Disusun Oleh :
Kelompok 7
Kelas VI B
Djasendra NIM.11194761920241
Emilia Agustina NIM.11194761920242
Felix Imanuel Rachman NIM.11194761920244
Femmy Kristiani Kartini A. NIM.11194761920245
Indriyani Soraya NIM. 11194761920250
Sofa Nur Aini NIM. 11194761920275
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Kompetensi Praktikum....................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................5
A. Deskripsi Bahan.................................................................................................................5
BAB III METODE PRAKTIKUM.........................................................................................6
A. Alat..................................................................................................................................6
B. Bahan...............................................................................................................................6
C. Prosedur Kerja.................................................................................................................6
BAB IV HASIL.........................................................................................................................7
A. Hasil Percobaan dan Perhitungan Paracetamol...............................................................7
BAB V PEMBAHASAN........................................................................................................10
BAB VI KESIMPULAN........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13
JAWABAN PERTANYAAN.................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik
yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari,
2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk Indonesia baik
dalam bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi dengan obat lain seperti dalam obat
flu, melalui resep dokter atau yang dijual secara bebas. Oleh karena itu, risiko untuk
terjadinya keracunan akibat overdosis parasetamol menjadi lebih besar akibat
mudahnya mendapat parasetamol dan perilaku masyarakat yang cenderung
mengonsumsi obat sendiri tanpa melalui resep dokter (Apparavoo, 2012).
Penggunaan parasetamol dalam dosis toksik merupakan salah satu kasus yang
paling sering ditemukan di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, telah dilaporkan
sebanyak 165.000 kasus yang 67.000 diantaranya adalah akibat pemakaian dalam
sediaan tunggal, sedangkan 98.000 kasus dalam bentuk kombinasi dengan obat lain
(Mazer dan Perrone, 2008).
Parasetamol merupakan obat bebas dan sangat mudah didapatkan, sehingga
risiko penyalahgunaan parasetamol menjadi lebih besar. Pada tahun 2006, setidaknya
di Indonesia terdapat 305 jenis obat yang mengandung parasetamol sebagai salah satu
komposisinya, data ini sangat jauh meningkat dibanding pada tahun 2002 yang hanya
60 jenis obat saja. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan, di
Indonesia jumlah kasus keracunan akibat parasetamol sejak tahun 2002-2005
yangdilaporkan ke sentra informasi keracunan BPOM adalah sebanyak 201 kasus
dengan 175 kasus diantaranya merupakan upaya bunuh diri (Mayasari, 2007).
Menurut Food and Drug Administration (FDA), dosis aman penggunaan
parasetamol untuk dewasa dan anak yang lebih dari 12 tahun adalah maksimal 4
gram/hari. Konsumsi parasetamol dosis toksik sebesar 15 gram akan menyebabkan
kerusakan hati (hepatotoxicity) dan kerusakan hati ini akan diiringi kerusakan organ
lain, salah satunya adalah ginjal berupa nekrosis tubulus akut (Rini et al, 2013). Pada
sebagian kasus, kerusakan ginjal bisa terjadi tanpa adanya kerusakan hepar dan dosis
yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada ginjal lebih rendah dibanding
hepar (Mazer dan Perrone 2008). Stres oksidatif telah dilaporkan sebagai mekanisme
utama dalam patogenesis kerusakan hati dan ginjal yang diinduksi oleh penggunaan
3
dalam jumlah besar parasetamol pada hewan percobaan (Ramadhan dan Schaalan,
2011).
Parasetamol juga disebut dengan asetaminofen telah digunakan secara luas
sebagai obat analgesik dan antipiretik. Penggunaan akut parasetamol dengan dosis
yang berlebih berpotensi menyebabkan gagal hati dan ginjal yang fatal dan pada
beberapa kasus hingga menyebabkan kematian (Lorz et al, 2004). Nefrotoksisitas akut
oleh parasetamol dicirikan dengan perubahan morfologi dan fungsional dari ginjal
yang dibuktikan dengan kerusakan tubulus proksimal pada manusia dan binatang
percobaan, sedangkan penggunaan parasetamol dosis terapi berisiko menyebabkan
gagal ginjal akut pada pecandu alkohol. Oleh karena itu, pemakaian parasetamol telah
direkomendasikan hanya untuk jumlah dan waktu yang terbatas (Lorz et al, 2005).
Penggunaan obat – obatan yang nefrotoksik telah dilaporkan sebagai faktor
penyebab pada lebih dari 25% dari keseluruhan kasus gagal ginjal akut. Hal ini
mungkin disebabkan karena ginjal merupakan organ yang mendapat suplai darah
sebanyak 20% dari total cardiac output. Oleh karena itu, ginjal berisiko lebih besar
untuk terkena efek samping obat dan metabolitnya yang akan terakumulasi di saluran
kemih melalui mekanisme pembuatan urin (Ramadhan dan Schaalan, 2011). Ginjal
merupakan organ eliminasi utama untuk seluruh obat yang digunakan secara peroral.
Dalam menjalankan fungsinya untuk mengeliminasi obat, ginjal mempunyai batasan –
batasan tertentu sehingga jika mengonsumsi obat dalam jumlah berlebihan akan
menyebabkan tertimbunnya obat dalam ginjal yang berdampak kepada cedera sel –
sel ginjal, terutama daerah tubulus proksimal (Sari, 2007).
Banyaknya dampak penyalahgunaan dari paracetamol yang ada maka kami
tertarik untuk meneliti kandungan paracetamol dalam suatu tablet dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS
B. Kompetensi Praktikum
1. Memahami prinsip-prinsip metode analisis obat paracetamol
2. Memahami prinsip-prinsip kerja spektrofotometer
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Bahan
1. Parasetamol (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Asetamiofen/Parasetamol
Rumus Molekul : C8H9NO2
Berat Molekul : 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak
berbau; rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol P; larut dalam larutan alkali
hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : Analgetikum; antipiretikum
2. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih
Stabilitas : Stabil di udara
Ph :7
Titik didih : 100˚C
Bobot jenis : 18,02
Warna : Jernih
Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak ada
5
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum yaitu :
1. Spektrofotometer UV-Vis
2. gelas ukur
3. beker glas
4. pipet volume
5. mortir dan stamper
6. batang pengaduk
7. sendok tanduk
8. labu ukur.
B. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu :
1) Paracetamol
2) Aquadest
C. Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan
6
BAB IV
HASIL
7
2. Perhitungan Absorbansi
Tabel 2. Absorbansi Paracetamol
Konsentrasi Absorbansi
(ppm) I II III Rata-rata
2 0,005 0,011 0,013 0,011
4 0,021 0,022 0,023 0,022
6 0,039 0,042 0,043 0,041
8 0,051 0,053 0,052 0,052
10 0,053 0,057 0,057 0,056
A 0,0004
B 0,0006
R 0,979
Paracetamol :
y = b.x + a
y−a
x=
b
0,03−0,004
x=
0,006
x=4,33 ppmx 100
x=433 pp
8
BAB V
PEMBAHASAN
Parasetamol (asetaminofen) adalah obat analgesik (penahan rasa sakit atau
nyeri) dan anti-piretik (penurun panas atau demam) yang aman, efektif, dapat
ditoleransi dengan baik, dan murah dengan efek samping yang relatif sedikit bila
digunakan pada dosis terapeutik yang dianjurkan. Metode yang digunakan untuk
analisis obat parasetamol dalam praktikum ini yaitu metode spektrofotometri UV-
Visible. Dari larutan induk 100 ppm dibuat larutan baku dengan seri konsentrasi 2
; 4 ; 6 ; 8 dan 10 ppm sebanyak 25 mL. Larutan seri yang telah dibuat kemudian
diukur serapan masing-masing konsentrasinya pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh sebanyak 3 kali pembacaan. Data hasil absorbansi
yang diperoleh, selanjutnya dihitung persamaan kurva bakunya sehingga
diperoleh persamaan garis y = a + bx.
Hasil yang didapatkan absorbansi yang selalu meningkat yaitu 2 ppm
dengan absorbansi 0,011, 4 ppm dengan absorbansi 0,022, 6 ppm dengan
absorbansi 0,041, 8 ppm dengan absorbansi 0,052, 10 ppm dengan absorbansi
0,056 Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
standar parasetamol yang diukur maka semakin besar pula absorbansi yang
diperoleh. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang semakin tinggi, tingkat
kepekatan senyawa parasetamol juga semakin tinggi (Sayuthi, 2017). Pengukuran
tersebut diukur dengan panjang gelombang maksimum parasetamol yaitu 296 nm.
Pengukuran panjang gelombang maksimum parasetamol yang diperoleh
adalah 296 nm. Panjang gelombang maksimum tersebut menunjukkan bahwa
serapan parasetamol berada pada daerah UV karena masuk rentang panjang
gelombang 200–400 nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol
adalah 244 nm (Tulandi, dkk, 2015). Ketidaksesuaian ini dikarenakan adanya
pergeseran pita penyerapan pada parasetamol. Pergeseran pita penyerapan
tersebut karena pada struktur molekul parasetamol memiliki gugus auksokrom
yang terikat pada gugus kromofor. Apabila gugus auksokrom terikat pada gugus
kromofor maka akan mengakibatkan pergeseran merah (batokromik) yaitu
pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar
disertai dengan peningkatan intensitas serapan yang disebut dengan efek
9
hiperkromik (Sayuthi, 2017). Setelah didapatkan nilai absorbansi selanjutnya
dihitung persamaan kurva bakunya sehingga diperoleh persamaan garis y = a +
bx. Berdasarkan hasil pengukuran serapan larutan parasetamol dengan berbagai
konsentrasi tersebut memberikan persamaan liniery = a + bx = 0,0004+ 0,006x
dan nilai r= 0,98. Hasil perhitungan yang didapatkan yaitu pada 2 ppm adalah
1,76, 4 ppm adalah 3,6, 6 ppm adalah 6,76, 8 ppm adalah 8,6, 10 ppm adalah
9,26. Dimana nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkansebanding dengan
konsentrasi larutan dalam kuvet. Sehingga diketahui bahwa hubungan antara
konsentrasi sampel dengan absorbansinya adalah berbanding lurus. Semakin
tinggi konsentrasi suatu senyawa dalamlarutan, maka semakin banyak sinar yang
diserap. Hal ini sesuai denganhukum Lambert Beer dimana absorbansi akan
berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat
diabaikan dan merupakan suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka
absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin
rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah.
10
BAB VI
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, Ibnu Gholib, & Abdul Rohman. (2012). Analisis Obat. Cetakan I.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sayuthi MI, Kurniawati P. 2017. Validasi Metode Analisis Dan Penetapan Kadar
Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Uv-Visible.
Prociding. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Tjay, Than Hoan, dan Rahardja Kirana. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya Edisi VI. Jakarta: Elex
MediaKomputindo.
Tulandi, G. C., Sri, S., Widya, A. L., Validasi Metode Analisis untuk Penetapan
Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet, Jurnal Ilmiah Farmasi, 2015, 4(4):168–178.
Walker. 2012. Clinical Pharmacy and Therapeutics. United Kingdom: Elesevier
12
JAWABAN PERTANYAAN
13