infeksi/terjadinya
pembedahan). - Klien bebas dari vital. Perhatikan sepsis, abses,
tanda-tanda infeksi demam, menggigil, peritonitis
- Menunjukkan berkeringat,
kemampuan untuk perubahan mental
mencegah timbulnya - Lakukan teknik -Mencegah transmisi
infeksi isolasi untuk infeksi penyakit virus ke
- Nilai leukosit (4,5- enterik, termasuk orang lain.
11ribu/ul) cuci tangan efektif.
- Pertahankan teknik
aseptik ketat pada -Mencegah meluas dan
perawatan luka insisi membatasi penyebaran
/ terbuka, bersihkan organisme infektif /
dengan betadine. kontaminasi silang.
- Awasi / batasi
pengunjung dan siap -Menurunkan resiko
kebutuhan. terpajan.
- Kolaborasi tim
-Terapi ditunjukkan pada
medis dalam
bakteri anaerob dan
pemberian antibiotik
hasil aerob gra negatif.

3 Defisit self care Setelah dilakukan - Mandikan pasien -Agar badan menjadi
. berhubungan asuhan keperawatan setiap hari sampai segar, melancarkan
dengan nyeri. diharapkan kebersihan klien mampu peredaran darah dan
klien dapat melaksanakan meningkatkan
dipertahankan dengan sendiri serta cuci kesehatan.
kriteria hasil: rambut dan potong
- klien bebas dari bau kuku klien.
badan - Ganti pakaian yang -Untuk melindungi klien
- klien tampak bersih kotor dengan yang dari kuman dan
- ADLs klien dapat bersih. meningkatkan rasa
mandiri atau dengan nyaman
bantuan - Berikan -Agar klien dan keluarga
Hynege Edukasipada dapat termotivasi
klien dan untuk menjaga
keluarganya tentang personal hygiene.
pentingnya
kebersihan diri. -Agar klien merasa
- Berikan pujian pada tersanjung dan lebih
klien tentang kooperatif dalam
kebersihannya. kebersihan

-Agar keterampilan dapat


- Bimbing keluarga diterapkan
klien memandikan /
-Klien merasa nyaman
menyeka pasien
dengan tenun yang
- Bersihkan dan atur
bersih serta mencegah
posisi serta tempat
terjadinya infeksi.
tidur klien.

4 Kurang Setelah dilakukan - Kaji ulang -Memberikan informasi


. pengetahuan asuhan keperawatan pembatasan aktivitas pada pasien untuk
tentang kondisi diharapkan pengetahuan pascaoperasi merencanakan kembali
prognosis dan bertambah dengan rutinitas biasa tanpa
kebutuhan kriteria hasil: menimbulkan masalah.
pengobatan b.d - menyatakan -Membantu kembali ke
kurang pemahaman proses fungsi usus semula
informasi. penyakit dan - Anjuran mencegah ngejan saat
pengobatan menggunakan defekasi
- berpartisipasi dalam laksatif/pelembek
program pengobatan feses ringan bila
perlu dan hindari -Pemahaman
enema meningkatkan kerja
- Diskusikan sama dengan terapi,
perawatan insisi, meningkatkan
termasuk mengamati penyembuhan
balutan, pembatasan
mandi, dan kembali
ke dokter untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
- Identifikasi gejala -Upaya intervensi

yang memerlukan menurunkan resiko

evaluasi medic, komplikasi lambatnya

contoh peningkatan penyembuhan

nyeri edema/eritema peritonitis.

luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Aswad, A. (2020). Relaksasi Finger Hold Untuk Penurunan Nyeri Pasien Post
Operasi Appendiktomi. Jambura Health and Sport Journal P-ISSN: 2654-
718X e-ISSN: 2656-2863, 2(1), 1–6.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2018). Profil Kesehatan Bali 2017. Journal of
Experimental Psychology: General.

Fransisca, C., Gotra, I. M., & Mahastuti, N. M. (2019). Karakteristik Pasien


dengan Gambaran Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2015-2017. Jurnal Medika Udayana, 8(7), 2.

Martyarini, S. B. (2020). Elektronical Games Untuk Mengatasi Nyeri Perawatan


Luka Pada Anak Post Operasi. UNY Press 2020.

Anda mungkin juga menyukai