SKRIPSI
SKRIPSI
Tanda Tangan :
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor Penilaian Kesiapan
Implementasi Rekam Medis Elektronik pada Rumah Sakit di Indonesia: Studi Literature
Review”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Manajemen Rumah Sakit di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa berkat
dukungan, bimbingan, doa, dan masukan dari berbagai pihak, penulis mampu menyusun
dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak yang telah berkontribusi, diantaranya:
1. drg. Masyitoh, MARS, selaku pembimbing skripsi penulis, meskipun dalam kondisi
pandemi ini beliau selalu sabar dan ikhlas dalam memberikan waktu, bimbingan,
ilmu, masukan, saran, dan dukungan yang penuh kepada penulis untuk menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak.
2. Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS selaku dosen penguji penulis yang telah
meluangkan waktunya untuk menguji, memberi masukan serta saran dalam penulisan
skripsi ini
3. dr. Agus Mutamakin, MSc selaku penguji luar penulis, yang telah meluangkan waktu
untuk menguji, memberi saran dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Mama dan Bapak sebagai orang yang paling berharga dalam hidup penulis yang selalu
memberi dukungan, semangat, doa yang tidak pernah putus untuk penulis sejak lahir
hingga detik ini. Terima kasih untuk segalanya.
5. Teman-teman HEHEHE: Andini, Koy, Nadaa, Rara dan Reri yang selalu ada, saling
menyemangati, selalu bersedia dijadikan sebagai tempat bercerita, teman untuk segala
hal, saling berbagi dan menolong dari masa SMA hingga kuliah ini, terimakasih telah
membersamai penulis.
6. Untuk teman-teman kuliah, teman seperjuangan peminatan MRS, teman seper
bimbingan Ibu Titoh, teman Angkatan Gelora FKM UI 2016: Dian, Sapi, Sopi,
v
Rizkah, dan lainnya, terimakasih telah mengisi kehidupan kuliah yang penuh cerita
ini.
7. Untuk EXO sebagai penghibur, sumber kebahagiaan dan pemberi semangat secara
tidak langsung kepada penulis.
8. Seluruh pihak telah membantu penulis dalam bentuk materi dan moril yang tidak bisa
disebutkan satu persatu
Akhir kata, saya harap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan seluruh pihak
yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu dan orang lain.
Penulis
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 24 Juli 2020
Yang menyatakan
vii
ABSTRAK
Kata kunci:
penilaian kesiapan; rekam medis elektronik; teknologi informasi kesehatan
viii
ABSTRACT
The application of technology in the health sector is to improve quality, efficiency, and
cost-effectiveness. Electronic medical records is a patient data that require digital in
hospital management systems are needed to improve quality and patient safety.
Publishing electronic medical records in Indonesia is just beginning to be developed and
not optimal. It is necessary to discuss the pre-implementation process or readiness
assessment that aims to evaluate the preparedness of the organization component to
achieve the successful implementation of the program. This study aimed to prove the
factors and indicators that comply with a readiness assessment for electronic medical
records in Indonesian hospitals. This study uses a literature review method with PubMed,
ProQuest, Google Scholar, Sinta Indonesia, and Garuda databases. The results based on
10 pieces of research, found 4 factors, such as organizational culture (culture, the
involvement of all parties, project plan development), management and leadership
(executive teams, finance, strategic plans, quality improvement and care management,),
operational readiness (workflow design, integration system, policy, vendor management,
staff needs, training), and technical readiness (use of existing technology, technical needs
assessment, management and staff of information technology). The researcher
recommended for the hospital to do the readiness assessment by using the instruments
that have been made in this study.
Key words:
electronic medical record; health information technology; readiness assessment.
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 6.1. Instrumen Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik untuk
Rumah Sakit di Indonesia ............................................................................ 4
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Kesiapan Organisasi untuk Suatu Perubahan .............. 18
Gambar 6.1. Hasil Pemilihan Studi Menggunakan Strategi Pencarian yang Ditentukan42
Gambar 6.2. Contoh Interaksi Pasien dengan Rekam Medis Elektronik Melalui Portal
Pasien ......................................................................................................... 47
Gambar 6.3. Alur Proses Pergantian Resep Obat Sebelum Penerapan Rekam Kesehatan
Elektronik .................................................................................................. 55
Gambar 6.4. Alur Proses Pergantian Resep Obat Pasien Menggunakan Rekam Kesehatan
Elektronik ................................................................................................. 56
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
pedoman praktik sebesar 30% (Alotaibi & Federico, 2017). Contoh dampak negatif yang
ditimbulkan dari penerapan rekam medis elektronik adalah kelelahan atau burnout oleh
tenaga medis dikarenakan membutuhkan waktu lebih dalam mendokumentasi hasil
pemeriksaan pasien (Gardner et al., 2019).
Rekam medis elektronik merupakan salah satu cara yang efektif untuk
meningkatkan mutu, keamanan dan efisiensi, namun tingkat upaya adopsi rekam medis
elektronik masih cukup rendah. Lebih dari 50% rekam medis elektronik di dunia belum
dimanfaatkan dengan maksimal (Biruk et al., 2014). Berdasarkan survei yang dilakukan,
ditemukan bahwa implementasi rekam medis elektronik merupakan sebuah masalah atau
isu utama yang menjadi perhatian oleh para pimpinan eksekutif di rumah sakit. Hal ini
berkaitan dengan upaya peningkatan mutu melalui penggunaan teknologi informasi,
manajemen perubahan, privasi, keamanan dan akurasi dari implementasi rekam medis
elektronik (Palvia et al., 2012). Demi keberhasilan implementasi rekam medis elektronik,
maka dibutuhkan suatu upaya nyata dari suatu organisasi. Hal tersebut dapat tercapai
dengan adanya peran yang jelas antara seluruh pihak dan organisasi dalam kegiatan
implementasi, strategi kesiapan, kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan, dan
infrastruktur teknologi yang tepat (Adler, 2007).
Terdapat pendekatan enam tahap yang perlu dilakukan dalam menerapkan rekam
medis elektronik di rumah sakit. Tahap pertama yang cukup signifikan adalah penilaian
kesiapan organisasi saat ini, dengan memperhatikan tujuan, kebutuhan, persepsi terkait
kesiapan perubahan, kesiapan teknis dan kesiapan finansial. Jika memang organisasi
tersebut sudah siap, maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah merancang dan
merencanakan penerapan rekam medis elektronik sedemikian rupa untuk dapat
memenuhi kebutuhan spesifik organisasi. Hingga pada langkah yang terakhir adalah
kegiatan evaluasi dan peningkatan mutu (HealthIT.gov, 2019). Rumah sakit perlu
melakukan penilaian kesiapan rekam medis elektronik sebagai penilaian pra-
implementasi, dengan tujuan untuk memaksimalkan manfaat yang dapat dirasakan dari
penerapannya (Ajami et al., 2011)
Kesiapan e-kesehatan berkaitan dengan keterbukaan organisasi atau institusi
pelayanan kesehatan mengenai keinginannya untuk menerapkan teknologi informasi dan
komunikasi di bidang kesehatan demi mencapai peningkatan mutu dan pelayanan yang
efektif (Ali et al., 2017). Penilaian kesiapan e-kesehatan ataupun rekam medis elektronik
Universitas Indonesia
3
merupakan persyaratan penting yang perlu dilakukan, berkaitan dengan evaluasi sebelum
dilaksanakannya suatu program. Hal tersebut berguna dalam mengidentifikasi berbagai
macam faktor yang mungkin dapat menyebabkan kegagalan, kesulitan dan hambatan dari
implementasi rekam medis elektronik. Dengan kurangnya kesiapan, menunjukkan bahwa
organisasi tersebut belum mampu untuk menjalani perubahan yang terjadi selama
pelaksanaan implementasi program (Ajami et al., 2011).
Penilaian kesiapan dilakukan untuk dapat menggambarkan kondisi sebuah
organisasi saat ini dan mengidentifikasi berbagai faktor yang mungkin berpengaruh pada
kegiatan implementasi. Terdapat dua faktor pendukung dari penilaian kesiapan yaitu
kesiapan individu dan kesiapan organisasi. Keterbatasan dari kesiapan organisasi institusi
pelayanan kesehatan merupakan sebuah masalah yang menghambat kesiapan
implementasi rekam medis elektronik di negara berkembang (Afrizal et al., 2019).
Hambatan terkait kurangnya pelatihan untuk para pengguna, desain sistem yang dinilai
kurang baik, sedikitnya keterlibatan staf atau pengguna dalam perancangan dan
percobaan sistem, dan permasalahan teknis merupakan hambatan dari implementasi
rekam medis elektronik pada negara berkembang di Asia Tenggara (Jumreornvong,
2015).
Upaya adopsi teknologi informasi kesehatan merupakan sebuah tantangan bagi
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan,
ditemukan bahwa terjadi tren penggunaan sistem informasi pada rumah sakit di Indonesia
yang masih terus berkembang. Hal ini ditandai dengan adanya variasi pola adopsi sistem
informasi di rumah sakit dan kecenderungan untuk melakukan pengembangan sistem
informasi ke arah fungsi klinis (Sanjaya et al., 2013). Di Indonesia dikenal dengan adanya
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang melaksanakan fungsi
komunikasi atau penyediaan informasi untuk mendukung pelayanan pasien dan
administrasi di rumah sakit. Rekam medis elektronik merupakan salah satu bagian dari
penerapan SIMRS pada fungsi klinis yang bertujuan untuk mendukung kualitas
pelayanan kesehatan (Hariana et al., 2013). Ditemukan beberapa permasalahan
penggunaan SIMRS, seperti data yang tidak akurat, duplikasi data, dan staf yang tidak
mampu mengaplikasikan sistem sehingga terjadi kesalahan dalam pemberian layanan.
Upaya optimalisasi pelaksanaan sistem juga diperlukan dalam hal ini (Wahyuni & Maita,
2015).
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
8
menampilkan informasi medis pasien untuk dokter, staf administrasi, dan pengguna
lainnya (Al-nassar et al., 2009). Dalam dunia kesehatan terdapat tiga macam rekam
kesehatan pasien yang digunakan secara digital yaitu Electronic Health Record (EHR)
atau rekam kesehatan elektronik, Electronic Medical Record (EMR) atau rekam medis
elektronik dan Personalized Health Record (PHR) atau rekam kesehatan personal,
dengan penjelasan sebagai berikut (Afrizal et al., 2019):
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
privasi pasien dan kerahasiaan (Ariffin et al., 2018). Rekam medis elektronik ini dapat
mengintegrasikan sistem komputer yang berfokus pada pasien di sebuah rumah sakit.
Berikut merupakan karakteristik dari rekam medis elektronik (Chang et al., 2012):
a. Rekam medis elektronik menggabungkan sistem komputer dari berbagai departemen,
fungsi, dan/atau sistem yang ada di rumah sakit, diantaranya rawat jalan, rawat inap,
sistem ICU, sistem informasi keperawatan, sistem informasi farmasi, dan lainnya.
b. Rekam medis elektronik juga dapat mendukung berbagai kegiatan yang ada di rumah
sakit, misalnya untuk diagnosis klinis, pendidikan dan penelitian, dan manajemen.
c. Rekam medis elektronik dapat menyimpan data dari berbagai format atau bentuk,
misalnya dalam bentuk narasi atau statistik, grafik (contohnya footnotes yang ditulis
tangan oleh dokter), gambar (foto rontgen), video (video endoskopi dan operasi), dan
audio (laporan lisan dokter dan suara detak jantung).
d. Rekam medis elektronik memerlukan standar dokumentasi medis dan pedoman
pelayanan medis untuk mendukung para penggunanya (dokter, perawat, petugas
farmasi, dan lainnya) dalam memasukkan data ke dalam rekam medis elektronik.
Pedoman pelayanan medis sangat diperlukan untuk membantu pengambilan
keputusan yang sesuai dengan standar tertentu demi meningkatkan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Universitas Indonesia
11
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien serta sistem pencatatan medis
yang membaik.
b. Manfaat operasional, dalam pelaksanaannya maka berpengaruh pada kecepatan
dalam proses administrasi, akurasi data membaik, memudahkan dalam kegiatan
pelaporan, sehingga penyelenggaraan rekam medis secara keseluruhan menjadi
efisien.
c. Manfaat organisasi, dengan terciptanya budaya kerja yang lebih disiplin karena
terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dan
koordinasi antar unit yang meningkat. Sehingga dalam jangka panjang akan dirasakan
penghematan biaya.
Universitas Indonesia
12
dan berbagi kata sandi antar pengguna. Secara eksternal ancaman yang mungkin
dihadapi adalah peretas/hackers, virus pada infrastruktur teknologi dan penyusup.
g. Dari sudut pandang dokter, rekam medis elektronik membuat waktu kerja yang
dilakukan menjadi bertambah dibandingkan dengan rekam medis manual. Sehingga
menimbulkan bertambahnya beban kerja, ketidakpuasan dokter sebagai pengguna dan
kelelahan atau burnout. (Alpert, 2019)
h. Di Indonesia payung hukum atau peraturan khusus mengenai rekam medis elektronik
ini masih belum jelas. Sehingga permasalahan terkait kerahasiaan, keamanan data,
dan kekuatan pembuktian dari segi hukum masih belum terjamin (Samandari et al.,
2016)
Universitas Indonesia
13
b. Privasi dan kerahasiaan, permasalahan terkait etik dari rekam medis elektronik
mengenai data pasien yang perlu dijaga kerahasiaannya.
c. Hambatan sosial dan organisasi, bagaimana perilaku dokter dalam mengadopsi rekam
medis elektronik yang mempengaruhi produktivitas dan pelayanan kesehatan. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah alur proses kerja yang sesuai, bagaimana
menciptakan lingkungan komunikasi yang baik melalui rekam medis elektronik,
kebutuhan akan pelatihan staf, dan umpan balik dari pelaksanaan kegiatan.
d. Keterbatasan teknologi, kebutuhan akan perangkat lunak dan jaringan yang mampu
mendukung pelaksanaan, serta upaya antisipasi jika sistem rusak.
e. Menjaga catatan atau data elektronik, seluruh informasi pasien yang tersimpan harus
dijaga keamanan dan keutuhannya dalam rekam medis elektronik.
f. Status legalitas dari rekam medis elektronik, karena isi dari rekam medis ini
merupakan kepemilikan pasien yang perlu dijaga dan memiliki hukum yang jelas.
Namun di Indonesia dan negara berkembang lainnya masih belum tersedia peraturan
khusus yang mengaturnya.
g. Kustomisasi sistem yang bergantung pada vendor, namun harus tetap disesuaikan
dengan keadaan rumah sakit
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Berikut ini merupakan contoh gambaran proses alur proses kerja rekam medis
elektronik yang memiliki beberapa fungsi untuk menunjang pelayanan di rumah sakit
(Al-nassar et al., 2009).
Universitas Indonesia
16
Keberhasilan perubahan atau peralihan sistem rekam medis dari yang berbasis
kertas menuju elektronik di rumah sakit membutuhkan supervisi dan koordinasi dari
berbagai aspek. Segala keputusan besar perlu dibuat dari proses perencanaan,
implementasi hingga pemeliharaan dan peningkatan. Pada masa peralihan ini akan terjadi
banyak perubahan yang perlu diantisipasi oleh seluruh pihak, seperti proses
penyelenggaraan rekam medis, alat yang digunakan, pelatihan, dan peran yang berubah
dari setiap tenaga kesehatan dalam implementasi rekam medis elektronik. Evaluasi alur
proses kerja klinis yang sesuai dan perencanaan yang matang juga mempengaruhi
keberhasilan implementasi (Ariffin et al., 2018)
Universitas Indonesia
17
ulang sistem seperti alur kerja, pengambilan keputusan, kebutuhan kepegawaian, dan
komunikasi (Weiner, 2009).
Terdapat salah satu contoh kerangka konsep yang membahas mengenai kesiapan
organisasi pelayanan kesehatan untuk suatu perubahan secara umum. Kerangka konsep
ini dibagi menjadi 3 pilar utama yaitu faktor psikologis, struktural, dan tingkat analisisnya
(organisasi dan individu) yang saling berhubungan untuk menilai kesiapan organisasi
tersebut, diantaranya (Holt et al., 2008; Timmings et al., 2016):
a. Individu secara psikologis, sebagai faktor yang merefleksikan sejauh mana individu
di dalam organisasi memiliki keyakinan untuk perubahan, menyadari bahwa terjadi
suatu masalah yang perlu diatasi, dan dapat menerima perubahan yang dilakukan.
b. Individu secara struktural, berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan individu ketika perubahan tersebut telah dilaksanakan.
c. Organisasi secara psikologis, berhubungan dengan keyakinan, dan komitmen kolektif
anggota organisasi
d. Organisasi secara struktural, terkait sumber daya manusia dan ekonomi, alur
komunikasi dan kebijakan formal yang mendukung organisasi untuk perubahan
Universitas Indonesia
18
implementasi rekam medis elektronik umumnya terdapat pada sektor organisasi, seperti
manajemen yang kurang mendukung, kurangnya kerjasama tim, dan rencana strategis
yang kurang baik. Lain hal dengan negara maju yang umumnya hambatan terjadi pada
sektor individu seperti pengguna yang tidak terbiasa dengan sistem yang baru (Afrizal et
al., 2019).
Universitas Indonesia
19
implementasi rekam medis elektronik (Ajami et al., 2011). Berikut adalah alur
pelaksanaan dalam upaya implementasi sistem informasi kesehatan.
Universitas Indonesia
20
staf, komunikasi, kolaborasi dan berbagi informasi dengan institusi yang sesuai
dengan program e-kesehatan yang dijalankan.
c. Kesiapan kebijakan baik pada tingkat organisasi maupun pemerintah terkait lisensi
dan legalitas dari program e-kesehatan.
d. Kesiapan teknologi yang dinilai oleh pihak manajemen untuk menilai kemampuan
organisasi dalam melakukan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi seperti
hardware dan software yang sesuai dengan program. Kesiapan pelatihan teknologi
yang dinilai oleh para tenaga kesehatan untuk menilai keterlibatan tenaga kesehatan
dalam proses perencanaan dan kegiatan pelatihan yang telah terencana.
Berdasarkan JunHua Li et al., (2010) memberikan kerangka kerja penilaian
kesiapan e-kesehatan yang baru berdasarkan hasil kegiatan literature review dengan
mengintegrasikan beberapa kerangka kerja yang sudah ada. Terdapat empat faktor
penilaian kesiapan, diantaranya:
1. Kesiapan inti, sebagai faktor ketidakpuasan seluruh staf akan sistem yang sedang
berjalan saat ini, seperti proses dokumentasi yang tidak efisien dan akurat.
2. Kesiapan keterlibatan, terkait pandangan tenaga kesehatan untuk menerima, seperti
kemungkinan dampak buruk dari program, dan keinginan untuk mengikuti pelatihan.
3. Kesiapan teknologi, sebagai kebutuhan teknologi dalam implementasi program,
seperti hardware, software, internet, dan staf pendukung IT.
4. Kesiapan sosial, sebagai bentuk komunikasi organisasi untuk melakukan kolaborasi
pelayanan, seperti komunikasi dengan institusi pelayanan kesehatan lain dan
komunikasi internal antar staf.
Berdasarkan Ajami et al., (2011), memberikan konsep penilaian kesiapan dalam
cakupan suatu organisasi. Terdapat tiga persyaratan dasar dalam penilaian kesiapan
terkait teknologi di bidang kesehatan yaitu kesiapan arsitektur teknologi, infrastruktur
teknologi, dan kesiapan proses. Sedangkan, khusus untuk penilaian kesiapan rekam
kesehatan elektronik pada rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, terdapat
empat faktor penilaian, yaitu:
a. Budaya organisasi, untuk memahami keadaan infrastruktur organisasi saat ini yang
dapat mendukung dan memberi arah dalam perencanaan implementasi rekam
kesehatan elektronik (contohnya persepsi terhadap rekam kesehatan elektronik dan
rencana pengembangan proyek)
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
formulir tersebut diisi dan dilihat keseluruhan rata-rata kesiapan. Sehingga dapat
mengetahui bagian atau faktor apa saja yang perlu dilakukan perbaikan. Berikut
merupakan contoh formulir kesiapan dari salah satu faktor yaitu budaya organisasi.
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL
23
Universitas Indonesia
24
Dalam penelitian ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan Ajami et
al., (2011) karena sesuai dengan tujuan dari penelitian dan banyak dirujuk oleh berbagai
studi yang memiliki pembahasan serupa. Teori yang dibuat oleh (Khoja et al., 2007),
dianggap tidak sesuai karena cakupannya yang luas atau menilai kesiapan yang berada di
luar organisasi. Berikut merupakan kerangka teori sebagai dasar untuk mengetahui faktor
yang termasuk ke dalam penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik di
Indonesia.
Kesiapan Teknis:
1. Penggunaan teknologi
saat ini
2. Penilaian kebutuhan
teknis Kesiapan Operasional:
3. Manajemen TI 1. Desain ulang alur
Budaya Organisasi 4. Kebutuhan staf TI kerja
1. Persepsi terkait RME 2. Integrasi sistem
2. Keterlibatan dokter, Penilaian Kesiapan dalam pelayanan
staf, dan pasien Implementasi Rekam kesehatan
terhadap RME Medis Elektronik 3. Kebijakan, prosedur
3. Prosedur terkait (RME) dan protokol RME
interaksi pasien 4. Manajemen
dengan RME Manajemen dan hubungan Vendor
4. Pengembangan RME
Kepemimpinan
rencana RME 1. Tim eksekutif 5. Kebutuhan staf dalam
2. Finansial implementasi RME.
3. Rencana strategis 6. Rencana program
4. Peningkatan mutu dan pelatihan
manajemen pelayanan
kesehatan
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
protokol rekam
medis elektronik
4. Manajemen Adanya penanggung jawab khusus yang mengatur dan
hubungan vendor mengelola hubungan dengan vendor rekam medis elektronik
rekam medis
elektronik
5. Kebutuhan staf Pembentukkan susunan kepegawaian yang muncul akibat
dalam adopsi sistem yang baru dan penilaian kesiapan sumber daya
implementasi manusia di rumah sakit yang dilihat dari pengetahuan dan
rekam medis keterampilannya terhadap teknologi dan rekam medis
elektronik elektronik
6. Rencana program Perencanaan terkait kegiatan pelatihan untuk seluruh staf
pelatihan yang terlibat dalam pelaksanaan rekam medis elektronik dan
termasuk ke dalam program pendidikan di rumah sakit yang
berkelanjutan
Kesiapan Teknis Penilaian lingkungan organisasi secara teknis dan
kemampuan manajemen teknologi informasi dalam
penerapan rekam medis elektronik.
1. Penggunaan Identifikasi penggunaan teknologi rumah sakit yang ada saat
teknologi saat ini ini dan ketidakpuasan terhadap sistem atau teknologi yang ada
untuk dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kesiapan
implementasi rekam medis elektronik.
2. Penilaian Penilaian kebutuhan perangkat keras (hardware) serta
kebutuhan teknis perangkat lunak (software) dan rencana peningkatan/ upgrade
infrastruktur yang diperlukan oleh rumah sakit untuk
mendukung rekam medis elektronik
3. Manajemen TI Kemampuan manajemen teknologi informasi dalam mengatur
(Teknologi keseluruhan infrastruktur teknis di rumah sakit, mengatur
Informasi) pegawainya, mendukung kegiatan pelatihan, implementasi,
dan pemeliharaan dari rekam medis elektronik
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Diperlukan sebuah protokol atau strategi pencarian studi yang bersumber dari
internet agar dapat menemukan studi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah
kumpulan studi didapat, maka dilakukan pemeriksaan dan telaah substansi. Strategi
pencarian ini diterapkan pada seluruh pencarian basis data yang dipilih yaitu PubMed,
29
Universitas Indonesia
30
ProQuest, Google Scholar, Sinta Indonesia, dan Garuda. Kriteria pencarian adalah studi
yang dibuat pada tahun 2010 hingga 2020 dan ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa
Indonesia. Kata kunci yang digunakan dalam penelusuran data adalah:
Kriteria inklusi dan eksklusi ditujukan untuk membantu proses pemilihan studi
yang berfokus dan sesuai dengan topik penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah studi dengan desain systematic literature review atau literature review dengan
tujuan agar penelitian ini tidak menghasilkan kesimpulan yang sama seperti studi
tersebut. Berikut merupakan kriteria inklusi atau karakteristik umum dari studi yang
diteliti, diantaranya:
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
c. Metode penelitian
d. Faktor penilaian kesiapan
e. Indikator dari faktor penilaian kesiapan
f. Kesimpulan studi
Universitas Indonesia
BAB 5
GAMBARAN UMUM IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK
PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA
33
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
Kemudian untuk isi rekam medis pasien rawat inap hampir sama seperti diatas
namun ditambahkan dengan catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, ringkasan
pulang, dan nama dan tanda tangan dokter/tenaga kesehatan yang memberi pelayanan.
Sedangkan untuk pasien gawat darurat ditambahkan dengan ringkasan kondisi pasien
sebelum meninggalkan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut, serta sarana
transportasi yang digunakan untuk memindahkan pasien ke pelayanan kesehatan lain.
Pelayanan rekam medis informasi kesehatan adalah kegiatan pelayanan penunjang yang
berorientasi pada kebutuhan informasi kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Perekam Medis pasal 1 ayat 3, manajemen pelayanan rekam medis dan
informasi kesehatan adalah kegiatan mengelola rekam medis secara manual ataupun
elektronik mulai dari menjaga, memelihara, melayani, dan menyajikan informasi
kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis pada pasal 2 ayat 1, rekam medis dapat dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik atau disebut sebagai rekam medis elektronik. Jika
berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
rekam medis elektronik dapat diakui dan diterapkan di Indonesia. Pada pasal 1 poin 1, 3
dan 5 dalam peraturan tersebut, rekam medis elektronik dapat diartikan sebagai suatu
teknologi informasi yang dapat memuat data atau catatan informasi elektronik yang
dibuat, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam berbagai bentuk, melalui suatu sistem
elektronik, seperti komputer, yang berisi semua data atau informasi pasien. Rekam medis
elektronik juga didefinisikan sebagai penggunaan perangkat teknologi informasi di rumah
sakit yang menjalankan sistem manajemen basis data terkait catatan klinis pasien. Rekam
medis elektronik dapat digabungkan sebagai bagian dari aplikasi Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) (Handiwidjojo, 2009). Rekam medis elektronik
merupakan bagian dari bentuk penerapan e-kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2017 tentang Strategi E-Kesehatan
Nasional.
Universitas Indonesia
36
Universitas Indonesia
37
terpisah dan terbagi tergantung dimana kali pertama pasien tersebut mendapatkan
pelayanan kesehatan. Contohnya adalah jika seorang pasien jatuh sakit di kota lain
atau datang ke fasilitas pelayanan kesehatan yang baru saja ia datangi, maka pasien
tersebut akan dibuatkan rekam medis baru. Selain itu, riwayat kesehatan terdahulu
dari pasien tersebut juga tidak terdeteksi atau akan ditanyakan ulang oleh dokter
(Handiwidjojo, 2009)
c. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan (seperti pengadaan komputer, perangkat
lunak, pelatihan, sistem pengamanan, jaringan kabel maupun nirkabel, dll) baik itu
pada suatu organisasi atau wilayah yang masih terbatas. Permasalahan yang terjadi
adalah alokasi dana untuk operasional, pemeliharaan dan peremajaan sistem
informasi yang masih terbatas dan belum menjadi prioritas penganggaran rutin. Hal
ini menjadi aspek penting dalam keberhasilan implementasi dan penguatan sistem
informasi.
d. Di Indonesia, kemampuan setiap daerah dalam pengelolaan data/informasi dan
pengembangan sistem informasi kesehatan sangat bervariasi dan tidak menyeluruh.
Kondisi geografis juga berpengaruh dalam permasalahan ini, sehingga tidak mudah
untuk membangun sistem informasi yang sesuai dan menyeluruh.
e. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengelolaan data dan
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal
ini disebabkan oleh tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat lunak aplikasi
pengelolaan data, kemampuan sumber daya manusia yang masih terbatas, dan tidak
tersedianya prosedur pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual aplikasi serta tidak
ada standar minimum kebutuhan. Tidak sedikit ditemukan fasilitas infrastruktur
teknologi yang sudah rusak sebelum sistem diterapkan.
f. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia pengelola sistem informasi kesehatan
yang masih rendah. Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen penting
yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah sistem yang baru yang akan
diimplementasi. Hal ini dikarenakan adanya tenaga pengelola data yang merangkap
jabatan atau tugas lain yang berpengaruh pada kinerja pengolahan data. Permasalahan
lainnya adalah kurangnya keterampilan dan pengetahuan di bidang informasi dari
tenaga kerja.
g. Mekanisme monitoring dan evaluasi serta audit sistem informasi yang masih lemah
Universitas Indonesia
38
Universitas Indonesia
39
Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Sebuah studi
juga membahas mengenai evaluasi sistem rekam medis saat ini untuk mendukung
rekam medis/kesehatan elektronik. Kegiatan evaluasi pengelolaan rekam medis
menggunakan kerangka input, proses, dan output, sehingga ditemukan bahwa
SIMRS yang terintegrasi dapat mendukung rekam kesehatan elektronik (Nugraheni,
2017). Hingga saat ini, belum ditemukan studi di Indonesia yang membahas
mengenai faktor apa saja yang perlu diketahui dalam melakukan penilaian kesiapan.
Instrumen penilaian kesiapan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia juga belum
tersedia. Berdasarkan Ajami et al., (2011), penilaian kesiapan diketahui sebagai
langkah pertama yang perlu dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya implementasi
teknologi informasi di bidang kesehatan. Tujuan penilaian kesiapan untuk melakukan
evaluasi keadaan organisasi saat ini dan memaksimalkan penerapan rekam medis
elektronik. Dengan melakukan penilaian kesiapan dan perencanaan secara rinci,
maka penerapan sistem yang tidak efektif dapat diminimalisir.
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
40
Universitas Indonesia
41
Gambar 6.1 Hasil Pemilihan Studi Menggunakan Strategi Pencarian yang Ditentukan
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
yang siap menerapkan rekam medis elektronik, meliputi budaya, keterlibatan seluruh
pihak, prosedur interaksi pasien, dan pengembangan rencana rekam rekam elektronik.
6.3.1.1 Budaya
Berdasarkan hasil dari 10 studi terinklusi, ditemukan beberapa komponen yang
termasuk ke dalam budaya oleh seluruh pihak terhadap rekam medis elektronik. Budaya
diartikan sebagai acuan perilaku dan tanggapan pengguna ataupun sumber daya manusia
di rumah sakit dalam menerima rekam medis elektronik (Pratama & Darnoto, 2017;
Sudirahayu & Harjoko, 2016). Indikator yang digunakan dalam kerangka teori (Ajami et
al., 2011) adalah persepsi terkait rekam medis elektronik, namun indikator budaya lebih
banyak ditemukan pada studi terinklusi pada penelitian ini. Penggunaan indikator
persepsi ataupun budaya dinilai memiliki arti yang sama, yaitu sebagai tanggapan,
pandangan, ataupun perilaku seluruh sumber daya manusia terhadap rekam medis
elektronik (Pratama & Darnoto, 2017). Komponen yang termasuk didalam indikator
budaya adalah persepsi terkait sistem rekam medis elektronik (Pratama & Darnoto, 2017;
Sudirahayu & Harjoko, 2016), motivasi (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ghazisaeidi et al.,
2014), mengetahui manfaat yang akan diperoleh (Garavand et al., 2016; Reazi-Rad et al.,
2012), kesadaran akan pentingnya sistem (Durrani et al., 2012; Gholamhosseini &
Ayatollahi, 2017; Hochwarter et al., 2014; Wirajaya & Dewi, 2020), sikap menerima
sistem baru (Ghazisaeidi et al., 2014), dan komitmen (Ghazisaeidi et al., 2014).
Sebuah studi kuantitatif di Iran yang melihat bagaimana persepsi dokter sebagai
pengguna terhadap sistem rekam medis elektronik, sistem ini dianggap mampu
menampilkan data diagnosis dan peresepan obat dengan cepat namun ditemukan adanya
resistensi dalam menggunakan sistem. Dengan memahami persepsi dan perilaku dari
pengguna, maka rumah sakit dapat menjadikan hal tersebut sebagai bahan untuk
pengembangan pelatihan yang memperkenalkan manfaat dan implementasi rekam medis
elektronik (Lakbala & Dindarloo, 2014). Sejalan dengan studi di Indonesia mengenai
persepsi perawat terhadap penerimaan implementasi sistem rekam medis elektronik,
ditemukan bahwa sistem tersebut dipandang dapat mempermudah kegiatan dokumentasi
asuhan keperawatan. Rumah sakit disarankan untuk memberi kegiatan pelatihan ataupun
sosialisasi berdasarkan persepsi pengguna. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan
fungsi rekam medis elektronik itu sendiri (Risdianty & Wijayanti, 2019).
Universitas Indonesia
44
Sikap positif lain adalah motivasi yang tinggi dari tenaga kesehatan atau para
pengguna untuk mencoba sistem yang baru. Motivasi ini timbul karena pemahaman
mereka atas manfaat yang akan dirasakan jika menggunakan rekam medis elektronik,
seperti pengurangan waktu perawat dalam dokumentasi pasien dan akses data pasien yang
mudah dan cepat oleh dokter (Adjorlolo & Ellingsen, 2013). Akan muncul pula sikap
kesadaran atau memahami akan pentingnya pelaksanaan rekam medis elektronik di
rumah sakit, (Hochwarter et al., 2014) yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau
pengetahuan dari tenaga kesehatan (Pera et al., 2014). Pada akhirnya, mereka akan
menerima atau bersedia menggunakan teknologi yang telah dirancang dan didukung
untuk kegiatan operasionalnya (Pera et al., 2014). Sikap kesediaan tidak hanya dilihat dari
tenaga kesehatan tapi juga oleh para stakeholder yang bersedia mendukung pelaksanaan
sistem (Ghazisaeidi et al., 2014). Sebuah studi kuantitatif yang melihat persepsi terhadap
rekam medis elektronik di India, ditemukan bahwa tingkat penerimaan dokter dan
perawat sebesar 75% yang menandakan adanya kesiapan dan antusiasme yang tinggi
terhadap pelaksanaan sistem (Pera et al., 2014).
Sikap komitmen juga sangat penting agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam hal ini terdapat komitmen dari rumah sakit, staf klinis, staf administrasi, keuangan
dan manajer untuk dapat mengimplementasikan sistem yang sesuai dengan jadwal yang
telah direncanakan dan beradaptasi dengan adanya perubahan (Ghazisaeidi et al., 2014).
Hal ini sejalan dengan studi kualitatif yang menyatakan bahwa, komitmen jangka panjang
dari seluruh pihak merupakan salah satu faktor keberhasilan implementasi rekam medis
elektronik. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh pihak untuk dapat mengelola
perubahan yang terjadi pada alur kerja dan peran akibat sistem yang baru diterapkan
(Cucciniello et al., 2015). Komitmen yang kuat dari para pengguna berguna untuk dapat
memaksimalkan fungsi rekam medis elektronik. Pengguna yang berkomitmen kuat dapat
menghasilkan input data yang lengkap, tepat waktu, dan akurat serta mengurangi
kesalahan dalam pelayanan seperti nomor rekam medis ganda (Nugraheni, 2017).
6.3.1.2 Keterlibatan Dokter, Staf dan Pasien terhadap Rekam Medis Elektronik
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa 5 dari 10 studi terinklusi
memasukkan aspek keterlibatan seluruh pihak sebagai indikator penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik. Keterlibatan seluruh tenaga kesehatan dan staf
Universitas Indonesia
45
Universitas Indonesia
46
Gambar 6.2 Contoh Interaksi Pasien dengan Rekam Medis Elektronik Melalui Portal
Pasien
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
Kesimpulan:
• Indikator budaya yang meliputi persepsi dan sikap positif dari seluruh pihak terhadap
rekam medis elektronik mempengaruhi keberhasilan dan kontinuitas
penyelenggaraan sistem.
• Keterlibatan dokter dan staf dalam seluruh proses perencanaan dan implementasi
berguna untuk menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
pengguna. Keterlibatan stakeholders juga dibutuhkan pada seluruh proses.
• Prosedur interaksi pasien dengan rekam medis elektronik bukan merupakan indikator
penilaian kesiapan, namun hal ini merupakan bagian dari keterlibatan pasien.
Melakukan evaluasi terhadap bentuk interaksi pasien melalui portal rekam medis
elektronik merupakan bagian dari indikator keterlibatan pasien.
• Pengembangan rencana yang diperlukan dalam penilaian kesiapan adalah penilaian
kebutuhan, keseluruhan rencana proyek, akuntabilitas, dan rencana konversi rekam
medis.
Universitas Indonesia
49
Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Komitmen dan
dukungan dari berbagai stakeholder sebagai penentu dan pengambil keputusan yang ada
di organisasi rumah sakit sangat penting untuk dapat mengembangkan dan mengadopsi
pemanfaatan teknologi informasi. Bentuk komitmen nyata dapat diwujudkan dengan
tertuang dalam misi rumah sakit, pembentukan instalasi yang bertanggung jawab pada
sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS), pembentukkan kebijakan dan tim
khusus rekam medis elektronik (Durrani et al., 2012; Pratama & Darnoto, 2017;
Sudirahayu & Harjoko, 2016). Hal ini sesuai dengan studi di Iran yang melihat sikap dan
komitmen dari manajer rumah sakit sektor publik dan swasta terhadap sistem rekam
medis elektronik. Tugas manajer rumah sakit sebagai pengambil keputusan akhir, dapat
mempengaruhi kelancaran dan kemudahan proses implementasi suatu sistem baru. Dalam
studi ini menunjukkan sikap positif dan komitmen kuat dari manajer rumah sakit dapat
mempengaruhi kesiapan rumah sakit dalam implementasi rekam medis elektronik
(Jahanbakhsh et al., 2017). Pimpinan dan manajemen yang mendukung juga dapat
meningkatkan penerimaan sistem rekam medis elektronik oleh para pengguna (Risdianty
& Wijayanti, 2019).
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa 4 dari 10 studi terinklusi
mengikutsertakan pembentukkan tim eksekutif atau tim khusus dalam rangka upaya
penerapan rekam medis elektronik sebagai indikator penilaian kesiapan implementasi
sistem (Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama & Darnoto, 2017;
Wirajaya & Dewi, 2020). Berdasarkan Ghazisaeidi et al., (2014), pembentukkan tim
khusus yang baik dan profesional merupakan aspek kesiapan utama dari faktor
manajemen dan kepemimpinan. Tim khusus rekam medis elektronik merupakan komite
yang memberikan komando proses pengembangan sistem yang terdiri dari berbagai
profesi atau multidisiplin rumah sakit. Profesi tersebut diantaranya seluruh pemimpin dari
tim rekam medis, administrasi, laboratorium, teknologi informasi, pendesain alur kerja,
para dokter, perawat, dan lainnya. Tim ini harus selalu terlibat dalam pengambilan
keputusan dan keseluruhan tahap dari proses implementasi sistem dengan memberikan
opini, inovasi, waktu, dan komitmen sesuai dengan tugasnya. (Ghazisaeidi et al., 2014;
Pratama & Darnoto, 2017).
Universitas Indonesia
50
6.3.2.2 Finansial
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 6 dari 10 studi terinklusi, memasukkan
aspek finansial atau keuangan dan anggaran ke dalam indikator penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ghazisaeidi et al.,
2014; Pratama & Darnoto, 2017; Reazi-Rad et al., 2012; Sudirahayu & Harjoko, 2016;
Wirajaya & Dewi, 2020). Aspek kesiapan finansial organisasi pelayanan kesehatan
menjadi penting untuk dipertimbangkan sesuai dengan permasalahan yang ada di
Indonesia terkait alokasi dana operasional dan pemeliharaan sistem teknologi masih
terbatas dan bukan menjadi prioritas. Tidak hanya di Indonesia, permasalahan terkait
keterbatasan finansial dan investasi teknologi untuk implementasi program e-kesehatan
termasuk rekam medis elektronik juga menjadi isu permasalahan di berbagai negara
berkembang (Mugo & Nzuki, 2014; Williams & Boren, 2008). Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 20,
menyebutkan bahwa rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit
privat berdasarkan pengelolaanya. Pada rumah sakit publik pengelolaan biaya ditanggung
oleh anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah (APBN/APBD) sehingga kebutuhan
dana dalam upaya pengembangan investasi teknologi dapat terpenuhi. Sebaliknya, bagi
rumah sakit privat perlu untuk mencari pendapatan dan modal secara mandiri untuk dapat
mengadopsi teknologi ke dalam pelayanannya. Contohnya pada sebuah rumah sakit
umum daerah yang memiliki pendanaan swadana rumah sakit tersendiri untuk dapat
mengelola, menunjang kegiatan operasional dan maintenance infrastruktur teknologi atau
SIMRS. Ketersediaan dana atau anggaran yang pasti ini dapat mendukung kesiapan
rumah sakit dalam upaya menerapkan rekam medis/kesehatan elektronik (Nugraheni,
2017).
Kesiapan finansial bertujuan untuk dapat melakukan evaluasi kapasitas organisasi
dalam pendanaan investasi awal dan biaya operasional yang berkelanjutan. Ketersediaan
dana dan keterjangkauan organisasi dalam pengalokasian dana sangat penting untuk
dipertimbangkan (Fanta et al., 2019). Penganggaran yang spesifik dilakukan untuk
penyediaan, pembelian dan pemeliharaan infrastruktur teknis yang menunjang
implementasi rekam medis elektronik (Wirajaya & Dewi, 2020). Kebutuhan finansial
juga diperlukan untuk investasi teknologi, upgrading sistem, merekrut staf teknologi
informasi yang berkualitas, program pelatihan, dan insentif kepada para staf dan
Universitas Indonesia
51
pengguna (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Fanta et al., 2019). Berdasarkan studi yang
dilakukan di rumah sakit Ethiopia dan Mesir, salah satu permasalahan yang dihadapi
adalah kekurangan dana dan anggaran yang dapat menghambat kesiapan penerapan
sistem (Fanta et al., 2019; Stadelmann, 2012).
Universitas Indonesia
52
Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019 yang memuat tujuan, tahap pelaksanaan, sasaran,
indikator pencapaian, pembiayaan, pengorganisasian dan penguatan sistem informasi
kesehatan dalam jangka waktu 5 tahun. Peta jalan ini berfokus pada isu penataan
kebijakan, penguatan koordinasi, penguatan organisasi, standarisasi, pengembangan
sumber daya manusia, infrastruktur teknologi sistem informasi kesehatan dan lainnya.
Ketersediaan rencana strategis membuktikan adanya keseriusan dan komitmen
dari para pimpinan rumah sakit serta merupakan salah satu faktor keberhasilan
implementasi rekam medis elektronik (Nicholas, 2018; Pratama & Darnoto, 2017).
Dalam penelitian 3 studi terinklusi yang dilakukan pada rumah sakit di Indonesia,
ditemukan bahwa pengembangan upaya implementasi teknologi informasi atau rekam
medis elektronik belum termasuk ke dalam rencana strategis rumah sakit. Hal ini
mengurangi tingkat kesiapan organisasi karena belum memiliki analisis kebutuhan,
penilaian dan perencanaan implementasi yang pasti dan dalam jangka waktu yang
ditentukan (Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi,
2020).
Universitas Indonesia
53
Kesimpulan:
• Diperlukan komitmen yang kuat dari para pemimpin dan pembentukkan tim
eksekutif khusus untuk implementasi rekam medis elektronik
• Ketersediaan dana untuk investasi teknologi dan biaya operasional merupakan
salah satu permasalahan di Indonesia dan bagian dari penilaian kesiapan
• Rencana strategis rumah sakit terkait rekam medis elektronik dijadikan sebagai
landasan untuk mencapai keberhasilan implementasi dalam jangka waktu tertentu
• Evaluasi terhadap penerapan rekam medis elektronik dapat dilakukan melalui
indikator mutu dan efektivitas pelayanan yang ingin dicapai
Universitas Indonesia
54
proses di rumah sakit dalam menyediakan layanan kesehatan kepada pasien, dengan
contoh kegiatan proses registrasi pasien dan proses pergantian resep obat pasien. Alur
kerja dapat divisualisasikan ke dalam peta proses atau flowcharts sehingga dapat
melakukan analisis alur kerja yang tidak efisien dan terjadi bottleneck. Pendesainan ulang
alur kerja juga diperlukan dalam perencanaan implementasi rekam medis elektronik atau
rekam kesehatan elektronik karena sangat kompleks dan dapat mengubah segala proses
yang telah ada sebelumnya. Berikut adalah contoh alur kerja proses pergantian resep obat
pasien (Medication Refill) sebelum dan sesudah implementasi rekam kesehatan
elektronik (California Healthcare Foundation, 2011).
Keterangan
MR: medical refill
MA: medical assistant
Gambar 6.3 Alur Proses Pergantian Resep Obat Sebelum Penerapan Rekam Kesehatan
Elektronik
Universitas Indonesia
55
Gambar 6.4 Alur Proses Pergantian Resep Obat Pasien Menggunakan Rekam Kesehatan
Elektronik
Universitas Indonesia
56
lainnya. Integrasi sistem sangat penting untuk dapat menggabungkan rekam medis
elektronik dengan sistem informasi yang sudah berjalan sebelumnya (Ariffin et al., 2018).
Hal ini mungkin sulit untuk dilakukan karena variasi dan tidak adanya standar dari setiap
sistem yang ada telah saat ini dengan sistem rekam medis elektronik yang akan diterapkan
(Hochwarter et al., 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun
2015 tentang Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019, salah satu
permasalahan sistem informasi kesehatan di Indonesia adalah lemahnya tata kelola,
manajemen data dan fragmentasi. Masing-masing program memiliki basis data sendiri
sehingga dalam memenuhi kebutuhan berbagai gabungan data harus melalui basis data
yang berbeda-beda. Fragmentasi sistem ini dikarenakan lemahnya standar sistem
informasi kesehatan. Hal ini juga berdampak pada peningkatan beban kerja kegiatan
administrasi di rumah sakit yang sulit dalam menyediakan informasi. Sebuah studi yang
melakukan evaluasi sistem rekam medis di Indonesia, ditemukan bahwa pengelolaan
rekam medis pada rumah sakit tersebut didukung oleh Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS). SIMRS tersebut telah terintegrasi beberapa bagian, diantaranya
rawat jalan, rawat inap, IGD, farmasi, radiologi, kamar operasi, laboratorium,
pendaftaran, filling, kasir, dan lainnya. Tujuan dari SIMRS yang terintegrasi adalah untuk
koordinasi antar bagian dalam mengelola data yang akurat dan valid. SIMRS yang
terintegrasi ini mendukung kesiapan rumah sakit yang berencana untuk menerapkan
rekam medis/kesehatan elektronik (Nugraheni, 2017).
Universitas Indonesia
57
mengenai tidak adanya landasan dan standar khusus yang dijadikan acuan. Aspek legal
rekam medis elektronik juga merupakan sebuah permasalahan di berbagai negara
termasuk negara berkembang. Contohnya pada negara Malaysia, yang belum memiliki
hukum atau peraturan yang mengatur hal tersebut. Ketersediaan hukum yang berlaku
secara sah dinilai sangat penting karena menyangkut isu legalitas terkait penyimpanan
dan pengiriman data pasien. Tidak tersedianya kebijakan pada tingkat nasional ini dapat
mengurangi tingkat kesiapan implementasi rekam medis elektronik di rumah sakit
(Ariffin et al., 2018).
Peraturan dan kebijakan yang diperlukan untuk mengatur rekam medis elektronik
di rumah sakit adalah terkait lisensi, kewajiban, penggantian biaya (Durrani et al., 2012),
monitoring keamanan, rahasia pribadi data pasien, kerahasiaan data, akses informasi
klinis, keamanan data, dan kebijakan yang mendukung infrastruktur dan teknologi
(Garavand et al., 2016). Selain itu diperlukan pula Standar Prosedur Operasional (SPO)
yang berkaitan dengan keseluruhan penerapan rekam medis elektronik (Garavand et al.,
2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016;
Wirajaya & Dewi, 2020). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran pada pasal 1 ayat 10, SPO didefinisikan sebagai perangkat instruksi atau
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin yang memberikan langkah
terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan kegiatan dan fungsi
pelayanan.
Dalam pembentukkan kebijakan internal organisasi harus berdasarkan peraturan
yang telah dibuat oleh pemerintah, terkait integritas data, keamanan, akses, dan transfer
data. Dibutuhkan sebuah tim penyusun yang terlibat dalam proses dan paham betul akan
peraturan untuk menyusun kebijakan internal tersebut (The Canadian Medical Protective
Association, 2009). Sehingga ketersediaan peraturan atau kebijakan nasional terkait
berbagi data, pengamanan informasi TIK, kebijakan terkait transaksi elektronik juga
termasuk kedalam penilaian kesiapan sistem (Ghazisaeidi et al., 2014; Gholamhosseini
& Ayatollahi, 2017)
Berdasarkan studi yang dilakukan di Azerbaijan dalam melakukan penilaian
kesiapan implementasi program e-kesehatan di rumah sakit, faktor kesiapan kebijakan
dinilai paling rendah. Pemerintah belum mengembangkan kebijakan khusus yang
Universitas Indonesia
58
mendukung program e-kesehatan di negara tersebut (Ahmadzada et al., 2016). Hal ini
bertentangan dengan studi yang dilakukan di Iran, faktor kesiapan kebijakan merupakan
faktor kesiapan yang dinilai paling tinggi. Rumah sakit tersebut sudah siap untuk
melakukan implementasi, hal ini dikarenakan ketersediaan kebijakan rumah sakit
mengenai keamanan data yang dapat mendukung kesiapan dan penerapan rekam medis
elektronik (Garavand et al., 2016). Dan berdasarkan dua studi di Indonesia, tidak
tersedianya kebijakan dan SPO dalam rumah sakit dijadikan sebagai penentu tingkat
kesiapan untuk implementasi sistem (Pratama & Darnoto, 2017; Wirajaya & Dewi, 2020).
Universitas Indonesia
59
ditemukannya pembuatan desain sistem yang hanya bergantung pada vendor tanpa
dilakukan kerjasama dengan pihak rumah sakit. Kurangnya komunikasi yang baik dapat
menimbulkan asumsi dari pihak vendor terkait kebutuhan dan keinginan dari pengguna
sistem, sehingga sangat memungkinkan bagi rumah sakit menerapkan aplikasi sistem
yang tidak sesuai dengan perencanaannya (Ariffin et al., 2018).
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
61
komputer, internet, dan teknologi lain dalam rekam medis elektronik (Ghazisaeidi et al.,
2014; Wirajaya & Dewi, 2020). Berdasarkan studi terkait persepsi petugas kesehatan
terhadap rekam medis elektronik di Indonesia, ditemukan masih adanya resistensi oleh
dokter terhadap sistem. Para dokter bersikap tidak peduli, khawatir akan kestabilan sistem
dan mengeluh akan peningkatan beban kerja. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan
diperlukan untuk dapat meningkatkan persepsi positif, salah satunya dengan cara
sosialisasi antar teman sejawat (Rosyada et al., 2016).
Program pelatihan ini dapat dilakukan pada saat sebelum dan sejalan dengan
keberlangsungan implementasi rekam medis elektronik. Penyelenggaraan kegiatan
pelatihan lebih disarankan pada saat sebelum sistem diterapkan, dengan tujuan untuk
membentuk keterampilan pengguna yang mampu dan siap untuk mengoperasikan sistem.
Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan sejalan dengan implementasi sistem tetap
dilakukan untuk membuat pengguna merasa nyaman dan mengoptimalisasi penggunaan
teknologi (Aguirre et al., 2019). Pelaksanaan pelatihan dapat terbentuk atas kerjasama
antara instalasi teknologi informasi dengan manajemen sumber daya manusia di rumah
sakit (Ranganathan & Afnan, 2012). Program pelatihan juga harus disertai dengan
evaluasi kegiatan pelatihan itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi
tingkat keterampilan dari seluruh peserta, strategi pelatihan yang tepat, konten dan modul
yang sesuai, dan metode serta teknik pelatihan yang efektif dan efisien (Ghazisaeidi et
al., 2014). Sehingga dapat dilakukan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan
secara kontinuitas dan teratur dalam jangka waktu yang panjang (Durrani et al., 2012).
Universitas Indonesia
62
Kesimpulan:
• Perubahan atau pemotongan alur kerja terjadi akibat adopsi rekam medis elektronik,
sehingga perlu mendesain ulang alur kerja secara keseluruhan
• Integrasi sistem bertujuan untuk menggabungkan seluruh proses aktivitas pelayanan
• Kebijakan, prosedur dan SPO sebagai aspek legalitas perlu dibentuk untuk mengatur
pengelolaan dan pelaksanaan rekam medis elektronik
• Penetapan peran dan kerja sama yang baik dengan pihak vendor bertujuan untuk
dapat menghasilkan sistem rekam medis yang sesuai dengan kebutuhan
• Susunan kepegawaian dan kesiapan dari para pengguna yang dilihat dari
pengetahuan dan keterampilan terhadap teknologi atau komputer merupakan bagian
dari penilaian kesiapan kebutuhan staf atau sumber daya manusia organisasi
• Perencanaan program pelatihan yang tepat bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
pengetahuan dan keterampilan seluruh pihak dan pengguna terhadap sistem
Universitas Indonesia
63
Universitas Indonesia
64
Universitas Indonesia
65
Kebutuhan akan internet dan listrik juga menjadi persoalan di negara berkembang.
Perlu disiapkan cadangan power supply dan kecepatan dan kualitas internet yang baik
(Sood et al., 2008). Sistem juga membutuhkan fitur pengamanan yang meliputi kontrol
akses berdasarkan peran dan tugas pengguna, keluar otomatis, enkripsi, anti-virus,
malware, dan spyware software. Hal ini berkaitan dengan aspek legal dalam akses dan
penggunaan data pasien. Ketersediaan jaringan atau network rumah sakit beserta dengan
komponen, peralatan, dan protokol juga diperlukan untuk menunjang sistem (The
Canadian Medical Protective Association, 2009). Contoh kebutuhan infrastruktur
teknologi untuk mendukung SIMRS atau sistem rekam medis elektronik di rumah sakit
di Indonesia, antara lain perangkat keras seperti komputer yang tersedia di setiap bagian,
perangkat lunak atau aplikasi, jaringan komputer, konektivitas, listrik beserta cadangan
suplai listrik (Nugraheni, 2017).
Universitas Indonesia
66
Universitas Indonesia
67
Kesimpulan:
• Indikator penggunaan teknologi saat ini dilihat dari ketidakpuasan staf akan sistem
yang ada dan ketersediaan SIMRS yang mampu mendukung rekam medis elektronik
• Kebutuhan akan teknologi seperti hardware, software, listrik dan cadangan listrik,
internet, dan keamanan sistem untuk dapat menunjang implementasi sistem
• Ketersediaan manajemen atau instalasi TI atau SIMRS yang bertanggung jawab
dalam urusan teknologi rumah sakit beserta staf yang memiliki kualifikasi
pendidikan TI dapat mempengaruhi penggunaan teknologi yang lebih baik di rumah
sakit
6.3.5 Faktor Kesiapan Lainnya
Berdasarkan studi yang melakukan systematic literature review terhadap faktor
penilaian kesiapan program e-kesehatan, menyatakan bahwa indikator yang tidak
didukung oleh dua peneliti maka dinilai tidak reliabel. Hal ini dapat terjadi karena
kurangnya standarisasi dalam mengukur penilaian kesiapan yang mungkin dapat
menyebabkan kegagalan dalam implementasi teknologi informasi (Yusif et al., 2017).
Dalam penelitian ini juga ditemukan beberapa indikator yang hanya didukung oleh satu
peneliti dari studi terinklusi, diantaranya:
1. Kenyamanan seluruh staf dan pengguna yang akan terlibat dalam rekam medis
elektronik dalam menggunakan teknologi secara keseluruhan (Durrani et al., 2012).
2. Keyakinan dari pemangku kebijakan dan seluruh staf dalam menggunakan teknologi
sebagai solusi dalam permasalahan dengan sistem saat ini (Hochwarter et al., 2014).
3. Penggunaan teknologi terkait akses rumah sakit dalam intranet atau komunikasi
internal (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
4. Persentase atas jumlah staf yang memiliki akses menggunakan komputer, telepon,
dan email yang ada di rumah sakit (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
5. Faktor sosial budaya antar staf, yang menilai bahwa adanya kesetaraan gender dalam
akses terhadap teknologi dan seluruh tingkatan atau jabatan kepegawaian berhak
merasakan penggunaan teknologi (Durrani et al., 2012).
6. Rumah sakit yang mampu mengadakan website khusus rekam medis elektronik
(Garavand et al., 2016).
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia
69
2. Penggunaan teknologi terkait akses rumah sakit dalam extranet atau komunikasi
dengan pihak luar (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017)
3. Faktor sosial budaya antar pasien dan komunitas. Indikator ini menilai sisi kesetaraan
gender dan strata sosial ekonomi dalam pemanfaatan teknologi yang dirasakan oleh
pasien dan komunitas penerima layanan kesehatan (Durrani et al., 2012; Khoja et al.,
2007).
4. Software tingkat nasional, Dalam indikator ini memberikan berbagai pertimbangan
jika rumah sakit hendak menggunakan software rekam kesehatan elektronik tingkat
nasional, yaitu bahasa pemrograman, sistem aplikasi, basis data, interface, dan apakah
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit (Ghazisaeidi et al., 2014).
5. Dukungan pemerintah. Pada indikator ini menilai sejauh mana peran pemerintah
dalam menanggapi perkembangan teknologi informasi dalam bidang kesehatan dan
institusi pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diketahui dengan adanya kesadaran,
dukungan yang kuat, mempromosikan, pembentukkan rencana, dan pembentukkan
kebijakan yang mampu mendukung pelaksanaan operasional program e-kesehatan
(Ghazisaeidi et al., 2014; Khoja et al., 2007)
Universitas Indonesia
70
Kesiapan Teknis:
1. Penggunaan teknologi
saat ini
2. Penilaian kebutuhan
Kesiapan Operasional:
teknis
1. Desain ulang alur
3. Manajemen TI
kerja
4. Kebutuhan staf TI
2. Integrasi pelayanan
Budaya Organisasi
kesehatan
1. Budaya Penilaian Kesiapan
3. Kebijakan, prosedur
2. Keterlibatan dokter, Implementasi Rekam
dan protokol RME
staf, dan pasien Medis Elektronik
4. Manajemen
terhadap RME (RME)
hubungan Vendor
3. Pengembangan
RME
rencana RME Manajemen dan 5. Kebutuhan staf
Kepemimpinan dalam implementasi
1. Tim eksekutif RME.
2. Finansial 6. Rencana program
3. Rencana strategis pelatihan
4. Peningkatan mutu dan
manajemen pelayanan
kesehatan
Universitas Indonesia
71
Universitas Indonesia
72
b. Rata-rata nilai 2,0 – 3,9 = pada rentang nilai ini menandakan bahwa rumah sakit
belum cukup kuat dalam memahami isu yang ada di setiap indikator. Sehingga
penting untuk mengembangkan perencanaan yang pasti dan memiliki target dengan
bantuan dari pihak manajerial. Dan rumah sakit dinilai dalam tingkatan cukup siap.
c. Rata-rata nilai ≤1,9 = pada rentang nilai ini menandakan bahwa rumah sakit belum
siap untuk implementasi sistem. Diperlukan perhatian lebih pada faktor ini dengan
melakukan evaluasi kebutuhan dan perbaikan yang harus dilakukan
Universitas Indonesia
73
Tabel 6.1 Instrumen Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik untuk Rumah Sakit di Indonesia
BUDAYA ORGANISASI
Universitas Indonesia
74
BUDAYA ORGANISASI
Universitas Indonesia
75
BUDAYA ORGANISASI
Universitas Indonesia
76
BUDAYA ORGANISASI
Universitas Indonesia
77
Universitas Indonesia
78
Universitas Indonesia
79
Universitas Indonesia
80
KESIAPAN OPERASIONAL
Universitas Indonesia
81
KESIAPAN OPERASIONAL
Universitas Indonesia
82
KESIAPAN OPERASIONAL
Universitas Indonesia
83
KESIAPAN OPERASIONAL
Universitas Indonesia
84
KESIAPAN OPERASIONAL
Universitas Indonesia
85
KESIAPAN TEKNIS
Universitas Indonesia
86
KESIAPAN TEKNIS
Universitas Indonesia
87
KESIAPAN TEKNIS
Universitas Indonesia
88
KESIAPAN TEKNIS
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan ke dalam
beberapa poin, diantaranya:
1. Penilaian kesiapan merupakan langkah pertama dan terpenting yang perlu dilakukan
oleh rumah sakit dalam rangka implementasi suatu sistem teknologi informasi yang
baru. Hal ini bertujuan agar mengetahui kondisi organisasi saat ini secara
komprehensif dan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan dan perencanaan
selanjutnya. Faktor yang digunakan dalam melakukan penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik pada rumah sakit di Indonesia adalah faktor
budaya organisasi, manajemen dan kepemimpinan, kesiapan operasional dan
kesiapan teknis.
2. Terdapat beberapa indikator dari masing-masing faktor yang ditemukan. Indikator
dari faktor budaya organisasi diantaranya budaya, keterlibatan seluruh pihak,
pengembangan rencana yang komprehensif. Indikator dari faktor manajemen dan
kepemimpinan adalah tim eksekutif, finansial, rencana strategis, peningkatan mutu
dan pelayanan kesehatan. Indikator dari faktor kesiapan operasional diantaranya
desain ulang alur kerja, integrasi sistem, kebijakan yang mendukung, manajemen
hubungan dengan pihak vendor, kebutuhan staf, program pelatihan. Faktor terakhir
adalah kesiapan teknis yang memiliki indikator diantaranya penggunaan sistem saat
ini, penilaian kebutuhan teknis, manajemen dan staf teknologi informasi terkait rekam
medis elektronik.
3. Ditemukan bahwa faktor yang paling banyak digunakan adalah faktor kesiapan teknis
dengan indikator penilaian kebutuhan teknis yang didukung oleh 9 studi terinklusi.
Indikator ini menyangkut peralatan teknis apa saja yang dibutuhkan untuk menunjang
adopsi teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit yaitu rekam medis
elektronik. Indikator terbanyak selanjutnya adalah rencana program pelatihan untuk
seluruh staf dan kebijakan, prosedur dan protokol yang mengatur rekam medis
elektronik
89
Universitas Indonesia
90
4. Indikator yang paling sedikit digunakan adalah peningkatan mutu dan manajemen
pelayanan kesehatan karena hanya didukung oleh 1 studi terinklusi. Hal ini berkaitan
dengan upaya peningkatan mutu dan efektivitas pelayanan yang ingin dicapai melalui
penerapan rekam medis elektronik.
5. Diketahui bahwa indikator prosedur terkait interaksi pasien dengan rekam medis
elektronik bukan termasuk dari bagian penilaian kesiapan karena tidak ditemukan
pada studi terinklusi. Secara konteks, bentuk interaksi ini termasuk ke dalam indikator
keterlibatan pasien dalam implementasi sistem. Dapat disimpulkan bahwa bentuk
interaksi pasien dengan sistem tetap dijadikan sebagai sebuah penilaian, namun hanya
berbeda pada penempatan indikator.
7.2 Saran
Terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan masukan untuk kegiatan penelitian
selanjutnya, yaitu:
1. Membedakan rekam medis elektronik dan program kesehatan lainnya pada
pemilihan studi terinklusi. Hal ini bertujuan agar dapat mengurangi bias dalam
menganalisis faktor dan indikator penilaian kesiapan
2. Memperbanyak studi terinklusi yang berlatar tempat di Indonesia agar mendapatkan
faktor dan indikator yang sesuai dengan karakteristik penerapan sistem rekam medis
elektronik di Indonesia.
3. Melakukan uji pemahaman bahasa, validitas dan reliabilitas terhadap instrumen
penilaian kesiapan yang telah dibuat dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ariffin, A., Ismail, A., Kadir, I. K. A., & Kamal, J. I. A. K. (2018). Implementation of
Electronic Medical Records in Developing Countries : Challenges & Barriers
Implementation of Electronic Medical Records in Developing Countries :
Challenges & Barriers. International Journal of Academic Research in Progressive
Education and Development, 7(3), 187–199. https://doi.org/10.6007/IJARPED/v7-
i3/4358
Astuti, D. N. F. P., Ratnasari, C. I., & Kusumadewi, S. (2019). Implementasi Sistem
Rekam Medis Elektronik Klinik Sehat Kota Salatiga. Seminar Nasional Informatika
Medis, 59–65.
Biruk, S., Yilma, T., Andualem, M., & Tilahun, B. (2014). Health Professionals
Readiness to Implement Electronic Medical Record System at Three Hospitals in
Ethiopia : a Cross Sectional Study. BMC Medical Informatics and Decision Making,
14(115), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12911-014-0115-5
California Academy of Family Physicians. (2011). CAFP EHR Readiness Assessment
Tool.
California Healthcare Foundation. (2011). Workflow Analysis: EHR Deployment
Techniques. https://www.chcf.org/wp-content/uploads/2017/12/PDF-
WorkflowAnalysisEHRDeploymentTechniques.pdf%0D
Chang, I., Li, Y., Wu, T., & Yen, D. C. (2012). Electronic medical record quality and its
impact on user satisfaction — Healthcare providers ’ point of view. Government
Information Quarterly, 29(2), 235–242. https://doi.org/10.1016/j.giq.2011.07.006
Cronin, P., Ryan, F., & Coughian, M. (2008). Undertaking A Literature Review: A Step
by Step Approach. British Journal of Nursing, 17(1), 38–44.
Cucciniello, M., Lapsley, I., Nasi, G., & Pagliari, C. (2015). Understanding key factors
affecting electronic medical record implementation : a sociotechnical approach.
BMC Health Services Research, 15(268), 1–19. https://doi.org/10.1186/s12913-015-
0928-7
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. (2017). Implementasi E-Health di Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://www.persi.or.id/images/2017/pengurus-harian/implementasi_ehealth.pdf
Doctor’s Office Quality Information Technology (DOQ-IT). (n.d.). EHR Assessment and
Readiness Starter Assessment.
Durrani, H., Khoja, S., Naseem, A., Scott, R. E., Gul, A., & Jan, R. (2012). Health Needs
and eHealth Readiness Assessment of Health Care Organizations in Kabul and
Bamyan, Afghanistan. Eastern Mediterranean Health JOurnal, 18(6), 663–670.
Fanta, G. B., Pretorius, L., & Erasmus, L. (2019). Hospital Readiness to Implement
Sustainable Smart Care Systems in Addis Ababa, Ethiopia. Proceedings of
PICMET: Technology Management in the World of Intelligent System, 0.
Ferrari, R. (2015). Writing Narrative Style Literature Reviews. Medical Writing, 24, 230–
235. https://doi.org/10.1179/2047480615Z.000000000329
Forster, M., Dennison, K., Callen, J., Georgiou, A., & Westbrook, J. I. (2015). Maternity
patients’ access to their electronic medical records : use and perspectives of a patient
portal. Health Information Management Journal, 44(1), 4–11.
https://doi.org/10.1177/183335831504400101
Garavand, A., Samadbeik, M., Asadi, H., & Abhari, S. (2016). Readiness of Shiraz
Teaching Hospitals to Implement Electronic Medical Record (EMR). Journal of
Health Management & Informatics, 3(3), 82–88.
Universitas Indonesia
Gardner, R. L., Cooper, E., Haskell, J., Harris, D. A., Poplau, S., Kroth, P. J., & Linzer,
M. (2019). Physician stress and burnout: the impact of health information
technology. Journal of the American Medical Informatics Association, 26(2), 106–
114. https://doi.org/10.1093/jamia/ocy145
Ghazisaeidi, M., Ahmadi, M., & Sadoughi, F. (2014). An Assessment of Readiness for
Pre-Implementation of Electronic Health Record in Iran : a Practical Approach to
Implementation in general and Teaching Hospitals. Acta Medica Iranica, 52(7),
532–544.
Gholamhosseini, L., & Ayatollahi, H. (2017). The Design and Application of an e-Health
Readiness Assessment Tool. Health Information Management : Journal of the
Health Information Management Association of Australia, 46(1), 32–41.
https://doi.org/10.1177/1833358316661065
Giaedi, T. (2007). The Impact of Electronic Medical records on improvement of health
care delivery. 2, 71118.
Goldsack, J. C., & Robinson, E. J. (2015). The Impact of Health Information Technology
on Staffing. The Journal of Nursing Administration, 44(2), 117–120.
https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000035
Handiwidjojo, W. (2009). Rekam medis elektronik. Jurnal Eksis, 2(1), 36–41.
Hariana, E., Sanjaya, G. Y., Rahmanti, A. R., Murtiningsih, B., & Nugroho, E. (2013).
Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di DIY. Seminar
Nasional Sistem Informasi Indonesia, 428–434.
Health Resources and Services Administration. (2011). Readiness Assessment &
Developing Project Aims.
http://www.hrsa.gov/quality/toolbox/methodology/readinessassessment/
HealthIT.gov. (2019). Where Can I find a Step-By-Step Approach for Electronic Health
Record Implementation? The Office of the National Coordinator for Health
Information Technology. https://www.healthit.gov/faq/where-can-i-find-step-step-
approach-electronic-health-record-implementation
Helms, M. M., Moore, R., & Ahmadi, M. (2008). Information Technology (IT) and the
Healthcare Industry : A SWOT Analysis. International Journal Oh Healthcare
Information System and Informatics, 3(1), 75–92.
https://doi.org/10.4018/jhisi.2008010105
Hochwarter, S., Chuong, D. D., Chuc, N. T. K., & Larsson, M. (2014). Towards an
Electronic Health Record System in Vietnam : A Core Readiness Assessment.
Journal of Health Informatics in Developing …, 8(2), 93–103.
Holt, D. T., Helfrich, C. D., Hall, C. G., & Weiner, B. J. (2008). Are You Ready? How
Health Professionals Can Comprehensively Conceptualize Readiness for Change
(Issue 3). https://doi.org/10.1007/s11606-009-1112-8
Jahanbakhsh, M., Karimi, S., Hassanzadeh, A., & Beigi, M. (2017). Hospital Managers
Attitude and Commitment Toward Electronic Medical Records System in Isfahan
Hospitals. Journal of Education and Health Promotion, 6, 1–6.
https://doi.org/10.4103/jehp.jehp
Jumreornvong, O. N. (2015). Electronic Medical Record Systems in Rural South East
Asia. The Stanford Journal of Public Health.
https://web.stanford.edu/group/sjph/cgi-bin/sjphsite/electronic-medical-record-
systems-in-rural-south-east-asia/
Khoja, S., Scott, R., Casebeer, A., Mohsin, M., Ishaq, A., & Gilani, S. (2007). e-Health
Universitas Indonesia
94
Universitas Indonesia
on Information Systems 2012, AMCIS 2012, 4, 2981–2987.
Reazi-Rad, M., Vaezi, R., & Nattagh, F. (2012). E-Health Readiness Assessment
Framework in Iran. Iranian Journal Public Health, 41(10), 43–51.
Risdianty, N., & Wijayanti, C. D. (2019). Evaluasi Penerimaan Sistem Teknologi Rekam
Medik Elektronik dalam Keperawatan. Carokus Journal of Nursing, 2(1), 28–36.
Rosyada, A., Lazuardi, L., & Kusrini. (2016). Persepsi Petugas Kesehatan Terhadap
Peran Rekam Medis Elektronik Sebagai Pendukung Manajemen Pelayanan Pasien
di Rumah Sakit Panti Rapih. Journal of Information Systems for Public Health, 1(2),
16–22.
Samandari, N. A., Chandrawila, W., & Rahim, A. H. (2016). Kekuatan Pembuktian
Rekam Medis Konvensional dan Elektronik. Soepra Jurnal Hukum Kesehatan, 2(2),
154–164.
Sanjaya, G. Y., Rahmanti, A. R., Anggoro, P., & Rachmandani, A. A. (2013). Sistem
Informasi Rumah Sakit : Kemana arah penggunaanya ? Forum Informatika
Kesehatan Indonesia, 1–8.
Scott, I. A., Sullivan, C., & Staib, A. (2019). Going digital: A checklist in preparing for
hospital-wide electronic medical record implementation and digital transformation.
Australian Health Review, 43(3), 302–313. https://doi.org/10.1071/AH17153
Sood, S. P., Computing, A., Bornes, Q., Nwabueze, S. N., Louisiana, B. R., Mbarika, V.
W. A., & Ray, P. (2008). Electronic Medical Records : A Review Comparing the
Challenges in Developed and Developing Countries. Proceedings of the 41st Hawaii
International Conference on System Sciences, 1–10.
Stadelmann, J. (2012). Assessing Readiness for e-Health in Egypt : A Case Study of Cairo
University Hospitals. The American University in Cairo.
Sudirahayu, I., & Harjoko, A. (2016). Analisis Kesiapan Penerapan Rekam Medis
Elektronik Menggunakan DOQ-IT di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung.
Journal of Information Systems for Public Health, 1(2), 35–43.
Texas Medical Association. (2009). Electronic Medical Record Implementation Guide:
The Link to A Better Future (2nd editio).
The California Community Clinic EHR Assessment and Readiness. (2008). Community
Clinic EHR Readiness Assessment (Introduction & Instructions).
The Canadian Medical Protective Association. (2009). Electronic Records Handbook. 1–
64. https://doi.org/10.1093/infdis/jis075
Thimbleby, H. (2013). Technology and the future of healthcare. Journal of Public Health
Research, 2(3), 28. https://doi.org/10.4081/jphr.2013.e28
Timmings, C., Khan, S., Moore, J. E., Marquez, C., Pyka, K., & Straus, S. E. (2016).
Ready, Set, Change! Development and usability testing of an online readiness for
change decision support tool for healthcare organizations. BMC Medical Informatics
and Decision Making, 16(24), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12911-016-0262-y
Wahyuni, V., & Maita, I. (2015). Evauasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) Menggunakan Metode Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT). Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Informasi, 1(1),
55–61.
Weiner, B. J. (2009). A Theory of Organizational Readiness For Change. Implementation
Science, 4(67), 1–9. https://doi.org/10.1186/1748-5908-4-67
Wieser, J., Lowe, N., & O’Driscoll, M. (2009). What is Operational Readiness ? OHA
Capital Planning Conference.
Universitas Indonesia
96
Williams, F., & Boren, S. A. (2008). The Role of The Electronic Medical Record ( EMR
) in Care Delivery Development in Developing Countries : a Systematic Review.
Wirajaya, M. K. M., & Dewi, N. M. U. K. (2020). Analisis Kesiapan Rumah Sakit
Dharma Kerti Tabanan Menerapkan Rekam Medis Elektronik. Jurnal Kesehatan
Vokasional, 5(1), 1–9.
World Health Organization. (2007). Health Technology. The Sixtieth World Health
Assembly, 106–107.
Yusif, S., Hafeez-baig, A., & Soar, J. (2017). International Journal of Medical Informatics
e-Health readiness assessment factors and measuring tools : A systematic review.
International Journal of Medical Informatics, 107(June), 56–64.
https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2017.08.006
Universitas Indonesia
Lampiran 1 Hasil Pencarian Studi Menggunakan Berbagai Database
Database PubMed
Universitas Indonesia
Database ProQuest
Universitas Indonesia
Database Garuda
Universitas Indonesia
Lampiran 2 Tabel Hasil atau Ekstraksi Studi Terinklusi
No Peneliti, Tujuan Metode / Desain Faktor Penilaian Indikator Faktor Penilaian Kesimpulan
Tahun, Studi Kesiapan Kesiapan
Judul,
Negara
1. (Durrani et Untuk Mixed methods, - Kesiapan inti 1. Kesiapan inti Kebutuhan yang
al., 2012), memberikan apa Wawancara - Kesiapan - Penilaian kebutuhan diperlukan dalam
Health saja kebutuhan dengan 10 teknologi - Kenyamanan dalam implementasi
Needs and dan kesiapan informan kunci - Kesiapan menggunakan teknologi program e-
eHealth dari 2 institusi dengan purposive pelatihan - Seluruh perencanaan kesehatan adalah
Readiness pelayanan sampling dan 8 - Kesiapan - Kesadaran akan program kebutuhan
Assessment kesehatan di focus group sosial 2. Kesiapan teknologi penyediaan
of Health Afganistan discussion dengan - Kesiapan - Hardware dan software pelayanan seperti
Care untuk stakeholder untuk kebijakan - Internet sistem rujukan,
Organizatio implementasi e- mengetahui - Pelatihan TIK (secara umum) kebijakan,
ns in Kabul kesehatan penilaian 3. Kesiapan pelatihan pelatihan, dan
and kebutuhan, - Program pelatihan untuk tenaga manajemen
Bamyan, setelah itu kesehatan dalam menggunakan informasi. Lalu
Afghanistan dilakukan survei teknologi program e-kesehatan dalam penilaian
penilaian - Keterlibatan seluruh staf dalam kesiapan, kedua
kesiapan (dengan proses institusi dinilai
skala kesiapan 1- 4. Kesiapan sosial sudah cukup siap
5) - Komunikasi dan koordinasi untuk implementasi
antar organisasi terkait program.
pelayanan kesehatan pasien
Universitas Indonesia
- Faktor sosial budaya antar staf Tingkat kesiapan
- Faktor sosial budaya pasien dan institusi pelayanan
komunitas kesehatan sangat
5. Kebijakan diperlukan untuk
- Peraturan terkait program selanjutnya
- Kebijakan terkait lisensi, mengidentifikasi
kewajiban dan penggantian kebutuhan dalam
biaya implementasi
- Kesadaran dan dukungan TIK program e-
oleh pemangku kebijakan dalam kesehatan.
institusi dan politisi Sehingga dapat
pemerintahan melakukan
implementasi
program yang
berdasarkan
kondisi institusi
yang sebenarnya.
Tanpa adanya
penilaian kesiapan
dan kebutuhan
maka akan
membutuhkan
biaya yang besar
dimana hal tersebut
tidak dapat
diterapkan oleh
Universitas Indonesia
negara ekonomi
rendah.
2. (Ghazisaeid Untuk membuat Mixed methods, - Kesiapan 1. Kesiapan budaya Tujuan akhirnya
i et al., kerangka kerja dengan literature budaya, - Penerimaan RKE oleh yaitu membuat
2014) An penilaian review dan Delphi - Kesiapan stakeholder kerangka kerja
Assessment kesiapan rekam methods, dan operasional - Kontibusi stakeholder dalam penilaian kesiapan
of kesehatan menyebarkan - Manajemen sistem RKE yang sesuai
Readiness elektronik kuesioner dan - Pelatihan untuk meningkatkan dengan kondisi
for Pre- (RKE) yang penilaian kepemimpina kesadaran dan budaya dalam negara Iran. Lalu,
Implementa sesuai dengan kesiapan n, implementasi RKE tingkat kesiapan
tion of kondisi di Iran - Kesiapan tata - Penerimaan RKE oleh tenaga dari 7 rumah sakit
Electronic kemudian kelola klinis memiliki rata-rata
Health dilakukan - Kesiapan - Motivasi kesiapan sebesar
Record in penilaian teknis - Komitmen seluruh pihak dalam 29,6%, dengan
Iran : a kesiapan pada 7 proses implementasi kesiapan teknis
Practical rumah sakit di - Komitmen untuk implementasi berada dalam posisi
Approach to Iran RKE yang sesuai jadwal paling siap.
Implementa 2. Kesiapan operasional Diperlukan untuk
tion in - Kerangka kerja legalitas membuat rencana
general and implementasi RKE, strategis dan tim
Teaching - Pelatihan, khusus yang
Hospitals - Proses alur kerja, perencanaan
Iran - Manajemen hubungan vendor tersebut
dan sistem,
- Strategi manajemen pelayanan
dan peningkatan mutu,
Universitas Indonesia
3. Kesiapan tata kelola
- Strategi IT,
- Keselarasan implementasi RKE,
- Strategi implementasi RKE
- Peraturan nasional untuk berbagi
data RKE,
- Keputusan IT dan
pertanggungjawabannya,
- Pemerintahan yang mendukung
RKE,
- Akses interoperabilitas data,
- Tata kelola kapasitas SDM,
4. Kesiapan teknis
- Keamanan,
- Infrastruktur komunikasi antar
fasyankes,
- Software level nasional,
- Hardware,
- Jaringan/network dengan sistem
pengamanan,
- Desain network,
- Model arsitektur sistem seperti
interaksi, pertukaran data,
penyimpanan.
5. Manajemen dan kepemimpinan
- Rencana strategis,
Universitas Indonesia
- Sumber daya manusia
- Finansial,
- Bentuk tim eksekutif strategi
- Rencana perubahan alur kerja
- Dukungan pemerintah yang kuat,
- Identifikasi penggunaan dan
pengguna sistem
- Rencana terkait peran dan
tanggung jawab
- Partisipasi dari manajer dan
pemimpin dalam proses
perencanaan
- Kebijakan dan SPO,
- Kesiapan manajemen informasi,
Rencana pengubahan rekam medis
kertas menjadi elektronik,
3. (Gholamhos Untuk membuat Mixed methods, - Kesiapan e- 1. Kesiapan e-kesehatan Mengembangkan
seini & formulir Literature review kesehatan, - Kegiatan konsultasi secara penilaian kesiapan
Ayatollahi, penilaian dengan - Fungsi TIK, online dengan pasien, berdasarkan 2
2017), The kesiapan e- mengembangkan - Kesiapan - Rekaman elektronik, model yaitu e-
Design and kesehatan dan formulir dan lingkungan, - Rencana proyek e-kesehatan, health readiness
Application menerapkannya survei penilaian - Kesiapan - Kesadaran akan e-kesehatan di dan e-readiness
of an e- pada dua rumah kesiapan. sumber daya RS, (teknologi non
Health sakit di Iran Kemudian manusia, 2. Fungsi TIK kesehatan). Salah
Readiness menyebarkan - Kesiapan TIK - Menggunakan jaringan satu diantara kedua
kuesioner kepada (network) dalam pengorderan, rumah sakit
Universitas Indonesia
Assessment 40 staf rumah menerima dan membuat memiliki tingkat
Tool, Iran sakit dan pembayaran di RS, kesiapan yang
mendapatkan 3. Kesiapan lingkungan berbeda. Kesiapan
faktor penilaian - Kebijakan terkait pengamanan sumber daya
kesiapan yang informasi TIK nasional manusia dan
dianggap penting. - Kebijakan terkait transaksi kesiapan TIK harus
Pada akhirnya elektronik nasional, dilakukan
menyebarkan - Akses software dan hardware perbaikan oleh
kuesioner 4. Kesiapan sumber daya manusia salah satu RS
berdasarkan hasil - Terdapat staf yang terbiasa dan tersebut, dengan
dari kedua memiliki keterampilan terkait merekrut staf dan
kegiatan TI manajer yang
sebelumnya untuk - Terdapat manajer yang terbiasa memiliki
melakukan dan memahami TI keterampilan baik
penilaian - Terdapat staf TI di bidang teknologi
kesiapan kepada 5. Kesiapan TIK dan program
dua rumah sakit - Akses staf terhadap komputer, pelatihan yang
di Iran telepon, dan email, baik.
- Akses RS terhadap intranet
(komunikasi internal RS)
- Akses RS terhadap extranet
(komunikasi diluar organisasi)
- Akses terhadap internet,
Investasi RS dalam TIK.
4. (Reazi-Rad Untuk memberi Mixed methods, - Kesiapan inti 1. Kesiapan inti Faktor penilaian
et al., kerangka kerja literature review kesiapan dan yang
Universitas Indonesia
2012), E- penilaian terkait kerangka - Kesiapan - Sadar akan permasalah sistem paling berpengaruh
Health kesiapan e- kerja penilaian sosial pencatatan dokumen pasien saat di Iran adalah
Readiness kesehatan di kesiapan e- - Kesiapan ini faktor kesiapan
Assessment Iran kesehatan. Lalu keterlibatan - Ketidakpuasan akan teknologi diikuti
Framework Delphi methods - Kesiapan penggunaan rekam kesehatan kesiapan inti,
in Iran. untuk teknologi kertas kesiapan sosial,
mengembangkan 2. Kesiapan sosial dan kesiapan
kuesioner, Dan - Komunikasi dan kolaborasi keterlibatan
menyebarkan antar fasilitas pelayanan
kuesioner yang kesehatan
diajukan kepada 3. Kesiapan keterlibatan
24 ahli kesehatan - Memahami akan kelebihan dari
dan TI dengan program e-kesehatan
snowball - Dampak negatif yang mungkin
sampling untuk terjadi
mengetahui faktor - Adanya pendidikan dan
yang signifikan pelatihan terkait e-kesehatan,
- Aspek strategi, finansial, dan
legalitas yang menunjang TIK
4. Kesiapan teknologi
- Ketersediaan dan kemampuan
membeli hardware dan software
atau TIK,
- Cakupan jaringan RS
- Staf TI yg mendukung
- Keamanan TI,
Universitas Indonesia
Kualitas infrastruktur
5. (Adjorlolo Untuk Mixed method, - Kesiapan 1. Kesiapan organisasi Faktor kesiapan
& menganalisis studi kasus, organisasi - Finansial sumber daya
Ellingsen, kesiapan dengan - Kesiapan - Pelatihan manusia dapat
2013), University of wawancara semi- sumber daya - Infrastruktur TIK (hardware) dikatakan cukup
Readiness Ghana Hospital terstruktur, manusia - Internet siap untuk
Assessment dalam observasi, analisis - Listrik, implementasi EPR,
for implementasi dokumen, dan - Manajemen TI, namun sebaliknya
Implementa Electronic kuesioner dengan - Manajemen vendor dengan faktor
tion of Patient Record pertanyaan 2. Kesiapan sumber daya manusia kesiapan
Electronic tertutup. Dengan - Pengetahuan dan akses organisasi.
Patient total 30 responden komputer, Kesiapan dari segi
Record in dari tenaga - Pengalaman dalam finansial,
Ghana : A kesehatan dan menggunakan program e- kemampuan
Case of manajemen kesehatan, manajemen IT
University - Motivasi, dalam menjalankan
of Ghana Mampu beradaptasi dengan tugas dan
Hospital, perubahan alur kerja keterlibatan staf
Ghana dalam proses
desain perencanaan
EPR perlu
dilakukan
perbaikan yang
sesuai.
Universitas Indonesia
6. (Hochwarte Untuk Kualitatif, Kesiapan inti - Penilaian kebutuhan Kesiapan inti
r et al., menginisiasi observasi dan - Ketidakpuasan akan keadaan berarti keseluruhan
2014), perencanaan telaah dokumen sistem yang sedang berjalan perencanaan,
Towards an sistem rekam dengan salah satu (terkait rekam medis), pengetahuan serta
Electronic kesehatan rumah sakit, - Kesadaran akan sistem RKE pengalaman untuk
Health elektronik pada wawancara - Keyakinan dalam penggunaan program e-
Record sistem mendalam dengan TIK kesehatan.
System in pelayanan staf dari - Keseluruhan rencana untuk Pemangku
Vietnam : A kesehatan kementerian proyek RKE kebijakan di
Core Vietnam dengan kesehatan - Integrasi teknologi Vietnam sudah
Readiness melihat core Vietnam menginisiasi
Assessment. readiness atau proyek RKE
Vietnam kesiapan inti namun belum ada
perencanaan yang
pasti. Sedangkan
tenaga kesehatan
sudah menyadari
keuntungan
penggunaan RKE
namun masih ragu
akan risiko
penggunaan RKE.
7. (Garavand Untuk Kuantitatif, cross - Kesiapan 1. Kesiapan teknis Secara keseluruhan
et al., mengevaluasi sectional, dengan teknis - Efektifitas dari sistem informasi seluruh rumah sakit
2016), kesiapan 5 kuesioner (skala - Kesiapan rumah sakit berdasarkan ketiga
Readiness rumah sakit 1-5) kepada 79 organisasi - Adanya akses internet yang cepat faktor tersebut
Universitas Indonesia
of Shiraz pendidikan di staf manajemen - Kesiapan - Software dan aplikasi yang sudah siap untuk
Teaching Shiraz untuk informasi legalisasi dibutuhkan implementasi dan
Hospitals to implementasi kesehatan dengan - Peralatan dan hardware staf dari
Implement rekam medis cluster sampling - Kebijakan yang mendukung manajemen
Electronic elektronik dari infrastruktur dan teknologi informasi
Medical sisi manajemen - Rumah sakit yang mampu kesehatan sudah
Record informasi mengadakan website khusus terbiasa dan
(EMR). Iran kesehatan RME mengetahui rekam
- Integrasi sistem RME medis elektronik.
2. Kesiapan organisasi Namun, faktor
- Rencana strategi rumah sakit kesiapan paling
- Rencana strategi rumah sakit tinggi berada pada
untuk RME faktor legalisasi
- SPO untuk RME dari dalam
- Program konversi rekam medis organisasi yang
dari kertas menjadi elektronik, sudah dibuat yang
- Tim khusus untuk RME dapat meningkat
- Pelatihan terkait RME kesiapan.
- Kesiapan organisasi mengatasi Sedangkan
tantangan dan rintangan, kesiapan organisasi
- Dukungan manajer terhadap berada di tingkat
RME yang paling rendah
- Mendesain ulang alur kerja dan disarankan
proses pelayanan klinis untuk membuat
rencana strategis.
Universitas Indonesia
- Manfaat atau keuntungan dari
RKE yang dirasakan oleh para
pemimpin
3. Kesiapan legalisasi
- Kebijakan terkait monitoring
keamanan RME
- Kebijakan terkait rahasia pribadi
data pasien
- Kebijakan kerahasiaan data RME
- Kebijakan terkait akses informasi
klinis
- Kebijakan keamanan data RME
8. (Sudirahayu Untuk Kualitatif, studi - Sumber daya 1. Sumber daya manusia RSUD Dr. H.
& Harjoko, menganalisis kasus, dengan manusia - Keterlibatan seluruh staf dalam Abdul Moeloek
2016), kesiapan wawancara - Budaya kerja proses implementasi Lampung berada
Analisis penggunaan mendalam kepada organisasi, - Keterampilan menggunakan pada kondisi cukup
Kesiapan rekam medis pengambil - Tata kelola komputer, siap untuk
Penerapan elektronik keputusan dan dan - Pengetahuan terkait RME, implementasi
Rekam dengan pengguna RME di kepemimpina - Pelatihan, rekam medis
Medis menggunakan instalasi rawat n - Kemampuan staf TI elektronik. Faktor
Elektronik EHR Readiness jalan, observasi, - Infrastruktur. 2. Budaya kerja organisasi infrastruktur
Menggunak Starter telaah dokumen - Budaya / persepsi terkait RME merupakan variabel
an DOQ-IT Assessment dari - Keterlibatan pasien, yang paling siap,
di RSUD DOQ-IT pada - Perubahan alur kerja, sedangkan faktor
Dr. H. RSUD Dr. H. 3. Tata kelola dan kepemimpinan sumber daya
Abdul manusia dan
Universitas Indonesia
Moeloek Abdul Moeloek - Komitmen dan dukungan budaya kerja
Lampung, Lampung manajer, organisasi
Indonesia - Sistem informasi manajemen merupakan variabel
rumah sakit yang belum siap
- Rencana strategi, pada rumah sakit
- Akuntabilitas atau peran dan tersebut. Sehingga
tanggung jawab khusus RME, perlu dilakukan
- Manajemen vendor, perbaikan pada
4. Infrastruktur aspek ketersediaan
- Infrastruktur TI tenaga ahli SIMRS
- Kebijakan terkait RME dan TI, serta
- Software dan hardware, kegiatan pelatihan
- Tim teknis pendukung atau
manajemen TI
- Internet dan listrik
Keuangan dan anggaran.
9. (Wirajaya Untuk Mixed methods, - Sumber daya 1. Sumber daya manusia RS Dharma Kerti
& Dewi, menganalisis cross sectional, manusia - Pelatihan, Tabanan berada
2020), kesiapan RS dengan - Budaya kerja - Pengetahuan terkait RME, pada kondisi cukup
Analisis Dharma Kerti menyebarkan organisasi - Kesadaran akan keuntungan siap untuk
Kesiapan Tabanan dalam kuesioner dengan - Tata kelola RME implementasi
Rumah menerapkan total sampling 82 dan - Keterampilan menggunakan rekam medis
Sakit rekam medis staf dan kepemimpina komputer elektronik. Namun
Dharma elektronik wawancara n - Kemampuan staf TI hal yang perlu
Kerti mendalam kepada - Infrastruktur 2. Budaya kerja organisasi diperbaiki adalah
Tabanan 7 orang pembuatan SPO,
Universitas Indonesia
Menerapkan - Sistem informasi manajemen pembentukan tim
Rekam rumah sakit khusus, rencana
Medis - Keterlibatan pasien strategi, pelatihan,
Elektronik. - Alur kerja dan kurangnya
Indonesia - Kebijakan atau SPO anggaran untuk
3. Tata kelola dan kepemimpinan implementasi
- Komitmen pemimpin, rekam medis
- Tim khusus perencanaan RME elektronik.
- Rencana strategi
- Akuntabilitas atau peran dan
tanggung jawab khusus RME
- Manajemen vendor,
4. Infrastruktur
- Infrastruktur TI
- Manajemen TI
- Keuangan dan anggaran
10. (Pratama & Untuk Mixed methods, - Sumber daya 1. Sumber daya manusia Rumah sakit
Darnoto, melakukan studi kasus manusia - Pengetahuan terkait RME, tersebut dinyatakan
2017), A analisis strategi dengan - Budaya kerja - Kemampuan staf TI cukup siap untuk
nalisis pengembangan wawancara organisasi - Keterlibatan seluruh staf dalam menerapkan sistem
Strategi rekam medis mendalam dan - Tata kelola proses implementasi rekam medis
Pengemban elektronik menyebarkan dan - Keterampilan menggunakan elektronik dimana
gan Rekam Dengan cara kuesioner pada 40 kepemimpina komputer area kesiapan
Medis menganalisis orang pengambil n - Pelatihan, sumber daya
Elektronik kesiapan RME keputusan - Infrastruktur 2. Budaya kerja organisasi manusia memiliki
di Instalasi dan analisis nilai yang paling
Universitas Indonesia
Rawat Jalan strategi SWOT - Sistem informasi manajemen baik. Dan analisis
RSUD Kota pada rumah rumah sakit strategi SWOT
Yogyakarta. sakit umum - Keterlibatan pasien berada pada
Indonesia daerah di - Alur kerja kuadran II
Indonesia - Kebijakan atau SPO menyatakan
- Budaya atau persepsi terkait organisasi yang
RME kuat namun
3. Tata kelola dan kepemimpinan menghadapi
- Komitmen pemimpin, ancaman, sehingga
- Tim khusus perencanaan RME disarankan untuk
- Akuntabilitas atau peran dan segera membuat
tanggung jawab khusus RME rencana strategi
- Rencana strategi dalam penerapan
4. Infrastruktur RME
- Infrastruktur TI
- Manajemen TI
- Keuangan dan anggaran
Universitas Indonesia
Lampiran 3 Uji Plagiarisme
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia