Skripsi
Oleh
109101000068
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh getar strata l'di Fakulta! Kedokteran dan
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika dikemudian hariterbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli dari saya
Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
ABSTRAK
Penurunan kapasitas vital paru pada pekerja las dapat terjadi karena
pengelasan menghasilkan polutan yang berupa gas dan partikulat yang terhirup ke
dalam paru-paru. Industri pengelasan merupakan industri informal yang dikelola oleh
perorangan dengan teknologi yang sederhana. Perlindungan kesehatan terhadap
tenaga kerja kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kapasitas vital paru.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain
crosss sectional, yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014. Populasi dalam
penelitian ini adalah pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu sebanyak 58 orang,
dengan sampel minimum 38 orang dan responden sebanyak 42 orang. Data penelitian
dikumpulkan dengan menggunakan instrumen: kuesioner, timbangan injak,
microtoice, EPAM 5000, dan Spirometer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Vital Paru (KVP) pekerja las
mengalami penurunan sebanyak 61,9%. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui
bahwa variabel yang berhubungan dengan KVP adalah variabel paparan kadar debu
total (Pvalue = 0.029), umur (Pvalue = 0.000), masa kerja (Pvalue = 0.014), jumlah
jam kerja per minggu (Pvalue = 0.012), dan kebiasaan merokok (Pvalue = 0.000).
Sedangkan kebiasaan olahraga, status gizi (IMT), riwayat penyakit dan riwayat
pekerjaan tidak berhubungan dengan kapasitas vital paru.
Untuk menurunkan risiko penurunan KVP pada pekerja las, disarankan agar
lingkungan kerja menggunakan exthaust, melarang merokok di tempat kerja serta
berhenti merokok, menggunakan masker ketika bekerja, dan rajin olahraga aerobik
minimal 3 kali seminggu selama 30 menit.
ii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, June 2014
ABSTRACT
The decrease of force vital capacity in welders may occur due to welding
produces gaseous pollutants and particulates are inhaled into the lungs. Welding
industry is informal industrial who is managed by individuals with simple
technology. Health protection to workers received less attention. Therefore, this study
was conducted to determine the factors associated force vital capacity.
This study is an analytic epidemiologic study with crosss sectional design,
which was conducted in February-March 2014. Population in this study is a welding
shop workers in the Village Cirendeu were 58 people, with a minimum sample of 38
people and a total of 42 respondents. Data were collected using instruments:
questionnaires, scales underfoot, microtoice, EPAM 5000, and spirometer.
The results showed that the Force Vital Capacity (FVC) welders decreased by
61.9%. Based on the results of statistical tests known that the variables associated
with FVC is variable levels of total dust exposure (Pvalue = 0.029), age (Pvalue =
0.000), working period (Pvalue = 0.014), total of hours worked per week (Pvalue =
0.012), and smoking habits (Pvalue = 0.000). While exercise habits, nutritional status
(BMI), disease history and employment history was not associated with force vital
capacity.
To lower the risk of the decrease a FVC in weldkers, it is suggested that the
working environment using exthaust, prohibits smoking in the workplace and stop
smoking, using a mask when working, and do aerobic exercise at least 3 times a week
for 30 minutes.
iii
FAKTOR.X'AKTOR YANG BEREUBT}NGAN DENGAIT I(APASITAS VITAL
PARU PAI}A PEKERJA BENGKEL LAS}DI IOLT}RAHAN CINENDEU
TAgt N201{
Slaipsi
Pembimbing I Pembimbing II
Ketue
Anggota I
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Email : novandany_dwiantoro@yahoo.com.sg
Riwayat Pendidikan
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Segalanya, syukur penulis ucapkan
karena tanpa pertolongan-Mu penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini.
Tidak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita, Nabi besar
baginda Rasulallah SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke zaman
yang terang benderang. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014”. Penyelesaian
skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang
memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penyusun
1. Ayahanda dan Ibunda penulis yang memberikan do’a dan ketulusan serta rasa
2. Kakak kandung penulis beserta istri “Andhika Prasetyo V.P. dan Indah
3. Eyang terkasih, Pakde serta Bude tersayang dan semua keluarga besar tercinta
yang juga turut mendukung dan memotivasi serta memberikan nasehat kepada
penulis.
vii
4. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjuddin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Jakarta.
5. Ibu Febrianti, SP, M. Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
6. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku Pembimbing Skripsi I dan Ibu Raihana
7. Ibu Yuli Amran, MKM dan Ibu Minsarnawati T, SKM, M.Kes selaku penguji
sidang skripsi, terima kasih atas kehadirannya pada sidang skripsi penulis.
8. Bapak Ajib, Bapak Ghozali, Kak Ami, Kak Ida, dan Kak Septi. Terimakasih
dan semangat yang kamu berikan sehingga tulisan ini menjadi satu-kesatuan
kita. Aamiin...
viii
Dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT, penyusun berharap semua
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin. Terakhir
kiranya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan
pembaca umumnya.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
x
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Bengkel
Las 22
2.6 Kerangka Teori 33
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep 36
3.2 Definisi Operasional 40
3.3 Hipotesis 44
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian 45
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 45
4.3 Populasi dan Sampel 45
4.4 Pengumpulan Data 48
4.5 Instrumen Penelitian 52
4.6 Pengolahan Data 53
4.7 Teknik Analisis Data 55
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Profil Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu 57
5.2 Analisis Univariat 58
5.2.1 Gambaran Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 58
5.2.2 Gambaran Kadar Debu Total pada Lingkungan Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 59
5.2.3 Gambaran Variabel Independen Pekerja Bengkel Las di Kelurahan
Cirendeu, Tahun 2014 61
5.3 Analisis Bivariat 67
5.3.1 Hubungan Antara Paparan Kadar Debu Total, Umur, Masa Kerja,
dan Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital Paru
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 67
5.3.2 Hubungan Antara Paparan Kebiasaan Merokok, Kebiasaan
Olahraga, Status Gizi (IMT), Riwayat Penyakit, dan Riwayat
Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 71
xi
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian 76
6.2 Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu,
Tahun 2014 76
6.3 Hubungan antara Paparan Kadar Debu Total dengan Kapasitas Vital Paru
pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 80
6.4 Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 82
6.5 Hubungan antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 84
6.6 Hubungan antara Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital
Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 86
6.7 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 88
6.8 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 92
6.9 Hubungan antara Status Gizi (IMT) dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 94
6.10 Hubungan antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 95
6.11 Hubungan antara Riwayat Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 97
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 99
7.2 Saran 101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 59
Grafik 5.2 Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 61
Grafik 5.3 Gambaran Frekuensi Masa Kerja di Kelurahan Cirendeu Berdasarkan
10 Tahun Bekerja, Tahun 2014 64
Grafik 5.4 Gambaran Frekuensi Klasifikasi Merokok Pekerja Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 65
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
kerja harus mendapatkan perhatian yang serius bagi dunia industri, hal ini
para pekerja atau buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
Riset yang dilakukan badan dunia ILO pada tahun 2003 menghasilkan
kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu
1
2
orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan
yang berakibatkan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua
kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan
menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam
industri yang berupa gas dan partikulat yang berisiko terhadap kesehatan
yang terbentuk saat proses pengelasan terdiri dari berbagai campuran logam
seperti besi (Fe), mangan (Mn), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Dalam konsentrasi
yang besar, partikulat dari asap pengelasan dapat menimbulkan paparan pada
antaranya adalah bronkhitis, iritasi saluran napas, demam asap logam, dan
dengan 3 μm. Butir asap pengelasan yang besarnya 0,5 μm atau lebih bila
terhisap akan tertahan oleh bulu hidung dan bulu pipa pernapasan, sedangkan
yang lebih halus akan terbawa masuk ke paru-paru, dimana sebagian akan
dihembuskan keluar kembali dan sebagian menempel pada paru paru yang dapat
(2010) bahwa efek pernapasan terlihat pada pekerja pengelasan yang bekerja
Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Muliarta (2008), menjelaskan
bahwa pada proses pengelasan menghasilkan gas, fumes dan bahan kimia toksik
dioksida, ozon, dan beberapa fumes dari logam bersifat sebagai oksidan atau
radikal bebas sehingga dihasilkan berbagai jenis Reactive Oxygen Species (ROS)
dan Reactive Nitrogen Species (RNS). ROS dan RNS dapat mempengaruhi
fungsi paru secara akut. Paparan berbagai hazard yang menghasilkan ROS/RNS
dapat mempengaruhi fungsi paru secara akut. ROS/RNS dapat secara langsung
Dari beberapa teori diketahui bahwa, gangguan fungsi paru pada pekerja
Faktor pekerjaan diantaranya adalah masa kerja, lama kerja per minggu,
penggunaan masker, dan dari faktor lingkungan adalah paparan kadar debu total.
24,4% dari 78 orang pekerja mengalami gangguan fungsi paru yang diukur
melalui kapasitas vital paru. Prasetyo (2010) dalam penelitiannya juga diketahui
restriksi paru.
melakukan pengelasan dengan jenis las listrik berdiameter elektroda besar (2,6
bengkel las hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu penelitian terhadap
pekerja bengkel las yang berhubungan dengan kapasitas vital paru. Selain itu
belum pernah dilakukannya pemeriksaan kapasitas vital paru pekerja bengkel las
dan belum pernah dilakukannya pengukuran lingkungan kerja berupa kadar debu
sajakah yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru pekerja bengkel las.
pencegahan seperti sosialisasi pada pekerja las terkait faktor-faktor yang dapat
memicu terjadinya gangguan kapasitas vital paru ketika bekerja sehingga pekerja
dapat menggunakan peralatan serta memakai alat pelindung yang terbaik untuk
fungsi paru yang diukur dengan menggunakan spirometri. Hal tersebut dapat
terganggu serta dapat terjadi kerusakan paru akibat uap logam pengelasan.
kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014
masa kerja, lama kerja per minggu pekerja, dan paparan kadar debu total dengan
gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa kerja, dan lama kerja per
status gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa kerja, lama kerja per
minggu pekerja, dan paparan kadar debu total dengan kapasitas vital paru
vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
bengkel las kelurahan Cirendeu yang dilakukan pada bulan Februari 2014 –
dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu,
dengan cara pengambilan data primer. Sasaran penelitian adalah pekerja bengkel
las yang berada sekitar Kelurahan Cirendeu berjumlah 58 orang dengan sampel
42 orang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Fungsi pernafasan
1996).
3. Jalur pernafasan
Dari faring kemudian laring atau kotak suara yang dapat menghasilkan
10
11
menjadi dua cabang utama bronkus kanan dan kiri. Dalam setiap paru
4. Pertahanan paru
d. Fagositosis
kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada
oksigen dari udara luar masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam
darah. Oksigen yang digunakan untuk proses metabolisme dan karbon dioksida
13
yang terbentuk pada proses metabolisme tersebut dikeluarkan dari dalam darah
Paru-paru memiliki empat volume paru utama dan empat kapasitas paru
1. Volume Paru
berikut:
IRV + TV).
2006):
RV dan TLC.
(Mengkidi, 2006) :
berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal
VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting dari fase-
Pneumotachograf.
timah putih, tambang besi, batu bara, pengecatan mobil, dan lain-lain (Ahmadi,
1990).
a. Padat (solid)
1) Dust
tubuh.
2) Fumes
3) Smoke
b. Cair (Liquid)
2. Debu industri yang terdapat di udara terbagi dua yaitu (Ahmadi, 1990) :
a. Particulate matter
mengendap.
20
pembentukan penggumpalan.
debu.
21
4. Macam-macam debu
Pembagian debu berdasarkan sifat dan efeknya secara garis besar ada
dan sebagainya.
lain-lain.
Uap seng atau uap-uap logam lainya, yang terjadi pada pengelasan,
menggigil, enek, muntah, sakit pada otot-otot dan merasa lemah. Penyebab
percikan, namun uap logam akibat pengelasan tidak terlihat. Efek kesehatan
dari paparan uap logam dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan
bagian atas (hidung dan tenggorokan), sesak di dada, mengi, demam uap
2006).
Bengkel Las
a. Umur
memiliki rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan pada orang yang
23
1994).
b. Jenis Kelamin
fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter (Lorriane, 1995).
Sedangkan kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda lebih kurang
4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter (Yulaekah, 2007).
c. Kebiasaan Merokok
negara ke-5 di dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia,
rokok kretek, dan lebih dari 60% berada di daerah pedesaan. Pada
disebut asap rokok utama (main stream smoke), sedang asap yang
berasal dari ujung rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan
(side stream smoke). Polusi udara yang ditimbulkan oleh asap rokok
utama yang dihembuskan lagi oleh prokok dan asap rokok sampingan
lebih tigggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau
mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Oleh karena itu asap rokok
pajanan minimal ARL yang aman. Terdapat sekitar 4.000 zat kimia
berbahaya keluar melalui asap rokok tersebut, antara lain terdiri dari
batang/hari.
batang/hari.
batang/hari.
26
d. Kebiasaan Olahraga
1980).
27
kali.
e. Status Gizi
Peran dari status gizi adalah secara tidak langsung seperti pada
radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan polusi, hasil
status gizi terhadap fungsi ventilasi paru ini juga dikonfirmasi dalam
(Budiono, 2007).
yang lebih tinggi dibanding orang yang lebih kurus (Almatsier, 2009).
berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,
Normal - 18,5-25,0
f. Riwayat Penyakit
paru.
pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price, 1995
g. Riwayat Pekerjaan
(Suma’mur, 1996).
h. Masa Kerja
paru. Dimana setiap penambahan masa kerja dalam satu tahun akan
lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja las yang tidak lama
j. Penggunaan Masker
(Yulaekah, 2007):
demikian, perlu diketahui bahwa kadar debu yang rendah namun lama
sebesar 10 mg/m3.
(Deviandhoko, 2012).
adalah yang diungkapkan oleh Mawi (2005) yaitu umur dan kebiasaan
(2007) mendeskripsikan bahwa status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan
lama kerja per minggu dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang.
gangguan kapasitas vital paru seperti yang diungkapkan oleh Stull (1980).
paparan kadar debu total menjadi faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
kapasitas vital paru pekerja karena apabila paparan debu yang terhirup
Umur
Jenis Kelamin
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Olahraga
Status Gizi
Kapasitas Vital Paru
Riwayat Penyakit
Riwayat Pekerjaan
Masa Kerja
Penggunaan Masker
penelitian yang dibatasi hanya pada beberapa faktor seperti tampak pada
gambar 3.1 di bawah. Adapun variabel yang tidak diteliti adalah jenis kelamin,
karena seluruh pekerja bengkel las adalah laki-laki, sehingga akan bersifat
homogen. Kebiasaan menggunakan APD juga tidak diteliti karena saat studi
masa kerja, lama kerja per minggu dan paparan kadar debu total. Variabel-
variabel tersebut akan dihubungkan dengan kapasitas vital paru (KVP) pekerja
pengelompokkan yaitu faktor individu pekerja antara lain yaitu umur, semakin
bertambah umur seseorang maka volume paru dan elatisitas paru akan semakin
36
37
saluran pernapasan sehingga dapat merusak jaringan elastin yang berasal dari
darahnya lebih baik, sehingga otot-otot mendapatkan oksigen lebih banyak dan
berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang merupakan sumber antioksidan. Selain
itu ketika keadaan lapar kapasitas vital paru menurun rata-rata 390 ml.
memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh
yang ada pada lingkungan kerja sebelumnya. Pekerja yang memiliki riwayat
dan lainnya memungkinkan terjadinya gangguan fungsi paru yag lebih tinggi.
kerja dalam satu tahun akan terjadi penurunan kapasitas paru sebesar 35,3907
ml. Dengan demikian masa kerja sangat mempengaruhi kapasitas vital paru
seseorang.
Lama kerja per minggu yang melebihi 40 jam serta memiliki paparan
debu yang melebihi nilai ambang batas, maka dapat mempengaruhi kapasitas
paru pekerja akibat kumulatif paparan debu yang diterima. Namun, kadar
paparan yang rendah dalam waktu yang lama mungkin tidak akan segera
perlu diketahui bahwa kadar debu yang rendah namun lama keterpaparan
terjadi dalam waktu yang lama akan dapat menimbulkan efek kumulatif
Umur
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Olahraga
Status Gizi
Kapasitas Vital Paru
Riwayat Penyakit
Riawayat Pekerjaan
Masa Kerja
3.2.Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Independen
Kapasitas Vital Hasil pengukuran ventilasi Pengukuran Sprirometer Persen (%) Ratio
Variabel Depeden
Umur Usia responden yang terhitung Pengisian Kuesioner dan Tahun Ratio
penelitian. wawancara
41
peneliti dengan
wawancara
Kebiasaan Latihan fisik aerobik seperti Pengisian Kuesioner 0. ≥ 3 kali seminggu Ordinal
teratur. wawancara
Status Gizi Hasil penimbangan berat badan Pengukuran Timbangan 0. Berisiko Ordinal
dan pengukuran tinggi badan, perhitungan injak, Microtoice (IMT < 18,5 dan > 25)
badan2
42
tahun.
Jumlah Jam Jumlah jam kerja per minggu Pengisian Kuesioner Jam Ratio
wawancara
Paparan Kadar Hasil pengukuran kadar debu Haz Dust Model Melihat hasil mg/m3 Ratio
Model EPAM
5000
44
3.3.Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
2. Ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru pada
3. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga terhadap kapasitas vital paru pada
4. Ada hubungan antara status gizi terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
5. Ada hubungan antara riwayat penyakit terhadap kapasitas vital paru pada
6. Ada hubungan antara riwayat pekerjaan terhadap kapasitas vital paru pada
7. Ada hubungan antara masa kerja terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
8. Ada hubungan antara lama kerja per minggu terhadap kapasitas vital paru
9. Ada hubungan antara paparan kadar debu total terhadap kapasitas vital paru
METODOLOGI PENELITIAN
variabel independen dan dependen pada waktu atau periode yang sama.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja di bengkel las yang
acak bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan
45
46
Keterangan :
P1: Proporsi kejadian gangguan kapasitas vital paru pada kelompok yang
P2: Proporsi kejadian gangguan kapasitas vital paru pada kelompok yang
Z 1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%=1,96
sebesar 38 orang. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari
Data yang dikumpulkan berupa data primer, yang diambil oleh peneliti
sendiri dibantu oleh rekan dan laboran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hidayatullah Jakarta.
berikut :
pemeriksaan.
49
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi
yaitu pernapasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan
out.
50
2. Umur
3. Masa Kerja
4. Kebiasaan Merokok
5. Kebiasaan Olahraga
6. Status Gizi
berikut:
51
7. Riwayat Penyakit
alergi.
kerja pada pertengahan waktu kerja (siang hari) dengan menggunakan alat
didampingi oleh laboran. Titik sampel yang diukur adalah titik terdekat di
a. Siapakan alat Haz Dust Model EPAM 5000 dengan baterai terisi
penuh.
10.0 μm ).
e. Lakukan kalibrasi pada alat Haz Dust Model EPAM 5000 dengan
menit.
untuk mendapatkan data pribadi pekerja bengkel las berupa nama, umur,
paru responden dengan Minato Autospiro AS-505 dan pengukuran kadar debu
total di lingkungan kerja dengan menggunakan Haz Dust Model EPAM 5000.
5000 (kanan)
berikut:
jika nilai hasil pengukuran kapasitas vital paru ada gangguan (restriksi,
c. Status gizi; berisiko bila IMT < 18,5 dan > 25 = 0, tidak berisiko bila
IMT 18,5-25 = 1.
setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk
penelitian ini.
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian
1. Analisa Univariat
2. Analisa Bivariat
yang akan dianalisis. Adapun analisis uji t-test independent ini antara
pekerjaan, serta analisis uji korelasi Pearson antara variabel kapasitas vital
56
paru dengan variabel paparan kadar debu total, umur, masa kerja, dan
jumlah jam kerja per minggu pada pekerja bengkel las di wilayah
HASIL PENELITIAN
di Kelurahan Cirendeu pada umumnya tidak besar, bertempat semi terbuka dan
bahkan ada yang lebih sempit. Proses pekerjaan yang terdapat di bengkel las
semakin sempit ruangannya maka sangat mempengaruhi kadar debu total yang
dihirup oleh pekerja. Kemudian bengkel las juga terdapat di pinggir jalan,
sehingga debu jalan dan polusi kendaraan bermotor juga mempengaruhi kadar
57
58
pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014 dapat dilihat
Tabel 5.1
Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan
Cirendeu, Tahun 2014
menjadi 2, yaitu normal jika KVP ≥ 80% dan tidak normal jika KVP <
38.1%
Normal
61.9% Tidak Normal
Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las
di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
bengkel lasdi Kelurahan Cirendeu yang tidak normal lebih banyak dari
5.2.2. Gambaran Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel Las
di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Tabel 5.2
Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
standar deviasi 3,675. Kadar debu minimum adalah 0,454 mg/m3 dan
paparan kadar debu total dibagi menjadi 2, yaitu tidak melebihi NAB
jika ≤ 10mg/m3 dan melebihi NAB jika > 10mg/m3. Frekuensi tersebut
Melebihi NAB
73.8% Tidak Melebihi NAB
Grafik 5.2
Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel
Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
melebihi NAB lebih banyak dari pada yang melebihi NAB yaitu 73,8%.
Tabel 5.3
Gambaran Frekuensi Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu
Berdasarkan Umur, Masa Kerja, dan Jumlah
Kerja Per Minggu, Tahun 2014
Tabel 5.4
Gambaran Frekuensi Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu
Berdasarkan Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Olahraga, Status
Gizi, Riwayat Penyakit dan Riwayat Pekerjaan,
Tahun 2014
adalah 63 tahun.
deviasi 3,490. Masa kerja minimum adalah 1 tahun dan masa kerja
Masa Kerja
14.3%
< 10 Tahun
85.7% ≥ 10 Tahun
Grafik 5.3
Gambaran Frekuensi Masa Kerja di Kelurahan Cirendeu
Berdasarkan 10 Tahun Bekerja, Tahun 2014
dari 10 tahun memiliki jumlah lebih banyak dari pada pekerja yang
las yang merokok lebih banyak dari pada pekerja bengkel las yang
Klasifikasi Merokok
11.9%
31.0% 7.1%
Tidak merokok
Perokok Ringan
Perokok Sedang
Perokok Berat
50.0%
Grafik 5.4
Gambaran Frekuensi Klasifikasi Merokok Pekerja Bengkel
Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
perokok berat.
las yang kebiasaan olahraga < 3 kali seminggu lebih banyak dari
las yang memiliki status gizi (IMT) tidak berisiko lebih banyak
dari pada pekerja bengkel las yang memiliki status gizi (IMT)
las yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit lebih banyak dari
yaitu 92,9%.
67
5.3.1. Hubungan Antara Paparan Kadar Debu Total, Umur, Masa Kerja,
dan Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital Paru
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Untuk data numerik seperti paparan kadar debu total, umur, masa
kerja, dan jumlah jam kerja per minggu dianalisis dengan menggunakan
korelasi bivariat dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel di bawah:
68
Tabel 5.5
Analisis Hubungan Paparan Kadar Debu Total, Umur, Masa
Kerja, dan Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan
Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las
di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Variabel
No. R R2 Persamaan Garis Pvalue
Independen
Paparan Kadar
1 - 0,337 0,113 KVP = 80,19-0,98*Paparan 0,029
Debu Total Kadar Debu Total
Cirendeu.
69
semakin sedikit jumlah jam kerja per minggu pekerja bengkel las
2014
Tabel 5.6
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok, Kebiasaan
Olahraga,Status Gizi (IMT), Riwayat Penyakit, dan
Riwayat Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru
pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan
Cirendeu,Tahun 2014
Variabel
No. Kategori N P value Mean SD
Independen
Kebiasaan Tidak Merokok 5 88 2,345
1 0,000
Merokok Merokok 37 72,24 (72) 9,929
PEMBAHASAN
dapat menimbulkan bias informasi karena banyak dari pekerja tidak memeriksa
6.2. Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu,
Tahun 2014
volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi
Pekerja bengkel las memiliki risiko tinggi terpapar debu las yang
mengandung uap logam atau yang biasa disebut fumes. Fumes tersebut tidak
terlihat secara kasat mata namun dapat terhirup masuk ke dalam saluran
76
77
bagian atas, sesak di dada, mengi, demam uap logam, kerusakan paru-paru,
gejala-gejala yang terjadi jika menghirup uap logam adalah sakit kepala dan
menggigil, enek, muntah, sakit pada otot-otot dan merasa lemah. Efek jangka
yang mengalami kapasitas vital paru tidak normal lebih banyak daripada yang
kapasitas vital paru pekerja sebesar 74% dengan standar deviasi 10,66%. Hasil
penyakit paru atau tidak. Tetapi dengan hasil tersebut maka dapat
pada pekerja las sebanyak 24,4%. Hal ini dapat ditarik kesimpulan asap debu
vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Pisangan, didapatkan pekerja
48,6%, perokok sedang 21,6%, tidak merokok 29,7% serta tidak ada yang
penelitian Prasetyo (2011) dengan penelitian yang peneliti lakukan tidak jauh
vital paru (normal) lebih banyak dibandingan dengan pekerja yang mengalami
penurunan kapasitas vital paru pada penelitian Prasetyo (2011) adalah variabel
79
kebiasaan merokok (Pvalue 0,001) namun tidak ada pekerja yang perokok
berat, berbeda pada penelitian yang peneliti lakukan di mana terdapat pekerja
paru pada pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru dan pada
pekerja yang kapasitas vital paru normal dapat menjaga fungsi parunya
tersebut.
Dalam penelitian ini, kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las
riwayat pekerjaan, masa kerja, dan jumlah jam kerja per minggu.
80
6.3. Hubungan antara Paparan Kadar Debu Total dengan Kapasitas Vital
Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
logam yang bercampur dengan udara bebas. Menurut Budiono (2007), asap
pernapasan dan dapat mengakibatkan obstruksi dan fibrosis pada paru. Hal ini
akan menimbulkan penurunan daya kembang paru dan penurunan volume paru
Permenakertrans nomor 13 tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika
dan faktor kimia di tempat kerja, standar nilai ambang batas (NAB) 10 mg/m3,
lingkungan kerja yang memiliki kadar debu melebihi nilai ambang batas
sebanyak 26,2% dan lingkungan kerja yang tidak melebihi nilai ambang batas
paru. Namun, kadar debu yang rendah tetapi lama keterpaparan terjadi dalam
waktu yang lama akan dapat menimbulkan efek kumulatif sehingga pada
debu maka semakin menurun kapasitas vital parunya, ini ditunjukkan dengan
81
nilai Pvalue sebesar 0,029 yang artinya ada hubungan antara paparan kadar
debu total dengan kapasitas vital paru. Hasil ini selaras dengan penelitian
Deviandhoko (2012) dimana ada hubungan antara debu yang terhirup dengan
gangguan fungsi paru yang diukur dengan nilai kapasitas vital paru dengan
vital paru sebesar 11,3% dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang lain.
Menurut persamaan garis yang diperoleh, kapasitas vital paru lambat-laun akan
tetap menurun tanpa adanya paparan debu sebesar 80,19 kali karena faktor
lain, tetapi apabila paparan debu naik 1 mg/m3 saja, maka risiko menurunnya
udara tercemar keluar sehingga debu hasil pengelasan lebih cepat mengalami
pengenceran oleh udara bebas dan lebih cepat keluar dari lingkungan kerja.
minimal memiliki kecepatan 1,6667 ft/s atau 0,508 m/s. Kemudian untuk
Gambar 6.1 Welding fumes respiratory (kanan) dan dust respiratory (kiri)
Sumber: solution.3m.com
6.4. Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel
Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Kapasitas paru orang dengan umur 30 tahun ke atas memiliki rata-rata 3.000
ml sampai 3.500 ml, dan pada orang yang berumur 50 tahunan kapasitas paru
lain. Pada penelitian ini umur pekerja yang memiliki risiko penurunan
kapasitas vital paru diperoleh rata-rata 43 tahun, karena sudah mendekati umur
50 tahun yang risiko penurunan kapasitas vital paru tinggi. Jika dibandingkan
sama, terdapat perbedaan rata-rata umur pekerja di mana rata-rata umur yang
berisiko yaitu pekerja yang berumur 34 tahun. Namun, hal tersebut sesuai
Pada penelitian ini, terlihat bahwa semakin tua umur pekerja maka
(R = -0,672). Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Guyton (1994).
Kemudian hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan
nilai Pvalue sebesar 0,000 yang artinya ada hubungan antara umur dengan
kapasitas vital paru. Hasil ini selaras dengan penelitian Yulaekah (2007)
dengan Pvalue sebesar 0,006 dan Mengkidi (2006) dengan Pvalue sebesar
0,015 dimana ada hubungan antara umur dengan gangguan fungsi paru yang
diukur dengan nilai kapasitas vital paru. Ini juga sejalan dengan yang
dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang lain. Menurut persamaan garis yang
diperoleh, kapasitas vital paru lambat-laun akan tetap menurun tanpa tanpa
faktor umur sebesar 105,37 kali karena faktor lain, tetapi apabila umur
bertambah 1 tahun saja, maka risiko menurunnya kapasitas vital paru akan
debu dengan menggunakan exhaust agar debu hasil pengelasan lebih cepat
yang berusia lebih dari 43 tahun untuk dilakukan rotasi kerja menjadi di bagian
pemotongan, sehingga lebih sedikit terpapar risiko namun apabila tidak dapat
dirotasi pengelola dapat memproporsikan waktu kerja agar tidak lebih dari 8
jam kerja per hari atau 40 jam kerja seminggu atau jika hal tersebut tidak
pekerjaan tersebut.
6.5. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
debu semakin besar pula risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Pada
penelitian ini, rata-rata masa kerja pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu
85
waktu yang dibutuhkan seseorang yang terpapar oleh debu untuk terjadinya
gangguan fungsi paru kurang lebih selama 10 tahun. Hasil data tersebut
dianalisis kembali dengan membagi 2 kelompok masa kerja < 10 tahun dan ≥
pekerja). Berdasarkan data primer yang diambil, masa kerja yang paling
banyak mengalami penurunan kapasitas vital paru dengan masa kerja 4 tahun.
kadar debu total di lingkungan kerja. Rata-rata dari pekerja dengan masa kerja
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa semakin lama masa kerja pekerja
maka semakin menurun kapasitas vital parunya, ini ditunjukkan dengan nilai
nilai Pvalue sebesar 0,014 yang artinya ada hubungan antara masa kerja
dengan kapasitas vital paru. Hasil ini sejalan dengan penelitian Budiono (2007)
di mana ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru yang
diukur dengan nilai kapasitas vital paru dengan Pvalue sebesar 0,0005.
14,2% dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang lain. Menurut persamaan
garis yang diperoleh, kapasitas vital paru lambat-laun akan tetap menurun
86
tanpa adanya masa kerja sebesar 81,45 kali karena faktor lain, tetapi apabila
masa kerja bertambah 1 tahun saja, maka risiko menurunnya kapasitas vital
dapat mempengaruhi kapasitas vital paru pekerja oleh sebab itu, pengelola
dapat menyediakan exhaust agar debu hasil pengelasan lebih cepat keluar dari
lingkungan kerja sehingga dosis debu yang diterima pekerja menjadi lebih
sedikit. Karena dosis yang sedikit walaupun dalam jangka waktu yang panjang
dapat pempengaruhi fungsi paru dan lebih buruk lagi jika pekerja mendapatkan
dosis debu pengelasan yang tinggi dalam jangka waktu panjang maupun
pekerja.
6.6. Hubungan antara Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital
Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
dan banyaknya debu yang terhirup oleh masing-masing pekerja las, sehingga
87
pekerja las yang cukup lama terlibat dalam aktivitas pekerjaannya, berpotensi
menghirup debu lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja las yang tidak
Pada penelitian ini, rata-rata jumlah jam kerja pekerja bengkel las
jam kerja per minggu ini melebihi jumlah jam kerja per minggu normal yaitu
40 jam.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa semakin banyak jumlah jam kerja
per minggu pekerja maka semakin menurun kapasitas vital parunya, ini
berpola positif (R = 0,389). Kemudian hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam
penelitian ini menghasilkan nilai Pvalue sebesar 0,012 yang artinya ada
hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di
(2012) di mana tidak ada hubungan antara lama kerja dengan gangguan fungsi
paru yang diukur dengan nilai kapasitas vital paru dengan Pvalue sebesar
0,609.
vital paru sebesar 14,7% dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang lain.
Menurut persamaan garis yang diperoleh, kapasitas vital paru lambat-laun akan
tetap menurun tanpa adanya jumlah jam kerja per minggu sebesar 6,89 kali
88
karena faktor lain, tetapi apabila masa kerja bertambah 1 jam per minggu saja,
maka risiko menurunnya kapasitas vital paru akan bertambah sebesar 1,58 kali.
Jumlah jam kerja per minggu dapat berhubungan dengan kapasitas vital
paru dikarenakan kebanyakan pekerja bekerja lebih dari 40 jam per minggu
sebanyak 16 pekerja dan mendapatkan dosis debu yang tinggi hasil dari
pengelasan serta gaya hidup yang buruk seperti kebiasaan merokok. Untuk
waktu bekerja yang lebih dari 40 jam seminggu kecil kemungkinan dapat
dikurangi maka jalan yang dapat ditempuh yaitu mengurangi paparan kadar
debu total di lingkungan kerja dengan cara penggunaan exhaust agar debu hasil
zat kimia yang dapat menimbulkan penyakit obstruksi saluran napas kronik
(Mawi, 2005).
Pada saluran napas bear, sel mukosa membesar (hipermetrofi) dan kelenjar
lendir. Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan
kerusakan alveoli.
dan lainnya (Tirrosastro dan Murdiyati, 2009). Menurut Sitepoe (2000) zat
kimia yang memberikan efek yang mengganggu paru-paru antara lain adalah
tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam berat. Tar mempunyai bahan
kimia yang beracun yang bisa menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan
menyebabkan kanker.
21 orang (50%), dan perokok berat sebanyak 13 orang (31%). Pekerja yang
tahun sehingga jika diurutkan dari usia pekerja termuda yaitu 22 tahun maka
sudah 10 tahun merokok dan jika pekerja denga umur tertua yaitu 63 tahun
tetapi mereka tidak mengalami penurunan kapasitas vital paru. Hal tersebut
90
sedang. Pekerja tersebut memiliki masa kerja di bengkel las kurang dari 4
tahun atau rata-rata baru bekerja selama 1 tahun serta tidak memiliki riwayat
Pvalue sebesar 0,000 yang artinya bahwa ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan
dengan kelompok perokok dengan nilai Pvalue sebesar 0,039. Hasil penelitian
Hisyam dalam Yulaekah (2007), ditemukan orang yang perokok memiliki 2,6
paru meningkat 3,62 kali lipat dengan peningkatan usia perokok setelah 10
tahun merokok.
kapasitas vital paru dikarenakan kebiasaan merokok. Oleh sebab itu, kesadaran
ketika bekerja.
dan makin singkat waktu lamanya mengisap maka makin sedikit bahan
c. Matikan dan buang puntung rokok setelah diisap setengah atau paling
banyak dua per tiganya. Karena kadar bahan berbahaya akan semakin
d. Jangan letakkan rokok dimulut atau bibir diantara dua isapan. Artinya,
jika sedang tidak diisap maka rokok itu sebaiknya dipegang di tangan
saja.
a. Buang semua bungkus rokok, korek api dan sembunyikan asbak agar
b. Buat daftar mengenai kerugian akibat merokok yang telah dialami serta
masukan.
aliran darah melalui paru yang akan menyebabkan kapiler paru mendapatkan
Hasil dari analisis bivariat dalam penelitian ini nilai Pvalue sebesar
0,130 yang artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
kapasitas vital paru. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Khumaidah
(2009) dimana ada hubungan antara olahraga dengan fungsi paru yang diukur
mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 0,188 kali dari pekerja
penelitian ini tidak memiliki hubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja
melakukan olahraga terutama jenis olahraga aerobik seperti berlari, bersepeda dan
lainnya untuk meningkatkan kapasitas vital paru bagi yang mengalami penurunan
kapasitas vital paru dan pencegahan bagi yang belum mengalami penurunan
kapasitas vital paru yang minimal dilakukan 3 kali seminggu dengan durasi selama
asma, TBC dan lainnya, paru-paru mengalami penurunan fungsi pertukaran udara
(Sjarifuddin, 1985).
olahraga ini merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru. Jantung akan
menjadi lebih kuat memompa darah dan lebih banyak dengan denyut yang makin
bertambah dan volume darah secara keseluruhan meningkat. Pada saat yang sama,
paru akan memproses udara lebih banyak dengan usaha yang lebih kecil sehingga
6.9. Hubungan antara Status Gizi (IMT) dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
fungsi paru, terutama yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang
radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan polusi, hasil penelitian
Sridhar juga menyatkan kapasitas vital paru menurun rata-rata 390ml pada
(IMT) pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu yaitu lebih banyak yang
95
status gizi (IMT) tidak berisiko sebesar 85,7%. Kemudian hasil analisis
bivariat dalam penelitian ini nilai Pvalue sebesar 0,456 yang artinya tidak ada
hubungan antara status gizi (IMT) dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel
las di Kelurahan Cirendeu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian Budiono (2007) dimana ada hubungan antara status gizi dengan
gangguan fungsi paru yang diukur dengan nilai kapasitas vital paru dengan
Hal ini diperkirakan karena distribusi status gizi di bengkel las cukup
baik di mana prevalensi yang tidak berisiko lebih besar dibandingkan dengan
yang berisiko dengan besar 85,7%. Jika dilihat dari hasil analisis bivariat pada
bengkel las, hasil yang memiliki tingkat signifikansi tertinggi yaitu faktor umur
6.10. Hubungan antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh
96
penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan
fungsi paru.
penyakit pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu yaitu lebih banyak yang
tidak memiliki riwayat penyakit paru sebesar 92,9%. Kemudian hasil analisis
bivariat diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,157 yang artinya tidak ada hubungan
antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di
penyakit paru dengan ganguan fungsi paru dengan nilai Pvalue sebesar 0,015.
pernah memiliki riwayat penyakit dengan besar 92,9%. Jika dilihat dari hasil
kapasitas vital paru pekerja bengkel las, hasil yang memiliki tingkat
signifikansi tertinggi yaitu faktor umur (Pvalue = 0,000) dan faktor kebiasaan
riwayat kerja yang menghadapi debu berbahaya atau yang dapat menyebabkan
dan lainnya serta makin banyaknya penimbunan debu dalam paru-paru maka
bengkel las di Kelurahan Cirendeu yaitu lebih banyak yang tidak memiliki
analisis bivariat diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,493 yang artinya tidak ada
hubungan antara riwayat pekerjaan dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel
pernah memiliki riwayat pekerjaan dengan besar 83,3%. Jika dilihat dari hasil
kapasitas vital paru pekerja bengkel las, hasil yang memiliki tingkat
98
signifikansi tertinggi yaitu faktor umur (Pvalue = 0,000) dan faktor kebiasaan
7.1. Simpulan
deviasi 10,666. Kapasitas vital paru minimum adalah 51% dan kapasitas
2. Gambaran paparan kadar debu total pada bengkel las di lingkungan kerja
mg/m3, dengan standar deviasi 3,675. Kadar debu minimum adalah 0,454
mg/m3 dan kadar debu maksimum adalah 11,142 mg/m3 dengan nilai
99
100
4. Gambaran masa kerja pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014
per minggu minimum adalah 40 jam dan jumlah kerja per minggu
9. Gambaran pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014 yang tidak
10. Gambaran pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014 yang tidak
11. Ada hubungan antara paparan kadar debu total (Pvalue 0,029), umur (Pvalue
0,000), masa kerja (Pvalue 0,014), jumlah jam kerja per minggu (Pvalue
0,012), dan kebiasaan merokok (Pvalue 0,000) dengan kapasitas vital paru
12. Tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga (Pvalue 0,130), status gizi
pekerjaan (Pvalue 0,493) dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel
7.2. Saran
masker.
2. Bagi Pekerja
diagnosis dokter.
studi cohort untuk dapat melihat hubungan sebab akibat dari faktor-
AHM OSHC. 2002. Kebiasaan yang Sehat. Matraville: Mediabank Private Limited
Ahmadi, UF. 1990. Kesehatan Lingkungan Kerja Lingkungan Fisik dalam Upaya
Kesehatan Kerja Sektor Informal. Jakarta: Direktorat Bina Peran Serta
masyarakat. Depkes RI
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
American Welding Society. 2009. Ventilation for Welding and Cutting. US: Safety
and Health Fact Sheet No.36
Anggoro, Wisnu Chandra Dewi K.1999. Keselamatan Kerja Pada Proses Pengelasan
Di Laboratorium Proses Produksi FTI-Universitas Atma Jaya. Jakarta: Jurnal
Teknologi Industri
Badan Standar Nasional. 2005. Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara
Tempat Kerja (SNI 19-0232-2005). Jakarta: Badan Standar Nasional
BOC. 2006. Welding Hazard and Risk Management. Ontario: BOC Canada Limited
Budiono, Irwan. 2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Pengecatan Mobil (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penykit Tidak Menular Edisi Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta
Carlisle, D.L. et al. 2000. Apoptosis and P53 Induction In Human Lung Fibroblasts
Exposed to Chromium(VI) : Effect of Ascorbate and Tocopherol. Washington
DC: Toxicological Sciences
Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Dirjen
PPM&PLP tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta:
Depkes RI
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi air dan udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Faridawati, Ria. 2003. Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja.
Jakarta: Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist
Guyton, Arthur C. 1994. Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa Ken Ariata Tengadi.
Edisi 7. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
Karin, Faizati. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI
Kurniawidjaja, I.M. 2004. Peranan Variasi Genetik pada Gen TNF-α Posisi -308,
Sitokin TNF-α, dan Sitonkin 11 & 10 Terhadap Silikosis Pekerja Pabrik
Semen di Indonesia (Disertasi). Depok: Universitas Indonesia
Lorriane, M.W, Sylvia A.P. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mawi, Martiem. 2005. Nilai Rujukan Spirometri untuk Lanjut Usia Sehat. Jakarta:
Universa Medicina
Muchtler, J. 1973. The industrial environment its evaluation and control. Public
Health Centre for Diseases Control national Institute for Occupational Safety
and Health.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans). 2011. Nomor
PER. 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta
Rahayu, Suparni Setyowati dkk. 2008. Kimia Industri Jilid 2. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Situmeang, SBT, Jusuf A, Arief N, dkk. 2002. Hubungan Merokok Kretek dengan
Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia. Official Journal of Indonesian
Association of Pulmunologist Vol. 22, No. 3
Stull, Alan. 1980. Encyclopedia of Physical Education, Fitness, and Sport, Utah:
Brighton Publishing Company
Suma’mur, P.K. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung
Tirtosastro, Samsuri dan A.S. Murdiyati. 2009. Kandungan Kimia Tembakau dan
Rokok. Malang: Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak Industri,
April 2010
Wahab, Zulfachmi. 2001. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya
Gangguan Fungsi Paru dan Kejadian Bisinosis pada Karyawan Pabrik
Tekstil “X” di Semarang (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro
Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro
OUTPUT SPSS
Uji Normalitas
N 42 42 42 42 42 42 42 42 42 42
a
Normal Parameters Mean 74.12 6.22236 40.10 .88 .62 .14 .07 .17 6.36 42.57
Std.
10.666 3.675945 9.194 .328 .492 .354 .261 .377 3.491 2.586
Deviation
Most Extreme Absolute .127 .193 .084 .523 .400 .514 .537 .504 .131 .276
Differences Positive .073 .128 .084 .358 .277 .514 .537 .504 .131 .276
Negative -.127 -.193 -.067 -.523 -.400 -.343 -.392 -.329 -.121 -.160
Kolmogorov-Smirnov Z .824 1.251 .546 3.388 2.592 3.330 3.477 3.267 .850 1.788
Asymp. Sig. (2-tailed) .506 .087 .927 .000 .000 .000 .000 .000 .465 .003
Statistics
Riwayat_ Jml_Jam_Kerja_
KVP_Numerik Kadar_Debu Umur Merokok Olahraga IMT Riwayat_Penyakit Pekerjaan Masa_Kerja Seminggu
N Valid 42 42 42 42 42 42 42 42 42 42
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 74.12 6.22236 40.10 .88 .62 .14 .07 .17 6.36 42.57
Median 74.50 5.39400 39.00 1.00 1.00 .00 .00 .00 7.00 41.00
a
Mode 85 2.846 48 1 1 0 0 0 9 41
Std. Deviation 10.666 3.675945 9.194 .328 .492 .354 .261 .377 3.491 2.586
Minimum 51 .454 22 0 0 0 0 0 1 40
Maximum 92 11.142 63 1 1 1 1 1 14 48
Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Riwayat_Penyakit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Riwayat_Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
a. Korelasi Pearson
Correlations
KVP_Numerik Kadar_Debu
*
KVP_Numerik Pearson Correlation 1 -.337
N 42 42
*
Kadar_Debu Pearson Correlation -.337 1
N 42 42
Model Summary
b
ANOVA
Total 4664.405 41
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
KVP – Umur
Correlations
KVP_Numerik Umur
**
KVP_Numerik Pearson Correlation 1 -.672
N 42 42
**
Umur Pearson Correlation -.672 1
N 42 42
Model Summary
Total 4664.405 41
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Correlations
KVP_Numerik Masa_Kerja
*
KVP_Numerik Pearson Correlation 1 -.377
N 42 42
*
Masa_Kerja Pearson Correlation -.377 1
N 42 42
Model Summary
Total 4664.405 41
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Correlations
Jml_Jam_Kerja_
KVP_Numerik Seminggu
*
KVP_Numerik Pearson Correlation 1 .383
N 42 42
*
Jml_Jam_Kerja_Seminggu Pearson Correlation .383 1
N 42 42
b
ANOVA
Total 4664.405 41
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Group Statistics
KVP_Numerik Equal variances assumed 6.447 .015 3.500 40 .001 15.757 4.502 6.658 24.855
Group Statistics
KVP_Numerik Equal variances assumed 1.770 .191 1.548 40 .130 5.159 3.333 -1.577 11.895
Equal variances not assumed 1.459 26.208 .156 5.159 3.535 -2.104 12.421
KVP – Status Gizi (IMT)
Group Statistics
KVP_Numerik Equal variances assumed .236 .630 -.752 40 .456 -3.556 4.728 -13.112 6.001
Group Statistics
KVP_Numerik Equal variances assumed .006 .940 1.443 40 .157 9.103 6.308 -3.646 21.851
Group Statistics
Riwayat_Pekerjaa
n N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KVP_Numerik Equal variances assumed 5.383 .026 .963 40 .341 4.257 4.420 -4.676 13.190
Kuesioner Penelitian
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel
Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014”
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan hormat,
Sehubungan dengan tugas akhir yang saya tempuh, maka bersama ini saya:
Nama : Novandany Dwiantoro Putra
NIM : 109101000068
Peminatan : Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Jurusan : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Responden
No. Responden:
KUESIONER PENELITIAN
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel
Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014”
Identitas Responden
Nama
Tanggal Lahir
Status Gizi Tinggi Badan :
Berat Badan :
IMT :
Pertanyaan Penelitian
No. Pertanyaan
A Masa Kerja dan Riwayat Pekerjaan
1 Sejak kapan anda bekerja di industri pengelasan ini?
...................................
2 Berapa jam Anda bekerja dalam satu hari?
.............jam/hari
3 Berapa hari Anda bekerja dalam satu minggu?
............hari/minggu
4 Sebelum bekerja di sini, apakah Anda sebelumnya pernah bekerja di tempat
lain yang terdapat paparan debu seperti pekerja bangunan, mabel, las atau
lainnya? (Jika tidak, lanjut ke pertanyaan C-1)
a. Ya
b. Tidak
Sebutkan.................................
5 Berapa lama Anda bekerja pada pekerjaan sebelumnya tersebut?
.............. Tahun
C Perilaku Merokok
1 Apakah Anda perokok? (Jika tidak, lanjut ke pertanyaan C-4)
a. Ya
b. Tidak
2 Sejak kapan Anda merokok?
Tahun.............
3 Berapa jumlah batang rokok yang dikonsumsi dalam satu hari?
................... Batang/hari
4 Apakah sebelumnya Anda pernah menjadi perokok aktif? (Lanjut ke
pertanyaan C-7)
a. Ya
b. Tidak
5 Sejak kapan Anda pernah menjadi perokok aktif?
Tahun..............
6 Kapan Anda berhenti merokok?
Tahun.................
7 Jenis rokok apa yang Anda konsumsi?
a. Kretek
b. Filter
D Kebiasaan Olahraga
1 Apakah Anda selalu berolahraga secara rutin? (Jika tidak, lanjut ke pertanyaan
E-1)
a. Ya
b. Tidak
2 Jenis olahraga apa yang sering Anda lakukan?
a. Lari
b. Bersepeda
c. Bulu tangkis
d. Lainnya.........................................................
2 Apakah Anda memiliki riwayat penyakit seperti asma, TBC, bronkitis, flu
alergi seperti akibat debu, cuaca dingin, atau mikroorganisme?
a. Ya
b. Tidak
3 Apakah Anda pernah menjalani pengobatan khusus pada penyakit tersebut?
a. Ya
b. Tidak
Sebutkan.................
Min :
Rata-rata :