3. Obat Keras
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukkan obat-obatan
ke dalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang
ditetapkan sebagai berikut : (1.) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat
disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. (2.) Semua obat yang
dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral. (3.)
Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara
tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia. Contoh :
Andrenalinum, Antibiotika, Antihistaminika, dan lain-lain
Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G (Gevarrlijk) adalah
“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup K yang
menyentuh garis tepi”, dan di penandaanya harus dicantum kalimat “Harus dengan Resep
Dokter”. seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Penandaan Psikotropika
Untuk psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan penandaan untuk obat
keras, hal ini karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika, maka obat-obat Psikotropika termasuk obat keras yang pengaturannya ada di
bawah Ordonansi Obat Keras Stbl 1949 Nomor 419, hanya saja karena efeknya dapat
mengakibatkan sindroma ketergantungan sehingga dulu disebut Obat Keras Tertentu.
Sehingga untuk Psikotropika penandaannya : Lingkaran bulat berwarna merah, dengan
huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam, seperti beriku:
5. Obat Narkotika
Menurut UU Narkotika No 3 Tahun 2015, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam UU No 35 Tahun 2009, narkotika digolongkan ke dalam tiga golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium, Ganja,
Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon, Dll.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian.
Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina,
Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk beberapa campuran lainnya.
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat
yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang
diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep
hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat
KB hormonal.
Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib
Apotek (OWA 1) No. I, yaitu :
a) Oral Kontrasepsi, contohnya : Tunggal Linestrenol, Kombinasi Etinodiol-diasetat,
mestranol-Norgestrel, etinil-estradiol-Linestrenoil, etinil-estradiol-Etinodiol-diasetat,
etinil-estradiol Levonorgestreletinil-estradiol-Norethindrone, mestranol Desogestrel.
b) Obat Saluran Cerna, seperti :
(1) Antasid dan Sedativ/Sposmodik. Contohnya : Al.Oksida Mg,trisilikst + Papaverin
HCl + Klordiazepoksida , Mg.trisili kat Al. oksida + Papaverin HCl + diazepam
Klordiaze poksida + diazepam + sodium bicarbonate.
(2) Anti Spasmodik, contohnya : ekstrak beladon dan papaverin HCl
(3) Anti Spasmodik Analgesik, contohnya : Metamizole, Fennpive rinium bromide,
Hyoscine N-butilbrom ide, dipyrone, Methampyrone beladona, Papaverin HCI
c) Obat Mulut dan Tenggorokan, contohnya : Methampyrone, diazepam, Pramiverin,
metamizole, Prifinium bromide sulpyrin, Anti Mual Metoklopramid HCl dan Laksan
Bisakodil Supposutoria.
d) Obat Saluran Napas, contohnya : untuk Asma yaitu Aminofilin Supposutoria, Ketotifen,
Terbutalin SO4, Salbutamol, untuk Sekretolitik yaitu Mukolitik, Bromheksin,
Karbosistein, Asetilsistein dan Oksolam Sinitrat
e) Obat yang mempengaruh sistem Neuromuscular, seperti :
(1) Analgetik, contohnya : Metampiron, Asam Mefenamat, Glafenin, Metampiron +
Klordiazepoksid dan diazepam
(2) Antihistamin, contohnya : Mebhidrolin, Pheniramhiind rogen maleal, Dimethindmena
leat, Astemizol, Oxomemazin, HomochlorcycHli CzIin, Dexchlorphenira mine
Maleat
f) Antiparasit, contohnya : Mebendazol
g) Obat Kulit Topikal, seperti :
(1) Antibiotik, contohnya : Tetrasiklin/Oksitetra, Kloramfenikol, Framisetina SO4,
Neomisin SO4, Gentamisin dan Eritromisin
(2) Korlikosteroid, contohnya : Hidrokortison, Flupredniliden, Triamsinolon,
Betametason, Fluokortolon/Diflukortolon dan Desoksimelason
(3) Antiseptik local, contohnya : Heksaklorofene
(4) Antif Fungi, contohnya : Mikonaznoilrat, Nistatin, Tolnattat, Ekonazol
(5) E. Anestesi Lokal, contohnya : Lidokain HCI
(6) Enzim antiradang topical Kombinasi, contohnya : Heparinoid atau Heparin.Na
Dengan Hialuronidase ester nikotinat
(7) Pemecah Kulit, contohnya : Hidroquinon, Hidroquinodng dan n.P ABA
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian empiris atau turun temurun. Jamu
harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat
dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Contoh :
Tolak Angin®, Antangin®, Woods’ Herbal®, Diapet Anak®, dan Kuku Bima Gingseng®.
Penandaan jamu
a. Pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU”
b. Logo berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur
c. Logo (ranting daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna
putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo
d. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar
warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan bahan bakunya
telah di standarisasi. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik, telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Contoh :
Diapet®, Lelap®, Fitolac®, Diabmeneer®, dan Glucogarp®
Penandaan Obat Herbal Terstandar
a. Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR”
b. Logo berupa” JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”,
dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur.
c. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau
warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
d. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras
dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat
modern karena telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik
pada hewan dan uji klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim
khasiat dibuktikan dengan uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Contoh: Stimuno®, Tensigard®, Rheumaneer®, X-gra® dan
Nodiar®.
Penandaan Fitofarmaka
a. Kelompok Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA”
sebagaimana contoh terlampir.
b. Logo berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG)
TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri
dari wadah/ pembungkus/ brosur
c. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau
warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo
d. Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam
di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“FITOFARMAKA”.
Obat tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa dan digunakan secara turun
temurun, umumnya berasal dari tiga macam sumber (Hutapea, 1998), yaitu :
a. Obat tradisional yang berasal dari suatu daerah dalam bentuk sederhana yang telah dikenal
manfaatnya pada suatu daerah, biasanya berupa seduhan, rajangan yang digunakan
menurut aturan atau kebiasaan suatu daerah itu.
b. Obat tradisional yang muncul karena dibuat oleh pengobatan tradisional (dukun, sebagian
bahan baku tumbuh di daerah itu dan biasanya bahan ini dirahasiakan oleh pengobatan).
c. Obat tradisional dengan formula yang berasal dari butir (a) dan butir (b) dalam jumlah
besar, diperoleh dari pasar, pemasok maupun kolektor.
a. Rajangan
Sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau campuran
simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau
penyeduhan dengan air panas.
b. Serbuk
Sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok, bahan
bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya.
c. Pil
Sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk simplisia,
sediaan galenik, atau campurannya.
Sediaan padat obat tradisional bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik
atau campurannya.
e. Pastiles
Sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih umumnya berbentuk segi empat,
bahan bakunya berupa campuran serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campuran
keduanya.
i. Sari jamu
Cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol. Kadar etanol
tidak lebih dari 1% v/v pada suhu 20º C dan kadar methanol tidak lebih dari 0,1% dihitung
terhadap kadar etanol.
Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional, bahan bakunya berupa serbuk
simplisia, sediaan galenik, atau campurannya dan digunakan sebagai obat luar.
1) Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti bubuk yang
digunakan dengan cara melumurkan pada kaki atau tangan pada bagian tubuh lain.
2) Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan dengan cara
mencoletkan pada dahi.
3) Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta, atau seperti bubur yang
digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
k. Koyok
Sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang dilapisi dengan
serbuk simplisia dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai obat luar dan pemakainya
ditempelkan pada kulit.
Teori
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Praktikum
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14