Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan
pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan tersebut akan
menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah sampah dan
limbah medis maupun non medis yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran
yang perlu perhatian khusus. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah
sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan karyawan akan bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbah rumah sakit.
Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat racun,
infeksius dan juga radioaktif.
Karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi depot
segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber
distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-orang
yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Di tempat ini dapat terjadi penularan baik
secara langsung (cross infection), melalui kontaminasi benda-benda ataupun melalui
serangga (vector borne infection) sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat
umum.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana Dampak Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan
1.2.2. Bagaimana Pencegahan dan Penanggulangan Dampak Limbah Rumah Sakit

1.3. Tujuan
1.3.1. Agar Masyarakat Mengetahui Sifat dan Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap
Kesehatan
1.3.2. Mengetahui Jenis-Jenis Limbah Rumah Sakit

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENANGANAN LIMBAH RUMAH SAKIT


Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan diantaranya melaksanakan
kegiatan dalam katagori diagnosa dan pengobatan, perawatan, bahkan tindakan
rehabilitasi. Rumah sakit dari aspek kesehatan lingkungan dapat berpotensi, antara lain :

1. Dapat menjadi media pemaparan atau penularan bagi para pasien, petugas
maupun pengunjung oleh agent (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di
dalam lingkungan rumah sakit (Darpito, 2003).
2. Sebagai penghasil sampah dan limbah yang berdampak bagi kesehatan
masyarakat dan lingkungan sekitar.

Dasar pelaksanaan penyehatan lingkungan rumah sakit Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Ruang lingkup kesehatan lingkungan sesuai Permenkes 1204 tahun  2004 antara lain :

1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit.


2. Hygiene sanitasi makanan dan minuman.
3. Penyehatan air.
4. Pengelolaan limbah.
5. Penyehatan tempat pencucian linen (laundry).
6. Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu.
7. Dekontaminasi melalui sterilisasi dan disinfeksi.
8. Pengamanan dampak radiasi.

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit bertujuan untuk mewujudkan lingkungan rumah
sakit baik in door ataupun out door yang aman, nyaman, dan sehat bagi para pasien,
pekerja, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit, kejadian pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh rumah sakit dapat ditekan
sekecil mungkin atau bila mungkin dihilangkan.

2
Pengelolaan limbah dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terhadap
limbah mulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber, pengangkutan, penyimpanan
serta tahap pengolahan akhir yang berarti pembuangan atau pemusnahan.

Tindakan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pengelolaan limbah dari
tindakan preventif dalam bentuk pengurangan volume atau bahaya dari limbah yang
dikeluarkan ke lingkungan. Atau minimasi limbah. Beberapa usaha minimasi meliputi
beberapa tindakan seperti usaha reduksi pada sumbernya, pemanfaatan limbah, daur
ulang, pengolahan limbah, serta pembuangan limbah sisa pengolahan.

Sedangkan tata lakana penanganan limbah medis sesuai permenkes meliputi kegiatan
Minimisasi dan Pemilahan Limbah dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

2.1.1. USAHA UNTUK MEMINIMALISIR LIMBAH :


1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan – bahan akimia.
3. Menyeleksi bhan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
4. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia
5. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik dari pada secara kimiawi.
6. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
petugas kesehatan dan kebersihan.
7. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
8. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
9. Menggunakan bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadarwasa.
10. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
11. Mengejek tanggal kadarwasa bahan pada saat diantara oleh distributor.

3
PEMILIHAN LIMBAH

1. Dilakukan pemilihan junis limbah medis mulai dari sumber yang terdiri limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi.
2. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat pengahasil limbah
adalah kunci pembuangan yang baik.

Tempat Penampungan Sementara

 Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkunagan harus membakar


limbah selambat-lambatnya 24 jam.
 Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinator, maka limbah medis harus
dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang
mempunyai insenator untuk dilakukan pemusnahan.

Transportasi Pengangkut Limbah

 Kantong limbah medis sebelum dimasukan ke kendaraan pengangkut harus diletakan


dalam kontairner yang uat dan tertutup.
 Pengangkut limbah keluar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
 Kantong limbah medis harus aman dari jangkauan manusia atau binatang.
 Petugas yang menangani limbah harus menggunakan APD yang terdiri : topi/helm,
masker, pelindung mata, pakaian panjang.

Pengumpulan Limbah Medis

 Pengumpulan limbah medis dari setiap ruangan penghasil limbah mengguanakan


troli khusus yang tertutup.
 Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim huajn paling
lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

4
Persyaratan pewadahan limbah medis

Syarat tempat pewadahan limbah antara lain :

Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai
permukaan yang halus pada bagian dalam misalnya fiberglass
Di stiap sumber penghasil limbah medis harus terik diangkat setiap sedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah non-medis
Kantong plastik di angkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah
terisi limbah
Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety box)
seperti botol atau karton yang aman
Syarat benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol,
jerigen atau karton yang aman
Tempat perwadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung
kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila
akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah di pakai dan
kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.

2.1.2. Karakteristik Limbah Rumah Sakit


Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan
kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit
dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat
maupun cair. Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang
menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan
kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan
berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

5
1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.
Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera
melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radioaktif.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif)
b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,
biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam
incinerator dengan suhu diatas 1000oc
5) Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat,
obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah
yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

6
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal
dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis;
dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
8) Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari
plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa
berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol),
sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa 4
mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen.
Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik
dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada
umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-lain.
Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti
tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan
berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen
Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional
Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang

7
pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem
Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
2.1.3. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti :
a. Gangguan kenyamanan dan estetika
Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan
rasa dari bahan kimia organik.
b. Kerusakan harta benda
Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang
berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar
rumah sakit.
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam
nutrien tertentu dan fosfor.
d. Gangguan terhadap kesehatan manusia                                
Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia,
pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran
gigi.
e. Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun
beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan
sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

2.1.4. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit


A. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu
dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah klinis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
1) Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.

8
2) Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
3) Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan
hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan
dreesing.
Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

2.1.5. Pelaksanaan pengelolaan


Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
1) Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah klinis yang mudah
dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah
Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila
sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan
ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat
penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang
dengan cara sebagai berikut :
a) Sampah dari haemodialisis

9
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan
autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap
panas bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan
sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).
b) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang
bertanggungjawab, kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q Sub Din PKL
setempat.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah
klinis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian
laboratorium.

Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana
penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat
dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan
dengan incinerator.

       Penampungan                                                                            
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan
oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
a. Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

10
b. Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
c. Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
d. Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas
dari infestasi serangga dan tikus.
e. Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan
dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu
pengangkutan.

B. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan
organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah
(UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
1) Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena
kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan
untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai
lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana
yakni :
1. Pump Swap (pompa air kotor).
2. Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3. Bak Klorinasi
4. Control room (ruang kontrol)
5. Inlet
6. Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7. Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

2) Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

11
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak
sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada
Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini
terdiri dari :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3. Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4. Chlorination Tank (bak klorinasi)
5. Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6. Control Room (ruang kontrol)

3) Anaerobic Filter Treatment System


Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan,
air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank
(inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan
effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang
memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum
effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk
memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan
menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai
berikut :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Septic Tank (inhaff tank)
3. Anaerobic filter.
4. Stabilization tank (bak stabilisasi)

12
5. Chlorination tank (bak klorinasi)
6. Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7. Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter
Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
a) Volume septic tank
b) Jumlah anaerobic filter
c) Volume stabilization tank
d) Jumlah chlorination tank
e) Jumlah sludge drying bed
f) Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara singkat pengelolaan - pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah
sebagai berikut :
a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran
penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan
pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia
B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah
untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor
atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak
overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan
standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang
bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.
986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol

13
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
c) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan
internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan
dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat
proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur
tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut
dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan
dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
a. Incinerasi
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh
bersuhu 121 C)°
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)                                                                                               
   
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia
sebagai desinfektan)
e. Inaktivasi suhu tinggi
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
g. Microwave treatment

14
h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran
sampah)
i. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk.

Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit
antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis
yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran
udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam
kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi
incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat
membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik,
infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas,
pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk
mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah
dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan
pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara
berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu
dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan
gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar
udara yang sesuai.

2.2. PENANGANAN KECELAKAAN


2.2.1. Definisi dari kecelakaan kerja yaitu :

15
Situasi tidak terduga yang menimbulkan kerusakan materi, kegagalan, proses
produksi, luka bahkan kematian.
2.2.2. Analisa Sebab dan akibat kecelakaan
Ada tiga penyebab utama kecelakaan kerja yaitu :
1. Peralatan Kerja dan Perlengkapannya
Tidak tersedianya alat pengaman dan pelindung bagi tenaga kerja.
2. Tempat kerja
Keadaan tempat yang tidak memenuhi syarat, seperti faktor fisik dan faktor
kimia yang tidak sesuai dengan persyaratan yang tidak diperkenankan.

3. Pekerja
Kurangnya pengetahuan dan pengalaman tentang cara kerja dan keselamatan
kerja serta kondisi fisik dan mental pekerja yang kurang baik.

Kecelakaan ada penyebabnya dan dapat dicegah dengan mengurangi faktor bahaya yang
bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan, dengan demikian akar penyebabnya dapat
diisolasi dan dapat menentukan langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kembali. Akar penyebab kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Immediate causes
Kelompok ini terdiri dari 2 faktor yaitu :
a. Unsafe Acts ( pekerjaan yang tidak aman ) misalnya penggunaan alat
pengaman yang tidak sesuai atau tidak berfungsi, sikap dan cara kerja yang
kurang baik, penggunaan peralatan yang tidak aman, melakukan gerakan
berbahaya.
b. Unsafe Condition ( lingkungan yang tidak aman ) misalnya tidak tersedianya
perlengkapan safety atau perlengkapan safety yang tidak efektif, keadaan
tempat kerja yang kotor dan berantakan, pakaian yang tidak sesuai untuk kerja,
faktor fisik dan kimia dilingkungan kerja tidak memenuhi syarat.
2. Contributing causes
a. Safety manajemen system, misalnya instruksi yang kurang jelas, tidak taat pada
peraturan, tidak ada perencanaan keselamatan, tidak ada sosialisasi tentang

16
keselamatan kerja, faktor bahaya tidak terpantau, tidak tersedianya alat
pengaman dan lain-lain.
b. Kondisi mental pekerja, misalnya kesadaran tentang keselamatan kerja kurang,
tidak ada koordinasi, sikap yang buruk, bekerja lamban, perhatian terhadap
keselamatan kurang, emosi tidak stabil, pemarah dan lain-lain.
c. Kondisi fisik pekerja, misalnya sering kejang, kesehatan tidak memenuhi
syarat, tuli, mata rabun dan lain-lain.

2.2.3. Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan kerja


Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan :
1. Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja
Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja merupakan basis informasi yang
berhubungan dengan banyaknya dan tingkat jenis kecelakaan yang terjadi
ditempat kerja.
Ada 2 ( dua ) tipe data untuk mengamati resiko bahaya di tempat kerja :
a. Pengukuran resiko kecelakaan, yaitu mengkalkulasi frekwensi kecelakaan
dan mencatat tingkat jenis kecelakaan yang terjadi sehingga dapat mengetahui
hari kerja yang hilang atau kejadian fatal pada setiap pekerja.
b. Penilaian resiko bahaya, yaitu mengindikasikan sumber pencemaraan, faktor
bahaya yang menyebabkan kecelakaan, tingkat kerusakaan dan kecelakaan
yang terjadi. Misalnya bekerja di ketinggian dengan resiko terjatuh dan luka
yang diderita pekerja atau bekerja di pemotongan dengan resiko terpotong
karena kontak dengan benda tajam dan lain-lain.
2. Pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja
Standar Opersional Prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi dan
dilakukan dengan benar dan berurutan sesuai instruksi yang tercantum dalam
SOP, perlakuan yang tidak benar dapat menyebabkan kegagalan proses
produksi, kerusakaan peralatan dan kecelakaan.

17
3. Pengendalian faktor bahaya di tempat kerja
Sumber pencemaran dan faktor bahaya di tempat kerja sangat ditentukan oleh
proses produksi yang ada, teknik/metode yang di pakai, produk yang
dihasilkan dan peralatan yang digunakan. Dengan mengukur tingkat resiko
bahaya yang akan terjadi, maka dapat diperkirakan pengendalian yang
mungkin dapat mengurangi resiko bahaya kecelakaan.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan :
a. Eliminasi dan Substitusi, yaitu mengurangi pencemaran atau resiko bahaya
yang terjadi akibat proses produksi, mengganti bahan berbahaya yang
digunakan dalam proses produksi dengan bahan yang kurang berbahaya.
b. Engineering Control, yaitu memisahkan pekerja dengan faktor bahaya yang
ada di tempat kerja, membuat peredam untuk mengisolasi mesin supaya
tingkat kebisingannya berkurang, memasang pagar pengaman mesin agar
pekerja tidak kontak langsung dengan mesin, pemasangan ventilasi dan lain-
lain.
c. Administrative control, yaitu pengaturan secara administrative untuk
melindungi pekerja, misalnya penempatan pekerja sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya, pengaturan shift kerja, penyediaan alat
pelindung diri yang sesuai dan lain-lain.
4. Peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja
Tenaga kerja adalah sumber daya utama dalam proses produksi yang harus
dilindungi, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan perlu
memberikan pengetahuan kepada tenaga kerja tentang pentingnya
pelaksanaan keselamatan kerja saat melakukan aktivitas kerja agar mereka
dapat melaksanakan budaya keselamatan kerja di tempat kerja. Peningkatan
pengetahuan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberi pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada awal bekerja dan secara berkala
untuk penyegaran dan peningkatan wawasan. Pelatihan ini dapat membantu
tenaga kerja untuk melindungi dirinya sendiri dari faktor bahaya yang ada
ditempat kerjanya.
5. Pemasanngan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja

18
Banyak sekali faktor bahaya yang ditemui di tempat kerja, pada kondisi
tertentu tenaga kerja atau pengunjung tidak menyadari adanya faktor bahaya
yang ada ditempat kerja, untuk menghindari terjadinya kecelakaan maka
perlu dipasang rambu-rambu peringatan berupa papan peringatan, poster,
batas area aman dan lain sebagainya.

Selain upaya pencegahan juga perlu disediakan sarana untuk menanggulangi


kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yaitu :

1. Penyediaan P3K
Peralatan P3K yang ada sesuai dengan jenis kecelakaan yang mungkin terjadi di
tempat kerja untuk mengantisipasi kondisi korban menjadi lebih parah apabila
terjadi kecelakaan, peralatan tersebut harus tersedia di tempat kerja dan mudah
dijangkau, petugas yang bertanggung jawab melaksanakan P3K harus kompeten
dan selalu siap apabila terjadi kecelakaan di tempat kerja.
2. Penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat
Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja terkadang tanpa kita sadari seperti
terkena bahan kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi pada
kulit / mata atau terjadinya kebakaran, untuk menanggulangi keadaan tersebut
perencanaan dan penyediaan perlatan / perlengkapan tanggap darurat di tempat
kerja sangat diperlukan seperti pemadam kebakaran, hidran, peralatan
emergency shower, eye shower dengan penyediaan air yang cukup, semua
peralatan ini harus mudah dijangkau.

2.2.4. Sistem Pelaporan dan Statistik data Kecelakaan Kerja


Pelaporan dan statistik data kecelakaan dilakukan dengan penilaian dan analisa
kecelakaan yang ditemukan di tempat kerja, hal ini di tujukan untuk upaya
pencegahan kecelakaan, data ini juga berguna untuk menilai besarnya biaya
penggantian perawatan bagi korban kecelakaan, data ini juga berguna untuk

19
menilai besarnya biaya penggantian perawatan bagi korban kecelakaan. Adapun
tujuan utamanya yaitu :
1. Memperkirakan penyebab dan besarnya permasalahan kecelakaan yang
terjadi.
2. Mengidentifkasi pencegahan utama yang dibutuhkan.
3. Mengevaluasi efektivitas pencegahan yang dilakukan.
4. Memonitor resiko bahaya, peringatan bahaya dan kampanye keselamatan
kerja.
5. Mencari masukan informasi dari pencegahan yang dilakukan.

Informasi tentang kecelakaan kerja yang harus di catat sebagai berikut :


1. Identifikasi dimana kecelakaan terjadi.
2. Gambaran bagaimana kecelakaan itu terjadi.
3. Penentuan tingkat jenis kecelakaan yang terjadi.
Informasi ini harus didokumentasikan dengan benar untuk langkah-langkah
pencegahan selanjutnya. Pengumpulan informasi kecelakaan kerja mempunyai 3
fungsi yaitu :
1. Ditempat kerja, data kecelakaan kerja digunakan untuk peringatan bagi tenaga
kerja agar berhati-hati saat melakukan aktivitas.
2. Di bidang hukum, data ini digunakan untuk membuat peraturan tentang
lingkungan kerja dan ketentuan penerapan keselamatan di tempat kerja.
3. Di bidang asuransi kecelakaan, data ini berguna untuk menentukan tingkat
kecelakaan dan besarnya santunan yang harus diberikan sesuai tingkat
kecelakaan yang terjadi.

20
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Keselamatan kerja di rumah sakit sangat diperlukan agar kesehatan pekerja dan
pasien yang berada di rumah sakit tersebut terjamin keselamatan dan kesehatanya.
Adapun kecelakaan yang ada pada saat itu sangat berbahaya bukan hanya
menyebabkan tubuh kita merasakan sakit tetapi bisa juga menyebabkan kematian.

3.2. SARAN
Terapkan k3 dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya kecelakaan
pada saat bekerja di laboratorium dan di rumah sakit. Bukan hanya di laboratorim dan
dirumah sakit saja kecelakaan itu bisa terjadi untuk itu dimanapun kita bekerja harus
selalu memperhatikan keselamata dirinya dan lingkungan sekitarnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agustiani E, Slamet A, Winarni D (1998). Penambahan PAC pada proses lumpur aktif
untuk pengolahan air limbah rumah sakit: laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik
IndustriInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW (2000). Penambahan powdered activated carbon
(PAC) pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Majalah
IPTEK: jurnal ilmu pengetahuan alam dan teknologi : 11 (1): 30-8
Akers (1993). Paperboard hospital waste container. United States Patent : 5,240,176
Arthono A (2000). Perencanaan pengolahan limbah cair untuk rumah sakit dengan
metode lumpur aktif. Media ISTA : 3 (2) 2000: 15-8 Barlin (1995). Analisis dan evaluasi
hukum tentang pencemaran akibat limbah rumah sakit Jakarta :Badan Pembinaan
Hukum Nasional

22

Anda mungkin juga menyukai