Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi
sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang
memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat
memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta
mempertahankan tidur.
Beberapa macam obat dalam dunia kedokteran, seperti magadom digunakan
sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-hipnotika dalam
dosis kecil dapat menenangkan, dan dalam dosis besar dapat membuat orang yang
memakainya tertidur.
Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu
mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat . Jika sudah
kecanduan, kemudian diputus pemakainya maka akan menimbulkan gejala gelisah,
sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah naik ,
dan kejang-kejang. Jika pemakainya overdosis maka akan timbul gejala gelisah,
kendali diri turun, banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyangan, suka bertengkar,
napas lambat, kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakainya melebihi dosis tertentu
dapat menimbulkan kematian.
Penggunaan klinis kedua golongan obat-obatan ini telah digunakan secara
luas seperti untuk tata laksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata
laksanaan kejang, serta insomnia. Pentingnya penggunaan obat-obatan ini dalam
tindakan anestesi memerlukan pemahaman mengenai farmakologi obat-obatan kedua
obat. Hal tersebut yang mendasari penulisan mengenai farmakologi obat-obatan
hipnotik sedatif.
II.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian obat hipnotik-sedatif
2. Untuk mengetahui dan memahami penggolongan obat hipnotik-sedatif

II.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan obat hipnotik-sedatif?
2. Bagaimana penggolongan obat hipnotik-sedatif?
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan
anestesi, koma dan mati. Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-
obatan yamg mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang
memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara
hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat
memberikan onset serta mempertahankan tidur (Tjay, T. H. dan Rahardja. K. 2002).
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan
bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai
hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik seringkali
diresepkan untuk gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan
Sistem Saraf Pusat yang dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas
fungsional) dalam berbagai tingkat dalam Sistem Saraf Pusat (Goodman and
Gilman, 2006).
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang
diberikan pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam
kelompok psikoleptika yang mencakup obat0obat yang menekan atau menghambat
sisem saraf pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan,
dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari
banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya
antikolinergika (Lllmann, 2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan Sistem Saraf Pusat bila digunakan
dalam dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan
menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi),
sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi
pernafasan dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama,
senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Neal, 2002).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik
diperuntukkan untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika
menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam
mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat
tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya (Tjay, T. H. dan Rahardja.
K. 2002).
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada
sedasi, hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis.
Depresi sistemsaraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan
karakteristik dari sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan
untuk hipnotik dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis
yang tinggi, obat sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan
vasomotor di medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian (Katzung,
G.Bertram.2007).
Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah
sedasi, dimana penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah
dapat menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran.
Sedatif terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat
menimbulkan efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat-
obat sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah
barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk
menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal) (Katzung,
G.Bertram.2007).
II.2 Penggolongan Obat
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan
yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan
kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan
sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni: (Ganiswarna, 1995)
1. Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam,
lorazepam, midazolam
2. Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
3. Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin, propofol,
dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat
II.2.1 Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan
dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu
rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah,
margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak
digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa
perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain
itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil (Craig,
2007).
Berdasarkan lama kerjanya, benzodiazepine dapat digolongkan ke
dalam 3 kelompok:
1. Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi
menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang
kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi
menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat
anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan
sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah
sedative-hipnotik.
2. Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga
waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan
efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3. Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari
5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini.
Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu
kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek
yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada
reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya.
a. Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga
kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel
dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal (Ganiswarna, 1995).
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit
alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks
serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul
dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala) (Craig,
2007).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine
menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan
lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan
perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan
ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat
kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis
hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini (Craig,
2007).
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan
menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi
fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan
detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri
koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung (Goodman and
Gilman, 2006).
b. Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada
pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas
setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak
akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan
ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan
penyakit paru kronis (Ganiswarna, 1995).
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan
obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam
akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek
analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga
meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat
1. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan
struktur cincin yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat.
Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki
potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA
2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini
lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun
namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama
beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin
tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh,
akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat
akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur
dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat
melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat
disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap
yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta
hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma
akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek
dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari
otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar
yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek
daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat
pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan
obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak
berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari
midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding
diazepam.
Metabolisme
Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan
enzim cytochrome P-450 usus halus menjadi metabolit yang aktif dan
tidak aktif. Metabolit utamayaitu 1-hidroksimidazolam yang memiliki
separuh efek obat induk. Metabolit ini dengan cepat dikonjugasi
dengan asam glukoronat menjadi 1-hidroksimida- zolamglukoronat
yang dieskresikan melalui ginjal. Metabolit lainnya yaitu 4-
hidroksimidazolam tidak terdapat dalam plasma pada pemberian
IV.Metabolisme midazolam akan diperlambat oleh obat-obatan
penghambat enzim sitokrom P-450 seperti simetidin,
eritromisin, calsium channel blocker, obat anti jamur.
Kecepatan klirens hepatic midazolam lima kali lebih besar daripada
lorazepam dan sepuluh kali lebih besar daripada diazepam.
Efek pada Sistem Organ
Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak
dan aliran darah ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun
terdapat batasan besarnya penurunan kebutuhan metabolik oksigen
otak dengan penambahan dosis midazolam. Midazolam juga memiliki
efek yang kuat sebagai antikonvulsan untuk menangani status
epilepticus.a) Pernapasan Penurunan pernapasan dengan midazolam
sebesar 0,15 mg/kg IV setara dengan diazepam 0,3 mg/kg IV. Pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis memiliki resiko lebih besar
terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang normal depresi
pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar
(>0,15 mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan
apneu sementara terutama bila diberikan bersamaan dengan opioid.
Benzodiazepine juga menekan reflex menelan dan penuruna aktivitas
saluran napas bagian atas.
Penggunaan Klinik
Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada
pasien pediatrik sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam
juga memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi kejang grand mal.a) Premedikasi sebagai premedikasi
midazolam 0,25 mg/kg diberikan secara oral berupasirup (2 mg/ml)
kepada anak-anak untuk memberiksan efek sedasi dan anxiolisis
dengan efek pernapasan yang sangat minimal. Pemberian 0,5 mg/kg
IV 10 menits ebelum operasi dipercaya akan memberikan keadaan
amnesia retrograd yang cukup.
2. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam
lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan
midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen
glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat
dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai
puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan
lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan
cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga
dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya
kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi
memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada
pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada
cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
Metabolisme
Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim
mikrosom hati menjadi desmethyldiazepam dan oxazepam serta
sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam memiliki potensiyang
lebih rendah serta dimetabolisme lebih lambat dibanding oxazepam
sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam
setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi enterohepatik
sehingga memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam diekskresikan
melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam
glukoronat.
Waktu Paruh
Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan
akan semakin panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi
hepar serta digunakan bersama obat penghambat enzim sitokrom P-
450. Dibandingkan lorazepam,diazepam memiliki waktu paruh yang
lebih panjang namun durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan
dengan reseptor GABA lebih cepat terpisah.
Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan
lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam
jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk
mengeliminasi metabolit dari plasma.
Efek pada Sistem Organ
Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas.
Namun, pada penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain
atau pada pasien dengan penyakit paru obstruktif akan meningkatkan
resiko terjadinya depresi napas. Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg
IV yang diberikan sebagai induksi anestesi tidak
menyebabkan masalah pada tekanan darah,cardiac output dan
resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile Ns
setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan
perubahan pada kerja jantung. Namun pemberian diazepam 0,125-
0,5 mg/kg IV yang diikuti dengan injeksifentanyl 50 g/kg IV akan
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan tekanan
darah sistemik. Pada otot skeletal, diazepam menurunkan
tonus otot. Efek ini didapat dengan menurunkan impuls dari
saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila
konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.
Penggunaan Klinis
Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah
digantikan oleh midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak
digunakan untuk mengatasi kejang.Efek anti kejang didapatkan
dengan menghambat neuritransmitter GABA.Dibanding barbiturat
yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam
secara selektif menghambat aktivitas di system limbic
terutama dihippokampus.
3. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam,
hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil
moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding
midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati
menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya
lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis
yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim
mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur,
fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin.
Namun onset kerja lorazepam lebih lambat disbanding midazolam dan
diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
Penggunaan Klinik
Lorazepam diserap baik bila diberikan secara oral dan IM dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-4 jam dan terus bertahan
efeknya selama 24-48 jam. Sebagai premedikasi, digunakan dosis
oral 50g/kg (maks 4 mg) yang akanmenimbulkan sedasi yang cukup
dan amnesia selama 6 jam. Penambahan dosis akan
meningkatkan sedasi tanpa penambahan efek amnesia. Lorazepam
tidak bermanfaat pada operasi singkat karena durasi kerja yang lama.
Onset kerja lambat lorazepam merupakan kekurangan lorazepam bila
digunakan sebagai induksi anestesi, sedasi selama regional anestesi
dan sebagai anti kejang. Lorazepam akan bermanfaat bila digunakan
sebagai sedasi pada pasien yang diintubasi.
II.2.2 Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki
anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate.
Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi
kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi
dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian.
Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang
dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60
menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak
disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan
oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum.
Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang
mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung
dan usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk
mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi
umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta,
ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak
dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun
dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan
fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum
diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal
tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam
urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada
manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai
akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan
pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat
golongan barbiturat.
Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata
karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh
golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat
golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital
(Katzung, G.Bertram.2007)
Tiopental
1. Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
2. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
3. Sedasi pada analgesik regional
4. Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
Fenobarbital
1. Untuk menghilangkan ansietas
2. Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
3. Untuk sedatif dan hipnotik
Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit
hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh
diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut (H.
Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995)
Efek Samping
Golongan obat barbiturat menimbulkan efek samping berikut. (Tjay, T.
H. dan Rahardja. K. 2002)
a. Hangover, Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek
hipnotik berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat
dihentikan. Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare.
Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah
berat.
b. Eksitasi paradoksal, Pada beberapa individu, pemakaian ulang
barbiturat (terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih
menimbulkan eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini relative umum
terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah.
c. Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia,
artalgia, terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita
insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan
gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium.
d. Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala
bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang
terjadi dermatosis eksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan
fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan
degeneratif hati.
e. Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal
etanol akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid,
metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi
barbiturat.
II.2.3 Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
a. Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan
secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta
mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg
phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-
hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol
1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau
methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik)
menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat
anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat
mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang
minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat
disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat
dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang
lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan
tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol
dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan
reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat
di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida
transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran
sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor
komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter
penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA
yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi
dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif
hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya
dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih
cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air
sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal.
Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol
yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan
bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari
0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah
0,5-1,5 jam.
b. Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan
disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada
talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana
tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat
menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering
hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-
Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor
lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor
monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase.
Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada
reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui
penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan
mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil
sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan
langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki
aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan
lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik.
Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin
secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak
terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat
dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali
dari pada konsentrasi di plasma.
c. Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas
ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di
sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai
antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat
ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal.
DMP memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan
gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik,
takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang,
koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien
yang mendapat DMP dan asetaminofen.
d. Kloralhidrat
Kloralhidrat adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi
alkohol. Efek bagi pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda
pada penyakit saraf hysteria. Berhubung cepat terjadinya toleransi dan
resiko akan ketergantungan fisik dan psikis, obat ini hanya digunakan
untuk waktu singkat (1-2 minggu) (Tjay, T. H. dan Rahardja. K. 2002)

Obat hipnotik sedatif juga dapat digolongkan berdasarkan struktur


kimianya, yaitu :
1. Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital,
heksobarbital, dll.
2. Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam
diazepam, klordiazepoksid, dan triazolam.
3. Golongan alkohol dan aldehida, seperti kloralhidrat dan turunannya serta
paraldehida, trikofos, dikolralfenazon.
4. Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan
ammonium ) dan turunan ure, seperti karbromal dan bromisoval.
5. Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida) dan
metaqualon.

Obat hipnotik sedatif juga dapat digolongkan berdasarkan lama kerjanya


1. Ultra-shot-acting; adalah hipnotika yang cepat timbul efek dan cepat pula
hilangnya. Golongan obat ini sering digunakan sebagai anestetika umum.
Contohnya: tialbarbital, heksobarbital.
2. Shot-acting; adalah hipnotika yang kecepatan timbulnya efek sedang
(sekitar 15 menit) dan bertahan agak singkat (2-3 jam). Golongan obat ini
sering digunakan sebagai obat tidur. Contohnya: siklobarbital dan
sekobarbital.
3. Intermedieate-acting; adalah hipnotika yang mulai efeknya setelah 30 menit
dan diperkirakan dapat bertahan selama 5 jam. Contohnya: butobarbital,
alobarbital, dan heptabarbital.
4. Long-acting; adalah hipnotika yang mulai kerjanya setelah 8 jam dan dapat
bertahan sekitar 6-10 jam dan dapat digunakan sebagai obat tidur lama.
Contohnya; barbital, fenobarbital, dan metilfenobarbital.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi
sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang
memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat
memberikan efek mengantuk dan dapat memberikan onset serta mempertahankan
tidur. Obat-obatan hipnotik sedatif terbagi menjadi tiga jenis yakni golongan
Benzodiazepin, Barbiturat, dan Non barbiturat Non benzodiazepin.
Obat golongan benzodiazepine berkerja pada reseptor Gamma Amino
Butyric Acid. Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat aksi Gamma
Amino Butyric Acid sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine meningkatkan kepekaan reseptor Gamma Amino Butyric Acid
terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran
sel tidak dapat dieksitasi. Contoh preparat benzodiazepin antara lain midazolam,
alpazolam, diazepam, lorazepam, oxazepam. Obat-obatan barbiturat bekerja pada
neurotansmiter penghambat (Gamma Amino Butyric Acid) pada sistem saraf
pusat. Aktifasi reseptor ini meningkatkan konduktase klorida trans membran,
sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post sinaps. Contoh obat-obatan
golongan barbiturat antara lain tiopental dan phenobarbital. Beberapa obat lain
yang bukan jenis barbiturat dan banzodiazepin yang sering digunakan sebagai
obat sedasi dan hipnotik antara lain : propofol, ketamin, dextromethorphan.
III.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
bagi pembaca untuk mendalami dan memahami tentang penejelasan mengenai
Hipnotik dan Sedatif. Oleh karena itu, kritik dan saran kami terima untuk
membenahi dan memperbaiki isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Craig, R.Craig and Robert E.Stitzel. 2007. Modern Pharmacology With Clinical
Application-6th Ed. Lippncott Williams & Wilkin. Virginia.

Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI

Goodman and Gilman. (2006). The Pharmacologic Basis of Therapeutics 11th


Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York.

H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995., Farmakologi dan Terapi. Fakultas
Kedokteran Indonesia., Jakarta.

Katzung, G.Bertram.2007. Basic & Clinical Pharmacology 10th Ed. The McGraw-
Hill Companies. Inc, New York.

Lllmann, Heinz, [et al.]. 2000. Color Atlas of Pharmacology 2nd Ed. Thieme. New
York.

Neal,J.Michael. 2002. Medical Pharmacology at a glance-4th Ed. Blackwell science


Ltd. London

Tjay, T. H. dan Rahardja. K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan Kedua.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai