SKRIPSI
Oleh
RIZKI FADHILAH
1110101000086
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2014
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH MAJOR
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, July 2014
Heat strain is the expression of the body’s response to heat stress and
compounded with personal factors such as age, gender, obesity, chronic disease,
alcohol and drugs. Based on the results of preliminary studies with 4 workers in
crackers factory at Ciputat Timur District suggested that one worker experienced
heat strain. Heat strain can affect worker’s health and factory’s productivity.
Therefore, researcher conducted a study factors associated with heat strain in
workers at crackers factoryin Ciputat Timur District in 2014.
The result showed that there were 56 workers (70,8%) who experienced
heat strain. Bivariate analysis showed that heat stress variable has significantly
associated with heat strain (p value 0,000). However the unrelated variables are
age, obesity, chronic disease and drugs (p value > 0,05). Therefore, the researcher
suggested to perform engineering and administrative control. Engineering control
such as good ventilation system and make a barrier between sources heat and
workers. Administrative control such as provide the rest area with cool
temperature, increasing drink intensity while working, improved work position
and mechanization addition.
References : 32 (1969-2013)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
E-mail : rfadhilah23@gmail.com
Pendidikan Formal
vii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, puji dan syukur saya ucapkan kepada Ilahi Rabbi yang selalu
memberikan kenikmatan tak terhingga kepada kita. Atas segala kekuatan dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Heat Strain pada Pekerja Pabrik Kerupuk di Wilayah
Kecamatan Ciputata Timur Tahun 2014”. Sholawat serta salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad Saw yang telah menuntun umatnya dari zaman
kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.
1. Bapak, Ibu dan Kakak tercinta terima kasih atas segala doa dan dukungan
selama penelitian.
2. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin Sp. And., selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Febrianti M.Si selaku kepala program studi kesehatan masyarakat
yang senantiasa menjadikan program studi ini menjadi lebih baik.
4. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen pembimbing I yang selalu
sabar dan keikhlasannya memberikan bimbingannya. Terima kasih ibu atas
waktu, doa dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang
selalu siap memberikan bimbingannya dan arahan yang positif sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D selaku dosen penguji sidang skripsi, terima kasih
atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan sarannya yang positif
untuk perbaikan skripsi penulis.
viii
7. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku dosen penguji sidang skripsi, terima
kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan saran yang
positif untuk perbaikan skripsi penulis.
8. Ibu Izzatu Millah SKM, MKKK selaku dosen penguji sidang skripsi,
terima kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan saran
yang positif untuk perbaikan skripsi penulis.
9. Bapak Ujang, Bapak Rahman dan Bapak Ahmad selaku pemilik pabrik
kerupuk yang sudah mengijinkan penulis melaksanakan penelitian ini.
10. Untuk teman-teman K3 2010, Dewi, Asri, Evi, Sinta, Dini, Agung, Mono,
Ajis, Iqbal, Zaki, Dika, Sony, Dian, Randy dan Dani yang selalu
memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan
skrispi.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................. ii
DAFTAR GRAFIK………………………………………………………………..xiii
BAB I PENDAHULUAN
vii
2.2.1 Kram otot………………………………………………………………...13
2.2.2 Peningkatan frekuensi pernapasan………………………………………..14
2.2.3 Peningkatan denyut nadi…………………………………………………15
2.2.4 Kelemahan………………………………………………………………..16
2.2.5 Peningkatan suhu kulit…………………………………………………..17
2.2.6 Pengeluaran keringat……………………………………………………..18
2.2.7 Penurunan tingkat kesadaran……………………………………………..19
2.3 Evaluasi Heat Strain…………………………………………………………….20
2.3.2 Physiological Heat Strain…………………………………………….….20
2.3.3 Heat Strain Score Index………………………………………………….22
2.3.4 Observasi Gejala Heat strain…………………………………………….23
2.3.5 Kelebihan dna kekurangan beberapa metode evaluasi heat strain……….24
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi heat strain……………………………….…25
2.4.1 Tekanan panas…………………………………………………………...26
2.4.2 Umur………………………………………………………………….....31
2.4.3 Jenis kelamin…………………………………………………………....32
2.4.4 Obesitas………………………………………………………………....33
2.4.5 Aklimatisasi………………………………………………………….….33
2.4.6 Konsumsi alkohol……………………………………………………….34
2.4.7 Konsumsi obat-obatan…………………………………………………..34
2.4.8 Penyakit kronis………………………………………………………….34
2.5 Pengendalian heat strain……………………………………………………..…35
2.5.1 Pengendalian teknis…………………………………………………..…35
2.5.2 Pengendalian administratif…………………………...………………...37
2.6 Kernagka teori………………………………………………………………….40
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
1.1 Kerangka konsep……………………………………………………………….42
1.2 Definisi operasional…………………………………………………………….43
1.3 Hipotesis………………………………………………………………………..46
viii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian………………………………………………………………….47
4.2 Tempat dan waktu penelitian…………………………………………………...47
4.3 Populasi dan sampel penelitian…………………………………………………49
4.4 Metode pengeumpulan data………………………………………………….....57
4.5 Pengolahan data…………………………………………………………………58
4.6 Analisi data……………………………………………………………………..58
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Pabrik kerupuk di Kecamatan Ciputat Timur………………..……..59
5.2 Heat Strain……………………………………………………………..……….61
5.3 Faktor Tekanan panas…………………………………………………………..63
5.4 Faktor karakteristik individu (umur, obesitas, penyakit kronis, konsumsi obat-
obatan)………………………………………………………………….………64
5.5 Hubungan faktor tekanan panas dan faktor karakteristik individu (umur, obesitas,
penyakit kronis dan konsumsi obat) dengan heat strain pada pekerja pabrik
kerupuk di wilayah kecamatan ciputat timur tahun 2014……………………..66
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan penelitian………………………………………………………....69
6.2 Heat strain……………………………………………………………………....69
6.3 Hubungan tekanan panas dengan heat strain…………………………………....74
6.4 Hubungan umur dengan heat strain……………………………………………..78
6.5 Hubungan obesitas dengan heat strain………………………………...…….….81
6.6 Hubungan penyakit kronis dengan heat strain……………………………....….83
6.7 Hubungan konsumsi obat dengan heat strain………………………………..….85
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan………………………………………………………………………..86
7.2 Saran…………………………………………………………………………….87
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….89
Lampiran…………………………………………………………………………….96
ix
DAFTAR ISTILAH
x
DAFTAR BAGAN
xi
DAFTAR TABEL
xii
Tabel 5.4 Gambaran Distribusi Berdasarkan Faktor Tekanan Panas dengan Heat
strain Pada Pekerja di Pabrik Kerupuk Wilayah Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2014………..56
Tabel 5.5 Gambaran Distribusi Berdasarkan Karakteristik Individu (Umur, Obesitas,
dan Penyakit Kronis dengan Heat strain Pada Pekerja di Pabrik Kerupuk
Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun
2014……………………………………………...58
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Keluhan Heat Strain pada Pekerja Pabrik Kerupuk Kecamatan
Ciputat Timur Tahun
2014……………………………………………………..…….52
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
pada kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam kehidupan saat
fisik, tingkat aklimatisasi, dan dehidrasi pada pekerja. Hal ini kemudian
dengan panas, seperti heat cramps, heat exhaustion, atau pun heat
1
Pekerja yang mengalami heat strain akan menurunkan kinerja
tahun 1979 di Amerika, total dari insiden heat strain dengan kehilangan
hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus.
Menurut data kasus dikarenakan sakit akibat panas per 100.000 pekerja
kelelahan yang sangat besar 50%, pusing 27,8% dan kaku/kram otot
11,1%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Utami (2004) pada pekerja
subjektif heat strain seperti pusing, kram/kaku otot, lelah lemas, dan
2
Respon tubuh pada seseorang yang mengalami heat strain
respon dari tekanan panas yang diterima dari panas lingkungan dan
(heat stress) pada suatu area kerja dipengaruhi oleh cuaca lingkungan
kerja, panas metabolism yang dihasilkan dari aktifitas fisik pekerja serta
udara sekitar 20oC dan 27oC. Apabila temperatur lebih tinggi, orang
dan berlanjut kepada kondisi serius dan bahkan fatal (CCOHS, 2001).
3
Beberapa usaha sektor informal yang terdapat di Ciputat
memiliki iklim lingkungan kerja yang panas salah satunya adalah pabrik
semua titik pengukuran melebih NAB iklim kerja yang diatur dalam
Permenaker No. 13 Tahun 2011 yaitu sebesar 31o C untuk beban kerja
ringan dan 28o C untuk beban kerja sedang. Sehingga pekerja memiliki
heat strain. Berdasarkan hal tersebut dan latar belakang yang telah
hubungan tekanan panas terhadap gejala heat strain pada pekerja pabrik
4
1.2 Rumusan Masalah
kerja serta panas metabolik yang dihasilkan akibat beban kerja, pekerja
memiliki risiko untuk mengalami gejala heat strain. Gejala heat strain
kerja yang diatur dalam Permenaker No. 13 Tahun 2011 yaitu sebesar
31o C untuk beban kerja ringan dan 28o C untuk beban kerja sedang.
5
Penilaian heat strain menggunakan metode Phsyological Strain
heat strain. Berdasarkan hal tersebut dan latar belakang yang telah
hubungan tekanan panas terhadap gejala heat strain pada pekerja pabrik
2014?
tahun 2014?
6
1.4 Tujuan
tahun 2014.
tahun 2014
7
1.5 Manfaat
setiap ilmu yang telah didapat oleh penulis pada masa perkuliahan.
8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai Juni tahun
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ditimbulkan dapat bervariasi mulai dari keluhan ringan seperti ruam pada
kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam kehidupan saat terjadi
panas dapat berakibat pada mental dan fisik seseorang dengan ciri sebagai
berikut.
dan sepresi.
10
Menurut NIOSH (1986) gangguan bersifat akut dan tampak secara
timbul dapat berupa heat stroke, heat exhaustion, heat cramp, heat
11
2.1.3 Heat cramp
merupakan rasa sakit atau kejang pada otot yang biasanya terjadi
pada otot perut, tnagan dan kaki serta dapat terjadi bersamaan saat
pembuluh darah khususnya pada tubuh bagian bawah. Hal ini akan
12
merah seperti gejala iritasi dan dapat mengganggu performa kerja
Kram otot adalah kontraksi tidak biasa yang terjadi pada otot
dan biasa terjadi pada bagian tubuh seperti leher, punggung, bahu
atau kaki. Diagnosis kram otot melalui gejala yang dirasakan saat
mengalami kram otot adalah rasa tegang pada otot, terasa sakit saat
13
cairan tubuh yang hilang hanya digantikan dengan meminum air
kegiatan yang berat dengan suhu yang beragam, tapi sering terjadi
pada suhu yang tinggi dan kondisi yang lembab. Kram otot
maupun dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi karena menurut saat
14
terjadi peningkatan suhu, hemoglobin cenderung untuk melepaskan
menit; perempuan dewasa 16-20 per menit; remaja 15-25 per menit;
anak-anak 20-40 per menit dan bayi 30-80 per menit. Pengukuran
2011).
tekanan panas di tempat kerja. Recovery heart rate pada satu menit
(HRR1) tidak boleh melebihi 110 beat per minute (bpm) atau
15
recovery heart rate pada menit ketiga (HRR3) tidak boleh melebihi
90 bpm, atau selisih HRR1 dan HRR3 tidak boleh lebih dari 10 bpm
(OSHA, 1999).
2.2.4 Kelemahan
Menurut CCOHS (2008), kelemahan merupakan salah satu
otot atau kondisi yang dapat berakibat pada hilangnya fungsi otot.
seperti tes darah, urin, MRI dan biopsi otot (Vorvick, 2012).
16
2.2.5 Peningkatan Suhu Kulit
(Lundgren, 2006).
1o C dibawah suhu inti tubuh. Saat set point yang diatur oleh
dipompa menuju kulit, sehingga panas dari dalam tubuh dilepas dari
2002).
17
2.2.6 Pengeluaran Keringat
18
cairan yang dikonsumsi selama bekerja dan dibagi dengan jumlah
waktu kerja.
keadaan sekelilingnya.
berkhayal.
19
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dar berbagai
Heat strain Score Index (HSSI). Selanjutnya dalam OSHS (1997) metode
penilaian heat stress yang lainnya adalah melalui observasi gejala heat
strain.
20
temperature, denyut jantung, suhu kulit, dan tingkat pengeluaran
dan denyut nadi terendah, serta 39.5 dan 180 sebagai standar suhu
21
kategori “high” dan 9-10 termasuk kategori “very high” (Wan,
2006).
heat strain pada kondisi pakaian kerja dan iklim kerja yang
telah diuji coba oleh Dehghan yaitu Heat strain Score Index (HSSI)
keringat, tingkat rasa haus, rasa lelah, rasa tidak nyaman, gejala
dan warna pakaian kerja, bahan pakaian kerja, jenis alat pelindung
diri, intensitas latihan fisik, postur kerja, luas ruangan kerja dan
lokasi kerja.
22
HSSI membedakan tingkat heat strain menjadi 3 kelompok.
mengalami heat strain atau berada pada zona hijau, nilai index
heat strain atau berada pada zona kuning dan nilai index diatas 18
zona merah.
PSI. Seseorang yang berada pada level tertinggi pada HSSI juga
memiliki nilai indeks heat strain PSI yang tinggi (Dehghan, 2013).
23
maupun gejala heat strain pada orang lain. Gejala yang diamati
strain
24
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Evaluasi Heat
strain
Heat strain
gejala.
25
Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
heat strain.
26
diproduksi oleh tubuh, maka suhu tubuh akan terus meningkat
27
melakukan estimasi panas metabolik berdasarkan aktivitas yang
NIOSH (1986).
28
Work whole body
light 3,5
moderate 5,0 2,5-9,0
heavy 7,0
very heavy 9,0
C. Basal metabolism 1,0
D. Sample calculation Average kcal/min
Assembling work with heavy
hand tools
1. Standing 0,6
2. Two-arm work 3,5
3. Basal metabolism 1,0
Total 5,1 kcal/min
Sumber : NIOSH (1986)
29
3. 350 kkal/jam < panas metabolik Berat
< 500 kkal/jam
Sumber : PER.13/MEN/X/2011
panas.
Tabel 2.4 Standar Iklim Kerja atau Indeks Suhu Bola Basah
(ISBB)
Pengaturan ISBB
Waktu Kerja
Beban Kerja
30
2.4.2 Umur
inti tubuh yang merupakan salah satu indikasi terjadinya heat strain
(NCDOL, 2011).
31
2.4.3 Jenis Kelamin
rata.
mereka akan sama atau sedikit lebih rendah dibanding pria karna
2.4.4 Obesitas
32
indeks massa tubuh yang tinggi menerima tekanan panas akan
kulit.
2.4.5 Aklimatisasi
dampak akibat tekanan panas yaitu heat strain mudah terjadi pada
penuh dapat dicapai dalam waktu 7 hari. Dalam kondisi yang tidak
33
2.4.6 Konsumsi Alkohol
1986).
2003).
34
mengalirkan darah menuju kulit untuk melepaskan panas.
menurunkan risiko heat strain di tempat kerja antara lain adalah sebagai
berikut :
35
1. Pengendalian panas konveksi
atau coating.
36
memantulkan panas dan mampu menurunkan panas radiasi
(NIOSH, 1986)
37
b. Buat jadwal rutin pekerjaan maintenance dan perbaikan di
satu tahun.
pekerjaan.
38
3. Peningkatan toleransi terhadap panas
50% pada hari pertama, 60% pada hari kedua, 80% pada hari
ketiga dan 100% pada hari keempat. Untuk pekerja yang baru
4. Pelatihan K3
39
2.6 Kerangka Teori
heat strain menurut NIOSH (1986) adalah umur, jenis kelamin, obesitas,
40
Tekanan panas Peningkatan suhu tubuh
dan denyut nadi
Konsumsi alkohol
Penyakit kronis
41
BAB III
alkohol.
Tekanan panas
Heat strain
Karakteristik individu :
1. Umur
2. Obesitas
3. Konsumsi obat-obatan
4. Penyakit Kronis
42
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Heat strain Skor indeks yang dikur Pengukuran Digital Oral 1. Ya, jika total skor indeks Ordinal
yang dirasakan oleh denyut nadi. perabaan arteriradialis 2. Tidak, jika total skor indeks
2. Tekanan panas Paparan panas lingkungan Pengukuran Wet Bulb Globe 1. Ya Ordinal
43
lingkungan yang diatur
dalam Permenaker
PER.13/MEN/X/2011
6. Umur Lama hidup responden Wawancara Kuesioner Rata-rata umur kemudian Ordinal
2. <30 tahun
7. Obesitas Kondisi status gizi pekerja Pengukuran Timbangan dan 1. Obesitas ( ≥30) Ordinal
pangkat dua.
44
8. Obat-obatan Konsumsi obat-obatan Kuesioner Kuesioner 1. Ya Ordinal
45
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara tekanan panas dan faktor karakteristik individu (umur,
obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan) dengan heat strain pada
46
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
adalah heat strain sebagai variabel dependen. Tekanan panas, umur, obesitas,
Timur dan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2014.
a. Populasi
orang pada pabrik kerupuk 1, 32 orang pada pabrik kerupuk 2 dan 11 orang
b. Sampel
47
[ √ ( ) √ ( )]
( )
43,65
Keterangan :
Po = 0,7
Pa = 0,5
Besar sampel yang didapat dari hasil perhitungan adalah 43,65 dan untuk
menghindari terjadinya drop out atau missing jawaban responden maka jumlah
sampel akan dilebihkan sebesar 10 % menjadi 47. Namun, dalam penelitian ini
seluruh populasi yaitu 79 orang dijadikan sampel.
a. Heat strain
Index (HSSI) untuk menilai kejadian heat strain secara subjektif dan metode
Phsyological Strain Index (PSI) untuk menilai kejadian heat strain secara
48
akan digambarkan dalam penelitian ini. Sedangkan hasil pengukuran heat
strain menggunakan PSI akan digunakan sebagai data dalam variabel heat
strain karena lebih objektif. PSI dihitung saat responden terpapar tekanan
terjadinya heat strain. Tidak seperti metode lain yang melibatkan banyak
terjadinya kesalahan.
T dan HR merupakan suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur pada
Sedangkan 36.5 dan 60 merupakan standar suhu tubuh dan denyut nadi
terendah, serta 39.5 dan 180 sebagai standar suhu tubuh dan denyut jantung
heat strain. Nilai index 0-2 dikategorikan sebagai “no”, 3-4 adalah kategori
“low”, 5-6 kategori “moderate”, 7-8 termasuk kategori “high” dan 9-10
ini, hasil perhitungan PSI dikategorikan menjadi dua yaitu tidak mengalami
heat strain jika skor dibawah atau sama dengan 2 dan mengalami heat strain
b. Tekanan Panas
yang berpengaruh yaitu panas lingungan, beban kerja dan jam kerja.
49
1. Evaluasi Beban Kerja
50
heavy 2,5
Permenaker PER.13/MEN/X/2011
51
3. 350 kkal/jam < panas Berat
metabolik < 500 kkal/jam
Sumber : PER.13/MEN/X/2011
berada dalam satu ruangan dengan sumber panas dari pembakaran tungku
kerupuk.
tahap :
manualnya.
3. Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai. Lihat petunjuk
52
4. Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia yaitu
heat index.
telah ditentukan.
7. Buka tutup thermometer suhu basah alami dan isi dengan aquadest
pengukuran.
8. Nyalakan alat dan biarkan alat selama 10 menit untuk proses adaptasi
4.3
53
1. 75% - 100%
2. 50% - 75%
3. 25% - 50%
4. 0% - 25%
Sumber : PER.13/MEN/X/2011
Tabel 2.3 Standar Iklim Kerja atau Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
Pengaturan ISBB
Waktu Kerja
Beban Kerja
tingkat beban kerja ringan dan pengaturan jam kerja 75%-100% maka
54
WBGT melebihi 31,00C maka pekerja tersebut menerima paparan
e. Umur
f. Obesitas
g. Konsumsi obat-obatan
h. Penyakit Kronis
55
Proses pengklasifikasian data dan pemberian kode data hasil
e. Obat-obatan : Ya = 0; Tidak =1
Memasukan data dari hasil pengukuran yang telah dilakukan serta hasil
untuk ememastika data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian
56
Analisis univariat dilakukan untuk membuat distribusi frekuensi masing-
dependen dan independen bersifat kategorik. Adapun rumus uji Chi Square
( )
Keterangan :
BAB V
HASIL
a. Pembuatan Adonan
yaitu tepung tapioka dengan bahan lainnya seperti bawang putih, minyak ikan,
garam, terasi putih dan pewarna makanan. Selanjutnya campuran bahan tersebut
57
b. Pencetakan
Adonan yang sudah siap dimasukan kedalam mesin cetak untuk dibentuk
menjadi bentuk jaring. Selanjutnya disusun dalam sebuah wadah untuk dimasukan
c. Pengukusan
d. Penjemuran
menit. Selanjutnya adonan disusun dalam wadah kayu untuk dijemur dibawah
terik matahari.
e. Penggarangan
sampai dua hari. Kemudian digarang agar kerupuk menjadi hangat dan
f. Penggorengan
Setelah digarang dan kerupuk menjadi hangat, kerupuk siap untuk digoreng.
58
Setiap pekerja memiliki tugasnya masing-masing. Proses produksi dari
tahap pembuatan adonan smapai tahap penggorengan dimulai dari jam 06.00
sampai jam 16.00. Secara keseluruhan, proses produksi kerupuk tahap yang
membutuhkan suhu panas yaitu pada tahap pengukusan dan penggorengan. Pada
produksi dari mulai pembuatan adonan sampai pencetakan berada dalam satu
ruangan. Sehingga walaupun pekerja pada tahap pembuatan dan pencetakan tidak
menerima paparan uap panas yang digunakan dalam proses pengukusan. Kondisi
ruangan produksi pada ketiga pabrik sudah memiliki ventilasi namun masih belum
memadai.
kondisi suhu lingkungan kerja yang panas dan sebanyak 34 pekerja (43%) merasa
Distribusi frekuensi heat strain pada pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik
kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Heat strain pada Pekerja di Pabrik Kerupuk
59
Variabel Kategori Pabrik 1 Pabrik 2 Pabrik 3
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan hasil bahwa jumlah pekerja yang mengalami
heat strain paling banyak terdapat pada pabrik kerupuk 2 yaitu sebanyak 28 orang..
Sedangkan jumlah pekerja yang mengalami heat strain paling sedikit terdapat pada
Hasil pengukuran heat strain menggunakan kuesioner Heat strain Score Index
grafik 5.1 menggambarkan beberapa keluhan yang dirasakan oleh pekerja pabrik
60
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Keringat di seluruh Sangat Haus Lelah Nyeri Otot
tubuh
Berdasarkan grafik 5.1 keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja
adalah keringat di seluruh tubuh yaitu sebanyak 86%. Pekerja yang merasa sangat
hasu sebanyak 54 orang (68%), merasa lelah sebanyak 41 orang (52%) dan merasa
Distribusi frekuensi tekanan panas pada pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik
kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.2.
Tahun 2014
61
panas Tidak 13(36,2) 4(12,5) 3(27,3)
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil bahwa jumlah pekerja yang menerima
paparan tekanan panas paling banyak pada pabrik kerupuk 2 yaitu 28 orang.
Sedangkan jumlah pekerja yang menerima paparan tekanan panas paling sedikit pada
5.4 Faktor Karakteristik Individu (Umur, Obesitas, Penyakit Kronis dan Konsumsi
Obat)
konsumsi obat) pada pekerja pabrik kerupuk menurut pabrik kerupuk di wilayah
62
Kronis Tidak 34(94,4) 32(100) 10(90,9)
a. Jumlah pekerja dengan umur ≥ 30 dan <30 tahun paling banyak pada pabrik
dan <30 tahun dan paling sedikit pada pabrik kerupuk 3 yaitu 5 dan 6 orang.
Jumlah pekerja dengan umur ≥ 30 pada seluruh pabrik lebih banyak dibanding
b. Jumlah pekerja yang mengalami obesitas paling banyak pada pabrik kerupuk 2
yaitu 2 orang. Sedangkan pada pabrik kerupuk 3 tidak ada pekerja yang
pabrik kerupuk lebih sedikit dibanding jumlah pekerja yang tidak mengalami
c. Seluruh responden yaitu sebanyak 79 (100%) dari tiga pabrik kerupuk tidak
63
5.5 Hubungan Heat strain dengan Tekanan Panas dan Karakteristik Individu (Umur,
individu (umur, obesitas, penyakit kronis, konsumsi obat) pada pekerja pabrik
kerupuk di wilayah kecamatan Ciputat Timur tahun 2014 disajikan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Frekuensi Kejadian Heat strain Berdasarkan Tekanan Panas dan
Karakteristik Individu (Umur, Obesitas, Penyakit Kronis, Konsumsi Obat)
pada Pekerja Pabrik Kerupuk di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun
2014
Heat strain n(%)
Variabel Kategori P value
Ya Tidak
64
Konsumsi Ya 0(0) 0(0)
Tidak dilakukan
Obat
Tidak 56(100) 23(100) analisis karena
n(%)
homogen
Total n(%) 56(100) 23(100)
mengalami heat strain. Hasil uji chi-square didapatkan p value sebesar 0,000
b. Jumlah pekerja yang mengalami heat strain pada umur ≥ 30 tahun lebih
banyak dibanding pekerja dengan umur < 30 tahun yaitu 29 orang. Hasil uji
chi square didapatkan p value sebesar 0,702 dengan demikian pada tingkat
c. Seluruh pekerja yang obesitas mengalami heat strain yaitu sebanyak 3 orang
pekerja. Hasil uji chi square didapatkan p value sebesar 0,552 dengan demikian
d. Pekerja yang memiliki penyakit kronis seluruhnya mengalami heat strain yaitu
sebanyak 3 orang . Pekerja yang tidak memiliki penyakit kronis sebagian besar
tidak mengalami heat strain yaitu sebanyak 53 orang. Hasil uji chi square
65
e. Seluruh pekerja tidak mengonsumsi obat selama penelitian berlangsung.
Sebanyak 56 orang mengalami heat strain dan 23 orang tidak mengalami heat
strain.
BAB VI
PEMBAHASAN
66
6.2 Heat strain
Heat strain merupakan dampak baik akut ataupun kronis yang diakibatkan
paparan tekanan panas. Gejala umum heat strain yang dirasakan antara lain kram
(OSHS, 1997).
Pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu tubuh dan denyut nadi yang
diukur saat pekerja melakukan pekerjaan. Peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi
merupakan indikasi terjadinya heat strain. Heat strain perlu di evaluasi terhadap
pekerja karena efek kesehatannya serius. Menurut OSHS (1997) dampak fisik yang
ditimbulkan pada seseorang yang mengalami heat strain dapat bervariasi mulai dari
keluhan ringan seperti ruam pada kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam
Timur. Pengukuran heat strain dilakukan menggunakan Heat strain Score Index
(HSSI) untuk menilai kejadian heat strain secara subjektif dan metode Phsyological
Strain Index (PSI) untuk menilai kejadian heat strain secara objektif. Hasil
43 pekerja (54,43%) mengalami heat strain. Sedangkan hasil pengukuran heat strain
strain dari total 79 orang pekerja. Hal tersebut menggambarkan bahwa kejadian heat
67
Bekerja di pabrik kerupuk berarti pekerja harus melakukan pekerjaannya di
lingkungan yang panas dan lembap. Kondisi ini jelas dapat memicu terjadinya heat
strain. Saat tubuh manusia terpapar oleh tekanan panas dan memproduksi panas hasil
metabolisme, total panas yang ada di dalam tubuh akan meningkat. Sistem
termoregulasi yang berfungsi untuk mengontrol dan mengurangi panas dalam tubuh
dapat mengalami kegagalan atau tidak mampu menangani panas dalam tubuh. Saat
kondisi tersebut, tubuh manusia akan mengalami heat strain sebagai respon.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata suhu tubuh dan denyut nadi pekerja yang
diukur saat pekerja melakukan pekerjaan adalah 37,03o C dan 93,8 denyut nadi per
menit. Walaupun suhu tubuh pekerja masih dibawah standar yang disarankan oleh
NIOSH untuk pekerja yang teraklimatisasi yaitu dibawah 38o C, namun berdasarkan
dengan suhu tubuh lebih dari 36,5o C sebagai standar suhu tubuh terendah dan
mengalami heat strain. Hasil pengukuran heat strain secara subjektif menggunakan
kuesioner Heat strain Score Index (HSSI) didapatkan beberapa keluhan yang
dirasakan oleh pekerja. Keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah
keringat di seluruh tubuh yaitu sebanyak 86%. Pekerja yang merasa sangat haus
sebanyak 54 orang (68%), merasa lelah sebanyak 41 orang (52%) dan merasa nyeri
Keluhan heat strain yang dirasakan oleh pekerja akan berdampak buruk jika
berlebih dan rasa haus dapat disebabkan oleh lingkungan kerja yang panas dan tidak
68
didukung oleh sistem ventilasi yang tidak memadai. Pengendalian yag dapat
dilakukan menurut NIOSH (1986) yaitu melalui pengendalian secara teknis dengan
temperatur dapat dipasang pembatas yang membatasi sumber panas dengan pekerja.
Selain itu pemasangan ventilasi yang mencukupi juga diperlukan untuk memasukan
suhu udara yang lebih dingin ke dalam ruangan agar pengeluaran keringat dapat
dikendalikan dan tubuh tidak terlalu banyak kekurnagan cairan tubuh sehingga rasa
haus juga akan berkurang. Pengendalian secara administratif juga dapat dilakukan
dengan menyediakan tempat beristirahat dengan suhu yang lebih dingin atau dengan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya heat strain anatara lain
faktor yang bersumber dari pekerjaan dan lingkungan yaitu beban kerja, jam kerja
dan tekanan panas serta faktor karakterisitik individu seperti umur, obesitas, penyakit
kronis dan konsumsi obat. Menurut NIOSH (1986), faktor umur yang semakin
menua akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami heat strain akibat
keringat. Selain umur, NIOSH (1986) menambahkan bahwa faktor obesitas juga
menjadi faktor yang mempengaruhi heat strain. Timbulnya lapisan lemak pada
seseorang dengan status obesitas menghambat perpindahan panas dari dalam tubuh
kemampuan tubuh untuk beradaptasi saat berada pada lingkungan yang panas
sehingga akan meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain. Namun, dalam
69
hasil penelitian ini tidak menunjukan hubungan antara peningkatan umur, obesitas
beban kerja, jam kerja dan tekanan panas juga dapat mempengaruhi timbulnya heat
strain. Menurut Gagnon (2011), durasi jam kerja menjadi faktor yang penting dalam
menurut OSHS (1997), heat strain merupakan respon tubuh seseorang akibat pajanan
tekanan panas yang diterima. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara beban kerja, jam kerja dan tekanan panas dengan tingginya kejadian
heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun
2014.
Temuan ini perlu menjadi perhatian bagi pihak terkait dalam peningkatan
kondisi keselamatan pekerja sektor informal seperti pekerja Pabrik Kerupuk. Hal ini
dikarenakan heat strain memiliki dampak yang cukup serius. Bureau of Labor
Statistics (BLS) melaporkan angka kematian yang tinggi akibat kejadian heat strain
yaitu lebih dari 200 kematian dan 15.000 kasus dalam periode tahun 1999-2003.
menempatkan heat strain sebagai heat illness dalam prioritas utama dalam tiga tahun
terakhir. Menurut NIOSH (1986) pada tahun 1979 di Amerika, total dari insiden heat
strain dengan kehilangan hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432
kasus.
70
dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Menurunnya produktivitas pekerja ini
akibat heat strain yaitu terhentinya pengeluran keringat dan dapat menyebabkan
Labor Statistics (2009) estimasi biaya yang dihabiskan untuk satu kejadian heat
strain adalah $7500 Rata-rata upah yang hilang per hari adalah $150 atau setara
dengan $100 juta selama periode 5 tahun atau lebih dari $20 juta per tahun. Jumlah
tersebut hanya untuk kejadian heat strain yang akut dan belum termasuk kasus heat
Tekanan panas merupakan pajanan yang diterima oleh pekerja akibat panas
lingkungan dan panas metabolik yang dihasilkan oleh tubuh. Meningkatnya beban
timbulnya tekanan panas (Ramsey, 1994). OSHS (1997) juga menyatakan bahwa
heat strain merupakan respon tubuh akibat paparan tekanan panas yang diterima dari
lingkungan.
panas yaitu sebanyak 59 orang. Tingginya jumlah pekerja yang menerima tekanan
panas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat beban kerja, pengaturan jam
kerja dan panas lingkungan kerja. Menurut Hunt (2011), terjadinya tekanan panas
71
akan cenderung untuk meningkatkan suhu inti tubuh, detak jantung/denyut nadi, dan
keringat.
panas dengan heat strain. Hal ini sejalan dengan penelitian Brown (2013) yang
menunjukan bahwa kelompok pekerja dengan tingkat paparan tekanan panas yang
tinggi memiliki angka kejadian heat strain yang besar dibanding kelompok pekerja
lainnya.
Menurut NIOSH (1986) tekanan panas merupakan hasil dari panas yang
berasal dari lingkungan dan panas yang berasal dari metabolik tubuh. Pekerja yang
mengalai tekanan panas sebagaian besar berada pada kategori beban kerja sedang.
Beban kerja didapatkan dari hasil pengukuran estimasi panas metabolik yang
dihasilkan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan. Setiap posisi dan pergerakan
pekerja menghasilkan panas metabolik dalam satuan kkal. Menurut NIOSH (1986),
panas metabolik yang dihasilkan akan menambah muatan panas di dalam tubuh.
Sehingga panas yang harus dikeluarkan menuju lingkungan juga semakin meningkat.
Saat tubuh mengalami kegagalan dalam melepas panas, maka suhu tubuh akan
semakin meningkat. Sehingga risiko untuk menerima paparan tekanan panas juga
semakin meningkat.
Pekerja yang termasuk dalam kelompok beban kerja sedang sebagian besar
adalah pekerja pada bagian penggorengan. Pekerja pada bagian penggorengan harus
selalu dalam posisi berdiri dalam waktu 30 menit dan kedua tangannya memegang
pengaduk dan penyaring untuk mengangkat kerupuk. Sehingga beban kerja bagian
72
penyusunan adonan siap jemur yang tidak selalu dalam posisi berdiri dan termasuk
Pada kelompok beban kerja ringan, pekerja yang tidak menerima paparan
tekanan panas lebih banyak dibanding pekerja yang menerima paparan tekanan
panas. Menurut Berry et al (2011) pada beban kerja yang tinggi, jantung mengalami
kesulitan untuk memenuhi semua tuntutan yang dibutuhkan. Hasilnya akan terjadi
peningkatan denyut jantung dan suhu tubuh serta penurunan kemampuan otot.
Pengendalian beban kerja harus dilakukan untuk menurunkan tingkan kejadian heat
strain pada pekerja pabrik kerupuk. Perbaikan posisi kerja ataupun otomatisasi alat
Selain dipengaruhi oleh beban kerja, paparan tekanan panas juga dipengaruhi
oleh pengaturan jam kerja. Durasi kerja merupakan faktor penting untuk
(Gagnon, 2011). Saat termoregulasi tubuh terganggu akibat pengaturan jam kerja dan
jam istrahata yang tidak seimbang, maka tubuh akan kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan suhu tubuh saat terpapar lingkungan yang panas akibatnya risiko
kerupuk sebagian besar termasuk dalam kategori jam kerja rendah dengan persentase
jam kerja 0%-25% yaitu sebanyak 53 pekerja. Menurut Hudson (2003) durasi
paparan panas yang terus menerus akan menyebabkan kebutuhan cairan tubuh
73
semakin meningkat dan jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan dehidrasi pada
pekerja.
takanan panas. Panas lingkungan kerja pada pabrik kerupuk bersumber dari mesin
dan api yang dibutuhkan dalam proses produksi. Terutama pada tahap proses
dari pembakaran kayu. Pekerja pada bagian pengukusan, selain harus memasukan
dan mengeluarkan adonan kerupuk yang akan dikukus juga harus menyuplai kayu
untuk dibakar agar uap yang dihasilkan tidak terhenti. Sehingga, selain pekerja selalu
berada dekat pada sumber panas, beban kerja yang dilakukan juga cukup berat.
Pekerja bagian pencetakan yang berada pada satu ruangan dengan mesin
pengkukus dan tungku pembakaran kayu juga ikut terpapar panas. Pada tahap
dipanaskan menggunakan api. Serta posisi pekerja yang harus selalu berdiri dengan
kedua tangan yang memegang pengaduk dan penyaring juga menjadi faktor yang
Pekerja yang menerima paparan tekanan panas akan mengalami heat strain dan
akan berdampak serius jika heat strain dibiarkan terjadi antara lain terhentinya
diterima oleh pekerja harus dikendalikan untuk menurunkan tingkat kejadian heat
strain pada pekerja. Pengendalian teknis yang dapat dilakukan antara lain dengan
memasang ventilasi yang mencukupi agar suhu yang lebih dingin dari luar dapat
74
menurunkan suhu dalam ruang produksi atau dengan memberikan pembatas antara
suhu tubuh. WHO (1969) juga menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur
bertambah umur, maka risiko seseorang mengalami heat strain menjadi lebih besar.
>= 30 tahun lebih banyak dibanding pekerja dengan umur < 30 tahun yaitu sebanyak
42 orang (53,16%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kenney (2001) telah
bertambahnya umur akibat menurunnya aliran darah menuju kulit untuk melepas
panas dari dalam tubuh ke lingkungan. Sehingga suhu dalam tubuh akan cepat
meningkat dan mendukung terjadinya heat strain pada seseorang. Hasil penelitian
Na¨yha¨ et al (2007) menunjukan bahwa gejala heat strain paling banyak terjadi pada
kelompok umur tertinggi yaitu 75 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Brown
(2013) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan
heat strain.
75
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur
dengan heat strain. Hal ini dapat disebabkan pada kedua kelompok umur, sebagian
besar pekerja menerima paparan tekanan panas yang menjadi faktor berpengaruh
terhadap tingginya kejadian heat strain pada kedua kelompok umur. Sehingga tidak
dapat terlihat perbedaan kejadian heat strain yang signifikan pada kedua kelompok
umur.
Tingginya paparan tekanan panas yang diterima oleh pekerja juga dapat
menjadi faktor yang berpengaruh terhadap distribusi kejadian heat strain pada kedua
kelompok umur. Paparan tekanan panas dapat berasal dari panas lingkungan yang
bersumber dari panas bumi dan panas dari penggunaan mesin. Pada pabrik kerupuk,
mesin yang yang menghasilkan panas yaitu antara lain tungku pembakaran kayu dan
mesin kukus. Salah satu solusi untuk menurunkan paparan panas lingkungan yang
Sebagian besar pekerja yaitu sebanyak 24 orang (30,4%) yang terdiri dari 12
sebesar 32,6oC. Suhu tubuh yang merupakan respon dari paparan panas yang
diterima menunjukan bahwa sebagian besar pekerja atau sebanyak 25 orang (31,6%)
yang terdiri dari 12 orang pekerja dengan umur dibawah 30 tahun dan 13 orang
pekerja dengan umur lebih dari sama dengan 30 tahun memiliki suhu tubuh sebesar
37,1oC.
Hal tersebut menunjukan bahwa tingginya paparan WBGT yang diterima oleh
pekerja menyebabkan distribusi heat strain yang digambarkan dengan respon suhu
tubuh pada kedua kelompok tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Penelitian yang
76
dilakukan oleh Stapleton et al (2013) menunjukan hasil yang serupa yaitu tidak
terdapat perbedaan suhu tubuh yang signifikan pada dua kelompok umur dengan
rata-rata 21 tahun dan rata-rata 65 tahun pada kondisi lingkungan yang sama.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Marszalek et al (2004) pada tiga kelompok umur
yaitu kelompok 20-29 tahun, 41-55 tahun dan 58-65 tahun dengan paparan WBGT
yang sama menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan heat strain yang signifikan
bertambahnya umur akan meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain, namun
menurut Pandolf (1997) menyatakan bahwa tingkat toleransi terhadap panas pada
kelompok dengan umur yang lebih tua mungkin sama dengan kelompok yang lebih
muda.
Obesitas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya heat strain
pada seseorang. Menurut Anderson (1999), kemampuan untuk melepas panas dari
dalam tubuh berhubungan secara langsung dengan massa tubuh. Komposisi tubuh
akan mempengaruhi peningkatan suhu tubuh. Seseorang dengan massa tubuh yang
lebih besar, suhu tubuhnya akan lebih cepat meningkat sehingga risiko untuk
sebanyak 3 orang (3,8%) dan 76 orang (96,2%) termasuk dalam kategori tidak
obesitas. Bar-Or et al., (1969) dalam hasil penelitiannya menunjukan bahwa heat
strain terjadi paling banyak pada kelompok dengan status obesitas dan memiliki suhu
tubuh, denyut nadi dan tingkat berkeringat yang lebih tinggi dibanding kelompok
77
dengan status indeks massa tubuh kurus. Dalam penelitian lain, dua kelompok
dengan persentase lemak tubuh yang berbeda (10,9% dan 18,8%) berjalan diatas
treadmill. Kelompok dengan lemak tubuh yang rendah lebih bertahan lebih lama
berjalan diatas treadmill dan memiliki kemampuan toleransi peningkatan suhu tubuh
yang lebih tinggi dibanding kelompok dengan lemak tubuh yang lebih tinggi (Selkirk
terjadinya heat strain saat bekerja pada lingkungan yang panas. Namun hasil analisis
bivariat pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara obesitas dengan heat
strain. Hal ini dapat terjadi karena pada kelompok yang mengalami obesitas dan
sebagian besar pada kelompok tidak obesitas memiliki beban kerja yang sama yaitu
kategori beban kerja sedang. Sehingga dengan tingkat beban kerja yang sama, tidak
terlihat perbedaan heat strain pada kelompok obesitas dan tidak obesitas.
Pengendalian tingkat beban kerja dapat dilakukan dengan memodifikasi posisi kerja
untuk mengurangi panas metabolik yang dihasilkan oleh tubuh atau dengan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vroman et
al., (1983) pada dua kelompok dengan kategori indeks massa tubuh yang berbeda
yaitu kelompok obestias dan kurus. Kedua kelompok tersebut melakukan kegiatan
yang sama tetapi tidak memiliki perbedaan pada suhu tubuh yang merupakan
Pada kelompok obesitas seluruhnya mengalami heat strain dan pada kelompok
tidak obesitas, sebagian besar pekerja menerima paparan tekanan panas. Sehingga
78
dengan paparan tekanan panas yang diterima, pekerja tetap mengalami heat strain
walaupun tidak obesitas. Seluruh kelompok obesitas berada pada pekerjaan proses
strain pada kelompok obesitas salah satunya dengan pengurangan beban kerja.
Penyakit kronis seperti penyakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus dapat
meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain (OSHA, 2003). Menurut Brown
risiko tinggi untuk mengalami heat strain akibat sistem termoregulasi yang
terganggu.
heat strain lebih tinggi pada kelompok yang menderita penyakit degeneratif seperti
diabetes mellitus. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Wilmore dan Costil
(1994) pada kelompok dengan status kesehatan yang baik dan kelompok penderita
penyakit kronis dengan heat strain. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dijelaskan
oleh Kenny (2010) yang menyatakan bahwa diabetes berkaitan metabolik tubuh dan
79
Penelitian lain menunjukan bahwa vasodilatasi yang terjadi pada penderita
dengan bukan penderita diabetes mellitus (Wick et al., 2006). Selain itu, pada
terganggunya pengaturan glukosa dalam tubuh. Sehingga panas dari dalam tubuh
Pengumpulan data penyakit kronis pada penelitian ini hanya dilakukan melalui
wawancara sehingga dapat terjadi bias informasi. Saran untuk penelitian selanjutnya
80
Obat-obatan yang mengganggu proses termoregulasi termasuk antidepresan
keringat. Obat antihipertensi juga dapat menurunkan aliran darah ke kulit dan
mengurangi proses pendinginan dalam tubuh. Kemudian, obat diuretik juga akan
Menurut NIOSH (1986), hampir seluruh obat yang mempengaruhi sistem saraf
seseorang yang sedang mengkonsumsi obat dan bekerja pada lingkungan yang panas
akan lebih berisiko untuk mengalami heat strain. Berdasarkan hasil penelitian, tidak
Sehingga tidak dapat dilakukan analisis bivariat untuk melihat hubungannya dengan
heat strain. Pengumpulan data konsumsi obat-obatan pada penelitian ini hanya
dilakukan melalui wawancara sehingga dapat terjadi bias informasi. Saran untuk
wawancara kepada keluarga atau teman pekerja untuk menanyakan apakah pekerja
mengkonsumsi obat-obatan.
BAB VII
7.1 Simpulan
81
1. Jumlah pekerja yang mengalami heat strain pada pabrik kerupuk 1 sebanyak
21 orang, (58,3%) pada pabrik kerupuk 2 sebanyak 28 orang (87,5) dan pada
2. Jumlah pekerja yang menerima paparan tekanan panas pada pabrik kerupuk 1
obat-obatan dan penyakit kronis) pada tiga pabrik adalah sebagai berikut:
a. Jumlah pekerja dengan umur >= 30 tahun pada pabrik kerupuk 1, 2 dan 3
adalah 1 orang dan 2 orang. Sedangkan pada pabrik kerupuk 3 tidak ada
obat-obatan.
4. Ada hubungan bermakna antara tekanan panas dengan heat strain dan tidak ada
82
kronis, konsumsi obat) dengan heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di
7.2 Saran
obatan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Lawrence E, Douglas J. Casa, Daniel S. Moran. 2007. Exertional Heat Illness during
Anderson GS. 1999. Human morphology and temperature regulation. International Journal
Biometeorology
Austin Community Collage (ACC). 2013. Heat stress Guideline. Austin Community Collage.
Bar-Or O, Lundergen HM, Buskrik ER. 1969. Heat tolerance of exercising obese and lean
Berry, Cherie, Allen McNeely and Kevin Beauregard. 2011. A Guide to Preventing Heat Stress
and Cold Stress. N.C. Department of Labor Occupational Safety and Health Program.
84
Brown, Eric Nicholas. 2013. Evaluation of Heat Stress and Strain in Electric Utility Workers. A
disserttation for the degree Doctor of Public Health in Environmental Health Science
Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS). 2001. Hot Environments –
Health Effect.
Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS). 2008. Hot Environments-Health
Effects.
Dahlan, S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan
Donoghue, A Michael., Bates, Graham P., Sinclair, Murray J. 2000. Heat exhaustion in a deep
Publishing.
Gagnon, Daniel. 2011. Exercise-rest cycle do not alter local and whole body heat loss responses.
Gardner, J., Kark, J., Karnei, K., Sanbron, J., Gastaldo, E., et al. 1996. Risk Factors predicting
axertional heat illness in male Marine Corp recruits. Medicine & Science in Sports &
Exercise.
85
Geneva. 2004. ISO 9886 (2004) (ED 2) Evaluation of thermal strain by physiological
Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta : Fajar Interpratama
Offset.
Hudson, Joel B. 2003. Heat Stress Control and Heat Casualty Management. Technical Bulletin
Hunt, Andrew Philip. 2011. Heat strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illness in
Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja. Semiloka
Kenney, W. Larry. 2001. Decreased cutaneous vasodilation in aged skin. Journal of Thermal
Biology.
Kenny, Glen P, Jane Yardley, Candice Brown. 2010. Heat Stress in Older Individuals and
Patiens with Common Chronic Diseases. National Center for Biotechnology Information.
Lundgren, Karin, Kalev Kuklane dan Ingvar Holmer. 2006. Effects of Heat stress on Working
and Health.
Marszalek, A, Smolander J. 2004. Age-related thermal strain in men while wearing radiation
86
Miller, Timothy M and Robert B. Layzer. 2005. MUSCLE CRAMPS. Wley Periodicals, Inc.
Moran, Daniel S, Avvraham Shitzer dan Kent B. Pandolf. 1998. A Physiological Strain Index to
NCDOL. 2011. A Guide to Preventing Heat stress and Cold Stress. N.C. Department of Labor.
National Safety Council. 2002. Fundamentals of Industrial Hygiene Fifth Edition. NSC Press
Environments Revised Criteria: U.S Department of Health and Human Services National
Occupational Safety and Health Service (OSHS). 1997. Guidelines For The Management Of
of Labour. Wellington.
Occupational Safety and Health Administrtion. 1999. Technical Manual Section III Chapter 4 –
Heat stress
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia dan Fisika di Tempat
Kerja.
87
Parsons, Ken dan Damian Bethea. 2002. The Development of a practical heat stress assessment
Pandolf, K. B. 1997. Aging and Human Heat Tolerance. Experimental Aging Research.
Ramsey, J and Bernard, T. 1994. Evaluation and control of hot working environments.
Selkirk, Glen A., McLellan, Tom M. 2001. Influence of aerobic fitness and body fatness on
Stapleton, Jill, Joanie Larose, Christina Simpson. 2013. Do older adults experience greater
Stöppler, Melissa Conrad MD. 2014. Weakness. McKesson Health Solutions LLC.
Stansberry KB, Shapiro SA. 1997. Impairment of peripheral blood flow responses in diabetes
Siregar, Hikmah Ridha. 2008. Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat stress Pada
Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara. Program Studi
88
Utami, Tri Niswati. 2004. Program Intervensi Dalam Upaya Pengendalian Tekanan Darah dan
Temperatur Tubuh Pekerja Akibat Heat stress di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr.
Sumatera Utara.
Vroman, N. B., Buskirk, E.R., and Hodgson, J.L. 1983. Cardiac output and skin blood flow in
lean and obese individuals during exercise in the heat. Journal of Applied Physiology.
Wedro, Benjamin dan William C. Shiel. 2013. Muscle Spasms. Wley Periodicals, Inc.
WHO. 1969. Health Factors Involved In Working Under Conditions of Heat stress. Technical
WHO. 2000. Obesity: preventing and managing the global epidemic. WHO Technical Report
Wick, DE., Roberts, SK., Basu, A., Snadroni, P. et al. 2006. Delayed threshold for active
Yamaswa, Fumihiro dan C. Harmon Brown. 2007. Environmental Factors Affecting Human
Performance.
89
LAMPIRAN 6
heatstrain2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
tekananpanas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Univariat Umur
umur_kat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Univariat Obesitas
obeskat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
90
Valid tdk obes 76 96.2 96.2 96.2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
heatstrain2
ya tidak Total
tekananpanas ya Count 51 8 59
tidak Count 5 15 20
Total Count 56 23 79
91
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.82.
heatstrain2
ya tidak Total
<30 Count 27 10 37
Total Count 56 23 79
92
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.77.
heatstrain2
ya tidak Total
Total Count 56 23 79
Chi-Square Tests
93
Linear-by-Linear Association 1.265 1 .261
b
N of Valid Cases 79
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.
heatstrain2
ya tidak Total
penyakitkrns ya Count 3 0 3
tidak Count 53 23 76
Total Count 56 23 79
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.
94
95