Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PELAYANAN INFORMASI OBAT


“ Pasien Infeksi Saluran Pernapasan”

Kelas A
Kelompok 5

Diana Mulyana (1820364013)


Dinny Fitriani (1820364014)
Etik Puji Hastuti (1820364015)
Fatimah (1820364016)
Fitriani (1820364017)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan
kefarmasian ini merupakan wujud pelaksanaan pekerjaan kefarmasian berdasarkan UU No.
23 tahun 1992 tentang kesehatan.

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up to date
mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya spesialisasi dalam
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada dasarnya adalah untuk
menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai
kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien. Pelayanan kefarmasian tersebut memerlukan
informasi obat yang lengkap, objektif, berkelanjutan, dan selalu baru up to date pula. Untuk
itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak yang sesuai dengan lingkungan masing masing rumah
sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias
komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga dan (4)
disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kefarmasian dan kesehatan.

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen,
yang disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus penyebab ISPA antara
lain golongan miksovirus yang meliputi virus influensa, virus pra-influensa dan virus
campak.

Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA
sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh
kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian adalah banyaknya
penderita ISPA yang terus meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan peringkat keempat
dari 15 juta penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun kejadian ISPA di Indonesia
150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5 menitnya. Berdasarkan
DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian disebabkan oleh ISPA.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari PIO?
2. Apa tujuan dan prioritas dari PIO?
3. Apa fungsi fungsi dari PIO?
4. Siapa saja yang menjadi sasaran informasi obat?
5.

1.3. TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui dan memahami definisi dari PIO
2. Mengetahui tujuan dan prioritas dari PIO
3. Mengetahui dan memahami fungsi dari PIO
4. Mengetahui siapa saja yang menjadi sasaran informasi obat

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PELAYANAN INFORMASI OBAT


2.1.1. Pengertian PIO

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Anonim, 2004).
Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud dan
intinya sama. Salah satu definisinya, informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan
objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi
dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencakup, tetapi tidak terbatas pada pengetahuan
seperti nama kimia, struktur dan sifat sifat, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi
terapi, mekanisme kerja, waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal
pemberian, dosis yang direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi,
efek samping dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda
dan gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data
penggunaan obat dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan
pengobatan pasien (Siregar, 2004).

2.1.2. Tujuan dan prioritas PIO

a. Tujuan PIO
1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien,
tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan
pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi) (Anonim,
2006).

b. Prioritas PIO

Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien melalui
terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada permintaan
informasi obat yang paling mempengaruhi secara langsung pada perawatan pasien.
Proritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai berikut :

a. Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati


b. Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus
c. Pengobatan pasien ambulatory dengan masalah terapi obat khusus
d. Bantuan kepada staf professional kesehatan untuk penyelesaian tanggung jawab
mereka
e. Keperluan dari berbagai fungsi PFT
f. Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat

2.1.3. Fungsi fungsi PIO


1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan
dengan obat, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi
3. Meningkatkan profesionalisme apoteker
4. Menunjang terapi obat yang rasional
5. Meningkatkan keberhasilan pengobatan

2.1.4. Sasaran informasi obat

Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok
orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti dibawah ini :
1. Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap pemilihan obat serta regimennya untuk
seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia dapat
membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker,
menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis
dalam kunjungan ke ruang perawatan pasien atau dalam konferensi staf medis (Siregar,
2004).

2. Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat dan rangkaian proses penggunaan obat,
apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek obat pasien, terutama
tentang pemberian obat. Perawat adalah professional kesehatan yang paling banyak
berhubungan dengan pasien, karena itu perawatlah yang umumnya mengamati reaksi obat
merugikan atau mendengan keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi
sebagai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada
umumnya harus praktis dan ringkas misalnya frekuensi pemberian dosis, metode
pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas
campuran sediaan intravena dan sebagainya (Siregar, 2004).

3. Pasien dan keluarga pasien


Informasi yang dibutuhkan pasien dan keluarga pasien pada umumnya adalah informasi
praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan professional
kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai kunjungan
tim medis ke ruang perawatan, sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan
sewaktu penyerahan obat. Informasi obat untuk pasien/keluarga pasien pada umumnya
mencakup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada
obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat dan sebagainya (Siregar, 2004).

4. Apoteker
Setiap apoteker rumah sakit masing masing mempunyai tugas atau fungsi tertentu, sesuai
dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung
berinteraksi dengan professional kesehatan dan pasien, sering menerima pertanyaan
mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera,
diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat.
Apoteker di apotek dapat meminta bantuan informasi obat kepada sejawat di rumah sakit
(Siregar, 2004).

5. Kelompok, Tim, Kepanitiaan dan Peneliti


Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada kelompok
professional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti dan kepanitiaan yang
berhubungan dengan obat. Kepanitiaan dirumah sakit yang memerlukan informasi obat
antara lain : panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem
pemantauan kesalahan obat, panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat
merugikan, tim pengkaji penggunaan obat retrospektif, tim program pendidikan “in
service” dan sebagainya (Siregar, 2004).

2.2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut


2.2.1. Pengertian ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
(klinikita, 2007). Berikut ini adalah beberapa pengertian ISPA menurut para ahli,
yaitu : ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran
pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah
dan pleura (Depkes, 2001).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara
maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan
anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa (Klinikita,
2007).

2.2.2. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002):


a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk pilek dan
sesak.

b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu
tubuh lebih dari 39 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.

c. ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

2.2.3. Epidemiologi ISPA

Kerentanan agen yang menyebabkan nasofaring akut adalah universal, tetepi


karena alasan yang kurang mengerti kerentanan ini bervariasi pada orang yang sama
dari waktu kewaktu. Anak menderita rata-rata lima sampai delapan infeksi setahun
dan angka terjadi selama umur 2 Tahun pertama frekuensi Nasofaringitis akut
berbanding langsung dengan angka pemejanan, dan sekolah taman kanak-kanak
sertra pusat perawatan harian mungkin epidemiologi sebenarnya. Kerentanan dapat
bertambah karena nutrisi yang jelek (Nelson, 2000).

2.2.4. Etiologi Penyakit ISPA

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas.
Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya pencemaran udara
dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah. Pencemaran udara
dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah asap
pembakaran yang digunakan untuk memasak. Dalam hal ini misalnya bahan bakar
kayu. Selain itu, asap rokok yang ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang
mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko terjadinya ISPA.
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi dua yaitu
ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu dimana aliran udara di
dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin,
dan lubang-lubang pada dinding. Ventilasi alamiah tidak menguntungkan, karena
juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah.
Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan
udara misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok
dengan kondisi rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang akan lebih
memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita karena mereka lebih lama
berada di rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

2.2.5. Faktor Resiko ISPA

Menurut Depkes RI (2002), faktor resiko terjadinya ISPA secara


umum yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku
(Putra Prabu, 2009).

2.5.1 Faktor lingkungan

1. Pencemara udara dalam rumah .

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah,
bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain (Putra
Prabu, 2009).

2. Ventilasi rumah

Ventilasi adalah proses penyediaan udara atau pengarahan udara ke


atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Membuat
ventilasi udara serta pencahayaan di dalam rumah sangat diperlukan
karena akan mengurangi polusi asap yang ada di dalam rumah sehingga
dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang lama kelamaan
bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas penghawaan atau ventilasi
a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Putra Prabu, 2009).

3. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor


polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan jumlah kamar
yang penghuninya lebih dari dua orang, karena bisa menghalangi proses
pertukaran udara bersih sehingga menjadi penyebab terjadinya ISPA
(Putra Prabu, 2009).

2.5.2 Faktor individu anak

1. Umur anak

Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia
dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA
tertinggi pada umur 6-12 bulan (Putra Prabu, 2009).
7

2. Berat badan lahir

Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami


lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan
lainnya (Putra Prabu, 2009).

3. Status gizi

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “ bahkan
serangannya lebih lama (Putra Prabu, 2009).

2.5.3 Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA


pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di
keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita
semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga itu balita dan
anggota keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan
terampil menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Putra Prabu, 2009).

2.6 Patofisiologi
Penyebab dari saluranakut adala bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing
lainya (Wong Donna, 2004). Berdasarkan penyebab diatas yang paling
mencetuskan ISPA adalah virus. Virus tersebut dinamakan Streptocus dan
Shaphy Lococus, kemudian masuk melalui partikel udara dan melekat pada
epitel sel di hidung. Kemudian masuk ke bronkus dan ke Traktus respralorius
atau sel nafas, sehingga menimbulkan tanda dan gejala influensa seperti:
batuk, pilek pegal-pegal, demam, sakit kepala, batuk, sakit pada tenggorokan,
tidak nafsu makan, gelisah atau rewel (Republika, 2004).

Dari faktor predisposisi pada penyakit ISPA adalah imunisasi yang


tidak lengkap, kurang gizi, dan lingkungan yang tidak sehat (Tempo
Interaktif, 2004). Komplikasi yang dapat menyebarkan infeksi sehingga
menurunkan ke saluran pernafasan bawah dapat melihatkan bronkus yang
menimbulkan bronchitis, penyebaran lebih lanjut ke jaringan paru yang
menyebabkan pneumonia. Infeksi dapat juga menyebar ke telinga bagian
tengah yang menyebabkan otritis, dan sinusitisatau infeksi sinus ( tempo
Interaktif, 2004).

2.9 Penatalaksanaan

Berikut ini adalah pengobatan ISPA berdasarkan klasifikasinya yakni:

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,


oksigendan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita


tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan


di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap
sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
12

Sedangkan untuk perawatan di rumah antara lain:

1. Mengatasi demam

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan


memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

2. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan


tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau
madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-


ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)


lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain:

1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik,

2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.


1
3

4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara


adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung
dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit
ISPA.

BAB III
CONTOH TANYA JAWAB PIO
PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN

3.1. Pio Dengan Dokter

Seorang dokter disuatu rumah sakit menghubungi pusat PIO yang berada di
rumah sakit tersebut lewat telepon. Dokter tersebut ingin menanyakan tentang
penggunaan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol pada pasien anak yang
mengalami infeksi saluran napas akut (faringitis).

PIO : Halo selamat siang. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat (PIO). Ada
yang bisa kami bantu ?

Dokter : Iya siang mba. Saya dokter Rudi dari spesialis anak dari Rumah
Sakit Banjarbaru ini ingin berkonsultasi tentang antibiotik yang digunakan
untuk pasien anak yang mengalami ISPA (faringitis).

PIO : Oh iya dok, silahkan dok.


Dokter : Emm.. begini mba kan saya punya beberapa pasien anak yang
mengalami ISPA (faringitis) saya berikan terapi dengan kombinasi antibiotik
ampisilin dan kloramfenikol nah setelah saya pantau kok tidak ada perubahan
dengan penyakitnya. Bagaimana menurut anda tentang kasus ini ?

PIO : Sebentar ya dok, saya cek data antibiotiknya dulu.. Telpon nya bisa
dimatikan dulu dok nanti setelah data terkumpul kami hubungi dokter kembali.

Dokter : oke baik.

(Setelah beberapa jam kemudian. Pihak PIO menghubungi dokter


kembali)

PIO : Selamat siang. Kami dari Pusat Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit
Banjarbaru , apa benar ini dengan dokter Rudi spesialis anak di Rumah Sakit
Banjarbaru ?

Dokter : iya benar dengan saya sendiri. Bagaimana mba dengan kasus saya
tadi ?

PIO : begini dok, berdasarkan literatur tentang drug related problem pada
pasien anak dengan infeksi saluran pernapasan akut mengatakan bahwa
penggunaan kombinasi antara ampisilin dengan kloramfenikol terdapat
interaksi yang bersifat mayor yaitu kombinasi kedua obat ini dapat
meningkatkan resistensi dari H. influenza dan kloramfenikol dapat mengurangi
efek dari penisilin sehingga pengobatan pada pasien dokter kurang optimal
dalam memberikan efek.

Dokter : oh begitu ya mba. Jadi saya ganti terapi lain aja yang tidak ada
interaksi dan lebih efektif. Terimakasih banyak ya mba atas bantuannya.

PIO : baik dokter Rudi terimakasih kembali.

3.2. Pio Dengan Perawat


Seorang perawat datang ke Pusat Pelayanan Informasi Obat (PIO) ingin
menanyakan tentang kondisi pasien anak dengan penyakit ISPA di Rumah
Sakit Banjarbaru yang mengalami diare setelah mengkonsumsi obat-obatan
ISPA.

PIO : Halo selamat sore. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat (PIO). Ada
yang bisa kami bantu ?

Perawat: Sore mba, saya perawat dari Rumah Sakit Banjar Baru ini, ingin
menanyakan tentang kondisi pasien anak dengan ISPA yang ada di bangsal
anak mba.

PIO : Baik mba, silahkan.

Perawat: Begini mba, dibangsal anak ada beberapa anak dengan ISPA yang
mengalami diare setelah mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan. Untuk
kasus ini itu kenapa ya mba ?

PIO : Obat-obatan apa yang diberikan mba ?

Perawat: Untuk obat yang diberikan yaitu antibiotik ampisilin dan


kloramfenikol sama obat demamnya parasetamol syrup.

PIO : Baik, kami minta waktunya sebentar untuk mengecek data obat-obatan
tersebut ya mba

Perawat: Baik mba.

(setelah beberapa menit kemudian)

PIO : Mba, berdasarkan data yang kami dapatkan dari literatur untuk diare
yang terjadi pada pasien anak dibangsal tersebut merupakan efek samping dari
antibiotik ampisilin. Jadi antibiotik memang sering menyebabkan diare pada
anak.

Perawat: Mba itu bagaimana ya mekanisme obatnya sampai bisa


menyebabkan diare ?
PIO : Begini mba untuk mekanisme diare karna antibiotik itu terjadi ketika
antibiotik mengganggu keseimbangan antara bakteri baik dan buruk dalam
saluran pencernaan, sehingga menyebabkan bakteri yang berbahaya dapat
tumbuh melebihi jumlah yang seharusnya sehingga menyebabkan diare.
Sebagian besar diare karna antibiotik tidak berat dan berhenti setelah
menghentikan pengobatan.

Perawat: Oh iya mba berarti diarenya karna efek samping obat itu ya mba.

PIO : Iya bener mba.

Perawat: Oke mba terimakasih banyak atas infonya.

PIO : Sama-sama mba. Terimakasih kembali sudah datang kesini.

3.3. Pio Dengan Apoteker

Seorang Apoteker datang ke Pusat PIO ingin menanyakan bagaimana


mekanisme terjadinya otitis media pada pasien yang awalnya mengalami
infeksi saluran pernafasan akut (faringitis).

PIO : Selamat pagi bu. Ada yang bisa kami bantu?

Apoteker : Pagi bu, saya Apoteker dari Rumah Sakit Banjarbaru. Saya ingin
bertanya tentang bagaimana mekanisme terjadinya otitis media pada pasien
yang awalnya mengalami infeksi saluran pernafasan akut?

PIO : Oh iya bu. Sebentar ya saya cek data penyakit ISPA dulu.

Apoteker : Iya bu

(Beberapa menit kemudian)

PIO : Begini bu, Otitis media sering diawali dengan infeksi pada
saluran nafas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga
tengah lewat saluran eustachius. Saat bakteri melalui saluran eustachius,
bakteri dapat sebabkan infeksi disaluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan disekitar saluran, tersumbatnya saluran dan dampaknya sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri sebagai hasilnya terbentuklah nanah
dalam telinga bagian tengah. Selain itu, pembengkakan jaringan sekitar saluran
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga bagian tengah
terkumpul dibelakang gendang telinga.

Apoteker : Oh begitu jadi terjadinya otitis media karena penyumbatan pada


tuba eustachius ya.

PIO : Iya bu betul.

Apoteker : Oh iya saya mengerti. Terima kasih atas penjelasannya bu.

3.4. Pio Dengan Pasien


Seorang Ibu datang ke Pusat PIO ingin menanyakan tentang indikasi serta
aturan pakai obat yang diresepkan oleh dokter untuk anaknya.

PIO : Selamat siang bu. Ada yang bisa kami bantu?

Pasien : Iya bu. Saya ingin bertanya tentang indikasi obat serta cara pakai
obat otopain.

PIO : Oh iya sebentar bu, saya cek datanya terlebih dahulu.

(Beberapa menit kemudian)

PIO : Otopain digunakan untuk mengatasi penyakit infeksi pada telinga dengan
beberapa gejala berupa rasa nyeri, bengkak, gatal serta telinga berair. Obat ini
diteteskan 4-5 tetes 2-4 kali sehari tergantung dari keparahan infeksi atau dapat
digunakan sesuai dengan anjuran dokter. Cara penggunaan tetes telinga ini
sebelumnya cuci tangan dengan air dan sabun, hangatkan terlebih dahulu
kemasan obat tetes telinga dengan menggenggamnya selama 1-2 menit karena
air yang dingin dapat memicu rasa pusing berputar pada kepala apabila
diteteskan kedalam telinga. Buka tutup botol obat, hindari menyentuh corong
ujung mulut botol (bila botol obat menggunakan pipet pastikan bahwa pipet
bersih, tidak retak atau pecah). Lalu, miringkan kepala anak / dalam posisi
tidur menghadap kesamping sehingga telinga menghadap keatas lalu tarik daun
telinga keatas kemudian teteskan sesuai dosis yang dianjurkan dokter lalu
tarikpelan daun telinga keatas dan kebawah untuk membantu cairan obat
mengalir kedalam saluran telinga dan menekan bagian depan telingan yang
menonjol untuk mendorong obat kedalam.tetap miringkan kepala / tetap dalam
posisi tidur selama 2-5 menit.

Pasien : Oh seperti itu bu.

PIO : Apakah bisa diulang cara penggunaannya?

(Pasien mengulang dengan benar)

PIO : Baik ibu sudah benar, ada lagi yang ingin ibu tanyakan

Pasien : Tidak bu sudah cukup, terima kasih.


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan pelayanan informasi obat adala untuk menunjang ketersediaan dan
penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan
pihak lain; menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain; menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT
(Panitia/Komite Farmasi dan Terapi).

4.2. Saran
Pelayanan Informasi Obat sangat disarankan dan sangat penting dilakukan di
Pusat Pelayanan Kesehatan baik itu di rumah sakit, puskesmas, apotek maupun
pelayan kesehatan lainnya untuk membantu masyarakat guna menyelesaikan
masalah kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Manfaat dari
Pelayanan Informasi Obat adalah pengobatan menjadi lebih rasional dan optimal
serta dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1197/Menkes/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Jakarta : Kemenkes RI.

Hartini, Y.S, dan Sulasmono. 2006. Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek. Yogyakarta : Penerbit Universitas
Sanata Dharma
Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC
Wahyu, Dadang. 2010. Pelayanan Informasi Obat dan Praktek. Yogyakarta :
Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai