Anda di halaman 1dari 7

RESUME 2

PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA

Nama : Moch Agiel Devany Putro Mistoryanto

NIM : P17212235084

Rangkuman Materi Pengendalian Bahaya di Tempat Kerja

1. Pengertian Biohazard

Biohazard merupakan limbah yang dapat membahayakan lingkungan termasuk

limbah yang dihasilkan oleh kegiatan medis seperti di poliklinik, puskesmas, dan

rumah sakit karena mengandung bakteri, virus dan zat berbahaya lainnya (bahan

kimia dan radioaktif) sehingga harus dimusnahkan dengan cara pembakaran

dengan suhu paling rendah adalah 800˚C (Putra, 2020).

2. Menjelaskan Landasan Hukum Penanganan Biohazard

Pelaksanaan upaya K3RS dilandasi oleh perangkat hukum sebagai berikut

(Sihaloho, 2020) :

a. UU No 14 Tahun 1969 tentang ketentuan Pokok Tenaga Kerja, yang

menyatakan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas

keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan

yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.

b. UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa

keselamatan kerja dilaksanakan dalam segala tempat kerja, baik di darat, di

dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di dalam wilayah

kekuasaan Republik Indonesia


c. UU No 23 Tahun 1992 pasal 23, menyatakan bahwa kesehatan kerja

diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.

Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat

kerja dan syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan

kesehatan kerja.

d. UU No 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan pasal 108, yang menegaskan

kembali bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta agama.

e. Rekomendasi ILO/WHO Konvensi No 155/1981, ILO menetapkan kewajiban

setiap negara untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan

nasionalnya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan kerja.

Pengelolaan K3RS menjadi percontohan pengembangan sistem pengelolaan

K3 di seluruh sarana kesehatan di tanah air, mengingat rumah sakit adalah

sarana kesehatan yang memiliki banyak kerawanan terjadinya kecelakaan kerja

dan penyakit akibat kerja bagi tenaga kerjanya.

3. Menjelaskan Kebijakan dan Langkah Institusi dalam Penanganan

Biohazard

Pengelolaan limbah padat rumah sakit mengacu pada Kepmenkes

1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit, mengenai persyaratan limbah medis padat yakni :

a. Minimasi limbah

1) Setiap RS harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber


2) Setiap RS harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang

berbahay dan beracun

3) Setiap RS harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi

4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai

dari pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan harus melalui sertifikasi

dari pihak yang berwenang.

5) Pemilahan

a) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang

menghasilkan limbah

b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah

yang tidak dimanfaatkan kembali

c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa

memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus

asnti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang

yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya

d) Jarum dan syringe harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan

kembali

e) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui

proses sterilisasi. Untuk menguji efektivitas sterilisasi panas harus

dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia

harus dilakukan test Bacillus subtilis.

Cara penanganan limbah padat rumah sakit :

Limbah padat RS, puskesmas, ataupun poliklinik terdiri dari limbah tajam

(jarum suntik), limbah infeksius, non-infeksius, non tajam yang dalam bentuk
basah/ kering dan PVC. Untuk limbah yang berupa jarum, penanganan limbahnya

dengan menggunakan needle crusher, hasil dari proses ini dibuang ke needle p it.

Penanganan lain untuk jarum suntik yaitu dengan cara jarum suntik dimasukkan

kedalam safety box kemudian diinsenerator kecil dengan menggunakan suhu yang

sesuai atau dibawa ke insenerator lain yaitu insenerator sentral kemudian limbah

dibuang ke pit setempat.

Pengelolaan limbah untuk limbah infeksius, non infeksius, non tajam yang

dalam bentuk basak/ kering dimulai dengan memasukkan limbah-limbah ini ke

dalam kantong plastik, selanjutnya dibakar di insenerator sentral dan hasil

pengolahan limbah akhir dibuang ke pit setempat. Khusus untuk limbah infeksius

penanganannya perlu disemprotkan dengan desinfeksi (Natrium hipoklorit,

formaldehid, fenol dan alkohol), proses penyemprotan ini dilakukan setelah limbah

dimasukkan kedalam kantong plastik biohazard. Sebelum dimasukkan ke dalam

insenerator limbah infeksius yang telah dibungkus dimasukkan kedalam autoklaf

pada suhu 121˚C selama 1 jam dan hasil pengolahan limbah akhir dimasukkan

kedalam insenerator kemudian dibuang ke pit setempat.

Penanganan limbah untuk PVC langsung dibuang ke TPA. Insenerator bekerja

dengan mekanisme sebagai berikut, limbah ditempatkan dalam ruangan yang

kedap, lalu di injek dengan bahan bakar yang sudah dicampur oksigen dan terbakar

dengan suhu yang tinggi, asap hasil pembakaran di imbas dengan molekul air

sehingga asap yang keluar menjadi hidrocarbon yang akan terbakar habis pada

secondary chamber. Dengan demikian akan bersih dan ramah lingkungan.


4. Manajemen Biohazard di Keperawatan

Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit, puskkesmas, dan tempat praktik

kedokteran lainnya termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis limbah yang

sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan virus,

bakteri, maupun zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus dikelola dengan

baik (Nainggolan, 2008).

Perawat dan yang lainnya yang terlibat harus waspada terhadap bahaya potensia l

dari bencana yang dihadapi. Jika dalam bencana tersebut perawat sebagai tenaga

kesehatan menjadi terluka, maka perawatan kepada korban tidak dapat lagi

diberikan. Untuk itu sebagai prioritas pertama untuk perlindungan yaitu pra tenaga

kesehatan. Karena dalam upaya keselamatan banyak sekali potensial bahaya yang

dapat terjadi yaitu, bahan-bahan kimia seperti gas beracun, radioaktif, alat peledak

sehingga tenaga kesehatan diharuskan memakai peralatan pelindung yang sesuai.

Ada namanya BIOHAZARD itu adalah peralatan perlindungan yang dikenakan per

orang, itu dapat digunakan dalam berbagai jenis bahan-bahan yang di hadapi seperti

tadi dijelaskan gas beracun, radio aktif, alat peledak, dll.

Tahap Perlindungan dari Pakaian Biohazard.

1. Level A : tahan terhadap semua jenis bahan kimia dan zat radio aktif,

biologis dan dapat digunakan dalam situasi manapun.

2. Level B : memiliki tutup kepala seperti penutup saji namun tidak melindungi

orang sepenuhnya. Namun tahan terhadap bahan kimia. Terdapat tempat

undara tersendiri.

3. Level C : memiliki tudung tapi tidak dapat melindungi orang sepenuhnya.

Tingkat ini lebih kurang dari tingkat B karena kurang tahan terhadap
tembusan bahan kimia. Dilengkapi dengan alat pernapasan yang dapat

menyaring bahan kimia, radioaktif dan biologis.

4. Level D : digunakan ketika tidak ada bahan kimia atau agen yang dapat

mempengaruhi sistem pernapasan atau menembus kulit.


Daftar Rujukan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan No.


1204 Tahun 2004 - Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. 2004.
p. 64.
Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, Kajian Pengelolaan Limbah P adat
Rumah Sakit. Jakarta.
Putra, H. M. M., & Catur, T. (2020). Pengelolaan Limbah Medis Padat Di
Puskesmas Cikarang Bekasi. Jurnal Teknologi Dan Pengelolaan
Lingkungan, 7(01), 26-34.
Sihaloho, L. B. (2020). Dampak Negative Pekerjaan Perawat Terhadap Kesehatan
Tubuh Pribadi Perawat.

Anda mungkin juga menyukai