Anda di halaman 1dari 182

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)
PENGGUNA KOMPUTER PADA PEGAWAI KANTOR DINAS
KETAHANAN PANGAN KOTA TANGERANG TAHUN 2022

Disusun Oleh:

Qonita Ammarwati

NIM: 11181010000045

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/1444 H
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)
PENGGUNA KOMPUTER PADA PEGAWAI KANTOR DINAS
KETAHANAN PANGAN KOTA TANGERANG TAHUN 2022

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun Oleh:

Qonita Ammarwati

NIM: 11181010000045

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/1444 H

ii
iii
iv
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Skripsi, September 2022


Qonita Ammarwati, NIM: 11181010000045

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN


MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) PENGGUNA KOMPUTER
PADA PEGAWAI KANTOR DINAS KETAHANAN PANGAN KOTA
TANGERANG TAHUN 2022
xviii + 130 halaman+ 32 tabel+ 2 bagan + 7 gambar + 6 lampiran

ABSTRAK
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala atau
gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, kartilago, tendon, sistem syaraf,
ligamen, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs umumnya terjadi karena
faktor pekerjaan, faktor individu, dan faktor lingkungan. Aktivitas kerja
menggunakan komputer pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang memiliki potensi untuk keluhan MSDs bagi
pekerjanya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic
Body Map yang melibatkan 16 responden, ditemukan 9 pekerja mengalami MSDs
ringan dan 6 pekerja mengalami MSDs sedang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keluhan MSDs Pengguna Komputer Pada Pegawai Kantor
Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-
Juli 2022, dengan jenis penelitian Kuantitatif dan menggunakan desain Cross
sectional study. Pada penelitian ini peneliti menggunakan total sampel yaitu
berjumlah 46 pekerja. Untuk pengumpulan data menggunakan kuesioner (data
individu), Nordic Body Map (data keluhan MSDs), Lembar ROSA (Risiko posisi
kerja), Microtoice, Timbangan, Thermohygrometer, Luxmeter. Analisis uji statistik
Univariat, Bivariat Uji Chi-square dan Multivariat uji regresi logistic berganda.
Pada penelitian ini, dari 46 responden pekerja diperoleh 14 repsonden
mengalami MSDs sedang dan sebanyak 32 responden mengalami MSDs ringan.
Secara statistik analisis multivariat ditemukan bahwa terdapat 4 faktor paling
dominan yang berhubungan dengan keluhan MSDs yakni IMT (OR=9,377), Masa
Kerja (OR=27,068), Kebiasaan Olahraga (OR=11,909), dan Kebiasaan Merokok
(OR=10,002). Disarankan pengendalian administratif dengan memberikan
pelatihan atau training pada pekerja mengenai risiko ergonomi, melakukan rotasi
kerja, pekerja lebih memperhatikan pola makan sesuai ketentuan, melakukan
peregangan serta aktivitas fisik diluar jam kerja, mengurangi paparan rokok selama
kerja maupun diluar jam kerja.

Kata Kunci: Musculoskeletal Disorders (MSDs), Masa Kerja, Shalat


Daftar Bacaan: 63 (2000-2022)

v
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY

Undergraduate Thesis, September 2022


Qonita Ammarwati, NIM: 11181010000045

FACTORS RELATED TO COMPUTER USER MUSCULOSKELETAL


DISORDERS (MSDS) OFFICERS IN THE OFFICE OF FOOD SECURITY
OFFICE TANGERANG IN 2022
xviii + 130 pages+ 32 tables+ 2 charts + 7 pictures + 6 attachments

ABSTRACT

Musculoskeletal Disorders (MSDs) are symptoms or disorders related to


muscle tissue, cartilage, tendon structures, nervous system, ligaments, bones, and
blood vessels. MSDs generally occur due to occupational factors, individual factors,
and environmental factors. Work activities using computers for computer user
employees at the Tangerang City Food Security Office have the potential for MSDs
complaints for their workers. Results Based on a preliminary study using a Nordic
Body Map questionnaire involving 16 respondents, it was found that 9 workers had
mild MSDs and 6 workers had moderate MSDs.
The purpose of this study was to determine the factors related to the
complaints of MSDs of computer users on the employees of the Tangerang City
Food Security Office. The research was conducted in March-July 2022, with the
type of quantitative research and using a cross sectional study design. In this study,
researchers used a total sample of 46 workers. For data collection using a
questionnaire (individual data), Nordic Body Map (MSDs complaint data), ROSA
sheet (risk of work position), Microtoice, Scales, Thermohygrometer, Luxmeter.
Statistikal test analysis using Univariate, Bivariate Chi-square test, and Multivariate
multiple logistic regression test.
In this study, from 46 respondents, 14 respondents experienced moderate
MSDs and 32 respondents experienced mild MSDs. Statistikally, multivariate
analysis found that there were 4 most dominant factors associated with MSDs
complaints, namely BMI (OR=9,377), Working Period (OR=27,068), Sports Habits
(OR=11,909), and Habits (OR=10,0002). carry out administrative control by
providing training or training to workers regarding ergonomic risks, doing work
rotations, workers paying more attention to eating patterns according to regulations,
stretching and physical activity outside working hours, reducing exposure to
cigarettes both during work and outside working hours.

Keywords: Musculoskeletal Disorders (MSDs), Pray, Working Period


Reading list: 63 (2000-2022)

vi
vii
viii
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Qonita Ammarwati
TTL : Tangerang, 28 Agustus 2000
Alamat : Jl. Suka Makmur No.07, Ciputat, Tangerang Selatan
Telp/HP : 081413264896
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Email : qonitaammarwati28@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
2018-Sekarang : Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015-2018 : SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan
2012-2015 : SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan
2006-2012 : SD Negeri Kampung Bulak 1 Ciputat
C. Pengalaman Kerja
2020-2021 :Praktek Belajar Lapangan I dan II di wilayah Kerja
Puskesmas Setu
2021 : Kerja Praktek sebagai Digitak Tracer Covid-19 di
Puskesmas Kembangan
D. Pengalaman Organisasi
2020-2022 : Anggota Department Information and Technology FSK3
UIN Jakarta

ix
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis diberikan kelancaran dalam melaksanakan
penyusunan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022”. Tak lupa sholawat dan salam
tercurahkan pada nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari
zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang.

Dalam proses penulisan proposal skripsi ini, tentunya terdapat kesulitan-


kesulitan yang penulis hadapi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan
rasa syukur, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Dr. Zilhadia, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Catur Rosidati, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang baik
kepada penulis.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, M.K.K.K, HIU selaku dosen penguji 1 skripsi
yang turut memberikan evaluasi, arahan, bimbingan, dan masukan yang
baik kepada penulis
5. Ibu Izza Hananingtyas, S.K.M, M.Kes selaku dosen penguji 2 skripsi
yang turut memberikan evaluasi, arahan, bimbingan, dan masukan yang
baik kepada penulis
6. Ibu Siti Rahmah Hidayartullah Lubis, S.K.M, M.K.K.K selaku dosen
penguji 3 skripsi yang turut memberikan evaluasi, arahan, bimbingan,
dan masukan yang baik kepada penulis

x
7. Keluarga saya (Ayah, Mama, Ibnu, dan Hafidz) yang selalu
memberikan dukungan serta semangat saat penulis mengalami down
dalam pelaksanaan proposal skripsi yang dilakukan penulis.
8. March Millio Raka Putra, teman dekat saya yang ikut memberikan
supportnya dalam bentuk dukungan mental dalam penyusunan skripsi
saya.
9. Shafira, Teteh Syafira, Ainayya, Febiana, Ega, Nurunnisa, Dinda, dan
Helma (District 9) yang telah memberikan dukungan serta support
dalam skripsi ini.
10. Prawiningsih, teman sekaligus partner dalam pengambilan data
penelitian di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang yang
selalu memberikan support, doa dan dukungannya dari awal penulisan
skripsi ini sampai akhir.
11. Annisa dan Popoy, sahabat masa kecil saya yang turut memberikan
dukungan dalam penyusunan skripsi saya ini.
12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2018, teman-teman peminatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, serta teman-teman seperbimbingan
magang yang diampu oleh Dr. M. Farid Hamzens, M.Si.

Penulis berharap, semoga segala pihak yang memberikan bantuan dalam


pelaksanaan magang dan penulisan proposal skripsi ini mendapat balasan dari Allah
SWT. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
kepenulisan proposal skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran agar dapat memperbaiki kepenulisan di masa yang akan datang

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, September 2022

Penulis

xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR BAGAN............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
C. Tujuan ............................................................................................................... 7
1. Tujuan Umum ................................................................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ................................................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian............................................................................................ 8
1. Bagi Pekerja ................................................................................................................... 8
2. Bagi Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang ................................................ 9
3. Bagi Peneliti Lain .......................................................................................................... 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI .......................... 9
A. Definisi Tenaga Kerja ...................................................................................... 10
B. Definisi Ergonomi ............................................................................................ 10
C. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................................... 11
D. Tanda dan Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) .................................... 12
E. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................................... 13
F. Penyebab Musculoskeletal Disorders (MSDs)................................................. 16
G. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) .......................................... 18
H. Cara Pengukuran Musculoskeletal Disorders (MSDs) .................................... 34
I. Cara Pengukuran Posisi Kerja .......................................................................... 37
J. Cara Penanganan Muscloskeletal Disorders (MSDs) ...................................... 49
K. Cara Pencegahan Muscloskeletal Disorders (MSDs) ....................................... 50
L. Kerangka Teori ................................................................................................. 51

xii
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 53
A. Kerangka Konsep ............................................................................................ 53
B. Definisi Operasional ........................................................................................ 55
C. Hipotesis .......................................................................................................... 59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 60
A. Desain Penelitian .............................................................................................. 60
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 60
C. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 60
D. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 63
E. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................................... 63
F. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 66
G. Manajemen Pengolahan Data ........................................................................... 70
H. Analisis Data .................................................................................................... 71
I. Etik Penelitian .................................................................................................. 73
BAB V HASIL ..................................................................................................... 74
A. Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................................... 74
B. Hasil Analisis Univariat .................................................................................. 76
C. Hasil Analisis Bivariat...................................................................................... 85
D. Hasil Analisis Multivariat ................................................................................ 95
BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................. 100
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 100
B. Gambaran Keluhan MSDs pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan .......................................................................................... 100
C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan MSDs Pada Pegawai
Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang ....... 102
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 126
A. Simpulan......................................................................................................... 126
B. Saran ............................................................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 131
LAMPIRAN ....................................................................................................... 137

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT .................................................................21

Tabel 2.2 Tingkat Keluhan Nordic Body Map .......................................................37

Tabel 2.3 Total Skor Nordic Body Map .................................................................38

Tabel 3.1 Definisi Operasional ..............................................................................55

Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Berdasarkan Variabel ...........................................62

Tabel 4.2 Validitas Kuesioner Intensitas Shalat .....................................................64

Tabel 4.3 Validitas Kuiesioner Nordic Body Map (NBM) ...................................65

Tabel 4.4 Reliabilitas Kuesioner Intensitas Shalat dan NBM ................................66

Tabel 4.5 Coding Data SPSS..................................................................................70

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan Pegawai


Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022......76

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Posisi Pekerja


Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
2022 ........................................................................................................................77

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pegawai Pengguna


Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022 ......................78

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai


Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022......79

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai


Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022......80

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
2022 ........................................................................................................................80

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
2022 ........................................................................................................................81

xiv
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok
Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
2022 ........................................................................................................................82

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Shalat Pegawai


Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022......83

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pencahayaan Pegawai


Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022......83

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Ruangan Pegawai


Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022......84

Tabel 5.12 Analisis Hubungan Posisi Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun
2022 ........................................................................................................................85

Tabel 5.13 Analisis Hubungan Umur dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun
2022 ........................................................................................................................86

Tabel 5.14 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun
2022 .......................................................................................................................87

Tabel 5.15 Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Keluhan MSDs
pada Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang Tahun 2022 .........................................................................................88

Tabel 5.16 Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun
2022 ........................................................................................................................89

Tabel 5.17 Analisis Hubungan Intensitas Shalat dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022 ............................................................................................................90

Tabel 5.18 Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022 ............................................................................................................91

xv
Tabel 5.19 Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022 ............................................................................................................92

Tabel 5.20 Analisis Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun
2022 ........................................................................................................................93

Tabel 5.21 Analisis Hubungan Suhu dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun
2022 ........................................................................................................................94

Tabel 5.22 Kandidat variabel independen yang masuk ke dalam model


multivariat ..............................................................................................................96

Tabel 5.23 Hasil pemodelan prediksi keluhan MSDs ............................................96

Tabel 5.24 Model Akhir Analisis Multivariat Keluhan MSDs ..............................98

xvi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .....................................................................................52

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................53

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Keluhan Nyeri ............................................................................36

Gambar 2.2 Kuesioner Nordic Body Map ..............................................................37

Gambar 2.3 Lembar ROSA ....................................................................................40

Gambar 6.1 (a) posisi kaki yang tidak terdapat pijakan kaki, (b) desain kursi yang
tidak sesuai dengan posisi pekerja menjadi terlalu bawah, (c) stasiun kerja yang
penuh dengan barang dan membuat ruang gerak terbatas ...................................105

Gambar 6.2 Sendi yang berperan dalam gerakan shalat ......................................118

Gambar 6.3 (a) sumber cahaya alami dari jendela yang tidak tertutup gorden akan
membuat silau dan memantulkan cahaya pada komputer, (b) terdapat lampu dengan
penerangan tidak optimal dan rusak .....................................................................122

Gambar 6.4 Desain penerangan tempat kerja yang ergonomis ............................123

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja yang dijamin oleh

pemilik usaha dan karyawan dapat memilih jenis pekerjaan untuk memperoleh

pekerjaan yang sejahtera serta adil, ketenangan, kelayakan serta rasa nyaman saat

bekerja (Peraturan Pemerintahan Nomor 50, 2012). Masalah kesehatan kerja dapat

timbul diakibatkan oleh risiko yang diakibatkan oleh proses kerja, perilaku

kesehatan pekerja serta lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit

akibat proses kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dapat disebabkan oleh

lingkungan kerja.

Salah satu jenis masalah kesehatan kerja ialah masalah bahaya ergonomis.

Risiko kesehatan bagi karyawan yang disebabkan oleh bahaya ergonomis akan

menyebabkan kerugian bagi karyawan itu sendiri maupun bagi perusahaan.

Kerugian yang dapat timbul adalah rasa kelelahan karyawan hingga penurunan

produktivitas karyawan dan berdampak pada hilangnya hari kerja sehingga

menimbulkan kerugian material bagi perusahaan. Salah satu masalah kesehatan di

tempat kerja yang dapat disebabkan oleh risiko ergonomis adalah gangguan

muskuloskeletal (MSDs). Gangguan muskuloskeletal (MSDs) adalah kumpulan

gejala atau kondisi yang berkaitan dengan jaringan otot, tulang rawan, tendon,

sistem saraf, ligamen, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs awalnya

menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kaku, gangguan tidur.

1
2

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyatakan pada 2018 bahwa

lebih dari 1,8 juta kematian terkait pekerjaan terjadi di setiap tahun pada 157

kawasan Asia dan Pasifik. Faktanya, dua pertiga dari kematian dunia terkait

pekerjaan terjadi di kawasan Asia. Lebih dari 2,78 juta orang di seluruh dunia

meninggal setiap tahun akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, salah

satunya termasuk gangguan muskuloskeletal. (ILO, 2018). Berdasarkan data

gangguan muskuloskeletal di Indonesia, pekerja terbukti mengalami kerusakan

pada otot leher bagian bawah (80%), bahu (20%), punggung (40%), punggung

bawah (40%), punggung bawah (20%), bokong (20%), paha (40%), lutut (60%),

betis (80%) (ILO, 2018).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,

presentase prevalensi gangguan muskuloskeletal di Indonesia sebesar 7,3% dengan

hasil prevalensi muskuloskeletal pada umur > 15 tahun semakin bertambahnya

umur semakin tinggi angka prevalensi MSDs, dan berdasarkan hasil tersebut

ditemukan bahwa lebih tinggi angka prevalensi pada perempuan dibandingkan laki-

laki dengan selisih 2.4%.(Riskesdas, 2018). Sedangkan berdasarkan data prevalensi

MSDs di Britania Raya pada tahun 2020-2021 diperkirakan ada 470.000 pekerja

yang terkena gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan. Ini mewakili 1.420 per

100.000 pekerja, dan dengan demikian menyumbang 28% dari semua penyakit

yang berhubungan dengan pekerjaan. Sebagian besar gangguan muskuloskeletal

terkait pekerjaan ini mempengaruhi 45% pada bagian ekstremitas atas atau leher,

39% bagian punggung, dan dengan 16% sisanya mempengaruhi bagian bawah

anggota badan (Health and Safety Executive 2021).


3

Berdasarkan data laporan riskesdas provisi banten tahun 2018 prevalensi

msds di kota Tangerang mencapai 6,03%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan

kota Cilegon dan Serang. Sedangkan jenis pekerjaan ASN atau PNS di provinsi

banten memiliki prevalensi msds lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai swasta

dengan prevalensi sebesar 5,84% dan memiliki selisih 2,10%. Hal ini menandai

pegawai yang bekerja sebagai aparat sipil negara atau ASN memiliki risiko

Musculoskeletal Disorders dibandingkan pegawai yang bekerja di sektor swasta

(Riskesdas Provinsi Banten, 2018).

Risiko ergonomis terutama munculnya gangguan muskuloskeletal (MSDs),

disebabkan oleh banyak faktor, antara lain pekerja itu sendiri, faktor lingkungan

kerja, faktor psikososial, dan faktor pekerjaan. Selain itu, faktor yang meringankan

juga terkait dengan keluhan MSD, berdasarkan penelitian oleh pekerja komputer di

kantor pusat Bank X. Responden yang jarang rileks lebih cenderung mengalami

gangguan muskuloskeletal dengan gejala ringan (77,8%) dibandingkan dengan

responden yang rileksasi secara teratur (30,8%). Relaksasi teratur mengurangi

risiko gangguan muskuloskeletal dan tulang. Ini terkait dengan memijat otot-otot

yang tegang di siang hari, yang menyebabkan penurunan tonus otot (Hardianto,

2015).

Relaksasi otot dalam Islam terdapat pada gerakan shalat. Gerakan tersebut

dinilai sebagai latihan peregangan yang merupakan salah satu perawatan

nonfarmakologis untuk gangguan muskuloskeletal (Nabeela Nazish, dkk, 2018).

Setiap gerakan shalat mempunyai manfaat kesehatan khususnya pada

musculoskeletal. Dalam studi tahun 2018 oleh Fazle, dkk ditemukan bahwa

kemungkinan kelelahan otot selama shalat sangat kecil. Dalam surat Al-Baqarah
4

ayat 238-239 yang memiliki arti: Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan

laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk. Jika kamu takut (ada bahaya),

salatlah sambil berxjalan kaki atau berkendaraan. Kemudian apabila telah aman,

maka ingatlah Allah (salatlah), sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa

yang tidak kamu ketahui. Ayat diatas memiliki arti bahwa Allah memerintahkan

umat manusia untuk selalu mendirikan shalat kapanpun dan dimanapun umatnya

berada.

Penggunaan komputer saat ini memegang peranan yang sangat penting

dalam pekerjaan terutama di kantor. Telah terjadi peningkatan yang signifikan

dalam penggunaan komputer di tempat kerja di semua jenis pekerjaan mulai dari

sektor pendidikan sebesar 62%, sektor kesehatan sebesar 70% dan 90% di sektor

publik, layanan informasi, jasa keuangan dan manufaktur (Lin dan Popovic,

2003:16). Penggunaan komputer yang sering tanpa memperhatikan ergonomi di

tempat kerja dapat menimbulkan risiko yang dapat dihadapi pengguna komputer.

Pengguna komputer mungkin mengalami kelelahan yang berlebihan saat

menggunakan komputer, seperti sakit kepala, lengan, leher, punggung, ketegangan

bahu, nyeri otot, dan area yang berhubungan dengan pekerjaan (Wardhana dan

Laurensia). Gejala gangguan muskuloskeletal sering menyerang pekerja kantoran

karena durasi kerja yang lebih lama, termasuk bekerja dengan komputer (Rattaporn

Sihawong, dkk 2015).

Salah satu jenis pekerjaan yang memanfaatkan komputer secara intensif

adalah pegawai pemerintah (Darmawan and Wahyuningsih 2021). Pekerja kantoran

terutama yang memanfaatkan komputer sebagai alat dalam bekerja merupakan

salah satu kelompok pekerjaan yang berisiko mengalami gangguan


5

muskuloskeletal. Ini disebabkan posisi kerja duduk di ruangan dalam waktu lama

dan tidak bekerja di luar ruangan dengan mobilitas tinggi. Hal ini dapat

menyebabkan sikap yang dipaksakan. Carrassco dalam Tarwaka (2015)

menjelaskan bahwa posisi kerja akibat duduk terlalu lama dapat menyebabkan

masalah otot berupa nyeri, masalah leher, bahu, dan tulang belakang. Gangguan

muskuloskeletal (MSDs) seringkali diabaikan namun sangat meresahkan karena

dapat menurunkan produktivitas setiap pekerja, termasuk yang berada di sektor

formal seperti pekerja kantoran.

` Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Matos, 2015) yang diperoleh

fakta bahwa banyak pekerja kantoran menghabiskan lebih dari 75% waktu kerja

dengan duduk di depan komputer. Namun, jenis pekerjaan di depan komputer ini

telah dikaitkan dengan beberapa faktor risiko penyakit muskuloskeletal (MSDs),

seperti postur canggung, posisi duduk statis berkepanjangan, postur canggung yang

berulang dan terus menerus di tubuh bagian atas (cabang atas), peningkatan

aktivitas otot, di punggung atas dan bahu, durasi kerja dan tekanan waktu. Sebagian

besar risiko yang dijelaskan di atas terkait dengan interaksi antara pekerja kantoran

dan komponen workstation seperti meja, kursi, layar monitor, mouse, keyboard,

dan telepon.

Pegawai Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang merupakan pegawai

PNS maupun non-PNS yang bekerja di Kantor Dinas Ketahanan Pangan.

Melakukan pekerjaan dengan stasiun kerja duduk depan komputer. Banyaknya

pekerjaan dan tuntutan yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan mengharuskan

pegawai untuk duduk dalam waktu yang lama, sekitar 7-8 jam sehari. Selain itu,

kebiasaan ini terjadi setiap hari dengan tugas pekerjaan dalam bidang ketahanan
6

pangan yang memegang peranan penting dalam hal tercukupinya asupan makanan

pada masyarakat, jika tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan karyawan untuk

bekerja maka akan menimbulkan kelelahan kerja. Berdasarkan hasil observasi

pengamatan secara langsung dilapangan, bentuk stasiun kerja serta lingkungan

nampak padat dan cukup tidak nyaman sehingga dapat diperkirakan membuat

pekerja mudah kelelahan dan merasakan nyeri otot. Berdasarkan penelitian

terdahulu dan hasil observasi pengamatan langsung, faktor-faktor diatas dapat

menimbulkan gangguan muskuloskeletal pada pegawai kantor dinas ketahanan

pangan kota Tangerang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data gangguan muskuloskeletal di Indonesia, pekerja memiliki

terbukti mengalami kerusakan otot leher bagian bawah (80%), bahu (20%),

punggung (40%), punggung bawah (40%), punggung bawah (20%), bokong (20%),

paha (40%), lutut (60%), betis (80%) (ILO, 2018). Berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2018, presentase prevalensi musculoskeletal di Indonesia yaitu

sebesar 7,3% dengan prevalensi musculoskeletal pada umur >15 tahun semakin

bertambahnya umur semakin tinggi angka prevalensi MSDs, dan berdasarkan hasil

tersebut ditemukan bahwa lebih tinggi angka prevalensi pada perempuan

dibandingkan laki-laki dengan selisih 2.4% (Riskesdas, 2018).

Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan survey keluhan MSDs yang

telah dilakukan pada pegawai kantor dinas ketahanan pangan pengguna komputer

didapatkan hasil sebanyak 15 dari 16 pegawai yang dilakukan survey mengalami

keluhan Musculoskeletal Disorders. Ditemukan keluhan beragam tingkat ringan

berjumlah 9 pegawai dan tingkat sedang berjumlah 6 pegawai, serta keluhan sakit
7

yang paling banyak dialami oleh pegawai kantor dinas ketahanan pangan pada

bagian atas dan bawah leher, pada bahu, punggung, pinggang, bokong, pergelangan

tangan dan tangan kanan, lutut hingga betis. Selain itu berdasarkan wawancara

sekaligus observasi saat studi pendahuluan didapatkan hasil bahwa Pegawai

Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang mengaku

mengalami keluhan nyeri sendi dan otot selama bekerja. Berdasarkan hasil

pendahuluan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pengguna

Komputer Pada Pegawai Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun

2022?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pengguna

Komputer Pada Pegawai Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

pengguna komputer di Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang.

2. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik individu (umur, jenis kelamin,

status gizi (IMT), kebiasaan olahraga, dan kebiasaan merokok) pengguna

komputer di Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang.

3. Diketahuinya gambaran Faktor pekerjaan (posisi kerja, masa kerja)

Pengguna komputer di Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang.


8

4. Diketahuinya gambaran Faktor Lingkungan (Pencahayaan, Suhu) Pengguna

Komputer di Kantor Pelayanan Ketahanan Pangan Kota Tangerang

5. Diketahuinya gambaran intensitas shalat oleh pengguna komputer di Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang.

6. Diketahuinya hubungan faktor individu (umur, jenis kelamin, status gizi

(IMT), kebiasaan olahraga, dan kebiasaan merokok) dengan keluhan

Muskuloskeletal disorders (MSDs) pengguna komputer di Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang.

7. Diketahuinya hubungan faktor kerja (posisi kerja, masa kerja) dengan

keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pengguna komputer di Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang.

8. Diketahuinya hubungan dari faktor lingkungan (pencahayaan, suhu) dengan

keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pengguna komputer pada

pegawai Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

9. Diketahuinya hubungan intensitas shalat dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) pengguna komputer di Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang.

10. Diketahuinya faktor paling dominan berhubungan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) pengguna komputer di Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pekerja

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada Pekerja

khususnya Pekerja yang menggunakan Komputer pada Kantor Dinas


9

Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022 mengenai keluhan

Musculoskeletal Disorders di tempat kerja.

2. Bagi Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk peningkatan kualitas

tempat kerja melalui upaya keselamatan dan kesehatan kerja dengan

membudidayakan tempat kerja yang lebih ergonomis.

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dan menjadi

pembanding dengan penelitian yang memiliki topik hampir sama.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022. Penelitian ini

digunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Dengan jumlah sampel 46 responden.

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah identitas responden,

intensitas sholat, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, masa kerja, posisi kerja,

faktor lingkungan kerja (pencahayaan, suhu), dan keluhan gangguan

muskuloskeletal (MSDs) pada pengguna komputer Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

gambaran umum perusahaan, data jumlah pegawai pada Dinas Ketahanan Pangan

Kota Tangerang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Definisi Tenaga Kerja

Definisi pekerja dalam Pasal 1(3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. “Pekerja adalah orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Dari pengertian tersebut, kita

dapat melihat bahwa ada beberapa unsur yang melekat pada konsep pekerja: 1.

tenaga kerja, (bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja) 2. Kompensasi/upah

diterima sebagai kompensasi untuk menyelesaikan pekerjaan. Secara garis

besar, penduduk negara bisa dibagi sebagai 2 kelompok: pekerja & non-

pekerja.

Menurut Payaman (2001) , pekerja merupakan penduduk yg telah

bekerja atau sedang mencari pekerjaan & melakukan aktivitas lain misalnya

bersekolah atau melakukan pekerjaan tempat tinggal tangga. Menurutnya,

dalam praktiknya, definisi bekerja dan tidak bekerja hanya dibedakan

berdasarkan batasan umur. Oleh karena itu, bekerja berarti seseorang yang

sedang mencari atau melakukan pekerjaan yang memenuhi persyaratan yang

ditetapkan oleh undang-undang atau batasan umur dan menghasilkan barang

atau jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan hasil upah untuk mememuhi

kebutuhan hidup sehari-hari.

B. Definisi Ergonomi

Kata Ergonomi ialah gabungan dari kata dalam bahasa Yunani,

“ergo” (kerja) dan “nomos” (hukum) dan dapat diartikan sebagai hukum atau

10
11

ilmu tentang kerja. Ergonomi merupakan cabang ilmu yang mempelajari

tentang perilaku manusiayang berhubungan dengan pekerjaan. The

Ergonomics Society mendefinisikan ergonomi sebagai bidang ilmiah yang

mempelajari interaksi manusiadengan elemen dalam sistem, yang mengarah

pada pengembangan berbagai teori dan metode untuk mengoptimalkan kinerja

dan kinerja sistem secara keseluruhan.

Ergonomi merancang sistem danmetode kerja, peralatan kerja dan

lokasi lingkungan kerja yang sesuai dengan keterbatasan fisik dan karakteristik

karyawan. Semakin baik, semakin aman dan efisien pekerjaan Anda. Prinsip

utama ergonomi adalah keselarasan kerja dengan karyawan, atau

“menyesuaikan pekerjaan dengan karyawan”. Ergonomi menyediakan desain

tempat kerja yang nyaman dan efisien, peralatan dan perlengkapan yang

memenuhi kebutuhan karyawan. Pada akhirnya, desain yang efektif dapat

mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya sehingga tercipta

lingkungan kerja yang sehat. Pola kerja juga dirancang untuk menghindari

penggunaan otot yang berlebihan dan kelelahan yang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan (Suma`mur, 2014).

C. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Gangguan muskuloskeletal (MSDs) adalah kondisi yang terjadi

ketika seseorang melakukan pekerjaan berat atau aktivitas kerja yang

mengganggu fungsi normal jaringan halus sistem muskuloskeletal, termasuk

saraf, tendon, dan otot (WHO, 2003). Keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan aktivitas otot dan

bagian tubuh tertentu dengan keluhan nyeri seperti nyeri pada pergelangan
12

tangan, leher, punggung bawah, siku, tangan dan kaki bagian bawah. Jika otot

mengalami beban statis yang berulang dan berkepanjangan, hal ini dapat

menimbulkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon

(Tarwaka, 2015). Keluhan pada otot dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Keluhan sementara (reversible), ialah keluhan otot dengan pembebanan

statis, namun keluhan dapat segera hilang bila beban dihentikan.

b. Keluhan persisten (ireversibel), ialah keluhan otot bersifat permanen,

walaupun beban yang diterima telah dihilangkan tetapi nyeri pada otot

berlanjut.

Gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan

akibat langsung yang ditimbulkan karena kerusakan pada jaringan yang terjadi

setiap hari, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk penyembuhan.

Kerusakan selanjutnya terakumulasi dan mengakibatkan gangguan pada otot

rangka (Tarwaka, 2015).

D. Tanda dan Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) tidak bisa dilakukan diagnosis

secara medis akan tetapi hanya bisa dirasakan secara subjektif. Keluhan atau

gejala yang dirasakan berbeda – beda pada setiap individu walaupun pekerjaan

yang dilakukan hampir sama. Menurut OSHA dalam Suriatmini (2011:30)

terdapat gejala musculoskeletal, antara lain:

1. Timbul rasa sakit, nyeri dan tidak nyaman

2. Mati rasa

3. Pegal
13

4. Pergerakan terasa lemas, terbatas, serta kaku

5. Timbulnya rasa terbakar

6. Persendian terasa kaku

7. Bengkak, kemerahan dan terasa hangat pada bagian tubuh

tertentu

8. Sebagian otot terasa lelah

Gejala-gejala di atas dapat dirasakan oleh pekerja sebagai akibat dari

paparan faktor muskuloskeletal dalam tubuhnya. Setiap bagian tubuh berisiko

mengalami gangguan muskuloskeletal dan kesehatan yang dapat

mengakibatkan melemahnya fungsi anggota tubuh seperti nyeri pada tangan,

leher, bahu, punggung dan tungkai bawah akibat aktivitas di tempat kerja.

E. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)

a. Sindrom Leher Tegang

Rasa tegang pada otot leher disebabkan oleh posisi kepala yang

berkepanjangan menyebabkan kekakuan otot, kejang otot dan nyeri yang

dapat menjalar ke leher.

b. Radikulopati Serviks

Tekanan dasar pada sistem saraf di leher menyebabkan tulang belakang

leher meradang dan dapat mengubah fungsi neurologis.

c. Radang kandung lendir

Iritasi atau peradangan yang berkembang pada jaringan ikat di sekitar

sendi disebabkan oleh pekerjaan saat bekerja dalam posisi canggung

seperti mengangkat beban di bahu dengan intensitas waktu yang lama.


14

d. Sindrom Otot Toraks

Tekanan yang terjadi pada sistem saraf atau pembuluh darah antar tulang

rusuk pertama, belakang leher, dada, dan otot bahu.

e. Epikondilitis

Nyeri atau nyeri tekan pada siku yang disebabkan oleh rotasi berlebihan

atau puntiran ekstrem pada lengan bawah. Kondisi ini juga dikenal

sebagai tennis elbow.

f. Kompresi saraf ulnaris

Tekanan pada saraf ulnaris yang dapat mengakibatkan nyeri, mati rasa,

dan kelemahan pada pergelangan tangan.

g. Penyakit De Quervain

Jenis sinovitis ini terjadi di jempol kaki.

h. tenosinovitis

Iritasi yang sangat menyakitkan atau peradangan pada tendon yang

diakibatkan oleh gerakan berulang di pergelangan tangan.

i. sinovitis

Iritasi atau peradangan pada lapisan sinovial (lapisan sendi).

j. Radang sendi

Rasa sakit dan tidak nyaman yang disebabkan oleh peradangan pada

tendon jari-jari karena aktivitas berulang dengan jari (menggunakan

peralatan dengan pemicu).


15

k. Sindrom terowongan karpal

Mati rasa atau kesemutan di daerah pergelangan tangan diakibatkan

tekanan pada saraf tengah, seperti pembengkakan dan iritasi pada tendon

atau selubung tendon. CTS dapat menyebabkan seseorang mengalami

kesulitan memahami.

l. Sindrom tremor tangan-lengan

Gangguan yang diakibatkan paparan getaran yang berkepanjangan di

tempat kerja. Secara khusus, tangan dan lengan yang menggunakan

perangkat bergetar, menyebabkan mati rasa, kesemutan dan hilangnya

kepekaan.

m. Sakit punggung bawah

Cedera punggung bawah diakibatkan otot yang terlalu banyak bekerja

atau ligamen yang terkilir akibat bekerja dalam posisi tertekuk untuk

waktu yang lama. Rasa sakit akan mereda dengan sendirinya dalam

waktu sekitar 3-4 minggu.

n. Sindrom pirifomis

Nyeri atau mati rasa di sekitar bokong yang disebabkan oleh nyeri atau

kompresi saraf sciatic.

o. Tendonitis

Iritasi atau peradangan pada tendon yang menghubungkan otot dengan

tulang sebagai akibat dari aktivitas yang tidak biasa (posisi tangan,

lengan, dan bahu yang canggung) yang dilakukan secara terus menerus.

(Sanders, 2004).
16

F. Penyebab Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Banyak pekerjaan yang memiliki risiko terjadinya Musculoskeletal

Disorders (MSDs), baik karena pekerjaan maupun cara kerja karyawan,

sehingga kejadian musculoskeletal disorder (MSDs) dapat meningkatkan

risiko tersebut. Penyebab utama gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan

adalah ketegangan, posisi statis atau canggung dan pengulangan (Sanders,

2004).

a. Beban/ Kekuatan (Force)

Beban adalah besarnya kerja otot dan besarnya tekanan pada tubuh

akibat dari tuntutan saat bekerja. Setiap jenis pekerjaan membutuhkan

penggunaan otot, tetapi ketika jenis pekerjaan ini mengharuskan pekerja

untuk menerapkan kekuatan tingkat tinggi pada setiap otot, hal tersebut dapat

membuat kerusakan pada otot atau tendon, sendi dan jaringan di organ.

Kerusakan dapat terjadi ketika pekerjaan yang biasanya menggunakan otot

untuk mengangkat beban berat dilakukan berulang kali tanpa memikirkan

waktu kerja (durasi kerja) dan dalam posisi tubuh yang tidak nyaman.

Penggunaan alat dalam bekerja juga dapat mempengaruhi beban/ kekuatan

sehingga dapat merusak jaringan-jaringan karena pemampatan tendon, otot,

pembuluh darah dan saraf. Yang perlu dipertimbangkan dalam Force adalah

sebagai berikut:

1. Lamanya waktu pekerja menggunakan kekuatan.

2. Jumlah gaya diterapkan dalam periode waktu tertentu.

3. Sikap saat menggunakan kekuatan.


17

b. Posisi Tetap (Static)/ Janggal

Posisi ialah posisi tubuh saat beraktivitas. Posisi tubuh yang

netral atau baik berarti sendi digunakan pada posisi dekat dengan pusat

rentang gerak, sedangkan posisi canggung terjadi ketika sendi jauh dari

netral dan memberikan tekanan pada otot, tendon, dan ligamen di sekitar

sendi. . Yang perlu diperhatikan pekerja saat melakukan pekerjaan dengan

posisi tetap atau canggung:

1. Lamanya waktu karyawan dalam posisi tetap.

2. Jumlah pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan

posisi canggung dalam periode tertentu.

3. Jumlah kekuatan yang diberikan saat bekerja di posisi yang

canggung.

c. Pengulangan (Repetition)

Peningkatan risiko MSDs disebabkan oleh penggunaan berulang pada

anggota tubuh yang sama, dengan sedikit istirahat atau istirahat yang

tidak cukup. Aktivitas yang berulang dapat mengakibatkan rasa

kelelahan, kerusakan pada jaringan, dan akhirnya timbul sakit yang

menjadi ketidaknyamanan dalam bekerja. Poin perhatian untuk pekerjaan

berulang:

1. Bagaimana karyawan melakukan pekerjaan mereka

2. Sikap yang Diperlukan

3. Jumlah Gaya yang Dilakukan


18

G. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Berikut adalah faktor risiko yang dapat menyebabkan Musculoskeletal

Disorders pada pekerja:

1. Faktor Risiko Individu

a. Umur

Umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai

batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-

60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25 %, kemampuan sensoris-

motoris menurun sebanyak 60 %. Selanjutnya kemampuan kerja fisik

seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50 % dari umur yang

berumur 25 tahun. Dengan demikian pengaruh umur harus selalu dijadikan

pertimbangan dalam memberikan pekerjaan pada seseorang. (Tarwaka dkk,

2014).

Umur akan mempengaruhi gejala MSDs yang dialami, karena

perubahan umur menyebabkan perubahan fisik. Sebuah penelitian terkait

sistem muskuloskeletal (Rahayu, 2012) menunjukkan bahwa pekerja

berumur 30 tahun empat kali lebih mungkin mengalami kejadian

muskuloskeletal dibandingkan pekerja di bawah umur 30 tahun. Sebuah

studi yang dilakukan pada (Fausiyah, 2017) mendefinisikan kekuatan otot

puncak pada manusia antara umur 20 dan 29 tahun, sedangkan umur

selebihnya mengalami penurunan kekuatan otot. Akan tetapi studi kasus

yang dilakukan oleh (Hardianto, 2015) menjelaskan Tidak ada hubungan

antara umur dengan keluhan MSDs (p value = 0,399).


19

b. Jenis Kelamin

Prevalensi gangguan muskuloskeletal lebih tinggi pada perempuan

daripada laki-laki, dan beberapa penelitian memperoleh hasil bahwa

perempuan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan

muskuloskeletal dikarenakan kinerja otot perempuan lebih rendah daripada

laki-laki (Budiono, 2003). Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang sering

dikaitkan dengan gejala MSDs. Secara fisiologis, performa otot laki-laki

lebih kuat dibandingkan performa otot perempuan (Karwowski & Marras,

2019). Menurut Tarwaka (2015), perbandingan kekuatan laki-laki dan

perempuan adalah 3:1. Rata-rata kekuatan perempuan hanya 60% dari laki-

laki, terutama pada otot punggung, lengan dan kaki. (Hardianto, 2015)

menunjukkan adanya hubungan antar jenis kelamin (p-value = 0,013; CC =

0,307).

c. Status gizi atau Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tingkat gizi seseorang berkaitan erat dengan kesehatan dan

kemampuan kerja seseorang. Tubuh membutuhkan zat dari makanan untuk

menyehatkan tubuh dan memperbaiki sel dan jaringan yang rusak. Nutrisi

ini juga dibutuhkan untuk melakukan tugas yang lebih berat dan menambah

berat badan (Suma`mur, 2009). Pekerja yang gizinya baik memiliki

kemampuan kerja dan stamina fisik yang lebih baik, begitu pula sebaliknya.

Malnutrisi pada posisi kerja yang tidak ergonomis mempengaruhi

pekerjaan, menurunkan efisiensi dan daya tahan fisik, meningkatkan

kerentanan terhadap penyakit dan mempercepat berkembangnya kelelahan

(Budiono, 2003).
20

Setiap orang memiliki bentuk dan ukuran tubuh yang berbeda.

Status gizi seseorang dapat dinilai berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa

Tubuh). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi

Indeks Massa Tubuh (IMT). Berikut adalah cara menghitung indeks massa

tubuh:

Berat Badan (kg)

IMT =
Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m)

Berikut adalah tabel kategori indeks massa tubuh (IMT) orang dewasa:

Tabel 2.1
Kategori Ambang Batas IMT

Kategori Deskripsi IMT


Kekurangan BB tingkat berat
< 17,0
Kurus
Kekurangan BB tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2009

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2012) menjelaskan bahwa

IMT memiliki hubungan yang signifikan akan kejadian MSDs dan orang

yang memiliki IMT rendah atau gizi kurang berisiko 1,2 kali dibandingkan

dengan orang yang memiliki IMT normal. Sedangkan berdasarkan

penelitian (Hardianto, 2015) dijelaskan bahwa indeks massa tubuh (p value

= 1,000) yang artinya tidak memiliki hubungan yang signifikan.


21

d. Masa kerja

Masa kerja berkaitan dengan kemampuan fisik seseorang, semakin

lama masa kerja maka semakin rendah kemampuan fisiknya. Pekerjaan

yang lama dan berulang dengan anggota badan dapat menyebabkan nyeri

pada otot (Suma`mur, 2009). Masa kerja adalah akumulasi waktu dimana

karyawan mulai bekerja sampai dengan satuan waktu tertentu. Masa kerja

menunjukkan berapa lama seseorang telah bekerja dan telah terpapar

paparan di tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, maka makin lama

ia terpapar di tempat kerja, sehingga semakin besar risiko terkena penyakit

akibat kerja (Ahmad, 2014).

Pekerja dapat bekerja dengan baik sesuai dengan masa kerja mereka.

Kelelahan di tempat kerja dapat menyebabkan penurunan kinerja fisik

secara bertahap, yang dapat diperburuk jika tidak ada perubahan pekerjaan

selama aktivitas fisik. Secara tidak langsung, masa kerja menyebabkan

kontraksi berkepanjangan pada otot perut yang menguatkan dan

mempertahankan. Masa kerja dikategorikan menjadi 2, antara lain

(Tarwaka, 2017):

1. Masa Kerja Baru : ≤ 5 tahun

2. Masa Kerja Lama : >5 tahun

Penelitian (Nurliah, 2012) menjelaskan bahwa ada hubungan atau

hubungan yang signifikan antara tenurial dengan MSDs. Sedangkan

berdasarkan penelitian (Hardianto, 2015) menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan antara masa kerja (p-value = 1.000).


22

e. Kebiasaan Olahraga

Kurangnya aktivitas fisik seperti olahraga merupakan salah satu

penyebab penyakit, termasuk keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang menciptakan pergerakan otot

dalam jangka waktu tertentu (Tarwaka, 2014). Jika seseorang sering

melakukan aktivitas fisik/olahraga, maka lemak dalam tubuh seseorang

dapat menyusut dan indeks massa tubuhnya menjadi ideal. Sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Suriatmini (2011) diperoleh hasil,

karyawan yang berolahraga mengalami MSDs lebih sedikit dibandingkan

karyawan yang tidak berolahraga. Hal ini juga sejalan dengan penelitian

(Hardianto, 2015) bahwa variabel kebiasaan berolahraga memiliki

hubungan yang signifikan (p-value = 0,006; CC = 0,327)..

f. Kebiasaan Merokok

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa riwayat merokok

berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal seperti nyeri punggung,

linu panggul, dan hernia. Semakin lama dan semakin sering mereka

merokok, semakin serius masalah ototnya. Pekerja yang merokok 2,84 kali

lebih mungkin mengalami gangguan muskuloskeletal dibandingkan bukan

perokok. Selain itu, efek merokok menimbulkan respon nyeri,

mengganggu proses penyerapan kalsium pada tubuh, meningkatkan risiko

osteoporosis, menghambat penyembuhan patah tulang serta akan

menghambat tumbuh kembang tulang..


23

2. Faktor Pekerjaan

a. Posisi kerja

Posisi kerja tidak wajar atau posisi kerja adalah posisi kerja dimana

posisi bagian tubuh tidak sesuai dengan posisi yang seharusnya. Contohnya

gerakan tangan terangkat, punggung tertekuk, kepala dan leher terangkat.

Semakin jauh anggota bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka

semakin besar risiko gangguan muskuloskeletal. Posisi kerja yang tidak

wajar ini umumnya diakibatkan dari ketidaksesuaian persyaratan kerja,

peralatan dan karakteristik tempat kerja tidak sesuai dengan kemampuan

dan keterbatasan pekerja (Tarwaka, 2014). Bekerja dengan posisi canggung

dan tidak wajar atau di luar posisi netral meningkatkan risiko

mengembangkan gangguan muskuloskeletal. Berdasarkan survei yang

dilakukan di kantor pusat Bank SulutGo Manado hasil dari uji statistik

antara posisi kerja duduk dengan keluhan muskuloskeletal menunjukkan

terdapat hubungan dengan nilai p = 0,000 dengan dan nilai r = 0,565 yang

berarti memiliki keeratan hubungan sedang dan searah.

Jenis-Jenis Posisi kerja

Menurut Nurmianto (2008), Posisi kerja merupakan suatu tindakan

yang diambil tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan. Terdapat 4 macam

sikap dalam bekerja, yaitu:

a. Posisi kerja Duduk

Menurut Suma`mur (2014), manfaat bekerja dalam posisi duduk ini

antara lain mengurangi kelelahan pada kaki, menghindari posisi canggung,

mengurangi pengeluaran energi dan mengurangi kebutuhan aliran darah.


24

b. Posisi kerja Berdiri

Berdiri adalah posisi lincah secara fisik dan mental yang

memungkinkan Anda bekerja lebih cepat, lebih kuat, dan lebih teliti, tetapi

jika Anda tetap berdiri, darah serta cairan tubuh kemungkinan akan

menumpuk pada kaki (Santosa, 2014).

c. Posisi kerja Membungkuk

Dari sudut pandang otot, posisi terbaik untuk duduk dan bekerja

adalah sedikit membungkuk, tetapi dari sudut pandang tulang, posisi tegak

diperlukan untuk mencegah punggung Anda kendur dan menjaga perut

Anda tetap di tempatnya. Oleh karena itu, dianjurkan untuk bekerja dalam

posisi duduk tegak dengan posisi sedikit membungkuk (Suma`mur, 2014).

d. Posisi kerja Dinamis

Posisi kerja dinamis merupakan posisi kerja yang bervariasi (duduk,

berdiri, membungkuk dan meregangkan secara bersamaan saat bekerja)

lebih unggul dari posisi statis (meregangkan) yang sering digunakan di

beberapa industri. Ketidaknyamanan yang terjadi pada otot rangka (skeletal)

bahkan nyeri pada tulang belakang digunakan sebagai intervensi ergonomis,

karena ketegangan otot yang berlebihan dapat dikurangi. Oleh karena itu,

posisi kerja yang dinamis dapat menguntungkan sebagian besar karyawan

(Suma`mur, 2014).
25

b. Lama Kerja

Lama kerja ialah jumlah waktu (jam/hari) seseorang di lingkungan

kerja. Peningkatan jumlah jam kerja di luar kemampuan kerja biasanya tidak

dikaitkan dengan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja yang optimal,

tetapi biasanya mengarah pada penurunan kualitas kerja dan hasil kerja,

sehingga rentan terhadap gangguan kesehatan dan penyakit. Berdasarkan

UU No. 13 Tahun 2003, waktu kerja karyawan adalah 8 jam sehari atau 40

jam seminggu.

Waktu kerja yang melebihi waktu yang telah ditentukan dapat

menyebabkan kelelahan pada otot rangka hingga penurunan produktivitas.

Timbulnya rasa lelah pada punggung bawah yang terus menerus dapat

menyebabkan turunnya tingkat ketelitian pekerja sehingga dapat

menimbulkan penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja. Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap

pengusaha wajib melaksanakan ketentuan mengenai jam kerja

karyawannya.. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 (pasal 77,

ayat 1), bahwa waktu yang di persyaratkan adalah:

a. Waktu kerja siang hari:

 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b. Waktu kerja malam hari, dapat dilakukan dengan:

 6 (enam) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu)
26

minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu)

minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu

c. Beban Kerja

Beban merupakan salah satu faktor risiko gangguan

muskuloskeletal. Menurut Kementerian Kesehatan, kondisi beban tidak

boleh melebihi aturan. Pada laki-laki dewasa memiliki berat beban 15-20

kg, dan perempuan dengan beban 12-15 kg. Berdasarkan survei terhadap

235 juta pekerja di beberapa negara Eropa (European Campaign on

Musculoskeletal Disorders), 18% pekerja mengalami cedera harian karena

memindahkan benda berat keluar dari kontainer. Keluhan MSD pekerja

jalanan disebabkan oleh posisi atau posisi kerja mereka saat melakukan

pekerjaan dan ketegangan otot yang berulang pada posisi yang tidak nyaman

sehingga mengakibatkan cedera atau trauma pada jaringan lunak dan sistem

saraf.

3. Faktor Lingkungan

1.) Getaran

Getaran mengintensifkan kontraksi otot, menghasilkan aliran darah

yang tidak merata dan peningkatan penumpukan asam laktat

sehingga akan dapat menyebabkan rasa sakit.

2.) Suhu

Perbedaan antara suhu lingkungan dan suhu tubuh berarti sebagian

energi dalam tubuh digunakan untuk menyesuaikan suhu tubuh


27

dengan lingkungan. Tanpa suplai energi yang cukup, otot akan

kelaparan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48

Tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran dan Permenaker No.5

Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja, batas suhu minimum

untuk tempat kerja kantor adalah 23-26°C, jika tidak maka

kapasitas kerja pegawai akan berkurang.

3.) Pencahayaan

Pencahayaan mempengaruhi akurasi dan performa kerja. Bekerja

dalam gelap membuat tubuh memaksa beradaptasi karena

kekurangan cahaya. Jika ini berlanjut untuk waktu yang lama,

tekanan pada otot-otot tubuh bagian atas meningkat. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2016 tentang

Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran, standar

penerangan untuk ruang kerja jenis pekerjaan ini minimal

membutuhkan 300lux. Sedangkan berdasarkan Peremnkes No. 70

Tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja Industri, suatu lingkungan kerja atau kegiatan

kerja dikatakan memenuhi syarat tingkat penerangan apabila

memiliki selisih paling tinggi 10% dari NAB tingkat penerangan

yang dipersyaratkan, maka batas pencahayaan ditetapkan. 270-330

lux.

4. Faktor Psikososial

Faktor psikososial adalah kepuasan kerja, stres psikologis

dan organisasi kerja. Organisasi kerja berarti distribusi tugas kerja


28

dari waktu ke waktu dan durasi tugas kerja di antara karyawan dan

durasi dan distribusi waktu istirahat. Waktu kerja dan istirahat

mempengaruhi kelelahan dan perbaikan jaringan. Studi tertentu

telah dilakukan pada efek organisasi kerja pada gangguan leher.

Bekerja di depan komputer selama lebih dari 4 jam sehari tampaknya

terkait dengan ketidaknyamanan leher Faktor ini terdiri dari

karakteristik waktu kerja (shift kerja), peraturan ditempat kerja, gaji

yang tidak adil, rangkap kerja, stres kerja, konsekuensi kesalahan

kerja, waktu istirahat yang pendek dan gangguangangguan lain saat

bekerja (Menzel, 2007).

5. Shalat

Salat secara harfiah berarti doa. Dalam Al-Qur'an dan Hadits, kata

doa memiliki tiga arti. Awal; Ketika kata doa berasal dari Tuhan, itu berarti

pujian dan belas kasihan. Nomor dua; bila kata doa berasal dari malaikat,

artinya doa memohon ampun. Ketiga; Jika kata doa berasal dari orang

beriman, artinya doa, pujian, pujian karena belas kasihan. Kegiatan sholat

meregangkan otot deltoid, otot punggung, otot kaki, otot paha depan dan

otot betis. Otot-otot ini dikenal sebagai otot posisial, atau otot yang

umumnya mempertahankan posisi/posisi tubuh. Otot-otot ini cenderung

sedikit memendek dan menjadi kurang fleksibel atau bahkan hilang sama

sekali. Jika otot-otot ini kurang fleksibel dari biasanya, dapat

menyebabkan nyeri muskuloskeletal yang persisten.


29

Shalat Lima Waktu atau Shalat fardhu memiliki Hukum Farduain

untuk seluruh umatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Allah telah

memerintahkan kita untuk mendirikan shalat. Siapa pun yang mengaku

sebagai Muslim harus menunaikan kewajibannya, puasa, zakat, dan haji

ke Mekah. Dari lima perintah, perintah shalat adalah yang paling

menuntut. Sebab, selama kita berilmu dan mengingat Allah, kita wajib

shalat lima waktu dalam segala keadaan. Oleh karena itu, pelaksanaan

shalat fardu dalam kehidupan sehari-hari harus teratur, memperhatikan

waktu, rukuk, sujud dan menyelesaikan bacaan. Telah dikemukakan

bahwa keberhasilan seseorang dalam kehidupan di dunia ini dan di akhirat

tergantung pada seberapa konsisten ia menjaga shalat Fardu dalam

kehidupan sehari-harinya..

5.1 Rukun Shalat

Untuk mencapai shalat yang sempurna, shalat harus dilakukan dengan

syarat, rukun dan syarat lainnya terpenuhi dengan sepenuh hati. Syarat-

syarat shalat wajib adalah :

a. Islam

b. Suci haid dan nifas

c. Memiliki akal sehat

d. Baligh

e. Dakwah telah tiba (perintah Rasulullah kepadanya)

f. Lihat dan dengar

g. Jaga
30

Shalat memiliki rukun yang tidak sah jika salah satunya hilang. Berikut

urutan detailnya:

1) Niat

2) Takbiratul Ihram

3) Berdiri

4) Membaca Surah Al Fatihah di setiap raka'at

5) Ruku'

6) I'tidal

7) Sujud

8) Duduk di antara dua sujud

9) Baca tasyahhud terakhir dan duduk

10) Tertib, melakukan rukun shalat satu per satu

5.2 Waktu Shalat Fardhu atau Shalat Lima

Shalat wajib lima waktu harus dilakukan secara disiplin dengan

memperhatikan waktu shalat yang ditentukan. Dikatakan bahwa seseorang

disiplin jika ia selalu shalat tepat waktu. Adapun waktu-waktu shalat wajib

adalah:

a. Sholat Dzuhur Waktunya adalah setelah matahari berada

tengah langit.

b. Shalat Ashar Waktunya dimulai saat panjang bayangan

benda langit sama dengan panjang matahari dan

berlangsung hingga matahari terbenam.


31

c. Sholat Maghrib Waktunya dimulai dari terbenamnya

matahari hingga menghilangnya mega merah yang terlihat

di langit barat.

d. Sholat Isya' Momen pelaksanaannya dimulai dari

menghilangnya mega merah yang terlihat di langit barat

hingga fajar menyingsing.

e. Sholat Subuh Waktu pelaksanaannya dimulai dari terbit

fajar hingga terbit matahari

5.3 Hubungan Shalat dengan Keluhan MSDs

Sholat merupakan kegiatan wajib bagi umat Islam dan dilakukan

secara rutin lima kali sehari. Gerakan-gerakan yang dilakukan selama

shalat meliputi takbir, qiyam, rukuk, sujud dan tasyahud. Gerakan ini

dievaluasi sebagai latihan peregangan atau relaksasi sebagai salah satu

terapi nonfarmakologis untuk gangguan muskuloskeletal. Relaksasi

adalah keadaan melakukan aktivitas relaksasi seperti pijat tradisional,

SPA/sauna, dan refleksiologi untuk menghilangkan tekanan dan stres fisik

dan mental. Relaksasi memberikan individu dengan kemampuan untuk

mengendalikan diri ketika ketidaknyamanan atau rasa sakit terjadi, dan

memperbaiki stres fisik atau emosional.

Dapat disimpulkan berdasarkan teori hasil penelitian di atas bahwa

relaksasi berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSD)

pada pengguna komputer di Kantor Pusat Bank X. Responden yang relaks

secara teratur (30,8%) lebih cenderung mengalami gangguan


32

muskuloskeletal dengan gejala ringan (77,8%). Relaksasi teratur

mengurangi risiko gangguan muskuloskeletal dan tulang. Ini terkait

dengan memijat otot-otot yang tegang di siang hari, yang menyebabkan

penurunan tonus otot (Hardianto, 2015).

Dalam penelitian oleh Fazle, dkk, 2018 menyelidiki pola aktivasi

otot dan kontraksi punggung bawah dan otot punggung atas di berbagai

posisi Salat. Telah ditemukan bahwa, punggung bawah otot cenderung

berfluktuasi selama gerakan sementara otot punggung atas relatif lebih

banyak stabil. Namun, otot bahu menunjukkan aktivitas EMG yang lebih

tinggi daripada otot lumbar. Keduanya otot menunjukkan ko-kontraksi

selama posisi berdiri dan membungkuk. Secara keseluruhan, bahu dan otot

lumbal membuat aktivitas seimbang sepanjang kinerja Salat. Oleh karena

itu, ada kemungkinan yang sangat rendah untuk mengalami kelelahan otot

selama shalat.

5.4 Intensitas Shalat

Intensitas dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah tingkatan

atau ukuran. Melaksanakan berasal dari kata laksana yang berarti

perbuatan, jadi melaksanakan artinya mengerjakan atau melakukan

(Poerwadarminto, 2006:650). Shalat adalah peristiwa agung dimana

seorang hamba tengah berkomunikasi langsung dengan Khaliqnya

sehingga mata, pikiran dan hati harus khusyuk tertambat pada Allah

(Muhyiddin, 2006:17). Para fuqaha mengartikan secara bahasa bahwa

shalat berarti berdo’a, sedangkan secara istilah syara’ artinya bentuk


33

ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuataan yang dimulai dengan

takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat fardhu atau shalat lima waktu

ialah shalat yang diwajibkan bagi orangIslam lima kali dalam sehari

semalam dengan waktu yang sudah ditentukan (Musbikin, 2007:265).

Shalat yang difardhukan yaitu subuh, dhuhur, ashar, magrib, dan isya’.

Terdapat pengaruh gerakan sholat terhadap ketahanan (endurance)

otot extensor punggung bawah bila dilakukan secara berkelanjutan akan

membuat otot punggung bawah memiliki ketahanan yang baik, karena

gerakan sholat yang dilakukan dengan frekuensi 1 minggu penuh dengan

intensitas 8 rakaat dan durasi 10-15 menit memberikan pengaruh terhadap

ketahanan (endurance) otot extensor punggung bawah (Sholeh, 2012).

Sedangkan menurut (Al-Barzinjy dkk, 2009) Dalam jangka panjang,

apabila gerakan salat dilakukan berulang secara kontinu minimal 12 kali

dalam sehari, dapat memperkuat otot yang terlibat termasuk otot yang

berperan pada sendi penopang tubuh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

dengan melakukan ibadah salat fardhu secara penuh dalan satu hari dengan

kurun waktu seminggu akan dapat menjadi peregangan atau relaksasi bagi

sendi dan otot.

Berdasarkan pengertian di atas, intensitas melaksanakan shalat

fardhu yang penulis maksut adalah tingkat keseringan atau frekuensi

dalam melaksanakan shalat fardhu yang meliputi subuh, dzuhur, ashar,

magrib, dan isya’, sehingga penulis fokus terhadap intensitas

pelaksanaannya. Adapun indikator variabel intensitas melaksanakan shalat

fardhu yang penulis ajukan adalah:


34

 Melaksanakan shalat fardhu berjamaah baik di rumah, masjid, mushola.

 Tepat waktu dalam melaksanakan shalat fardhu atau selalu

menyegerakan shalat fardhu

 Tidak pernah meninggalkan shalat fardhu (Muhyiddin, 2006:221).

H. Cara Pengukuran Musculoskeletal Disorders (MSDs)

1. Nordic Body Map (NBM)

Nordic Body Map adalah metode pengukuran derajat nyeri pada

bagian tubuh sistem muskuloskeletal. Kuesioner Nordic Body Map

adalah kuesioner ergonomis dan banyak digunakan untuk mendeteksi

keluhan muskuloskeletal pada karyawan dan subjek uji. Nordic Body

Map adalah peta tubuh yang digunakan untuk mengetahui persentase

otot pada seseorang yang mengalami ketidaknyamanan dan derajat

ketidaknyamanan otot (Kroemer, 2001; Widyarti, 2016). Kuesioner

Nordic Body Map bersifat subjektif dan berdasarkan persepsi

responden daripada pemeriksaan medis dan oleh karena itu tidak dapat

digunakan sebagai tolok ukur diagnostik klinis. Untuk dapat

memperoleh gambaran keluhan musculoskeletal menggunakan metode

Nordic Body Map, terdapat tingkatan keluhan yang bisa diketahui mulai

dari ringan hingga sangat berat. Hasil dari penggunaan Nordic Body

Map dapat melihat dan mengestimasi tingkat keluhan bagian tubuh

subjek yang terasa sakit (Savitri dkk, 2012). Kuesioner Nordic Body

Map menggunakan gambar tubuh pada manusiayang sudah dibagi

menjadi 9 bagian utama, yaitu:


35

a. Leher (bagian tubuh nomor 0 dan 1)

b. Bahu (bagian tubuh nomor 2 dan 3)

c. Punggung bagian atas (bagian tubuh

nomor 5)

d. Siku (bagian tubuh nomor 10, dan 11)

e. Punggung bagian bawah (bagian tubuh

nomor 7 dan 8)

f. Pergelangan tangan/tangan (bagian

tubuh nomor 14, 15, 16, dan 17)

g. Pinggul/paha (bagian tubuh nomor 9, 18,

dan 19)

h. Lutut (bagian tubuh nomor 20, 21, 22,

dan 23)

i. Tumit/kaki (bagian tubuh nomor 24, 25,

26, dan 27)

Gambar 2.1
Peta Keluhan Nyeri

Setelah dilakukan wawancara dan pengisian lembar kuesioner Nordic

Body Map kepada subjek, selanjutnya dilakukan penghitungan skor tingkat

keluhan dari seluruh bagian otot skeletal yang kemudian didapatkan hasil

perhitungan skor keluhan individu. Langkah selanjutnya yaitu dengan

melakukan penentuan tingkatrisiko dengan cara menjumlah seluruh tingkat


36

keluhan dari individu. Kategori subjektifitas tingkat risiko berdasarkan skor

total tingkat keluhan yang didapatkan bisa dikategorikan dengan total skor

individu ≤ 28 (tidak ada keluhan), total skor individu 29-49 (risiko ringan),

total skor individu 50-70 (risiko sedang), total skor individu 71-91 (tingkat

risiko berat), total skor individu 92-112 (tingkat risiko sangat berat).

Cara pengisian kuesioner Nordic Body Map dengan cara pemberian

tanda centang (√) pada bagian tubuh yang dirasa sakit atau kaku oleh subjek

sesuai dengan tingkatan yang dirasakan.

Gambar 2.2
Kuesioner Nordic Body Map

Tabel 2.2
Tingkat Keluhan Nordic Body Map

Derajat Nyeri Skor


Tidak Nyeri 1
Cukup Nyeri 2
Nyeri 3
Sangat Nyeri 4
37

Tabel 2.3
Total Skor Nordic Body Map
Skor Total Skor Individu Tingkat Risiko
1 ≤28 Tidak Ada
Risiko/Keluhan
2 29-49 Rendah
3 50-70 Sedang
3 71-91 Berat

4 92-112 Sangat Berat

I. Cara Pengukuran Posisi Kerja

Menurut Tarwaka (2014), beberapa cara pemnilaian ergonomi untuk

menentukan posisi kerja yang berisiko mengalami keluhan muskuloskeletal.

Berikut ini beberapa metode pengukuran posisi kerja, antara lain:

1) Ovako Working Analysis System (OWAS)

2) Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

3) Rapid Entire Body Assessment (REBA)

4) Rapid Office Strain Assessment (ROSA)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengukuran Rapid

Office Strain Assessment (ROSA) karena paling sesuai dengan karakteristik

kelompok studi yang menggunakan komputer dan lama duduk di tempat kerja

dalam posisi duduk statis.

1. Metode Rapid Office Strain Assessment (ROSA)

Metode ROSA merupakan salah satu metode yang bisa digunakan

untuk menilai posisi saat bekerja. Metode penilaian posisi kerja tersebut
38

ditujukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan perkantoran yang

sebagian besar menggunakan komputer dalam bekerja, metode tersebut

diperkenalkan pertama kali oleh Michael Sonne dkk pada tahun 2012.

Tujuan dibuatnya metode ROSA yaitu untuk digunakan sebagai alat

skrining dan dirancang untuk mengukur paparan faktor risiko di lingkungan

kerja kantor terutama pekerjaan yang sering dihadapkan dengan komputer

(Sonne dkk., 2012). Pada metode ini penilaian yang dilakukan yaitu dengan

cara menganalisis posisi (didapatkan dari hasil dokumentasi kamera) dan

penilaian dilakukan dengan mengisi lembar ceklist, selain sebagai alat

skrining metode ini juga dapat mengidentifikasi prioritas pengendalian

ergonomi di tempat kerja. Langkah-langkah penilaian risiko berdasarkan

metode ROSA (Rapid Office Strain Assessment), antara lain:

1. Melakukan observasi pada pekerjaan yang dilakukan

2. Menentukan posisi kerja saat melakukan pekerjaan

3. Memberi skor pada posisi tubuh tersebut

4. Menjumlahkan skor-skor yang telah ditentukan

5. Menetapkan skor akhir ROSA (Rapid Office Strain Assessment).

6. Menentukan Action Level sehingga dapat menentukan tindakan

pengendalian.
39

Gambar 2.3
Lembar ROSA

Langkah-langkah skoring pada ROSA (Rapid Office Strain

Assessment)sebagai berikut:

A. Penilaian Kursi/ Tempat Duduk (Section A)

1. Gambar Tinggi Kursi

a) Amati posisi duduk responden dan dudukan kursi.

Kemudian berikan skor di Chair Score.

b) Beri nilai +1 jika lutut membentuk 90˚


40

c) Beri nilai +2 jika kursi terlalu rendah dan lutut membentuk

< 90˚

d) Beri nilai +2 jika kursi terlalu tinggi dan lutut membentuk >

90˚

e) Beri nilai +3 jika kaki tidak memijak lantai

f) Tambahkan nilai +1 jika tempat duduk terlalu sempit dan

kaki menekuk

g) Tambahkan nilai +1 jika kursi tidak dapat diatur

ketinggiannya

2. Gambar Lebar Dudukan

a) Beri nilai +1 jika jarak antara lutut dan ujung kursi satu

kepalan tangan(7,62 cm)

b) Beri nilai +2 jika dudukan kursi terlalu panjang (< 7,62)

c) Beri nilai +2 jika dudukan kursi terlalu pendek (> 7,62)

d) Tambahkan nilai +1 jika kedalaman kursi tidak dapat di atur

e) Skor tinggi kursi dan lebar dudukan kemudian di kalkulasi

f) Hasil tersebut digunakan untuk mencari skor kursi

keseluruhan
41

3. Gambar Sandaran Lengan

a) Beri nilai +1 jika siku tersangga dengan baik, rileks dan

sejajar dengan bahu

b) Beri nilai +2 jika siku terlalu tinggi dan bahu terangkat atau

tidak adanyapenyangga lengan

c) Tambahkan nilai +1 jika penyangga terlalu keras atau rusak

d) Tambahkan nilai +1 jika penyangga lengan terlalu lebar

e) Tambahkan nilai +1 jika sandaran lengan tidak dapat diatur

untuk menyesuaikan tinggi kaki


42

4. Gambar Sandaran Punggung

a) Beri nilai +1 jika sandaran punggung menyangga

keseluruhan punggung dan membentuk posisi 95˚-110˚

b) Beri nilai +2 jika tidak ada sandaran tulang belakang, dan

hanya menyangga sebagian punggung

c) Beri nilai +2 jika sandaran kursi melebihi 110˚ atau kurang

dari 95˚

d) Beri nilai +2 jika tidak terdapat sandaran, dan pekerja

bersandar ke depan

e) Tambahkan nilai +1 jika permukaan meja terlalu tinggi

f) Skor sandaran tangan dan sandaran punggung selanjutnya

dikalkulasi

g) Hasil tersebut digunakan menghitung skor kursi keseluruhan

5. Kalkulasi Skor Section A


43

a) Menentukan skor Section A dengan hasil yang didapat dari

penjumlahan gambar sebelumnya

b) Skor ini masih harus ditambahkan skor durasi untuk

menentukan total skor kursi

c) Beri nilai -1 pada total skor Section A jika pekerjaan

dilakukan kurang dari 1 jam per hari

d) Beri nilai 0 pada total skor Section A jika pekerjaan

dilakukan 1 sampai4 jam per hari

e) Beri nilai +1 pada total skor Section A jika pekerjaan

dilakukan lebih dari 4 jam per hari

f) Skor kursi keseluruhan didapatkan dari hasil skor Section A+

skor durasi

B. Penilaian Monitor dan Telepon (Section B)

1. Gambar Posisi Monitor

a) Beri nilai +1 jika jarak antara pekerja dengan monitor

sepanjang 40-75cm

b) Beri nilai +2 jika monitor terlalu rendah dan membentuk

sudut < 30˚

c) Tambahkan nilai +1 jika jarak terlalu jauh

d) Beri nilai +3 jika monitor terlalu tinggi (leher terpaksa ke


44

atas)

e) Tambahkan nilai +1 jika leher berputar > 30˚

f) Tambahkan nilai +1 jika terdapat pantulan cahaya ke

monitor

g) Tambahkan nilai +1 jika tidak terdapat document holder

h) Kalkulasi hasil penilaian monitor dengan skor durasi

i) Beri nilai -1 pada total skor monitor jika pekerjaan dilakukan

kurang dari 1 jam per hari

j) Beri nilai 0 pada total skor monitor jika pekerjaan dilakukan

1 sampai 4 jam per hari

k) Beri nilai +1 pada total skor monitor jika pekerjaan

dilakukan lebih dari4 jam per hari

2. Gambar Posisi Telepon

a) Beri nilai +1 jika menelepon menggunakan headset atau

menggunakansatu tangan dengan posisi leher posisi netral

b) Beri nilai +2 jika jarak telepon dengan pekerja >30 cm

c) Tambahkan nilai +2 jika menelpon dengan menopang leher

atau bahu

d) Tambahkan nilai +1 jika tangan tidak bebas menggenggam

telepon

e) Kalkulasi hasil penilaian telepon dengan skor durasi


45

f) Beri nilai -1 pada total skor telepon jika pekerjaan dilakukan

kurang dari1 jam per hari

g) Beri nilai 0 pada total skor telepon jika pekerjaan dilakukan

1 sampai 4jam per hari

h) Beri nilai +1 pada total skor telepon jika pekerjaan

dilakukan lebih dari4 jam per hari

3. Kalkulasi Skor Section B

a) Setelah skor monitor+durasi dan telepon+durasi didapatkan

Jumlahkan dan masukkan ke dalam tabel Section B

c. Penilaian Mouse dan Keyboard (Section C)

1. Gambar Posisi Mouse

a) Beri nilai +1 jika mouse sejajar dengan bahu

b) Beri nilai +2 jika letak mouse terlalu jauh dan perlu usaha
46

lebih untuk meraihnya

c) Tambahkan nilai +2 jika letak mouse dan keyboard tidak

dalam satu permukaan

d) Tambahkan nilai +1 jika genggaman mouse menekuk

e) Tambahkan nilai +1 jika terdapat sandaran mouse

f) Kalkulasi hasil penilaian mouse dengan skor durasi

g) Beri nilai -1 pada total skor mouse jika pekerjaan dilakukan

kurang dari 1 jam per hari

h) Beri nilai 0 pada total skor mouse jika pekerjaan dilakukan 1

sampai 4jam per hari

i) Beri nilai +1 pada total skor mouse jika pekerjaan dilakukan

lebih dari 4jam per hari

2. Gambar Posisi Keyboard

a) Beri nilai +1 jika pergelangan lurus dan bahu rileks

b) Beri nilai +2 jika pergelangan terangkat <15˚ dan sudut keyboard

terlalu miring

c) Tambahkan nilai +1 jika tangan dalam kondisi miring


47

d) Tambahkan nilai +1 jika keyboard terlalu tinggi dan bahu terangkat

e) Tambahkan nilai +1 jika mengambil barang diatas

f) Tambahkan nilai +1 jika keyboard tidak dapat diatur

g) Kalkulasi hasil penilaian keyboard dengan skor durasi

h) Beri nilai -1 pada total skor keyboard jika pekerjaan dilakukan

kurang dari 1 jam per hari

i) Beri nilai 0 pada total skor keyboard jika pekerjaan dilakukan 1

sampai 4 jam per hari

j) Beri nilai +1 pada total skor keyboard jika pekerjaan dilakukan

lebih dari 4 jam per hari

3. Kalkulasi Skor Section C

a) Setelah skor mouse+durasi dan keyboard+durasi didapatkan

b) Jumlahkan dan masukkan ke dalam tabel Section C


48

d. Menentukan Skor Akhir ROSA (Rapid Office Strain Assessment)

1. Setelah sudah menentukan nilai Section B dan Section C

2. Tentukan skor monitor dan periferal di tabel

3. Setelah menentukan skor monitor dan periferal

4. Tentukan skor akhir ROSA (Rapid Office Strain Assessment)

dengan menjumlahkan hasil skor monitor dan periferal dengan

skor Section A

Setelah mendapatkan nilai akhir ROSA (Rapid Office Strain

Assessment), selanjutnya tentukan kategori risiko pada hasil pengukuran

yang menggunakan metode tersebut, menurut Sonne dkk. (2012:9)

kategori risiko dan tindakan pengendalian dibagi menjadi:


49

1. Kategori tidak berisiko jika skor akhir ROSA adalah 1-2 = Tidak

Memerlukan Tindakan Perbaikan

2. Kategori risiko sedang jika skor akhir ROSA adalah 3-5 = Perlu

Tindakan Perbaikan dan Penilaian Lebih Lanjut

3. Kategori risiko tinggi jika skor akhir ROSA adalah > 5 = Perlu

Tindakan Perbaikan Segera dan Penilaian Lebih Lanjut

J. Cara Penanganan Muscloskeletal Disorders (MSDs)

Pengobatan keluhan muskuloskeletal tergantung pada lokasi penyakit,

penyebab yang mendasari serta dari tingkat keparahan gejala yang dialami.

Pengobatan gangguan muskuloskeletal mungkin termasuk yang berikut:

1. Olahraga dan obat

Untuk mengobati rasa sakit, dokter menyarankan olahraga dengan intensitas

sedang. Dokter akan meresepkan obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau

asetaminofen. Sedangkan untuk orang dengan gejala gangguan

muskuloskeletal yang lebih parah, dokter akan meresepkan obat untuk

mengurangi tingkat peradangan dan rasa sakit.

2. Fisioterapi

Dalam beberapa kasus, dokter akan merekomendasikan terapi fisik, terapi

okupasi, atau keduanya. Terapi ini membantu pasien mengelola rasa sakit,

mempertahankan kekuatan otot dan rentang gerak, dan mengkoordinasikan

aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan gangguan muskuloskeletal.


50

3. Penanganan lain

Langkah-langkah untuk mengobati keluhan muskuloskeletal lainnya mungkin

termasuk:

• Penggunaan bidai untuk membatasi pergerakan sendi yang terlibat dan

mendorong pemulihan

• Melakukan relaksasi, seperti yoga dan meditasi

• Kurangi beban kerja dan istirahat yang cukup

• Akupunktur atau akupresur

• Latihan peregangan sistem muskuloskeletal

• Pemberian anestesi atau obat anti inflamasi non steroid dengan cara

disuntikkan ke area yang nyeri

K. Cara Pencegahan Muscloskeletal Disorders (MSDs)

Risiko gangguan muskuloskeletal dapat meningkat seiring bertambahnya umur.

Oleh karena itu, menjaga kesehatan tubuh (sendi, tulang, otot, dll) sejak dini dapat

mencegah timbulnya penyakit ini. Inisiatif gaya hidup sehat yang dapat diterapkan

antara lain:

• Latihan dan peregangan untuk menjaga kekuatan tulang, otot dan

persendian.

• Berhati-hatilah saat melakukan aktivitas sehari-hari untuk menghindari

cedera.

• Pastikan posisi tubuh yang baik, seperti posisi berdiri dan duduk yang benar

• Hati-hati saat mengangkat beban berat

• Pembatasan gerakan berulang atau berulang


51

L. Kerangka Teori

Berdasarkan studi dan teori teori yang telah dijelaskan maka dapat

diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

Musculoskeletal Disorders pada pekerja terbagi atas faktor risiko individu,

faktor risiko pekerjaan (ergonomi) dan faktor lingkungan.

Faktor individu:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Kebiasaan Olahraga
4. Kebiasaan merokok
5. Status gizi (IMT)
6. Masa Kerja

Faktor Lingkungan:
Keluhan
1. Suhu Muskuloskeletal
2. Getaran Disorders
3. Pencahayaan

Faktor Pekerjaan:
1. Lama Kerja
2. Posisi kerja
3. Beban Kerja

Faktor Psikososial

Intensitas Shalat

Bagan 2.1

Modifikasi Suma’mur (2009), Helmi (2012), Tarwaka (2014), Susan Stock, dkk,

(2005), Nabeela Nazish dkk (2018)


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Umur

Jenis Kelamin

Status Gizi
(IMT)
Keluhan
Kebiasaan Muskuloskeletal
Olahraga Disorders
Kebiasaan
Merokok

Suhu

Pencahayaan

Posisi kerja

Masa Kerja

Intensitas
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Shalat

I. Variabel Dependen

Variabel dependen yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Keluhan

Musculoskeletal Disorders pada Karyawan Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang.

II. Variabel Independen

Variabel independen yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Faktor

Risiko Individu (Unur, Jenis Kelamin, Status Gizi/IMT, Kebiasaan

53
54

Merokok, Kebiasaan Olahraga), Faktor Pekerjaan (Posisi duduk dan masa

kerja), Faktor Lingkungan (Suhu dan Pencahayaan) dan intensitas shalat

pada Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan

Kota Tangerang. Adapun variabel yang tidak diteliti ialah sebagai berikut:

 Variabel lama kerja tidak diteliti karena frekuensi lama kerja pegawai

kantor dinas cenderung homogen dengan lama kerja 8 jam.

 Variabel beban kerja tidak diteliti karena beban kerja pegawai kantor

dinas cenderung homogen yakni bekerja dengan menggunakan

komputer

 Variabel faktor getaran tidak diteliti karena jenis pekerjaan yang tidak

berhubungan dengan getaran di lingkungan

 Variabel faktor psikososial tidak diteliti karena terfokus pada

pengukuran stasiun kerja saja


55

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional
N Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

o Ukur

1 Keluhan Musculoskeletal Kondisi tubuh yang dirasakan oleh Wawancara Pengisian 1. Sedang (total skor individu 50-70) Ordinal

Disorders (MSDs) Pegawai Pengguna Komputer di Kuesioner dan 2. Ringan (total skor individu 29-49)

(Variabel Dependen) Kantor Dinas Ketahanan Pangan Lembar Nordic

Kota Tangerang selama bekerja. Body Map

Dengan menanyakan berdasarkan (NBM)

jenis keluhan dan tingkat keluhan.

2 Faktor Umur Lamanya usia akan mempengaruhi Wawancara Pengisian 1. Tua (≥ Mean: 43,39) Ordinal

Risiko keluhan MSDs yang dialami Kuesioner 2. Muda (<Mean: 43,39)

Individu karena perubahan umur

(Variabel menimbulkan perubahan fisik.


56

Independen Jenis Perbedaan jenis kelamin Wawancara Pengisian 1. Perempuan Nomina

) Kelamin mempunyai pengaruh yang sama Kuesioner 2. Laki-laki l

terhadap keluhan MSDs yang

dialami pekerja.

Indeks Massa Status Gizi yang tidak normal Wawancara Pengisian 1. Tidak Normal: <18,5 kg/m2 atau Ordinal

Tubuh (IMT) memiliki pengaruh terhadap Kuesioner >25,0 kg/m2

keluhan MSDs pada pegawai 2. Normal: 18,5-25,0 kg/m2

Kantor Dinas Ketahanan Pangan (Departemen Kesehatan RI, 2009)

Kota Tangerang

Kebiasan Aktivitas membakar dan Kuesioner Menyebarkan 1. Merokok Ordinal

Merokok menghisap tembakau yang kuesioner 2. Tidak Merokok

dicampur tar dan nikotin dalam

kertas atau pipa pada pegawai


57

Kebiasaan Aktivitas fisik (Frekuensi, durasi Kuesioner Menyebarkan 1. Buruk (Tidak melakukan aktivitas Ordinal

Olahraga dan jenis aktivitas fisik) selama 1 Kusisioner fisik 3 kali seminggu selama 30-60

minggu pegawai Kantor Dinas menit)

Ketahanan Pangan Kota 2. Baik (Melakukan aktivitas fisik 3 kali

Tangerang seminggu selama 30-60 menit)

3 Faktor Posisi Kerja Postur tubuh pegawai kantor dinas Wawancara Pengisian 1. Tinggi Ordinal

Risiko Duduk saat melakukan aktivitas kerja Kuesioner (apabila skor akhir ROSA> 5)

Pekerjaan terhitung selama jam kerja. 2. Sedang (apabila skor akhir ROSA

antara 3 sampai 5)

Masa Kerja Lamanya responden bekerja sejak Wawancara Pengisian 1. Lama (Bila pekerja bekerja selama > Ordinal

awal bekerja Kantor Dinas Kuesioner 5 tahun)

Ketahanan Pangan Kota 2. Baru (Bila pekerja bekerja selama ≤ 5

Tangerang hingga saat tahun)

pengambilan data berlangsung (Tarwaka, 2014)


58

4 Faktor Suhu Temperatur ruangan atau Pengukuran Thermohygro 1. Buruk (Suhu ruangan <23 atau Ordinal

Lingkungan lingkungan yang memapar pekerja , Observasi meter >26ºC)

selama pekerjaan berlangsung 2. Baik (Suhu ruangan: 23-26ºC)

Pencahayaan Besarnya intensitas cahaya yang Pengukuran Luxmeter 1. Buruk (Pencahayaan ruangan: <270 Ordinal

diterima di lingkungan kerja , Observasi luks atau >330 luks)

2. Baik (Pencahayaan ruangan: 270-330

luks)

5 Shalat Intensitas Frekuensi shalat fardhu yang Wawancara Pengisian 1. Rendah (≤ Mean: 24,80) Ordinal

Shalat dilakukan oleh pegawai Kantor Kuesioner 2. Tinggi (> Mean: 24,80)

Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang
59

C. Hipotesis

 Terdapat Hubungan Antara Faktor Individu Terhadap Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai Pengguna Komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

 Terdapat Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Terhadap Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai Pengguna Komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

 Terdapat Hubungan Antara Faktor Lingkungan Terhadap Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai Pengguna Komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

 Terdapat Hubungan Antara Intensitas Shalat Terhadap Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai Pengguna Komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan

untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan gangguan

muskuloskeletal pada pekerja. Menggunakan desain studi Cross-sectional untuk

mengukur frekuensi distribusi dan hubungan variabel faktor individu (umur, jenis

kelamin, IMT, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok), faktor pekerjaan (posisi

kerja, masa kerja), faktor lingkungan (pencahayaan, suhu), dan intensitas shalat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

yang akan berlangsung pada bulan Maret-Juli 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

Objek tersebut berupa orang, kejadian, perilaku atau sesuatu yang akan

dilakukan penelitian (Notoatmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pekerja yang bekerja di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti dan

dianggap dapat mewakili seluruh populasi yang diambil dengan teknik tertentu

60
61

(Notoatmojo, 2010). Sampel penelitian ini yaitu yang memenuhi kriteria

sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

1) Beragama Islam

2) Bersedia menjadi responden

3) Tidak Memiliki riwayat trauma dan cedera atau kelainan otot

b. Kriteria eksklusi

1) Memiliki riwayat trauma dan cedera atau kelainan otot (patah tulang,

dislokasi sendi, infeksi tulang)

2) Tidak menggunakan stasiun kerja komputer

3. Perhitungan Sampel

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan konsep

probability sampling dengan teknik simple random sampling, yakni suatu

prosedur pengambilan sampel dengan memberikan peluang yang sama bagi

terpilihnya Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Konsep probability

sampling berguna untuk menghasilkan data penelitian yang dapat digeneralisasi.

Simple random sampling dipilih karena karakteristik populasi sasaran dalam

penelitian ini cenderung homogen dan tidak terlalu menyebar dari segi geografis.

Perhitungan untuk menentukan besar sampel yang akan digunakan pada penelitian

ini adalah menggunakan rumus uji hipotesis beda 2 proporsi, sebagai berikut:
62

Keterangan:

N = Jumlah sampel

Z1-a/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (CI) 95% dengan α =0,05 yaitu 1,96

Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1-β = 80% yaitu 0,84

p1 = Proporsi Keluhan MSDs pada kelompok berisiko

p2 = Proporsi Keluhan MSDs pada kelompok tidak berisiko

P = Rata-rata p1 dan p2 = (p1+p2)/2

Nilai p1 dan p2 diperoleh dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel

independen yang akan diteliti dengan MSDs Pada pekerja.

Tabel 4.1
Perhitungan Sampel Berdasarkan Variabel
No Variabel P1 P2 n Sumber
1 Shalat 0,18 0,7 5 Ghasemi dan Rezaee
Najafabadi, 2012
2 Umur 0,85 0,3 4 Sari, dkk, 2017
3 Masa Kerja 0,8 0,6 13 Mongkareng, dkk
2018
4 Jenis Kelamin 0,5 0,08 9 Hardianto dkk, 2015
5 Posisi Kerja 0,91 0,71 23 Sari & Rifai, 2019
6 Status Merokok 0,88 0,57 12 Kurnia dkk, 2019
7 Status Gizi (IMT) 0,55 0,22 17 Abdillahtulkhaer,
dkk, 2022
8 Kebiasaan Olahraga 0,9 0,62 13 Kurniawan, 2016
9 Suhu 0,3 0,72 10 Rika, dkk, 2022
10 Pencahayaan 0,03 0,32 7 Rika, dkk, 2022

Perhitungan sampel pada Tabel diperoleh melalui

perhitungan rumus uji hipotesis untuk dua proporsi (two-sided test)

dengan software “Sample Size” 2.0. Berdasarkan perhitungan sampel

per variabel pada Tabel maka jumlah sampel terbesar yang diperoleh

adalah 23 responden yang kemudian dikalikan 2 menjadi 46


63

responden. Demi menghindari adanya Sampling error pada penelitian

nantinya, peneliti akan menambahkan sebanyak 10% responden

sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 50 responden.

Namun, dikarenakan jumlah populasi yang hanya mencapai 46

Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan

Kota Tangerang yang memenuhi kriteria inklusi sampel minimal

peenelitian ini adalah 46 responden. Maka sampel penelitian ini

menggunakann total sampling.

D. Instrumen Penelitian

Alat penelitian adalah instrumen untuk memperoleh data yang sesuai

dengan penelitian. Dalam penelitian ini, peralatan yang digunakan untuk

pendataan dan pendukungnya adalah:

1. Kuesioner karakteristik responden

2. Timbangan berat badan

3. Microtoice

4. ROSA (Rapid Office Strain Assessment)

5. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)

6. Alat Tulis

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument dalam

pengukuran. Dalam pengujian instrument pengumpulan data, validitas


64

dibedakan menjadi validitas factor dan validitas item. Validitas faktor diukur

bila item yang disusun menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor satu

dengan yang lain ada kesamaan. Pengukuran validitas faktor ini dengan cara

mengkorelasikan antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor)

dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor). Dalam menentukan layak

atau tidaknya suatu item yang digunakan, biasanya digunakan uji signifikansi

valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total. Teknik pengujian SPSS

sering digunakan untuk uji validitas adalah menggunakan korelasi Bivariate

Pearson (Produk Momen Pearson) dan Corrected Item-Total Correlation.

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah

alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang. Ada beberapa metode pengujian reliabilitas di

antaranya metode tes ulang, formula Flanagan, Cronbach’s Alpha, metode

formula KR (Kuder-Richardson) – 20, KR – 21, dan metode Anova Hoyt. Alat

ukur instrument dikategorikan reliabel jika menunjukkan konstanta hasil

pengukuran dan mempunyai ketetapan hasil pengukuran sehingga terbukti

bahwa alat ukur itu benar-benar dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

(Dewi, 2018).

Tabel 4.2
Validitas Kuesioner Intensitas Shalat
Item R hitung R tabel Keterangan
Pertanyaan
S1 0,438 Valid
S2 0,387 Valid

S3 0,375 Valid
0,349
S4 0,816 Valid

S5 0,830 Valid
65

S6 0,807 Valid

S7 0,689 Valid
S8 0,745 Valid

S9 0,832 Valid
S10 0,704 Valid

Tabel 4.3
Validitas Kuesioner Nordic Body Map
Item R R Keterang Item R R Keterang
Pertanya hitun tabe an Pertanya hitun tabe an
an g l an g l
M1 0,699 Valid M15 0,847 Valid

M2 0,843 Valid M16 0,891 Valid

M3 0,733 Valid M17 0,866 Valid

M4 0,854 Valid M18 0,895 Valid

M5 0,869 Valid M19 0,865 Valid


0,34 0,34
M6 0,831 9 Valid M20 0,840 9 Valid

M7 0,877 Valid M21 0,794 Valid

M8 0,837 Valid M22 0,799 Valid

M9 0,792 Valid M23 0,753 Valid

M10 0,797 Valid M24 0,880 Valid

M11 0,853 Valid M25 0,905 Valid

M12 0,850 Valid M26 0,894 Valid

M13 0,913 Valid M27 0,891 Valid


66

M14 0,833 Valid M28 0,868 Valid

Tabel 4.4
Reliabilitas Kuesioner Intensitas Shalat dan Keluhan MSDs (NBM)
Variabel Hasil Uji Keterangan
Intensitas Shalat 0,859 Reliabilitas Tinggi
Keluhan MSDs 0,983 Reliabilitas Tinggi

Dalam penelitian ini, validitas dan realibilitas dijaga dengan penilaian

posisi kerja menggunakan metode Rapid Office Strain Assessment (ROSA)

yang telah terstandarisasi dan merupakan metode yang bersifat universal.

Sedangkan untuk instrument kuesioner menggunakan Nordic Body Map

(NBM) dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan realibilitas pada 32

responden dengan nilai (r table= 0,349) dan nilai Cronbach’s Alpha sebesar

0,983 sehingga dapat disimpulkan semua pertanyaan untuk kuesioner NBM

dikatakan valid dan reliable untuk digunakan dalam mengukur keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs). Untuk pertanyaan kuesioner skor

intensitas shalat juga telah dilakukan uji validitas dan realibilitas dan dipatkan

hasil keseluruhan pertanyaan diatas nilai r table dan nilai Cronbach’s Alpha

sebesar 0,859 sehingga dikatakan valid dan reliable untuk mengukur variabel

intensitas shalat.

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengumpulan

data secara primer dan data secara sekunder. Adapun pengumpulan datanya

adalah sebagai berikut:


67

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden

(karyawan). Kumpulan data primer diperoleh dengan:

A. Observasi langsung, bertujuan untuk mendapatkan gambaran

tahapan pekerjaan, postur yang digunakan pekerja, lingkungan

suhu dan pencahayaan.

B. Pengukuran langsung, bertujuan untuk mendapatkan data tentang

IMT, suhu lingkungan, dan pencahayaan ruangan.

C. Kuesioner, dengan meminta pekerja untuk mengisi lembar

pertanyaan.

Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta

instrument penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

 Variabel posisi kerja

Data mengenai posisi kerja diperoleh melalui kuesioner

ROSA. Metode ROSA merupakan metode ergonomi yang

digunakan untuk menilai secara cepat posisi leher, punggung,

lengan, pergelangan tangan, dan kaki pekerja. Bagaimana

cara menggunakannya:

a. Memotret posisi responden saat bekerja.

b. Diukur derajat dari titik yang berbeda

c. Asesor menilai setiap bagian tubuh yang dinilai

berdasarkan formulir ROSA.

d. Setelah data terkumpul, tabel pada formulir

digunakan untuk menyusun variabel faktor risiko dan


68

menghasilkan skor yang menggambarkan tingkat

risiko MSDs.

e. Catat hasil

Setelah mendapatkan nilai akhir ROSA (Rapid Office Strain

Assessment), menurut Sonne dkk. (2012:9) kategori risiko

dan tindakan pengendalian dibagi menjadi:

1. Kategori tidak berisiko jika skor akhir ROSA = 1-2

2. Kategori risiko sedang jika skor akhir ROSA = 3-5

3. Kategori risiko tinggi jika skor akhir ROSA = > 5

 Variabel Umur

Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal

lahir pekerja

 Variabel Jenis Kelamin

Data jenis kelamin pekerja diperoleh dengan menanyakan

langsung menggnakan kuesioner dan observasi langsung

 Variabel Indeks Massa Tubuh

Data mengenai berat badan dan tinggi badan dengan alat ukur

berat badan (timbangan digital) dan pengukur tinggi badan

(microtoice). Kemudian hasil pengukuran dicantumkan ke

dalam rumus perhitungan sehingga dapat diketahui

klasifikasinya. Adapun data yang diperoleh akan

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tidak Normal: <18,5 kg/m2 atau >25,0 kg/m2

2. Normal: 18,5-25,0 kg/m2


69

 Variabel Masa Kerja

Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan

berapa lama telah bekerja di Kantor Dinas Ketahanan Pangan

Kota Tangerang

 Variabel Kebiasaan Merokok

Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalu

pertanyaan langsung kepada pekerja dengan kuesioner

 Variabel Kebiasaan Olahraga

Data Kebiasaan olahraga diperoleh dengan mengobservasi

dan menanyakan langsung mengenai aktivitas fisik pekerja

dalam seminggu

 Variabel Pencahayaan

Data pencahayaan diperoleh dengan melakukan pengukuran

pencahayaan ruangan di stasiun kerja masing-masing pekerja

menggunakan Luxmeter

 Variabel Suhu

Data suhu diperoleh dengan melakukan pengukuran suhu

ruangan di stasiun kerja masing-masing pekerja

menggunakan Thermohygrometer

 Variabel Intensitas Shalat

Data Kebiasaan olahraga diperoleh dengan menanyakan

langsung mengenai frekuensi shalat pekerja dalam seminggu

dengan menggunakan kuesioner


70

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder meliputi gambaran umum perusahaan,

data jumlah pegawai, dan lain-lain yang diperoleh dari Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang.

G. Manajemen Pengolahan Data

Pengelolaan data yang telah dikumpulkan diolah secara statistik

menggunakan software Epidata dan SPSS. Tahapan pengolahan data adalah

sebagai berikut :

1. Coding

Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi kode untuk kelas

variabel sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.

Tabel 4.5
Coding Data SPSS
No Variabel Coding Data
1 Musculoskeletal 1 Sedang
Disorders (MSDs) 2 Ringan
2 Jenis Kelamin 1 Perempuan
2 Laki-laki
3 Indeks Massa Tubuh 1 Tidak Normal
(IMT) (>25,0 kg/m2 (Obesitas)
<18,5 kg/m2 (Kurus))
2 Normal
(18,5-25,0 kg/m2)
4 Status Merokok 1 Merokok
2 Tidak Merokok
5 Kebiasaan Olahraga 1 Buruk
2 Baik
6 Posisi Kerja 1 Tinggi
2 Sedang
7 Masa Kerja 1 Lama
2 Baru
8 Intensitas Shalat 1 Rendah
2 Tinggi
9 Umur 1 Tua
71

2 Muda
10 Pencahayaan 1 Buruk
2 Baik
11 Suhu 1 Buruk
2 Baik

2. Editing

Edit Data (data editing) adalah proses pengecekkan kembali data yang

telah dikumpulkan sebelum dilakukan proses pemasukkan data ke dalan

software atau template entri.

3. Entry

Tahap atau proses memasukkan data yang telah diberikan kode

jawaban ke dalam template yang sudah dibuat sebelumnya. Data

dimasukkan berdasarkan variabel yang akan dianalisis.

4. Cleaning

Pembersihan data merupakan proses yang dilakukan setelah data

dientri. Cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat distribusi

frekuensi dari variabel-variabel dan menilai kelogisannya.

H. Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif,

yaitu suatu teknik analisis yang secara sistematis menggambarkan,

mendeskripsikan, dan menjelaskan data yang diperoleh dari lokasi

penelitian sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan objektif yang

kemudian dinarasikan dan disajikan. Dalam jenis analisis ini, informasi

yang dihasilkan lebih rinci dengan menggambarkan fakta-fakta yang


72

diperoleh. Data diolah lalu dianalisis menggunakan analisis univariat,

bivariat dan multivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menguji distribusi frekuensi

variabel independen dan dependen. Variabel bebas adalah faktor pekerjaan

(posisi kerja, masa kerja), faktor karyawan (umur, jenis kelamin, kebiasaan

olahraga, IMT, status merokok), faktor lingkungan (suhu dan pencahayaan),

variabel intensitas sholat, dan variabel terikat adalah gangguan

muskuloskeletal.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menguji apakah hipotesis

penelitian dapat diterima. Analisis uji chi-square digunakan untuk

menganalisis hubungan antara variabel kategoris dan kategoris pada batas

signifikansi p-value 0,05 yang artinya ada hubungan statistik antara variabel

bebas dan variabel terikat, dan sedangkan untuk p-values > 0,05 tingkat

kepercayaan yang diperkirakan atau interval kepercayaan (CI) 95% antara

variabel bebas dan terikat secara statistik tidak ada hubungan. Adapun

persamaan Chi-square sebagai berikut :

X² = (O-E) ²

Keterangan :

X² = Chi-square

O = efek yang diamati

E = efek yang diharapkan


73

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk variabel-variabel yang

menunjukkan hubungan bivariat yang signifikan. Analisis multivariat

dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling dominan berhubungan

dengan keluhan MSD pada pengguna komputer Dinas Keamanan Pangan

Kota Tangerang tahun 2022. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah model prediktif, yaitu regresi logistik berganda dengan pemilihan

variabel bebas. Uji regresi logistik berganda digunakan karena variabel

terikat bersifat kategoris. Analisis ini dilakukan setelah melakukan analisis

bivariat antara masing-masing variabel independen dan dependen. Model

kandidat dipilih jika uji bivariat menghasilkan p-value < 0,05. Hal ini

menunjukkan tidak adanya interaksi antara variabel-variabel tersebut.

Oleh karena itu, variabel-variabel dalam model multivariat memberikan

hasil akhir yang menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut

merupakan variabel yang paling berpengaruh/dominan dengan variabel

dependen.

I. Etik Penelitian

Penelitian ini sudah diajukan etik penelitian kepada Komisi Etik

Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan sudah disetujui dengan nomor surat

Un.01/F.10/KP.01.1/KE.SP/07.08.016/2022.
BAB V

HASIL

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Dinas merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin

oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Walikota. Dinas merupakan perangkat daerah yang diberikan wewenang, tugas,

dan tanggungjawab melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi dan

dekonsentrasi. Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan

dan Susunan Perangkat Daerah. Sedangkan tugas pokok dan fungsi serta struktur

organisasi berdasarkan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 66 Tahun 2016

tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang.

Berdasarkan Peraturan Walikota Kota Tangerang nomor 66 Tahun 2016 pasal 3,

maka Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang mempunyai tugas pokok :

“Melaksanakan urusan pemerintahan di Bidang Ketahanan Pangan yang

menjadi kewenangan daerah dan tugas Pembantuan”

Untuk menjalankan tugas pokok tersebut, fungsi Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang adalah:

1. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan di bidang ketahanan

pangan;

2. Pelaksanaan kebijakan sesuai dengan bidang ketahanan pangan;

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang ketahanan pangan;

4. Pelaksanaan administrasi Dinas sesuai dengan bidang ketahanan Pangan;

74
75

5. Pengelolaan UPT; dan

6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan lingkup

tugas dan fungsinya.;

Susunan organisasi Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 66 tahun 2016 adalah sebagai berikut:

1. Kepala Dinas;

2. Sekretariat, membawahkan :

a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;

b. Sub Bagian Keuangan;

c. Sub Bagian Perencanaan;

3. Bidang Ketersediaan, Distribusi Dan Kerawanan Pangan, yang

membawahkan:

a. Seksi Ketersediaan Pangan

b. Seksi Kerawanan Pangan

c. Seksi Distribusi Pangan

4. Bidang Keanekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, yang

membawahkan:

a. Seksi Keanekaragaman Konsumsi Pangan

b. Seksi Keamanan Pangan

5. Bidang Pertanian, membawahkan:

a. Seksi Produksi Pertanian

b. Seksi Produksi Perikanan, Peternakan dan Kesehatan Hewan


76

B. Hasil Analisis Univariat

1. Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pegawai

Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang

Hasil penelitian terkait keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang berdasarkan kuesioner Nordic Body Map (NBM)

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan Pegawai
Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang 2022
Keluhan Jumlah (n) %
MSDS
Sedang 14 30,4
Ringan 32 69,6
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang mengalami

keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan tingkat keluhan Ringan

berjumlah 32 pekerja (69,6%), responden yang mengalami keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) tingkat sedang berjumlah 14 pekerja

(30,4%) pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang


77

35
33

33
30

30
28
22

21

21
20

20
19
18

18

18
17

16
13
13

12

11
8

8
8

8
7
6
5
Penderita

Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan
Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022
Dari grafik diatas diketahui mayoritas pekerja mengalami keluhan pada

bagian pinggang sebanyak 35 pekerja (7,09%), punggung dan pantat sebanyak 33

pekerja (6,69%), kanan atas lengan dan pergelangan tangan kanan sebesar 30

pekerja (6,08%)., sementara itu titik keluhan paling sedikit dirasakan pengrajin

pada bagian kanan siku yaitu sebesar (1,01%).

2. Gambaran Posisi Kerja Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait umur pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang menggunakan metode pengukuran ROSA.

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko
Posisi Pekerja Pegawai Pengguna Komputer Kantor
Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022
Risiko Posisi Kerja Jumlah (n) %
Risiko Tinggi (skor akhir ROSA > 5) 28 60,9
Risiko Sedang (skor akhir ROSA 3 - 5) 18 39,1
Total 46 100
78

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki risiko posisi

kerja sedang berjumlah 18 pekerja (39,1%) dan responden dengan risiko posisi

kerja tinggi berjumlah 28 pekerja (60,9%). Faktor risiko yang sedang dan tinggi

diakibatkan dari beberapa kursi yang tidak bisa disesuaikan tinggi dan lebar

dudukan yang tidak sesuai pada masing-masing pekerja, serta sandaran lengan dan

punggung yang keras dan tidak dapat disesuaikan, posisi monitor dan telepon yang

terlalu jauh, posisi keyboard dan mouse dengan posisi tangan yang menekuk dan

sulit disesuaikan serta melakukan posisi duduk statis tersebut dalam waktu

pekerjaan lebih dari 4 jam perhari.

3. Gambaran Umur Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait umur pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022
Umur Jumlah (n) %
Tua ((≥ Mean: 43,39) 19 41,3
Muda (< Mean: 43,39) 27 58,7
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada responden pegawai komputer di

kantor dinas ketahanan pangan Kota Tangerang memiliki umur untuk kategori
79

umur tua berjumlah 19 pekerja (41,3%), dan responden dengan umur muda

berjumlah 27 pekerja (58,7%).

4. Gambaran Jenis Kelamin Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Jenis Kelamin pegawai pengguna komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022
Jenis Kelamin Jumlah (n) %
Perempuan 24 52,2
Laki-laki 22 47,8
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin laki-

laki berjumlah 22 pekerja (47,8%), dam responden yang berjenis kelamin

perempuan berjumlah 24 pekerja (52,2%).

5. Gambaran Masa Kerja Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Masa Kerja pegawai pengguna komputer di Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang


80

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa
Kerja Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022
Masa Kerja Jumlah (n) %
Lama (>5 tahun) 32 69,6
Baru (≤ 5 tahun) 14 30,4
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada responden pegawai komputer di

kantor dinas ketahanan pangan Kota Tangerang memiliki masa kerja untuk kategori

baru berjumlah 14 pekerja (30,4%), dan responden dengan masa kerja lama

berjumlah 32 pekerja (69,6%).

6. Gambaran Indeks Massa Tubuh Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Indeks Massa Tubuh (IMT) pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022
Jenis Kelamin Jumlah (n) %
Tidak Normal (IMT ≤18,4 atau >25 ) 27 58,7
Normal (IMT 18,5-25) 19 41,3
Total 46 100
81

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang masuk dalam kategori

Normal berjumlah 19 pekerja (41,3%), dan responden yang masuk dalam kategori

Tidak Normal berjumlah 27 pekerja (58,7%) dengan kategori under weight (kurus)

ataupun overweight (kegemukan).

7. Gambaran Kebiasaan Olahraga Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Kebiasaan Olahraga pegawai pengguna komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kebiasaan Olahraga Pegawai Pengguna Komputer
Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022

Kebiasaan Olahraga Jumlah %


(n)
Buruk ((Tidak melakukan aktivitas fisik 29 63
3 kali seminggu selama 30-60 menit)

Baik (Melakukan aktivitas fisik 3 kali 17 37


seminggu selama 30-60 menit)
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kebiasaan

olahraga baik dengan menjalankan olahraga rutin 3 kali setiap minggu nya dengan

durasi olahraga ≥30 menit berjumlah 17 pekerja (37%), dan responden dengan

kebiasaan olahraga buruk berjumlah 29 responden (63%).


82

8. Gambaran Kebiasaan Merokok Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Kebiasaan Merokok pegawai pengguna komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kebiasaan Merokok Pegawai Pengguna Komputer
Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022

Kebiasaan Merokok Jumlah (n) %


Merokok 17 37
Tidak Merokok 29 63
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kebiasaan

merokok berjumlah 17 pekerja (37%), dan responden yang tidak memiliki

kebiasaan merokok atau berhenti merokok berjumlah 29 responden (63%).

9. Gambaran Intensitas Shalat Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Intensitas Shalat pegawai pengguna komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang


83

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas
Shalat Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022

Tingkat Intensitas Jumlah (n) %


Rendah (≤ Mean: 24,80) 15 32,6
Tinggi (> Mean: 24,80) 31 67,4
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki tingkat

intensitas shalat tinggi (> mean) berjumlah 31 pekerja (67,4%), dan responden

dengan tingkat intensitas shalat rendah (≤ mean) berjumlah 15 pekerja (32,6%).

10. Gambaran Pencahayaan Pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait Pencahayaan pegawai pengguna komputer di Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang menggunakan alat ukur Luxmeter

Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pencahayaan Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022

Pencahayaan Jumlah (n) %


Buruk (<270 luks atau >330 luks) 28 60,9
Baik (270-330 luks) 18 39,1
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada responden pegawai komputer di

kantor dinas ketahanan pangan Kota Tangerang memiliki tingkat pencahayaan yang
84

baik berjumlah 18 pekerja (39,1%), dan responden dengan tingkat pencahayaan

buruk berjumlah 28 pekerja (60,9%).

11. Gambaran suhu ruangan ada Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian terkait suhu ruangan pegawai pengguna komputer di Kantor

Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang menggunakan alat ukur

Thermohygrometer

Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu
Ruangan Pegawai Pengguna Komputer Kantor Dinas
Ketahanan Pangan Kota Tangerang 2022

Suhu Jumlah (n) %


Buruk (<23 atau >26ºC) 23 50
Baik (23-26ºC) 23 50
Total 46 100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada responden pegawai komputer di

kantor dinas ketahanan pangan Kota Tangerang memiliki suhuruangan untuk

kategori baik dan buruk yakni seimbang dengan 23 pekerja dengan kategori suhu

yang baik maupun kategori suhu buruk.


85

C. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan antara Posisi Kerja dengan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara posisi kerja dengan keluhan

MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.12
Analisis Hubungan Posisi Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022

Variabel Kategori Keluhan MSDs Total P OR CI


Sedang Ringan value 95%
n % n %
Risiko Tinggi 12 42,9 16 57,1 28 0,022 6,000 (1,153-
Posisi 31,228)
Kerja Sedang 2 11,2 16 88,8 18

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki risiko posisi kerja tingkat tinggi

dan mengalami keluhan MSDs tingkat ringan sebanyak 16 orang dari 18 pekerja

(88,8%), pekerja yang mengalami risiko posisi kerja tingkat tinggi dan mengalami

keluhan MSDs tingkat ringan sebanyak 16 orang dari 28 pekerja (57,1%), dan

pekerja yang mengalami risiko posisi kerja tingkat tinggi dan mengalami keluhan

MSDs tingkat sedang sebanyak 12 orang dari 28 pekerja (42,9%). Dari hasil uji

statistik didapatkan nilai p-value 0,022 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang

signifikan antara Posisi Kerja dengan keluhan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022. Selain

itu ditemukan hasil OR sebesar 6 (OR>1), sebagai faktor risiko ada hubungan

positif antara Posisi Kerja dengan keluhan MSDs, yakni pekerja dengan kategori
86

risiko tinggi akan berisiko 6 kali lebih tinggi mengalami keluhan MSDs pada

tingkat sedang.

2. Hubungan antara Umur dengan MSDs pada pegawai pengguna komputer

di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara umur dengan keluhan MSDs

pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.13
Analisis Hubungan Umur dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang Tahun 2022

Variabel Kategori Keluhan MSDs Total P OR CI


Sedang Ringan value 95%
n % n %
Umur Tua 8 42,1 11 57,9 19 0,149 2,545 (0,704-
9,206)
Muda 6 22,2 21 77,8 27

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki umur kategori tua dan mengalami

keluhan MSDs tingkat sedang sebanyak 8 orang dari 19 pekerja (42,1%), pekerja

yang memiliki umur kategori tua dan mengalami keluhan MSDs tingkat ringan

sebanyak 11 orang dari 19 pekerja (57,9%), dan pekerja yang memiliki umur

kategori muda dan mengalami keluhan MSDs ringan sebanyak 6 orang. Dari hasil

uji statistik didapatkan nilai p-value 0,149 yang artinya pada α 5% tidak ada

hubungan yang signifikan antara Umur dengan keluhan MSDs pada pegawai

pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun

2022
87

3. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan

MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.14
Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan
Pangan Kota Tangerang Tahun 2022

Variabel KategoriKeluhan MSDs Total P OR CI


Sedang Ringan value 95%
n % N %
Jenis Perempuan 2 8,3 22 91,7 24 0,001 0,076 (0,014-
Kelamin Laki-laki 12 54,5 10 45,5 22 0,404)

Berdasarkan tabel, pekerja yang berjenis kelamin laki-laki dan

mengalami keluhan MSDs sebanyak 20 orang dari 22 pekerja (90,9%), dan

pekerja yang berjenis kelamin perempuan dan mengalami keluhan MSDs

sebanyak 21 orang dari 24 pekerja (87,5%). Dari hasil uji statistik

didapatkan nilai p-value 0,001 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan keluhan MSDs pada pegawai

pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tahun 2022. Selain itu ditemukan nilai OR pada variabel jenis kelamin

sebesar 0,076 (OR<1) maka berarti faktor protektif, artinya ada hubungan

negatif antara jenis kelamin dengan keluhan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022.


88

4. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan MSDs pada

pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara indeks massa tubuh (IMT)

dengan keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas

Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.15
Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang Tahun 2022

Variabel Kategori Keluhan MSDs Total Pvalue OR CI


Sedang Ringan 95%
N % n %
Indeks Tidak 12 44,4 15 55,6 27 0,014 6,800 (1,306-
Massa Normal 35,412)
Tubuh Normal 2 10,5 17 89,5 19
(IMT)

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki indeks massa tubuh (IMT)

dengan kategori Tidak Normal dan mengalami keluhan MSDs tingkat sedang

sebanyak 12 orang dari 27 pekerja (44,4%), pekerja yang memiliki IMT kategori

Normal dan mengalami keluhan MSDs tingkat ringan berjumlah 17 dari 19 pekerja

(89,5%), pekerja yang memiliki IMT kategori tidak normal dan mengalami keluhan

MSDs tingkat ringan sebanyak 15 orang dari 27 pekerja (55,6%), dan pekerja yang

memiliki kategori IMT Normal dan tidak menngalami keluhan MSDs sebnayak 2

dari 19 pekerja (10,5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,014 yang

artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)

dengan keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas


89

Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022. Selain itu ditemukan nilai OR

sebesar 6,800 (OR>1) merupakan faktor risiko, terdapat hubungan positif antara

indeks massa tubuh dengan keluhan MSDs, dimana pekerja dengan indeks massa

tubuh tidak normal akan berisiko 6,8 kali lebih tinggi untuk mengalami MSDs,

5. Hubungan antara Masa Kerja dengan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan keluhan

MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.16
Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022
Variabel Katego Keluhan MSDs Total P OR CI
ri value 95%
Sedang Ringan
n % n %
Masa Lama 13 40,6 19 59,4 32 0,023 8,895 (1,033-
Kerja 76,576)
Baru 1 7,1 13 92.9 14

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki masa kerja Lama dan mengalami

keluhan MSDs tingkat sedang sebanyak 13 orang dari 32 pekerja (40,46%), dan

pekerja dengan masa kerja lama dan mengalami keluhan MSDs tingkat ringan

sebanyak 19 orang dari 32 pekerja (59,4 %), dan pekerja yang memiliki masa kerja

baru dan mengalami keluhan MSDs tingkat ringan sebanyak 13 orang dari 14

pekerja (92,9%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,023 yang artinya

pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara Masa Kerja dengan keluhan MSDs
90

pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022. Selain itu ditemukan nilai OR sebesar 8,895 (OR>1)

merupakan faktor risiko, terdapat hubungan positif antara masa kerja dengan

keluhan MSDs, dimana pekerja dengan masa kerja lama akan berisiko 8,8 kali lebih

tinggi untuk mengalami MSDs tingkat sedang,

6. Hubungan antara Intensitas Shalat dengan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara Intensitas Shalat dengan

keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.17
Analisis Hubungan Intensitas Shalat dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022

Variabel Kategori Keluhan MSDs Tota P OR CI


l value 95%
Sedang Ringan
n % n %
Intensitas Rendah 8 53,3 7 46,7 15 0,019 4,76 (1,234
Shalat 2 -
Tinggi 6 19,3 25 80,7 31
18,371
)

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki intensitas shalat Kurang Baik dan

mengalami keluhan MSDs tingkat sedang sebanyak 8 orang dari 15 pekerja

(53,3%), pekerja yang memiliki intensitas shalat rendah dan mengalami keluhan

MSDs tingkat ringan sebanyak 7 orang dari 15 pekerja (46,7%), pekerja yang

memiliki intensitas shalat tinggi dan mengalami keluhan MSDs Sedang sebanyak 6
91

orang dari 31 pekerja (19,3%), sedangkan pekerja yang memiliki intensitas shalat

tinggi dan mengalami keluhan MSDs Ringan sebanyak 25 orang dari 31 pekerja

(80,7%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,019 yang artinya pada α

5% ada hubungan yang signifikan antara intensitas shalat dengan keluhan MSDs

pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022. Selain itu ditemukan nilai OR sebesar 4,762 (OR>1)

merupakan faktor risiko, terdapat hubungan positif antara intensitas shalat dengan

keluhan MSDs, dimana pekerja dengan intensitas shalat rendah akan berisiko 4,7

lebih tinggi untuk mengalami MSDs tingkat sedang,

7. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan MSDs pada pegawai

pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan olahraga dengan

keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.18
Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang Tahun 2022

Variabel Katego Keluhan MSDs Tota P OR CI


ri Sedang Ringan l valu 95%
n % n % e
Kebiasaan Buruk 1 41,4 17 58, 29 0,03 5,294 (1,017
Olahraga 2 6 5 -
Baik 2 11,8 15 88, 17 27,57
2 0)

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga buruk dan

mengalami keluhan MSDs Sedang sebanyak 12 orang dari 29 pekerja (41,4%),


92

pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga buruk dan mengalami keluhan MSDs

Ringan sebanyak 17 orang dari 29 pekerja (58,6%), dan pekerja yang memiliki

kebiasaan olahraga baik dan mengalami keluhan MSDs ringan sebanyak 15 orang

dari 17 pekerja (88,2 %). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,035 yang

artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan

keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang Tahun 2022. Selain itu ditemukan nilai OR sebesar 5,294

(OR>1) merupakan faktor risiko, terdapat hubungan positif antara Kebiasaan

Olahraga dengan keluhan MSDs, dimana pekerja dengan Kebiasaan Olahraga

kurang baik akan berisiko 5,3 kali lebih tinggi untuk mengalami MSDs tingkat

sedang,

8. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan MSDs pada pegawai

pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan

keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan

Pangan Kota Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.19
Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada
Pegawai Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang Tahun 2022

Variabel Kategori Keluhan MSDs Tot P OR CI


Sedang Ringan al value 95%
n % n %
Kebiasaan Merokok 10 58, 7 41,2 17 0,001 8,929 (2,135-
Merokok 8 37,337)
Tidak 4 13, 25 86,2 29
Merokok 8
93

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan

mengalami keluhan MSDs Sedang sebanyak 10 orang dari 17 pekerja (58,8%),

pekerja yang merokok dan mengalami keluhan MSDs Ringan sebanyak 7 orang

dari 17 pekerja (41,2%), dan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan

mengalami keluhan MSDs Ringan sebanyak 25 orang dari 29 pekerja (86,2 %).

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,001 yang artinya pada α 5% ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada

pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Tahun 2022. Selain itu ditemukan nilai OR sebesar 5,294 (OR>1) merupakan faktor

risiko, terdapat hubungan positif antara Kebiasaan Merokok dengan keluhan MSDs,

dimana pekerja yang merokok akan berisiko 9 kali lebih tinggi untuk mengalami

MSDs tingkat sedang,

9. Hubungan antara Pencahayaan dengan Keluhan MSDs pada pegawai

pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara pencahayaan dengan keluhan

MSDs pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.20
Analisis Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan MSDs pada Pegawai
Pengguna Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang
Tahun 2022
Variabel Katego Keluhan MSDs Total P CI
ri Sedang Ringan value 95%
n % N %
Pencahayaan Buruk 7 25 21 75 28 0,318 (0,146-
Baik 7 38,8 11 61,2 18 1.878)
94

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki pencahayaan buruk dan

mengalami keluhan MSDs Sedang sebanyak 7 orang dari 28 pekerja (25%), pekerja

yang memiliki pencahayaan buruk dan mengalami keluhan MSDs Ringan sebanyak

21 orang dari 28 pekerja (75%), dan pekerja yang memiliki pencahayaan baik dan

mengalami keluhan MSDs ringan sebanyak 11 orang dari 18 pekerja (61,2 %). Dari

hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,318 yang artinya pada α 5% Tidak ada

hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan keluhan MSDs pada pegawai

pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun

2022.

10. Hubungan antara Suhu dengan Keluhan MSDs pada pegawai pengguna

komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Hasil penelitian mengenai hubungan antara suhu dengan keluhan MSDs

pada pegawai pengguna komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.21
Analisis Hubungan Suhu dengan Keluhan MSDs pada Pegawai Pengguna
Komputer di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022

Variabel Kategor Keluhan MSDs Total P CI 95%


i Sedang Ringan value
n % n %
Suhu Buruk 7 30,4 16 69,6 23 1,000 (0,285-
Baik 7 30,4 16 69,6 23 3.512)

Berdasarkan tabel, pekerja yang memiliki suhu buruk dan mengalami

keluhan MSDs Sedang sebanyak 7 orang dari 23 pekerja (30,4%), pekerja yang

memiliki suhu buruk dan mengalami keluhan MSDs Ringan sebanyak 16 orang dari
95

23 pekerja (69,6%), dan pekerja yang memiliki suhu baik dan mengalami keluhan

MSDs ringan sebanyak 16 orang dari 23 pekerja (69,6%). Dari hasil uji statistik

didapatkan nilai p-value 1,000 yang artinya pada α 5% Tidak ada hubungan yang

signifikan antara suhu dengan keluhan MSDs pada pegawai pengguna komputer di

Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Tahun 2022.

D. Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling

dominan yang berhubungan dengan keluhan MSDs pengguna komputer pada

pegawai kantor dinas ketahanan pangan kota Tangerang tahun 2022. Analisis yang

digunakan pada penelititan ini yaitu uji regresi logistik berganda dengan model

prediksi yaitu cara menseleksi variabel independennya. Tahapan yang dilakukan

dalam analisis multivariate ini adalah sebagai berikut:

1. Seleksi kandidat model univariat

Seleksi kandidat model multivariate dengan melakukan analisis bivariate

antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Bila

hasil dari uji bivariatnta mempunyai nilai p<0,25 maka variabel tersebut

akan dilanjutkan ke analisis multivariat. Hasil pemilihan kandidat yang

dimasukkan ke dalam model dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5. 22
Kandidat variabel independen yang masuk ke dalam model
multivariat
No Variabel P-Value
1 Umur 0,149
2 Jenis Kelamin 0,001
3 IMT 0,014
4 Masa Kerja 0,023
96

5 Posisi Kerja 0,022


6 Intensitas Shalat 0,019
7 Kebiasaan Olahraga 0,035
8 Kebiasaan Merokok 0,001
9 Pencahayaan 0,318
10 Suhu 1,000
Berdasarkan tabel 5.22 diperoleh bahwa dari 10 variabel yang

setelah dilakukan analisis biavriat terdapat 8 variabel yang memiliki p<0,25

dan secara teori dan substansi variabel-variabel tersebut berpengaruh

terhadap keluhan MSDs. Dengan demikian terdapat 8 variabel yang masuk

ke dalam kandidat model multivariat yaitu Umur, Jenis Kelamin, IMT,

Masa Kerja, Posisi Kerja, Intensitas Shalat, Kebiasaan Olahraga, dan

Kebiasaan Merokok.

2. Pembuatan Model Prediksi

Pada pembuatan model prediksi, selanjutnya variabel independen itu akan

dianalisis secara bersama-sama dengan variabel dependen. Variabel yang valid

dalam model multivariate adalah varoiabel yang mempunyai nilai p≤0,05.

Apabila didalan model ditemuikan nilai p>0,05 maka variabel tersebut harus

dikeluarkan dari model yang dilakukan secara bertahap dan yang pertama

dikeluarkan adalah nilai p terbesar.

Tabel 5.23
Hasil pemodelan prediksi keluhan MSDs

Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5


Umur 0,827 - - - -
Jenis Kelamin 0,757 0,767 - - -
IMT 0,036 0,034 0,028 0,025 0,041
Masa Kerja 0,028 0,023 0,013 0,016 0,015
Posisi Kerja 0,145 0,146 0,097 0,094 -
97

Intensitas Shalat 0,324 0,301 0,283 - -


Kebiasaan Olahraga 0,072 0,070 0,045 0,041 0,039
Kebiasaan Merokok 0,513 0,416 0,087 0,066 0,020

Berdasarkan tabel 5.23 diketahui bahwa hasil pemodelan prediksi keluhan

MSDs dihasilkan 5 model. Pada model pertama terdapat 2 variabel yang

menunjukkan p≤ 0,05 yaitu variabel IMT dan Masa Kerja. Sedangkan 6 variabel

lain yang menunjukkan p> 0,05 yaitu variabel umur, Jenis kelamin, Posisi Kerja,

Intensitas Shalat, Kebiasaan Olahraga dan Kebiasaan Merokok. Kemudian dari 6

variabel p>0,05 dikeluarkan terlebih dahulu yang nilai probabilitasnya paling besar

yaitu variabel umur. Kemudian dilakukan analisis model kedua dan hasil analisis

menunjukkan bahwa variabel p>0,05 dikeluarkan terlebih dahulu yang nilai

probabilitasnya paling besar yaitu variabel jenis kelamin. Kemudian dilakukan

analisis model ketiga dan hasil analisis menunjukkan bahwa variabel posisi kerja,

intensitas shalat, dan kebiasaan merokok memiliki p> 0,05. Akan tetapi yang

dikeluarkan terlebih dahulu adalah variabel intensitas shalat karena nilai

probabilitasnya yang paling besar sehingga pada analisis selanjutnya tidak ikut ke

dalam model. Kemudian dianalisis kembali model 4 yang menunjukkan dari 5

variabel yakni variabel Posisi Kerja dan Kebiasaan Merokok yang menunjukkan

nilai p>0,05 dan memiliki nilai probabilitas paling besar yaitu variabel posisi kerja,

maka variabel tersebut tidak dimasukkan kedalam model. Kemudian dianalisis

kembali untuk model terakhir yaitu pemodelan kelima. Hasil analisis menunjukkan

bahwa variabel IMT, Masa Kerja, Kebiasaan Olahraga, dan Kebiasaan Merokok

masing-masing memiliki nilai probabilitas sebesar 0,041; 0,015; 0,039 dan 0,020.

Hal ini menunjukkan bahwa variabel IMT, Masa Kerja, Kebiasaan Olahraga,

Kebiasaan Merokok diduga memiliki hubungan kuat dengan keluhan MSDs pada
98

pengguna komputer pegawai kantor dinas ketahanan pangan kota Tangerang tahun

2022.

3. Penyusunan Model Terakhir

Setelah dilakukan analisis ternyata ariabel yang menjadi peluang dalam

keluhan MSDs antara lain yaitu IMT, Masa Kerja, Kebiasaan Olahraga, dan

Kebiasaan merokok. Model dari analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.24
Model Akhir Analisis Multivariat Keluhan MSDs
Variabel B Wald P OR (95% CI)
wald
IMT 2,238 4,181 0,041 9,377 (1,097-80,137)
Masa Kerja 3,298 5,929 0,015 27,068 (1,903-384,988)
Kebiasaan Olahraga 2,477 4,269 0,039 11,909 (1,136-124,860)
Kebiasaan Merokok 2,303 5,372 0,020 10,002 (1,472-70,112)
Constant -10,371
R Square 0,622

Berdasarkan tabel 5.24 diketahui bahwa variabel IMT, Masa Kerja,

Kebiasaan Olahraga, dan Kebiasaan Merokok terbukti berhubungan signifikan (p

value < 0,05) dengan keluhan MSDs pengguna komputer pada pegawai kantor

dinas ketahanan pangan kota Tangerang tahun 2022. Dari hasil analisisnya juga

diperoleh nilai OR IMT adalah 9,377 artinya pekerja yang memilki IMT tidak

normal mempunyai peluang untuk mengalami keluhan MSDs tingkat sedang

sebesar 9,377 kali dibandingkan pekerja yang mempunyai IMT normal setelah

dikontrol variabel masa kerja, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan merokok.

Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh nilai OR Masa Kerja

adalah 27,068 yang artinya pekerja yang memiliki masa kerja lama akan

27,068 kali mengalami keluhan MSDs tingkat sedang dibandingkan pekerja


99

dengan masa kerja baru setelah dikontrol variabel IMT, Kebiasaan

Olahraga, dan Kebiasaan Merokok . Nilai OR variabel Kebiasaan Olahraga

adalah 11,909 artinya pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga buruk

mempunyai peluang untuk mengalami keluhan MSDs tingkat sedang

sebesar 11,909 kali dibandingkan pekerja yang mempunyai kebiasaan

olahraga baik setelah dikontrol variabel IMT, Masa Kerja, dan Kebiasaan

olahraga. Sedangkan nilai OR untuk variabel kebiasaan merokok ialah

sebesar 10,002 yang artinya pekerja yang merokok mempunyai peluang

10,002 kali dibandingkan pekerja yang tidak merokok setelah dikontrol

variabel IMT, Masa Kerja, dan Kebiasaan Olahraga.

Berdasarkan analisis, koefiisien determinan (R square)

menunjukkan nilai 0,622 artinya bahwa variabel IMT, Masa Kerja,

Kebiasaan Olahraga, dan Kebiasaan Merokok dapat menjelaskan 62,2%

variasi variabel depemdem keluhan MSDs. Dengan demikian, variabel

IMT, Masa Kerja, Kebiasaan Olahraga, dan Kebiasaan Merokok dapat

menjelaskan keluhan MSDs sebesar 62,2 % sedangkan 37,8% dijelaskan

oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti. Berdasarkan

hasil analisis multivariate, dapat disimpulkan bahwa variabel Masa Kerja

merupakan variabel yang paling dominan atau berpengaruh terhadap

terjadinya keluhan MSDs. Hal ini daoat dilihat dari nilai OR analisis

multivariatnya.
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Dalam penelitian ini, data MSDs diperoleh dari kuesioner Nordic Body

Map. Saat pengambilan data, sebagian responden mengisi kuesioner

sendiri tanpa dipandu peneliti, sehingga akan dapat memungkinkan bias.

2. Peneliti tidak meneliti faktor risiko lain yang kemungkinan berpengaruh

terhadap timbulnya keluhan MSDs yaitu faktor psikososial.

3. Karena perubahan sistem kerja dengan menggunakan alat komunikasi

nirkabel, stasiun kerja responden tidak memfasilitasi telepon kabel,

sebagian responden menggunakan telepon genggam dan laptop sebagai

media komunikasi, sehingga penilaian pada form ROSA dapat

memungkinkan bias.

4. Penelitian ini hanya meneliti shalat pada tingkat intensitas shalat saja, tidak

sampai gerakan shalat, tuma’ninah, dan kekhusuyukkan shalat.

5. Terdapat kesamaan sampel responden/pekerja saat studi pendahuluan

dengan saat penelitian skripsi sebesar 16 sampel.

B. Gambaran Keluhan MSDs pada Pegawai Pengguna Komputer Kantor

Dinas Ketahanan Pangan

Gangguan muskuloskeletal (MSDs) adalah kondisi yang disebabkan

ketika seseorang melakukan pekerjaan dan aktivitas kerja yang signifikan yang

mempengaruhi fungsi normal jaringan halus dalam sistem muskuloskeletal,

termasuk saraf, tendon, dan otot (WHO, 2003). Keluhan MSDs sering terjadi

100
101

pada pekerjaan yang melibatkan aktivitas otot dan bagian tubuh tertentu

dengan keluhan nyeri/nyeri seperti nyeri pada pergelangan tangan, leher,

punggung bawah, siku, tangan dan kaki bagian bawah. Jika otot mengalami

beban statis yang berulang dan berkepanjangan, hal ini dapat menimbulkan

keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Tarwaka, 2015).

Pada penelitian ini, mayoritas pekerja mengalami keluhan pada

bagian pinggang sebanyak 35 pekerja (7,09%), punggung dan pantat sebanyak

33 pekerja (6,69%), kanan atas lengan dan pergelangan tangan kanan sebesar

30 pekerja (6,08%), sementara itu titik keluhan paling sedikit dirasakan pekerja

pada bagian kanan siku yaitu sebesar (1,01%). Keluhan karyawan adalah

bagian tubuh yang paling sering digunakan saat duduk di depan komputer.

Sejalan dengan data keluhan muskuloskeletal di Indonesia, terlihat bahwa

pekerja mengalami cedera otot pada leher bagian bawah, bahu, punggung,

pinggang belakang, pinggul belakang, bokong, paha, lutut dan betis (ILO,

2018).

Berkenaan dengan penelitian Wardhana dalam Laurensia: data

keluhan nyeri otot akibat penggunaan komputer, yang telah dilakukan di

perusahaan asuransi dengan pekerja banyak menggunakan komputer: Nyeri

bahu, 19% pekerja dengan nyeri pergelangan tangan, 15% dengan nyeri leher

biasa dan 14% dengan nyeri punggung. Gejala MSDs sering menyerang

pekerja kantoran karena jam kerja yang panjang, termasuk bekerja di depan

komputer (Rattaporn Sihawong dkk, 2015).

Pada penelitian ini, responden yang mengalami keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan tingkat keluhan ringan berjumlah


102

32 pekerja (69,6%), responden yang mengalami keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) tingkat sedang berjumlah 14 pekerja (30,4%). Hal ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan,

individu pekerja itu sendiri, bahkan lingkungan serta faktor relaksasi seperti

intensitas shalat pada masing-masing pekerja.

Sejalan dengan penelitian Sigar (2019) yang melakukan pada

sampel karyawan bank Sulutgo dengan menggunakan kuesioner Nordic Body

Map (NBM) dan pengukuran menggunakan Metode The Rapid Upper Limb

Assessment (RULA) menunjukkan hasil bahwa responden dengan keluhan

MSDs terbanyak terdapat pada kategori rendah berjumlah 23 responden

(48,9%) dan keluhan MSDs sedikit pada kategori tinggi dan sedang berjumlah

berjumlah 2 responden (4,3%) dan 22 responden (46,8%) .

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan MSDs Pada Pegawai

Pengguna Komputer Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

1. Hubungan antara Posisi Kerja dengan MSDs

Penelitian Posisi Kerja dilakukan dengan menggunakan

metode ROSA. Metode ROSA merupakan salah satu metode yang

bisa digunakan untuk menilai posisi saat bekerja. Metode penilaian

posisi kerja tersebut ditujukan untuk pekerjaan yang berhubungan

dengan perkantoran yang sebagian besar menggunakan komputer

dalam bekerja, metode tersebut diperkenalkan pertama kali oleh

Michael Sonne pada tahun 2012. Tujuan dibuatnya metode ROSA

yaitu untuk digunakan sebagai alat skrining dan dirancang untuk


103

mengukur paparan faktor risiko di lingkungan kerja kantor terutama

pekerjaan yang sering dihadapkan dengan komputer (Sonne dkk.,

2012).

Dari hasil statistik didapatkan hasil bahawa paling banyak

posisi kerja dengan tingkat risiko tinggi dialami oleh 28 pekerja.

Selanjurnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji

Chi-square, didapatkan hasil bahwa pekerja yang mempunyai risiko

posisi kerja tinggi dan mengalami keluhan MSDs tingkat sedang

sebesar 42,29%) (12 dari 28 pekerja) dengan nilai p-value 0,022

yang artinya ada hubungan yang signifikan antara Risiko Posisi

Kerja dengan keluhan MSDs pada responden.

Sedangkan berdasarkan hasil analisis multivariat

menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa faktor

posisi kerja tidak mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa posisi kerja merupakan salah

satu faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs namun bukan

merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Hal ini dapat terjadi karna sebgaian besar pekerja yang memiliki

posisi kerja risiko tinggi memiliki keluhan MSDs ringan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

diungkapkan sebelum-sebelumnya, bahwa risiko posisi kerja akan

berhubungan erat dengan kejadian keluhan MSDs. Sedangkan

menurut Sigar,dkk (2019) survei yang dilakukan di kantor pusat

Bank SulutGo Manado hasil dari uji statistik antara posisi kerja
104

duduk dengan keluhan muskuloskeletal menunjukkan terdapat

hubungan dengan nilai p = 0,000 dengan dan nilai r = 0,565 yang

berarti memiliki keeratan hubungan sedang dan searah.

Penilaian posisi kerja pada penelitian ini dilakukan dengan

pengamatan oleh peneliti pada pekerja dengan bantuan lembar

observasi ROSA. Tidak adanya hubungan antara posisi kerja dengan

keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja akibat

penilaian tingkat keluhan ini dinilai berdasarkan hasil penilaian

subjektif yang dirasakan oleh pekerja setelah melakukan

pekerjaanya. Contohnya pada pekerja yang berusia tua, mereka tidak

terlalu merasakan keluhan muskuloskeletal dibandingkan dengan

pekerja pada usia muda. Hal ini terjadi karena menurut pendapat

mereka, bahwa pekerja yang berusia tua sudah terbiasa melakukan

pekerjaanya.

Pekerjaan pengguna komputer di Dinas Ketahanan Pangan

Kota Tangerang merupakan salah satu pekerjaan yang berpotensi

MSDs, hal ini terlihat pada 8 jam kerja per hari, pegawai

menggunakan komputer dan di tempat kerja yang statis dan terus

menerus didepan komputer, terdapat posisi janggal, dan keragaman

jenis kursi dalam satu ruangan, selain jarak pandang dan posisi kerja

yang berbeda dan tidak ergonomis.

Pada penelitian ini ditemukan beberapa kondisi yang dapat

mempengaruhi posisi pekerja, antara lain desain kursi ganda yang

tidak dapat diatur ketinggiannya, sandaran punggung yang kaku dan


105

tidak menyesuaikan bentuk tulang belakang, kurangnya pijakan kaki

untuk menopang kaki dan beristiraha. Selain itu pada pijakan kaki

terdapat beberapa barang sehingga akses dibatasi, posisi tangan saat

mengangkat ponsel menyebabkan bahu terangkat, serta letak

keyboard dan mouse yang sering tidak sesuai dan tidak memiliki

mouse pad untuk sandaran tangan, dan sandaran tangan kursi keras

dan kaku, sehingga tidak nyaman untuk mengistirahatkan tangan.

Beberapa temuan tersebut dapat memungkinkan untuk memicu

MSDs.

Gambar 6.1
(a) posisi kaki yang tidak terdapat pijakan kaki, (b) desain kursi
yang tidak sesuai dengan posisi pekerja menjadi terlalu bawah, (c)
stasiun kerja yang penuh dengan barang dan membuat ruang gerak
terbatas

Namun, dikarenakan perubahan sistem kerja dengan

menggunakan alat komunikasi nirkabel, stasiun kerja responden

tidak memfasilitasi telepon kabel, sebagian responden

menggunakan telepon genggam dan laptop sebagai media

komunikasi, sehingga penilaian pada form ROSA dapat

memungkinkan bias.
106

Menurut Tarwaka (2014) Desain kerja pada pekerjaan yang

kebanyakan dilakukan dalam posisi duduk, perlu untuk

memperhatikan hal-hal berikut:

a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk

atau berdiri secara bergantian

b. Sudut pandang yang netral yang tidak menyebabkan leher

mendongak

c. Terdapat injakan kaki sebagai sarana relaksasi

d. Posisi tangan yang netral yang tidak menyebabkan bahu

terangkat

e. Semua sikap tubuh yang tida alami harus di hindari,

seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya

diusahakan agar beban static diperkecil

f. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak

membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada

otot-otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak

menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi

darah dan sensibilitas pada oaha, mencegah keluhan

kesemutan yang dapat menganggu aktivitas.

2. Hubungan antara Umur dengan MSDs

Umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik

sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun.


107

Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25 %,

kemampuan sensoris-motoris menurun sebanyak 60 %. Selanjutnya

kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal

mencapai 50 % dari umur yang berumur 25 tahun. Dengan demikian

pengaruh umur harus selalu dijadikan pertimbangan dalam

memberikan pekerjaan pada seseorang. (Tarwaka, 2014).

Umur mempengaruhi gejala MSDS yang dialami karena

perubahan umur menyebabkan perubahan fisik. Sebuah penelitian

terkait sistem muskuloskeletal (Rahayu, 2012) menunjukkan bahwa

umur 30 tahun empat kali lebih mungkin mengalami gangguan

muskuloskeletal dibandingkan dengan umur di bawah 30, 30 tahun.

Batty dkk. Sebuah penelitian yang dilakukan pada (Fausiyah, 2017)

mendefinisikan bahwa puncak kekuatan otot manusiaterjadi antara

umur 20 dan 29 tahun, dengan penurunan kekuatan otot seiring

bertambahnya umur.

Pada penelitian ini, hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa

paling banyak pekerja memiliki kelompok umur muda sebanyak 27

orang dari 46 orang (58,7%). Berdasarkan analisis bivariat

menggunakan Chi-Square didapatkan nilai p-value 0,149 yang

artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara Umur

dengan keluhan MSDs pada responden. Sedangkan berdasarkan

analisis multivariat menggunakan uji regresi logistic berganda

diketahui faktor umur tidak mempengaruhi terjadinya keluhan

MSDs. Hal ini dapat disimpulkan bahwa faktor umur bukan


108

merupakan faktor yang berhubungan dan bukan faktor yang

mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Hardianto, 2015) menjelaskan Tidak terdapat hubungan antara

umur dengan keluhan MSDS (p value = 0,399). Ketidaksesuaian

antara teori dan hasil penelitian yang dilakukan mungkin disebabkan

oleh Tarwaka (2014), umur dapat menjadi faktor penyebab nyeri

otot seperti MSD, LBP dan CTS. Umur bukan satu-satunya faktor

yang memicu berkembangnya MSD, tetapi ada faktor lain yang

mungkin lebih dominan. Selain itu, pekerja yang lebih tua dengan

pengalaman kerja bertahun-tahun yang mungkin menderita MSD

cenderung mengabaikan penyakitnya dan tidak melihatnya sebagai

akibat dari pekerjaan mereka, dan oleh karena itu tidak melaporkan

penyakitnya. Untuk alasan ini, sangat penting bahwa pekerja yang

lebih tua dapat memeriksa dan mengendurkan otot mereka lebih

sering ketika bekerja di depan komputer untuk mencegah keluhan

muskuloskeletal.

3. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan MSDs

Angka prevalensi MSDS lebih banyak pada perempuan

daripada laki-laki, beberapa penelitian diperoleh bahwa perempuan

lebih cenderung memiliki keluhan muskuloskeletal. Hal ini terjadi

secara fisiologis, dengan kinerja otot perempuan lebih rendah

daripada laki-laki (Budiono, 2003). Jenis kelamin adalah salah satu


109

faktor yang sering dikaitkan dengan gejala MSD. Secara fisiologis,

performa otot laki-laki lebih kuat dibandingkan performa otot

perempuan (Karwowski & Marras, 2019). Menurut Tarwaka (2015),

perbandingan kekuatan laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Rata-

rata kekuatan perempuan hanya 60% dari laki-laki, terutama pada

otot punggung, lengan dan kaki. (Hardianto, 2015) menemukan

hubungan antar jenis kelamin (p-value = 0,013; CC = 0,307).

Pada penelitian ini, hasil uji statistik menunjukkan bahwa

paling banyak pekerja berjenis kelamin perempuan 52,2% (24 dari

46 pekerja), berdasarkan analisis bivariat didapatkan nilai p-value

0,001 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara

jenis kelamin dengan keluhan MSDs pada responden. Sedangkan

berdasarkan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik

berganda diketahui bahwa faktor jenis kelamin tidak mempengaruhi

terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa

faktor jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan terhadap

keluhan MSDs namun bukan merupakan faktor yang memengaruhi

terjadinya keluhan MSDs.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh As

dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa MSDs lebih umum

dilaporkan pada perempuan daripada laki-laki, tetapi tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik di antara keduanya (As &

Ee, 2017). Ketidaksesuaian antara teori dengan hasil penelitian ini

dapat muncul karena perempuan memiliki kekuatan dan


110

kekencangan otot yang lebih rendah dibandingkan laki-laki,

perubahan hormonal pada perempuan juga mempengaruhi keluhan

MSDs (Meisha dkk., 2019) Perempuan dikatakan memiliki

kepekaan yang lebih tinggi atau resistensi yang lebih rendah

terhadap stres dibandingkan laki-laki. Selain itu, perempuan juga

ditemukan memiliki toleransi nyeri yang lebih rendah dibandingkan

laki-laki (Ohlendorf dkk, 2020).

4. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan MSDs

Tulang belakang atau lumbal berperan penting dalam

menopang berat badan, mereka yang memiliki proporsi tubuh

normal, beban pada tulang belakang juga dalam batas normal.

Kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan risiko gangguan

muskuloskeletal. Orang yang kelebihan berat badan mencoba

menopang berat badan mereka dari depan untuk mengencangkan

otot punggung bawah mereka. Jika kondisi ini berlanjut, hal itu

memberi tekanan pada sumsum tulang belakang dan menyebabkan

gangguan muskuloskeletal. Ketika berat badan meningkat, tulang

belakang mendapat tekanan untuk menerima beban yang tegang,

menyebabkan tekanan mekanis pada tubuh. Stres mekanik jangka

panjang memicu respons pada jaringan otot untuk mendukung

peningkatan stres, sehingga terjadi perubahan bentuk sel, membran

sel, konsentrasi ion, dan munculnya integrin dalam jaringan.


111

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa sebagian besar pekerja memiiki IMT kategori tidak normal

58,7% (27 dari 46 pekerja). Berdasarkan analisis bivariat

menggunakan Chi-Square nilai p-value 0,014 yang artinya pada α

5% ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh

(IMT) dengan keluhan MSDs pada responden. Selain itu

berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi

logistik berganda diketahui bahwa faktor risiko IMT memengaruhi

terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

faktor Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu faktor yang

memengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan bagi

karyawan pengguna komputer untuk selalu menjaga indeks massa

tubuh agar tetap dalam kondisi standar atau normal. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengikuti salah satu program kementerian

kesehatan yakni gerakan masyarakat sehat. Setidaknya terdapat 7

langkah penting dalam rangka menjalankan Gerakan Masyarakat

Hidup Sehat. Ketujuh langkah tersebut pembiasaan pola hidup sehat

dalam masyarakat guna mencegah berbagai masalah kesehatan yang

beresiko dialami oleh masyarakat Indonesia. Berikut ini 7

langkah GERMAS yang dapat menjadi panduan menjalani pola

hidup yang lebih sehat (Kementerian Kesehatan, 2017):

1. Melakukan Aktivitas Fisik

2. Makan Buah dan Sayur


112

3. Tidak Merokok

4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Beralkohol

5. Melakukan Cek Kesehatan Berkala

6. Menjaga Kebersihan Lingkungan

7. Menggunakan jamban

Secara umum, tujuan GERMAS adalah menjalani hidup

yang lebih sehat. Gaya hidup sehat akan memberi banyak manfaat,

mulai dari peningkatan kualitas kesehatan hingga peningkatan

produktivitas seseorang. Selain itu terdapat program hidup sehat

lainnya yakni Isi Piringku. Program ini menggambarkan porsi

makan yang dikonsumsi dalam satu piring yang terdiri dari 50

persen buah dan sayur, dan 50 persen sisanya terdiri dari

karbohidrat dan protein. Program ini menekankan untuk

membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi sehari-hari.

Pedoman gizi seimbang dikelompokkan menjadi empat pesan

pokok yakni pola makan gizi seimbang, minum air putih yang

cukup, aktivitas fisik minimal 30 menit per hari, dan mengukur

tinggi dan berat badan yang sesuai untuk mengetahui kondisi tubuh

(Kementerian Kesehatan, 2018).

5. Hubungan antara Masa Kerja dengan MSDs

Masa kerja seseorang erat kaitannya dengan kemampuan

fisik, dan semakin lama masa kerja maka semakin rendah

kemampuan fisiknya. Pekerjaan yang lama dan berulang dengan


113

anggota badan dapat menyebabkan nyeri pada otot yang terkena

(Suma`mur, 2009) Masa kerja adalah akumulasi waktu dimana

pekerja mulai bekerja untuk satuan waktu tertentu. Masa kerja

menunjukkan berapa lama seseorang telah bekerja dan telah terpapar

paparan di tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, semakin

lama ia terpapar di tempat kerja, sehingga semakin besar risiko

penyakit akibat kerja (Ahmad, 2014). Kelelahan di tempat kerja

dapat menyebabkan penurunan kinerja fisik secara bertahap, yang

dapat diperburuk jika aktivitas fisik di tempat kerja tidak berubah.

Secara tidak langsung, masa kerja dapat menyebabkan relaksasi

otot, memperkuat perut secara terus menerus dan memberikan

dukungan jangka panjang.

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa sebagian besar pekerja memiiki masa kerja kategori lama

69,6% (32 dari 46 pekerja). Berdasarkan analisis bivariat

menggunakan Chi-Square nilai p-value 0,023 yang artinya pada α

5% ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan

MSDs pada responden. Selain itu berdasarkan hasil analisis

multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui

bahwa faktor risiko masa kerja memengaruhi terjadinya keluhan

MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor masa kerja

merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya keluhan

MSDs.
114

Hal ini sejalan dengan Penelitian (Nurliah, 2012) yang

menjelaskan bahwa terdapat asosiasi atau hubungan yang Masa

kerja memiliki konsekuensi bagi karyawan, terutama jenis pekerjaan

yang menghabiskan banyak energi. Ini adalah aktivitas kerja

seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Aktivitas

yang terus menerus dapat menyebabkan cedera pada tubuh, terutama

otot. Hal ini karena kondisi muskuloskeletal ini merupakan penyakit

kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang.

Responden dengan jangka waktu lebih dari 5 tahun memiliki risiko

lebih tinggi mengalami gejala MSDs dibandingkan dengan jangka

waktu kurang dari 5 tahun menyebabkan stenosis permanen atau

degenerasi hernia.

Penelitian oleh Amalia (2010) juga menghasilkan hasil yang

serupa. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keluhan MSDs

terbanyak pada responden dengan masa kerja diatas lima tahun.

Semakin lama masa kerja seseorang maka dapat menyebabkan

terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik

maupun secara psikis. Dengan demikian, akumulasi cidera dari masa

kerja yang lama tersebut mempunyai peranan penting untuk

menimbulkan MSDs.

Langkah yang dapat diambil untuk pencegahan keluhan

MSDs pada pekerja yaitu melalui pengendalian administratif dengan

memberikan pelatihan atau training pada pekerja mengenai risiko

ergonomi dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi
115

serta membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dapat

digunakan oleh pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman,

nyaman dan tetap sehat bagi pekerja. Misalnya, melakukan rotasi

pekerjaan, pengaturan penempatan bekerja sesuai dengan dimensi

tubuhnya, waktu istirahat yang teratur dan melakukan perenggangan

otot sebelum memulai pekerjaan.

6. Hubungan antara Intensitas Shalat dengan MSDs

Relaksasi otot dalam Islam terdapat pada gerakan shalat.

Gerakan tersebut dinilai sebagai latihan peregangan yang

merupakan salah satu perawatan nonfarmakologis untuk gangguan

muskuloskeletal (Nabeela Nazish, dkk, 2018). Dalam studi tahun

2018 oleh Fazle, dkk, kami meneliti pola aktivasi dan kontraksi otot

punggung bawah dan otot punggung atas pada posisi Salat yang

berbeda. Telah ditemukan bahwa kemungkinan kelelahan otot

selama shalat sangat kecil. Berdasarkan penelitian (Amelia, 2019)

tampak bahwa lansia dengan keluhan nyeri muskuloskeletal

sebagian besar gerakan sholat sudah sesuai dan intensitas nyeri

muskuloskeletalnya termasuk dalam kategori sedang.

Ada pengaruh gerakan sholat terhadap daya tahan otot

punggung bawah, jika dilakukan secara terus menerus maka otot

punggung bawah akan memiliki ketahanan yang baik, karena

gerakan sholat yang dilakukan dengan frekuensi 1 minggu penuh

dengan intensitas 8 rakaat dan durasi 10-15 menit berpengaruh


116

terhadap daya tahan ekstensor punggung bawah (Sholeh, 2012).

Sedangkan menurut (Al-Barzinjy dkk, 2009) dalam jangka panjang,

jika gerakan shalat diulang terus menerus minimal 12 kali sehari

dapat memperkuat otot-otot yang terlibat, termasuk yang berperan

pada persendian yang terkena. menopang tubuh. mendukung. Dapat

disimpulkan bahwa dengan menunaikan shalat wajib secara tuntas

dalam satu hari dengan jangka waktu satu minggu, maka akan terjadi

peregangan atau relaksasi bagi persendian dan otot.

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa sebagian besar pekerja memiiki intensitas shalat tinggi 67,4%

(31 dari 46 pekerja). Berdasarkan analisis bivariat menggunakan

Chi-Square nilai p-value 0,019 yang artinya pada α 5% ada

hubungan yang signifikan antara intensitas shalat dengan keluhan

MSDs pada responden. Selain itu berdasarkan hasil analisis

multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui

bahwa faktor risiko intensitas shalat tidak memengaruhi terjadinya

keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor intensitas

shalat merupakan salah satu faktor yang berhubungan terhadap

keluhan MSDs namun bukan merupakan salah satu faktor yang

memengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Hal ini dapat terjadi karena pekerja yang tidak memiliki

keluhan muskuloskeletal adalah mereka yang memiliki intensitas

shalat yang tinggi sehingga dengan menunaikan shalat fardhu penuh

dalam satu hari dengan jangka waktu satu minggu, persendian dan
117

otot dapat meregang atau rileks mengurangi keluhan otot dan nyeri

sendi bagi karyawan itu sendiri. Oleh karena itu, pengaruh shalat

merupakan bagian yang cukup penting yang dapat dijadikan sebagai

jalan, selain mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai bentuk

kewajiban sebagai hamba-Nya, juga mendapatkan manfaat berupa

relaksasi otot dan tulang yaitu sistem musculoskeletal bisa dilakukan

untuk mengurangi keluhan..

Sesuai dengan publikasi ilmiah Dr. Ahmad Azwar Habibi

tahun 2015 yang mengatakan: Gerakan sholat sederhana yang

berdampak dapat membantu menjaga kesehatan tulang dan sendi.

Hilangnya gerakan pada tulang dan sendi melemahkan sel-sel

anabolik, menurunkan zat osteogenik dan meningkatkan sel

katabolik, yang dapat membuat tulang lebih rapuh dan keropos.

Selama shalat ada peralihan dari iftita ke rukuk, sujud, duduk di

antara rukuk dan salam, semua melibatkan sendi yang berbeda.

Gerakan ini menjaga keutuhan cairan pelumas pada sendi dan

melenturkan sendi di antara tulang.

Gambar 6.2
Sendi yang berperan dalam gerakan shalat

Penelitian lain dilakukan oleh Dr. Syafiq Zayyat,

mengadakan uji coba terhadap 40 orang penderita gangguan keseleo


118

(strained) ruas tulang belakang. Setelah seminggu menjalani terapi

penyembuhan dengan terus mendirikan shalat, ternyata kondisi

mereka membaik, keluhan rasa sakit pada tulang dan persendian

juga berkurang secara signifikan. Gerakan dalam shalat mengurangi

risiko pembengkokan tulang, namun menguatkan otot perut yang

berhubungan dengan jaringan otot tulang belakang. Oleh karena itu

disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih memperdalam

kuesioner shalat pada pengukuran gerakan shalat secara spesifik

bukan hanya intensitas atau frekuensi shalatnya saja.

7. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan MSDs

Kurangnya aktivitas fisik seperti olahraga merupakan salah

satu penyebab penyakit, termasuk keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs). Aktivitas fisik merupakan aktivitas yang

membutuhkan aktivitas otot dalam jangka waktu tertentu (Tarwaka,

2014). Jika seseorang sering melakukan aktivitas fisik/olahraga,

maka lemak dalam tubuh seseorang dapat menyusut dan indeks

massa tubuhnya menjadi ideal. Sebuah penelitian yang dilakukan

oleh Suriatmini (2011) menyatakan bahwa karyawan yang

berolahraga mengalami MSDs lebih sedikit dibandingkan karyawan

yang tidak berolahraga. Kebiasaan olahraga yang baik sesuai

anjuran Kementerian Kesehatan adalah aktivitas fisik seperti jalan

kaki, bersepeda, dll dengan rutin minimal 3 kali seminggu selama

30-60 menit.
119

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa sebagian besar pekerja memiiki kebiasaan olahraga buruk

63% (29 dari 46 pekerja). Berdasarkan analisis bivariat

menggunakan Chi-Square nilai p-value 0,035 yang artinya pada α

5% ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan

keluhan MSDs pada responden. Selain itu berdasarkan hasil analisis

multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui

bahwa faktor risiko kebiasaan olahraga memengaruhi terjadinya

keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kebiasaan

olahraga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya

keluhan MSDs.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Zulfiqor (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs adalah pekerja yang

kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan

yaitu sejumlah 41 orang (54,7%). Berolahraga merupakan salah satu

cara untuk menjaga kebugaran tubuh dimana kebugaran tubuh

berpengaruh terhadap kelancaran aliran darah. Jika aliran darah

terhambat maka akan menganggu kerja otot sehingga kelelahan otot

akan semakin cepat terjadi. Oleh sebab itu, olahraga penting untuk

dilakukan karna banyak manfaatnya salah satunya memperkuat otot-

otot, tulang, dan jaringan ligamen.


120

8. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan MSDs

Beberapa penelitian telah menunjukkan bukti bahwa riwayat

merokok berhubungan positif dengan kondisi muskuloskeletal

seperti nyeri punggung, linu panggul, dan hernia. Semakin lama dan

semakin sering mereka merokok, semakin serius masalah ototnya.

Pekerja yang merokok 2,84 kali lebih mungkin mengalami

gangguan muskuloskeletal dibandingkan bukan perokok. Selain itu,

efek merokok menimbulkan respon nyeri, mengganggu penyerapan

kalsium tubuh, meningkatkan risiko osteoporosis, menghambat

penyembuhan patah tulang dan menghambat degenerasi tulang.

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa sebagian besar pekerja tidak merokok 63% (29 dari 46

pekerja). Berdasarkan analisis bivariat menggunakan Chi-Square

nilai p-value 0,001 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang

signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada

responden. Selain itu berdasarkan hasil analisis multivariat

menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa faktor

risiko kebiasaan merokok memengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kebiasaan merokok

merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya keluhan

MSDs.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Syafitri (2010), yang menyatakan bahwa ada

hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan terjadinya


121

keluhan LBP. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Tarwaka (2014) bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi

merokok, semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan.

9. Hubungan antara Pencahayaan dengan MSDs

Pencahayaan mempengaruhi akurasi dan kinerja tugas.

Bekerja dalam kondisi pencahayaan yang buruk menyebabkan

tubuh beradaptasi dengan pendekatan cahaya. Jika ini terjadi dalam

waktu yang lama, tekanan pada otot-otot tubuh bagian atas akan

meningkat.

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa sebagian besar pencahayaan buruk 60,9% (28 dari 46

pekerja). Berdasarkan analisis bivariat menggunakan Chi-Square

nilai p-value 0,318 yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang

signifikan antara pencahayaan dengan keluhan MSDs pada

responden. Selain itu berdasarkan hasil analisis multivariat

menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa faktor

risiko pencahayaan tidak memengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor pencahayaan merupakan

salah satu faktor yang berhubungan terhadap keluhan MSDs namun

bukan merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya keluhan

MSDs.

Secara Teori, intensitas cahaya merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi terjadinya MSDs. Intensitas cahaya yang


122

kurang memiliki potensi untuk mempengaruhi posisi kerja

seseorang, jika tingkat intensitas cahaya atau penerangan pada suatu

tempat tidak memenuhi persyaratan maka hal tersebut dapat

menyebabkan posisi leher menunduk dan posisi tubuh membungkuk

yang berisiko mengalami MSDs. Pada penelitian ini diperoleh hasil

yang berbeda, kemungkinan dikarenakan rata-rata intensitas cahaya

yang digunakan sebesar 205,8 luks, sedangkan untuk pekerja

didepan komputer menurut Permenkes No 48 tahun 2016 tentang

standar K3 perkantoran menetapkan standar pencahayaan untuk

ruang kerja jenis pekerjaan ini membutuhkan paling sedikit 270-330

luks.

Gambar 6.3
(a) sumber cahaya alami dari jendela yang tidak tertutup gorden
akan membuat silau dan memantulkan cahaya pada komputer, (b)
terdapat lampu dengan penerangan tidak optimal dan rusak

Berikut rancangan desain penerangan di tempat kerja perkantoran

yang dapat menjadi acuan dalam menciptakan lingkungan kerja

yang ergonomis:
123

Gambar 6.4
Desain pencahayaan tempat kerja ergonomis

Kemungkinan lainnya yang dapat mempengraruhi

penglihatan selama waktu kerja ialah dapat mengalami kelelahan

dan gangguan mata saat menatap layar komputer secara terus

menerus dan berulang ulang dalam waktu yang lama. Walaupun

intensitas penerangan setempat yang digunakan sesuai dengan jenis

pekerjaannya, kondisi melihat satu objek yang sama secara

berulang-ulang pada waktu yang lama akan mengakibatkan

kelelahan mata, kelelahan pada mental, kerusakan indera mata dan

kecelakaan kerja meningkat (Tarwaka, 2014). Selain itu pemakaian

gorden atau penutup jendela yang berasal dari sumber cahaya alami

dari luar yang masuk sehingga akan mempengaruhi kadar

pencahayaan dalam ruangan kerja tersebut.


124

10. Hubungan antara Suhu dengan MSDs

Suhu lingkungan erat kaitannya dengan keberadaan

manusiadi lingkungan tersebut. Tingkat produktivitas, efisiensi

kerja dan efektifitas kerja dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim

(cuaca) kerja. Perbedaan suhu lingkungan dengan suhu tubuh

memastikan bahwa sebagian energi dalam tubuh digunakan untuk

menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan. Jika tidak dibarengi

dengan suplai energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan

suplai energi pada otot. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No. 48 Tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran, batas suhu

minimum untuk ruang kerja kantor adalah antara 24-26ºC.

Kegagalan untuk melakukannya akan mengurangi kemampuan

karyawan untuk melakukan pekerjaan (Tarwaka, 2014).

Pada hasil penelitian ini hasil uji statistik didapatkan hasil

bahwa suhu ruangan pada pekerja memiliki hasil sebagian buruk

dan sebagian baik 50% (23 dari 46 pekerja). Berdasarkan analisis

bivariat menggunakan Chi-Square nilai p-value 1,000 yang artinya

pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu

ruangan dengan keluhan MSDs pada responden. Selain itu

berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi

logistik berganda diketahui bahwa faktor suhu ruangan tidak

memengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa suhu ruangan merupakan salah satu faktor

yang berhubungan terhadap keluhan MSDs namun bukan


125

merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya keluhan MSDs.

Perbedaan teori dengan hasil penelitian ini disebabkan salah

satunya adalah AC yang tidak merata, ada beberapa sisi yang

memang menggunakan AC Central, namun ada juga beberapa

lapangan yang menggunakan AC lokal dan ada beberapa yang

menggunakan AC yang tidak bekerja maksimal. Agar tercapai

suhu yang nyaman maka pengaturan suhu dilakukan dengan suhu

terpusat. Hal ini agar pekerja memiliki keleluasaan untuk

menyesuaikan suhu ruangan yang juga dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan di luar gedung. Selain itu, faktor lain yang dapat

mempengaruhi suhu ruangan adalah adanya sinar matahari di area

tertentu di tempat kerja yang juga menimbulkan panas di area

sekitar pekerja. Cara mengatasinya bisa dengan menggunakan tirai

atau penutup jendela di area yang terkena sinar matahari

berlebihan, dan menyediakan air minum yang cukup untuk area

kerja dengan suhu yang lebih tinggi.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terkait Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada

Pegawai Pengguna Komputer Di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota

Tangerang Tahun 2022 yang telah dilakukan, maka menghasilkan simpulan

sebagai berikut:

1. Responden yang mengalami keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) dengan tingkat keluhan Ringan berjumlah 32 pekerja

(69,6%), responden yang mengalami keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) tingkat sedang berjumlah 14 pekerja (30,4%).

2. Faktor karakteristik individu:

a) Umur: responden memiliki umur untuk kategori umur tua

(>30 tahun) berjumlah 43 pekerja (93,5%), dan responden

dengan umur muda (≤30 tahun) berjumlah 3 pekerja (6,5%).

b) Jenis Kelamin: responden yang berjenis kelamin laki-laki

berjumlah 22 pekerja (47,8%), dan responden yang berjenis

kelamin perempuan berjumlah 24 pekerja (52,2%).

c) IMT: responden yang masuk dalam kategori Normal

berjumlah 19 pekerja (41,3%), dan responden yang masuk

dalam kategori Tidak Normal berjumlah 27 pekerja (58,7%)

dengan kategori under weight (kurus) atauopun overweight

(kegemukan).

126
127

d) Kebiasaan Olahraga: responden yang memiliki kebiasaan

olahraga baik dengan menjalankan olahraga rutin 3 kali

setiap minggu nya dengan durasi olahraga ≥30 menit

berjumlah 17 pekerja (37%), dan responden dengan

kebiasaan olahraga buruk berjumlah 29 responden (63%).

e) Kebiasaan merokok: responden yang memiliki kebiasaan

merokok berjumlah 17 pekerja (37%), dan responden yang

tidak memiliki kebiasaan merokok atau berhenti merokok

berjumlah 29 responden (63%).

3. Faktor pekerja:

a) Posisi kerja: berdasarkan skor ROSA (Risiko Posisi Kerja),

responden yang memiliki risiko posisi kerja sedang

berjumlah 18 pekerja (39,1%) dan responden dengan risiko

posisi kerja tinggi berjumlah 28 pekerja (60,9%).

b) Masa kerja: responden memiliki masa kerja untuk kategori

baru (≤5 tahun) berjumlah 14 pekerja (30,4%), dan

responden dengan masa kerja lama (>5 tahun) berjumlah 32

pekerja (69,6%).

4. Gambaran faktor lingkungan:

a) Pencahayaan: responden pegawai komputer di kantor dinas

ketahanan pangan Kota Tangerang memiliki tingkat

pencahayaan yang baik berjumlah 18 pekerja (39,1%), dan

responden dengan tingkat pencahayaan buruk berjumlah 28

pekerja (60,9%).
128

b) Suhu: responden memiliki suhu untuk kategori baik dan

buruk dengan jumlah seimbang dengan 23 pekerja dengan

kategori suhu yang baik maupun kategori suhu buruk.

5. Responden yang memiliki tingkat intensitas shalat Tinggi (> mean)

berjumlah 31 pekerja (67,4%), dan responden dengan tingkat

intensitas shalat Rendah (≤ mean) berjumlah 15 pekerja (32,6%).

6. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

Keluhan MSDs dengan Faktor Individu (Jenis Kelamin (pv= 0,001),

IMT (pv = 0,014), Kebiasaan Olahraga (pv = 0,035), Kebiasaan

Merokok (pv = 0,001)). Dan tidak ada hubungan antara Keluhan

MSDs dengan Umur (pv = 0,236)

7. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

Keluhan MSDs dengan Faktor Pekerjaan (Masa Kerja (pv = 0,023),

Posisi Kerja (pv = 0,022))

8. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

Keluhan MSDs dengan Intensitas Shalat (pv = 0,019),

9. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara Keluhan MSDs dengan Faktor Lingkungan (Pencahayaan (pv

= 0,318), Suhu (pv = 1,000))

10. Berdasarkan hasil analisis multivariat, variabel yang masuk kedalam

faktor yang memengaruhi penelitian ini yakni IMT, Masa Kerja,

Kebiasaan Merokok, dan Kebiasaan Olahraga, dan faktor paling

dominan dari penelitian ini yaitu Masa kerja (OR=27,068)


129

B. Saran

1. Bagi Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menangani dan mencegah

keluhan MSDs di kalangan pekerja kantor dinas sebagai berikut:

a) Melakukan pengendalian administratif dengan memberikan

pelatihan atau training pada pekerja mengenai risiko ergonomi dan

tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi serta

membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dapat

digunakan oleh pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman,

nyaman dan tetap sehat bagi pekerja. Misalnya, melakukan rotasi

pekerjaan, pengaturan penempatan bekerja sesuai dengan dimensi

tubuhnya, waktu istirahat yang teratur dan melakukan perenggangan

otot sebelum memulai pekerjaan.

b) Perlu dilakukan edukasi gizi pada pekerja, terutama yang

mempunyai IMT dalam kategori gemuk/obesitas untuk menjalani

hidup sehat dan banyak berolah raga

c) Memperbaiki fasilitas stasiun kerja yang sesuai dengan tubuh

masing-masing pekerja serta penerangan yang sesuai dan merata

serta menyediakan suhu lingkungan kerja yang sesuai

2. Bagi Pekerja

a. Peregangan dengan berdiri diam dan berjalan di sekitar tempat kerja

setelah mengalami ketegangan otot saat duduk, dengan duduk


130

selama 1 jam saat bekerja, berjalan kaki singkat dengan berdiri

selama 5 menit kemudian meregangkan otot

b. Menjalankan perilaku masyarakat sehat dengan mengatur pola

konsumsi makanan sesuai dengan anjuran Kementerian Kesehatan

c. Melakukan aktivitas fisik saat tidak bekerja, dengan berolahraga

secara teratur selama 30 menit untuk mencegah MSDs.

d. Mengurangi konsumsi rokok dan bagi perokok pasif dapat

mengurangi tingkat paparan asap rokok.

e. Meningkatkan intensitas sholat dengan sholat berjamaah secara

rutin, shalat tepat waktu dan tumaninah dalam shalat sebagai bentuk

relaksasi otot untuk mengurangi resiko timbulnya gejala MSDs.

3. Bagi Peneliti Berikutnya

a. Dapat lebih objektif bagi peneliti selanjutnya untuk menentukan

secara diagnostik terkait dengan keluhan musuloskeletal.

b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lain yang

mungkin berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal yang tidak

diteliti dalam penelitian ini, seperti faktor beban kerja dan faktor

psikososial (kepuasan kerja, stres dan organisasi kerja).

c. Peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan terkait instrumen

shalat

a) Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mendiagnosis MSDs secara

klinis dan uji laboratorium.


131

DAFTAR PUSTAKA

Abdillahtulkhaer, Muhammad, Yahya Thamrin, and Ruslan Kalla. 2022. “Analisis


Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorder
(MSDs) Pada Karyawan Operator Pengisian LPG Di Kota Makassar.” Journal
of Muslim Community Health (JMCH) 2022 3(3): 144–54.
https://doi.org/10.52103/jmch.v3i3.996JournalHomepage:https://pasca-
umi.ac.id/index.php/jmch.
Ahmad. A., Budiman. F. 2014. Hubungan Posisi Duduk dengan Nyeri Punggung
Bawah pada Penjahit Vermak Levis di Pasar Tanah Pasir Kelurahan
Penjaringan Jakarta Utara Tahun 2014. Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan.
Jakarta : Universitas Esa Unggul.
Ahmad Azwar Habibi &
Artani Hasbi. 2015. Kesehatan Spiritual Dan Ibadah Shalat Dalam Perspektif
Ilmu Dan Teknologi Kedokteran. Jurnal Medika Islamika FKIK UIN Jakarta
A.M. Sugeng Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.
Semarang: UNDIP Press
Al-Barzinjy, dkk. 2009. Islamic Praying and Osteoarthritis Changes of Weight
Bearing Joints. Duhok Med J.;3(1):33–41.
Amalia, Ommi. 2010. Analisis Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada Buruh Informal (Kuli Panggul) Pasar Grosir Blok F Tanah Abang
Jakarta Pusat Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ar-Rahbawi, Abdul Qodir. 2008. Fikih Shalat Empat Madzab. Jogjakarta: Hikam
Pustaka.
As, A., & Ee, O. (2017). Work-Related Musculoskeletal Disorders Among Dentist
In Sharkia Governmental Hospitals, Egypt. Egyptian Journal of Occupational
Medicine
Center for Control and Prevention (CDC). 2011. the American Academy of Pain
Medicine.
Darmawan, Dicky, and Anik Setyo Wahyuningsih. 2021. “Keluhan Subjektif
Computer Vision Syndrome Pada Pegawai Pengguna Komputer Dinas
132

Komunikasi Dan Informasi.” Indonesian Journal of Public Health and Nutrition


1(2): 172–83. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN.
Dewi, Dian Ayunita. 2018. Modul Uji Validitas dan Reliabilitas.
Efriani. I. 2016. Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Nyeri Pinggang Bawah
pada pegawai di Laboratorium Klinik Prodia. (skripsi). Jakarta: Universitas Esa
Unggul.
Habibi, A. A. and Hasbi, A. 2015. ‘Kesehatan Spiritual Dan Ibadah Shalat Dalam
Perspektif Ilmu Dan Teknologi Kedokteran’, Jurnal Medika Islamika, 12(1), pp.
61–83.
Hardianto, Trisnawati, E. & Rossa, I. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada karyawan Bank X.
Pontianak: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammmadiyah Pontianak.
Health and Safety Executive. 2021. “Health and Safety at Work Summary Statistiks
for Great Britain 2021.” Macbeth: 21–22.
https://www.hse.gov.uk/statistiks/overall/hssh1819.pdf.
Helmi, Z. N. 2012. Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
International Labour Organization, 2018. Improving the Safety and Health of
Young Workers (Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Muda).
Karwowski,W & Marras, W. 2019. Fundamentals and Asssessment Tools For
Occcupational Ergonomics. Florida: Taylor and Francis Group
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Derajat Kesehatan 40% Dipengaruhi
Lingkungan.
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat. 2017. GERMAS – Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
http://promkes.kemkes.go.id/germas. Diakses pada 02 Oktober 2022.
Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. 2018. Isi
Piringku.https://kesmas.kemkes.go.id/konten/133/0/062511-isi-piringku#.
Diakses pada 02 Oktober 2022.
Meisha, D. E., Alsharqawi, N. S., Samarah, A. A., & Al-Ghamdi, M. Y. 2019.
133

Prevalence of work-related Musculoskeletal Disorders and ergonomic practice


among dentists in Jeddah, Saudi Arabia. Clinical, Cosmetic and Investigational
Dentistry, Volume 11, 171–179.
Mirza. Syahril. 2020 ‘Hubungan Antara Tingkat Kelelahan Dengan Tingkat Nyeri
Otot Pada Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung
Di Masa Work From Home (WFH) Pandemi Covid-19’.
Matos. 2015 . Ergonomic evaluation of office workplaces with Rapid Office Strain
Assessment (ROSA). 6th International Conference on Applied Human Factors
and Ergonomics (AHFE 2015) and the Affiliated Conferences.
Menzel, N. N. (2007). Psychosocial factors in Musculoskeletal Disorders. Critical
Care Nursing Clinics of North America, 19(2), 145–153.
Mongkareng, E. R., Kawatu, P. A. T. and Franckie, R. R. 2018. ‘Hubungan Antara
Masa Kerja Dan Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja
Pembuat Babi Guling di Kelurahan Kolongan Kota Tomohon’, Jurnal Kesmas,
7(5), p. 9.
Muhyiddin, Asep & Salahuddin, Asep. 2006. Salat Bukan Sekedar Ritual.
Bandung: Remaja Rosdakarya. Cet. Pertama.
Musbikin, Imam. 2007. Rahasia Shalat
Khusyu’. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Cet. ke 1
Nabeela Nazish, dkk. 2018. Muslim Prayer-A New Form of Physical Activity: A
Narrative Review. International Journal of Health Sciences & Research Vol.8;
Issue: 7; July 2018.
Nurliah, A. 2012. Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
Operator Forklift di PT. LLI 2012. Tesis : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia :
Depok.
OSHA 3125. 2000. Ergonomi : the study of work.
http://www.osha.gov/Publications/osha3125.pdf
Payaman J. Simanjuntak. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya ManusiaEdisi
2001. Jakarta: FEUI
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
134

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 Tentang


Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perkantoran
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Poedjawiyatna. 2003. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Poerwadarminta, W.J.S, 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Rahayu, Winda A. 2012. Faktor – faktor yang berhubungan dengan keluhan
musculoskeletal pada pekerja angkat – angkut industri pemecah batu di
kecamatan karang nongko Kabupaten Klaten. Jurnal Kesehatan
Masyarakat.Volume 1. Nomer 2 (2012).
Rika, Sartono S, Luh Putu Ruliati, and Deviarbi Sakke Tira. 2022. “Media
Kesehatan Masyarakat ANALISIS ERGONOMI KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS Media Kesehatan Masyarakat.” 4(1):
131–39.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013. 94 p.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2018.
Rivai, Veithzal & Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sari, R. O. and Rifai, M. 2019. ‘Hubungan Postur Kerja dan Masa Kerja dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pembatik Giriloyo’, Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.
Sari. R. N. 2015. ‘Hubungan Gerakan Sholat Dengan Keluhan Nyeri Punggung
Bawah Myogenik Pada Perempuan Lanjut Umur’.
Sanders, Martha. J., 2004. Ergonomics and the management of Musculoskeletal
Disorders. Second edition. USA: Elsevier
Savitri, A.; Mulyati, G.T.; Azis, I.W.F. 2012. “Evaluation of working postures at a
garden maintenance service to reduce musculoskeletal disorder risk (A case
study of PT. Dewijaya Agrigemilang Jakarta)”. Agroindustrial Journal, Vol. 1
(1), pp. 21 – 27.
Sholeh. 2012. Terapi Sholat Tahajud. PT. Mizan Publika. Jakarta
135

Sigar,dkk. 2019. ‘Hubungan Antara Posisi Kerja Duduk Dan Indeks Masa Tubuh
Dengan Keluhan Musuloskeletal Pada Karyawan Di Bank Sulutgo Cabang
Utama Manado’, Kesmas, 8(7), pp. 380–387.
Sihawong, Rattaporn & Sitthipornvorakul, Ekalak & Paksaichol, Arpalak &
Janwantanakul, Prawit. 2015. Predictors for chronic neck and low back pain in
office workers: A 1-year prospective cohort study. Journal of occupational
health. 58. 10.1539/joh.15-0168-OA.
Sobirin. M. 2020. ‘Identifikasi Keluhan Kesehatan Mahasiswa Selama Perkuliahan
Daring pada Masa Pandemic Covid19’. Performa: Media Ilmiah Teknik Industri.
19(1). pp. 49–54. doi: 10.20961/performa.19.1.42583.
Sonne, M., Villalta, D. L., & Andrews, D. M. 2012. Develpoment And Evaluation
Of An Office Ergonomic Risk Checklist ROSA Rapid Office Strain Assessment.
Applied Ergonomics, 43(1), 98–108.S
Suma’mur P.K. 2014. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Haji
Masagung: Jakarta
Suriatmini, S. 2011. Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi Terhadap Keluhan
Muskuloskeletal pada Aktivitas Manual Handling Pada Pekerja di Bagian
Produksi PTMI Tahun 2010. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Syafitri, Juniar Tri. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya
Keluhan Low Back Pain (LBP) pada Karyawan Bagian Corporate Customer
Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2010. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tarwaka. 2014. Ergonomi Untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas.
Surakarta: UNIBA PRESS.
Tarwak. 2015. Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Edisi II Cetakan ke-2. Surakarta: Harapan Press.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Users I. Population T. 2010. Priority Medicines for Europe and the World 2013
Update: Low back pain. 24:1–10 p.
Widiyanti. Lanny E.C.. Basuki E. dan Jannis J. 2009. Hubungan Sikap Tubuh Saat
Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan dengan Nyeri
Punggung Bawah. Jurnal Kesmas UI. Vol.3. No.59. Maret.
136

Vos, T, dkk. 2012. Years lived with disability (YLDs) for 1160 sequelae of 289
diseases and injuries 1990-2010: a systematic analysis for the Global Burden
of Disease Study 2010. Lancet (London, England), 380(9859), 2163–2196.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)61729-2
Woolf AD. Pfleger B. 2003. Burden of major musculoskeletal conditions. Bulletin
of the World Health Organization 2003;81(9):646–56.
Zulfiqor, Muhammad Taufik. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
137

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Lampiran 3 Hasil Analisis Univariat
Lampiran 4 Hasil Analisis Biivariat
Lampiran 5 Hasil Analisis Multivariat
Lampiran 6 Dokumentasi Pengambilan Data
Lampiran 7 Etik Penelitian
Lampiran 8 Izin Penelitian
138

LAMPIRAN 1

KUESIONER PENELITIAN

Assalamualaikum wr.wb
Saya adalah mahasiswa Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun tugas akhir
skripsi untuk mendapat gelar sarjana kesehatan masyarakat. Kuesioner ini
mengenai Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders
Pada pekerja yang bekerja di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang.
Kuesioner ini tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap pekerjaan dan
posisi saudara. Data dalam kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian dan akan dijaga kerahasiaannya. Untuk keperluan tersebut diharapkan
kesediaan dan kesungguhan saudara untuk menjawab pertanyaan dengan
sebenar-benarnya karena kejujuran jawaban yang saudara berikan sangat
mempengaruhi proses penelitian ini.
Atas partisipasi dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Saya menyatakan bahwa saya secara sukarela bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian ini

Peneliti Responden

(Qonita Ammarwati) ( )
139

A Karakter Pekerja
1 Nama Responden
2 Tanggal lahir........................ (umur)
3 Divisi Pekerja
4 Berat Badan...........kg (diukur Peneliti)
5 Tinggi Badan...........kg (diukur
Peneliti)
B Masa Kerja

1 Kapan anda mulai bekerja di Kantor


dinas Ketahanan Pangan Kota
Tangerang..... (Tahun)
C Kebiasaan Merokok

1 Apakah anda pernah merokok?


1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke C4)
2 Sudah berapa lama anda
merokok........(tahun)
3 Berapa batang rokok yang anda
habiskan dalam sehari......... (batang)
4 Apakah terdapat anggota keluarga yang
merokok dirumah?
1. Ya
2. Tidak (Lanjut D1)
5 Siapa anggota keluarga yang merokok
dirumah?
1. Suami
2. Istri
3. Anak
4. Yang Lain_________

D Kebiasaan Olahraga

1 Apakah anda rutin melakukan kegiatan


olahraga setiap minggunya?
1. Ya
2. Tidak
2 Jenis Kegiatan Olahraga apa yang Anda
lakukan tiap minggunya?
1. Jalan Kaki
2. Senam
140

3. Bersepeda
4. Yang Lain_________

3 Dalam Satu minggu, berapa kali Anda


melakukan kegiatan Olahraga?
4 Berapa lama waktu yang biasanya Anda
habiskan saat olahraga? ________Menit

E Suhu…………....ºC

F Pencahayaan…… (Luks)

G. Shalat

1. Apakah Anda selalu melaksanakan shalat maghrib dan isya’ berjama’ah


bersama di rumah?
a. Selalu melaksanakan shalat maghrib dan isya’ berjama’ah dirumah
b. Jarang berjama’ah shalat maghrib atau isya’ saja dirumah
c. Hanya shalat maghrib ataupun isya’ dirumah (sendiri/berjamaah)
2. Ketika waktu shalat dhuhur tiba, apakah Anda melaksanakan shalat berjamaah
di kantor?
a. Ya, selalu melaksanakan shalat dhuhur di kantor karena diharuskan
berjama’ah
b. Shalat dhuhur berjama’ah jika ada teman yang mengajak
c. Melaksanakan shalat dhuhur sendiri
3. Apakah Anda pernah melaksanakan shalat berjama’ah di masjid/mushola?
a. Melaksanakan shalat berjama’ah di masjid 5 sampai 7 kali dalam 1
minggu
b. Melaksanakan shalat berjama’ah di masjid 1 sampai 4 kali dalam 1
minggu
c. Tidak pernah melaksanakan shalat berjamaa’ah di masjid
4. Apakah Anda selalu tepat waktu dalam melaksanakan shalat fardu
(menyegerakan shalat setelah mendengar adzan)?
a. Segera melaksanakan shalat fardu setelah mendengar adzan
b. Melaksanakan shalat fardu meskipun tidak tepat waktu atau tidak
menyegerakan shalat
141

c. Melaksanakan shalat fardu saat ingat


5. Bagaimana intensitas shalat isya’ Anda dalam 1 minggu ? (Dalam waktu 7
hari terakhir)
a. Melaksanakan shalat isya’ 7 kali atau secara terus menerus dalam 1
minggu
b. Melaksanakan shalat isya’ 5 sampai 6 kali dalam 1 minggu
c. Sering tidak melaksanakan shalat isya’ karena kecapekan atau ketiduran
6. Bagaimana intensitas shalat fardu Anda dalam 1 hari ? (Dalam waktu 7 hari
terakhir)
a. Melaksanakan shalat fardu terus menerus dalam 1 hari
b. Melaksanakan 4 kali shalat fardu dalam 1 hari
c. Sering lupa atau hanya melaksanakan 1 kali shalat fardu dalam 1 hari
7. Kapan Anda melaksanakan shalat subuh? (Dalam waktu 7 hari terakhir)
a. Melaksanakan shalat subuh sebelum matahari terbit
b. Melaksanakan shalat subuh bersamaan matahari terbit
c. Melaksanakan shalat subuh setelah matahari terbit
8. Ketika Anda sakit, apakah yang akan Anda lakukan? (Dalam waktu 7 hari
terakhir)
a. Tetap melaksanakan shalat fardu sebagaimana mestinya karena sebuah
kewajiban
b. Melaksanakan shalat fardu jika kuat
c. Meninggalkan atau mengganti shalat fardu yang di tinggalkan di lain
waktu
9. Waktu shalat tiba ketika Anda sedang bekerja, apa yang akan Anda lakukan?
(Dalam waktu 7 hari terakhir)
a. Meluangkan waktu untuk melaksanakan shalat fardu terlebih dahulu
b. Menunda shalat
c. Tidak melaksanakan shalat karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan
10. Ketika perjalanan jauh apakah Anda sering untuk menjamak atau mengqoshor
shalat ? (Dalam waktu 7 hari terakhir)
a. Melaksanakan shalat dalam perjalanan
b. Menjama’ ataupun mengqoshor shalat fardu
142

c. Tidak melaksanakan shalat karena dalam perjalanan susah mencari air


dan tempat untuk shalat
H. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Berikan tanda √ ada salah satu pilihan jawaban yang paling


menggambarkan keadaan anda.

Tingkat Keluhan
No Jenis Keluhan Tidak Cukup Sangat
Sakit
Sakit Sakit Sakit
0 Sakit pada atas leher
1 Sakit pada bawah leher
2 Sakit pada kiri bahu
3 Sakit pada kanan bahu
4 Sakit pada kiri atas lengan
5 Sakit pada punggung
6 Sakit pada kanan atas lengan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada pantat
9 Sakit pada bagian bawah pantat
10 Sakit pada kiri siku
11 Sakit pada kanan siku
12 Sakit pada kiri lengan bawah
13 Sakit pada kanan lengan bawah
14 Sakit pada pergelangan tangan
kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan
kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut iri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki
kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
143

I. Pengukuran Posisi Kerja (Metode ROSA)


144

Lampiran 2
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas dan Reabilitas Kuesioner Intensitas Shalat

Correlations
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 TSS
S1 Pearson 1 ,376* ,228 ,377* ,124 ,058 ,092 ,080 ,263 ,247 ,438*
Correlation
Sig. (2-tailed) ,034 ,210 ,033 ,500 ,752 ,617 ,664 ,146 ,172 ,012
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S2 Pearson ,376* 1 ,547** ,192 ,148 ,043 ,116 ,124 ,268 ,102 ,387*
Correlation
Sig. (2-tailed) ,034 ,001 ,292 ,418 ,815 ,528 ,498 ,139 ,580 ,029
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S3 Pearson ,228 ,547** 1 ,254 ,187 ,122 ,058 ,080 ,232 ,035 ,375*
Correlation
Sig. (2-tailed) ,210 ,001 ,161 ,305 ,506 ,752 ,665 ,201 ,847 ,035
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S4 Pearson ,377* ,192 ,254 1 ,646** ,623** ,536** ,647** ,729** ,529** ,816**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,033 ,292 ,161 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,002 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S5 Pearson ,124 ,148 ,187 ,646** 1 ,930** ,595** ,643** ,619** ,626** ,830**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,500 ,418 ,305 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S6 Pearson ,058 ,043 ,122 ,623** ,930** 1 ,550** ,695** ,682** ,612** ,807**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,752 ,815 ,506 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S7 Pearson ,092 ,116 ,058 ,536** ,595** ,550** 1 ,554** ,562** ,435* ,689**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,617 ,528 ,752 ,002 ,000 ,001 ,001 ,001 ,013 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S8 Pearson ,080 ,124 ,080 ,647** ,643** ,695** ,554** 1 ,637** ,470** ,745**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,664 ,498 ,665 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,007 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S9 Pearson ,263 ,268 ,232 ,729** ,619** ,682** ,562** ,637** 1 ,651** ,832**
Correlation
145

Sig. (2-tailed) ,146 ,139 ,201 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
S10 Pearson ,247 ,102 ,035 ,529** ,626** ,612** ,435* ,470** ,651** 1 ,704**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,172 ,580 ,847 ,002 ,000 ,000 ,013 ,007 ,000 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
TSS Pearson ,438* ,387* ,375* ,816** ,830** ,807** ,689** ,745** ,832** ,704** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) ,012 ,029 ,035 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Reliability Statistiks

Cronbach's Alpha N of Items


,859 10
Validitas dan Reabilitas Kuesioner Nordic Body Map

Reliability Statistiks
Cronbach's
Alpha N of Items
,983 28
146

Lampiran 3
Hasil Analisis Univariat

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Hasil_MSDS 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Risiko_Pekerjaan 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Umur 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Jenis_Kelamin 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_IMT 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Masa_Kerja 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Intensitas_Shalat 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Kebiasaan_Olahraga 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Kebiasaan_Merokok 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Pencahayaan 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%
Hasil_Suhu 46 100,0% 0 0,0% 46 100,0%

Descriptives
Statistik Std. Error
Hasil_MSDS Mean 1,70 ,069
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,56
Mean Upper Bound 1,83
5% Trimmed Mean 1,72
Median 2,00
Variance ,216
Std. Deviation ,465
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -,879 ,350
Kurtosis -1,285 ,688
Hasil_Risiko_Pekerjaan Mean 1,39 ,073
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,24
Mean Upper Bound 1,54
5% Trimmed Mean 1,38
Median 1,00
147

Variance ,243
Std. Deviation ,493
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,461 ,350
Kurtosis -1,871 ,688
Hasil_Umur Mean 1,07 ,037
95% Confidence Interval for Lower Bound ,99
Mean Upper Bound 1,14
5% Trimmed Mean 1,02
Median 1,00
Variance ,062
Std. Deviation ,250
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 0
Skewness 3,642 ,350
Kurtosis 11,772 ,688
Hasil_Jenis_Kelamin Mean 1,48 ,074
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,33
Mean Upper Bound 1,63
5% Trimmed Mean 1,48
Median 1,00
Variance ,255
Std. Deviation ,505
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,090 ,350
Kurtosis -2,085 ,688
Hasil_IMT Mean 1,41 ,073
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,27
Mean Upper Bound 1,56
5% Trimmed Mean 1,40
Median 1,00
148

Variance ,248
Std. Deviation ,498
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,365 ,350
Kurtosis -1,954 ,688
Hasil_Masa_Kerja Mean 1,30 ,069
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,17
Mean Upper Bound 1,44
5% Trimmed Mean 1,28
Median 1,00
Variance ,216
Std. Deviation ,465
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,879 ,350
Kurtosis -1,285 ,688
Hasil_Intensitas_Shalat Mean 1,67 ,070
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,53
Mean Upper Bound 1,81
5% Trimmed Mean 1,69
Median 2,00
Variance ,225
Std. Deviation ,474
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -,767 ,350
Kurtosis -1,478 ,688
Hasil_Kebiasaan_Olahraga Mean ,37 ,072
95% Confidence Interval for Lower Bound ,22
Mean Upper Bound ,51
5% Trimmed Mean ,36
Median ,00
149

Variance ,238
Std. Deviation ,488
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,559 ,350
Kurtosis -1,767 ,688
Hasil_Kebiasaan_Merokok Mean 1,63 ,072
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,49
Mean Upper Bound 1,78
5% Trimmed Mean 1,64
Median 2,00
Variance ,238
Std. Deviation ,488
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -,559 ,350
Kurtosis -1,767 ,688
Hasil_Pencahayaan Mean ,39 ,073
95% Confidence Interval for Lower Bound ,24
Mean Upper Bound ,54
5% Trimmed Mean ,38
Median ,00
Variance ,243
Std. Deviation ,493
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,461 ,350
Kurtosis -1,871 ,688
Hasil_Suhu Mean ,50 ,075
95% Confidence Interval for Lower Bound ,35
Mean Upper Bound ,65
5% Trimmed Mean ,50
Median ,50
150

Variance ,256
Std. Deviation ,506
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,000 ,350
Kurtosis -2,093 ,688
151

Lampiran 4
Hasil Analisis Bivariat
Posisi Kerja dengan MSDs

Hasil_Risiko_Pekerjaan * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Risiko_Pekerjaan Tinggi 12 16 28
Sedang 2 16 18
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 5,215a 1 ,022
Continuity Correctionb 3,824 1 ,051
Likelihood Ratio 5,733 1 ,017
Fisher's Exact Test ,027 ,022
Linear-by-Linear Association 5,102 1 ,024
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,48.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 6,000 1,153 31,228
Hasil_Risiko_Pekerjaan
(Tinggi / Sedang)
For cohort Hasil_MSDS = 3,857 ,975 15,253
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = ,643 ,449 ,921
Ringan
N of Valid Cases 46

Umur dengan MSDs


152

Hasil_MSDS * Umur_Hasil Crosstabulation


Count
Umur_Hasil
Tua Muda Total
Hasil_MSDS Sedang 8 6 14
Ringan 11 21 32
Total 19 27 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 2,082a 1 ,149
Continuity Correctionb 1,249 1 ,264
Likelihood Ratio 2,066 1 ,151
Fisher's Exact Test ,199 ,132
Linear-by-Linear Association 2,037 1 ,153
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,78.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Hasil_MSDS 2,545 ,704 9,206
(Sedang / Ringan)
For cohort Umur_Hasil = Tua 1,662 ,860 3,215
For cohort Umur_Hasil = ,653 ,339 1,257
Muda
N of Valid Cases 46

Jenis Kelamin dengan MSDs

Hasil_Jenis_Kelamin * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Jenis_Kelamin Perempuan 2 22 24
Laki-laki 12 10 22
153

Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 11,578a 1 ,001
Continuity Correctionb 9,498 1 ,002
Likelihood Ratio 12,450 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear Association 11,326 1 ,001
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,70.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for ,076 ,014 ,404
Hasil_Jenis_Kelamin
(Perempuan / Laki-laki)
For cohort Hasil_MSDS = ,153 ,038 ,608
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = 2,017 1,256 3,238
Ringan
N of Valid Cases 46

IMT dengan MSDs

Hasil_IMT * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_IMT Tidak Normal 12 15 27
Normal 2 17 19
Total 14 32 46

Chi-square Tests
154

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 6,060a 1 ,014
Continuity Correctionb 4,564 1 ,033
Likelihood Ratio 6,652 1 ,010
Fisher's Exact Test ,022 ,014
Linear-by-Linear Association 5,928 1 ,015
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,78.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Hasil_IMT 6,800 1,306 35,412
(Tidak Normal / Normal)
For cohort Hasil_MSDS = 4,222 1,065 16,734
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = ,621 ,428 ,900
Ringan
N of Valid Cases 46

Masa Kerja dengan MSDs

Hasil_Masa_Kerja * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Masa_Kerja Lama 13 19 32
Baru 1 13 14
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
155

Pearson Chi-square 5,157a 1 ,023


Continuity Correctionb 3,697 1 ,055
Likelihood Ratio 6,100 1 ,014
Fisher's Exact Test ,035 ,022
Linear-by-Linear Association 5,045 1 ,025
N of Valid Cases 46
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,26.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 8,895 1,033 76,576
Hasil_Masa_Kerja (Lama /
Baru)
For cohort Hasil_MSDS = 5,688 ,822 39,363
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = ,639 ,464 ,882
Ringan
N of Valid Cases 46

Intensitas Shalat dengan MSDs

Hasil_Intensitas_Shalat * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Intensitas_Shalat Kurang Baik 8 7 15
Baik 6 25 31
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 5,512a 1 ,019
Continuity Correctionb 4,024 1 ,045
156

Likelihood Ratio 5,344 1 ,021


Fisher's Exact Test ,038 ,024
Linear-by-Linear Association 5,393 1 ,020
N of Valid Cases 46
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,57.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 4,762 1,234 18,371
Hasil_Intensitas_Shalat
(Kurang Baik / Baik)
For cohort Hasil_MSDS = 2,756 1,165 6,515
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = ,579 ,328 1,021
Ringan
N of Valid Cases 46

Kebiasaan Olahraga dengan MSDs

Hasil_Kebiasaan_Olahraga * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Kebiasaan_Olahraga Buruk 12 17 29
Baik 2 15 17
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 4,440a 1 ,035
Continuity Correctionb 3,151 1 ,076
Likelihood Ratio 4,883 1 ,027
Fisher's Exact Test ,049 ,035
Linear-by-Linear Association 4,343 1 ,037
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,17.
157

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 5,294 1,017 27,570
Hasil_Kebiasaan_Olahraga
(Buruk / Baik)
For cohort Hasil_MSDS = 3,517 ,892 13,869
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = ,664 ,467 ,944
Ringan
N of Valid Cases 46

Kebiasaan Merokok dengan MSDs

Hasil_Kebiasaan_Merokok * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Kebiasaan_Merokok Merokok 10 7 17
Tidak Merokok 4 25 29
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square 10,265a 1 ,001
Continuity Correctionb 8,248 1 ,004
Likelihood Ratio 10,230 1 ,001
Fisher's Exact Test ,002 ,002
Linear-by-Linear Association 10,041 1 ,002
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,17.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
158

Odds Ratio for 8,929 2,135 37,337


Hasil_Kebiasaan_Merokok
(Merokok / Tidak Merokok)
For cohort Hasil_MSDS = 4,265 1,580 11,512
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = ,478 ,266 ,859
Ringan
N of Valid Cases 46

Pencahayaan dengan MSDs

Hasil_Pencahayaan * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Pencahayaan Buruk 7 21 28
Baik 7 11 18
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square ,998a 1 ,318
Continuity Correctionb ,450 1 ,502
Likelihood Ratio ,987 1 ,321
Fisher's Exact Test ,345 ,250
Linear-by-Linear Association ,977 1 ,323
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,48.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for ,524 ,146 1,878
Hasil_Pencahayaan (Buruk /
Baik)
159

For cohort Hasil_MSDS = ,643 ,271 1,526


Sedang
For cohort Hasil_MSDS = 1,227 ,801 1,879
Ringan
N of Valid Cases 46

Suhu dengan MSDs

Hasil_Suhu * Hasil_MSDS Crosstabulation


Count
Hasil_MSDS
Sedang Ringan Total
Hasil_Suhu Buruk 7 16 23
Baik 7 16 23
Total 14 32 46

Chi-square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-square ,000a 1 1,000
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 1,000
Fisher's Exact Test 1,000 ,625
Linear-by-Linear Association ,000 1 1,000
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Hasil_Suhu 1,000 ,285 3,512
(Buruk / Baik)
For cohort Hasil_MSDS = 1,000 ,417 2,396
Sedang
For cohort Hasil_MSDS = 1,000 ,682 1,466
Ringan
N of Valid Cases 46
160

Lampiran 5
Analisis Multivariat
Variabels in the Equation

95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step Umur_Hasil ,315 1,438 ,048 1 ,827 1,371 ,082 22,958
1a
Hasil_Intensitas_Sha 1,064 1,079 ,972 1 ,324 2,897 ,349 24,008
lat
Hasil_Risiko_Pekerja 2,602 1,784 2,128 1 ,145 13,490 ,409 444,997
an
Hasil_Jenis_Kelamin -,552 1,784 ,096 1 ,757 ,576 ,017 18,994

Hasil_IMT 3,021 1,438 4,412 1 ,036 20,520 1,224 344,049

Hasil_Masa_Kerja 3,675 1,677 4,802 1 ,028 39,435 1,474 1055,08


8
Hasil_Kebiasaan_Ol 3,097 1,721 3,238 1 ,072 22,138 ,758 646,232
ahraga
Hasil_Kebiasaan_Me 1,247 1,905 ,429 1 ,513 3,480 ,083 145,540
rokok
Constant -14,888 9,197 2,620 1 ,105 ,000

a. Variabel(s) entered on step 1: Umur_Hasil, Hasil_Intensitas_Shalat, Hasil_Risiko_Pekerjaan,


Hasil_Jenis_Kelamin, Hasil_IMT, Hasil_Masa_Kerja, Hasil_Kebiasaan_Olahraga,
Hasil_Kebiasaan_Merokok.

Variabels in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 1a Hasil_Intensitas_Shalat 1,100 1,064 1,068 1 ,301 3,003

Hasil_Risiko_Pekerjaan 2,552 1,756 2,112 1 ,146 12,828

Hasil_Jenis_Kelamin -,529 1,782 ,088 1 ,767 ,589

Hasil_IMT 3,042 1,437 4,483 1 ,034 20,949

Hasil_Masa_Kerja 3,742 1,652 5,132 1 ,023 42,164


161

Hasil_Kebiasaan_Olahrag 2,995 1,653 3,282 1 ,070 19,976


a
Hasil_Kebiasaan_Meroko 1,420 1,745 ,663 1 ,416 4,139
k
Constant -14,755 9,166 2,591 1 ,107 ,000

a. Variabel(s) entered on step 1: Hasil_Intensitas_Shalat, Hasil_Risiko_Pekerjaan, Hasil_Jenis_Kelamin,


Hasil_IMT, Hasil_Masa_Kerja, Hasil_Kebiasaan_Olahraga, Hasil_Kebiasaan_Merokok.

Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
1 25,124a ,495 ,699
a. Estimation terminated at iteration number 8 because
parameter estimates changed by less than ,001.

Variabels in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Hasil_Intensitas_Shalat 1,137 1,060 1,151 1 ,283 3,118
Hasil_Risiko_Pekerjaan 2,753 1,660 2,752 1 ,097 15,695

Hasil_IMT 3,131 1,429 4,798 1 ,028 22,891

Hasil_Masa_Kerja 3,925 1,578 6,188 1 ,013 50,670

Hasil_Kebiasaan_Olahraga 3,173 1,584 4,012 1 ,045 23,880

Hasil_Kebiasaan_Merokok 1,834 1,072 2,924 1 ,087 6,256

Constant -16,919 6,040 7,847 1 ,005 ,000

a. Variabel(s) entered on step 1: Hasil_Intensitas_Shalat, Hasil_Risiko_Pekerjaan, Hasil_IMT,


Hasil_Masa_Kerja, Hasil_Kebiasaan_Olahraga, Hasil_Kebiasaan_Merokok.

Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
1 25,212a ,494 ,698
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.

Variabels in the Equation


162

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 1a Hasil_Risiko_Pekerjaan 2,462 1,470 2,803 1 ,094 11,725
Hasil_IMT 2,990 1,338 4,993 1 ,025 19,895

Hasil_Masa_Kerja 3,837 1,595 5,784 1 ,016 46,366

Hasil_Kebiasaan_Olahrag 3,035 1,483 4,189 1 ,041 20,808


a
Hasil_Kebiasaan_Merokok 1,945 1,059 3,374 1 ,066 6,991

Constant -14,564 4,991 8,515 1 ,004 ,000

a. Variabel(s) entered on step 1: Hasil_Risiko_Pekerjaan, Hasil_IMT, Hasil_Masa_Kerja,


Hasil_Kebiasaan_Olahraga, Hasil_Kebiasaan_Merokok.

Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
1 26,395a ,481 ,679
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.

Variabels in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step Hasil_IMT 2,238 1,095 4,181 1 ,041 9,377 1,097 80,137
1a Hasil_Masa_Kerja 3,298 1,355 5,929 1 ,015 27,068 1,903 384,98
8
Hasil_Kebiasaan_Ol 2,477 1,199 4,269 1 ,039 11,909 1,136 124,86
ahraga 0
Hasil_Kebiasaan_Me 2,303 ,994 5,372 1 ,020 10,002 1,427 70,112
rokok
Constant -10,371 3,263 10,102 1 ,001 ,000

a. Variabel(s) entered on step 1: Hasil_IMT, Hasil_Masa_Kerja, Hasil_Kebiasaan_Olahraga,


Hasil_Kebiasaan_Merokok.

Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
1 29,860a ,440 ,622
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than ,001.
163

Lampiran 6
Dokumentasi Pengambilan Data
164

Lampiran 7
Etik Penelitian
165

Lampiran 8
Izin Penelitian

Anda mungkin juga menyukai