Kelas A
Kelompok 5
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up to date
mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya spesialisasi dalam
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada dasarnya adalah untuk
menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai
kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien. Pelayanan kefarmasian tersebut memerlukan
informasi obat yang lengkap, objektif, berkelanjutan, dan selalu baru up to date pula. Untuk
itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak yang sesuai dengan lingkungan masing masing rumah
sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias
komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga dan (4)
disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kefarmasian dan kesehatan.
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen,
yang disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus penyebab ISPA antara
lain golongan miksovirus yang meliputi virus influensa, virus pra-influensa dan virus
campak.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA
sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh
kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian adalah banyaknya
penderita ISPA yang terus meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan peringkat keempat
dari 15 juta penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun kejadian ISPA di Indonesia
150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5 menitnya. Berdasarkan
DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian disebabkan oleh ISPA.
BAB II
PEMBAHASAN
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Anonim, 2004).
Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud dan
intinya sama. Salah satu definisinya, informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan
objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi
dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencakup, tetapi tidak terbatas pada pengetahuan
seperti nama kimia, struktur dan sifat sifat, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi
terapi, mekanisme kerja, waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal
pemberian, dosis yang direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi,
efek samping dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda
dan gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data
penggunaan obat dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan
pengobatan pasien (Siregar, 2004).
a. Tujuan PIO
1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien,
tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan
pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi) (Anonim,
2006).
b. Prioritas PIO
Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien melalui
terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada permintaan
informasi obat yang paling mempengaruhi secara langsung pada perawatan pasien.
Proritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok
orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti dibawah ini :
1. Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap pemilihan obat serta regimennya untuk
seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia dapat
membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker,
menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis
dalam kunjungan ke ruang perawatan pasien atau dalam konferensi staf medis (Siregar,
2004).
2. Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat dan rangkaian proses penggunaan obat,
apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek obat pasien, terutama
tentang pemberian obat. Perawat adalah professional kesehatan yang paling banyak
berhubungan dengan pasien, karena itu perawatlah yang umumnya mengamati reaksi obat
merugikan atau mendengan keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi
sebagai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada
umumnya harus praktis dan ringkas misalnya frekuensi pemberian dosis, metode
pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas
campuran sediaan intravena dan sebagainya (Siregar, 2004).
4. Apoteker
Setiap apoteker rumah sakit masing masing mempunyai tugas atau fungsi tertentu, sesuai
dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung
berinteraksi dengan professional kesehatan dan pasien, sering menerima pertanyaan
mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera,
diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat.
Apoteker di apotek dapat meminta bantuan informasi obat kepada sejawat di rumah sakit
(Siregar, 2004).
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu
tubuh lebih dari 39 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas.
Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya pencemaran udara
dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah. Pencemaran udara
dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah asap
pembakaran yang digunakan untuk memasak. Dalam hal ini misalnya bahan bakar
kayu. Selain itu, asap rokok yang ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang
mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko terjadinya ISPA.
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi dua yaitu
ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu dimana aliran udara di
dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin,
dan lubang-lubang pada dinding. Ventilasi alamiah tidak menguntungkan, karena
juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah.
Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan
udara misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok
dengan kondisi rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang akan lebih
memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita karena mereka lebih lama
berada di rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah,
bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain (Putra
Prabu, 2009).
2. Ventilasi rumah
1. Umur anak
Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia
dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA
tertinggi pada umur 6-12 bulan (Putra Prabu, 2009).
7
3. Status gizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “ bahkan
serangannya lebih lama (Putra Prabu, 2009).
2.6 Patofisiologi
Penyebab dari saluranakut adala bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing
lainya (Wong Donna, 2004). Berdasarkan penyebab diatas yang paling
mencetuskan ISPA adalah virus. Virus tersebut dinamakan Streptocus dan
Shaphy Lococus, kemudian masuk melalui partikel udara dan melekat pada
epitel sel di hidung. Kemudian masuk ke bronkus dan ke Traktus respralorius
atau sel nafas, sehingga menimbulkan tanda dan gejala influensa seperti:
batuk, pilek pegal-pegal, demam, sakit kepala, batuk, sakit pada tenggorokan,
tidak nafsu makan, gelisah atau rewel (Republika, 2004).
2.9 Penatalaksanaan
1. Mengatasi demam
2. Mengatasi batuk
3. Pemberian makanan
4. Pemberian minuman
5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain:
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
BAB III
CONTOH TANYA JAWAB PIO
PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN
Seorang dokter disuatu rumah sakit menghubungi pusat PIO yang berada di
rumah sakit tersebut lewat telepon. Dokter tersebut ingin menanyakan tentang
penggunaan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol pada pasien anak yang
mengalami infeksi saluran napas akut (faringitis).
PIO : Halo selamat siang. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat (PIO). Ada
yang bisa kami bantu ?
Dokter : Iya siang mba. Saya dokter Rudi dari spesialis anak dari Rumah
Sakit Banjarbaru ini ingin berkonsultasi tentang antibiotik yang digunakan
untuk pasien anak yang mengalami ISPA (faringitis).
PIO : Sebentar ya dok, saya cek data antibiotiknya dulu.. Telpon nya bisa
dimatikan dulu dok nanti setelah data terkumpul kami hubungi dokter kembali.
PIO : Selamat siang. Kami dari Pusat Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit
Banjarbaru , apa benar ini dengan dokter Rudi spesialis anak di Rumah Sakit
Banjarbaru ?
Dokter : iya benar dengan saya sendiri. Bagaimana mba dengan kasus saya
tadi ?
PIO : begini dok, berdasarkan literatur tentang drug related problem pada
pasien anak dengan infeksi saluran pernapasan akut mengatakan bahwa
penggunaan kombinasi antara ampisilin dengan kloramfenikol terdapat
interaksi yang bersifat mayor yaitu kombinasi kedua obat ini dapat
meningkatkan resistensi dari H. influenza dan kloramfenikol dapat mengurangi
efek dari penisilin sehingga pengobatan pada pasien dokter kurang optimal
dalam memberikan efek.
Dokter : oh begitu ya mba. Jadi saya ganti terapi lain aja yang tidak ada
interaksi dan lebih efektif. Terimakasih banyak ya mba atas bantuannya.
PIO : Halo selamat sore. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat (PIO). Ada
yang bisa kami bantu ?
Perawat: Sore mba, saya perawat dari Rumah Sakit Banjar Baru ini, ingin
menanyakan tentang kondisi pasien anak dengan ISPA yang ada di bangsal
anak mba.
Perawat: Begini mba, dibangsal anak ada beberapa anak dengan ISPA yang
mengalami diare setelah mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan. Untuk
kasus ini itu kenapa ya mba ?
PIO : Baik, kami minta waktunya sebentar untuk mengecek data obat-obatan
tersebut ya mba
PIO : Mba, berdasarkan data yang kami dapatkan dari literatur untuk diare
yang terjadi pada pasien anak dibangsal tersebut merupakan efek samping dari
antibiotik ampisilin. Jadi antibiotik memang sering menyebabkan diare pada
anak.
Perawat: Oh iya mba berarti diarenya karna efek samping obat itu ya mba.
Apoteker : Pagi bu, saya Apoteker dari Rumah Sakit Banjarbaru. Saya ingin
bertanya tentang bagaimana mekanisme terjadinya otitis media pada pasien
yang awalnya mengalami infeksi saluran pernafasan akut?
PIO : Oh iya bu. Sebentar ya saya cek data penyakit ISPA dulu.
Apoteker : Iya bu
PIO : Begini bu, Otitis media sering diawali dengan infeksi pada
saluran nafas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga
tengah lewat saluran eustachius. Saat bakteri melalui saluran eustachius,
bakteri dapat sebabkan infeksi disaluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan disekitar saluran, tersumbatnya saluran dan dampaknya sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri sebagai hasilnya terbentuklah nanah
dalam telinga bagian tengah. Selain itu, pembengkakan jaringan sekitar saluran
eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga bagian tengah
terkumpul dibelakang gendang telinga.
Pasien : Iya bu. Saya ingin bertanya tentang indikasi obat serta cara pakai
obat otopain.
PIO : Otopain digunakan untuk mengatasi penyakit infeksi pada telinga dengan
beberapa gejala berupa rasa nyeri, bengkak, gatal serta telinga berair. Obat ini
diteteskan 4-5 tetes 2-4 kali sehari tergantung dari keparahan infeksi atau dapat
digunakan sesuai dengan anjuran dokter. Cara penggunaan tetes telinga ini
sebelumnya cuci tangan dengan air dan sabun, hangatkan terlebih dahulu
kemasan obat tetes telinga dengan menggenggamnya selama 1-2 menit karena
air yang dingin dapat memicu rasa pusing berputar pada kepala apabila
diteteskan kedalam telinga. Buka tutup botol obat, hindari menyentuh corong
ujung mulut botol (bila botol obat menggunakan pipet pastikan bahwa pipet
bersih, tidak retak atau pecah). Lalu, miringkan kepala anak / dalam posisi
tidur menghadap kesamping sehingga telinga menghadap keatas lalu tarik daun
telinga keatas kemudian teteskan sesuai dosis yang dianjurkan dokter lalu
tarikpelan daun telinga keatas dan kebawah untuk membantu cairan obat
mengalir kedalam saluran telinga dan menekan bagian depan telingan yang
menonjol untuk mendorong obat kedalam.tetap miringkan kepala / tetap dalam
posisi tidur selama 2-5 menit.
PIO : Baik ibu sudah benar, ada lagi yang ingin ibu tanyakan
4.1. Kesimpulan
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan pelayanan informasi obat adala untuk menunjang ketersediaan dan
penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan
pihak lain; menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain; menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT
(Panitia/Komite Farmasi dan Terapi).
4.2. Saran
Pelayanan Informasi Obat sangat disarankan dan sangat penting dilakukan di
Pusat Pelayanan Kesehatan baik itu di rumah sakit, puskesmas, apotek maupun
pelayan kesehatan lainnya untuk membantu masyarakat guna menyelesaikan
masalah kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Manfaat dari
Pelayanan Informasi Obat adalah pengobatan menjadi lebih rasional dan optimal
serta dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1197/Menkes/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Jakarta : Kemenkes RI.
Hartini, Y.S, dan Sulasmono. 2006. Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek. Yogyakarta : Penerbit Universitas
Sanata Dharma
Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC
Wahyu, Dadang. 2010. Pelayanan Informasi Obat dan Praktek. Yogyakarta :
Graha Ilmu