Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja rumah sakit yang selanjutnya

disingkat K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien,

pendamping pasien, pengunjung maupun lingkungan rumah sakit melalui

upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan

sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di Rumah

sakit dan Fasilitas medis lainnya adalah bagian dari manajemen rumah

sakit secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan

dengan aktifitas proses kerja dirumah sakit, Sehingga dapat menciptakan

keadaan Rumah sakit yang aman, sehat, dan bebas dari kecelakaan kerja

maupun penyakit akibat kerja bagi sumber daya rumah sakit, Pasien

Pendamping pasien pengunjung maupun lingkungan Rumah Sakit.

Kecelakaan Kerja juga menimbulkan kerugian materi bagi pekerja dan

intansi pemerintah, serta dapat mengganggu produktifitas kerja karyawan

Rumah sakit tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan No PER

66/MEN/2016).

Berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang

keselamatan kerja yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi

karyawan dan masyarakat umum. Undang-undang ini tidak menghendaki


sifat kuratif atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan kecelakaan

kerja harus di cegahjangan sampai terjadi dan lingkungan kerja harus

memenuhi syarat-syarat kesehatan. Tuntutan pengelolaan program

kesehatan dan keselamatankerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi

karena pekerja, pengunjung pasien, dan masyarakat sekitar RumahSakit

inginmendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan

kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun

karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak

memenuhi standar (Kemenkes No. 1078/2010).

Masalah perilaku kekerasan pasien hampir selalu terjadi di ruang

perawatan jiwa. Beberapa riset menunjukkan bahwa perawat jiwa sering

mengalami kekerasan dari klien (Fight, 2002;Nijman, Foster, dan Bowers,

2007) Menurut penelitian Witodjo dan Widodo (2008) di Rumah Sakit

Jiwa Surakarta diketahui bahwa angka kejadian kekerasan di ruang kresna

tahun 2004 sebanyak 43 klien atau 15,7%). Klien yang dirawat di ruangan

Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) Kresna mendapatkan

pelayanan komunikasi terapeutik sesuai standar. Sedangkan klien yang

dirawat selain di ruang Kresna yang kurang mendapatkan komunikasi

terapeutik sesuai standar operasional prosedur, sebanyak 230 klien atau

84,3%. Menurut peneliti Veny Elita, dkk (2010) terhadap 61 orang

perawat tentang kejadian tindakan kekerasan oleh pasien di ruang rawat

inap jiwa RSJ Tampan, diperoleh data kekerasan fisik yang dilakukan

pasien pada diri sendiri (84%) merupakan bentuk perilaku kekerasan yang
paling sering terjadi di ruang rawat inap jiwa. Kemudian diikuti dengan

kekerasan berupa ancaman fisik kepada perawat (79%), penghinaan

kepada perawat (77%) dan kekerasan verbal (70%). Lebih dari separuh

responden (51%) melaporkan mengalami kekerasan fisik yang berakibat

cedera ringan dalam satu tahun terakhir. Dan sebagian kecil responden

(20%) melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik yang menyebabkan

cedera serius.

Hasil wawancara langsungdari Ketua Komite Keperawatan Rumah

Sakit Jiwa dan lima perawat yang menangani pasien jiwa sering terjadinya

benturan fisik antara perawat dengan pasien jiwa terutama di ruang UPIP,

kecelakaan kerja yang dialami perawat seperti diludahi, dipukul, ditendang

dan penghinaan terhadap perawat sehingga menyebabkan perawat menjadi

patah tangan, memar dan trauma. Banyak alasan yang dikemukakan oleh

perawat, salah satunya yaitu karena mereka merasa kurang mengetahui

risiko kecelakaan akibat kerja dalam melayani pasien dengan gangguan

jiwa. Hingga saatini, perawat tidak tahu harus bersikap dan berperilaku

bagaimana untuk menghindari terjadinya kecelakaan dalam bekerja dalam

memberikan pelayanan kesehatan jiwa.

Berdasarkan latar belakang yang telah ada penulis ingin melakukan

pembahasan mengenai evaluasi pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan

Kerja Rumah Sakit (K3RS) di Rumah Sakit Jiwa. Oleh karena dirasa

perlunya evaluasi mengenai sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3) di Rumah Sakit Jiwa.


B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui tentang identifikasi resiko Hazard dan

Pengendaliannya di Rumah Sakit Jiwa

2. Tujuan khusus

a. Mampu memahami dan mngetahui tentang identifikasi resiko

hazard di Rumah Sakit Jiwa

b. Mampu memahami dan mngetahui tentang identifikasi Hazard dan

Pengendaliannya di Rumah Sakit Jiwa

c. Mampu memahami dan mengetahui tentang SPO untuk

pengendalian hazard di Rumah Sakit Jiwa


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Rumah Sakit Jiwa

1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut UU RI nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah

sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah

Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E :

a. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah,

rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan

tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

b. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.

Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi

(provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit

kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga

diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.


c. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam

pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam,

pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan

dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di

setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan

rujukan dari puskesmas.

d. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan

menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D

hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.

Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga

menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas.

e. Rumah Sakit Kelas E

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang

menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada

saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit

jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah

sakit ibu dan anak.

Sedangkan Rumah Sakit Jiwa termasuk ke dalam Rumah Sakit Khusus

(Kelas E), karena melayani pasien yang menderita penyakit yang lebih

dikhususkan, seperti penyakit jiwa, penyakit jantung, penyakit mata dan

alinnya (Nugroho, 2003).

Rumah Sakit Jiwa memiliki perbedaan dari rumah sakit umum, yaitu :
a. Pasien terdiri dari orang yang berperilaku abnormal walau fisiknya

dalam keadaan sehat

b. Terdapat tiga tahap penyembuhan yaitu pengobatan melalui fisik,

jiwa dan sosialnya

c. Dibutuhkan ruang-ruang bersama (lebih cendrung merupakan

bangsal) baik untuk perawatan maupun untuk bersosialisasi.

d. Dibutuhkannya ruang untuk terapi dan rehabilitasi yang dilakukan

dalam ruangan.

e. Tanah yang luas unuk penyediaan lahan bagi terapi kerja lapangan

seperti pertanian, perkebunan, dan terapi lainnya yang berada di

luar ruangan (Nugroho, 2003).

2. Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit Jiwa

Fungsi rumah sakit jiwa berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.

135/Men. Kes/SK/IV/78 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Rumah Sakit Jiwa adalah :

a. melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan

b. melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pemulihan

c. melaksanakan usaha kesehatan jiwa rehabilitasi

d. melaksanakan usaha kesehtan jiwa kemasyarakatan

e. melaksanakan system rujukan (sistem Renefal)

Sedangkan Tujuan Rumah Sakit Jiwa :

a. mencegah terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat (promosi

preventif)
b. menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan usaha-usaha

penyembuhan optimal

c. rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa. (Nugroho, 2003)

B. Peran Perawat Jiwa

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya

meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada

fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa induvidu,

keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefinisikan

keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik

keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan

penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer

keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Peran

keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen

historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis,

advokasi pasien keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin,

akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik. Adapun peran perawat

kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai berikut:

1. Peran perawat dalam prevensi primer.

a. Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa.

b. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan,tingkat

kemiskinan dan pendidikan


c. Memberikan pendidikan dalam kondisi normal,pertumbuhan dan

perkembangan dan Pendidikan seks.

d. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa.

e. Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah

psikiatri.

f. Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya

untuk meningkatkan fungsi kelompok.

g. Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan

dengan kesehatan jiwa.

2. Peran perawat dalam prevensi sekunder.

a. Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.

b. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di

rumah.

c. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit

umum.

d. Menciptakan lingkungan terapeutik.

e. Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.

f. Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.

g. Memberi konsultasi.

h. Melaksanakan intervensi krisis.

i. Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok

pada semua usia.


j. Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan

teridentifikasi masalah.

3. Peran perawat dalam prevensi tertier.

a. Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi.

b. Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang

dari rumah sakit jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit

ke komunitas.

c. Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien.

C. Hazard yang Ditimbulkan di Rumah Sakit Jiwa

1. Pengertian Hazard

Hazard merupakan semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang

berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) atau penyakit akibat

kerja ( berdasarkan OHSAS 18001:2007).

Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang

menpunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta

benda, lingkungan, maupun manusia (Budiono, 2003).

Menurut Suardi (2005), bahaya adalah sesuatu yang berpotensi

menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses

kerja dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.

Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat mengakibatkan

cidera (injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti dan

Setiap kegiatan yang dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari
resiko yang ditimbulkan dari bahaya, demikian pula kegiatan yang

dilakukan di industri yang dalam proses produksinya menggunakan

proses kimia. Proses kimia pada industri memberikan potensi bahaya

yang besar, potensi bahaya yang ditimbulkan disebabkan antara lain:

penggunaan bahan baku, tingkat reaktivitas dan toksitas tinggi, reaksi

kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan jumlah dari bahan yang

digunakan. Potensi bahaya yang ditimbulkan diperlukan upaya untuk

meminimalkan terhadap risiko yang diterima apabila terjadi kecelakaan

(Baktiyar, 2009). Mengingat potensi bahaya yang besar pada industri

yang menggunakan proses kimia, maka diperlukan upaya pengendalian,

sehingga resiko yang ditimbulkan pada batas-batas yang dapat diterima

melalui Risk Assessment. lingkungan (Baktiyar, 2009)

a. Komponen Bahaya

1) Karakteristik material

2) Bentuk material

3) Hubungan pemajanan dan efek

4) Jalannnya pemajanan dari proses individu

5) Kondisi dan frekuensi penggunaan

6) Tingkah laku pekerja

2. Jenis-Jenis Hazard

Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jeni

bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya


kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya Kesehatan kerja

dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan

ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja,

misalnya penyakit akibat kerja, pemajanan terjadi pada waktu lama dan

pada konsentrasi rendah. Bahaya keselamatan (safety hazard) fokus

pada keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan

teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan

probabilitas untuk terjadi rendah. Bahaya keselamatan (Safety hazard)

dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan segala kondisi yang

dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja. Jenis-jenis safety

hazard, antara lain :

a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau

proses yang bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti

tertusuk, terpotong, terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.

b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus

listrik.

c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas,

cair, dan padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah

meledak, dan korosif.

Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan

manusia.Bahaya Keselamatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia,

bahaya berkaitan dengan ergonomi, psikososial, elektrik, berdampak


pada keselamatan kerja, misalnya cedera, kebakaran, ledekan,

pemajanan terjadi pada waktu singkat.

a. Hazard fisik, misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti

bahaya listrik, temperatur ekstrim, kelembaban, kebisingan,

kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dan lain-lain.

b. Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu

bahan kimia.Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali,

gas, pelarut, simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat

antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-lain.. Bahan-bahan

kimia tersebut merbahaya dan perlu diambil langkah - langkah

keselamatan apabila mengendalinya.

c. Hazard biologi, misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup

yang berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri, tanaman,

burung, binatang  yang dapat menginfeksi atau memberikan

reaksi negative kepada manusia.

d. Hazard psikososial, misalnya yang berkaitan aspek sosial

psikologis maupun organisasi pada pekerjaan dan

lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek fisik

dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak

beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja

yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi,

suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll

sebagainya
e. Hazard ergonomi yang termasuk didalam kategori ini antara lain

desain

tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat

melakukan

aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang

berulang-ulang

f. Hazard Mekanis, semua jenis bahaya yang berasal dari benda-

benda bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-mesin

pemotong, bahaya getaran.

3. Pengendalian Bahaya

a. Eliminasi/penghilangan, Eliminasi Sumber Bahaya

b. Substansi/mengganti material yang lebih aman, tempat

kerja/pekerjaan aman mengurangi bahaya

c. Perencanaan, Modifikasi/Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja

yang Lebih Aman

d. Administrasi : perubahan proses, rotasi kerja (Prosedur, Aturan,

Pelatihan, Durasi Kerja, Tanda Bahaya, Poster,label)

e. Pemberian alat pelindung diri/ APD


4. Identifikasi Hazard yang Terdapat di Rumah Sakit Jiwa

Berdasarkan Beberapa Jurnal Penelitian

Pada pembahasan ini jurnal penelitian yang digunakan yaitu

Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard Identification Risk

Assessment and Risk Control (HIRARC) oleh Indragiri, Suzanna

(2018), Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard Identification

Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) oleh Pasaribu, Yohana

(2018) dan Evaluasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) di Rumah Sakit Jiwa Grhasia D.I.Yogyakarta oleh Alfiqri, dkk

(2018).

a. Identifikasi dan Analisis Risiko

Berdasarkan dari ketiga jurnal di atas potensi bahaya atau

risiko hazard yang terdapat di rumah sakit jiwa, yaitu antara lain :

No Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Risiko

1. Melakukan perawatan - Kelelahan mata


terhadap pasien pada Kurangnya pencahayaan - Efisiensi kerja
siang hari menurun

2. - Luka memar
Melakukan - Patah tulang
pembersihan ruangan Terpeleset, disinfektan - Keracunan
- Cedera mata

3. Melakukan perawatan AIDS, Hepatitis A, Tertular penyakit AIDS,


ODGJ dengan Hepatitis B, hepatitis, tuberkulosis,
penyakit menular Tuberkulosis, dan
dan sebagainya
penyakit menular lainnya
4.
- Nyeri sendi
- Postur tubuh yang salah - Terpukul
Melakukan restrain
- pasien mengamuk - Tercakar
- Luka lebam

5. - Nyeri otot
Melakukan pekerjaan
Memandikan pasien - Nyeri punggung
berulang

6. - Nyeri otot
- Pekerjaan yang dilakukan
Mengganti pakaian - Nyeri punggung
berulang
pasien - Luka memar
- mendapat serangan pasien
- Luka gores

7. - Stres
Dinas malam yang - Kelelahan sehingga
Kerja berlebih
melebihi 8 jam meimbulkan insiden

8. - Rasa takut berlebih


Menangani pasien
Panik - Stress
halusinasi

9. Menangani pasien
yang defisit perawatan - Terpukul - Luka memar
diri (melatih BAB & - Tercakar - Luka gores
BAK) - Perilaku tidak baik - Stress

10. - Luka memar


Melakukan terapi - Terpukul
- Luka lecet
bermain/ TAK - Diserang tiba-tiba
- Patah tulang
b. Perencanaan Pengendalian Risiko

Berdasarkan identifikasi potensi bahaya, maka upaya

pengendalian risiko untuk aktivitas kerja berdasarkan lima hirarki

pengendalian yaitu:

No Jenis Pekerjaan Pengendalian

1. Substitusi :
Melakukan perawatan
Gunakan pencahayaan yang baik
terhadap pasien pada
(lampu yang sesuai standar), agar
siang hari
penglihatan dapat melihat dengan
jelas pada objek
2. Administrasi :
Memperhatikan tanda-tanda
Melakukan
peringatan yang ada di lokasi kerja
pembersihan ruangan
untuk mengatisipasi adanya bahaya
dan melakukan pekerjaan sesuai
dengan prosedur
3. APD :
Melakukan perawatan
Perawat harus menggunakan APD
ODGJ dengan penyakit
seperti sarung tangan dan masker
menular
ketika melakukan tindakan terhadap
pasien.
4. Administrasi :
Dilakukan manajemen kerja dengan
pelatihan perawat untuk penanganan
Melakukan restrain pada pasien gangguan jiwa termasuk
cara merestrain pasien ketika
mengamuk dan mengisolasi pasien
pada saat gaduh-gelisah.
5. Memandikan pasien Perancangan :
Pekerjaan yang dilakukan berulang-
ulang bisa menguras tenaga, dengan
tambahan petugas pada saat tindakan
bias mengurangi beban pekerjaan.
6. Administrasi :
Mengganti pakaian Harus melakukan tata cara yang baik
pasien sesuai dengan SOP/SPO ergonomi
yang baik dan benar.
7. Administrasi :
Melakukan manajemen kerja sesuai
Dinas malam yang
ketentuan yang ada untuk
melebihi 8 jam
menghindari beban tugas yang terlalu
padat.
8. Eliminasi :
Menangani pasien Menghilangkan rasa takut pada
halusinasi pekerjaan yang membuat psikologi
terganggu saat bekerja
9. Administrasi :
Menangani pasien yang
Memahami tata cara dalam
defisit perawatan diri
melakukan pekerjaan sesuai dengan
(melatih BAB & BAK)
SOP serta mengikuti pelatihan untuk
perawat Jiwa
10. Administrasi :
Memahami tata cara dalam
melakukan pekerjaan alat dengan
Melakukan terapi
fisik agar bisa meningkatkan
bermain/ TAK
kesejahteraan fisik, mental, dan
beban kerja. Pelatihan keperawatan
jiwa bagi perawat
5. Resiko dan Hazard pada Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit

Jiwa (RSJ)

a. Hazard yang dapat Muncul pada Tahap Pengkajian Asuhan

Keperawatan dan Upaya Pengendalian

Contoh hazard pada tahap pengkajian asuhan keperawatan :

1) Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga

2) Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian

3) Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di

ajukan perawat

4) Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat

pemeriksaan fisik.

5) Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan

keluarganya

Berikut beberapa upaya yang perlu di lakukan untuk

mencegah atau mengendalikan terjadinya hazard dan risiko pada

perawat saat melakukan pengkajian, yaitu:

1) Perawat harus melakukan setiap adanya tindakan kekerasan dalam

bentuk apapun kepada pihak rumah sakit

2) Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesama

manusia dengan dasar martabat dan rasa hormat.

3) Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya

menjadi pendengar yang baik salah satu teknik pengumpulan data


pada pengkajian adalah wawancara. Saat melakukan wawancara

perawat harus mampu menempatkan diri sebagai tempat curhat

pasien sebaik mungkin

4) Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara

menghindari tindakann kekerasan verbal dan fisik

5) Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan

susah untuk di dekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada

keluarga pasien terlebih dahulu.

6) Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata-kata yang

menyingung pasien dan keluarga.

7) Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta

persetujuan dari pasien terlebih dahulu.

8) Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan

diri untuk menghadapi hazard dan resiko.

9) Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap

laporan-laporan kekerasan fisik maupun verbal terhadap perawat

10) Memodifikasi lingkungan yang nyaman dirumah sakit mulai dari

poli, ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang

intensif untuk menentramkan suasana hati pasien dan keluarga.

11) Menggunakan APD dengan benar sesuai SOP

12) Cuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien
13) Bersihkan kaki dengan di semprot ketika meninggalkan ruangan

tempat melepas APD

14) Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja

15) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

b. Hazard yang dapat Muncul pada Tahap Perencanaan Asuhan

Keperawatan dan Upaya Pengendalian

Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem

manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit

dan SMK3, yaitu :

1) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor

resiko. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan:

a) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

b) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi

2) Penilaian faktor resiko

Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan

melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko

kesehatan dan keselamatan kerja.

3) Pengendalian faktor risiko

Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu

menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan

sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada


(engeneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi

(APP)

4) Membuat peraturan

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar

operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan

dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus

dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta

disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

5) Tujuan dan sasaran

Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-

undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur,

satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu

pencapaian (SMART)

6) Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang

sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian

SMK3 rumah sakit.

7) Program kerja
Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah

sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan

dicatat serta dilaporkan.

8) Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung

jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban

masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung

jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola

pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,

bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin.

c. Hazard yang dapat Muncul pada Tahap Implementasi Asuhan

Keperawatan dan Upaya Pengendalian

Contoh hazard : Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit

difteri dari pasien pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada

pasien positif difteri.

Upaya untuk mencegah atau mengendalikan terjadinya hazard dan

risiko tersebut yaitu :

1) Upaya pencegahan dari rumah sakit /tempat kerja

a) RS menyediakan APD yang lengkap sepeti masker, handskoon,

dan scout dll.

b) Menyediakan sarana untuk mencui tangan atau alkohol gliserin

untuk perawat.
c) RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.

d) RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan

2) Upaya pencegahan dari rumah sakit /tempat kerja

a) Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic

seperti mencuci tangan, memakai APD, dan menggunakan alat

kesehatan dalam keadaan steril.

b) Perawat mematuhi standar Operatinal Prosedure yang sudah ada RS

dan berhati-hati atau jangan berburu-buru dalam melakukan tindakan.

d. Hazard yang dapat Muncul pada Tahap Evaluasi Asuhan Keperawatan

dan Upaya Pengendalian

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu

fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil

untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3

rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan, meliputi :

1) Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan

RS (SPRS)

2) Inspeksi dan pengujian

Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh

petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat

dicegah sedini mungkin.

3) Melaksanakan audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,

karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan

prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan,

evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3 :

a) Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan

keselamatan.

b) Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan

sesuai ketentuan.

c) Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta

pengembangan mutu

6. Protokol Tetap Pengendaliaan Hazard

Mengacu pada analisis jurnal yang ditemukan dan beberapa

peraturan lainnya mengenai K3, protokol tetap yang dilakukan untuk

mencegah hazard di lingkungan kerja antara lain:

a. Manajemen Risiko

Suatu rumah sakit perlu untuk melakukan manajemen

risiko secara menyeluruh. Hal ini dilakukan agar kejadian yang

membahayakan bagi pasien, pegawai maupun pengunjung

rumah sakit dapat dicegah dan diminimalkan. Manajemen

risiko secara menyeluruh dapat dilakukan seperti:


1) Melakukan proses identifikasi bahaya potensial yang

kemungkinan dapat terjadi pada pekerja, pasien

maupun pengunjung.

2) Adanya tindakan pengendalian risiko di seluruh area

rumah sakit.

3) Melakukan proses komunikasi dan konsultasi dengan

dua pihak dalam manajemen. Hal ini diperlukan agar

kedua pihak atasan dengan pegawai saling mengetahui

bagaimana kinerja dari tindakan pencegahan risiko yang

dijalankan, dan apabila suatu tindakan pengendalian

membutuhkan penyediaan alat untuk menunjang dalam

mencegah risiko, maka bagian pihak atasan bisa

memberikan dan menyediaakan alat yang sesuai dengan

kebutuhan di lapangan.

4) Melakukan pemantauan dan telaah ulang atau evaluasi

untuk mengatasi perubahan risiko di lapangan. Hal ini

perlu untuk dilakukan untuk melihat apakah protokol

tetap risiko atau standar operasional yang telah

ditetapkan sudah maksimal dilakukan di lapangan dan

bagaimana hasil atau nilai yang didapat oleh

pelaksanaan manajemen risko, apakah telah memenuhi

standar K3 yang telah diatur menurut Permenkes No. 66

tahun 2016 antara lain belum dilaksanakannya persiapan


dan penentuan dalam penetapan konteks persiapan

manajemen risiko, belum adanya analisis risiko

perorangan baik itu untuk pasien, pengunjung dan

pekerja, dan belum adanya evaluasi risiko dengan

membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung

dengan standar yang digunakan.

b. Keselamatan dan Keamanan Kerja Rumah Sakit

Kegiatan kesehatan dan keamanan kerja di rumah sakit

berupa kegiatan identifikasi risiko, pemetaan risiko, dan upaya

pengendalian. Ketiga kegiatan diatas merupakan parameter

yang perlu dilakukan. Berdasarkan peraturan Permenkes No 66

Tahun 2016, apabila dua dari ketiga parameter diatas tidak

terpenuhi oleh suatu rumah sakit, maka rumah sakit tersebut

masuk kedalam kategori kurang dalam bidang keselamatan dan

keamanan.

c. Pelayanan Kesehatan Kerja

Upaya kegiatan pelayanan kerja di rumah sakit jiwa

mengacu pada Permenkes No. 66 tahun 2016 bahwa terdapat

empat parameter yang harus dipenuhi dalam bidang pelayanan

kesehatan kerja antara lain adanya kegiatan pelayanan kerja

secara komprehensif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

d. Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun


Pengolahan bahan B3 ini dapat dilakukan dengan

melakukan pemisahan antara limbah arum suntik dan sarung

tangan, penyimpanan khusus limbah B3, dan proses

pembuangan sampah B3 secara khusus.

e. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran

Menurut Permenkes No.66 tahun 2016, terdapat 9

parameter tentang pencegahan dan penanggulangan kebakaran

antara lain dilakukannya pemetaan area yang berisiko

terjadinya kebakara dan ledakan, adanya alat otomatis

pendeteksi asap di setiap gedung, adanya alarm api di seluruh

gedung, pengadaan pelatihan keselamatan kerja dalam

menghadapi kebakaran dan penyediaan sarana proteksi

kebakaran.

f. Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit dari Aspek Keselamatan

dan kesehatan Kerja

Pengelolaan prasarana rumah sakit yang dilihat dari aspek

keselamatan dan kesehatan kerja memiliki 4 parameter yang

meliputi adanya fasilitas pada setiap pekerjaan guna

mengurangi risiko kecelakaan kerja, adanya pengelolaan

prasarana rumah sakit dari aspek K3 meliputi penggunaan

listrik, penggunaan air, tata udara yang cukup, penggunaan

genset, penggunaan boiler, penggunaan peralatan medis,


adanyan pengelolaan peralatan medis dan adanya pengawasan

dalam pengolahan peralatan medis.

g. Kesiapsiagaan Menghadapi Kondisi Darurat atau Bencana

Dimana diketahui bahwa tanggap darurat terdiri atas 7

parameter yang diambil dari permenkes No.66 tahun 2016. Hal

ini penting untuk diterapkan oleh setiap rumah sakit terutama

perihal pemetaan kecelakaan kerja akibat kondisi darurat

bencana.

h. Pendidikan dan Pelatihan K3RS

Parameter pendidikan dan pelatihan kerja rumah sakit mengacu

pada Permenkes No. 66 tahun 2016 mengenai pelatihan dan

organisasi dan semuanya terdiri atas 7 parameter. Pendidikan

dan pelatihan penting untuk dilakukan terutama pada kasus-

kasus pada kecelakaan yang sering terjadi seperti tertusuk

jarum (52,9%), percikan darah (21,7%), luka bakar dari bahan

kimia (10,6%) (Manyele, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Alfiqri, dkk. 2018. Evaluasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di Rumah Sakit Jiwa Grhasia D.I.Yogyakarta.
Asmadi. 2008. Konsep dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Fahri, Arizal. 2010 Perawat yang Profesional. Jakarta : Bina Media
Perintis.
Gartinah, dkk. 2002. Keperawatan dan Praktek Keperawatan.
Jakarta : PPNI
Indragiri, Suzanna. 2018. Manajemen Risiko K3 Menggunakan
Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
(HIRARC). Jurnal Kesehatan, 9 (1).
Liberty, Meivert. 2012. Laporan Magang di Instalasi Rekam Medi
Rumah Sakit Jiwa. Prof dr. VL. Manado
https://libertymr.wordpress.com/2012/08/30/rumah-sakit-jiwa/
di unduh 19 Oktober 2020
Nugroho, W (2000). Keperawatan Gerontik, Edisi-2. Jakarta:EGC
Kementerian Kesehatan. 2017. Definisi Perawat.
Pasaribu, Yohana. 2018. Manajemen Risiko K3 Menggunakan
Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
(HIRARC).

Anda mungkin juga menyukai