Anda di halaman 1dari 68

makalah k3 limbah rumah sakit

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif,
kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak positif dan
negatif. Dampak positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak
negatifnya antara lain adalah sampah dan limbah medis maupun non medis yang dapat
menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian khusus.Oleh karenanya perlu upaya
penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan karyawan
akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbah rumah sakit.
Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat racun,
infeksius dan juga radioaktif.
Karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi depot segala
macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit
karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah
terhadap penyakit. Di tempat ini dapat terjadi penularan baik secara langsung (cross
infection), melalui kontaminasi benda-benda ataupun melalui serangga (vector borne
infection) sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat umum.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 bagaimana dampak limbah rumah sakit terhadap lingkungan.
1.2.2 bagaimana pencegahan dan penanggulangan dampak limbah rumah sakit

1.3. Tujuan
Agar masyarakat mengetahui sifat dan pengaruh limbah rumah sakit terhadap kesehatan
Mengetahui jenis-jenis limbah rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENANGANAN LIMBAH RUMAH SAKIT
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan diantaranya melaksanakan kegiatan dalam
katagori diagnosa dan pengobatan, perawatan, bahkan tindakan rehabilitasi. Rumah sakit dari
aspek kesehatan lingkungan dapat berpotensi, antara lain :

Dapat menjadi media pemaparan atau penularan bagi para pasien, petugas maupun
pengunjung oleh agent (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam lingkungan rumah
sakit (Darpito, 2003).
2.
Sebagai penghasil sampah dan limbah yang berdampak bagi kesehatan masyarakat dan
lingkungan sekitar.
Dasar pelaksanaan penyehatan lingkungan rumah sakit Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan sesuai Permenkes 1204 tahun 2004 antara lain :
1.
Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit.
2.
Hygiene sanitasi makanan dan minuman.
3.
Penyehatan air.
4.
Pengelolaan limbah.
5.
Penyehatan tempat pencucian linen (laundry).
6.
Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu.
7.
Dekontaminasi melalui sterilisasi dan disinfeksi.
8.
Pengamanan dampak radiasi.
1.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit bertujuan untuk mewujudkan lingkungan rumah sakit
baik in door ataupun out door yang aman, nyaman, dan sehat bagi para pasien, pekerja,
pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit, kejadian pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh rumah sakit dapat ditekan sekecil mungkin atau bila
mungkin dihilangkan.
Pengelolaan limbah dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terhadap limbah
mulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber, pengangkutan, penyimpanan serta tahap
pengolahan akhir yang berarti pembuangan atau pemusnahan.
Tindakan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pengelolaan limbah dari
tindakanpreventif dalam bentuk pengurangan volume atau bahaya dari limbah yang dikeluarkan
ke lingkungan. Atau minimasi limbah. Beberapa usaha minimasi meliputi beberapa tindakan
seperti usaha reduksi pada sumbernya, pemanfaatan limbah,daur ulang, pengolahan limbah, serta
pembuangan limbah sisa pengolahan.
Sedangkan tata lakana penanganan limbah medis sesuai permenkes meliputi kegiatan Minimisasi
dan Pemilahan Limbah dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
2.1.1 USAHA UNTUK MEMINIMALISIR LIMBAH :
Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.
Menggunakan sedikit mungkin bahan bahn akimia.
Menyeleksi bhan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.
Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia
Mengutamakan metode pembersihan secara fisik dari pada secara kimiawi.
Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan petugas kesehatan
dan kebersihan.

7. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan
berbahaya dan beracun.
8. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
9. Menggunakan bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadarwasa.
10. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
11. Mengejek tanggal kadarwasa bahan pada saat diantara oleh distributor.
PEMILIHN LIMBAH
1. dilakukan pemilihan junis limbah medis mulai dari sumber yang terdiri limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi.
2. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat pengahasil limbah adalah kunci
pembuangan yang baik.
Tempat penampungan sementara
Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkunagan harus membakar limbah
selambat-lambatnya 24 jam.
Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinator, maka limbah medis harus dimusnahkan
melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insenator untuk
dilakukan pemusnahan.
Transportasi penganggkut limbah
Kantong limbah medis sebelum dimasukan ke kendaraan pengangkut harus diletakan dalam
kontairner yang uat dan tertutup.
Pengangkut limbah keluar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
Kantong limbah medis harus aman dari jangkauan manusia atau binatang.
Petugas yang menangani limbah harus menggunakan APD yang terdiri : topi/helm, masker,
pelindung mata, pakaian panjang.
Pengumpulan limbah medis
Pengumpulan limbah medis dari setiap ruangan penghasil limbah mengguanakan troli khusus
yang tertutup.
Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim huajn paling lama 48 jam
dan musim kemarau paling lama 24 jam.
Persyaratan pewadahan limbah medis
Syarat tempat pewadahan limbah antara lain :
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan
yang halus pada bagian dalam misalnya fiberglass
Di stiap sumber penghasil limbah medis harus terik diangkat setiap sedia tempat pewadahan yang
terpisah dengan limbah non-medis
Kantong plastik di angkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah
Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol
atau karton yang aman
Syarat benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol, jerigen atau
karton yang aman
Tempat perwadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan
limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabilka akan dipergunakan

kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah di pakai dan kontak langsung dengan
limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
2.1.2 Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Apabila dibanding dengan kegiatan
instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat
dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari,
farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan
bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan
pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Bendabenda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif)
b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan
ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang
terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas
1000oc
5) Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat

yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan
oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan
kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi.
8)Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang
pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan,
sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa
4 mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah
rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik,
yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD,
COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.
Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut
diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses
manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental
Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah
satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001
perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
2.1.3 Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti
a. Gangguan kenyamanan dan estetika

Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan
kimia organik.
b. Kerusakan harta benda
Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan
sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu
dan fosfor.
d. Gangguan terhadap kesehatan manusia
Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta
logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
e. Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa
senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia
misalnya pestisida, bahan radioaktif.

2.1.4 Pengelolaan Limbah Rumah Sakit


(A)

Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah klinis dikategorikan menjadi 5
golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
(1)
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
(2)
Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
(3)
Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari
laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
2.1.5 Pelaksanaan pengelolaan
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan penampungan,
pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
1) Pemisahan
Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan
hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah klinis yang mudah dijangkau bak sampah
yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah Kantong plastik tersebut
hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh.
Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat
penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan
cara sebagai berikut :
a) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving, tetapi
kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara
efektif.
(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi
terutama untuk limbah infeksius).
b) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara
lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang
bertanggungjawab, kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q Sub Din PKL setempat.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah klinis atau
kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau
dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di
dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator.
Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara
menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan
(atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
a)
Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
b)
Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi
pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
c)
Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
d) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.
e)
Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam
sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.
B) Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan
organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah
sakit antara lain sebagai berikut:
1)

Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)


Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di
luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari
bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1. Pump Swap (pompa air kotor).
2. Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3. Bak Klorinasi
4. Control room (ruang kontrol)
5. Inlet
6. Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7. Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
(2)

Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan
secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).
Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan
lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan
umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan padaSludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3. Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4. Chlorination Tank (bak klorinasi)
5. Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6. Control Room (ruang kontrol)
3)

Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air


limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff
tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung
zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses

oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak
stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan
menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Septic Tank (inhaff tank)
3. Anaerobic filter.
4. Stabilization tank (bak stabilisasi)
5. Chlorination tank (bak klorinasi)
6. Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7. Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah
sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat
disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Volume septic tank


Jumlah anaerobic filter
Volume stabilization tank
Jumlah chlorination tank
Jumlah sludge drying bed
Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai
berikut :

a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )


Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah,
pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau
berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan
dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti
dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes
RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan
kantong berwarna hitam dengan tulisan domestik
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke

incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta


dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana
dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar
(off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal.
Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d.Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku
dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis
(medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
a. Incinerasi
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)
e. Inaktivasi suhu tinggi
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
g. Microwave treatment
h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
i. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit
antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan
dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan
lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur
pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat
membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil
pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang
rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah
pencemar udara yang sesuai.
2.2 PENANGAN KECELAKAAN

2.2.1 Definisi dari kecelakaan kerja yaitu :


Situasi tidak terduga yang menimbulkan kerusakan materi, kegagalan, proses produksi, luka
bahkan kematian.
2.2.2 Analisa Sebab dan akibat kecelakaan
Ada tiga penyebab utama kecelakaan kerja yaitu :
1.
Peralatan kerja dan perlengkapannya
Tidak tersedianya alat pengaman dan pelindung bagi tenaga kerja.
2.
Tempat kerja
Keadaan tempat yang tidak memenuhi syarat, seperti faktor fisik dan faktor kimia yang tidak
sesuai dengan persyaratan yang tidak diperkenankan.
3.
Pekerja
Kurangnya pengetahuan dan pengalaman tentang cara kerja dan keselamatan kerja serta kondisi
fisik dan mental pekerja yang kurang baik.
Kecelakaan ada penyebabnya dan dapat dicegah dengan mengurangi faktor bahaya yang bisa
mengakibatkan terjadinya kecelakaan, dengan demikian akar penyebabnya dapat diisolasi dan
dapat menentukan langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kembali. Akar penyebab
kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Immediate causes
Kelompok ini terdiri dari 2 faktor yaitu :
a.
Unsafe Acts ( pekerjaan yang tidak aman ) misalnya penggunaan alat pengaman yang tidak
sesuai atau tidak berfungsi, sikap dan cara kerja yang kurang baik, penggunaan peralatan yang
tidak aman, melakukan gerakan berbahaya.
b.
Unsafe Condition ( lingkungan yang tidak aman ) misalnya tidak tersedianya perlengkapan
safety atau perlengkapan safety yang tidak efektif, keadaan tempat kerja yang kotor dan
berantakan, pakaian yang tidak sesuai untuk kerja, faktor fisik dan kimia dilingkungan kerja
tidak memenuhi syarat.
2. Contributing causes
a.
Safety manajemen system, misalnya instruksi yang kurang jelas, tidak taat pada
peraturan, tidak ada perencanaan keselamatan, tidak ada sosialisasi tentang keselamatan kerja,
faktor bahaya tidak terpantau, tidak tersedianya alat pengaman dan lain-lain.
b.
Kondisi mental pekerja, misalnya kesadaran tentang keselamatan kerja kurang, tidak
ada koordinasi, sikap yang buruk, bekerja lamban, perhatian terhadap keselamatan kurang, emosi
tidak stabil, pemarah dan lain-lain.
c.
Kondisi fisik pekerja, misalnya sering kejang, kesehatan tidak memenuhi syarat, tuli,
mata rabun dan lain-lain.
2.2.3 Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan kerja
Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan :
1. Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja
Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja merupakan basis informasi yang berhubungan dengan
banyaknya dan tingkat jenis kecelakaan yang terjadi ditempat kerja.
Ada 2 ( dua ) tipe data untuk mengamati resiko bahaya di tempat kerja

a. Pengukuran resiko kecelakaan, yaitu mengkalkulasi frekwensi kecelakaan dan mencatat


tingkat jenis kecelakaan yang terjadi sehingga dapat mengetahui hari kerja yang hilang atau
kejadian fatal pada setiap pekerja.
b. Penilaian resiko bahaya, yaitu mengindikasikan sumber pencemaraan, faktor bahaya yang
menyebabkan kecelakaan, tingkat kerusakaan dan kecelakaan yang terjadi. Misalnya bekerja di
ketinggian dengan resiko terjatuh dan luka yang diderita pekerja atau bekerja di pemotongan
dengan resiko terpotong karena kontak dengan benda tajam dan lain-lain.
2. Pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja
Standar Opersional Prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi dan dilakukan dengan
benar dan berurutan sesuai instruksi yang tercantum dalam SOP, perlakuan yang tidak benar
dapat menyebabkan kegagalan proses produksi, kerusakaan peralatan dan kecelakaan.
3. Pengendalian faktor bahaya di tempat kerja
Sumber pencemaran dan faktor bahaya di tempat kerja sangat ditentukan oleh proses produksi
yang ada, teknik/metode yang di pakai, produk yang dihasilkan dan peralatan yang digunakan.
Dengan mengukur tingkat resiko bahaya yang akan terjadi, maka dapat diperkirakan
pengendalian yang mungkin dapat mengurangi resiko bahaya kecelakaan.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan :
a. Eliminasi dan Substitusi, yaitu mengurangi pencemaran atau resiko bahaya yang terjadi
akibat proses produksi, mengganti bahan berbahaya yang digunakan dalam proses produksi
dengan bahan yang kurang berbahaya.
b. Engineering Control, yaitu memisahkan pekerja dengan faktor bahaya yang ada di tempat
kerja, membuat peredam untuk mengisolasi mesin supaya tingkat kebisingannya berkurang,
memasang pagar pengaman mesin agar pekerja tidak kontak langsung dengan mesin,
pemasangan ventilasi dan lain-lain.
c. Administrative control, yaitu pengaturan secara administrative untuk melindungi pekerja,
misalnya penempatan pekerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya, pengaturan shift
kerja, penyediaan alat pelindung diri yang sesuai dan lain-lain.
4. Peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja
Tenaga kerja adalah sumber daya utama dalam proses produksi yang harus dilindungi, untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan perlu memberikan pengetahuan kepada tenaga
kerja tentang pentingnya pelaksanaan keselamatan kerja saat melakukan aktivitas kerja agar
mereka dapat melaksanakan budaya keselamatan kerja di tempat kerja. Peningkatan pengetahuan
tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberi pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
awal bekerja dan secara berkala untuk penyegaran dan peningkatan wawasan. Pelatihan ini dapat
membantu tenaga kerja untuk melindungi dirinya sendiri dari faktor bahaya yang ada ditempat
kerjanya.
5. Pemasanngan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja
Banyak sekali faktor bahaya yang ditemui di tempat kerja, pada kondisi tertentu tenaga kerja
atau pengunjung tidak menyadari adanya faktor bahaya yang ada ditempat kerja, untuk
menghindari terjadinya kecelakaan maka perlu dipasang rambu-rambu peringatan berupa papan
peringatan, poster, batas area aman dan lain sebagainya.

Selain upaya pencegahan juga perlu disediakan sarana untuk menanggulangi kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja yaitu :
1. Penyediaan P3K
Peralatan P3K yang ada sesuai dengan jenis kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat kerja
untuk mengantisipasi kondisi korban menjadi lebih parah apabila terjadi kecelakaan, peralatan
tersebut harus tersedia di tempat kerja dan mudah dijangkau, petugas yang bertanggung jawab
melaksanakan P3K harus kompeten dan selalu siap apabila terjadi kecelakaan di tempat kerja.
2. Penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat
Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja terkadang tanpa kita sadari seperti terkena bahan
kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit / mata atau terjadinya
kebakaran, untuk menanggulangi keadaan tersebut perencanaan dan penyediaan perlatan /
perlengkapan tanggap darurat di tempat kerja sangat diperlukan seperti pemadam kebakaran,
hidran, peralatan emergency shower, eye shower dengan penyediaan air yang cukup, semua
peralatan ini harus mudah dijangkau.
2.2.4 Sistem Pelaporan dan Statistik data Kecelakaan Kerja
Pelaporan dan statistik data kecelakaan dilakukan dengan penilaian dan analisa kecelakaan yang
ditemukan di tempat kerja, hal ini di tujukan untuk upaya pencegahan kecelakaan, data ini juga
berguna untuk menilai besarnya biaya penggantian perawatan bagi korban kecelakaan, data ini
juga berguna untuk menilai besarnya biaya penggantian perawatan bagi korban kecelakaan.
Adapun tujuan utamanya yaitu :
1. Memperkirakan penyebab dan besarnya permasalahan kecelakaan yang terjadi.
2. Mengidentifkasi pencegahan utama yang dibutuhkan.
3. Mengevaluasi efektivitas pencegahan yang dilakukan.
4. Memonitor resiko bahaya, peringatan bahaya dan kampanye keselamatan kerja.
5. Mencari masukan informasi dari pencegahan yang dilakukan.

Informasi tentang kecelakaan kerja yang harus di catat sebagai berikut :


1.
Identifikasi dimana kecelakaan terjadi.
2.
Gambaran bagaimana kecelakaan itu terjadi.
3.
Penentuan tingkat jenis kecelakaan yang terjadi.
Informasi ini harus didokumentasikan dengan benar untuk langkah-langkahpencegahan
selanjutnya. ( Lihat contoh formulir Laporan Kecelakaan Kerja . Hal. : 6 )
Pengumpulan informasi kecelakaan kerja mempunyai 3 fungsi yaitu :
1.
Ditempat kerja, data kecelakaan kerja digunakan untuk peringatan bagi tenaga kerja agar
berhati-hati saat melakukan aktivitas.
2.
Di bidang hukum, data ini digunakan untuk membuat peraturan tentang lingkungan kerja
dan ketentuan penerapan keselamatan di tempat kerja.
3.
Di bidang asuransi kecelakaan, data ini berguna untuk menentukan tingkat kecelakaan
dan besarnya santunan yang harus diberikan sesuai tingkat kecelakaan yang terjadi.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Keselamatan kerja di rumah sakit sangat diperlukan agar kesehatan pekerja dan pasien
yang berada di rumah sakit tersebut terjamin keselamatan dan kesehatanya. Adapun kecelakaan
yang ada pada saat itu sangat berbahaya bukan hanya menyebabkan tubuh kita merasakan sakit
tetapi bisa juga menyebabkan kematian.
3.2 SARAN
Terapkan k3 dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada saat
bekerja di laboratorium dan di rumah sakit. Bukan hanya di laboratorim dan dirumah sakit saja
kecelakaan itu bisa terjadi untuk itu dimanapun kita bekerja harus selalu memperhatikan
keselamata dirinya dan lingkungan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Agustiani E, Slamet A, Winarni D (1998). Penambahan PAC pada proses lumpur aktif untuk
pengolahan air limbah rumah sakit: laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik IndustriInstitut
Teknologi Sepuluh Nopember
Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW (2000). Penambahan powdered activated carbon (PAC) pada
proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Majalah IPTEK: jurnal ilmu

pengetahuan alam dan teknologi : 11 (1): 30-8


Akers (1993). Paperboard hospital waste container. United States Patent : 5,240,176 Arthono A
(2000). Perencanaan pengolahan limbah cair untuk rumah sakit dengan metode lumpur aktif.
Media ISTA : 3 (2) 2000: 15-8 Barlin (1995). Analisis dan evaluasi hukum tentang pencemaran
akibat limbah rumah sakit Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional
Diposkan oleh astuti permata di 01.49

http://astutisari.blogspot.co.id/2015/01/makalah-k3-limbah-rumah-sakit.html

Minggu, 13 Januari 2013

Kecelakaan yang Terjadi di Laboratorium dan Sumber


Kecelakaan di Laboratorium (Human failture and
environment failture)
Bab I. Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui tujuan utama k3 adalah mencegah, mengurangi


bahkan menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Maksud utama
dibutuhkannya k3 adalah untuk mencegah terjadinya cacat/kematian pada tenaga
kerja, mencegah kerusakan tempat dan peralatan kerja, mencegah pencemaran
lingkungan dan masyarakat disekitar tempat kerja, dan norma kesehatan kerja
diharapkan menjadi instrumen yg menciptakam dan memelihara derajat kesehatan
kerja
Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi
dan atau bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Maka dari itu kita perlu pemahaman
mengenai pengertian kecelakaan kerja, jenis-jenis kecelakaan, sumber kecelakaan,
dan penanganan kecelakaan kerja di laboratorium, sehingga kita dapat
mengaplikasikannya secara nyata saat bekerja di Laboratorium.

Bab II. Isi

1.

Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang


memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).

Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan


kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost)
perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang
yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat
pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit/gangguan gangguan kesehatan yang diakibatkan faktorfaktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental


dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan
lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit
serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor
yakni :
1.

2.
3.
4.

Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik,


logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi, dan
Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas


kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik
bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.
Menurut Sumamur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah,
bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah
kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, danproses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan(Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam
macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing
dikenal Occupational Safety and Health.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering
disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses.
Dewasa ini pembangunan nasional tergantung banyak kepada kualitas,
kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari segi dunia usaha diperlukan
produktivitas
dan
daya
saing
yang
baik
agar
dapat
berkiprah
dalam bisnisinternasional maupun domestik. Salah satu faktor yang harus dibina

sebaik-baiknya adalah implementasi K3 dalam berbagai aktivitas masyarakat


khususnya dalam dunia kerja.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden
(incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss atau nearaccident, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana
dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap
manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses kerja.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3
norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan
merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang
kondusif.

yaitu
kerja
yang
tidak

Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga


mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah
pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma
kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan
memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.

RUANG LINGKUP K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a.

b.

Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di


dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan
usaha yang dikerjakan.
Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) Teknologi dan metodologi kerja

c. Penerapan
Hyperkes
dilaksanakan
secara
holistik
sejak
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

perencanaan

d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung


jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

2.

Jenis Bahaya dan Kecelakaan dalam Laboratorium


Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan kecelakaan dalam laboratorium kimia
adalah :
Keracunan
Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik,
seperti ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya.
Keracunan dapat berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah
yang lebih seringterjadi baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan
asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah
kecil tetapi terus-menerus.
Iritasi
Iritasi sebagai akibat kontak bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asamklorida,
natrium hidroksida, gas klor, dan sebagainya. Iritasi dapat berupa luka atau
peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata.
Kebakaran dan Luka Bakar
Kebakaran dan luka baker sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani
pelarut-pelarut organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alcohol, dan
sebagainya.Hal yang sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif
seperti peroksida dan perklorat.
Luka Kulit
Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca. Luka sering terjadi
padatangan atau mata karena pecahan kaca.
Bahaya lainnya
Seperti sengatan listrik, keterpaan pada radiasi sinar tertentu dan pencemaran
lingkungan. Jadi jelas bahwa laboratorium kimia mengandung banyak potensi
bahaya, tetapi potensi bahaya apapun sebenarnya dapat dikendalikan sehingga
tidak menimbulkan kerugian. Suatu contoh, bahan bakar bensin dan gas cair
mempunyai potensi bahaya kebakaran yang amat besar. Tetapi dengan penanganan
dan pengendalian yang baik,transportasi jutaan ton setiap hari adalah hal biasa.
Demikian pula dalam produksi dan penggunaan pestisida yang mempunyai potensi

racun, hanya menimbulkan malapetaka apabila salah penanganan atau karena


kecerobohan.

3.

Sumber sumber Bahaya dalam Laboratorium


Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yakni :

1.

Bahan-bahan kimia yang berbahaya yang perlu kita kenal jenis, sifat, cara
penanganan, dan cara penyimpanannya.Contohnya: bahan kimia beracun, mudah
terbakar, eksplosif, dan sebagainya.

2.

Teknik percobaan yang meliputi pencampuran bahan distilasi, ekstraksi, reaksi


kimia, dansebagainya.

3.

Sarana laboratorium yakni gas, listrik, air, dan sebagainya.

Ketiga sumber tersebut diatas saling berkaitan, tetapi praktis potensi bahaya
terletak pada keunikan sifat bahan kimia yang digunakan. Masing-masing sumber
beserta keterkaitannya perlu dipahami lebih detail agar dapat memperkirakan
setiap kemungkinan bahaya yang mungkin terjadi sehingga mampu mencegah atau
menghindarinya.Selain itu, perlu pula dipahami tentang alat pelindung diri serta
cara penanggulangannya bila terjadi kecelakaan.

4.

Penanganan Kecelakaan Kerja di Laboratorium

Laboratorium merupakan tempat kerja yang berpotensi timbul kecelakaan.


Meski kecelakaan kecil dan ringan, tetaplah merupakan kecelakaan yang bisa jadi
menimbulkan efek yang lebih besar.
Sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan bisa dari bahan
kimia, bahan biologis, radiasi, aliran listrik, dan lainnya. Semua itu bisa membuat
efek yang tidak diinginkan seperti keracunan, iritasi, ledakan hingga kebakaran.
Berikut ini merupakan tips cara penanganan awal sebagai pertolongan
pertama (P3K) pada kecelakaan di Laboratorium kimia :

Luka bakar akibat zat kimia

Terkena larutan asam


1.

kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus

2.

dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya

3.

Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3

4.

kemudian cuci lagi dengan air

5.

Keringkan dan olesi dengan salep levertran.

Terkena logam natrium atau kalium


1.
Logam yang nempel segera diambil
2.

Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit

3.

Netralkan dengan larutan 1% asam asetat

Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas
steril atau kapas yang telah dibasahi asam pikrat.
4.

Terkena bromin
1.
Segera dicuci dengan larutan amonia encer
2.

Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.

Terkena phospor
1.
Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya
2.

Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO 4.

Luka bakar akibat benda panas


1.
Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran
Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa
nyeri agak berkurang.
2.

Luka pada mata


Terkena percikan larutan asam

Jika terkena percikan asam encer,

Mata dapat dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus

Dicuci dengan larutan 1% Na2C3

Terkena percikan larutan basa

Dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus

Dicuci dengan larutan 1% asam borat dengan gelas pencuci mata

Keracunan
Keracunan zat melalui pernafasan
Akibat zat kimia karena menghirup Cl2, HCl, SO2, NO2, formaldehid, ammonia.
Menghindarkan korban dari lingkungan zat tersebut, kemudian pindahkan korban ke
tempat yang berudara segar.
Jika korban tidak bernafas, segera berikan pernafasan buatan dengan cara
menekan bagian dada atau pemberian pernafasan buatan dari mulut ke mulut
korban

Jika terjadi kecelakaan laboratorium, sebaiknya segera menghubungi Badan


Layanan/personel seperti :

Biological Safety Officer


Pejabat laboratorium
Engineering/Water/Gas/Electrical
Satpam

Bab. III Penutup


Kesimpulan
Perlindungan tenaga kerja dari segala aspek yang berpotensi membahayakan
dan sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan
tersebut, pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan
karakteristik pekerja serta orang yang berada di sekelilingnya. Tujuannya agar
tenaga kerja mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang
tinggi sehingga menciptakan kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang
tinggi. Tidak ada sesuatu di tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi
karena ada alasan-alasan yang jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya.
Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus dilakukan secara teratur
dan berkesinambungan.
Fasilitas Perlindungan Pekerja (Praktikan)

1.

Jas Praktikum, merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik,
yaitu tidak mudah terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas,
tahan bahan kimia.

2.

Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup dan
memadai dengan sirkulasi udara segar yang baik.

3.

Alat Pemadam Kebakaran, mutlak dimiliki setiap laboratorium karena kebanyakan


laboratorium telah terhubung dengan arus listrik tegangan tinggi sebagai sumber
energinya terhadap alat praktikum yang digunakan didalamnya
Peningkatan Kemampuan Pekerja (Praktikan)
Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur penggunaan
alat serta prosedur melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai dengan
penerapan keselamatan kerja.
Penanganan Kecelakaan

1.

Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja


diberlakukan, bukan tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.

telah

2.

Pengadaan Tanda-tanda Peringatan Bahaya, mengurangi statistik kecelakaan


dalam laboratorium dengan alarm, kode tertulis seperti poster dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni
indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta
perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode
pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara,
kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang dan alat, sanitasi, psikososial,
pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan alat laboratorium.

Diposkan oleh Ulinnuha Nur Imamah di 19.54

http://blogger-ulin.blogspot.co.id/2013/01/kecelakaan-yang-terjadi-dilaboratorium.html

Rabu, 07 Mei 2014

Contoh-Contoh Kecelakaan Kerja Yang terjadi Di Indonesia

Pengertian Kecelakaan Kerja


Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak
terduga, oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan.
Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai ke yang paling berat.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali
tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda
atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam proses kerja industri atau
yang berkaitan dengannya.
Kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat
unsur kesengajaan dan perencanaan.
2. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu
disertai kerugian baik fisik maupun material.
3.

Selalu menimbulkan kerugian dan


menyebabkan gangguan proses kerja.

kerusakan,

yang

sekurang-kurangnya

Contoh Kasus Kecelakaan Kerja Yang Terjadi Dengan Berbagai Faktor Beserta Analisanya.
1.

Contoh Kecelakaan Kerja Akibat Faktor Non-Teknis.


Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air Panas
CilacapEmpat pekerja cleaning servis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses, Cilacap,
Jawa Tengah, Rabu (29/07/09), tewas setelah tersiram air panas didalam tangki. Satu pekerja lainnya
selamat namun mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini akibat operator kran tidak tahu masih ada
orang di dalam tangki. Pihak perusahaan terkesan menutup-nutupi insiden ini.
Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses yang ada di komplek Pelabuhan
Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat 5 pekerja tengah
membersihkan bagian dalam tangki gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran yang berada di atas dan
mengarah kedalam tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan mencapai 400 derajat Celsius.
Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya tewas seketika dengan kondisi mengenaskan karena
panasnya uap.

Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto, Jumono, Puji Sutrisno dan
Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto berhasil menyelamatkan diri, namun mengalami
luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut mengucur ke dalam tangki setelah tombol
kran dibuka oleh salah seorang karyawan pabrik. Diduga operator kran tidak mengetahui jika pekerjaan
didalam
tangki
tersebut
belum
selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait kecelakaan kerja tersebut, karena semua
pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha Sukses berusaha menghindar saat ditemui wartawan.
Sementara polisi juga belum mau memberikan keterangan atas musibah tersebut.
Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan kerja adalah human
error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi kecelakaan yang telah
menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator kran bersikap lebih hati-hati serta teliti
yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula krsital tersebut telah kosong serta aman
dialirkan air ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat
memasuki tangki seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar dari bahaya
kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan manajemen dalam bidang
kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem manajemen yang baik
seharusnya lebih ketat pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang besar
untuk menghasilkan kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan
meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di
dalam tangki benar-benar tidak ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat
diterapkan di sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana apabila di
dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah lampu yang menyala yang
mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang atau benda asing.

2.

Contoh Kecelakaan Kerja Akibat Faktor Teknis.


Ledakan yang terjadi di lantai 3 Gedung Puslabfor Mabes Polri Akibat Tabung Pemanas Meledak

JAKARTA - Ledakan yang terjadi di lantai 3 Gedung Puslabfor Mabes Polri pukul
13.30 WIB. Seorang korban luka, bernama Iptu Syarifuddin diketahui sedang
menganalisa bahan kimia dan menggunakan tabung pemanas untuk menganalisa
logam. Tiba-tiba ledakan pun terjadi akibat tangki untuk tabung pemanas rusak.

"Sedang kita analisa, tapi ini kecelakaan kerja, itu Syarifuddin namanya, dia ahli
kimia kecelakaannnya karena kimia juga. Dia sedang kerja tahu-tahu meletus," kata
Kapuslabfor Mabes Polri, Brigjen Budiono di Mabes Polri, Jakarta Jumat (4/2/2011).
Dijelaskan Budiono penyebab ledakan adalah tabung berukuran tiga liter. "Tangki
untuk tabung pemanas. Dia (Syarifuddin) sedang menganalisa logam. Akibat
ledakan itu kaca pintu rusak dan melukai tangannya," kata Budiono.
Ditegaskan Budiono penyebab ledakan adalah tabung pemanas untuk analisa
logam.
Lebih lanjut ia menegaskan, tak ada korban luka lain selain Syarifuddin. "Dia
Sendirian, sementara kami sembahyang Jumat, saat ini ia sudah dibawa ke Rumah
Sakit Tebet," kata Budiono.
Analisa Kasus
Menurut saya, kecelakaan diatas adalah kecelakaan kerja akibat faktor teknis
karena kecelakaan tersebut terjadi disebabkan oleh ledakan tabung pemanas ketika
sedang menganalisa bahan kimia untuk menganalisa logam. Akibatnya tangan
Syarifuddin terluka. Nah ini sebagai akibat dari minimnya penerapan standar
keselamatan kerja di kalangan pekerja. Yang pertama, tidak melengkapi diri dengan
alat-alat keselamatan kerja, padahal dengan perlengkapan keselaman kerja
merupakan alat antisipasi terhadap kemungkinan negatif yang timbul saat bekerja.
Kedua, tidak konsentrasi. Dan yang ketiga, kurang memperhatikan alat-alat yang
menunjang pekerjaannya, karena bekerja di laboratorium maka sebelum bekerja
sudah seharusnya memeriksa apakah alat yang akan kita gunakan layak pakai atau
tidak, jika rusak maka lebih baik tidak dipergunakan sebelum diperbaiki terlebih
dahulu atau diganti dengan alat yang baru. Oleh karena itu, dalam bekerja kita
harus menerapkan secara tepat konsep-konsep keselamatan kerja sebagai langkah
antisipasi yang sangat penting bagi keamanan dan kesehatan kita saat bekerja.
Dengan langkah ini maka setidaknya kita telah mempersiapkan diri untuk
mencegah terjadinya kecelakaan tersebut.

3.

Contoh Kecelakaan Kerja Akibat Faktor Alam.


Karyawan PT. Freeport Terjebak Longsor Di Lokasi Penambangan
Jayapura (15/5) Dua karyawan PT Freeport yang terjebak longsoran di areal Underground QMS
Biggosan Mill 74, pada Selasa (14/5) sekitar Pukul 09.00 Wit kemarin, dinyatakan tewas, yakni atas
nama Andarias Msen dan Kenny Wanggai. Dimana dari 40 orang karyawan yang tertimbun longsor,
enam orang berhasil ditemukan, namun dua orang dinyatakan tewas, sementara empat orang lainnya
selamat dan kini sedang dirawat intensif di rumah sakit setempat.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua, Didi Agus Prihatno kepada
wartawan, di Jayapura, Rabu (15/5) mengatakan, longsor di areal PT Freeport adalah murni kecelakaan

kerja akibat fenomena alam. Longsoran terjadi di fasilitas pelatihan pertambangan bawah tanah PT
Freeport, tepatnya mill 74. Akibat adanya kejadian itu, ujar Didi, ada laporan resmi dari PT Freeport, yang
isinya adalah sekitar 40 pekerja tambang terjebak didalam areal fasilitas pelatihan tambang bawah tanah
di mill 74. Dimana sementara ini sedang dilakukan upaya pencarian dan evakuasi. Dari 40 orang, enam
orang sudah terevakuasi, empat orang dinyatakan hidup dan dua orang lainnya meninggal. Saat ini
korban selamat sedang dirawat secara intensif di rumah sakit setempat, ujarnya.
Dikatakannya, disaat longsoran ini diatasi, kondisi 34 orang karyawan yang masih terjebak di bawah
tanah belum diketahui pasti, karena sampai saat ini masih dilakukan pencarian. Yang paling tahu adalah
manajemen Freeport bukan kami, karena ini adalah kecelakaan kerja, maka menjadi domainnya
perusahaan.

Analisa Kasus
Menurut pendapat saya, kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan kerja akibat dari faktor alam
karena kecelakaan tersebut terjadi disebabkan adanya longsoran di lokasi penambangan yang
menyebabkan 40 orang penambang terjebak di dalam longsoran tersebut. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja tersebut, sebaiknya perusahaan harus melakukan analisa dan riset terlebih dahulu
tentang keadaan alam yang ada di daerah tersebut meliputi cuaca dan keadaan dan kontur tanah di
tempat sekitar penambangan. Dan bagi penambang haruslah mengikuti instruksi-instruksi untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Diantaranya dengan menggunakan helm, baju safety, sepatu boot
dan membawa alat komunikasi yang berguna untuk memberi tahu pekerja yang berada di atas bila terjadi
longsoran.
DAFTAR PUSTAKA
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/makalah-keselamatan-dan-kesehatan kerja.html#ixzz2UaJ0rL8E

http://hafizhamuliani.blogspot.com/2012/03/tugas-saya-kasus-kecelakaan-kerja.html
Berita SINDO.
Diposkan oleh zhainal99 di 23.41

http://zhainal99.blogspot.co.id/2014/05/contoh-contoh-kecelakaan-kerja-yang.html

RABU, 15 AGUSTUS 2012

Makalah KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan
keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang
dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari.
Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan
pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan
menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan
tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan
yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan
untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi,
unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor
fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur
sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu
banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja
seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang
tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita

kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan
dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta
bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Menurut Sumamur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang
bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup
tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi
pekerja
4. Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait
dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum.
5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah
suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya,
perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat
kerja tersebut.
6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan
kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan
oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
7. Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).

Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik


kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya
untuk menciptakan perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat
dan lingkungan. Jadi berbicara mengenai kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu membicarakan masalah keamanan fisik dari para pekerja, tetapi
menyangkut berbagai unsur dan pihak.

B. Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting
dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang
mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya UndangUndang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang
dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama.
Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal yang diatur
antara lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di darat, di
dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada dalam
wilayah hukum kekuasaan RI. (Pasal 2).
b. Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:

Mencegah dan mengurangi kecelakaan

Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

Mencegah dan mengurangi peledakan

Memberi pertolongan pada kecelakaan

Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja

Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

Memelihara kesehatan dan ketertiban

dll (Pasal 3 dan 4).

c. Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, direktur melakukan pelaksanaan


umum terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap
ditaatinya undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya. (Pasal 5).
d. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi yang efektif dari pengusaha atau pengurus tenaga kerja untuk
melaksanakan tugas bersama dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja
untuk melancarkan produksi. (Pasal 10).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1).
(Sumamur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur pula
bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang, kesehatan dan keselamatan
kerja juga diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Tujuan
pelayanan kesehatan kerja adalah:
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan
pekerjaanya.
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerja.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik tenaga kerja.
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang
menderita sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
meliputi: pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala,
pemeriksaan kesehatan khusus. Aturan yang lain diantaranya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1984 tentang Mekanisme Pengawasan


Ketenagakerjaan.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan adalah
tujuan dan efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila semua pihak
melakukan pekerjaannya masing-masing dengan tenang dan tentram, tidak
khawatir akan ancaman yang mungkin menimpa mereka. Selain itu akan dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Setiap kecelakaan kerja yang
terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua pihak. Kerugian tersebut
diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya jam kerja
selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin
dan alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan
seefektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, maka


di setiap tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan dan
keselamatan kerja. Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus
perusahaan secara bersama-sama dengan seluruh tenaga kerja serta petugas
kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Petugas
tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus
tempat kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan kesehatan dan
keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia berkewajiban
menjelaskan tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua

alat pengaman diri yang harus dipakai saat bekerja, dan cara melakukan
pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang telah dipekerjakan, pengusaha wajib
memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala, menyediakan secara cumacuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya di tempat kerja
dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan
keberatan bila melakukan pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan
kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja juga memiliki kewajiban untuk
memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui urgensi
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada
di tempat kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih
mudah terwujud.

C. Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi


1. Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut dengan
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan.
(Sumamur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142).
Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam
hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan ini disebut sebagai
bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat potensial jika faktor-faktor tersebut belum
mendatangkan bahaya. Jika kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya
nyata. (Sumamur, 1981: 5).

Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab
kecelakaan kerja yaitu:
a.

Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang


industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.

b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari
besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan
kecelakaan kerja.
c.

Faktor sumber bahaya, meliputi:

Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor
serta tidak memakai alat pelindung diri.
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta
pekerjaan yang membahayakan.
d.

Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi,
pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut, Sumamur menyederhanakan faktor penyebab
kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:

a.
b.

Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human


act atau human error).
Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Sumamur, 1981: 9).
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab kecelakaan
kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat menemukan cara
yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman
tersebut. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya membuat peralatan keselamatan
dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting,
atau memasangi kembali, memakai peralatan yang tidak aman atau
menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak aman saat
mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material, berada
pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan
cara yang tidak benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan lainlain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian.
Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan
pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta
menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non ekonomis
adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau cidera dan cacat
fisik.
Sumamur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja
dengan 5K yaitu:

a.

Kerusakan

b.

Kekacauan organisasi

c.

Keluhan dan kesedihan

d.

Kelainan dan cacat

e.

Kematian

2.

Contoh Kasus Kecelakaan Kerja


Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air Panas

CilacapEmpat pekerja cleaning servis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala


Usaha Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/07/09), tewas setelah tersiram air
panas didalam tangki. Satu pekerja lainnya selamat namun mengalami luka parah.
Diduga kecelakaan ini akibat operator kran tidak tahu masih ada orang di dalam
tangki. Pihak perusahaan terkesan menutup-nutupi insiden ini.
Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses yang ada di
komplek Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB.
Musibah bermula saat 5 pekerja tengah membersihkan bagian dalam tangki gula
kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran yang berada di atas dan mengarah kedalam
tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan mencapai 400 derajat Celsius.
Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya tewas seketika dengan kondisi
mengenaskan karena panasnya uap.
Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto, Jumono,
Puji Sutrisno dan Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto berhasil
menyelamatkan diri, namun mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut mengucur ke dalam
tangki setelah tombol kran dibuka oleh salah seorang karyawan pabrik. Diduga
operator kran tidak mengetahui jika pekerjaan didalam tangki tersebut belum
selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait kecelakaan kerja
tersebut, karena semua pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha Sukses berusaha
menghindar saat ditemui wartawan. Sementara polisi juga belum mau memberikan
keterangan atas musibah tersebut. (Nanang Anna Nur/Sup).

Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan
kerja adalah human error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada operator kran.

Menanggapi kecelakaan yang telah menewaskan empat orang tersebut, seharusnya


sang operator kran bersikap lebih hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar
memastikan bahwa tangki gula krsital tersebut telah kosong serta aman dialirkan air
ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan
saat memasuki tangki seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar
terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan
manajemen dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada
perusahaan tersebut. Sistem manajemen yang baik seharusnya lebih ketat
pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang besar untuk
menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa
dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut
sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak
ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di
sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana
apabila di dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah
lampu yang menyala yang mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang
atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya dilakukan investigasi
kecelakaan, inspeksi, pencatatan serta pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari
kegiatan ini tentu untuk meningkatkan manajemen dari kesehatan, keamanan serta
keselamatan pada perusahaan tersebut, menentukan tindakan pencegahan yang
tepat serta menurunkan faktor risiko pada kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya
sikap dari pihak perusahaan yang menutup-nutupi kejadian kecelakaan kerja
tersebut dapat menghambat berjalannya investigasi tersebut. Perusahaan tidak
akan dapat mengambil pelajaran melalui kecelakaan ini. Ini berarti kecelakaan
semacam ini masih memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk kembali terjadi,
baik pada perusahaan yang sama maupun pada perusahaan sejenisnya.

3.

Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja


Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi
resiko dari adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha membentuk
Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun program

keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang lingkup tugas panitia tersebut
adalah masalah kendali tata ruang kerja, pakaian kerja, alat pelindung diri dan
lingkungan kerja.
a. Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang dapat mencegah
timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja bagi semua orang di
dalamnya. Barang-barang dalam ruang kerja harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga dapat dihindarkan dari gangguan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang
berlalu lalang di sekitarnya. Jalan-jalan yang dipergunakan untuk lalu lalang juga
harus diberi tanda, misalnya dengan garis putih atau kuning dan tidak boleh
dipergunakan untuk meletakkan barang-barang yang tidak pada tempatnya.
Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus ditempatkan di tempat yang
tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang bersangkutan mengeluarkan sisa
produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan sirkulasi udara di ruang kerja
juga harus diperhatikan
b. Pakaian kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar. Pakaian
yang terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan penyesuaian diri
dengan mesin atau lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang terlalu sempit juga
akan sangat membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak yang terlalu tinggi juga
akan beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai cincin di dekat mesin yang
bermagnet juga sebaiknya dihindari.
c. Alat pelindung diri dapat berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung
tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari atau mengurangi
resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang enggan memakai
alat pelindung diri karena terkesan merepotkan atau justru mengganggu aktivitas
kerja. Dapat juga karena perusahaan memang tidak menyediakan alat pelindung
diri tersebut.
d. Lingkungan kerja meliputi faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara yang baik
dalam suatu ruangan kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas kerja. Kadar udara
tidak boleh terlalu banyak mengandung CO2, ventilasi dan AC juga harus
diperhatikan termasuk sirkulasi pegawai dan banyaknya pegawai dalam suatu
ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan, tempatkan di
ruangan yang dilengkapi dengan peredam suara. Pencahayaan disesuaikan dengan
kebutuhan dan warna ruang kerja disesuaikan dengan macam dan sifat
pekerjaan. (Slamet Saksono, 1988: 104-111).

Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada beberapa alternatif
pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat berupa:

a.

Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki


standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan,
konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.

b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan perusahaan


yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat dipatuhi.
c.

Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang
berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah tandatanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan letakkan di
tempat yang aman.

d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan


terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan keselamatan
kerja pada karyawan.
e.

Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam


asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).

D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.


Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak dapat kita pungkiri begitu banyak
perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di Indonesia. Mulai dari perusahaan
kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai perusahaan yang telah
mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan diwajibkan untuk memberi
perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja kepada setiap pihak
di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap
permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk
perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan
untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar
keamanan dan kesehatan kerja.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan tentang
pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. UndangUndang tersebut berawal dari UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut menjelaskan pentingnya keselamatan kerja baik
itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara di wilayah
Republik Indonesia. Implementasinya diberlakukan di tempat kerja yang
menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya),
pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor
pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-undang

tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,


pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I, salah satu upaya dalam
mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah SMK3 (Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan upaya integratif yang
harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga para
pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.
Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja harus selalu diawasi dalam
proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut diharapkan bisa menekan
angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya menghasilkan
angka zero accident yang memang merupakan tujuan dilaksanakannya SMK3.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia yang masih kurang memilki pengetahuan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta perusahaan-perusahaan yang
ternyata memang belum memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja.
Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya mewujudkan
kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah :

1. Kebijakan, Hukum, dan Peraturan


a. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana
terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam
Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang
No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat
kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan
mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan
kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan
yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya

mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program


perlindungan tenaga kerja.
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah
memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang
sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi.
Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa setiap
perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses
atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan
kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja
diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk
mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat
sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurangkurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.
c. Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina K3
dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan
pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang
mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan
mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada
kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang
belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite tersebut sering kali
tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-undang
tersebut mengatur jaminan yang berkaitan dengan :
(i)

kecelakaan kerja [JKK],

(ii)

hari tua [JHT],

(iii)

kematian [JK], dan

(iv)

perawatan kesehatan [JPK].


Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha yang
mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1
juta rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas
manfaat/ jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan

perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya rehabilitasi, dan
(iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan kematian.
e. Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO
yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang Higiene
(Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah
meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya
berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan
sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO
yang terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya,
dianggap merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas
Indonesia dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya
tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja
pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah
dasar (Markkanen, 2004 : 16)

2. Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian
membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi keselamatan
kerja telah didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk pengawasan tersebut
telah dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal
Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas dilibatkan
dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. Sekitar 400 pengawas
ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan pengawasan K3 di bawah
yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi
Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit
Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja untuk
melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai
Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat

ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan
nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau untuk
perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada tahun 1982
sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat kepada
Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi
pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan
organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa data K3 di
tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam membimbing dan
mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, dan
menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan. Selama periode
1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27 lokakarya dan
seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga
telah menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang
berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa
berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak
baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.
BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa


kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik
fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan
masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting
dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan
perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan
keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya
kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.

Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan


keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak.
Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas
nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta :
Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific
Manila Philippines
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Sumamur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung
Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan
Kerja. Sukabumi: Yudhistira.

Sumber Internet:
http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/

Read more: http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/makalah-keselamatan-dankesehatan-kerja.html#ixzz3r3qKKBZY


http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2012/08/makalah-keselamatan-dan-kesehatankerja.html

SELASA, 11 MEI 2010

Studi Kasus Kecelakaan Kerja Konstruksi


Kejadian yang mencoreng jasa konstruksi di Indonesia kembali terjadi. Lima pekerja tewas dan
sembilan lainnya luka parah tertimpa tembok bangunan pabrik kayu lapis yang sedang dibangun
di Dukuh Sawur, desa Genengsari, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (11/9).
Empat korban tewas di tempat kejadian sementara satu lainnya meninggal di RS PKU
Muhammadidyah Karanganyar.
Menurut saksi mata, Imam Hartono, pemilik pabrik, sebelum tembok roboh, datang angin
kencang dari arah barat. Kejadian berlangsung tiba-tiba, tidak ada seorang pun tukang
bangunan yang menyangka kalau tembok yang sedang dikerjakan itu runtuh setelah dihantam
angin yang datang dari arah barat, ungkapnya. Menurut Sutoyo,46, pekerja yang selamat dari
tragedi tersebut menyatakan sebelumnya tidak ada tanda-tanda tembok setinggi lima meter
dengan panjang hampir 50 meter yang sedang dikerjakan itu akan roboh. Tiba-tiba tembok
sebelah barat itu ambruk dan menimpa teman-teman yang sedang berada di bawahnya,
ujarnya.
Proyek konstruksi tidak hanya menuntut akurasi dalam perencanaan kekuatan, akan tetapi perlu
dicermati mengenai metode dan teknologi konstruksinya. Kesalahan dalam metode konstruksi
terbukti berakibat yang sangat fatal, yaitu korban jiwa tenaga kerjanya. Membiarkan tembok
baru yang tinggi tanpa bingkai (perkuatan yang cukup) dari kolom dan sloof beton bertulang atau
besi profil tentunya sangat berbahaya ketika menerima gaya horisontal (dalam hal ini hembusan
angin). Selain itu tembok dengan panjang 50 m, akan sangat riskan jika tidak diberikan dilatansi
yang cukup.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia,
setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3 Masih Dianggap Remeh, Warta
Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha
terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan. Kewajiban untuk
menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui UU
Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di
Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar
disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan
beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk
korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya
mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan. Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar
keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara
Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai
contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia
sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus.
Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan kenyataan di
lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi lagi. Seperti diakui

oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, angka kecelakaan kerja yang
tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang
terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain rendahnya kepentingan
masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT.
Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang, namun
terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai
klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang
tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat ringan.
Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif. Kematian
merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur nilainya secara ekonomis.
Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping berdampak pada
kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar, bahkan lebih besar
bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti
penyakit jantung dan kanker.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di
sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan
menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang
paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian,
perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang
mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai
dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah
mendapatkan pendidikan formal apapun. Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja
harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan.
Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan
metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan
pada perusahaan konstruksi.
Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan
kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi
adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,
lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang
terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga
kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah
mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980.
Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah
diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk
kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan
tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan
rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan
keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan masih
tingginya angka kecelakaan kerja. Akibat penegakan hukum yang sangat lemah, King and

Hudson (1985) menyatakan bahwa pada Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Proyek Konstruksi di Indonesia proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat
tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling
berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada kedua
jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali
mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar
dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya
kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati
oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung
(personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Jenisjenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran
listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang
sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian.
Di samping itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama
apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan
harinya. Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun
sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat
yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor dinding
galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap
kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat
mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang
harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biayabiaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup
kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan
(penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya
reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan
usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh
lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi
menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan
kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 sampai dengan bahkan 17:1
(The Business Roundtable, 1991).
Pedoman K3 Konstruksi
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu
melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman,
pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang
undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan,
jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini
lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih

banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran
terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah. Sebagai tindak lanjut
dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan
Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3 Konstruksi ini merupakan pedoman
yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi
ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah
yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai.
Kekurangankekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta
dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak
pengawas konstruksi.
Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi pedoman yang berlaku.
Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, yang kini dikenal
sebagai Departemen Pekerjaan Umum, amulai memperbarui pedoman ini, dengan
dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. Pedoman Teknis K3
Bendungan yang baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan
untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung, belum
dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya, Pedoman Teknis K3
untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat digunakan pula untuk jenis-jenis proyek konstruksi
lainnya. Pedoman Teknis K3 Bendungan juga mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja
yang hrus dilaporkan. Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika
Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health Administration
(OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman
K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap
tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Hal lain
yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik
berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan pedoman Tantangan Masalah Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia teknis di lapangan. Pedoman yang
dibuat dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar
sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi masukanmasukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan demikian, pelaku konstruksi
akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan keselamatan dan kesehatan kerjanya
sendiri.
PENGAWASAN DAN SISTEM MANAJEMEN K3
Menurut UU Ketenagakerjaan, aspek pengawasan ketenagakerjaan termasuk masalah K3
dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan
independensi. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak dalam
mengambil keputusan. Di samping itu, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada
pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengawasan kepada Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan
dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut

dirahasiakan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya. Pegawai pengawas ini sangat minim
jumlahnya, pegawai pengawas K3 di Departemen Tenaga Kerja pada tahun 2002 berjumlah 1.299
orang secara nasional, yang terdiri dari 389 orang tenaga pengawas struktural dan 910 orang
tenaga pengawas fungsional. Para tenaga pengawas ini jumlahnya sangat minim bila
dibandingkan dengan lingkup tugasnya yaitu mengawasi 176.713 perusahaan yang mencakup
91,65 juta tenaga kerja di seluruh Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah
K3 di perusahaan-perusahaan tidak dapat diselesaikan dengan pengawasan saja. Perusahaanperusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan
rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
atau SMK3. SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan
oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar
seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3 sekaligus bekerja
dengan lebih produktif.
UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau
kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi (termasuk proyek
konstruksi), untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu
dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan.
SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif. Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga
inspektor/pengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan aturan
mengenai SMK3.Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga
tahun.
Perusahaan- perusahaan yang memenuhi kewajibannya akan diberikan sertifikat tanda bukti.
Tetapi peraturan ini kurang jelas dalam mendifinisikan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang
tidak memenuhi kewajibannya. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah K3, yaitu salah satunya dengan
memberikan apresiasi kepada para pengusaha yang menerapkan prinsip-prinsip K3 dalam
operasional perusahaan yang berupa penghargaan tertulis serta diumumkan di media-media
massa, seperti yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Departemen Tenaga Kerja bekerja sama dengan Majalah Warta Ekonomi dan PT Dupont
Indonesia.
Untuk tahun 2005 silam, pemenang penghargaan tersebut adalah PT. Total E&P Indonesia
(kategori Industri Pertambangan, Minyak, dan Gas), PT. Nestle Indonesia (kategori Industri
Consumer Goods), dan PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia serta PT. Wijaya Karya (kategori Industri
Lainnya). Keempat pemenang ini disaring dari 125 finalis. Melihat nama-nama perusahaan yang
mendapatkan penghargaan, menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha yang sangat menyadari
masalah K3 adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Namun, yang menarik adalah bahwa
terdapat satu perusahaan kontraktor nasional (BUMN) yaitu PT. Wijaya Karya sudah berada pada
jajaran perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap masalah K3. Memang
terdapat pengaruh positif budaya K3 yang dirasakan oleh pelaku konstruksi nasional, yang
dibawa oleh perusahaan-perusahaan asing yang menerapkan prinsip-prinsip K3 di proyek-proyek
konstruksi, sehingga sedikit banyak memaksa perubahan perilaku para tenaga kerja konstruksi.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Penanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan
meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai
penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang menjadi PT.
Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara nasional.
Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga merupakan suatu badan yang
mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada proyek-proyek konstruksi melalui
pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek penyelenggaraan program jamsostek diatur secara
khusus untuk para tenaga kerja harian lepas, borongan,Tantangan Masalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia dan perjanjian kerja waktu tertentu, pada
sektor jasa konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi sebagian besar berstatus harian
lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat membantu nasib mereka. Para pengguna jasa wajib
mengikutsertakan pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis program jamsostek yaitu jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila mereka bekerja lebih dari 3 bulan, pekerja lepas
ini berhak untuk ikut serta dalam dua program tambahan lainnya yaitu program jaminan hari tua
dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Khusus mengenai aspek kesehatan kerja diatur melalui
Keppres No.22/1993. Dalam Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui untuk mungkin
timbul karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah satu penyakit ini berhak
mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah
hubungan kerja berakhir (sampai maksimal 3 tahun). Pada umumnya, penyakit-penyakit tersebut
adalah sebagai akibat terkena bahan kimia yang beracun yang berasal dari material konstruksi
yang apabila terkena dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan penyakit yang serius.
Penyakit yang mungkin timbul juga termasuk kelainan pendengaran akibat kebisingan kegiatan
konstruksi, serta kelainan otot, tulang dan persendian yang sering terjadi pada pekerja konstruksi
yang terlibat dalam proses pengangkutan material berbobot dan berulang, dan penggunaan
peralatan konstruksi yang kurang ergonomis.
Dengan demikian, perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jamsostek secara legal dapat
dikatakan memadai. Namun, besarnya pembayaran jaminan tersebut sering kali tidak memadai.
Sebagai contoh, biaya-biaya transportasi dan perawatan di rumah sakit akibat kecelakaan kerja
yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingginya kenaikan harga yang terjadi pada saat ini.

Kesimpulan
Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan
konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan tantangan yang
timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Dari
sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam
pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas

harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah
para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari
keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik
demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara
maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang
mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga the biggest owner. Pihak pemilik proyek lah yang
memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi. Dalam
penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri,
Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang
memiliki bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal
yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada seluruh
komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program yang bersifat partisipatif,
keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak mungkin tercapai.
Diposkan oleh LinLin di 06.03

http://herlin171.blogspot.co.id/2010/05/studi-kasus-kecelakaan-kerjakonstruksi.html

Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit


Senin, 10 Februari 2014

Oleh: Nuraini, MKes. Rumah Sakit merupakan suatu unit pelayanan jasa kesehatan
kepada masyarakat. Untuk dapat memperoleh keunggulan dan daya saing maka rumah
sakit harus mendapat perhatian khusus dalam peningkatan kualitas pelayanannya secara
profesional terhadap konsumen, yakni pasien yang dirawat ataupun rawat jalan.
Rumah sakit dalam kaca mata publik merupakan unit pelayanan fungsional sebagai unit
dalam pelayanan penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus segala jenis
penyakit.
Penyakit akibat kerja dapat menyerang semua tenaga kerja di rumah sakit, baik tenaga
medis maupun non medis akibat pajanan biologi, kimia dan fisik di dalam lingkungan
kerja rumah sakit itu sendiri. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang-orang
sakit maupun sehat, atau anggota masyarakat baik petugas maupun pengunjung, pasien
yang mendapat perawatan di rumah sakit dengan berbagai macam penyakit menular.
Hal ini membuat rumah sakit merupakan tempat kerja yang memiliki resiko terhadap
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja bagi petugas. Berbagai macam penyakit yang
ada di lingkungan rumah sakit memungkinkan rumah sakit menjadi tempat penularan
penyakit infeksi baik bagi pasien, tenaga kerja maupun pengunjung. Petugas di
lingkungan rumah sakit sangat beresiko dengan kontak langsung terhadap agent
penyakit menular melalui darah, sputum, jarum suntuk dan lain-lain.
Persepsi publik beranggapan bahwa rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang
bersih dan sehat, sehingga tenaga kerja yang ada di lingkungan rumah sakit tidak akan
terserang penyakit. Jika kita menilai bahwa rumah sakit merupakan industri pelayanan
kesehatan yang tidak sedikit dikunjungi masyarakat setiap hari bahkan pada unit
pelayanan tertentu yang menggunakan tenga kerja shift selalu ada selama 24 jam, sudah
seharusnya upaya kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit bukan merupakan
hal yang tabu untuk dapat diterapkan.

Dalam hal ini juga sangat bermanfaat bagi tenaga kerja yang ada di lingkungan rumah
sakit sebagai upaya perlindungan dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) di rumah sakit harus dapat menjadi perhatian
khusus agar tenaga kerja mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Hal
ini sesuai dengan paradigma sumber daya manusia sebagai human capital di rumah
sakit.
Hal ini juga menjadi sangat kompleks karena adanya pembagian tugas beraneka ragam
profesi yang bekerja di lingkungan rumah sakit, dan masing-masing profesi akan memiliki
norma dan budaya kerja yang berbeda-beda. Kondisi seperti ini yang membuat
manajemen SDM di lingkungan rumah sakit penuh tantangan.
Oleh karena itu jika tenaga kerja di lingkungan rumah sakit terkapar dengan penyakit
akibat kerja, maka banyak hal yang akan terganggu dalam efisien dan fungsi tenaga
kerja di rumah sakit. Sesuai dengan rekomendasi ILO dalam kewajiban setiap warga
negara untuk dapat melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan nasional dalam
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja, mengingat rumah sakit
merupakan sarana kesehatan yang memiliki banyak tenaga kerja baik medis maupun non
medis yang beresiko mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Tenaga kerja dalam UU No. 14 berhak mendapat perlindungan atas kesehatan,
keselamatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan
martabat manusia dan moral agama. Dalam hal ini perlu adanya upaya perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas di lingkungan rumah sakit.
Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja merupakan seuatu hambatan pada tingkat keamanan dalam
bekerja, dalam hal ini perlu adanya upaya pencegahan, baik untuk keselamatan maupun
kesehatan para pekerja yang ada di lingkungan rumah sakit. Penyakit akibat kerja atau
berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja
secara terus menerus setiap hari.

Untuk mengantisipasi hal ini, maka langkah awal yang penting adalah
pengenalan/identifikasi bahaya yang bisa timbul dan dievaluasi, kemudian dilakukan
upaya pengendalian dengan cara melihat dan mengenal (walk through inspections).
Dalam lingkungan kerja seseorang dapat terganggu kesehatannya, dan gangguan
kesehatan akibat lingkungn kerja ini cukup banyak terjadi. Penyakit akibat kerja salah
satunya terjadi karena disebabkan kondisi lingkungan kerja seperti udara dingin, panas,
bising, bahan kimia, debu dan lain-lain. Gangguan kesehatan pada pekerja juga dapat
disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun faktor yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status
kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya di lingkungan kerja
tetapi juga oleh faktor kesehatan pekerja yang akan berpengaruh pada prilaku pekerja
yang tidak konsentrasi.
Berikut ini merupakan contoh penyakit akibat kerja yang merupakan penyebab dari
lingkungan kerja:
a. Faktor fisik
- Suara tinggi yang bising melewati ambang batas normal dapat menyebabkan ketulian
- Tempratur tinggi dapat menyebabkan hyperpireksi, heat cramp, heatstres.
- Radiasi sinar elektromagnetik, radioaktif dapat menyebabkan katarak, tumor dan lainlain.
- Tekanan udara yang tinggi dapat menyebabkan coison disease
- Getaran dapat menyebabkan gangguan proses metabolism polineurutis, gangguan
syaraf.
- Penerangan yang kurang dapat merusak penglihatan.
b. Faktor Kimia
- Bahan-bahan kimia yang masuk melalui saluran pernafasan yang dapat membuat efek
samping alergi, iritasi, korosif, asphyxia.

- Debu yang dapat mengakibatkan pneumoconioses dan lain-lain


- Uap dan gas beracun yang dapat menyebabkan keracunan
c. Faktor Biologis
- Seperti bakteri, viral diseases, parasitic diseases dan lain-lain
d. Faktor Ergonomi
- Posisi kerja, alat kerja yang tidak ergonomis, cara kerja yang salah, konstruksi yang
salah sehingga dapat memiliki efek kelelahan terhadap tubuh.
- Angkat beban yang berat
- Posisi statis
- Posisi membungkuk yang tidak ergonomis
e. Faktor Mental Psikologis
- Hubungan kerja, organisasi kerja, komunikasi social
- Beban kerja mental kondisi penyakita pasien.
- Kerja shift
Penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dikalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan di lingkungan rumah sakit belum teratasi dengan baik, sehingga terjadi
kecenderungan peningkatan prevalensi. Dalam hal ini perlu mendapat perhatian, karena
seseorang yang bekerja jika mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja bukan
hanya berpengaruh pada diri sendiri, tetapi juga produktifitas kerja menurun dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang maksimal terhadap pasien.
Resiko petugas rumah sakit terhadap gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja pada
umumnya disebabkan oleh prilaku petugas dalam kepatuhan melaksanakan setiap
prosedur terhadap kewaspadaan. Melihat hal di atas tentunya kita perlu menyadari

bahwa dalam lingkup pekerjaan di bidang kesehatan mempunyai banyak resiko terhadap
kesehatan pekerja. Tenaga kerja (tenaga medis dan non medis) yang beresiko terhadap
penyakit akibat kerja di rumah sakit antara lain:
a. Perawat yang setiap hari kontak dengan pasien dalam waktu yang cukup lama 6
sampai 8 jam perhari, sehingga selalu terpajan terhadap mikroorganisme pathogen dapat
membawa infeksi dari satu pasien ke pasien yang lain. Hasil penelitian membuktikan
bahwa tenaga kerja perawat banyak ditemukan cedera sprain dan strain, nyeri pinggang,
merupakan keluhan terbanyak yang ditemukan pekerja perawat di rumah sakit. Luka
sayat dan tusukan jarum yang tidak sesuai prosedur penggunaannya atau pada saat
pencucian instrument tajam yang beresiko tersayat.
b. Dokter dapat tertular penyakit dari pasien, terpapar bahan kimia anesthesi halotan
yang mudah menguap merembes menembus masker sehingga menyebabkan gangguan
somatic, nyeri kepala, mual sampai gangguan fungsi saraf pusat. Robeknya sarung
tangan dapat menyebabkan cedera sayatan dan tusukan jarum.
c. Dokter gigi, tingginya kadar HBsAg dan anti HBC para dokter gigi disbanding dengan
petugas kesehatan lain, hal ini diduga sebagai pajanan air ludah pasien, penyakit infeksi
akibat kerja, pajanan dosis rendah seperti merkuri, pajanan bahan penambal lubang gigi
yang berkepanjagan dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, lesu, anorexia.
Nyeri punggung juga sering dialami oleh karena posisi kerja yang tidak ergonomis.
d. Petugas Gizi, sebagai penyaji diet atau makanan pasien, dalam hal ini petugas gizi
pada umumnya terpajan salmonella dari bahan mentah ikan, daging dan sayuran yang
setiap hari terpapar sehingga beresiko terjadi gangguan gastrointestinal.
e. Petugas Farmasi yan melayani pembelian dan penyediaan obat-obat pasien segala
penyakit, yang setiap hari akan menghirup bahan-bahan kimia segala jenis obat-obatan
yang merembes dan menembus masker, hal ini dapat menyebabkan resiko keracunan.
f. Petugas Laboratorium yang setiap hari melakukan pemeriksaan darah, urin, sputum,
feses pasien dengan segala jenis penyakit sehingga akan beresiko terpajan bakteri
maupun virus yang berasal dari bahan objek pemeriksaan.

g. Petugas Radiologi, radiasi merupakan pajanan yang sangat berbahaya bagi gangguan
kesehatan pekerja, dalam hal ini perlu adanya petugas yang lebih bertanggung jawab
dalam upaya pengendaliannya.
h. Petugas londri rumah sakit yang setiap hari terpajan dengan bahan linen yang berasal
dari bekas pakai pasien dengan segala jenis penyakit menular, hal ini dapat
menyebabkan penyebaran bakteri maupun virus yang berasal dari linen kotor. Bakteri
dan virus menyebar pada saat petugas londri melakukan seleksi jenis linen, sehingga
sangat beresiko terhadap penyakit gangguan pernafasan.
i. Petugas rumah tangga di lingkungan rumah sakit yang setiap hari membersihkan lantai
semua bagian tempat rawat inap pasien segala penyakit menular, yang terpapar dengan
bakteri maupun virus, sehingga dapat mengakibatkan virus dan bakteri berterbangan dan
terhirup petugas, hal ini dapat mengakibatkan penyakit gangguan sistem pernafasan dan
infeksi lainnya.
Upaya Pencegahan dan Pengendalian
Agar tenaga kerja di lingkungan rumah sakit tetap efisien dan produktif dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta tidak mengalami penyakit akibat
kerja maka tindakan untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya penerapan
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit,
Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit melibatkan semua unsur
manajemen, karyawan dan lingkungan kerja yang terintegrasi sebagai upaya pencegahan
dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di lingkungan rumah sakit
yang bertujuan adalah menciptakan tempat kerja yang aman, sehat serta bebas dari
pencemaran paparan lingkungan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efesiensi dan produktifitas kerja.
Langkah awal yang peting adalah upaya pengendalian di lingkungan kerja rumah sakit
antara lain kesehatan kerja bagi karyawan, sanitasi lingkungan rumah sakit, pengamanan
pasien, pengunjung maupun petugas rumah sakit dan lain-lain. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi dan mnghindarkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja adalah sebagai berikut:

a. Melakukan substitusi pengenalan lingkungan kerja dengan cara melihat dan menganal
potensial bahaya lingkungan kerja. Mengganti peralatan kerja yang tidak layak pakai.
b. Evaluasi lingkungan kerja dalam hal ini menilai karakteristik dan besarnya potensipotensi bahaya yang mungkin timbul sehingga dengan mudah dapat memprioritaskan
dalam mengatasi masalah yang lebih potensial.
c. Pengendalian lingkungan kerja dengan melakukan tindakan mengurangi bahkan
menghilangkan pajanan terhadap gangguan kesehatan pekerja dilingkungan kerja
dengan cara teknologi pengendalian.
d. Pengendalian administratif dengan mengingatkan pekerja untuk dapat menggunakan
alat pelindung diri yang baik dan benar, membuat rambu-rambu bahaya dilingkungan
kerja yang berpotensi bahaya.
e. Pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala untuk mencari faktor penyebab dan
upaya pengobatan.
f. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja di
lingkungan rumah sakit.
g. Pengendalian fisik lingkungan kerja, mengidentifikasi suhu, kelembaban,
pencahayaan, getaran, kebisingan, pengendalian sistem ventilasi dan lain-lain.
h. Melakukan pengawasan dan monitoring secara berkala pada lingkungan kerja rumah
sakit.
i. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja dan prosedur kerja.

Jumat, 18 Mei 2012

Kasus Kecelakaan Di Laboratorium


Baru baru ini terjadi kecelakaan labolatorium di sembuah kampus. Hal ini dapat menjadi pelajaran
untuk kita agar tidak terjadi di labolatoium di baik perusahaan atau kampus Sobat.
Seorang pelajar sedang bekerja di sebuah laboatorium pada hari sabtu sore, ia melakukan
eksperimen dengan mengikuti prosedur yang diambil dari surat kabar yang diterbitkan di kotanya.
Prosedur tersebut meliputi penggunaan beberapa material sangat realktifdi dalam fume hood.
Bagaimanapun, eksperimen yang diterbitkan itu merekomendasikan untuk pre-distilling material,
dimana protokol ini tidak diikut sebagaiaman disyaratkan dalam experimen itu. Akibatnya, ketika
material tersebut dipanaskan, reaksi terjadi yang menyebabkan ledakan. Ledakan tersebut
memecahkan vesel gelas reaksi dan isinya tersebar kemana-mana, di dalam isi terdapat msabul oli
mineral yang memanasi vesel tersebut.

Pada saat ledakan terjadi, pelajar itu baru saja membuka vertical hood sashes untuk memanipulasi
thermometer. Ia mengalami cidera pada wajah dimana percikan material mengakibatkan luka bakar.
Untungnya pelajar itu menggunakan kacamata keselamatan yang mencegah terjadinya kerusakan
matanya. Teman nya yang membantu ia saat itu dengan menghubungi petugas keselamatan. Ia
juga memadamkan api yang dihasilkan dari ledakan dengan menggunakan pemadam api ringan
yang tersedia di dalam lab.
Pelajaran yang dapat diambil dari kecelakaan ini adalah sebagai berikut: (Kamu mungkin bisa
mengidentifikasi penyebab lainnya.)
1.

Jangan pernah bekerja sendiri ketika melakukan prosedur eksperimen yang memiliki potensi

bahaya.
2.

Selalu meninjau ulang protokol eksperimen dan disahkan oleh penasehat peneliti dan atau

petugas kesehatan bahan kimia.


3.

Ketika memungkinkan, jaga hood, shield terpasang untuk melindungi Anda. Selalu berhati-hati

dalam membuat prosedur dan peralatan eksperimen seperti manipulasi minum diperlukanhal ini
secara signifikan mengurangi resiko potensu papadan dan bahaya.
4.

Selalu mengenakan alat pelindung diri. Pelindung muka dalam pekerjaan ini dapat melindungi

mata anda dari cidera terbakar.

5.

Selalu menjaga kuantiti zat kimia tambahan disimpan di lokasinya yang tepat.

Lab ini memiliki bermacam-macam botol kimia yang di letakan pada meja lab. Jika api tidak segera
dipadamkan, muatan api di dalam lab dapat menjadi sulit untuk dipadamkan.
Semoga dengan kasus kecelakaan di labolatorium ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua
untuk tetap mengutamakan keselamatan dimanapun Anda berada.

Diposkan oleh Indra Kim di 20.06

http://blognyaindrakosasih.blogspot.co.id/2012/05/kasus-kecelakaan-dilaboratorium_18.html

Ini Penyebab Ledakan di Lab Kimia Kampus UI


By Atem Allatifon 16 Mar 2015 at 21:37 WIB
Liputan6.com, Depok - Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) angkatan
2013 mengalami musibah kecelakaan kerja di laboratorium kampus mereka di Depok, Jawa
Barat. 12 Mahasiswa mengalami luka ringan dan 2 mendapat luka serius ketika
terjadi ledakan di laboratorium kima Fakultas Farmasi UI.
Pihak Kampus UI pun menjelaskan urutan kronologi kecelakaan tersebut sesuai dengan
laporan dari Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan FFUI.
Sebelum praktikum dimulai, persiapan dan briefing dipandu laboran dan teknisi digelar pagi tadi
pukul 08.00-09.00 WIB. Selanjutnya pada pukul 09.00-09.30 WIB dilakukan pemasangan alat
destilasi oleh mahasiswa yang dibantu oleh laboran. Pada pukul 09.30-10.00 WIB praktikum
dimulai.
"(Namun) Pukul 10.30 WIB terjadilah peristiwa labu destilasi meledak, sejumlah mahasiswa
terkena serpihan labu destilasi, belasan mahasiswa langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat
yakni RS Graha Permata Ibu dan RS Bunda, Jalan Margonda Raya," ungkap Humas Fakultas
Farmasi UI, Devfanny Aprilia Artha dalam keterangan tertulis yang diterimaLiputan6.com,
Senin (16/3/2015) malam.
Ia memaparkan, praktikum perkuliahan itu terbagi menjadi 10 kelompok, di mana setiap
kelompok terdiri dari 6-8 mahasiswa.
"Setiap mahasiswa diminta untuk melakukan destilasi terhadap bahan yang berbeda-beda. Alat
labu destilasi yang berisi campuran asam, fenol, dan alkohol 95 persen, dididihkan di atas kasa
asbes dengan menggunakan pemanas bunsen atau lampu spiritus. Setelah mendidih
mahasiswa diinstruksikan untuk menampung destilat sebanyak 20 tetes atau sekitar 1 mililiter,"
urai Devfanny.
Diperkirakan, lanjut Devfanny, jumlah destilat yang ditampung sudah mencukupi 1 ml tetapi
mahasiswa kelompok ini atau regu dimana labu destilasi meledak, masih terus melakukan
destilasi dan pemanasan sampai larutan sampel dalam labu destilasi hampir kering.
"Akibatnya terjadi ledakan dari labu destilasi karena suhu dan tekanan yang terlalu tinggi.
Pecahan kaca dari labu destilasi yang meledak melukai dan mencederai mahasiswa yang ada
di sekitarnya. Dipastikan kejadian kecelakaan disebabkan oleh human error," ujar Devfanny.
Berikut nama-nama mahasiswa yang menjadi korban kecelakaan ledakan di laboratorium kimia
Fakultas Farmasi UI:
Korban luka ringan:

1. Dawami Arijan (dilarikan ke R.S. Bunda Margonda dan sudah diizinkan pulang)
2. Apriantika Sari (dilarikan ke R.S. Bunda Margonda dan sudah diizinkan pulang)
3. Chareza Lutfi Ramadhan (dilarikan ke R.S. Bunda Margonda dan sudah diizinkan pulang)
4. Della Syariyana (dilarikan ke R.S. Graha Permata Ibu sudah diperbolehkan pulang)
5. Chavella Avatara (dilarikan ke R.S. Graha Permata Ibu sudah diperbolehkan pulang)
6. Aulika Desthahrina Nareswara (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
7. AA Sagung W Kumala Dewi (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
8. Adam Arditya Fajriawan (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
9. Agung Kristiyanto (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
10. Arini Andriani (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
11. Andini Gahayati B.R (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
12. Adhnina Fithra Azzahra (mengalami luka ringan, dibawa ke PKM)
Sementara 2 mahasiswa mengalami luka serius. "Luka berat 2 orang mahasiswa bernama
Delbika Y Chumala dan Citra Sari Purbandini dirawat di RS Bunda, Jalan Margonda, Depok.
Sementara korban luka ringan 12 orang. Saat ini sejumlah korban ledakan di laboratorium
kimia Kampus UI tersebut masih dalam penanganan tim medis," pungkas Devfanny. (Ans)
http://news.liputan6.com/read/2191996/ini-penyebab-ledakan-di-lab-kimia-kampusui

Sumber Kecelakaan Kerja Di Laboratorium


Friday, November 18, 2011 ARTIKEL ILMIAH, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA, LABORATORIUM 1
comment

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk
rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan
dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan
barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi
gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami
sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

B.

Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

C.

Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban
kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

BAB II
PEMBAHASAN
Laboratorium adalah sarana yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran, penetapan, dan pengujian
terhadap bahan yang digunakan untuk penentuan formula obat yang akan dibuat. Laboratorium Kesehatan adalah
sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari
manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
Untuk dapat menerapkan K3 yang baik, fasilitas laboratorium harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini:
1. Harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai agar sirkulasi udara berjalan lancar.
2. Harus mempunyai alat pemadam kebakaran terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.
3. Harus menyediakan alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
4. Meja yang digunakan harus diberi bibir untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar, korosif dan
melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran
5. Menyediakan dua buah jalan keluar untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
6. Tempat penyimpanan di laboratorium di desain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan
berbahaya dalam jumlah besar.
7. Harus tersedianya alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
8. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk
menghindari bahaya kebakaran.
9. Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya
kebakaran dapat disediakan bendung bendung talam.
IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KESEHATAN DAN
PENCEGAHANNYA
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan,
kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di
laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.


d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
1. Terpeleset, biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya :
Ringan: memar
Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahannya :
Pakai sepatu anti slip
Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
Pemeliharaan lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibatnya:
cedera pada punggung.
Pencegahannya :
Beban jangan terlalu berat
Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
3. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya.
Akibatnya :
Tertusuk jarum suntik
Tertular virus AIDS, Hepatitis B
Pencegahannya :
Gunakan alat suntik sekali pakai
Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah
disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup
4. Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala
(flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah
terbakar dan panas.
Akibatnya :
Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahannya :
Konstruksi bangunan yang tahan api
Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
Sistem tanda kebakaran
Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
Jalan untuk menyelamatkan diri

Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.


Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.
tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
f. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
g. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
h. Kebersihan diri dari petugas.
PEDOMAN UMUM (GOOD LABORATORY PRACTICE)

Tidak boleh makan minum, merokok di lab

Dilarang memasukkan jari ke dalam mulut

Dilarang bekerja sendiri di lab

Semua bahan yang ada di lab harus dianggap infeksius atau toksis

Gunakan APD, gunakan lemari kabinet keamanan lab

Cuci tangan sebelum dan sesudah

Dilarang membuang sampah infeksius disembarang tempat

Tidak dibenarkan memipet dengan mulut dan menghirup

Gunakan jarum semprit dengan hati-hati

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan
laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk
dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan
masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium
kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai
peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan
yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga
berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.
A.

Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja
akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan
keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

http://analismuslim.blogspot.co.id/2011/11/sumber-kecelakaan-kerja-dilaboratorium.html

Anda mungkin juga menyukai