Anda di halaman 1dari 178

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA BAGIAN

MEAT PREPARATION PT. BUMI SARIMAS INDONESIA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

ANNISA SEPTIANI

1111101000100

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439H/2017M
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Agustus 2017

Annisa Septiani, NIM: 1111101000100


Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia
Tahun 2017.
xviii + 114 halaman, 11 tabel, 4 gambar, 6 lampiran

ABSTRAK

Musculoskeletal Disorder (MSDs) adalah sekumpulan gejala / gangguan


yang berkaitan dengan otot, saraf, tendon, sendi, kartilago, sistem saraf, struktur,
dan pembuluh darah. Dalam praktik kerja sehari-hari, pada bagian Meat
Preparation dalam pengupasan kelapa pekerja melakukan gerakan pengulangan
pada tangan dalam waktu kerja 7jam/hari. adanya pengulangan gerakan ini dapat
menjadi faktor munculnya keluhan MSDs.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja bagian Meat
Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017. Penelitian dilakukan
selama bulan Januari-Februari tahun 2017 menggunakan desain studi cross
sectional. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square. Variabel yang diteliti
diantaranya risiko pekerjaan, usia, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, masa
kerja, Indeks Masa Tubuh, dan psikososial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 22 pekerja (31,4%)
mengalami keluhan MSDs sedang dan sebanyak 66 pekerja (94,3%) memiliki
tingkat risiko pekerjaan sedang. Hasil uji statistik menunjukkan variabel yang
terbukti berhubungan dengan keluhan MSDs adalah usia (p value = 0,000 OR
10,714) dan masa kerja (p value 0,000)
Untuk mencegah atau mengurangi keluhan MSDs sebaiknya dilakukan
rotasi pada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun di bagian Meat
Preparation. Selain itu perusahaan dapat melakukan modifikasi pada ketinggian
mesin sehingga memungkinkan pekerja untuk bekerja pada posisi aman atau tidak
terlalu membungkuk. Untuk pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok
diharapkan dapat mengurangi kebiasaan merokok baik dari segi kuantitas,
maupun intensitasnya. Pekerja juga dapat melakukan workplace stretching
excercise untuk meregangkan otot-otot.

Daftar Bacaan : 54 (1989-2015)

ii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY

Undergraduated Thesis, August 2017

Annisa Septiani, NIM : 1111101000100


Factor Associated with Musculoskeletal Disorders (MSDs) among Workers in
Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Year 2017.
xviii + 114 page, 11 table, 4 images, 6 attachments

ABSTRACT

Musculoskeletal Disorder (MSDs) is a set of symptoms associated with


muscles, nerves, tendons, joints, cartilages, nervous system, structures, and blood
vessels. In daily work practice, in the Meat Preparation section, workers in
coconut peeling doing repetitions on hand in work time 7hours / day. the existance
of a repetition of this movement can be a factor in MSDs complaints.
This study aims to determine the factors that associated with symptom of
Musculoskeletal Disorders (MSDs) in the Worker Meat Preparation PT Bumi
Sarimas Indonesia Year 2017. The research was conducted during the month of
January-February of the year 2017 using a cross sectional study design. Statistical
test used was Chi Square. The variables examind include the risks of the job, age,
smoking habit, physical fitness, work period, body mass index, and psychosocial.
The results showed that there were as many as 22 workers (31.4%) had
MSDs complaints. And as much as 66 workers (94.3%) had a moderate level of
risk work. The result of statistical test show a proven variable associated with
symptoms of MSDs is the age (p value = 0.000 OR 10.714) and work period (p
value 0.000)
To prevent or reduce MSDs complaints, workers who have worked more
than 3 years at the Meat Preparation should be rotated. In addition, the
company can make modification to the height of the machine to allow the
workers to work in secure position or not too bent. For workers who have the
habit of smoking is expected to reduce smoking habit both in terms
of quantity, and intensity. Workers also can do a workplace stretching excercise to
stretch the muscle.

Reference : 54 (1989-2015)

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Annisa Septiani

Tempat /Tanggal Lahir : Lubuk Alung, 19 September 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kp. Tangah Balah Hilir, No. 86, Kec. Lubuk Alung,

Kab. Padang Pariaman. 25581

No. Handphone : 089610304253

Alamat Email : Septianisa93@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

SD : SDN 06 Lubuk Alung

SMP : MTsN Paninjauan

SMA : MAN Kotobaru Padangpanjang

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PENGALAMAN ORGANISASI

- Divisi IT , Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( FSK3) UIN


Jakarta 2013
- HRD , FSK3 UIN Jakarta Tahun 2014 – 2015

vi
vii

PELATIHAN

- Orientasi Akademik dan Kebangsaan Tahun 2011 Oleh BEM FKIK


- Training for Young Researcher Tahun 2012 oleh PAMI
- Basic Fire Fighting Training Tahun 2013 oleh Forum Studi K3

KEPANITIAAN

- DIVISI Konsumsi , Kongres Forum Studi K3 tahun 2013


- Panitia Pendidikan dan Pelatihan Juru Pemantau Jentik di RW 07 Kelurahan
Pamulang Barat, Tahun 2014
- DIVISI Acara , Raker Forum Studi K3 Tahun 2014
- DIVISI Acara , Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50
Tahun 2012 “– Tahun 2014 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Seminar Pengembangan Profesi K3 di UIN Syarif Hidaytullah Jakarta,
Tahun 2014

KEIKUTSERTAAN KEGIATAN

- Diskusi Publik “Profesionalisasi Kepemimpinan Mahasiswa Kesehatan


Islam dalam Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015”
Tahun 2012 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Lokakarya Nasional : Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan Tahun
2012 di Aula Balai Pelatihan dan Riset TIK BLSDM Kementerian
Komunikasi dan Informatika RI Ciputat, Tangerang selatan
- Workshop Gerakan Nurani Nusantara “Hidup Positif Bermakna Untuk
Sesama” Tahun 2012 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Senyum Muharram Komda FKIK Tahun 2012 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Talkshow Nasional Peringatan Hari AIDS se-Dunia 2012 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
- Seminar Profesi K3 Tanggap Darurat Gedung Bertingkat Tahun 2012 di
viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


- Public Health Profession Seminar “ Eco Driving : Smart Sollution to Reduce
Pollution” Tahun 2012 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Seminar Profesi Gizi 2012 “ Body Image : Bongkar Kebiasaan Lama Ganti
dengan Diet yang Tepat” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Seminar Profesi MPK “ Toward Universal Health Coverage and Equity”
Tahun 2012 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Workshop “School Of Rescue” Tahun 2013 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Seminar Profesi K3 Gambaran Budaya K3 Di Rumah Sakit Tahun 2013 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Seminar Kajian Ilmu K3 Bersama “ Basic Safety Awareness & Contractor
Safety Management System” Tahun 2014 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja” Tahun 2014 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
- Workshop “ Investigasi dan Pencegahan Kecelakaan Kerja” Tahun 2014 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Workshop “ Risk Assessment In The Work Place” Tahun 2014 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
- Workshop “Management Of Fire Safety” Tahun 2014 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
- Training “SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun 2012 “–
Tahun 2014 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 25 Agustus 2017

( Annisa Septiani )
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur bagi Allah SWT, pemilik


segala sumber ilmu dan kehidupan, yang dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
\dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-faktoryang
berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
pekerja Bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017”
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan ummat Islam,
Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Dalam proses penyusunan Skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga tercinta : Ama, Apa, Uda, Uni, Bg boy, Bg dek, Kak dia and
Aji, atas doa, restu dan dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas
waktu.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D. Selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST. MKKK. selaku dosen Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sekaligus pembimbing.
5. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes dan Bapak dr. Yuli Prapanca Satar,
MARS selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu,
dukungan, arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Gitalia Budhi Utami, MKM, Ibu Yuli Amran, MKM dan Bapak Ir.
Rulyenzi Rasyid, MKKK selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah
memebrikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

ix
x

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat atas semua
ilmu yang telah diberikan.
8. Bapak Dharma HRD maneger PT BSI yang telah memberikan izin
kepada penulis dalam melakukan study pendahuluan sampai akhir
penelitian.
9. Segenap staff dan karyawan PT BSI yang ikut bekerja sama selama
penelitian berlangsung.
10. Teman-teman PayTren Star Dream Team, khususnya Team Solid, yang
senantiasa mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis untuk
segera menyelasaikan skirpsi.
11. Sahabat Nuklear3 (Iyit, Ayu dan Tika) dan Adik-adik G5 (Hanum,
Yuni dan Dara) yang selalu memberi motivasi kepada penulis untuk
segera menyelesaikan tugas ini.
12. Kepada Alya, Ayu, April, Gita, Zura, Icha. Teman sepermainan, teman
seperjuangan yang telah berbagi suka-duka. Terima kasih peluk
hangatnya.
13. Teman-teman Kesmas 2011, semoga kita semua berhasil di jalan
masing-masing.

Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis mengakui masih banyak kekurangan yang dimiliki dalam penulisan
skripsi ini, baik dari segi isi maupun dari segi penyusunannya. Oleh karena itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat berarti bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta , Agustus 2017

Annisa Septiani
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i


ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................ Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 8
D. Tujuan .......................................................................................................... 9
E. Manfaat ...................................................................................................... 10
F. Ruang Lingkup ........................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 12
A. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ........................................................... 12
1. Pengertian MSDs ................................................................................... 12
2. Gejala MSDs ......................................................................................... 13
3. Keluhan MSDs ...................................................................................... 13
4. Cara mengukur keluhan MSDs : ........................................................... 15
a. PLIBEL checklist ............................................................................. 15
b. NIOSH Discomfort Survey .............................................................. 15
c. Nordic Body Map (NBM) ................................................................ 16
B. Faktor Risiko MSDs................................................................................... 18

xi
xii

1. Faktor Pekerjaan .................................................................................... 18


a. Postur kerja.................................................................................... 18
b. Force atau beban ........................................................................... 20
c. Durasi ............................................................................................ 20
d. Frekuensi ....................................................................................... 21
e. Alat perangkai/genggaman............................................................ 22
2. Faktor Pekerja/Faktor Individu............................................................. 23
a. Usia ................................................................................................ 23
b. Jenis Kelamin ................................................................................ 23
c. Lama Kerja .................................................................................... 24
d. Kebiasaan Merokok ....................................................................... 25
e. Kesegaran jasmani ......................................................................... 26
f. Masa Kerja..................................................................................... 27
g. Indeks Masa Tubuh (IMT) ............................................................ 27
h. Kekuatan Fisik ............................................................................... 28
3. Faktor Lingkungan ................................................................................ 29
a. Suhu ................................................... ............................................29
b. Getaran .......................................................................................... 29
c. Tekanan ......................................................................................... 30
4. Faktor Psikososial.................................................................................. 30
C. Metode Penilaian Faktor Risiko Pekerjaan ................................................ 31
1. Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) ................................. 31
2. Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment).................................. 33
3. Metode OWAS (Ovako working analysis system) ............................... 35
4. Metode BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors) 36
5. Metode QEC (Quick Exposure Check) ................................................. 37
D. Metode Penilaian Faktor Psikososial ......................................................... 40
1. Copenhagen Psychososial Questionnaire II (CopSoq II) .................... 40
2. Depression Anxiety Stress Scale (Dass) ............................................... 41
3. Job Content Questionannaire (JCQ) ..................................................... 42
E. Pencegahan dan pengendalian MSDs ........................................................ 44
1. Pencegahan Musculoskeletal disorders (MSDs) .................................. 44
xiii

2. Pengendalian Musculoskeletal disorders (MSDs) ................................ 45


F. Kerangka Teori........................................................................................... 46
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................. 48
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 48
B. Definisi Operasional................................................................................... 51
C. Hipotesis..................................................................................................... 53
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 54
A. Desain Penelitian........................................................................................ 54
B. Waktu dan Lokasi ...................................................................................... 54
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 54
D. Instrumen penelitian ................................................................................... 56
E. Pengumpulan Data ..................................................................................... 57
F. Pengolahan Data......................................................................................... 64
G. Analisis Data.............................................................................................. 66
BAB V HASIL ...................................................................................................... 68
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ......................................................... 68
B. Analisis Univariat....................................................................................... 72
1. Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
bagian Meat Preparation PT. Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017 ... 72
2. Gambaran Faktor-faktor Risiko keluhan MSDs pada pekerja PT Bumi
Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation tahun 2017...................... 74
C. Analisis Bivariat ......................................................................................... 78
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 84
A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 84
B. Keluhan Muskuloskeletal Disorder pada pekerja ...................................... 85
C. Hubungan antara Faktor Pekerjaan, Usia, Kebiasaan Merokok, Kesegaran
Jasmani, Indeks Massa Tubuh dan Faktor Psikososial dengan Keluhan
MSDs ......................................................................................................... 88
1. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan keluhan MSDs......................... 88
2. Hubungan Faktor Usia dengan Keluhan MSDs ................................ 92
3. Hubungan Faktor Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs ....... 94
4. Hubungan Faktor Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs ......... 97
5. Hubungan Faktor Masa Kerja dengan Keluhan MSDs ..................... 99
xiv

6. Hubungan Faktor Indeks Masa Tubuh dengan keluhan MSDs....... 101


7. Hubungan Faktor Psikososial dengan Keluhan MSDs ................... 103
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 107
A. Simpulan .................................................................................................. 107
B. Saran......................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 110
LAMPIRAN ........................................................................................................ 114
DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan pengukuran keluhan MSDs .......... 17

Tabel 2.2 Matriks Action Level RULA..................................................... 33

Tabel 2.3 Matriks Action Level REBA.................................................... 34

Tabel 2.4 Kelebihan dan kekurangan penilaian faktor Risiko pekerja 37

Tabel 2.5 Kelebihan dan kekurangan metode pengukuran psikososial 42

Tabel 3.1 Definisi Operasional.................................................................. 51

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs pada


pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia
Tahun 2017................................................................................ 72
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan risiko pekerjaan, usia,
kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, masa kerja, Indeks
Masa Tubuh, dan psikososial pekerja PT Bumi Sarimas
Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017....................... 74
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi lama merokok, jumlah batang rokok/ hari
dan masa kerja pekerja PT Bumi Sarimas Indonesia bagian
Meat Preparation Tahun 2017 ................................................... 75
Tabel 5.4 Distribusi penilaian psikososial berdasakan masing-masing
Item pada pekerj PT Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat
Preparation Tahun 2017 ............................... ........................... 77
Tabel 5.5 Analisis hubungan pekerjaan, usia, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, kesegaran jasmani, indeks masa tubuh, dan faktor
psikososial pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi
Sarimas Indonesia Tahun 2017.................................................. 79

xv
xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

Gambar 2.1 Kerangka Teori........................................ 47

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................... 50

Gambar 5.1 Alur proses produksi PT Bumi Sarimas


Indonesia ............................................... 71

Gambar 5.2 Posisi kerja ............................................. 75


DAFTAR LAMPIRAN

A. Surat Izin Penelitian

B. Kuesioner Penelitian

C. Lembar Nordic Body Map (NBM)

D. Kuesioner Penilaian Psikososial

E. Lembar observasi REBA

F. Output Analisis SPSS

G. Dokumentasi

xvii
DAFTAR ISTILAH

K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

ILO International Labour Organization

MSDs Musculoskeletal Disorders

PAK Penyakit Akibat Kerja

RULA Rapid Upper Limb Assessment

REBA Rapid Entire Body Assessment

OWAS Ovako Working Analysis system

BRIEF Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor

QEC Quick Exposure Check

CTD Cumulative Trauma Disorders

NBM Nordic Body Map

BSI Bumi Sarimas Indonesia

MP Meat Preparation

NIOSH National Institute for Occupational Safety and Health

PLIBEL Plan for Identifiering av Belastningsfaktorer

CopSoq Copenhagen Psychososial Questionnaire

DASS Depression Anxiety Stress Scale

JCQ Job Content Questionnaire

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia saat ini semakin pesat dengan

diikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Perkembangan

tersebut mendukung penggunaan mesin, peralatan kerja dan bahan-bahan

kimia dalam proses produksi untuk menghasilkan produk atau jasa yang

bagus agar dapat bersaing di pasaran. Sebaliknya, kemajuan dan

perkembangan tersebut memiliki dampak yang memicu berbagai masalah

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti meningkatnya jumlah dan

ragam sumber bahaya di tempat kerja, meningkatnya jumlah maupun tingkat

keseriusan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Notoatmodjo, 2007).

Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 2013, Setiap

15 detik seorang pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja atau penyakit

akibat kerja. Setiap hari 6.300 orang meninggal akibat kecelakaan kerja atau

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, atau lebih dari 2,3 juta

kematian per tahun. Disamping itu, setiap tahun ada sekitar 270 juta pekerja

yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan sekitar 160 juta pekerja terkena

penyakit akibat pekerjaan. Selain itu, hasil laporan pelaksanaan kesehatan

kerja di 26 Provinsi Indonesia tahun 2013 menunjukkan jumlah kasus

penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus

penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844 kasus

(Kemenkes RI, 2014).

1
2

Proporsi Penyakit Akibat Kerja (PAK) menurut European

Occupational Disease Statistic yaitu musculoskeletal disorders sebanyak

38,1%, gangguan syaraf 20,9%, gangguan pernafasan 14,3%, organ sensorik

12,8%, penyakit kulit 7,1 %, kanker 5% dan infeksi 0,5% (European Agency

Safety and Health at Work, 2010). Selain itu hasil studi Departemen

Kesehatan RI dalam “Profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia Tahun

2005” menunjukan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja

berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami

pekerja menurut studi yang dilakukuan terhadap 9482 pekerja di 12

Kabupaten/Kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%),

kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan

gangguan THT (1,5%) (Depkes RI, 2005).

Musculoskeletal Disorder (MSDs) adalah sebuah cedera yang

mempengaruhi gerakan sistem tubuh manusia seperti otot, tendon, ligamen,

saraf, pembuluh darah dan lainnya (Middlesworth, 2015). Keluhan

muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang

dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat

sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang

lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,

ligamen, dan tendon (Grandjen & Lemaster dalam Tarwaka, 2015).

Gangguan muskuloskeletal merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan turunnya hasil produksi, hilangnya jam kerja, tingginya biaya

pengobatan dan material, meningkatnya absensi, rendahnya kualitas kerja,

injuri dan ketegangan otot, meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan


3

kerja dan eror, meningkatnya biaya pergantian tenaga kerja dan berkurangnya

cadangan yang berhubungan dengan keadaan darurat. (Pulat & Alexander,

1991)

Menurut Labor Force Survey dalam Self-reported work-related ill

health and workplace injuries pada tahun 2014-2015 diperkirakan prevalensi

orang di Britania Raya yang menderita muskuloskeletal disorders akibat

pekerjaan adalah 553.000 orang, sedangkan menurut Bereau of Labor

Statistics pada tahun 2014 terdapat 365.580 kasus gangguan muskuloskeletal

(MSDs) untuk semua pekerja di Amerika.

Iridiastadi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Prevalence Of

Musculoskeletal Symptoms Among Indonesian Workers, menyatakan bahwa

prevalensi 1 tahun MSDs pekerja di Indonesia berkisar antara 40-80%.

Prevalensi MSDs pada pekerja kantor adalah 68% pada bagian leher, 62%

punggung atas, dan 60% punggung bawah. Prevalensi MSDs pada perawat

yaitu leher 44%, bahu 47%, punggung bawah 51% dan punggung bawah

45%. Sedangkan pada pekerja pabrik (tekstil) prevalensi tertinggi dirasakan

pada bagian punggung bawah yaitu 47%.

Pada penelitian Kumar, dkk (2015) mengenai nyeri yang berhubungan

dengan pekerjaan pada pekerja pengupas nanas di India, diketahui 41%

pekerja merasakan nyeri di bahu, 37,1% merasakan nyeri di lengan atas dan

45,4% merasakan nyeri di punggung bawah. Selain itu, pada perhitungan

dengan metode RULA diketahui 89,4% peserta menunjukkan tingkat action

level 3, yang artinya dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut dan perubahan

segera.
4

Hasil penelitian Hastuti dan Sugiharto (2009) tentang hubungan sikap

kerja duduk dengan cumulative trauma disorders (CTD) menunjukkan bahwa

pada bahu kanan (p= 0,021), bahu kiri (p= 0,011), pinggang (p= 0,021),

punggung (p= 0,042) dan leher bagian bawah (p= 0,042), artinya sikap kerja

duduk berhubungan dengan CTD. Hal serupa pada penelitian Gayo (2010)

disebutkan bahwa para pekerja penyortir kopi bekerja dengan sikap duduk

pada kursi tanpa sandaran dan bantalan dengan kepala agak menunduk

menyebabkan keluhan pada leher 100% dan sikap tubuh yang cenderung

membungkuk menyebabkan keluhan pada pinggang 100%. Selain itu

penyortir kopi dengan sikap berdiri juga mengalami keluhan pada leher

80,5%, lutut (kiri dan kanan) sebanyak 89,7%, dan pada betis (kiri dan kanan)

sebanyak 97,7%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki lahan

tanaman kelapa terbesar di dunia dengan luas areal perkebunan pada tahun

2013 mencapai 3,6 juta Ha. Pada tahun 2014 terdapat sebanyak 107

perusahaan perkebunan besar komoditas kelapa di Indonesia salah satu

diantaranya yaitu PT Bumi Sarimas Indonesia (BSI). PT BSI merupakan

perusahaan kelapa terpadu dan industri minuman. Perusahaan ini

memproduksi produk seperti santan, air kelapa, minyak kelapa (Virgin

coconut oil & Crude coconut oil), coconut expeller, Nata De Coco, air

mineral dalam kemasan dan minuman olahan kelapa lainnya.

Dalam memenuhi permintaan pasaran, perusahaan ini mengolah hampir

500.000 kelapa dan 60.000 Kg copra /hari. Kelapa dan kopra terlebih dahulu

diolah oleh bagian produksi Meat Preparation (MP). Bagian MP merupakan


5

bagian produksi tahap awal yang bertugas melakukan pengupasan tempurung

kelapa dan kulit ari yang menempel pada daging kelapa. Pada bagian ini,

pekerjaan yang dilakukan masih bersifat manual, sehingga masih memerlukan

banyak tenaga manusia. Sedangkan, proses produksi setelahnya seperti:

filtration, cooling, blending, pre-heating, sterilization, dll sudah bersifat

otomatis, sehingga hanya memerlukan sedikit pekerja untuk monitoring

mesin.

Pada bagian produksi MP PT BSI terdapat 743 pekerja yang terbagi

kedalam pekerjaan pengupasan tempurung kelapa dan pengupasan kulit ari.

Pengupasan tempurung kelapa dilakukan oleh pekerja laki-laki (sheller).

Pekerjaan pengupasan tempurung ini menggunakan bantuan mesin pengupas

tempurung kelapa dengan ketinggian 100cm. Pekerjaan dilakukan dengan

posisi tubuh statis berdiri. Selain itu pekerjaan membutuhkan tenaga untuk

menahan kelapa yang dipegang agar tidak terlepas ketika didekatkan ke

mesin pengupas. Penggunaan mesin pengupas tempurung ini dapat

menyebabkan pekerja mengalami postur janggal pada bagian tubuh seperti

punggung membungkuk, leher menunduk serta fleksi, ekstensi, dan deviasi

pada lengan, tangan dan pergelangan tangan saat menahan kelapa.

Pengupasan kulit ari dilakukan oleh pekerja perempuan (Parer).

Pengupasan kulit ari kelapa dilakukan menggunakan pisau sejenis pengupas

kulit buah. Pekerjaan ini dilakukan dengan posisi tubuh statis duduk. Letak

duduk pekerja, letak kelapa sebelum dikupas dan letak kelapa sesudah di

kupas mempengaruhi fleksi dan ekstensi pada tangan pekerja. Selain itu,
6

posisi duduk pada kursi tanpa sandaran juga dapat menimbulkan postur

janggal pada punggung, leher dan kaki.

Banyaknya kelapa yang harus dikupas, menyebabkan adanya gerakan

repetitif, khususnya pada bagian lengan, tangan dan pergelangan tangan.

Selain itu pekerja harus melakukan pekerjaan menoton tersebut selama

kurang lebih 7 jam/hari. Bentuk kelapa yang hampir bulat menyebabkan

diperlukannya kekuatan pada genggaman agar kelapa yang dipegang tidak

mudah jatuh. Tata letak kelapa yang akan dikupas dan seletah dikupas

mempengaruhi postur tubuh pekerja. Beberapa hal tersebut, dapat

menimbulkan terjadinya keluhan muskuloskeletal pada pekerja. Untuk

mengetahui adanya keluhan muskuloskeletal digunakan kuesioner Nordic

Body Map (NBM).

NBM merupakan metode sederhana yang digunakan untuk menilai

tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada sistem

muskuloskeletal. Dalam aplikasinya metode ini menggunakan lembar kerja

berupa peta tubuh (Body Map), sehingga dapat mempermudah dan

mempersingkat observasi. Observer dapat langsung mewawancarai responden

sistem muskuloskeletal mana saja yang mengalami gangguan dan responden

dapat menunjuk langsung bagian tubuh sesuai yang tercantum pada lembar

kerja NBM (Tarwaka, 2015).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang pekerja

bagian MP (5 sheller dan 5 parer) menggunakan kuesioner NBM, diketahui

bahwa sebanyak 90% pekerja memiliki keluhan MSDs dengan rincian

keluhan: pinggang 60%, bahu kiri 50%, bahu kanan 60%, dan pergelangan
7

tangan kanan 50%., pergelangan tangan kiri, tangan kiri dan tangan kanan

masing-masing 40%.

Dari pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa banyak postur

janggal yang dilakukan pekerja saat melakukan pekerjaannya, seperti

punggung membungkuk, punggung memuntir, leher menunduk, leher

memuntir, fleksi dan ekstensi pada tangan dan lengan saat mengambil kelapa

yang belum dikupas dan meletakkan kelapa yang sudah dikupas, dan deviasi

pada tangan saat mengarahkan dan menahan posisi kelapa pada mesin

pengupas. Pekerja melakukan pekerjaan selama ± 7jam/hari, namun pekerja

sheller melakukan pekerjaan dalam posisi tubuh statis berdiri, dan pekerja

parer melakukan pekerjaan dalam posisi duduk pada kursi tanpa sandaran.

Belum adanya penelitian yang dilakukan mengenai faktor-fakor yang

terkait dengan keluhan MSDs di PT BSI, membuat peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan

keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja bagian MP PT. Bumi

Sarimas Indonesia tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi lapangan yang telah dilakukan pada pekerja bagian

MP PT. Bumi Sarimas Indonesia menggunakan Nordic Body Map (NBM),

diketahui bahwa 9 dari 10 pekerja memiliki keluhan MSDs dengan keluhan

sakit di pinggang, bahu, tangan dan pergelangan tangan. Gangguan

muskuloskeletal merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

turunnya hasil produksi, hilangnya jam kerja, meningkatnya absensi,


8

rendahnya kualitas kerja, injuri dan ketegangan otot serta meningkatnya

kemunginan terjadinya kecelakaan kerja. Dari informasi yang diperoleh, PT.

BSI belum pernah melakukan penelitian terkait keluhan muskuloskeletal pada

pekerja, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian Meat

Preparation di PT. Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada pekerja bagian MP PT BSI

tahun 2017?

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada pekerja bagian MP PT BSI

tahun 2017?

3. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, kebiasaan merokok, kesegaran

jasmani, masa kerja, dan indeks masa tubuh) pada pekerja bagian MP PT

BSI tahun 2017?

4. Bagaimana gambaran faktor psikososial pada pekerja bagian MP PT BSI

tahun 2017?

5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017?

6. Apakah ada hubungan antara faktor individu (usia, kebiasaan merokok,

kesegaran jasmani, masa kerja dan indeks masa tubuh) dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017?

7. Apakah ada hubungan antara faktor psikososial dengan keluhan MSDs

pada pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017?


9

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian MP PT BSI Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada pekerja bagian MP PT

BSI tahun 2017.

b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada pekerja bagian MP PT

BSI tahun 2017.

c. Diketahuinya gambaran faktor individu (usia, kebiasaan merokok,

kesegaran jasmani, masa kerja dan indeks masa tubuh) pada pekerja

bagian MP PT BSI tahun 2017.

d. Diketahuinya gambaran faktor psikososial pada pekerja bagian MP PT

BSI Tahun 2017

e. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs

pada pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017.

f. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (usia, kebiasaan

merokok, kesegaran jasmani, masa kerja dan indeks masa) dengan

keluhan MSDs pada pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017.

g. Diketahuinya hubungan antara faktor psikososial dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017


10

E. Manfaat

1. Bagi perusahaan

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi

perusahaan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian MP PT. BSI, sehingga program-program K3

dapat dijalankan.

b. Perusahaan dapat mempertimbangkan/koreksi terhadap potensi MSDs

yang ada dilingkungan perusahaan.

2. Bagi Program studi kesehatan masyarakat

a. Menjadi masukan dalam keilmuan K3, khususnya mengenai faktor

risiko ergonomi dan MSDs.

3. Bagi peneliti

a. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan

meneliti terkait ergonomi.

b. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di

perkuliahan pada tempat kerja sesungguhnya.

c. Meningkatkan pengetahuan khususnya dalam hal kajian faktor risiko

ergonomi.
11

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keluhan

Musculoskeletal disorders dan faktor-faktor yang berhubungan. Faktor

tersebut adalah faktor pekerjaan, dan faktor individu (usia, kebiasaan

merokok, kesegaran jasmani, masa kerja dan indeks masa tubuh) dan faktor

psikososial. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-februari 2017 di

PT BSI bagian Meat Preparation yang terletak di Jln. Duku KM 21 Padang

Pariaman Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa

Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian

ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan rancangan cross sectional

study, populasi penelitian adalah seluruh karyawan MP yang berjumlah 743

orang. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus sampel uji

hipotesis beda dua proporsi didapatkan jumlah sampel penelitian sebanyak 70

orang. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan MSDs

dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner atau daftar

pertanyaan, form Nordic Body Map, lembar form REBA, kuesioner CopSoq

II, camera digital, timbangan, microtoise dan MB ruler. Sedangkan data

sekunder diperoleh dari profil perusahaan, dokumen jumlah pekerja dan

referensi lainnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

1. Pengertian MSDs

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah cedera atau gangguan

otot, saraf, tendon, sendi, kartilago, sistem saraf, dan struktur penunjang

seperti discus invertebral yang diperburuk oleh kegiatan fisik yang terlalu

lama seperti gerakan pengulangan, beban, getaran, atau postur janggal

(NIOSH, 1997).

MSDs terjadi tidak secara langsung, melainkan dari penumpukan-

penumpukan cedera benturan kecil dan besar yang terakumulasi secara

terus menerus dalam waktu yang cukup lama yang diakibatkan oleh

pengangkatan beban saat bekerja, sehingga menimbulkan cedera dimulai

dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota tubuh. Musculoskeletal

disorders merupakan suatu istilah yang memperlihatkan bahwa adanya

gangguan pada sistem musculoskeletal (Humantech, 2003).

Pada beberapa negara, digunakan istilah yang berbeda-beda untuk

menggambarkan kejadian MSDs, diantaranya Repetitive Motion Injuries,

Repetitive Strain Injuries (RSIs), Cumulative Trauma Disorders (CTDs),

Occupational Cervicobracial Disorders (OCD) Overuse Syndrome,

Regional Musculoskeletal Disorders dan Soft Tissue Disorders (Canadian

Centre for Occupational Health and Safety-CCOHS).

12
13

2. Gejala MSDs

Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan yang sifatnya

subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan penyakit

tersebut. MSDs ditandai adanya gejala seperti: nyeri, bengkak, kemerah-

merahan, panas, mati rasa retak atau patah pada tulang dan sendi,

kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi tangan, susah untuk

digerakkan (Suma’mur, 1996)

Gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:

a. Leher dan punggung terasa kaku.

b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.

c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri

disertai bengkak.

f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

g. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan

serta kehilangan kepekaan.

h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi

rasa panas.

3. Keluhan MSDs

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot

skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang

dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa
14

kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. (Grandjean, 1993; Lemaster,

1996 dalam Tarwaka, 2015).

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada

saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut

akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat

menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa

sakit pada otot masih terus berlanjut.

Gejala yang menunjukkan tingkat keparahan MSDs dapat dilihat dari

tingkatan sebagai berikut : (Humantech 1995; Oborne,1995)

a. Tahap 1

Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja tetapi setelah beristirahat yang

cukup tubuh akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.

b. Tahap 2

Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul

gangguan tidur, dan sedikit mengurangi performa kerja.

c. Tahap 3

Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat

bekerja, saat melakukan gerakan yang repetitif, tidur terganggu, dan

kesulitan dalam menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan

mengakibatkan terjadinya inkapasitas.


15

4. Cara mengukur keluhan MSDs :

Pengukuran keluhan muskuloskeletal dapat dilakukan dengan beberapa

metode, seperti berikut:

a. PLIBEL checklist

PLIBEL (Plan för Identifiering av. Belastningsfaktorer) adalah

ceklist sederhana yang digunakan untuk mengetahui risiko

muskuloskeletal yang berkaitan dengan tempat kerja. Ceklist ini

dirancang sedemikian rupa sehingga bisa menilai bahaya ergonomis

pada lima wilayah bagian tubuh. (Leher, bahu dan punggung bagian

atas, siku dan lengan,kaki, lutut dan pinggul, serta pingang belakang).

PLIBEL cepat untuk digunakan dan mudah dimengerti, namun

metode penilaian subjektif ini membutuhkan pemahaman yang baik

tentang ergonomi. Metode ini bersifat umum dan tidak dapat menilai

pekerjaan atau tugas-tugas tertentu (Stanton,et al 2005).

b. NIOSH Discomfort Survey

Survey keluhan musculoskeletal yang digunakan dalam NIOSH

menggunakan peta tubuh bersama-sama dengan skala penilaian untuk

menilai ketidaknyamanan di beberapa daerah tubuh. Metode yang

hampir sama juga di gunakan dalam SNQ (survey nordic

questionnaire) dan UMUEQ (university of michigan upper extremity

questionnaire).

Peta tubuh yang digunakan dalam banyak penelitian NIOSH

hampir sama dengan diagram standar yang digunakan untuk


16

membedakan ektremitas tubuh bagian atas dan bawah dalam SNQ

(leher, bahu, siku, pergelangan tangan, tangan, punggung bagian atas

dan bawah, pinggul/paha, lutut, pergelangan kaki/kaki) berbeda

dengan UMUEQ yang menggunakan deskripsi verbal untuk

membedakan daerah tubuh (diagram hanya digunakan untuk

melokalisasi ketidaknyamanan pada tangan). Namun, untuk penilaian

rasa tidak nyaman di tubuh, survei NIOSH lebih mirip dengan metode

UMUEQ yang mengungkap informasi lebih lengkap dari metode SNQ

(Stanton,et al 2005).

c. Nordic Body Map (NBM)

NBM merupakan metode sederhana yang digunakan untuk

menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada

sistem musculoskeletal. Tingkat keluhan yang dinilai mulai dari rasa

tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat

dan menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan

jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini

sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai

subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1987).

Metode NBM menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh

(Body Map). Peta tubuh ini meliputi 28 bagian otot pada sistem

musculoskeletal. Ke 28 bagian otot ini dibagi menjadi 9 bagian utama,

yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian

bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggul/paha, lutut , tumit/kaki.


17

Pen-skoran keluhan/nyeri dikategorikan menjadi 4 yaitu tidak

sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Tingkat keluhan MSDs

dikatakan rendah apabila total skor NBM 0-20. Dikatakan sedang jika

skor NBM 21-41, tinggi jika skor NBM 42-62 dan sangat tinggi jika

skor NBM 63-84. (Tarwaka, 2015).

Tabel 2.1 kelebihan dan kekurangan pengukuran keluhan MSDs

Metode Kekurangan Kelebihan

PLIBEL Bersifat umum dan tidak Cepat digunakan, dan mudah


bisa untuk menilai tugas- dimengerti dapat menilai
tugas tertentu. Penilaian keluhan pada leher, bahu dan
subjektif, membutuhkan punggung bagian atas, siku
pemahaman yang lebih dan lengan, kaki, lutut dan
tentang ergonomi pinggul, serta pingang
belakang
NIOSH Belum ada standar baku, Survey ini telah banyak
Discomfort dan belum ditentukan digunakan dan diterima
survey penilaian mana yang sebagai proxy faktor risiko
terbaik. gangguan muskuloskeletal.
Merupakan kompilasi dari
berbagai macam penelitian
NBM Penilaian subjektif Penilaian hampir pada seluruh
tubuh pekerja

Ketiga cara pengukuran yang telah disebutkan menggunakan peta

tubuh untuk penilaiannya. Meskipun demikian pada penelitian ini

peneliti menggunakan metode NBM karena penilaian keluhan hampir

pada seluruh tubuh pekerja, sehingga dianggap paling mewakili

dibandingkan dua cara pengukuran lainnya.


18

B. Faktor Risiko MSDs

1. Faktor Pekerjaan

a. Postur kerja

Menurut Santoso (2004), postur kerja adalah proses kerja yang

sesuai ditentukan oleh anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang

digunakan pada saat bekerja. Postur kerja merupakan pengaturan

sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan

menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja

sebaiknya postur dilakuakan secara alamiah sehingga dapat

meminimalisasi timbulnya cedera muskuloskeletal.

Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi

tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam

ergonomi terdiri dari (Bridger, 2003) :

1) Postur Netral, yaitu postur dimana seluruh bagian tubuh berada

pada posisi yang sewajarnya atau seharusnya dan kontraksi otot

tidak berlebihan sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan

lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, penekanan,

ataupun kontraksi yang berlebih.

2) Postur Janggal, yaitu postur dimana posisi tubuh (tungkai, sendi

dan punggung) secara signifikan menyimpang dari posisi netral

pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh

keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban dalam jangka

waktu lama. ILO (1998) mengkategorikan postur tubuh sebagai


19

postur janggal adalah berdiri, duduk tanpa dukungan lumbar,

duduk tanpa dukungan punggung, duduk tanpa footrest (tumpuan

kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai, duduk dengan

mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu

tinggi, tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas

vertikal, tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau

(jauh/tinggi), kepala mendongak, posisi membungkuk, punggung

yang mengarah ke depan, membawa beban berat dengan cara

memanggul atau memikul, semua posisi tegang, posisi ekstrim

yang terus menerus setiap sendi.

Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi

terdiri dari :

1) Postur Statis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar

tubuh tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan.

Postur satis dalam jangka waktu lama dengan kontraksi otot

secara terus-menerus dapat menyebabkan tekanan atau stress pada

bagian tubuh (Bridger, 2003).

2) Postur dinamis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar

anggota tubuh bergerak.

Dalam penelitian Gayo (2010), pekerja penyortir kopi bekerja

dengan sikap duduk pada kursi tanpa sandaran dan bantalan dengan

kepala agak menunduk menyebabkan keluhan pada leher 100% dan

sikap tubuh yang cenderung membungkuk menyebabkan keluhan

pada pinggang 100%. Selain itu penyortir kopi dengan sikap berdiri
20

mengalami keluhan pada leher 80,5%, lutut (kiri dan kanan) sebanyak

89,7%, dan pada betis (kiri dan kanan) sebanyak 97,7%.

b. Force atau beban

Force merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan

pergerakan. Pekerjaan yang menuntut penggunaan tenaga besar akan

memberikan beban pada otot, tendon, ligamen dan sendi. Objek

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan

otot rangka, begitu pula dengan bentuk dan ukurannya. Semakin berat

objek yang ditangani, maka tenaga yang dibutuhkan juga meningkat.

Secara umum, semakin besar gaya yang dikeluarkan untuk

menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang akan terjadi juga

semakin besar. Namun pada penelitian Pratiwi, dkk (2009) berat

beban tidak memiliki hubungan yang spesifik dengan nyeri punggung

bawah (p= 0,538), hal ini terjadi karena berat beban yang tidak

konstan, semakin lama berat gendongan akan semakin ringan karena

jamu laku terjual. sehinggga secara otomatis berat beban juga

berkurang. Pengurangan berat beban akan mengurangi pembebanan

pada tulang belakang.

c. Durasi

Durasi merupakan jumlah waktu/ lamanya terpajan suatu faktor

risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari

pekerja terpajan risiko. Secara umum, semakin besar pajanan durasi

pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya.


21

Durasi dikategorikan sebagai berikut:

a. Durasi singkat jika < 1 jam/hari,

b. Durasi sedang jika 1-2 jam/hari dan

c. Durasi lama jika > 2 jam/hari.

Menurut Humantech (1995), pekerjaan yang menggunakan otot

yang sama untuk durasi yang lama dapat meningkatkan potensi

timbulnya fatigue dan menyebabkan MSDs bila waktu

istirahat/pemulihan tidak mencukupi. Semakin lama durasi melakukan

pekerjaan yang berisiko maka waktu yang diperlukan untuk recovery

(pemulihan) juga akan semakin lama .

Pada penenun yang melakukan pekerjaan selama 10 jam perhari

dan 7 hari per minggu, 92% merasakan ketidaknyamanan dalam

bekerja dengan keluhan tinggi pada tangan dan pergelangan tangan.

Pada penjahit yang melakukan pekerjaan selama lebih dari 10 jam per

hari dan 6 hari per minggu, 84% merasakan ketidaknyamanan dalam

bekerja dengan keluhan terbanyak di bagian punggung bawah

(Gangopadhyay, dkk 2003). Hasil penelitian Ini menunjukkan bahwa

lamanya durasi melakukan pekerjaan mempengaruhi kelelahan dan

berisiko terkena MSDs.

d. Frekuensi

Banyaknya aktifitas (mengangkat atau memindahkan) dalam

satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari.

Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan terjadinya


22

repetitive motion dalam melakukan pekerjaan. Keluhan otot terjadi

karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa

melakukan relaksasi (Bridger, 2003). Secara umum, semakin banyak

pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja, maka akan

mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Pekerjaan yang dilakukan

secara repetitif dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan

risiko MSDs apalagi bila ditambah dengan gaya atau beban dan postur

janggal (OHSC, 2007)

Dalam penelitian Banerjee & Gangopadhyay (2003) menyatakan

bahwa ketidaknyamanan pada bagian tangan penenun disebabkan

karena lamanya paparan dan tingginya intensitas gerakan berulang.

Hasil penelitian menunjukkan penenun melakukan pola gerakan

berulang sebanyak 61.6%.

e. Alat perangkai/genggaman

Genggaman diartikan sebagai tingkat kenyamanan tangan dalam

memegang alat penunjang kerja, material kerja, atau postural jari dan

lengan ketika melakukan pekerjaan. Seringnya terjadi tekanan

langsung pada jaringan otot yang lunak dapat menyebabkan rasa nyeri

otot yang menetap. sebagai contoh pada saat tangan harus memegang

alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan

langsung dari pegangan alat (Tarwaka, dkk. 2004).


23

2. Faktor Pekerja/Faktor Individu

a. Usia

Pada umumnya keluhan sistem muskuloskeletal sudah mulai

dirasakan pada usia kerja, namun keluhan pertama biasanya dirasakan

pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan

dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia setengah

baya, kekuatan dan ketahan otot mulai menurun sehingga risiko

terjadinya keluhan otot meningkat. (Chaffin, 1979; Guo et al.;1995

dalam Tarwaka. 2015)

Dalam penelitian Mirbod, dkk (1995) pekerja laki-laki dengan

usia lebih dari 28 tahun memiliki prevalensi lebih tinggi dibanding

usia dibawah 28 tahun untuk keluhan punggung. Hal yang sama

dengan penelitian Guo, dkk (2004) prevalensi MSDs pada pekerja di

Taiwan lebih tinggi pada pekerja usia 45-64 tahun.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan bahwa jenis kelamin

mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena

secara fisiologis kemampuan otot perempuan memang lebih rendah

daripada laki-laki. Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa

kekuatan otot perempuan hanya sekitar dua pertiga (2/3) dari kekuatan

otot laki-laki sehingga daya tahan otot laki-laki lebih tinggi

dibandingkan otot perempuan, (Tarwaka, 2015)

Dalam penelitian Iriastadi (2007) pada pekerja kantor, tidak

terdapat perbedaan keluhan muskuloskeletal baik pada perempuan


24

maupun laki-laki. Namun, pada perawat, ditemukan prevalensi lebih

tinggi pada pekerja laki-laki dibanding pekerja perempuan sebaliknya

pada pekerja pabrik, prevalensi keluhan lebih tinggi pada pekerja

perempuan dari pada pekerja laki-laki.

Pada penelitian Mirbod, dkk (1995) prevanlensi nyeri punggung

lebih tinggi pada laki laki (72,2%) dibanding perempuan (63%),

sebaliknya, dalam penelitian Guo, dkk (2004) prevalensi

musculoskeletal disorders perempuan lebih tinggi (39,5%) dibanding

laki-laki (35,2%).

c. Lama Kerja

Umumnya dalam sehari seseorang bekerja selama 6-8 jam dan

sisanya 14-18 jam digunakan untuk beristirahat. Adanya penambahan

jam kerja dapat menurunkan efisiensi pekerja, menurunkan

produktivitas, timbulnya kelelahan dan dapat mengakibatkan penyakit

dan kecelakaan. Lama kerja diatur dalam undang-undang No. 13

Tahun 2003 yang menyatakan bahwa jam kerja yang berlaku adalah 7

jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam

1 minggu, 8 jam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja.

Lama kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot

dan dapat meningkatkan risiko musculoskeletal disorders terutama

untuk jenis pekerjaan dengan menggunakan kekuatan kerja yang

cukup tinggi.

Dalam penelitian Gangopadhyay, dkk (2003) diketahui penenun

melakukan pekerjaan selama 10 jam perhari dan 7 hari per minggu,


25

dan ditemukan sebanyak 92% pekerja merasakan ketidaknyamanan

dalam bekerja dengan keluhan tinggi pada tangan dan pergelangan

tangan. Selain itu pada pemotong daging dan penjahit yang

melakukan pekerjaan selama lebih dari 10 jam per hari dan 6 hari per

minggu ditemukan sebanyak 80% pemotong daging merasakan

ketidaknyamanan dalam bekerja, dengan keluhan pada tangan,

pergelangan tangan dan jari. 84% penjahit merasakan

ketidaknyamanan dalam bekerja dengan keluhan terbanyak di bagian

punggung bawah.

d. Kebiasaan Merokok

Semakin lama dan semakin tinggi tingkat merokok, semakin

tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen, et.al

(1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan

merokok dengan keluhan otot pinggang khususnya untuk pekerja yang

memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait dengan

kondisi kesegaran tubuh seseorang, kebiasaan merokok akan

menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk

mengkonsumsi oksigen juga menurun. Pekerja akan mudah lelah

karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran

karbohidrat akan terhambat dan terjadi penumpukan asam laktat yang

akhirnya menimbulkan rasa nyeri di otot (Tarwaka, 2015).

Bustan (2007), mengkategorikan kebiasaan merokok menjadi 4

kategori, yaitu: kategori kebiasaan merokok berat, jika >20

batang/hari, kebiasaan merokok sedang jika 10-20 batang/hari,


26

kebiasaan merokok ringan jika <10 batang/hari, dan tidak merokok,

yaitu tidak pernah merokok, atau pernah merokok namun telah

berhenti > 1 tahun.

Pada penelitian Suriyatmini (2011), dari 85 orang yang tidak

merokok, terdapat 94% pekerja yang merasakan keluhan MSDs, dari

25 orang yang mempunyai kebiasaan merokok ≤ 10 batang/hari

terdapat 96% pekerja yang merasakan keluhan MSDs, dan dari 5

orang yang meiliki kebiasaan merokok 11-20 batang/ hari, terdapat

60% pekerja yang merasakan keluhan MSDs.

e. Kesegaran jasmani

Kesegaran jasmani adalah suatu keadaan yang dimiliki atau

dicapai seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk

melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang

berarti. Pada umumnya keluhan otot akan dialami oleh seseorang

yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan

tidak cukup istirahat. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan

mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.

Salah satu cara untuk menjaga kesegaran tubuh adalah dengan

berolahraga. Olahraga teratur dapat memperkuat otot-otot, tulang dan

jaringan, serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua

jaringan tubuh. Jika sirkulasi darah tersumbat maka akan mengganggu

kinerja otot sehingga keluhan otot akan semakin cepat terjadi.

Bagi pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah, risiko

keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan


27

fisik tinggi (Suriyatmini, 2011) Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010), bahwa paling banyak pekerja

yang mengalami keluhan MSDs adalah pekerja yang kurang

melakukan olahraga.

f. Masa Kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali

pekerja masuk kerja hingga saat penelitian mulai berlangsung. Masa

kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan

meningkatkan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs), terutama

untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.

Pada penelitian yang dilakukan Suriyatmini (2011) didapatkan

hasil pekerja dengan masa kerja <5 tahun merasakan keluhan MSDs

94%, pekereja dengan masa kerja 5-10 tahun merasakan keluhan

MSDs 87%, dan pekerja dengan masa kerja >10 merasakan keluhan

MSDs 95%.

g. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan

dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

keluhan sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2015). Keterikatan antara

indeks masa tubuh dengan MSDs yaitu semakin gemuk seseorang

maka akan bertambah besar risiko orang tersebut untuk mengalami

MSDs. Hal ini disebabkan karena seseorang dengan kelebihan berat

badan akan berusaha untuk menopang berat badan dengan cara

mengontraksikan otot punggung, jika ini dilakukan terus menerus


28

dapat menyebabkan adanya penekanan pada bantalan saraf tulang

belakang.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), kategori ambang

batas IMT untuk orang dewasa Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kurus sekali, jika IMT < 17,0

2. Kurus, jika IMT 17,0-18,4

3. Normal jika IMT 18,5-25,0

4. Gemuk jika IMT 25,1-27,0

5. Gemuk sekali jika IMT >27,0

Hasil penenlitian Silva. dkk (2013) menyatakan bahwa Pekerja

dengan obesitas cenderung memiliki rasa sakit dan gejala terkait

MSDs dengan OR 2,129 dibanding pekerja dengan berat badan

normal.

h. Kekuatan Fisik

Kekuatan fisik merupakan suatu kemampuan fungsional

seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu yang

memerlukan aktivitas otot pada periode waktu tertentu. Lamanya

waktu aktivitas dapat bervariasi antara beberapa detik untuk pekerjaan

yang memerlukan kekuatan sampai beberapa jam untuk waktu yang

memerlukan ketahanan (Tarwaka, dkk. 2004).

Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH

menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada

pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas

kekuatan otot pekerja. Pekerja dengan kekuatan otot rendah memiliki


29

risiko keluhan otot tiga kali lipat dibanding pekerja yang mempunyai

kekuatan tinggi (Bukhori, 2010).

3. Faktor Lingkungan

a. Suhu

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat mempengaruhi

kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan menjadi

lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan

otot. Demikian juga dengan paparan udara panas, beda suhu tubuh

dengan suhu lingkungan akan membuat sebagian energi dalam tubuh

termanfaatkan untuk beradaptasi dengan lingkungan, jika tidak

diimbangi dengan suplai energi yang cukup maka akan terjadi

kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya peredaran darah

kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme

karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat

menimbulkan nyeri di otot (Suma’mur 1982; Grandjean, 1993)

Dibanding suhu normal, pekerja yang bekerja pada temperature

yang dingin (OR 1,6) memiliki risiko lebih rentan terkena

musculoskeletal disorders (Nag, dkk 2012)

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi

otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah

tidak lancar, penimbunan asam laktat yang meningkat akan

menimbulkan rasa nyeri otot. Dari hasil semua study ditemukan

hubungan yang signifikan antara CTS dengan getaran, kebanyakan


30

penelitian memiliki OR > 3,0 sedangkan pada study mengenai low

back pain, setengah hasil study menunjukkan tidak ada hubungan

yang signifikan antara getaran dengan low back pain (NIOSH, 1997)

c. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak pada

saat memegang alat dapat menyebabkan rasa nyeri yang menetap.

4. Faktor Psikososial

Psikososial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental/

emosionalnya. Istilah “psikososial” umumnya digunakan dibidang

kesehatan sebagai istilah yang menggambarkan faktor-faktor yang terkait

dalam tiga domain terpisah: (1) faktor yang terkait dengan pekerjaan dan

lingkungan kerja, (2) faktor yang terkait dengan lingkungan ekstra-kerja,

dan (3) karakteristik individu pekerja. Interaksi antara faktor-faktor dalam

setiap domain inilah yang disebut sebagai “proses stress” yang dianggap

berdampak, baik pada status kesehatan maupun performa kerja (Bernard,

et al 1997).

Domain dari faktor yang terkait dengan pekerjaan dan lingkungan

kerja atau yang disebut “Faktor organisasi kerja” mencakup berbagai

aspek seperti : konten pekerjaan (misalnya beban kerja, kontrol pekerjaan,

tuntutan mental, kejelasan pekerjaan dll), karakteristik organisasi

(misalnya struktur organisasi tall vs flat, masalah komunikasi), hubungan

interpersonal ditempat kerja (misalnya hubungan atasan-karyawan,


31

dukungan sosial), aspek temporal pekerjaan dan tugas (misalnya siklus

waktu dan shift kerja), aspek keuangan dan ekonomi (misalnya gaji,

keuntungan dan masalah keadilan), aspek masyarakat (reputasi dan status

pekerjaan).

Parameter faktor yang terkait dengan lingkungan ekstra-kerja

mencakup faktor yang berkaitan dengan tuntutan yang timbul dari peran

diluar kerja, seperti tanggung jawab dengan orang tua, pasangan atau anak-

anak. Sedangkan faktor karakteristik individu pekerja meliputi faktor

genetik (jenis kelamin, kecerdasan), aspek-aspek yang diperoleh (tingkat

sosial, budaya, status pendidikan) dan faktor dispositional (seperti ciri-ciri

kepribadian, karakteristik dan sikap seperti kepuasan hidup dan

pekerjaan).

C. Metode Penilaian Faktor Risiko Pekerjaan

Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian ergonomi dengan metode

observasi postur tubuh pada saat bekerja seperti Rapid Upper Limb

Assessment (RULA), Rapid Entire Body Assessment (REBA), Ovako

Working Posture Analysis (OWAS), Quick Exposure Checklist (QEC),

Baseline Risk Identification of Ergonomic Factors (BRIEF). Beberapa

metode penilaian tersebut dijabarkan seperti di bawah ini:

1. Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Lynn McAtamney dan

Nigel Corlett, E. (1993), seorang ahli ergonomi dari Nottingham’s

Institute of Occupational Ergonomics England. Metode ini

mengobservasi segmen tubuh khususnya upper limb dan mentransfernya


32

dalam bentuk skoring. Selanjutnya, skor final yang diperoleh akan

digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan saran perbaikan

secara tepat (Tarwaka, 2015).

Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan

target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan otot

skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb

disorders), seperti; adanya gerakan repetitif, pekerjaan diperlukan

pengerahan kekuatan aktivitas otot statis pada otot skeletal, dll. Selain itu

metode RULA juga merupakan alat untuk melakukan analisis awal yang

mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja yang terpengaruh oleh

faktor-faktor penyebab cedera, yaitu: postur tubuh, kontraksi otot statis,

gerakan repetitif, serta pengerahan tenaga dan pembebanan.

Pengukuran terhadap postur tubuh dengan metode RULA pada

prinsipnya adalah mengukur sudut dasar yaitu sudut yang dibentuk oleh

perbedaan anggota tubuh (limbs) dengan titik tertentu pada postur tubuh

yang dinilai. Metode RULA membagi tubuh ke dalam dua segmen yang

membentuk dua grup yang terpisah yaitu Grup A dan B. Grup A meliputi

anggota tubuh bagian atas (lengan atas, lengan bawah dan pergelangan

tangan). Sementara itu Grup B meliputi leher, badan dan kaki..

Skor Grup A dan Grup B dihitung dengan menggunakan tabel

dengan memasukkan skor untuk masing-masing postur tubuh secara

individu, sehingga didapatkan hasil Skor Postur Grup A, dan Skor Postur

Grup B. Kemudian, Skor total untuk grup A dan B dapat dimodifikasi

tergantung jenis aktifitas otot yang terlibat dan pengerahan tenaga selama
33

melakukan pekerjaan, sehingga didapatkan Skor C dan skor D. Terakhir,

skor final (grand skore) didapatkan dari hasil modifikasi Skor C dan D.

Berdasarkan perhitungan grand score, dapat diketahui tingkat aksi

yang harus dilakukan. Apakah diperlukan perbaikan atau tidak untuk

mencegah terjadinya cedera pada sistem muskuloskeletal. Tingkat aksi

yang akan dilakukan dibedakan menjadi 4 Action Level seperti berikut :

Tabel 2.2 Matriks Action Level RULA

Grand Tingkat Kategori


Tindakan
Score Risiko Risiko
Tidak ada masalah dengan postur
1-2 0 Rendah
tubuh
Diperlukan investigasi lebih lanjut,
mungkin diperlukan adanya
3-4 1 Sedang
perubahan untuk perbaikan sikap
kerja
Diperlukan adanya investigasi dan
5-6 2 Tinggi
perbaikan segera
Sangat Diperlukan adanya investigasi dan
7+ 3
Tinggi perbaikan secepat mungkin
Sumber : Lynn McAtamney dan Nigel Corlett, E. (1993)

2. Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn

McAtamney. Metode ini memungkinkan dilakukan suatu analisis secara

bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas (Lengan,

lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki. Metode

ini juga mendifinisikan faktor lain yang dapat menentukan penilaian

akhir dari postur tubuh seperti beban atau atau gaya yang dilakukan, jenis
34

pegangan atau jenis aktivitas otot yang dilakukan pekerja. (Tarwaka,

2015)

Sama hal nya dengan metode RULA, metode REBA ini juga

membagi tubuh kedalam 2 kelompok, dimana kelompok A meliputi

badan, leher dan kaki, sedangkan kelompok B meliputi anggota tubuh

bagian atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan). Skor

kelompok A dan B dihitung dengan memasukkan nilai dari masing

masing postur badan, leher, kaki, lengan, lengan bawah dan pergelangan

tangan.

Setelah didapatkan skor kelompok A, maka ditambah dengan skor

beban/Force, untuk mendapatkan hasil total skor A, sedangkan skor

kelompok B ditambah dengan skor pegangan, untuk mendapatkan hasil

total skor B. Kemudian, total skor A dan total skor B dimasukkan ke

tabel C. hasil akhir skor REBA didapatkan dari skor C ditambah dengan

skor aktivitas otot. Dari skor akir REBA, barulah ditentukan tingkat

risiko dan tindakan yang harus dilakukan, seperti tabel berikut:

Tabel 2.3 Matriks Action level REBA


Grand Tingkat Kategori Tindakan
Score Risiko Risiko
Tidak ada tindakan yang
1 0 Sangat rendah diperlukan

2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan

4-7 2 Sedang Diperlukan tindakan

8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera

Diperlukan tindakan sesegera


11-15 4 Sangat Tinggi mungkin

Sumber : (Hignett and McAtamney, 2000)


35

3. Metode OWAS (Ovako working analysis system)

Metode OWAS pertama kali diperkenalkan oleh seorang penilis

dari Osmo Karhu Finlandia, tahun 1977 dengan judul “Correcting

Working Postures in Industry: A Practical Methode for Analysis”.

Awalnya metode ini ditujukan untuk mempelajari suatu pekerjaan di

industri baja di Finlandia, dimana akhirnya para ergonomists

memperkenalkan metode ini secara luas dan menamainya dengan metode

“OWAS”. Metode ini merupakan sebuah metode yang digunakan untuk

menganalisa suatu pembebanan pada postur tubuh. Metode ini

mengidentifikasi beberapa posisi seperti punggung, lengan dan kaki,

namun ini tidak menilai secara mendetail tingkat keparahan masing

masing posisi (Tarwaka, 2015).

Prosedur aplikasi metode OWAS, antara lain:

1. Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan

menggunakan video atau foto

2. Pemberian kode posisi yang diamati untuk setiap posisi dan

pembebanan

3. Menentukan skor postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti :

punggung, lengan dan kaki

4. Menghitung setiap kode posisi, kategori risiko, untuk mengidentifikasi

posisi kritis atau yang lebih tinggi tingkat risikonya bagi pekerja.

5. Menghitung presentase repetitif dari masing masing posisi punggung,

lengan dan kaki yang berhubungan dengan posisi lainnya.


36

6. Penentuan hasil identifikasi pada posisi kritis, tergantung pada

frekuensi relatif dari masing masing posisi, kategori risiko

berdasarkan pada masing masing posisi dari bagian tubuh (Punggung,

lengan dan kaki)

4. Metode BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors)

Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF) adalah

suatu alat yang digunakan untuk skrinning awal dengan menggunakan

sistem rating untuk mengidentifikasi bahaya ergonomi yang diterima

oleh pekerja dalam kegiatan sehari hari. BRIEF digunakan untuk

menentukan sembilan bagian tubuh yang dapat berisiko terhadap

terjadinya CTD (Cummulative Trauma Disorders) atau risiko gangguan

kesehatan pada sistem rangka. Bagian tubuh yang diperiksa meliputi :

tangan kiri dan pergelangannya, siku kiri, bahu kiri, leher, punggung,

tangan kanan dan pergelangannya, siku kanan, bahu kanan dan kaki

(Humantech, 1995)

Dalam BRIEF survey terdapat 4 faktor risiko ergonomi yang perlu

diketahui yaitu:

a. Postur; sikap anggota tubuh janggal waktu menjalankan pekerjaan

b. Gaya; beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh saat

melakukan postur janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh

c. Lama; lama waktu yang digunakan untuk melakukan gerakan

pekerjaan dengan postur janggal

d. Frekuensi; jumlah postur janggal yang berulang dalam satuan waktu.


37

semakin banyak skor yang di dapat dalam suatu pekerjaan , maka

pekerjaan tersebut semakin berisiko dan memerlukan penanggulangan

segera. Skor maksimal yang bisa didapat dalam survei ini yaitu sebesar 4

skor

5. Metode QEC (Quick Exposure Check)

Quick Exposure Check (QEC) adalah suatu metode untuk penilaian

secara cepat pajanan dari risiko-risiko terjadinya Work-related

Musculoskeletal Disorders (WMSDs). QEC dibuat berdasarkan

kebutuhan dari praktisi dan penelitian tentang faktor-faktor risiko

WMSDs. QEC memiliki tingkat sensitivitas dan kegunaan yang tinggi

serta dapat diterima secara luas reabilitasnya. (Stanton, 2005).

Kelebihan dan Kekurangan Metode

Masing masing metode penilaian risiko mempunyai kekurangan

dan kelebihan. Kekurangan dan kelebihan tersebut di jabarkan dalam

tabel berikut ini :

Tabel 2.4 Kelebihan dan kekurangan penilaian faktor Risiko pekerja

No Metode Kelebihan Kekurangan

1 Rapid • Pembagian skor • Hanya untuk pekerjaan


Upper Limb pada rula lebih rinci dengan postur statis,
Assessment • Mudah digunakan, kurang cocok dengan
(RULA) cepat dan praktis. pekerjaan dengan
Dapat gerakan dinamis
dikombinasikan • Metode ini tidak bisa
dengan metode mengukur gerakan
lainnya tangan, menggenggam,
• Dapat digunakan meluruskan, memutar,
38

No Metode Kelebihan Kekurangan

untuk menilai secara dan memerlukan


teliti pekerjaan atau tekanan pada telapak
postur untuk satu tangan.
pekerja atau • Tidak
kelompok. mempertimbangkan
faktor lingkungan &
faktor psikososial
2 Rapid Entire • Menilai risiko • Belum menilai faktor
Body hampir semua risiko ergonomi dari
Assessment bagian tubuh lingkungan
(REBA) • Dapat digunakan • Tidak
pada postur tubuh mempertimbangkan
yang stabil maupun kondisi yang dialami
tidak stabil oleh pekerja terutama
• Hasil skor reba yang berkaitan dengan
dapat menunjukkan faktor psikososial
tingkat risiko dan • Tidak
pentingnya tindakan mempertimbangkan
yang perlu kondisi lingkungan
dilakukan kerja

3 Ovako • Banyak digunakan • Tidak menilai secara


working dan mendetil tingkat
analysis didokumentasikan keparahan pada masing
system • Mudah digunakan, masing posisi
(OWAS) cepat , praktis dan • Tidak memisahkan
dapat bagian tubuh kiri dan
dikomninasikan kanan, tidak ada
dengan metode penilaian siku atau
lainnya. pergelangan tangan.
39

No Metode Kelebihan Kekurangan

• Tidak
mempertimbangkan
pengulangan atau
durasi postur
4 BRIEF • Dapat mengkaji • Tidak dapat
(Baseline hampir semua mengetahui skor total
Risk bagian tubuh secara menyeluruh dari
Identificatio • Dapat menentukan suatu pekerjaan
n of risiko terjadinya • Membutuhkan waktu
Ergonomics CTD pengamatan lebih lama
Factors) • Tidak membutuhkan • Tidak dapat digunkan
ahli ergonomi untuk untuk manual handling
melakukan
penelitian ini
5 Quick • Mencakup sebagian • Metode ini hanya fokus
Exposure besar faktor risiko pada faktor fisik di
Check utama penyebab tempat kerja
(QEC) MSDs. • Skor/nilai paparan yang
• Tingkat sensitifitas disarankan butuh
dan penggunaan validitas kembali.
yang baik. • Perlu pengembangan
• Tingkat keandalan lebih lanjut untuk
yang baik (inter dan memberikan
intra pengamat). pengukuran yang tepat.
• Mudah dipelajari • Pelatihan dan praktek
dan mudah tambahan diperlukan
digunakan/ oleh pengguna yang
diterapkan belum berpengalaman
• Mempertimbangkan untuk pengembangan
kombinasi dan reliabilitas pengukuran.
40

No Metode Kelebihan Kekurangan

interaksi berbagai
faktor risiko di
tempat kerja.

Penilaian tingkat risiko ergonomi yang digunakan yaitu metode

REBA, karena pengukuran dengan metode ini dapat di aplikasikan pada

pekerja yang bekerja dengan postur tubuh statis dan dinamis, dan dapat

menilai risiko pada hampir seluruh bagian tubuh.

D. Metode Penilaian Faktor Psikososial

Untuk menilai keadaan psikososial dapat dilakukan dengan metode

berikut:

1. Copenhagen Psychososial Questionnaire II (CopSoq II)

CopSoq II merupakan kuesioner yang digunakan untuk

mengevaluasi faktor psikososial yang ada di tempat kerja. Kuesioner

ini merupakan perkembangan dari CopSoq I. Kuesioner CopSoq II

memiliki 3 versi yaitu long version, medium length version, dan short

version.

a. CopSoq II long version biasanya digunakan untuk penelitian

dengan jumlah 141 pertanyaan dan 30 pengukuran.

b. CopSoq II medium length version biasanya digunakan untuk

lingkungan kerja profesional dengan jumlah 95 pertanyaan dan 26

pengukuran.
41

c. CopSoq II short version biasanya digunakan untuk pengukuran di

tempat kerja dengan jumlah 44 pertanyaan dan 8 pengukuran.

CopSoq II menggunakan skala likert untuk menyediakan respon

dari pertanyaan terkait psikososial. Skala likert yang digunakan

biasanya skala 4 atau 5. Semua pertanyaan diberi rentang nilai 0-100.

Apabila menggunakan skala 5, nilainya adalah 0, 25, 50, 75, dan 100

sedangkan jika menggunakan skala 4 maka penilaiannya adalah 0,

33,3, 66,7, dan 100. Semakin besar nilainya menunjukkan hal yang

baik dan juga sebaliknya. Walaupun ada beberapa pertanyaan yang

mengandung makna negatif (Kristensen, 2010).

2. Depression Anxiety Stress Scale (DASS)

DASS (Depression Anxiety Stress Scale) merupakan instrumen

penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur tiga masalah

kesehatan akibat pekerjaan, yaitu: depresi, kecemasan, dan stres.

DASS terdiri dari 42 item pertanyaan dengan masing-masing skala

berisi 14 item. Skala depresi meliputi: dysphoria, putus asa, devaluasi

hidup, sikap meremehkan diri, kurangnya minat/keterlibatan,

anhedonia, dan inersia. Skala kecemasan meliputi gairah otonom, efek

otot rangka, kecemasan situasional, dan pengalaman subjektif dari

mempengaruhi cemas. Skala stres sensitif terhadap tingkat kronis non-

spesifik gairah, seperti: kesulitan santai, gairah saraf, dan menjadi

mudah marah/gelisah, mudah tersinggung/over-reaktif dan tidak sabar.

Terdapat 4 skor penilaian terhadap masing-masing skala, yaitu: 0=

tidak pernah, 1 = jarang, 2 = sering, 3 = selalu (Damanik, 2006).


42

3. Job Content Questionannaire (JCQ)

JCQ merupakan sebuah kuesioner yang digunakan untuk menilai

faktor psikososial dari sebuah pekerjaan. Terdapat lima skala utama

yang digunakan pada JCQ, yaitu: decision latitude (kebebasan dalam

mengambil keputusan), physical demands (tuntutan fisik),

psychological demands (tuntutan psikologi), social support (dukungan

sosial), organizational level (mutu organisasi), job dissatisfaction

(ketidakpuasan pekerjaan), dan job insecurity (ketidakamanan dalam

bekerja). Semua skala tersebut digunakan untuk level mikro, dimana

mempunyai tujuan untuk menganalisis karakteristif pekerjaan, seperti:

menilai risiko relatif dari paparan yang diterima individu pada tempat

kerja yang berbeda dengan penyakit akibat kerja yang berhubungan,

stres psikologi, penyakit jantung koroner, penyakit muskuloskeletal,

dan kelainan organ reproduksi. Pada JCQ (Job Content

Questionnaire) terdapat variasi pilihan sebanyak empat jawaban,

yaitu: 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, 4 = sangat

setuju (Karasek dkk, 1998).

2.5. Tabel Kelebihan dan kekurangan metode pengukuran psikososial


No Metode Kelebihan Kekurangan
1 Copenhagen • Pembahasan faktor- • Pertanyaan yang
psychosocial faktor psikososial lebih cukup banyak
questionnaire mendetail sehingga
• Terdapat variasi jenis membutuhkan
pertanyaan sesuai banyak waktu dan
dengan kebutuhan sumber daya
• Kuesioner dapat
43

No Metode Kelebihan Kekurangan


digunakan untuk
berbagai macam
pekerjaan dan industri
2 Depression • Dapat diberikan baik • Hanya dapat
anxiety stress secara kelompok menilai skala
scale maupun perorangan depresi,
• Sangat cocok kecemasan, dan
digunakan untuk stres
responden dengan
rentang umur 17 – 35
tahun
• Bagus digunakan
apabila ingin
mengetahui etiologi,
sifat, dan mekanisme
gangguan emosional

3 Job content • Terdiri dari beberapa • Tidak adanya


questionnaire jenis faktor psikososial faktor terkait stres
sehingga kerja
pembahasannya akan
lebih mendetail
• Sangat cocok
digunakan untuk
mengukur beban kerja
psikososial

Pada penelitian ini, kuesioner yang digunakan adalah COPSOQ (The

Copenhagen Psychosocial Questionnaire) II. COPSOP II dipilih karena


44

dapat digunakan pada berbagai macam pekerjaan dan industri. Pada

COPSOP II terdapat beberapa variasi jumlah pertanyaan yang disesuaikan

dengan tujuan penelitian. Jenis kuesioner yang dipilih juga dapat

disesuaikan dengan waktu dan biaya penelitian yang ada.. Selain itu,

pembahasan faktor psikososial yang terdapat di dalamnya lebih mendetail

karena terdapat faktor penyebab seperti faktor tuntutan di tempat kerja dan

juga dampaknya yaitu faktor kesehatan dan kesejahteraan.

E. Pencegahan dan pengendalian MSDs

1. Pencegahan Musculoskeletal disorders (MSDs)

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health

Administration (OSHA) dalam Tarwakal, et al (2004), tindakan

ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah memalui dua

cara yaitu Rekayasa Teknik ( desain stasiun dan alat kerja) dan Rekayasa

Menejemen ( kriteria dan organisasi kerja).

a. Rekayasa Teknik

Rekayasa Teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan

beberapa alternatif, meliputi :

1) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.

Hal ini jarang dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerja

yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada;

2) Substitusi, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau

bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan

menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan;


45

3) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan

pekerja;

4) Ventilasi, menambah ventilasi untk mengurangi risiko sakit.

b. Rekayasa Menejemen

Rekayasa Menejemen dapat dilakukan melalui tindakan berikut :

1) Pendidikan dan pelatihan agar pekerja lebih memahami

lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan

penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya pencegahan

terhadap risiko sakit akibat kerja;

2) Pengaruh waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti

disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakterisktik

pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan

terhadap sumber bahaya;

3) Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan

secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit

akibat kerja

2. Pengendalian Musculoskeletal disorders (MSDs)

Pengendalian terhadap MSDs dapat dilakukan dengan melakukan

evaluasi terhadap faktor-faktor yang telah ditemukan. Selain itu juga

dapat dilakukan perubahan metode kerja, menata ulang peralatan dan

area kerja untuk mengurangi risiko MSDs, libatkan karyawan untuk

memberikan ide-ide agar sistem kerja menjadi lebih baik sehingga

produktivitas kerja dapat meningkat.


46

Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et

al,1997):

a. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya

menggunakan pengendalian teknik;

b. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijakan manajemen yang

sering disebut pengendalian administratif;

c. Menggunakan alat pelindung diri agar tidak mengalami risiko MSDs

pada saat melakukan pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus

dihindari. Hal tersebut adalah:

1) Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping;

2) Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara

sembarangan karena dapat meningkatkan risiko cedera;

3) Jangan ragu meminta tolong pada orang;

4) Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.

F. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan gabungan dari beberapa teori yang telah

dikemukakan oleh para ahli, sehingga diperoleh kesimpulan faktor-faktor

risiko penyebab terjadinya musculoskeletal disorder. Faktor risiko tersebut

adalah: Faktor pekerjaan (postur kerja, force/beban, durasi, frekuensi,dan

genggaman). Faktor pekerja (usia, jenis kelamin, lama kerja, kebiasaan

merokok, kesegaran jasmani, masa kerja, indeks masa tubuh serta

kekuatan fisik). Faktor lingkungan (getaran, suhu dan tekanan) dan faktor

psikososial. Adapun skema yang didapat adalah sebagai berikut :


47

Faktor Pekerjaan:
1. Postur
2. Force/Beban
3. Durasi
4. Frekuensi
5. Genggaman

Faktor Individu:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Lama Kerja
4. Kebiasaan Merokok Keluhan Muskuloskeletal
5. Kesegaran Jasmani Disorders (MSDs)
6. Masa Kerja
7. Indeks Masa Tubuh
(IMT)
8. Kekuatan Fisik

Faktor lingkungan :
1. Suhu Sumber : Humantech ,1995;
2. Getaran Bridger, 2003; Tarwaka, 2015
3. Tekanan
Bernard et.al 1997
Faktor Psikososial:
1. Organisasi kerja
2. Ketidakpuasan kerja
3. Karakteristik
individu

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan kaitan antara keluhan

Musculoskeletal disorder dengan faktor pekerjaan (postur, beban, durasi,

frekuensi dan genggaman), faktor pekerja (usia, jenis kelamin, lama kerja,

kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, masa kerja, indeks masa tubuh dan

kekuatan fisik), faktor lingkungan (suhu, getaran dan tekanan), dan faktor

psikososial.

Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

keluhan MSDs pada pekerja bagian MP PT Bumi Sarimas Indonesia Tahun

2017 ini, tidak semua variabel diteliti karena beberapa pertimbangan, adapun

rincian variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Faktor pekerja:

a. Faktor Jenis kelamin, tidak diteliti karena sudah dipastikan

seluruh pekerja sheller adalah laki-laki, sehingga data yang

dihasilkan akan bersifat homogen

b. Faktor lama kerja, tidak diteliti karena waktu bekerja yang

diterapkan kepada seluruh pekerja adalah sama yaitu 8jam/hari.

c. Faktor Kekuatan fisik, tidak diteliti karena secara fisiologis tiap

orang dilahirkan dengan struktur otot yang berbeda-beda. Ada

yang dilahirkan dengan struktur otot yang mempunyai kekuatan

48
49

fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. dalam

kondisi kekuatan yang berbeda ini, apabila harus melakukan

pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, jelas yang

mempunyai kekuatan fisik rendah akan lebih rentan terhadap

risiko cedera otot. Selain itu pengukuran kekuatan fisik

memerlukan serangkaian pengukuran yang cukup rumit,

memakan banyak waktu dan biasanya dilakukan oleh seseorang

yang memiliki keahlian dibidang ini.

2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan seperti suhu, getaran dan tekanan tidak diteliti

karena semua faktor tersebut bersifat homogen.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Nordic Body Map

(NBM) untuk melihat keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja dan metode

Rappid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengukur faktor risiko

pekerjaan, serta kuesioner CopSoq untuk penilaian psikososial.


50

Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

maka peneliti merumuskan kerangka konsep sebagai berikut:

Faktor pekerjaan
(Berdasarkan metode
REBA)
Usia

Kebiasaan Merokok
Keluhan Muskuloskeletal
Disorders (MSDs)
Kesegaran jasmani

Masa Kerja

IMT

Psikososial

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep


51

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang menjelaskan variabel-variabel yang menjadi unsur penting dalam penelitian.

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
1 Tingkat Hasil perhitungan total Kuesioner Wawancara/ mengisi Tingkat keluhan : Ordinal
Keluhan skor tingkat rasa sakit Nordic Body lembar NBM 1. Rendah jika skor akhir
Musculoskeletal yang dirasakan pekerja Map NBM 0-20
disorder pada 28 titik tubuh 2. Sedang jika skor akhir
berdasarkan Nordic Body NBM 21-41
Map (Tarwaka, 2015)
2 Faktor Nilai akhir dari Kamera Merekam Tingkat Risiko Ordinal
pekerjaan identifikasi postur MB ruler kegiatan 1. Rendah = risiko rendah
(berdasarkan pekerjaan dengan Lembar pekerja dan tindakan perbaikan
REBA) menggunakan metode observasi Menilai mungkin diperlukan, total
REBA REBA postur kerja skor =2-3
Mengisi form 2. Sedang = risiko sedang
REBA dan tindakan perbaikan
perlu dilakukan , total
skor 4-7
(Hignett and cAtamney,
2000)
3 Usia Jumlah tahun yang Kuesioner Wawancara 1. ≥ 35 tahun Ordinal
dihitung dari 2. <35 tahun
tanggal responden lahir (Tarwaka, 2015)
sampai saat dilakukan
penelitian ini.
52

No Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
4 Kebiasaan Kegiatan menghisap Kuesioner Wawancara 1. merokok Ordinal
merokok rokok yang dilakukan 2. Tidak merokok/ telah
berulang kali, teratur dan berhenti merokok 1 tahun
sulit dilepaskan yang lalu
(Bustan, 2007)
5 Kesegaran Kegiatan melakukan Kuesioner Wawancara 1. Kurang; jika melakukan Ordinal
Jasmani senam pagi/olahraga senam pagi/olahraga < 3
dalam seminggu. x/minggu
2. Cukup; jika melakukan
senam pagi/olahraga 3-5
x/minggu

6 Masa kerja Waktu kerja responden Kuesioner Wawancara 1. Berisiko, jika > 3 tahun Ordinal
terhitung mulai pertama 2. Tidak berisiko, jika ≤ 3
kerja dibagian MP tahun
sampai dengan waktu
dilakukannya penelitian
7 Indeks Masa Kondisi status gizi Kuesioner Pengukuran 1. Berisiko , jika IMT = Ordinal
Tubuh pekerja saat tinggi dan berat Gemuk
dilakukannya penelitian. badan 2. Tidak berisiko , jika IMT
Diukur berdasarkan rasio = kurus/ Normal
antara berat badan (kg) (Bernard, et al 1997)
dengan tinggi badan (m)
pangkat 2
8 Psikososial Hubungan antara kondisi Kuesioner Wawancara/ 1. Baik , jika skor CopSoq Ordinal
sosial seseorang dengan CopSoq mengisi > mean (75,50)
kesehatan mental/ kuesioner 2. Buruk jika skor CopSoq
emosionalnya CopSoq ≤ mean (75,50)
53

C. Hipotesis

a. Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017.

b. Ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian

MP PT BSI tahun 2017.

c. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017.

d. Ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017.

e. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja

bagian MP PT BSI tahun 2017.

f. Ada hubungan indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada pekerja

bagian MP PT BSI tahun 2017.

g. Ada hubungan antara faktor psikososial dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian MP PT BSI tahun 2017


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan rancangan

cross sectional study (study potong lintang) dimana pengumpulan data

variabel independen dan dependen dilakukan pada waktu (periode) yang

sama.

B. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2017. Penelitian

ini dilakukan pada pekerja bagian Meat Preparation PT BSI yang bertempat

di JL Duku KM 21 Padang Pariaman Sumatera Barat.

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pegawai MP yang berjumlah

743 orang. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple

random sampling. Jumlah sampel diperoleh berdasarkan hasil perhitungan

dengan menggunakan rumus jumlah sampel uji hipotesis beda dua proporsi.

Rumus jumlah sampel uji hipotesis beda dua proporsi yaitu:

(Z1-α/2√2P (1-P) + Z1-β√P1(1-P1) + P2(1-P2))2


N=
(P1-P2)2
Keterangan :

N : Besar sampel minimal yang diperlukan

P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}

54
55

P1 : Proporsi usia pekerja <35 tahun terhadap keluhan MSDs

P2 : Proporsi usia pekerja ≥ 35 tahun terhadap keluhan MSDs

Z1-α/2: Derajat kemaknaanα pada uji dua sisi (two tail) yaitu 5% = 1,96

Z1-β: Kekuatan uji 80% = 0.84

Peneliti melakukan perhitungan pada beberapa penelitian

sebelumnya, sehingga didapatkan hasi sampel minimal seperti berikut :

No Variabel Peneliti Proporsi N Sampel


1 Risiko B. endang P1= 95% 22 44
Pekerjaan P2= 66.7%
2 Risiko Nurhikmah P1=81.5% 35 70
Pekerjaan P2= 50%
3 Usia Sholeha P1 = 80.5% 32 64
P2 = 47 %
4 Usia Nurhikmah P1= 81.8% 27 54
P2= 45.8%
5 Usia B. endang P1 = 95% 28 56
P2= 67%
6 Kebiasaan Wita P1= 84% 23 46
Olah raga P2=45%
7 Kebiasaan Nurhikmah P1= 64% 17 34
Olah raga P2= 16.7%
8 IMT Wita P1= 86.7 % 13 26
P2=67.4%
9 Masa Nurhikmah P1= 81.5% 16 32
Kerja P2= 35.9%
10 Riwayat Wita P1= 94.7% 27 54
penyakit P2= 64.7%

Berdasarkan perhitungan dengan rumus jumlah sampel uji hipotesis beda

dua proporsi pada beberapa penelitian sebelumnya, maka di ambil sampel


56

terbanyak yaitu 35, kemudian sampel dikali 2 sehingga sampel yang

dibutuhkan adalah 70 sampel.

D. Instrumen penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner atau daftar pertanyaan

Kuesioner atau daftar pertanyaan mengenai faktor risiko pekerja

meliputi usia, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, masa kerja,

indeks masa tubuh, dan Kuesioner CopSoq II untuk mengukur

faktor psikososial.

2. Nordic Body Map (NBM)

Nordic Body Map digunakan untuk mengetahui tingkat

keluhan/nyeri pada tubuh pekerja

3. Lembar Form REBA

Lembar form REBA digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja

4. Camera digital

Camera digital digunakan untuk merekam postur kerja saat bekerja.

Kamera yang digunakan adalah Nicon Pro Sumer

5. Timbangan

Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan pekerja pada

saat penelitian dilakukan. Timbangan yang digunakan adalah

timbangan badan merk Camry

6. Microtoise stature meter

Microtoise stature meter digunakan untuk mengukur tinggi badan

pekerja pada saat penelitian dilakukan.


57

7. MB ruler

MB Ruler digunakan untuk melakukan pengukuran sudut yang

terbentuk pada postur kerja. Software MB ruler yang digunakan

adalah MB Ruler versi 5.3

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer diperoleh langsung dari pekerja bagian Meat

Preparation PT. BSI dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner Nordic

Body Map, lembar Form REBA, timbangan, microtoise stature meter,

camera digital dan MB ruler. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pofil

perusahaan, dokumen jumlah pekerja dan data pendukung lainnya. adapun

penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrumen

penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Variabel keluhan MSDs

Keluhan MSDS pada pekerja diperoleh dengan menanyakan

langsung melalui instrumen kuesioner dan menggunakan Nordic

Body Map untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan.

Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk memberikan

penilaian terhadap tingkat nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh.

Kuesioner ini diberikan kepada seluruh sampel yang terdapat di

bagian meat preparation .

Adapun data yang diperoleh adalah :

- Rendah, jika skor akhir NBM 0-20

- Sedang, jika skor akhir NMB 21-41


58

2. Variabel faktor pekerjaan

Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan

risiko MSDs pada bagian tubuh pekerja menggunakan instrumen

Rapid Entire Body Assessment (REBA). Adapun tahapannya adalah

sebagai berikut :

a. Persiapan pengukuran

- Memilih pekerja yang akan diobservasi

- Membagi pekerjaan ke dalam beberapa tahapan untuk

kemudian diukur risikonya

- Memilih postur pekerjaan yang berisiko tinggi

menyebabkan MSDs

- Mencatat data pekerja, detail pekerjaan, nama peneliti,

waktu dan tanggal pengukuran

b. Pelaksanaan pengukuran

- Melakukan pengamatan terhadap pekerja pada posisi yang

jelas,

- Menggunakan kamera untuk merekam / memotret postur

tubuh pekerja yang berisiko dan menggunakan MB ruler

untuk mengetahui besar sudut postur tubuh

Dalam pengukuran postur tubuh menggunakan teknik

REBA, tubuh dibagi menjadi 2 kelompok, dimana kelompok A

meliputi badan, leher dan kaki, sedangkan kelompok B meliputi

anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah, dan

pergelangan tangan). Langkah observasi penilaiannya yaitu:


59

1) Kelompok A (badan, leher dan kaki)

a) Mengobservasi dan menentukan skor postur badan

Skor postur badan dapat dinilai berdasarkan posisi

berikut :

Skor Posisi
1 Badan tegak lurus
2 Badan ekstensi/fleksi < 20°
3 Badan fleksi 20-60°
4 Badan fleksi > 60°
+1 Jika posisi badan miring/memuntir

b) Mengobservasi dan menentukan skor postur leher

Skor postur leher dapat dinilai berdasarkan posisi

berikut:

Skor Posisi
1 Leher fleksi / ekstensi <20°
2 Leher fleksi / ekstensi >20°
+1 Jika posisi leher miring/ memuntir
60

c) Mengobservasi dan menentukan skor postur kaki

Skor postur kaki dapat dinilai berdasarkan posisi berikut:

Skor Posisi
1 kaki tertopang, bobot tersebar
merata, jalan atau duduk
2 kaki tidak tertopang/postur tidak
stabil
+1 jika lutut antara 30°-60° flexion
+2 jika lutut >60° flexion tidak ketika
duduk

2) Kelompok B (lengan, lengan bawah, & pergelangan tangan)

a) Mengobservasi dan menentukan skor postur lengan

Skor postur lengan dapat dinilai berdasarkan posisi

berikut :

Skor Posisi
1 Lengan fleksi/ ekstensi antara 0-20°
2 Lengan fleksi antara 20°-45° atau
ekstensi >20
3 Lengan fleksi antara 45-90°
4 Lengan fleksi > 90°
+1 Lengan diangkat atau diputar atau
dirotasi
+1 Jika bahu ditinggikan
-1 Jika bersandar , bobot lengan ditopang
sesuai gravitasi
61

b) Mengobservasi dan menentukan skor postur lengan

bawah

Skor postur lengan bawah dapat dinilai berdasarkan

posisi berikut :

Skor Posisi
1 Fleksi/ ekstensi antara 60°-100°
2 Fleksi <20° atau ekstensi>100°

c) Mengobservasi dan menentukan skor postur pergelangan

tangan

Skor postur pergelangan tangan dapat dinilai berdasarkan

posisi berikut :

Skor Posisi
1 Fleksi/ekstensi 0°-15°
2 Fleksi/ekstensi > 15°
+1 Jika tangan memutar kekiri/kekanan

c. Perhitungan hasil pengukuran

- Hasil observasi dimasukkan kedalam form observasi REBA

(form terdapat di lampiran)

- Menilai hasil akhir pengukuran.


62

Hasil pengukuran kelompok A dan B dimasukkan kedalam

tabel skor A dan tabel Skor B dengan ketentuan tabel skor

A ditambah dengan skor beban dan skor B ditambah dengan

skor pegangan .

Skor Beban Skor Pegangan


0 Beban < 5 kg 1 Pegangan pas
1 Beban 5-10kg 2 pegangan dapat
diterima, tapi tidak
ideal
2 Beban > 10 kg 3 pegangan tidak bisa
diterima, walau
memungkinkan
+1 Ada pembebanan 4 dipaksakan, pegangan
secara tiba-tiba yang tidak aman

Setelah mendapatkan nilai skor tabel A dan tabel B, maka

tahap terakhir yaitu memasukkan skor tabel A dan tabel B

ke tabel C dengan penambahan skor aktifitas otot. Skor

akhir inilah yang menjadi patokan nilai REBA.

Adapun pengelompokan data yang diperoleh untuk variabel faktor

pekerjaan yaitu :

- Rendah jika skor REBA 2-3

- Sedang jika skor REBA 4-7

3. Variabel umur

Data umur pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir

pekerja. Adapun pengelompokan data yang diperoleh adalah :

- ≥ 35 tahun

- < 35 tahun
63

4. Variabel kebiasaan merokok

Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh dengan cara

menanyakan langsung kepada pekerja melalui instrumen berupa

kuesioner. Adapun data yang diperoleh adalah :

- Merokok

- Tidak merokok atau telah berhenti merokok sejak 1 tahun

yang lalu

5. Variabel kesegaran jasmani

Data kesegaran jasmani diperoleh dengan cara menanyakan

langsung kepada responden mengenai kebiasaan olahraga. Adapun

pengelompokan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

- Kurang , jika melakukan senam pagi/ olahraga <3x/minggu

- Cukup, jika melakukan senam pagi/olahraga 3-5x/minggu

6. Variabel masa kerja

Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan

langsung kepada responden berapa lama responden telah bekerja di

bagian meat preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Adapun

pengelompokan data yang diperoleh adalah:

- Berisiko jika > 3 tahun

- Tidak berisiko jika ≤ 3 tahun

7. Variabel Indeks masa tubuh

Data mengenai indeks masa tubuh didapatkan dengan

melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi pekerja

Adapun pengelompokan data yang diperoleh adalah :


64

- Tidak berisiko jika IMT Normal/Kurus

- Berisiko jika IMT Gemuk

8. Variabel psikososial

Data mengenai variabel psikososial didapatkan dengan mengisi

kuesioner CopSoq II yang ditanyakan langsung kepada pekerja.

Adapun data yang diperoleh adalah

- Baik jika > mean (75,50)

- Buruk jika ≤ mean (75,50)

F. Pengolahan Data

Seluruh data yang telah dikumpulkan baik data primer maupun data

sekunder akan diolah melalui tahapan berikut:

a. Menyunting data (Editing)

Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisisan

lembar kuesioner dan lembar penilaian risiko MSDs. pemerikasaan ini

dilakukan pada saat pengambilan data di lapangan.

b. Mengkode data (Coding)

Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban

kuesioner yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam

komputerisasi. Adapun coding yang diberikan adalah :

1. Variabel Keluhan Muskuloskeletal

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah :

- 1 jika keluhan MSDs rendah

- 2 jika keluhan MSDs sedang.


65

2. Variabel faktor pekerjaan

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika tingkat risiko rendah

- 2 jika tingkat risiko sedang.

3. Variabel usia

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika ≥ 35 tahun

- 2 jika usia < 35 tahun

4. Variabel kebiasaan merokok

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika merokok

- 2 jika tidak merokok atau sudah berhenti merokok sejak 1

tahun yang lalu.

5. Variabel Kesegaran jasmani

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika kesegaran jasmani kurang

- 2 jika kesegaran jasmani cukup

6. Variabel masa kerja

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika masa kerja berisiko,

- 2 jika masa kerja tidak berisiko.

7. Variabel Indeks Masa Tubuh

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika IMT tidak berisko


66

- 2 jika IMT berisiko.

8. Variabel psikososial

Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah:

- 1 jika psikososial baik

- 2 jika psikososial buruk

c. Memasukkan Data (Entry)

Data yang telah dikode dimasukkan ke dalam program komputer

untuk diolah.

d. Membersihkan data (Cleaning)

Mengecek data yang dimasukkan ke komputer apakah sesuai

dengan kuesioner agar data yang dimasukkan menghasilkan data yang

valid.

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi, persentase, dan statistik deskriptif dari setiap variabel yang

diteliti. Analisis ini akan disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, maupun

grafik. Variabel yang dianalisis ialah variabel dependen dan

independen. Variabel tersebut ialah keluhan MSDs, faktor pekerjaan,

usia, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, masa kerja, IMT, faktor

psikososial.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian.

Analisis bivariat berguna untuk melihat hubungan antara variabel


67

dependen dengan variabel independen. Untuk melihat hubungan

mengenai variabel dependen dan variabel independen digunakan uji Chi

Square. Jika P value > 0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna

secara statistik antara variabel Faktor pekerjaan, usia, kebiasaan

merokok, masa kerja, kesegaran jasmani, IMT dan faktor psikososial

dengan keluhan MSDs. Sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka terdapat

hubungan yang bermakna antara Faktor pekerjaan, usia, kebiasaan

merokok, kesegaran jasmani, masa kerja, IMT dan faktor psikososial

dengan keluhan MSDs.


BAB V

HASIL

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

PT Bumi Sarimas Indonesia (BSI) didirikan pada Februari 1999.

Perusahaan ini mengalami perubahaan nama dari “PT Bumi Sarimas

Kelapa” menjadi “PT. Bumi Sarimas Indonesia” pada bulan Juni 2004.

PT BSI merupakan perusahaan makanan dan minuman yang terlibat dalam

pembuatan produk kelapa terpadu, dengan kelapa kering, santan dan air

kelapa sebagai produk utama.

Perusahaan ini berlokasi di Jl. Duku, KM 21 Padang Pariaman. Luas

perusahaan meliputi area kantor dan area produksi seluas 80.000 M2 yang

digunakan untuk produksi kelapa kering, santan, air kelapa, minyak kelapa

mentah, minyak kelapa murni, nata de coco, tepung kelapa, dan minuman

olahan kelapa lainnya. Kapasitas produksi mencapai 500.000 kelapa dan

60 MT kopra perhari dengan 70% bahan baku berasal dari petani kelapa

dan 30% lainnya dari kelompok perusahaan.

PT BSI memiliki pekerja sebanyak 1.972 orang yang terdiri dari top

management (Direktur & General Manager), 28 orang Middle

management (manager/asisten manager, kepala divisi/asisten kepala

divisi), 106 orang lower management (supervisor/assisten supervisor,

Foreman/assisten foreman) dan 1.836 pekerja non-manajerial.

Produksi di PT BSI meliputi proses perencanaan, persiapan produksi

(Meat Preparation), produksi, dan distribusi. pada tahap perencanaan,

68
69

perusahaan mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk kegiatan

produksi, memastikan ketersediaan kelapa sebagai bahan baku,

menentukan jadwal produksi dan menyusun strategi prosedur

pendistribusian produk ke pelanggan.

Tahap persiapan dilakukan pada unit Meat Preparation (MP). MP

merupakan unit produksi tahap awal yang bertugas menyiapkan daging

kelapa sebagai bahan baku utama untuk diolah menjadi produk kelapa

kering, santan, minyak dll. Pada unit ini terdapat 743 pekerja yang dibagi

menjadi sheller (pengupas kulit dan tempurung kelapa), parer (pengupas

kulit ari kelapa) dan sisanya admin, asah pisau, loading, mekanik, operator

panel, operator mobil dll. Pembagian kerja pada unit ini terdiri dari 3 sift

kerja dengan jam kerja rata-rata 7jam/hari.

Tahapan pada unit ini dimulai dari penerimaan kelapa dari pemasok,

penyortiran dan penyimpanan kelapa di bin, pengupasan kulit kelapa,

pemisahan air kelapa, pengupasan tempurung dan kulit ari. Pada proses

pengupasan kelapa, 1 orang pekerja mampu mengupas sebanyak 2.000

butir kelapa perharinya. Atau 285 butir kelapa perjam setara dengan 4-5

butir kelapa permenit.

Pada penelitian ini, peneliti hanya fokus pada bagian pengupasan

kelapa, karena proses ini dinilai lebih memakan banyak tenaga dibanding

proses penerimaan dan penyortiran kelapa. Tahap pengupasan kelapa

terdiri dari 4 gerakan, gerakan pertama mengambil kelapa yang sudah

tersedia di bin, gerakan kedua membolongi kelapa, gerakan ketiga

mengosongkan air yang ada dalam kelapa, dan gerakan keempat


70

pengupasan tempurung kelapa. Keempat gerakan ini dilakukan berulang-

ulang, dalam 1 menit pekerja bisa mengupas 5 kelapa, artinya kurang lebih

terdapat gerakan bolak balik tangan sebanyak 20 kali. Pengulangan

gerakan merupakan salah satu faktor munculnya keluhan otot pada

pekerja.

Pekerjaan pada tahap pengupasan kelapa dilakukan dalam postur

tubuh berdiri. Postur kerja berdiri merupakan salah satu kondisi postur

tubuh janggal yang termasuk kedalam salah satu penyebab munculnya

keluhan otot pada pekerja.

Dari bagian MP, dilanjutkan pada proses produksi. Proses produksi

dipisahkan menjadi dua bagian dengan air kelapa dan daging kelapa

sebagai bahan baku utama. Pada tahap produksi ini sebagian besar

menggunakan mesin otomatis yang tidak terlalu membutuhkan banyak

pekerja. Adapun beberapa tahap yang membutuhkan tenaga manusia, tidak

memerlukan perkerja dalam jumlah yang terlalu banyak seperti halnya

pada bagian MP.


71

Diagram alur proses produksi dapat digambarkan seperti berikut:

Perencanaan

Persiapan produksi ( Meat Preparation)

- Pengumpulan air kelapa


- Pengupasan tempurung kelapa

Pengupasan kulit ari kelapa

Proses Produksi

COCONUT WATER COCONUT OIL

Filtration Balance tank Collection of


Filtration
coconut cream

Blending
Cooling Balance tank
tank Separator OSD

Filtration Pre-heating
Separator BTE Balance tank

Sterile tank Sterilization

Balance tank Filtration

Aseptic bulk
Coding Filling Coding
filling machine

Packing Warehouse Loading Shipping to custumer


Product

Sumber: Profil Perusahaan

Gambar 5.1 Alur proses produksi PT Bumi Sarimas Indonesia


72

B. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabel-

variabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel. Hasil analisis univariat adalah sebagai

berikut:

1. Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja


bagian Meat Preparation PT. Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017
Hasil penelitian terkait keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat

Preparation PT. Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017 dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keluhan MSDs pada pekerja
PT Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017
Keluhan Jumlah %
Rendah 48 68,6
Sedang 22 31,4
Total 70 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 70 pekerja,

terdapat 48 orang (68,6%) yang mengalami keluhan MSDs rendah dan

sebanyak 22 orang (31,4%) mengalami keluhan MSDs sedang.

Keluhan MSDs ini dinilai berdasarkan 28 titik pada tubuh, sesuai

kuesioner Nordic Body Map. Dari data yang dikumpulkan, distribusi

pekerja yang mengalami MSDs berdasarkan bagian tubuh dapat dilihat

pada grafik berikut:


73

Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi keluhan MSDs berdasarkan bagian tubuh pada pekerja bagian Meat
Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017
pekerja

60 55 54 56 53
52 51
50
47
50 45
40 39
37 36
40 33 34
31 32

30 24 26
20 21 21
20 16
13
8 9 8
10 6

0
Leher bawah

Punggung bawah

Betis kiri
Siku kiri

Lengan kanan bawah


Pergelangan tangan kiri

Betis kanan
Pergelangan tangan kanan
Leher atas

Bahu kiri

Siku kanan
Lengan kiri bawah
Bahu kanan

bokong

Pergelangan kaki kiri


Pergelangan kaki kanan
Lengan kiri atas

Lutut kiri

Telapak kaki kiri


Lutut kanan

Telapak kaki kanan


Punggung

Paha kiri
Paha kanan
Tangan kiri
Tangan kanan
Lengan kanan atas

Pinggang

Sumber : Data Primer

Dari grafik di atas, diketahui bahwa mayoritas pekerja mengalami

keluhan pada bagian tangan, bahu, betis, leher atas, pergelangan, lengan

atas, lutut, punggung bawah dan pinggang. Sedangkan keluhan paling

sedikit dirasakan pada bagian bokong, lengan kiri bawah, leher bawah

dan punggung.

Dari hasil penelitian, diketahui tingkat keluhan yang dirasakan

pekerja, antara tidak sakit, agak sakit, sakit dan sangat sakit, keluhan

tersebut dapat dilihat pada grafik berikut :


74

Grafik 5.2
Tingkat keluhan yang dirasakan pekerja per bagian tubuh
tidak sakit agak sakit sakit

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%

Pergelangan tangan…
0%

bokong

Paha kiri
Paha kanan
Lutut kiri
Lutut kanan
Betis kiri
Betis kanan
Leher atas

Punggung bawah

Siku kiri
Siku kanan

Telapak kaki kiri


Telapak kaki kanan
Pergelangan tangan kiri
Punggung

Lengan kiri bawah


Lengan kanan bawah

Tangan kiri
Tangan kanan
Leher bawah
Bahu kiri
Bahu kanan

Pergelangan kaki kiri


Pergelangan kaki kanan
Lengan kiri atas

Pinggang
Lengan kanan atas

Berdasarkan grafik di atas, diketahui keluhan sakit terbanyak yaitu

pada bagian bahu kanan, tangan kanan, bahu kiri, tangan kiri, leher atas,

betis kanan, punggung bawah dan betis kiri. Sedangkan keluhan agak

sakit terbanyak dirasakan pada pergelangan tangan, lutut, betis,

pergelangan kaki, leher atas, lengan atas dan pinggang.

2. Gambaran Faktor-faktor Risiko keluhan MSDs pada pekerja PT


Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation tahun 2017
Hasil yang diperoleh mengenai faktor-faktor risiko keluhan MSDs

pada pekerja PT Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation

Tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan risiko pekerjaan, usia, kebiasaan merokok,
kesegaran jasmani, masa kerja, Indeks Masa Tubuh, dan psikososial pekerja PT
Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017
NO Variabel Kategori Jumlah %
1 Risiko Sedang 66 94,3%
Pekerjaan Rendah 4 5,7%
2 Usia ≥ 35 Tahun 23 32,9%
< 35 Tahun 47 67,1%
75

NO Variabel Kategori Jumlah %


3 Kebiasaan Merokok 43 61,4%
Merokok Tidak/telah berhenti 27 38,6%
4 Kesegaran Kurang 54 77,1%
Jasmani cukup 16 22,9%
5 Masa Kerja Berisiko 42 60%
Tidak berisiko 28 40%
6 IMT Berisiko 8 11,4%
Tidak berisiko 62 88,6%
7 Psikososial Buruk 35 50%
Baik 35 50%

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi lama merokok, jumlah batang rokok/ hari dan masa kerja
pekerja PT Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017
No Variabel Mean Min Max Std. Deviasi

1 Lama Merokok 10,95 2 21 6,410

2 Batang Rokok/hari 4,5 3 6 1,203

3 Masa Kerja 3,47 2 10 1,783

a. Gambaran Faktor Pekerjaan

Hasil Penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari

pengukuran bagian tubuh badan, leher, kaki dan lengan pekerja.

Berdasarkan data yang dianalisis, didapatkan hasil sebanyak 66 orang

(94,3%) pekerja memiliki tingkat risiko Sedang, yang artinya

diperlukan adanya tindakan perbaikan.

Gambar 5.2
Postur pekerja di bagian MP
76

b. Gambaran Usia

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi usia pekerja PT Bumi

Sarimas Indonesia Bagian MP usia ≥ 35 tahun sebanyak 23 orang

(32,9%) dan usia < 35 tahun sebanyak 47 orang (67,1%). Dari hasil

analisis juga diketahui rata-rata pekerja berusia 31 tahun, dengan usia

termuda 21 tahun dan tertua 45 tahun.

c. Gambaran Kebiasaan Merokok

Distribusi kebiasaan merokok pada pekerja PT Bumi Sarimas

Indonesia bagian MP adalah sebanyak 43 orang (61,4%) merokok,

dan 27 orang (38,6%) tidak/sudah berhenti merokok. Dari pekerja

yang masih merokok, diketahui bahwa rata-rata pekerja sudah

merokok selama 10 tahun dan rata-rata menghabiskan 5 batang rokok

perhari.

d. Gambaran Kesegaran Jasmani

Dari hasil analisis mengenai kesegaran jasmani, diketahui

sebanyak 54 orang (77,1%) pekerja memiliki kesegaran jasmani

kurang, dengan kata lain hanya sekitar 16 orang (22,9%) pekerja yang

memiliki kesegaran jasmani cukup.

e. Gambaran Masa Kerja

Masa kerja yang berisiko ditentukan dengan nilai median pada

hasil perhitungan, dengan ketentuan lebih besar dari median berisiko

dan lebih kecil dari median tidak berisiko. Berdasarkan hasil

perhitungan didapatkan median 3, sehingga pekerja yang sudah

bekerja selama 3 tahun dikategorikan menjadi berisiko dan dibawah 3


77

tahun tidak berisiko. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa masa

kerja yang berisiko terdapat sebanyak 42 orang (60%) dan yang tidak

berisiko 28 orang (40%).

f. Gambaran Indeks Masa Tubuh

Dari hasil analisis Indeks Masa Tubuh pada pekerja PT. Bumi

Sarimas Indonesia bagian MP diketahui bahwa IMT yang berisiko

sebanyak 8 orang (11,4%) dan sisanya 62 orang (88,6%) tidak

berisiko.

g. Gambaran psikososial

Dari hasil analisis mengenai psikososial pekerja, diketahui 50%

pekerja memiliki psikososial baik, dan 50% buruk. Dalam penilaian

faktor psikososial menggunakan kuesioner CopSoq II terdapat 8 item

yang dinilai diantaranya tuntutan di tempat kerja , organisasi kerja dan

konten pekerjaan, hubungan interpersonal dan kepemimpinan,

kepuasan, bekerja antar inividu, nilai-nilai di level tempat kerja,

kesehatan dan kesejahteraan dan perilaku ofensif.

Tabel 5.4
Distribusi penilaian psikososial berdasakan masing-masing Item pada pekerja
PT Bumi Sarimas Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017
Kategori
NO Item Jumlah %
Psikososial
1 Tuntutan Buruk 46 65,7%
ditempat kerja Baik 24 34,3%
2 Organisasi Buruk 39 55,7%
Kerja Baik 31 44,3%
3 Hubungan Buruk 35 50%
Interpersonal Baik 35 50%
4 Kepuasan Buruk 2 2,9%
Baik 68 97,1%
5 Antarmuka Buruk 1 1,4%
individu Baik 69 98,6%
6 Nilai-nilai di Buruk 20 28,6%
level tempat Baik 50 71,4%
78

Kategori
NO Item Jumlah %
Psikososial
kerja
7 Kesehatan Buruk 47 67,1%
Baik 23 32,9%
8 Perilaku Buruk 0 0%
Ofensif Baik 70 100%

Sebanyak 65,7% pekerja memiliki psikososial buruk berdasarkan

tuntutan pekerjaan, 55,7% memiliki psikososial buruk berdasarkan

organisasi kerja dan konten pekerjaan, sebanyak 97,1% pekerja

memiliki psikososial baik berdasarkan kepuasan terhadap pekerjaan,

71,4% pekerja memiliki psikososial baik berdasarkan nilia-nilai level

tempat kerja, 67,1% pekerja memiliki psikososial buruk berdasarkan

kesehatan secara umum, sedangkan dari segi perilaku ofensif, 100%

memiliki psikososial baik.

C. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji chi-

square. Melalui uji tersebut akan diperoleh nilai p (p value) dimana dalam

penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian

antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai p value <0,05 dan

dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p > 0,05


79

1. Hubungan antara faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok,


kesegaran jasmani, indeks massa tubuh, faktor psikososial dengan
keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi
Sarimas Indonesia Tahun 2017

Hubungan antara faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok,

kesegaran jasmani, indeks massa tubuh, faktor psikososial dengan

keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas

Indonesia Tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5
Analisis hubungan pekerjaan, usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani,
indeks masa tubuh, dan faktor psikososial pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi
Sarimas Indonesia Tahun 2017

Keluhan MSDs
Jumlah P value OR CI 95 %
NO Variabel Kategori Keluhan Keluhan
sedang rendah
n % n % n %
1 Risiko Sedang 22 33,3 44 66,7 66 100
0,163 - 1,265-1,779
Pekerjaan Rendah 0 0 4 100 4 100
2 Usia ≥ 35 15 65,2 8 34,8 23 100
0,000 10,714 3,308-34,701
< 35 7 14,9 40 85,1 47 100
3 Kebiasaan Merokok 15 34,9 28 65,1 43 100
merokok Tidak/berhenti 7 25,9 20 74,1 27 100 0,432 1,537 0,528-4,440
merokok
4 Kesegaran Kurang 15 27,8 39 72,2 54 100
jasmani Cukup 7 43,8 9 56,3 16 100 0,227 0,495 0,156-1,567
5 Masa Kerja Berisiko 22 52,4 20 47,6 42 100
0,000 - 0,347-0,654
Tidak Berisiko 0 0 28 100 28 100
6 IMT Berisiko 4 50 4 50 8 100
0,229 2,444 0,551-10,851
Tidak berisiko 18 29 44 71 62 100
7 Psikososial Buruk 10 28,6 25 71,4 35 100
Baik 12 34,3 23 65,7 35 100 0,607 0,767 0,279-2,110

a. Hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 66 orang pekerja

yang memiliki risiko sedang, sebanyak 22 pekerja (33,3%) memiliki

keluhan MSDs sedang dan 44 pekerja (66,7%) memiliki keluhan MSDs

rendah. Dari hasil uji statistik menggunakan chi square diperoleh p value
80

sebesar 0,163 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara faktor pekerjaan dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia

Tahun 2017.

b. Hubungan antara usia dengan keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 23 orang yang

berusia ≥35 tahun, sebanyak 15 pekerja (65,2%) memiliki keluhan MSDs

sedang dan 8 orang (34,8%) memiliki keluhan MSDs rendah. Sedangkan

dari 47 pekerja yang berusia < 35 tahun, hanya 7 orang pekerja (14,9%)

yang memiliki keluhan MSDs sedang, dan 40 orang (85,1%) memiliki

keluhan MSDs rendah. Dari hasil uji statistik menggunakan chi square

diperoleh p value sebesar 0,000 (p value ≤ 0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan

keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas

Indonesia tahun 2017. Selain itu juga didapatkan nilai OR sebesar 10,714

yang menunjukkan bahwa pekerja dengan usia ≥ 35 tahun memiliki risiko

10x lipat untuk mengalami keluhan MSDs dibanding pekerja dengan usia

< 35 tahun.

c. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 43 pekerja yang merokok,

terdapat 15 orang (34,9%) memiliki keluhan MSDs sedang dan 28 pekerja

(65,1%) mempunyai keluhan MSDs rendah. Sedangkan dari 27 orang

yang tidak/sudah berhenti merokok, terdapat 7 orang (25,9%) memiliki

keluhan MSDs sedang dan 20 orang (71,4%) memiliki keluhan rendah.


81

Dari hasil uji statistik menggunakan chi square diperoleh p value sebesar

0,432 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia

tahun 2017. Meskipun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada pekerja, jika dilihat dari

nilai OR 1,537 menunjukkan bahwa pekerja dengan kebiasaan merokok

memiliki risiko 1.5x lebih banyak untuk mengalami keluhan MSDs

dibanding pekerja yang tidak merokok.

d. Hubungan antara kesegaran jasmanai dengan keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 54 orang yang memiliki

kesegaran jasmani kurang, sebanyak 15 orang (27,8%) memiliki keluhan

MSDs sedang dan 39 orang (72,2%) memiliki keluhan MSDs rendah,

sedangkan dari 16 pekerja yang memiliki kesegaran jasmani cukup,

sebanyak 7 orang (43,8%) memiliki keluhan MSDs sedang dan 9 orang

(56,3%) mengeluh MSDs rendah. Dari hasil uji statistik menggunakan chi

square diperoleh nilai p value sebesar 0,227 OR 0,495. Dari nilai tersebut

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat

Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017.

e. Hubungan Masa Kerja dengan keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui dari 42 pekerja yang memiliki masa

kerja berisiko, sebanyak 22 orang (52,4%) mengalami keluhan MSDs

sedang dan 20 orang (47,6%) mengalami keluhan MSDs rendah.


82

Sedangkan dari 28 orang yang memiliki masa kerja tidak berisiko,

sebanyak 28 orang (100%) mengalami keluhan MSDs rendah. Dari hasil

uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 (p < 0,05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja

dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi

Sarimas Indonesia tahun 2017.

f. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui dari 8 orang yang memiliki IMT

berisiko, sebanyak 50% mengalami keluhan MSDs rendah dan 50%

mengalami keluhan MSDs sedang. Sedangkan dari 62 orang dengan IMT

tidak berisiko, sebanyak 18 orang (29%) mengalami keluhan MSDs

sedang dan 44 orang (71%) mengalami keluhan MSDs rendah. Dari hasil

uji statistik didapatkan nilai p value 0,229 (p > 0,05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara indeks

masa tubuh dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation

PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017. Selain itu, dari hasil analisis

didapatkan nilai OR sebesar 2,444 hal ini menunjukkan bahwa pekerja

dengan indeks masa tubuh berisiko memiliki risiko 2.4x lebih banyak

untuk mengalami keluhan MSDs dibanding pekerja dengan indeks masa

tubuh tidak berisiko.

g. Hubungan psikososial dengan Keluhan MSDs

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 35 pekerja yang memiliki

psikososial baik, sebanyak 12 orang (34,3%) memiliki keluhan MSDs

sedang dan 23 orang (65,7%) memiliki keluhan MSDs rendah. Sedangkan


83

dari 35 orang yang memiliki psikososial buruk, sebanyak 10 orang

(28,6%) memiliki keluhan MSDs sedang dan 25 orang (71,4%) memiliki

keluhan MSDs rendah. Dari hasil uji statistik menggunakan chi square

diperoleh nilai p value sebesar 0,607 OR 0,767. Dari nilai tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor

psikososial dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation

PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

Musculoskeletal disorders pada pekerja PT Bumi Sarimas Indonesia

bagian MP tahun 2017 memiliki beberapa keterbatasan diantaranya

sebagai berikut:

1. Observasi dan pengambilan gambar pada faktor pekerjaan tidak dari

segala arah tetapi hanya pada arah yang memungkinkan saja karena

situasi dan prosedur ditempat kerja.

2. Kemungkinan adanya recall bias pada variabel kebiasaan merokok

karena responden keliru mengingat kapan mulai merokok atau berhenti

merokok, sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden.

3. Pada faktor kesegaran jasmani, peneliti hanya menanyakan frekuensi

olahraga pekerja, tidak menanyakan jenis olahraga apa yang dilakukan

oleh pekerja, sehingga memungkinkan adanya perbedaan persepsi antara

responden dengan peneliti yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.

84
85

B. Keluhan Muskuloskeletal Disorder pada pekerja

MSDs adalah cedera atau gangguan otot, saraf, tendon, sendi,

kartilago, sistem saraf, dan struktur penunjang seperti discus invertebral

yang diperburuk oleh kegiatan fisik yang terlalu lama seperti gerakan

pengulangan, beban, getaran, atau postur janggal (NIOSH, 1997). MSDs

merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh

ergonomis. Beberapa pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk

dalam waktu lama juga dapat mengakibatkan terjadinya MSDs.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa 68,6%

pekerja mengalami keluhan MSDs rendah dan 31,4% mengalami keluhan

MSDs sedang. Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa mayoritas pekerja

mengalami keluhan di bagian bahu kanan dan tangan kanan 54 orang

(77,1%), tangan kiri 53 orang (75,4%), pergelangan tangan kanan 51 orang

(72,8%), pergelangan tangan kiri 48 orang (68,5%) leher atas 45 orang

(64,2%), bahu kiri 43 orang (61,4%), lengan kanan atas 39 orang (55,7%)

dan punggung bawah 34 orang (48,5%).

Berdasarkan study European Survey on Working Condition (ESWC),

MSDs yang dirasakan oleh pekerja kebanyakan dirasakan pada tubuh

bagian leher, pinggang, serta otot-otot rangka bagian atas. Keluhan pada

pinggang serta anggota tubuh bagian atas disebabkan karena adanya

pekerjaan posisi janggal yang dilakukan berulang-ulang, mengangkat

beban yang berat serta postur tubuh yang tidak dapat menyesuaikan

dengan posisi objek yang dikerjakan, sehingga tidak terlalu


86

memperhatikan posisi keja ergonomis (European Agency for Safety and

Health at Work, 2010)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nag, Anjali dkk (2012)

mengenai faktor risiko MSDs pada pekerja pengolahan ikan di India

diketahui bahwa 54% pekerja merasakan keluhan pada bagian punggung

atas, 33% merasakan keluhan pada punggung bagian bawah dan 35%

merasakan keluhan pada lutut. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Kumar, dkk (2015) mengenai nyeri yang berhubungan dengan

pekerjaan pada pekerja pengupas nanas di India, diketahui bahwa 45,4%

pekerja merasakan nyeri di punggung bawah, 41% pekerja merasakan

nyeri di bahu dan 37,1% merasakan nyeri di lengan atas.

Sementara itu di Indonesia, pada penelitian yang dilakukan oleh

Iridiastadi (2007) dalam “Prevalence Of Musculoskeletal Symptoms

Among Indonesian Workers”, menyatakan bahwa prevalensi 1 tahun

MSDs pekerja pabrik (tekstil) tertinggi dirasakan pada bagian punggung

bawah yaitu 47%. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Gayo

(2010) mengenai keluhan MSDs pada penyortir kopi dengan sikap kerja

berdiri, diketahui bahwa terdapat keluhan pada bagian leher atas sebanyak

80,5%, pinggang 88,5%, tangan sebanyak 85,1%, lutut sebanyak 89,7%

dan betis sebanyak 97,7%.

Hasil pengamatan di tempat penelitian, menunjukkan bahwa keluhan

yang dirasakan kemungkinan disebabkan karena faktor pekerjaan berupa

postur janggal seperti posisi kerja berdiri, badan memuntir, dan tangan

terangkat, adanya pengulangan gerakan, dan lama kerja. Dalam waktu 1


87

menit, pekerja mampu mengupas 5 buah kelapa. Rata-rata pekerja bekerja

selama 7 jam perhari, dengan melakukan kegiatan yang berulang. Semakin

banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja, akan

mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Pekerjaan yang dilakukan

secara repetitif dalam jangka waktu lama akan meningkatkan risiko MSDs

apalagi bila ditambah dengan gaya atau beban dan postur janggal (OHSC,

2007). Pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi yang

lama dapat meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan menyebabkan

MSDs bila waktu istirahat/pemulihan tidak mencukupi. (Humantech,

1995). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode REBA

diketahui sebanyak 94,3% pekerja mengalami risiko sedang.

Selain faktor pekerjaan, terdapat faktor lain yang bisa mempengaruhi

munculnya keluhan MSDs seperti faktor risiko individu yang meliputi

usia, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, indeks masa tubuh, masa

kerja dan faktor psikososial. Usia menjadi salah satu risiko munculnya

keluhan MSDs karena semakin bertambahnya usia tingkat kekuatan dan

ketahanan otot akan semakin berkurang.

Dari hasil penelitian diketahui terdapat 2 variabel yang memiliki

hubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja PT Bumi Sarimas

Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017, yaitu usia dan lama kerja.

Sedangkan variabel lainnya seperti faktor pekerjaan, kebiasaan merokok,

kesegaran jasmani, Indeks Masa Tubuh dan psikososial tidak memiliki

hubungan dengan keluhan MSDs. Meskipun faktor pekerjaan tidak

berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja , faktor pekerjaan tetap


88

harus menjadi perhatian mengingat 94,3% pekerja memiliki tingkat

keluhan sedang.

C. Hubungan antara Faktor Pekerjaan, Usia, Kebiasaan Merokok,


Kesegaran Jasmani, Indeks Massa Tubuh dan Faktor Psikososial
dengan Keluhan MSDs

1. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan keluhan MSDs

Faktor pekerjaan adalah salah satu faktor yang dapat

memepengaruhi munculnya keluhan MSDs pada pekerja, karena

selama melakukan pekerjaan, faktor ini akan terus menerus memajan

pekerja. Faktor pekerjaan ini dapat dinilai berdasarkan postur tubuh

pekerja saat bekerja, beban pekerjaan yang berkaitan dengan besarnya

penggunaan tenaga, durasi dan frekuensi suatu pekerjaan, serta

genggaman (kenyamanan tangan dalam memegang alat kerja, atau

material kerja ketika melakukan pekerjaan).

Dalam penelitian ini, penilaian faktor pekerjaan dilakukan dengan

menggunakan metode REBA. Metode ini diperkenalkan oleh Sue

Hignett dan Lynn McAtamney. Dalam metode ini dilakukan analisis

secara bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas

(Lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher dan

kaki. Pengukuran tingkat risiko pekerjaan ditentukan berdasarkan

hasil skor hitung REBA. Tingkat risiko dibedakan menjadi sangat

rendah (skor 1, risiko bisa diabaikan), rendah (skor 2-3, risiko rendah

dan tindakan perbaikan munkin diperlukan), sedang (skor 4-7, risiko

sedang dan tindakan perbaikan diperlukan ), tinggi (skor 8-10, risiko


89

tinggi dan tindakan perbaikan diperlukan segera) dan sangat tinggi

(skor 11-15, risiko sangat tinggi, tindakan perbaikan diperlukan saat

itu juga).

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan metode REBA, tingkat

risiko yang didapatkan menunjukkan adanya tingkat risiko rendah dan

tingkat risiko sedang, dengan hasil perhitungan sebanyak 4 orang

(57%) memiliki tingkat risiko rendah dan 66 orang (94,3%) pekerja

memiliki tingkat risiko sedang. Dari 66 orang pekerja yang memiliki

risiko sedang, terdapat 44 pekerja (66,7%) yang mengeluh MSDs

rendah dan 22 pekerja (33,3%) memiliki keluhan MSDs Sedang.

Menurut hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square diperoleh

p value sebesar 0,163 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara risiko pekerjaan

dengan keluhan MSDs pada pekerja PT Bumi Sarimas Indonesia

bagian Meat Preparation Tahun 2017.

Meskipun tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor

pekerjaan dengan keluhan MSDs pada pekerja PT Bumi Sarimas

Indonesia bagian Meat Preparation Tahun 2017, faktor ini tetap harus

diperhatikan mengingat hasil perhitungan Skor REBA menunjukkan

94,3% pekerja memiliki tingkat risiko sedang. Faktor pekerjaan, jika

dibiarkan dalam waktu yang lama terus memajan pekerja, maka dapat

memperparah keluhan MSDs, karena keluhan MSDs bersifat

akumulatif yang berarti semakin lama pajanan, semakin besar

kemungkinan munculnya keluhan yang dirasakan.


90

Penilaian tingkat risiko pekerjaan berdasarkan metode REBA ini,

mengelompokkan tubuh menjadi dua bagian. Penilaian dilakukan pada

tubuh kelompok A (leher, badan dan kaki) yang ditambahkan dengan

skor beban, dan kelompok B (tangan, lengan dan pergelangan tangan)

ditambahkan dengan skor pegangan. Hasil perhitungan inilah yang

kemudian menjadi patokan dalam penilaian tingkat risiko pekerjaan.

Nilai pada masing-masing postur tubuh ini dapat menjadi salah satu

penyebab tidak adanya hubungan antara faktor pekerjaan dengan

keluhan MSDs.

Berdasarkan hasil pengolahan data, sebanyak 34,4% pekerja

memiliki posisi badan berisiko (skor 3 / badan berada pada posisi

fleksi/ekstensi > 20° dan memuntir). Selain itu hampir keseluruhan

pekerja (94,3%) memiliki posisi leher berisiko (skor 1 atau 2 + leher

memuntir). Posisi berisiko ini disebabkan karena tuntutan pekerjaan

yang harus dilakukan secara berulang ulang. Posisi mesin dan tempat

penyimpanan kelapa yang berada bersampingan, mengakibatkan

pekerja harus bolak balik memutar badan/ leher setiap kali mengambil

atau meletakkan kelapa.

Pada penilaian postur kaki, diketahui bahwa posisi kaki seluruh

pekerja berada pada keadaan yang aman. Tidak ada posisi kaki

pekerja yang berisiko. Selain itu, pada faktor beban tidak ada

penambahan skor / skor = 0 karena berat kelapa < 5kg, sehingga tidak

ada penambahan pada skor beban. Hal ini menyebabkan tidak adanya

perubahan signifikan pada hasil akhir skor REBA.


91

Pada postur tangan, meskipun skor posisi tangan dinilai tidak

berisiko, postur tangan tetap menjadi perhatian penting, karena

keseluruhan proses kerja melibatkan tangan sebagai alat gerak paling

utama. Selama jam kerja kurang lebih 7 jam, tangan adalah anggota

tubuh yang paling aktif melakukan kegiatan, terjadinya pengulangan

gerakan tangan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan tingkat

keluhan semakin bertambah dari hari kehari.

Hasil perhitungan REBA (94,3% pekerja memiliki tingkat risiko

sedang) kemungkinan juga menjadi salah satu faktor tidak adanya

hubungan MSDs dengan faktor pekerjaan karena data yang didapatkan

secara keseluruhan hampir sama, tidak terdapat variasi hasil antara

pekerja dengan skor REBA rendah, sedang ataupun tinggi.

Menurut teorinya, tingkat risiko REBA sedang adalah tingkat risiko

yang memerlukan tindakan perbaikan. Salah satu perbaikan faktor

pekerjaan yang dapat dilakukan adalah dengan penyesuaian tinggi

mesin dengan pekerja. Pekerja yang lebih tinggi biasanya akan

cendrung membungkuk ke arah mesin untuk menyesuaikan posisi

kerja. Posisi membungkuk akan mempengaruhi skor pada saat

penilaian faktor risiko, semakin membungkuk posisi pekerja, semakin

tinggi tingkat risiko pekerjaannya. Penyesuaian tinggi mesin dengan

pekerja dapat dilakukan mengingat hampir keseluruhan pekerja

memiliki posisi leher berisiko, dan 34,4% pekerja memiliki posisi

badan berisiko. Ketinggian mesin dapat dinaikkan sesuai kebutuhan

tinggi pekerja dengan cara pemberian bantalan dibawah kaki mesin.


92

Dengan adanya penambahan bantalan pada kaki mesin, posisi

badan dan leher pekerja tidak akan terlalu membungkuk, sehingga

skor kelompok A yang tadinya 4 bisa berkurang menjadi 3 dan dengan

asumsi skor kelompok B adalah 1 didapatkan hasil akhir reba 3 yang

berarti risiko sedang berubah menjadi rendah. sedangkan untuk skor

kelompok A yang tadinya 4, dengan skor kelompok B adalah 2 atau 3,

skor akhir reba akan tetap berada pada tingkat risiko sedang.

Posisi mesin dan penyimpanan kelapa yang bersampingan tidak

dapat dimodifikasi sehingga, posisi kerja memutar badan/leher setiap

melakukan pekerjaan tidak bisa dihindarkan. Untuk mengantisipasi

bertambahnya tingkat keluhan MSDs karena posisi kerja ini, maka

disarankan pada pekerja untuk melakukan Workplace Stretching

exercise (WSE) yang didesain dengan prinsip gerakan peregangan

otot, yaitu suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat/relaksasi.

Dalam hasil penelitiannya, Wahyono (2014) menyatakan bahwa

terdapat pengaruh pemberian Workplace Stretching exercise terhadap

keluhan musculoskeletal.

2. Hubungan Faktor Usia dengan Keluhan MSDs

Keluhan muskuloskeletal biasanya dialami pada usia kerja yaitu

25-65 tahun, namun keluhan pertama dirasakan pada usia 35 tahun.

Seiring bertambahnya usia, tingkat keluhan akan terus meningkat. Hal

ini terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan ketahanan

otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot

meningkat. (Chaffin, 1979; Guo et al.;1995 dalam Tarwaka. 2015).


93

Menurut Bridger (2003) sejalan dengan meningkatnya usia maka akan

terjadi degenerasi pada tulang. Keadaan ini mulai terjadi saat

seseorang berusia 30 tahun. Pada usia ini terjadi degenerasi berupa

kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan

pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas

tulang dan otot berkurang.

Dalam penelitian ini diketahui bahwa rata-rata usia pekerja adalah

31,6 tahun, dengan usia paling muda 21 tahun dan usia paling tua 45

tahun. Dari hasil penelitian diketahui sebanyak 23 orang (32,9%)

pekerja berusia diatas 35 tahun. Hasil analisis bivariat didapatkan

angka p value sebesar 0,000 (p value < 0,05) hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas

Indonesia Tahun 2017.

Selain itu, pada hasil analisis menggunakan metode chi square juga

didapatkan nilai OR sebesar 10,714 yang berarti bahwa pekerja

dengan usia diatas 35 tahun memiliki kemungkinan untuk mengalami

keluhan MSDs 10kali lipat dibanding pekerja dengan usia dibawah

35tahun.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Nurhikmah (2011),

dalam hasil penelitiannya beliau menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs pada

pekerja furnitur di Kecamatan Benda Kota Tangerang (p value 0,002 -

OR 5,3)
94

Sebagian besar pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas

Indonesia Tahun 2017 adalah pekerja dengan usia muda, dengan hasil

perhitungan sebanyak 67,1% adalah pekerja dengan usia dibawah 35

tahun. Dari yang memiliki usia dibawah 35 tahun ini, pekerja yang

mengeluh MSDs rendah lebih banyak dibanding yang mengeluh

MSDs sedang, sedangkan pekerja dengan usia lebih dari 35 tahun

lebih banyak memiliki keluhan sedang dibanding keluhan rendah. Hal

ini menunjukkan hasil yang sama sesuai teori, bahwa keluhan MSDs

lebih dirasakan oleh orang dengan usia diatas 35 tahun. Meskipun

demikian, tidak menutup kemungkinan untuk pekerja usia dibawah 35

tahun memiliki keluhan MSDs karena keluhan MSDs bisa dipengaruhi

oleh banyak faktor.

Semakin tinggi tingkat usia seseorang, maka semakin meningkat

pula keluhan yang dirasakannya, hal ini terjadi karena tubuh

menerima pajanan yang terus menerus selama beberapa tahun bekerja.

Untuk menanggulangi bertambah beratnya tingkat keluhan yang

dirasakan pada pekerja yang memasuki usia berisiko, maka perlu

dilakukan rotasi pekerjaan. Pekerja dapat dipindahkan kebagian yang

memiliki tingkat risiko pekerjaan lebih rendah.

3. Hubungan Faktor Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs

Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru,

sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen juga menurun.

Pekerja akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah

rendah, pembakaran karbohidrat akan terhambat dan terjadi


95

penumpukan asam laktat yang akhirnya menimbulkan rasa nyeri di

otot (Tarwaka, 2015).

Menurut hasil analisis data diketahui sebanyak 61,4% pekerja

memiliki kebiasaan merokok. Rata-rata pekerja mengkonsumsi 5

batang rokok perhari dan sebagian pekerja telah merokok selama 10

tahun. Dari pekerja yang memiliki kebiasaan merokok diketahui

bahwa hanya 34,9% memiliki keluhan sedang dan 65,1% sisanya

memiliki keluhan MSDs rendah. Sedangkan pada pekerja yang tidak

merokok/sudah berhenti merokok terdapat 25,9% pekerja yang

memiliki keluhan sedang. Hasil analisis bivariat menggunakan uji chi

square diperoleh p value sebesar 0,432 ( p value ≥ 0,05), hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan MSDs pada pekerja

bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017.

Selain itu, pada analisis data kebiasaaan merokok didapatkan nilai

OR sebesar 1,537 yang artinya, pekerja dengan kebiasaan merokok

1,5x lebih memiliki risiko mengalami keluhan MSDs dibanding

pekerja yang tidak merokok.

Tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan

MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas

Indonesia tahun 2017 mungkin saja terjadi karena diantara pekerja

yang tidak merokok, juga terdapat pekerja yang merasakan keluhan

MSDs. Sementara itu, pekerja yang memiliki kebiasaan merokok lebih

banyak mengalami keluhan rendah dibanding keluhan sedang dapat


96

terjadi karena 58,1% pekerja yang merokok adalah pekerja dengan

usia muda / dibawah 35 tahun. Sehingga dampak dari kebiasaan

merokok belum terlalu terlihat.

Dengan demikian, meskipun tidak ditemukan hubungan yang

signifikan antara kebiasan merokok dengan keluhan MSDs pada

pekerja bagian Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun

2017, faktor kebiasaan merokok tetap menjadi salah satu faktor yang

perlu diwaspadai, mengingat semakin lama dan semakin tinggi

frekuensi merokok, juga akan semakin meningkatkan keluhan yang

dirasakan.

Sebanyak 23 orang (53,5%) pekerja yang merokok, mengaku telah

merokok selama lebih dari 10 tahun. Seseorang yang merokok

sebanyak 10 batang perhari memiliki peningkatan risiko terkena

MSDs mencapai 20% (Croasmun, 2003). Berdasarkan teori tersebut,

kebiasaaan merokok perlu menjadi perhatian bagi pihak perusaan dan

pekerja mengingat didalam rokok terdapat kandungan berbagai

macam zat yang dapat merusak tubuh.

Dalam studi yang dilakukan oleh Bernard, et al (1997) dikatakan

bahwa kandungan Nikotin dalam rokok dapat menyebabkan terjadinya

penurunan aliran darah. Selain itu merokok dapat mengurangi

kandungan mineral dalam tulang dan mengakibatkan fraktur mikro.

Hal lain juga disebutkan bahwa sakit punggung disebabkan oleh batuk

akibat merokok. Batuk meningkatkan tekanan abdomen dan tekanan

intradiscal sehingga menyebabkan ketegangan pada tulang belakang.


97

Hal inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab munculnya

keluhan pada pekerja yang memiliki kebiasaan merokok.

Pada variabel kebiasaan merokok ini, terdapat keterbatasan

penelitian berupa adanya kemungkinan recall bias yang disebabkan

karena responden keliru mengingat kapan mulai merokok atau

berhenti merokok, sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden

mengenai sudah berapa lama waktu responden merokok.

4. Hubungan Faktor Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs

Tingkat kesegaran jasmani yang rendah akan meningkatkan risiko

terjadinya keluhan otot. Pada umumnya, keluhan otot jarang dialami

oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup

waktu untuk istirahat dan berolahraga. Sebaliknya, pekerja dengan

keseharian kerja memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat

akan lebih sering mengalami keluhan otot. (Mitchell, 2008)

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa 72,2% pekerja yang

memiliki kesegaran jasmani kurang mengalami keluhan MSDs

rendah, sedangkan pekerja dengan kesegaran jasmani cukup, diketahui

sebanyak 43,8% mengalami keluhan MSDs sedang. Berdasarkan hasil

analisis bivariat didapatkan hasil p value sebesar 0,227 (≥ 0,05) hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs yang dialami pekerja bagian

Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017.

Kesegaran jasmani erat kaitannya dengan kebiasaan merokok.

Seseorang perokok memiliki tingkat kesegaran jasmani lebih rendah


98

dari seorang yang bukan perokok, hal ini terjadi karena suplai oksigen

akan berkurang karena hemoglobin akan lebih berikatan dengan

karbon monoksida daripada dengan oksigen sehingga saat melakukan

olahraga seorang perokok akan cepat dengan terengah-engah untuk

memenuhi kebutuhan dan kebugaran optimal. Hal ini sesuai dengan

kondisi di lapangan dimana 50% pekerja yang merokok memiliki

kesegaran jasmani kurang.

Pada hasil perhitungan didapatkan nilai OR sebesar 0,495 yang

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang protektif antara

kesegaran jasmani kurang dengan munculnya keluhan MSDs. Dimana

pekerja dengan kesegaran jasmani kurang lebih banyak mengalami

keluhan rendah dibanding keluhan sedang. Hal ini terjadi karena

pekerja dengan kesegaran jasmani kurang sebagian besar (83%)

adalah pekerja dengan usia muda ( < 35 tahun), sehingga meskipun

kesegaran jasmaninya kurang, kondisi tubuhnya masih lebih kuat

dibandingkan dengan kondisi tubuh pekerja usia tua ( >35 tahun).

Selain itu, sebagaimana dalam hasil sebelumnya juga diketahui bahwa

pekerja pada PT Bumi Sarimas Indonesia sebagian besar adalah

pekerja dengan usia <35tahun dan memiliki keluhan MSDs rendah.

Pada hasil mengenai kesegaran jasmani cukup, pekerja dengan

kesegaran jasmani cukup lebih banyak mengalami keluhan rendah

dibanding keluhan sedang sudah sejalan dengan teori yang

menyatakan kesegaran jasmani seseorang dapat mempengaruhi

munculnya keluhan MSDs.


99

Pada variabel kesegaran jasmani ini terdapat keterbatasan

penelitian dimana peneliti hanya menanyakan frekuensi olahraga yang

dilakukan pekerja, peneliti tidak menanyakan jenis olah raga apa yang

dilakukan oleh pekerja, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian

yang disebabkan karena adanya perbedaaan persepsi antara responden

dengan peneliti. Salah satu bentuk olahraga untuk kesehatan atau

pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam bentuk olahraga aerobik

yang sedang, bentuk olahraga tersebut bisa berupa jalan cepat, lari

ditaman, berenang, mengayuh sepeda dan lain-lain. Menurut spesialis

orthopedi ar. Adib Khumaidi SpOT latihan aerobik selama 30 menit

dapat menguatkan tubuh.

5. Hubungan Faktor Masa Kerja dengan Keluhan MSDs

MSDs adalah salah satu penyakit kronis yang membutuhkan waktu

lama untuk berkembang. Masa kerja merupakan faktor risiko yang

sangat mempengaruhi meningkatnya risiko musculoskeletal disorders,

terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan tinggi.

Menurut Ohlsson et al (1989) semakin lama masa kerja seseorang

menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang

secara fisik maupun secara psikis. Hal ini karena tingkat endurance

otot yang sering digunakan untuk bekerja akan menurun seiring

lamanya seorang bekerja.

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali

pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja


100

memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan

risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs), terutama untuk pekerjaan

yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.

Pada penelitian ini, masa kerja dikategorikan berdasarkan nilai

median, karena data tidak terdistribusi secara normal. Adapun

pengkategorian masa kerja yaitu berisiko jika lebih dari 3 tahun dan

tidak berisiko jika kurang dari 3 tahun.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pekerja memiliki masa kerja

minimal 2 tahun dan maksimal 10 tahun dengan rata-rata masa kerja

3,5 tahun. Data dalam tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebanyak 42

orang (60%) pekerja memiliki masa kerja berisiko. Pada pekerja yang

memiliki masa kerja berisiko diketahui bahwa sebagian besar

memiliki keluhan MSDs sedang. Sedangkan pada pekerja dengan

masa kerja tidak berisiko sebagian besar mengalami keluhan MSDs

rendah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama seorang

bekerja, semakin tinggi kemungkinan untuk mengalami keluhan

MSDs, karena keluhan akan meningkat seiring bartambahnya waktu.

Pada penelitian yang dilakukan Suriyatmini (2011) didapatkan

hasil pekereja dengan masa kerja 5-10 tahun merasakan keluhan

MSDs 87%, dan pekerja dengan masa kerja >10 merasakan keluhan

MSDs 95%. Hal ini sesuai dengan Ohlssson et al (1989) menyatakan

bahwa keluhan MSDs akan semakin bertambah ketika masa kerja

seseorang bertambah juga kejenuhan baik secara fisik maupun secara

psikis.
101

Dari hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0,000 (<0,05)

yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara massa kerja

dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat Preparation PT

Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017. Berdasarkan hal ini dapat

disimpulkan bahwa keluhan MSDs yang dirasakan akan semakin

meningkat seiring lamanya masa kerja seseorang, karena semakin lama

seseorang bekerja pajanan risiko yang didapatkan akan semakin banyak.

Untuk meminimalisir keluhan MSDs yang disebabkan oleh lamanya

masa kerja seseorang, maka dapat dilakukan upaya pencegahan berupa

rotasi pekerja dengan masa kerja yang telah lebih 3 tahun ke bagian yang

tidak terlalu memiliki risiko terkena MSDs seperti pada bagian

penyortiran kelapa yang tidak memerlukan banyak tenaga.

6. Hubungan Faktor Indeks Masa Tubuh dengan keluhan MSDs

Semakin gemuk seorang maka semakin besar risiko untuk

mengalami MSDs. Hal ini disebabkan karena seseorang dengan

kelebihan berat badan akan berusaha untuk menopang berat badan

dengan cara mengontraksikan otot punggung, jika ini dilakukan terus

menerus dapat menyebabkan adanya penekanan pada bantalan saraf

tulang belakang (Tan HC dan Horn SE. 1998).

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan IMT kedalam 2

kategori, yaitu berisiko dan tidak berisiko. Kategori berisiko adalah

pekerja dengan IMT gemuk, sedangkan kategori tidak berisiko yaitu

pekerja dengan IMT normal atau IMT kurus. Penilaian ini berdasarkan

pada Vessey dkk. (1990) dalam Bernard, et al (1997) menemukan


102

bahwa risiko CTS di antara wanita gemuk dua kali lipat dibanding

wanita ramping.

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian pekerja dengan

IMT berisiko memiliki keluhan sedang sedangkan pada pekerja

dengan IMT tidak berisiko diketahui sebagian besar pekerja memiliki

keluhan rendah, hanya sedikit yang merasakan keluhan sedang. Dari

hasil analisis bivariat didapatkan p-value sebesar 0,229 (> 0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Indeks

Masa Tubuh dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat

Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017. Meskipun

demikian, pada hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,444 yang

berarti bahwa pekerja dengan IMT berisiko memiliki kemungkinan

merasakan keluhan MSDs sebanyak 2,4x lebih besar dibanding

pekerja dengan IMT tidak berisiko.

Secara teori, IMT merupakan faktor yang berhubungan dengan

munculnya keluhan MSDs, namun pada hasil penelitian kali ini

diperoleh hasil yang berbeda. Ketidaksesuaian tersebut dapat terjadi

karena pekerja yang diteliti memiliki rata-rata Indeks Masa Tubuh

normal (80% pekerja memiliki IMT normal). Selain itu pekerjaan di

bagian MP tidak terlalu membutuhkan tenaga yang kuat karena beban

(kelapa) yang diangkat tidak lebih dari 5kg. Hal ini sesuai dengan

yang dijelaskan Tarwaka (2015) yang menyatakan bahwa keluhan

sistem muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia

lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka dalam


103

menerima beban, baik berat beban tubuh manusia itu sendiri, maupun

beban tambahan lainnya.

7. Hubungan Faktor Psikososial dengan Keluhan MSDs

Istilah “psikososial” adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan faktor faktor yang terkait dengan pekerjaan dengan

lingkungannya, lingkungan diluar kerja dan karakteristik pekerja.

faktor yang terkait dengan pekerjaan dan lingkungannya bisa berupa

konten pekerjaan, karakteristik organisasi, hubungan interpersonal

ditempat kerja, waktu dan sift kerja. Faktor diluar kerja dapat berupa

tanggung jawab sebagai orang tua, pasangan atau anak. Sedangkan

karakteristik pekerja dapat meliputi faktor genetik (jenis kelamin dan

kecerdasan), tingkat sosial budaya, status pendidikan dan kepribadian

masing masing pekerja.

Dalam penelitian ini, Faktor psikososial pekerja diukur

menggunakan kuesioner CopSoq II. Kuesioner ini berisi 7 item yang

meliputi tuntutan ditempat kerja, organisasi kerja dan konten

pekerjaan, hubugan interpersonal dan kepemimpinan , bekerja antar

inividu, nilai-nilai di level tempat kerja, kesehatan dan kesejahteraan

dan perilaku ofensif. kuesioner ini terdiri dari 44 pertanyaan dengan

skala pengukuran 5. Semakin besar nilainya menunjukkan hal yang

baik dan juga sebaliknya (Kristensen, 2010).

Dari pengolahan data didapatkan hasil, sebanyak 35 orang (50%)

pekerja memiliki psikososial baik. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui


104

bahwa dari 35 pekerja yang memiliki psikososial baik, sebanyak 23

orang (65,7%) memiliki keluhan MSDs rendah, dan 12 orang (34,3%)

memiliki keluhan MSDs sedang, sedangkan dari 35 orang yang

memiliki psikososial buruk, sebanyak 25 orang (71,4%) memiliki

keluhan MSDs rendah dan 10 orang (28.,%) memiliki keluhan MSDs

sedang.

Dari analisis bivariat, didapatkan p value sebesar 0,607 (p> 0,05)

yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor

psikososial dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat

Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2018. Tidak adanya

hubungan antara faktor psikososial dengan MSDs pada pekerja bagian

Meat Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017 ini

kemungkinan karena antara psikososial baik dan buruk terdapat hasil

penilaian yang seimbang masing-masing 50%.

Pada hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,767 yang

menunjukkan adanya hubungan protektif antara psikososial buruk

dengan keluhan MSDs, dimana pekerja dengan psikososial buruk

lebih banyak mengalami keluhan rendah dibanding keluhan sedang.

Hal ini dapat terjadi karena pada pekerja dengan psikososial buruk

sebagian besar (57,1%) adalah pekerja dengan usia muda (kurang dari

35 tahun), sebagaimana dalam hasil sebelumnya telah diketahui

bahwa pekerja PT Bumi Sarimas Indonesia dengan usia dibawah 35

tahun sebagian besar mengalami keluhan MSDs rendah.


105

Dari 7 aspek yang dinilai meliputi: tuntutan ditempat kerja,

organisasi kerja dan konten pekerjaan, hubungan interpersonal dengan

kepemimpinan, bekerja antarmuka individu, nilai-nilai di level tempat

kerja, kesehatan dan kesejahteraan, serta perilaku ofensif dijabarkan

sebagai berikut: Sebanyak 65,7% pekerja memiliki psikososial buruk

jika dinilai berdasarkan tuntutan pekerjaan. Sebanyak 60% pekerja

mengaku situasi pekerjaanya kadang-kadang menganggu kondisi

emosial mereka. Selain itu, berdasarkan organisasi kerja dan konten

pekerjaan diketahui sebanyak 55,7% pekerja memiliki psikososial

buruk. hanya 42,9% pekerja yang dapat mengatur banyaknya tugas

yang harus dikerjakan dan hanya 7,1% pekerja yang mempelajari

sesuatu yang baru dari pekerjaannya. Hal ini terjadi karena pekerjaan

yang dilakukan setiap harinya bersifat menoton.

Sementara itu, untuk hubungan interpersonal dan kepemimpinan

diketahui bahwa 50% pekerja memiliki psikososial baik. Lain halnya

dengan aspek kepuasan, sebanyak 97,1% psikososial pekerja dinilai

baik, dimana pekerja rata-rata mengaku puas dan sangat puas dengan

pekerjaanya. selain itu, berdasarkan aspek nilai-nilai di level tempat

kerja juga diketahui sebanyak 71,4% pekerja memiliki psikososial

baik.

Berdasarkan kesehatan secara umum, (67,1%) psikososial pekerja

dinilai buruk. Diketahui pada sebagian waktu sebanyak 65,7% pekerja

mengaku merasa letih, 30% merasa emosi, 17,1% merasa tertekan

dan 5,7% merasa terganggu oleh suatu hal ketika bekerja. Sedangkan
106

berdasarkan aspek perilaku ofensif diketahui bahwa 100% pekerja

memiliki psikososial baik, hal ini dikarenakan tidak satupun pekerja

yang menerima perlakuan buruk seperti pelecehan seksual, tindak

kekerasan, maupun gertakan.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pekerja bagian MP

PT Bumi Sarimas Indonesia, maka didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Sebanyak 48 orang (68,6%) pekerja mengalami keluhan MSDs rendah

dan 22 orang (31,4%) mengalami keluhan MSDs sedang.

2. Sebanyak 66 pekerja (94,3%) memiliki tingkat risiko pekerjaan

sedang.

3. Sebanyak 67,1% pekerja memiliki usia < 35 tahun dengan masa kerja

rata-rata 3,5 tahun dan masa kerja terlama 10 tahun.

4. Sebanyak 61,4% pekerja memiliki kebiasan merokok dan 77,1%

pekerja memiliki kesegaran jasmani kurang.

5. Sebanyak 11,4% pekerja memiliki Indeks Massa Tubuh berisiko,

6. Sebanyak 50 % pekerja memiliki psikososial baik.

7. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs

(p-value 0,000 OR 10,714) dan terdapat hubungan antara masa kerja

dengan keluhan MSDs ( p-value 0,000)

8. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan,

kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, Indeks Massa Tubuh dan

psikososial dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Meat

Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia tahun 2017.

107
108

B. Saran

1. Bagi perusahaan

Untuk menanggulangi dan mencegah MSDs pada pekerja, pihak

perusahaan dapat melakukan upaya sebagai berikut:

a. Memberikan pelatihan pada pekerja tentang bahaya

muskuloskletal dan cara penanggulangannya.

b. Melakukan modifikasi pada ketinggian mesin sehingga

memungkinkan pekerja untuk bekerja pada posisi aman atau tidak

terlalu membungkuk

c. Melakukan rotasi pada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 3

tahun pada bagian MP ke bagian yang memiliki risiko pekerjaan

lebih rendah seperti bagian penyortiran kelapa yang tidak terlalu

menggunakan banyak kekuatan.

d. Membuat program workplace stretching excercise agar para

pekerja dapat melakukan peregangan ketika otot-otot mulai

tegang.

e. Menciptakan kondisi psikososial yang baik untuk pekerja

2. Bagi pekerja

a. Mempelajari tentang bahaya muskuloskeletal dan cara

penanggulangannya.

b. Mengurangi kebiasaan merokok baik dari segi kuantitas

(banyaknya rokok) maupun dari segi intensitas (keseringan

merokok)
109

c. Melakukan workplace stretching excercise atau peregangan ketika

otot-otot mulai tegang.

d. Melakukan aktifitas fisik di luar waktu kerja untuk menjaga

kesegaran jasmani.

e. Menjaga hubungan harmonis di lingkungan kerja agar tercipta

lapangan kerja dengan kondisi psikososial baik

3. Bagi peneliti

a. Untuk peneliti selanjutnya, dapat melakukan penilaian MSDs

dengan metode yang lebih objektif (dengan diagnosis atau uji

lab)

b. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor

lingkungan dan kekuatan fisik pekerja

c. Untuk peneliti selanjutnya agar menambahkan pertanyaan dan

pilihan jawaban pada variabel kebiasaan merokok, berupa sejak

usia berapa mulai merokok, atau sejak tingkat sekolah apa

merokok (SD, SMP, SMA atau tamat SMA) sehingga

kemungkian bias mengenai lama merokok dapat diminimalisir.

d. Untuk peneliti selanjutnya agar menambahkan pertanyaan

mengenai jenis olahraga apa yang biasa dilakukan oleh pekerja.

e. Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan penilaian psikososial

lebih rinci, sehingga dapat dilihat hubungannya secara lebih

jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Propinsi


dan Jenis Tanaman, Indonesia (000 Ton), 2012-2014*) Available
at http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/839
Banerjee, Prasun & Gangopadhyay, Somnath. 2003. A Study on the Prevalence
of Upper Extremity Repetitif Strain Injuries Among the Handloom Weavers
of West Bengal. Journal Human Ergo.. Volume 32, 2003. Pages 17-22
Bereau of Labor Statistics. 2015. Nonfatal Occupational Injuries and Illnesses
Requiring Days Away From Work, 2014 available
at http://www.bls.gov/news.release/pdf/osh2.pdf
Bernard, BP et al. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A
Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work Related MSDs of Neck,
Upper Extremity and Low Back. U.S Department of Health and Human
Services, PH Service for Disease Control and Prevention, National Institute
for Occupational Safety and Helath
Bridger, R. S. 2003. Introduction to Ergonomics. USA: Taylor and Francis
Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dengan Terjadinya
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Tukang Angkut Beban
Penambang Emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Banten Tahun
2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. Work Related
Musculoskeletal Disorders (WMSDs) diakses pada tanggal 7 september
2015 dari http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html
Croasmun, Jenie. 2003. Link reported between smoking and MSDs. Annals of
Rheumatic diseases: Reuters. diakses
dari http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670.
Damanik, Evelina Debora. (2006).Pengujian Reliabilitas, Validitas, Analisis Item
Danpembuatan Norma Depression Anxiety Stress Scale (DASS):
Berdasarkan Penelitian Pada Kelompok Sampel Yogyakarta dan Bantul
yang Mengalami Gempa Bumi dan Kelompok Sampel Jakarta dan
Sekitarnya yang Tidak Mengalami Gempa Bumi. Tesis S2 Fakultas
Psikologi, UI, Depok
Departemen Kesehatan RI.2005 Profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia
Tahun 2005.Jakarta: Departemen Kesehatan RI
European Agency For Safety and Health at Work. 2010. European Risk
Observatory Report . Luxembourg: Publications Office of the European

110
111

Union Available at https://osha.europa.eu/en/tools-and-


publications/publications/reports/TERO09009ENC
Gangopadhyay, Somnath. dkk. 2003. A Study on Upper Extremity cumulative
Trauma Disorders in Diferent Unorganised Sectors of West bengal, India.
Journal of Occupational Health. Volume 45, 2003. Pages 351-357.
Gayo, Ipak. 2010. Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal pada
Penyortir Kopi di Industri Kopi Baburrayyan Takengon Aceh Tengah Tahun
2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan
Guo, How-Ran dkk. 2004. Prevalence of Musculoskeletal Disorders Among
Workers in Taiwan : A Nationwide Study. Journal of Occupational Health.
Volume 46, 2004. Pages 26-36.
Handayani, Wita. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders pada Pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia . Tbk Tangerang Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokterandan
Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Hastuti, Rina Putri & Sugiharto. 2009. Hubungan Antara Sikap Kerja Duduk
dengan Gejala Cumulative Trauma Disorders. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 6 (1) (2010) hal. 8-15
Healt and Safety Executive. 2015 . LFS - Labour Force Survey - Self-reported
work-related ill health and workplace injuries: Index of LFS tables
available at http://www.hse.gov.uk/Statistics/lfs/index.htm
Humantech. 1995. Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia:
Protector and Gamble Inc
nd
Humantech. 2003. Applied Ergonomic Training Manual 2 edition. Australia:
Berkeley Vale.
International labour organization. Safety and health at working. Diakses pada
tanggal 2 september 2015 dari http://www.ilo.org/global/topics/safety-and-
health-at-work/lang--en/index.htm
Iridiastadi, Hardianto. 2007 Prevalence Of Musculoskeletal Symptoms Among
Indonesian Workers: A Preliminary Study. The Eight Pan-Pacific
Conference on Occupational Ergonomics (PPCOE 2007)
Karasek, R., Chantal Brisson, Norito Kawakami, Irene Houtman, Paulien
Bongers. (1998). TheJob Content Questionnaire (JCQ): An Instrument for
Internationally Comparative Assessment of Psychosocial Job
Characteristics. Journal of Occupational Health Psychology, 3(4), 322-355.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. 1 Orang Pekerja Di Dunia
Meninggal Setiap 15 Detik Karena Kecelakaan Kerja. Jakarta Available
112

at http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-orang-pekerja-di-
dunia-meninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html
Kristensen, Tage Sondergard. (2010). A questionnaire Is More Than A
Questionnaire. Scandinavian Journal of Public Health, 38(3), 149-155
Kroemer Karl, et al. 2001. Ergonomic :How To Design For Ease And Efficiene.
2nded. New Jersey: Prentice Hall of International Series
Kumar, Prakash dkk. 2015. Work-related Pains among the Workers Associated
with Pineapple Peeling in Small Fruit Processing Units of North East India.
International Journal of Industrial Ergonomic. Volume 53, 2016. Pages 124-
129
Kuorinka, et al. 1987. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of
musculoskeletal symptoms.
Maijunidah, Emi. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Assembling PT. X Bogor
Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokterandan Ilmu Kesehatan Jurusan
Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Middlesworth, Matt 2015. The definition and causes of musculoskeletal disorders
(MSDs) : Ergonomic plus, diakses pada tanggal 7 september 2015
dari http://ergo-plus.com/musculoskeletal-disorders-msd/ .
Mirbod, Seyed Mohammad dkk. 1995. Some Aspects of Occupational Safety and
Health in Green Tea Workers. Industrial Health. Volume 33, 1995.
Pages101-117
Mitchell, Tamara. 2008. The Great Stretching Debate. Sally Longyear (ed). ___
Nag, Anjali. dkk. 2012. Risk Factors and Musculoskeletal Disorders Among
Workers Performing Fish Processing. American Journal Of Industrial
Medicine.
National Institute for Occupational Safety and Health. 1997. Musculoskeletal
disorders and workplace factors; a critical review of epidemiologic
evidence for work-related musculoskeletal disorders of the neck, upper
extremity, and low back.
Notoatmodjo, 2007. Kesehatan Masyarakat Imu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Nurhikmah. 2011. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) Pada Pekerja Furniture di Kecamatan Benda Kota
Tangerang Tahun 2011. Skripsi . Universitas Islam Negeri Jakarta.
Oborne, David (1995). Ergonomic at Work. Chicester, UK. Jhon willey & Sons,
Ltd
Ohlsson K, et al. 1989. Self- reported symptoms in the neck and upper limbs of
female assembly workers. Scand J Work Environ Health.
113

OHSC. 2007. Resource Manual for The MSDs Prevention Guideline for Ontario
Pratiwi, Mayrika. dkk. 2009. Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Penjual Jamu Gendong. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia 4 (1) (2009) hal. 1-7
PT Bumi Sarimas Indonesia . Company Profile. 2015
Pulat, Babur Mustafa & David C. Alexander. 1991. Industrial ergonomics : case
studies. New York : McGraw-Hill, inc.
Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Cetakan I.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Silva, Isabel Moreira dkk. 2013. Associations Between Body Mass Index and
Musculoskeletal Pain and Related Symptoms in Different Body Regions
Among Workers. SAGE Open 3 (2013)
Stanton, Neville, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomic
Methods. USA: CRC Press
Suma’mur, P.K. 1996. Hygiene Perusahaan Dan Keselamatan Kerja. Cetakan 13.
Jakarta: Haji masagung.
Suparsiasi, I dewa. dkk. 2001. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC
Suriyatmini, Septina. 2011. “Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi Terhadap keluhan
Muskuloskeletal pada Aktivitas Manual Handling pada Pekerja di Bagian
Produksi PTMI Tahun 2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Depok.
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan.
Produktivitas. Surakarta : Uniba Press
Tarwaka, 2015. Ergonomi Industri : Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Solo: Harapan Press Solo
Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and
rehabilitation. St. louis, Mosby
Viester et al . 2013. “The relation between body mass index and musculoskeletal
symptoms in the working population” BioMed Central Ltd.
Wahyono, Yulianto. 2014. Pengaruh Workplace Excercise terhadap keluhan
Muskuloskeletal pada pekerja di bagian sewing CV Cahyo Nugroho Jati
Sukoharjo. Jurnal ilmu kesehatan vol 3 (2) (2014).
Zulfiqor, Muhammad Taufik. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar IndonesiaTahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Jurusan KesehatanMasyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
114

LAMPIRAN
No. Kuesioner :

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA BAGIAN MEAT
PREPARATION PT. BUMI SARIMAS INDONESIA TAHUN 2017

Oleh
Nama : Annisa Septiani
NIM : 1111101000100

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.


Dengan Hormat, Perkenalkan saya Annisa Septiani, mahasiswi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan tugas
akhir (Skripsi) “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Pekerja Bagian Meat Preparation PT. Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017”
Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana.

Berkenaan dengan hal tersebut, saya mohon kesediaan saudara/i untuk mengisi
kuesioner ini dengan sebaik-baiknya karena jawaban saudara/i sangat bermanfaat dalam
penelitian ini. Kuesioner ini tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap pekerjaan dan
posisi saudara/i, serta jawaban yang saudara/i berikan akan terjamin kerahasiaannya.

Atas partisipasi dan kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih

Peneliti,

Annisa Septiani
A. Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : P / L
3. Tanggal lahir :
4. No. Hp :
5. Tinggi badan : .......... cm (diukur oleh peneliti)
6. Berat Badan : .......... kg (diukur oleh peneliti)

B. Keluhan Muskuloskeletal
No Pertanyaan Jawaban

1 Apakah sebelum bekerja di perusahaan ini, 1. Ya, pernah


saudara/i pernah mengalami masalah pada otot dan 2. Tidak pernah
tulang?
2 Apakah saat bekerja di perusahaan ini saudara/i 1. Ya, pernah
pernah merasakan masalah pada otot dan tulang? 2. Tidak pernah
3 Sebutkan pada bagian mana saja keluhan tersebut (gambar peta tubuh)
dirasakan (Lingkari gambar Peta tubuh)

C. Kebiasaan Merokok
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah saudara/i pernah merokok? 1. Ya.
2. Tidak (langsung
ke bagian D)
2 Jika ya, apakah sekarang saudara/i masih merokok? 1. Ya
2. Tidak (langsung
ke no 5)
3 Sudah berapa lama saudara/i merokok? ..... Tahun
4 Berapa banyak rokok saudara/i habiskan setiap hari ..... Batang
5 Jika jawaban no 2 tidak, sudah berapa lama saudara/i .... Tahun
berhenti merokok
6 Saat masih merokok, berapa batang rokok yang ..... Batang
saudara/i habiskan setiap hari

D. Kesegaran Jasmani
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah saudara/i suka berolahraga? 1. Ya
2. Tidak (langsung
ke bagian E)
2 Bagaimana frekuensi olahraga yang saudara/i 0. Jarang (1-3
lakukan? kali/bulan)
1. Kadang-kadang
(1-2 kali/minggu)
2. Sering (≥ 3 kali/
minggu)
E. Masa kerja
No Pertanyaan Jawaban

1 Sudah berapa lama saudara/i bekerja di Perusahaan ..... Tahun


ini ?

2 Sudah berapa lama saudara/i bekerja di bagian MP? ..... Tahun

3 Apakah saudara/i sebelumnya pernah bekerja di 1. Ya, ..... Tahun


perusahaan lain yang karakteristik pekerjaannya 2. Tidak
serupa dengan pekerjaan di bagian MP?( duduk/
berdiri berjam-jam, melakukan pekerjaan yang
konstan)

F. Psikososial
Lengkapi pertanyaan pada bagian kuesioner penilaian psikososial
Lingkari bagian tubuh yang terdapat keluhan :
Lingkarilah pilihan keluhan yang dirasakan, tingkat keluhan, waktu timbul dan frekuensi
dirasakannya keluhan dibawah ini sesuai bagian tubuh yang telah dipilih pada bagian
sebelumnya.

No Lokasi Rasa sakit Tingkat Sejak kapan Waktu


Keluhan keluhan dirasakan Timbul
0 Leher atas
1 Leher bawah
2 Bahu kiri
3 Bahu kanan
4 Lengan kiri atas
5 Punggung
6 Lengan kanan atas
7 Punggung bawah
8 Pinggang
9 Bokong
10 Siku kiri
11 Siku kanan
12 Lengan kiri bawah
13 Lengan kanan bawah
14 Pergelangan tangan kiri
15 Pergelangan tangan kanan
16 Tangan kiri
17 Tangan kanan
18 Paha kiri
19 Paha kanan
20 Lutut kiri
21 Lutut kanan
22 Betis kiri
23 Betis kanan
24 Pergelangan kaki kiri
25 Pergelangan kaki kanan
26 Telapak kaki kiri
27 Telapak kaki kanan

Keterangan
a. Tingkat keluhan :
0. Tidak sakit
1. Agak sakit/nyeri ringan
2. Sakit/Nyeri sedang
3. Sangat sakit/Sangat nyeri
b. Sejak kapan keluhan dirasakan:
1. ≤ satu tahun terakhir
2. > satu tahun terakhir
c. Waktu timbul:
1. Saat bekerja
2. Setelah bekerja
3. Malam hari/saat istirahat.
KUESIONER PENILAIAN PSIKOSOSIAL

Silahkan pilih jawaban yang cocok untuk masing-masing pertanyaan berikut :

No Pertanyaan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


kadang pernah
Skor
4 3 2 1 0

A. TUNTUTAN DITEMPAT KERJA


1A Apakah anda mendapatkan sesuatu
dari pekerjaan anda setelah lembur
(seperti uang tambahan atau hadiah)?
1B Apakah waktu yang tersedia cukup
bagi anda untuk mengerjakan
pekerjaan di tempat kerja?
2A Apakah anda membutuhkan motivasi
yang tinggi dalam bekerja (seperti
motivasi mendapatkan upah)?
2B Apakah anda bekerja dengan
motivasi yang tinggi setiap hari
(seperti motivasi mendapatkan
upah)?
3A Apakah situasi pekerjaan anda itu
menggangu kondisi emosional anda?
3B Apakah anda pernah menceritakan
masalah pribadi orang lain di tempat
kerja anda?

B. ORGANISASI KERJA DAN KONTEN PEKERJAAN


4A Apakah diri anda cukup berpengaruh
terhadap pekerjaan di tempat anda
bekerja?
4B Dapatkah anda mengatur banyaknya
tugas-tugas yang harus anda
kerjakan?
No Pertanyaan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
Skor
4 3 2 1 0
5A Apakah anda punya kemungkinan untuk
mempelajari sesuatu yang baru dari
pekerjaan anda?
5B Apakah pekerjaan anda memerlukan
untuk mengambil inisiatif?
6A Apakah pekerjaan anda sangat berarti?
6B Apakah anda merasa perkerjaan yang
anda kerjakan itu penting?
7A Apakah anda merasa tempat kerja anda
mempunyai kepentingan yang tinggi
untuk anda?
7B Apakah anda mau merekomendasikan
teman baik anda untuk mendaftar di
satu posisi di tempat kerja anda?

C. HUBUNGAN INTERPERSONAL DAN KEPEMIMPINAN


8A Apakah di tempat kerja anda bisa
mendapat informasi tentang keputusan
yang penting, perubahan, rencana untuk
kedepannya?
8B Apakah anda menerima semua
informasi yang anda butuhkan untuk
melakukan pekerjaan anda dengan baik?
9A Apakah pekerjaan anda diapresiasikan
dan dikenal oleh manajer?
9B Apakah anda diperlakukan secara adil
dan tidak dibeda-bedakan dengan
karyawan lain di tempat kerja?
10A Apakah tujuan pekerjaan anda jelas?
10B Apakah anda tahu persis apa yang
diharapkan dari pekerjaan anda?
No Pertanyaan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
Skor
4 3 2 1 0
Sebesar apa anda nyatakan bahwa
11A atasan langsung anda memperhatikan
kepuasan kerja anda?
11B Bagaimana pengaruh atasan anda dalam
membuat perencanaan terkait pekerjaan
secara langsung?
12A Seberapa sering atasan yang dekat
dengan anda mau mendengarkan
masalah anda terkait pekerjaan?
12B Seberapa sering anda mendapatkan
bantuan dan dukungan dari atasan
terdekat anda?

No Pertanyaan Sangat Puas Tidak Sangat


puas puas tidak puas
Skor
3 2 1 0

D. BEKERJA ANTARMUKA INDIVIDU


13 Bagaimana tingkat kepuasan anda
terhadap pekerjaan yang anda lakukan?

No Pertanyaan Ya, tentu Ya, Ya, tapi Tidak


saja beberapa hanya sedikit
Skor
3 2 1 0
14A Apakah anda merasa bahwa pekerjaan
anda menghabiskan banyak energi
anda yang bisa membuat efek negatif
dikehidupan pribadi anda?

14B Apakah anda merasa bahwa pekerjaan


anda menghabiskan banyak waktu
anda yang bisa membuat efek negatif
pada kehidupan pribadi anda?
No Pertanyaan Sangat Besar Sedikit Kecil Sangat
besar kecil
Skor
4 3 2 1 0

E. NILAI-NILAI DI LEVEL TEMPAT KERJA


15A Apakah anda mempercayai informasi
yang anda dapat dari manajemen?
15B Apakah manajemen mempercayai
bahwa anda bekerja dengan baik?
16A Apakah konfik dipecahkan dengan
secara adil?
16B Apakah pembagian kerja anda adil?

No Pertanyaan Baik Sangat Baik Lumayan Buruk


sekali baik
Skor
4 3 2 1 0

F. KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN


17 Secara umum, bagaimana kesehatan
anda?

No Pertanyaan Sepanjang Sebagian Sebagian Sedikit Tidak


waktu besar waktu semua
waktu
Skor
4 3 2 1 0
18A Dalam sehari-hari seberapa sering
anda merasa letih?

18B Seberapa sering anda merasa emosi


dalam bekerja?

19A Seberapa sering anda stres (dapat


tertekan)?

19B Seberapa sering anda merasa


terganggu oleh suatu hal atau
seseorang ketika bekerja?
No Pertanyaan Ya, setiap Ya, Ya, Ya, Tidak
hari setiap setiap beberpa
minggu bulan waktu

F. PERILAKU OFENSIF
20 Apakah anda pernah mendapatkan
pelecehan seksual (seperti dipegang
tanpa izin) di tempat kerja selama 12
bulan terakhir?
Teman manajer bawahan Tamu
kerja
Jika ya, dari siapa ?
21 Apakah anda pernah
berkemungkinan mengalami
kekerasan di tempat kerja selama 12
bulan terakhir?
Teman manajer bawahan Tamu
kerja
Jika ya, dari siapa ?
22 Apakah anda pernah tidak terlindung
dari kekerasan fisik di tempat kerja
selama 12 bulan terakhir?
Teman manajer bawahan Tamu
kerja
Jika ya, dari siapa ?
23 Apakah anda pernah tidak terlidung
dari gertakan di tempat kerja anda
selama 12 bulan terakhir?
Teman manajer bawahan Tamu
kerja
Jika ya, dari siapa ?

-Selesai-
LEMBAR OBSERVASI REBA

Nama pekerja :

Grup A
Postur Gambar Postur kerja
Badan

Skor 1= lurus
Skor 2= ekstensi/fleksi < 20°
Skor 3= fleksi 20-60°
Skor 4 = fleksi > 60°
Skor + 1 jika miring/memuntir

Leher

Skor 1= fleksi/ ekstensi <20°


Skor 2= fleksi/ekstensi > 20°
Skor +1 = mirng/memutar

Kaki

Skor 1= kaki tertopang, bobot


tersebar merata , jalan atau
duduk
Skor 2= kaki tidak
tertopang/postur tidak stabil
Skor +1 = jika lutut antara 30°-
60° flexion
Skor +2 = jika lutut >60°
flexion tidak ketika duduk
Beban

Skor 0= <5kg
Skor 1= 5-10kg
Skor 2 = >10kg
Skor +1 = ada pembebanan
secara tiba-tiba
Grup B
Postur Gambar Postur pekerja
Lengan atas

Skor 1 = 0-20° fleksi/


ekstensi
Skor 2= >20°-45° fleksi
Skor 3= 45-90° fleksi
Skor 4= > 90° fleksi
Skor +1= lengan adducted
atau rotated
Skor +1 = bahu ditinggikan
Skor -1= bersandar , bobot
lengan ditopang sesuai
gravitasi
Lengan bawah

Skor 1= 60°-100°
fleksi/ekstensi
Skor 2= <20° fleksi atau
>100°ekstensi

Pergelangan tangan

Skor 1= 0°-15° fleksi atau


ekstensi
Skor 2= >15° fleksi atau
ekstensi
Skor +1 = jika tangan
memutar ke kiri/kanan
Pegangan

Skor 1= pegangan pas


Skor 2= pegangan dapat
diterima , tapi tidak ideal
Skor 3= pegangan tidak
bisa diterima, walau
memungkinkan
Skor 4 = dipaksakan ,
pegangan yang tidak aman
Tabel Skor A
Punggung Leher
1 2 3
Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
< 5kg 5-10 kg >10kg Penambahan beban
secara tiba-tiba atau
secara cepat

Tabel Skor B
Lengan bawah
Lengan atas 1 2
Pergelangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 3 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Coupling
0- Good 1-Fair 2-Poor 3- unacceptable
Peganagan pas dan Peganagn tangan bisa Pegangan tangan tidak Dipaksakan,genggaman
tepat ditengah, diterima tapi tidak bisa diterima walaupun yang tidak aman
genggaman kuat ideal memungkinkan

Tabel Scor C
Skor A
1 2 3 54 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 2 43 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 44 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 44 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 54 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 65 8 9 10 10 11 12 12
Scor B

6 3 4 5 76 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 87 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 88 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 98 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 99 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 99 10 11 11 12 12 12 12
12 8 8 8 99 10 11 11 12 12 12 12
Activity Score
+1 jika 1 atau lebih +1 jika penguangan gerakan +1 jika gerakan menyebabkan
bagian tubuh statis, dalam rentang waktu singkat, perubahan atau pergeseran
ditahan lebih dari 1 diulang lebih dari 4kali permenit postur yang cepat dari postur
menit (tidak termasuk berjalan) awal
Explore
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
(A3) Usia : 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error


(A3) Usia : Mean 31,56 ,835
95% Confidence Lower Bound
29,89
Interval for Mean
Upper Bound
33,22

5% Trimmed Mean 31,40


Median 31,00
Variance 48,801
Std. Deviation 6,986
Minimum 21
Maximum 45
Range 24
Interquartile Range 12
Skewness ,272 ,287
Kurtosis -1,187 ,566

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
(A3) Usia : ,112 70 ,030 ,935 70 ,001
a Lilliefors Significance Correction

(A3) Usia :
(A3) Usia : Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

16,00 2 . 1222333333444444
14,00 2 . 55556677788899
17,00 3 . 00011112223344444
9,00 3 . 556677899
13,00 4 . 0111111122344
1,00 4. 5

Stem width: 10
Each leaf: 1 case(s)
Normal Q-Q Plot of (A3) Usia :

2
Expected Normal

-2

-4

20 30 40 50

Observed Value
Detrended Normal Q-Q Plot of (A3) Usia :

0.8

0.6
Dev from Normal

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

20 25 30 35 40 45

Observed Value
45

40

35

30

25

20

(A3) Usia :
Explore
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
(E2) Sudah berapa lama
saudara/i bekerja di 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
bagian MP?

Descriptives

Statistic Std. Error


(E2) Sudah berapa lama Mean
saudara/i bekerja di 3,47 ,213
bagian MP?
95% Confidence Lower Bound
3,05
Interval for Mean
Upper Bound
3,90

5% Trimmed Mean 3,27


Median 3,00
Variance 3,180
Std. Deviation 1,783
Minimum 2
Maximum 10
Range 8
Interquartile Range 2
Skewness 1,540 ,287
Kurtosis 2,528 ,566

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
(E2) Sudah berapa lama
saudara/i bekerja di ,233 70 ,000 ,796 70 ,000
bagian MP?
a Lilliefors Significance Correction
(E2) Sudah berapa lama saudara/i bekerja di bagian MP?

(E2) Sudah berapa lama saudara/i bekerja di bagian MP? Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

28,00 2 . 0000000000000000000000000000
,00 2.
16,00 3 . 0000000000000000
,00 3.
10,00 4 . 0000000000
,00 4.
6,00 5 . 000000
,00 5.
7,00 6 . 0000000
3,00 Extremes (>=8,0)

Stem width: 1
Each leaf: 1 case(s)
Normal Q-Q Plot of (E2) Sudah berapa lama saudara/i bekerja di bagian MP?

2
Expected Normal

-1

0 2 4 6 8 10

Observed Value
Detrended Normal Q-Q Plot of (E2) Sudah berapa lama saudara/i bekerja di
bagian MP?

1.5

1.0
Dev from Normal

0.5

0.0

-0.5

2 4 6 8 10

Observed Value
1
10

3
8

(E2) Sudah berapa lama saudara/i bekerja di bagian MP?


Frequencies
Statistics

(E2) Sudah
berapa lama
saudara/i
Keluhan_b (A3) Usia Kesegaran_jasm bekerja di
aru Pekerjaan : Merokok ani bagian MP? IMT SkorPsikososial
N Valid 70 70 70 70 70 70 70 70
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1,6857 1,0571 31,56 1,39 1,23 3,47 2,0286 74,81
Median 2,0000 1,0000 31,00 1,00 1,00 3,00 2,0000 75,50
Std. Deviation ,46758 ,23379 6,986 ,490 ,423 1,783 ,44952 7,388
Minimum 1,00 1,00 21 1 1 2 1,00 58
Maximum 2,00 2,00 45 2 2 10 3,00 89

Frequency Table
Keluhan_baru
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sedang 22 31,4 31,4 31,4
rendah 48 68,6 68,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sedang 66 94,3 94,3 94,3
rendah 4 5,7 5,7 100,0
Total 70 100,0 100,0
(A3) Usia :
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21 1 1,4 1,4 1,4
22 3 4,3 4,3 5,7
23 6 8,6 8,6 14,3
24 6 8,6 8,6 22,9
25 4 5,7 5,7 28,6
26 2 2,9 2,9 31,4
27 3 4,3 4,3 35,7
28 3 4,3 4,3 40,0
29 2 2,9 2,9 42,9
30 3 4,3 4,3 47,1
31 4 5,7 5,7 52,9
32 3 4,3 4,3 57,1
33 2 2,9 2,9 60,0
34 5 7,1 7,1 67,1
35 2 2,9 2,9 70,0
36 2 2,9 2,9 72,9
37 2 2,9 2,9 75,7
38 1 1,4 1,4 77,1
39 2 2,9 2,9 80,0
40 1 1,4 1,4 81,4
41 7 10,0 10,0 91,4
42 2 2,9 2,9 94,3
43 1 1,4 1,4 95,7
44 2 2,9 2,9 98,6
45 1 1,4 1,4 100,0
Total 70 100,0 100,0

Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid merokok 43 61,4 61,4 61,4
tidak merokok 27 38,6 38,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

Kesegaran_jasmani
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang 54 77,1 77,1 77,1
cukup 16 22,9 22,9 100,0
Total 70 100,0 100,0
(E2) Sudah berapa lama saudara/i bekerja di bagian MP?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2 28 40,0 40,0 40,0
3 16 22,9 22,9 62,9
4 10 14,3 14,3 77,1
5 6 8,6 8,6 85,7
6 7 10,0 10,0 95,7
8 1 1,4 1,4 97,1
9 1 1,4 1,4 98,6
10 1 1,4 1,4 100,0
Total 70 100,0 100,0

IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurus 6 8,6 8,6 8,6
normal 56 80,0 80,0 88,6
gemuk 8 11,4 11,4 100,0
Total 70 100,0 100,0

SkorPsikososial
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 58 1 1,4 1,4 1,4
60 1 1,4 1,4 2,9
61 1 1,4 1,4 4,3
62 1 1,4 1,4 5,7
63 1 1,4 1,4 7,1
64 2 2,9 2,9 10,0
65 2 2,9 2,9 12,9
67 3 4,3 4,3 17,1
68 2 2,9 2,9 20,0
69 2 2,9 2,9 22,9
70 5 7,1 7,1 30,0
71 4 5,7 5,7 35,7
72 4 5,7 5,7 41,4
73 2 2,9 2,9 44,3
74 3 4,3 4,3 48,6
75 1 1,4 1,4 50,0
76 2 2,9 2,9 52,9
77 3 4,3 4,3 57,1
78 7 10,0 10,0 67,1
79 4 5,7 5,7 72,9
80 2 2,9 2,9 75,7
81 2 2,9 2,9 78,6
82 3 4,3 4,3 82,9
83 5 7,1 7,1 90,0
85 2 2,9 2,9 92,9
86 2 2,9 2,9 95,7
88 2 2,9 2,9 98,6
89 1 1,4 1,4 100,0
Total 70 100,0 100,0

Frequencies
Statistics
usia Masa_kerja IMTrisiko Psikososial_
N Valid 70 70 70 70
Missing 0 0 0 0
Mean 1,6714 1,4000 1,8857 1,5000
Median 2,0000 1,0000 2,0000 1,5000
Std. Deviation ,47309 ,49344 ,32046 ,50361
Minimum 1,00 1,00 1,00 1,00
Maximum 2,00 2,00 2,00 2,00

Frequency Table
usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >= 35 tahun 23 32,9 32,9 32,9
< 35 tahun 47 67,1 67,1 100,0
Total 70 100,0 100,0

Masa_kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid berisiko 42 60,0 60,0 60,0
tidak berisiko 28 40,0 40,0 100,0
Total 70 100,0 100,0

IMTrisiko
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid berisiko 8 11,4 11,4 11,4
tidak berisiko 62 88,6 88,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

Psikososial_
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid buruk 35 50,0 50,0 50,0
baik 35 50,0 50,0 100,0
Total 70 100,0 100,0
Frequency Table
(C3) Sudah berapa lama saudara/i merokok?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2 1 1,4 2,3 2,3
3 5 7,1 11,6 14,0
5 8 11,4 18,6 32,6
6 1 1,4 2,3 34,9
7 2 2,9 4,7 39,5
8 3 4,3 7,0 46,5
10 4 5,7 9,3 55,8
12 3 4,3 7,0 62,8
14 1 1,4 2,3 65,1
15 2 2,9 4,7 69,8
17 2 2,9 4,7 74,4
18 3 4,3 7,0 81,4
20 6 8,6 14,0 95,3
21 2 2,9 4,7 100,0
Total 43 61,4 100,0
Missing System 27 38,6
Total 70 100,0

(C4) Berapa banyak rokok saudara/i habiskan setiap hari

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 15 21,4 34,9 34,9
4 1 1,4 2,3 37,2
5 17 24,3 39,5 76,7
6 10 14,3 23,3 100,0
Total 43 61,4 100,0
Missing System 27 38,6
Total 70 100,0
Frequencies

L
u
P Le L t
I nga Per Perge u u
Pu N B n gel langa t t Perge
Le ngg G O Leng kan ang n u k Perge langa
Le her Ba Leng PU Leng ung G K an an an tanga Tang Pa t a langa n Tela Telap
her ba Ba hu an NG an ba A O Siku kiri ba tan n Tang an ha k n Bet Betis n kaki pak ak
ata wa hu kan kiri GU kana wa N N Siku kana bawa wa gan kana an kana Paha kan ir a is kana kaki kana kaki kaki
s h kiri an atas NG n atas h G G kiri n h h kiri n kiri n kiri an i n kiri n kiri n kiri kanan
N Valid 7 7 7 7
70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
0 0 0 0
Missi
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table
Leher atas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 18 25,7 25,7 25,7
agak sakit 34 48,6 48,6 74,3
sakit 18 25,7 25,7 100,0
Total 70 100,0 100,0

Leher bawah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 62 88,6 88,6 88,6
agak sakit 8 11,4 11,4 100,0
Total 70 100,0 100,0
Bahu kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 25 35,7 35,7 35,7
agak sakit 21 30,0 30,0 65,7
sakit 24 34,3 34,3 100,0
Total 70 100,0 100,0

Bahu kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 15 21,4 21,4 21,4
agak sakit 21 30,0 30,0 51,4
sakit 34 48,6 48,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

Lengan kiri atas


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 46 65,7 65,7 65,7
agak sakit 22 31,4 31,4 97,1
sakit 2 2,9 2,9 100,0
Total 70 100,0 100,0

PUNGGUNG
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 61 87,1 87,1 87,1
agak sakit 7 10,0 10,0 97,1
sakit 2 2,9 2,9 100,0
Total 70 100,0 100,0

Lengan kanan atas


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 30 42,9 42,9 42,9
agak sakit 33 47,1 47,1 90,0
sakit 7 10,0 10,0 100,0
Total 70 100,0 100,0

Punggung bawah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 33 47,1 47,1 47,1
agak sakit 20 28,6 28,6 75,7
sakit 17 24,3 24,3 100,0
Total 70 100,0 100,0
PINGGANG
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 34 48,6 48,6 48,6
agak sakit 30 42,9 42,9 91,4
sakit 6 8,6 8,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

BOKONG
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 64 91,4 91,4 91,4
agak sakit 6 8,6 8,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

Siku kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 57 81,4 81,4 81,4
agak sakit 9 12,9 12,9 94,3
sakit 4 5,7 5,7 100,0
Total 70 100,0 100,0

Siku kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 54 77,1 77,1 77,1
agak sakit 10 14,3 14,3 91,4
sakit 6 8,6 8,6 100,0
Total 70 100,0 100,0

Lengan kiri bawah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 62 88,6 88,6 88,6
agak sakit 7 10,0 10,0 98,6
sakit 1 1,4 1,4 100,0
Total 70 100,0 100,0

Lengan kanan bawah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 50 71,4 71,4 71,4
agak sakit 17 24,3 24,3 95,7
sakit 3 4,3 4,3 100,0
Total 70 100,0 100,0
Pergelangan tangan kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 23 32,9 32,9 32,9
agak sakit 40 57,1 57,1 90,0
sakit 7 10,0 10,0 100,0
Total 70 100,0 100,0

Pergelangan tangan kanan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 20 28,6 28,6 28,6
agak sakit 38 54,3 54,3 82,9
sakit 12 17,1 17,1 100,0
Total 70 100,0 100,0

Tangan kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 16 22,9 22,9 22,9
agak sakit 29 41,4 41,4 64,3
sakit 25 35,7 35,7 100,0
Total 70 100,0 100,0

Tangan kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 14 20,0 20,0 20,0
agak sakit 25 35,7 35,7 55,7
sakit 31 44,3 44,3 100,0
Total 70 100,0 100,0

Paha kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 49 70,0 70,0 70,0
agak sakit 21 30,0 30,0 100,0
Total 70 100,0 100,0

Paha kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 39 55,7 55,7 55,7
agak sakit 29 41,4 41,4 97,1
sakit 2 2,9 2,9 100,0
Total 70 100,0 100,0
Lutut kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 37 52,9 52,9 52,9
agak sakit 31 44,3 44,3 97,1
sakit 2 2,9 2,9 100,0
Total 70 100,0 100,0

Lutut kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 31 44,3 44,3 44,3
agak sakit 35 50,0 50,0 94,3
sakit 4 5,7 5,7 100,0
Total 70 100,0 100,0

Betis kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 19 27,1 27,1 27,1
agak sakit 35 50,0 50,0 77,1
sakit 16 22,9 22,9 100,0
Total 70 100,0 100,0

Betis kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 17 24,3 24,3 24,3
agak sakit 35 50,0 50,0 74,3
sakit 18 25,7 25,7 100,0
Total 70 100,0 100,0

Pergelangan kaki kiri


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 44 62,9 62,9 62,9
agak sakit 26 37,1 37,1 100,0
Total 70 100,0 100,0

Pergelangan kaki kanan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 36 51,4 51,4 51,4
agak sakit 34 48,6 48,6 100,0
Total 70 100,0 100,0
Telapak kaki kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 49 70,0 70,0 70,0
agak sakit 20 28,6 28,6 98,6
sakit 1 1,4 1,4 100,0
Total 70 100,0 100,0

Telapak kaki kanan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak sakit 38 54,3 54,3 54,3
agak sakit 30 42,9 42,9 97,1
sakit 2 2,9 2,9 100,0
Total 70 100,0 100,0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pekerjaan * Keluhan_baru
70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
usia * Keluhan_baru 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
Merokok * Keluhan_baru 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
Kesegaran_jasmani *
Keluhan_baru 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
Masa_kerja * Keluhan_baru
70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
IMTrisiko * Keluhan_baru 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
Psikososial_ * Keluhan_baru
70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%

Pekerjaan * Keluhan_baru
Crosstab
Keluhan_baru Total
sedang rendah
Pekerjaan sedang Count 22 44 66
% within Pekerjaan 33,3% 66,7% 100,0%
rendah Count 0 4 4
% within Pekerjaan ,0% 100,0% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within Pekerjaan 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,944(b) 1 ,163
Continuity Correction(a) ,705 1 ,401
Likelihood Ratio 3,128 1 ,077
Fisher's Exact Test ,301 ,212
Linear-by-Linear
Association 1,917 1 ,166
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,26.
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper
For cohort Keluhan_baru =
rendah ,667 ,562 ,791
N of Valid Cases 70

usia * Keluhan_baru
Crosstab
Keluhan_baru Total
sedang rendah
usia >= 35 tahun Count 15 8 23
% within usia 65,2% 34,8% 100,0%
< 35 tahun Count 7 40 47
% within usia 14,9% 85,1% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within usia 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 18,147(b) 1 ,000
Continuity Correction(a) 15,887 1 ,000
Likelihood Ratio 17,867 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 17,888 1 ,000
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,23.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for usia (>= 35
tahun / < 35 tahun) 10,714 3,308 34,701
For cohort Keluhan_baru =
sedang 4,379 2,077 9,231
For cohort Keluhan_baru =
rendah ,409 ,231 ,724
N of Valid Cases 70
Merokok * Keluhan_baru
Crosstab
Keluhan_baru Total

sedang rendah
Merokok merokok Count 15 28 43
% within Merokok 34,9% 65,1% 100,0%
tidak merokok Count 7 20 27
% within Merokok 25,9% 74,1% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within Merokok 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,618(b) 1 ,432
Continuity Correction(a) ,272 1 ,602
Likelihood Ratio ,627 1 ,429
Fisher's Exact Test ,598 ,303
Linear-by-Linear
Association ,609 1 ,435
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,49.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Merokok
(merokok / tidak merokok) 1,531 ,528 4,440
For cohort Keluhan_baru =
sedang 1,346 ,631 2,869
For cohort Keluhan_baru =
rendah ,879 ,643 1,202
N of Valid Cases 70
Kesegaran_jasmani * Keluhan_baru
Crosstab
Keluhan_baru Total

sedang rendah
Kesegaran_jasmani kurang Count 15 39 54
% within
Kesegaran_jasmani 27,8% 72,2% 100,0%
cukup Count 7 9 16
% within
Kesegaran_jasmani 43,8% 56,3% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within
Kesegaran_jasmani 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,461(b) 1 ,227
Continuity Correction(a) ,814 1 ,367
Likelihood Ratio 1,407 1 ,236
Fisher's Exact Test ,238 ,182
Linear-by-Linear
Association 1,440 1 ,230
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,03.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
Kesegaran_jasmani ,495 ,156 1,567
(kurang / cukup)
For cohort Keluhan_baru
= sedang ,635 ,314 1,282
For cohort Keluhan_baru
= rendah 1,284 ,808 2,039
N of Valid Cases 70
Masa_kerja * Keluhan_baru
Crosstab
Keluhan_baru Total

sedang rendah
Masa_kerja berisiko Count 22 20 42
% within Masa_kerja 52,4% 47,6% 100,0%
tidak berisiko Count 0 28 28
% within Masa_kerja ,0% 100,0% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within Masa_kerja 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 21,389(b) 1 ,000
Continuity Correction(a) 19,027 1 ,000
Likelihood Ratio 29,019 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 21,083 1 ,000
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,80.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


For cohort
Keluhan_baru = rendah ,476 ,347 ,654
N of Valid Cases 70
IMTrisiko * Keluhan_baru
Crosstab
Keluhan_baru Total

sedang rendah
IMTrisiko berisiko Count 4 4 8
% within IMTrisiko 50,0% 50,0% 100,0%
tidak berisiko Count 18 44 62
% within IMTrisiko 29,0% 71,0% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within IMTrisiko 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,446(b) 1 ,229
Continuity Correction(a) ,636 1 ,425
Likelihood Ratio 1,355 1 ,244
Fisher's Exact Test ,249 ,209
Linear-by-Linear
Association 1,425 1 ,233
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,51.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for IMTrisiko
(berisiko / tidak berisiko) 2,444 ,551 10,851
For cohort Keluhan_baru =
sedang 1,722 ,778 3,813
For cohort Keluhan_baru =
rendah ,705 ,346 1,434
N of Valid Cases 70
Psikososial_ * Keluhan_baru

Crosstab
Keluhan_baru Total

sedang rendah
Psikososial_ buruk Count 10 25 35
% within Psikososial_ 28,6% 71,4% 100,0%
baik Count 12 23 35
% within Psikososial_ 34,3% 65,7% 100,0%
Total Count 22 48 70
% within Psikososial_ 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,265(b) 1 ,607
Continuity Correction(a) ,066 1 ,797
Likelihood Ratio ,265 1 ,606
Fisher's Exact Test ,797 ,399
Linear-by-Linear
Association ,261 1 ,609
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,00.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
Psikososial_ (buruk / ,767 ,279 2,110
baik)
For cohort
Keluhan_baru = sedang ,833 ,415 1,672
For cohort
Keluhan_baru = rendah 1,087 ,791 1,494
N of Valid Cases 70
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Merokok *
Kesegaran_jasmani 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%

Merokok * Kesegaran_jasmani Crosstabulation


Kesegaran_jasmani Total

kurang cukup
Merokok merokok Count 35 8 43
% of Total 50,0% 11,4% 61,4%
tidak merokok Count 19 8 27
% of Total 27,1% 11,4% 38,6%
Total Count 54 16 70
% of Total 77,1% 22,9% 100,0%

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Merokok
(merokok / tidak merokok) 1,842 ,596 5,691
For cohort Kesegaran_jasmani
= kurang 1,157 ,871 1,536
For cohort Kesegaran_jasmani
= cukup ,628 ,267 1,474
N of Valid Cases 70

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
usia * Kesegaran_jasmani
70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%
usia * Kesegaran_jasmani Crosstabulation
Kesegaran_jasmani Total

kurang cukup
usia >= 35 tahun Count 15 8 23
% within usia 65,2% 34,8% 100,0%
< 35 tahun Count 39 8 47
% within usia 83,0% 17,0% 100,0%
Total Count 54 16 70
% within usia 77,1% 22,9% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2,763(b) 1 ,096
Continuity Correction(a) 1,847 1 ,174
Likelihood Ratio 2,651 1 ,103
Fisher's Exact Test ,131 ,089
Linear-by-Linear
Association 2,723 1 ,099
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,26.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for usia (>= 35
tahun / < 35 tahun) ,385 ,122 1,211
For cohort
Kesegaran_jasmani = ,786 ,568 1,088
kurang
For cohort
Kesegaran_jasmani = 2,043 ,879 4,750
cukup
N of Valid Cases 70
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
usia * Psikososial_ 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%

usia * Psikososial_ Crosstabulation


Psikososial_ Total

buruk baik
usia >= 35 tahun Count 15 8 23
% within usia 65,2% 34,8% 100,0%
< 35 tahun Count 20 27 47
% within usia 42,6% 57,4% 100,0%
Total Count 35 35 70
% within usia 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3,173(b) 1 ,075
Continuity Correction(a) 2,331 1 ,127
Likelihood Ratio 3,211 1 ,073
Fisher's Exact Test ,126 ,063
Linear-by-Linear
Association 3,128 1 ,077
N of Valid Cases 70
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for usia (>= 35
tahun / < 35 tahun) 2,531 ,899 7,124
For cohort Psikososial_ =
buruk 1,533 ,981 2,395
For cohort Psikososial_ =
baik ,605 ,329 1,116
N of Valid Cases 70
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai