Anda di halaman 1dari 9

Pengertian uji klinik dan uji pra klinik

Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana
sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau pra klinik
Uji pra klinik adalah Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi
maupun sintesis) terlebih dahulu diuji dengan serangkaian uji farmakologi pada
hewan

Jenis-jenis :
Jenis uji klinik
1. Uji Klinik Fase I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia. Uji klinik fase I dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa
pembanding dan tidak tersamar, dengan jumlah subyek bervariasi antara 20-
50 orang.
2. Uji Klinik Fase II
Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka
karena masih merupakan penelitian eksploratif, karena itu belum dapat
diambil kesimpulan yang mantap mengenai efikasi obat yang bersangkutan.
3. Uji Klinik Fase III
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru
benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan
untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standard.
4. Uji Klinik Fase IV
Uji terhadap obat yang telah dipasarkan (post marketing surveilance),
Mamantau efek samping yang belum terlihat pada uji-uji sebelumnya. Fase
ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola
efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya.
Jenis uji pra klinik
1. Uji Farmakodinamika
Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek
farmakologik seperti yang diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan
mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
2. Uji Farmakokinetik
Untuk mengetahui ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan
Eliminasi), Merancang dosis dan aturan pakai.
3. Uji Toksikologi untuk mengetahui keamanannya
4. Uji Farmasetika
Memperoleh data farmasetikanya, tentang formulasi, standarisasi,
stabilitas, bentuk sediaan yang paling sesuai dan cara penggunaannya.

Penggolongan Obat Menurut Permenkes No.917 Tahun 1993

Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan
obat ini terdiri atas : obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat
keras, psikotropika dan narkotika.

1. Obat Bebas
Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun
1994 tentang izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah
obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk
dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah
terdaftar di Depkes RI. Di buku ISO ada tanda atau tulisan B.
Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B
Compleks, E dan Obat batuk hitam, Oralit, Ibuprofen 200 mg. Penandaan obat
bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang
tanda khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat bebas terbatas. Tanda
khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna
hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Penandaan Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-
obatan ke dalam daftar obat W (Waarschuwing) memberikan pengertian obat
bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya
tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda
peringatan.
Di buku ISO ditandai dengan tulisan T. Tanda peringatan tersebut
berwarna hitam,berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat
pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :

Gambar 2. Peringatan Obat Bebas Terbatas


Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran
berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti pada gambar berikut:

Gambar 3. Penandaan Obat Bebas Terbatas


Sebagai contoh peringatannya :
P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya.
Dulcolax tablet
Acetaminofen = >600 mg/tab atau >40 mg/ml (kep Menkes
no.66227/73)
SG tablet.
P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan
Gargarisma khan
Betadin gargarisma
P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan
Anthistamin pemakain luar , misal dalam bentuk cream, caladin,
caladril.
Lasonil
Liquor burowl
P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar
Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang mengandung
scopolamin.
P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan
Dulcolax Suppos
Amonia 10 % ke bawah
P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan:
Varemoid
c. Obat Keras
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
menetapkan/memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan
pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut :
1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parenteral.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan
kesehatan manusia.
Contoh :
Andrenalinum
Antibiotika
Antihistaminika, dan lain-lain
Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G
(Gevarrlijk) adalah Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan hurup K yang menyentuh garis tepi, dan di
penandaanya harus dicantum kalimat Harus dengan Resep Dokter. seperti
yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Penandaan Obat Keras

d. Obat Wajib Apotek


Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker di apotek tanpa resep dokter. Menurut keputusan menteri kesehatan
RI Nomor 347/Menkes/SK/VIII/1990 yang telah diperbaharui Mentri
Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 dikeluarkan dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1. Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkatkan peran apoteker di apotek
dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat
kepada masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan
untuk pengobatan sendiri. Obat yang termasuk kedalam obat wajib apotek
misalnya : obat saluran cerna (antasida), ranitidine, clindamicin cream dan
lain-lain.
Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990 tentang
obat wajib Apotek (OWA 1) No. I, dan keputusan Menkes : 924/93 (OWA 2)
maka menurut cara memperolehnya, obat keras terbagi 2:
a. Harus dengan resep dokter ( G1)
Untuk semua injeksi
Antibiotika dan virus
Obat-obat jantung
Obat-obat psikotropika.
b. Disarankan oleh apoteker di apotek
pil kb
analgetik-antipiretik ( antalgin, asam mefenamat)
antihistamin dan obat asma
Psikotropika Kombinasi
Obat Keras tertentu

OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker


Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Walaupun APA boleh memberikan
obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan
OWA.
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien
(nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan
kepada pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang
termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup:
indikasi, kontra-indikasi, cara pemakaian, cara penyimpanan dan efek
samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek
tidak dikehendaki tersebut timbul.

Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat,


maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan
bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi
(asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata
(salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.

Tabel. Contoh OWA

Obat Indikasi Jumlah yang boleh diberikan


Asam mefenamat Antiinflamasi dan anagesik 10 tablet
Salep hidrokortison Antialergi topical 1 tube
Obat KB Antifertilitas 1 siklus (28 hari)

e. Obat Golongan Narkotika


Pengertian narkotika menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan I, II dan III.
Contoh :
Tanaman Papaver Somniferum
Tanaman Koka
Tanaman ganja
Heroina
Morfina
Ovium
Kodeina
Obat narkotika ditandai dengan lingkaran warna putih ada palang
merah di tengah-tengahnya dan termasuk daftar O (Opiat). Untuk
memperolehnya harus dengan resep dokter dan apotik wajib melaporkan
jumlah dan macamnya. Peresepan tidak boleh diulang dan ada tanda tangan
dokter penulis resep. Di buku ISO ditandai dengan N.

Gambar 5. Penandaan Obat Narkotika

f. Obat Psikotropika
Pengertian psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan perilaku. Contoh :
Lisergida
Amphetamin
Codein
Diazepam
Nitrazepam
Fenobarbital
Untuk Psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan
penandaan untuk obat keras, hal ini karena sebelum diundangkannya UU RI
No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, maka obat-obat psikotropika termasuk
obat keras, hanya saja karena efeknya dapat mengakibatkan sidroma
ketergantungan sehingga dulu disebut Obat Keras Tertentu.
Sehingga untuk Psikotropika penandaannya : lingkaran bulat berwarna
merah, dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang
berwarna hitam.

Tanda Obat Psikotropik

Menurut Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang PSIKOTROPIKA


yang terdiri atas 16 bab 74 pasal, tertanggal 11 maret 1997, PSIKOTROPIKA
adalah zat atau obat baik alamiah maupun bukan narkotik yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Anda mungkin juga menyukai