Anda di halaman 1dari 131

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR PENILAIAN KESIAPAN IMPLEMENTASI REKAM


MEDIS ELEKTRONIK PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA:
STUDI LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

DHIA TICHA PERTIWI


1606833596

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
DEPOK
JULI 2020
UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR PENILAIAN KESIAPAN IMPLEMENTASI REKAM


MEDIS ELEKTRONIK PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA:
STUDI LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

DHIA TICHA PERTIWI


1606833596

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
DEPOK
JULI 2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dhia Ticha Pertiwi


NPM : 1606833596

Tanda Tangan :

Tanggal : 24 Juli 2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor Penilaian Kesiapan
Implementasi Rekam Medis Elektronik pada Rumah Sakit di Indonesia: Studi Literature
Review”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Manajemen Rumah Sakit di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa berkat
dukungan, bimbingan, doa, dan masukan dari berbagai pihak, penulis mampu menyusun
dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak yang telah berkontribusi, diantaranya:
1. drg. Masyitoh, MARS, selaku pembimbing skripsi penulis, meskipun dalam kondisi
pandemi ini beliau selalu sabar dan ikhlas dalam memberikan waktu, bimbingan,
ilmu, masukan, saran, dan dukungan yang penuh kepada penulis untuk menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak.
2. Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS selaku dosen penguji penulis yang telah
meluangkan waktunya untuk menguji, memberi masukan serta saran dalam penulisan
skripsi ini
3. dr. Agus Mutamakin, MSc selaku penguji luar penulis, yang telah meluangkan waktu
untuk menguji, memberi saran dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Mama dan Bapak sebagai orang yang paling berharga dalam hidup penulis yang selalu
memberi dukungan, semangat, doa yang tidak pernah putus untuk penulis sejak lahir
hingga detik ini. Terima kasih untuk segalanya.
5. Teman-teman HEHEHE: Andini, Koy, Nadaa, Rara dan Reri yang selalu ada, saling
menyemangati, selalu bersedia dijadikan sebagai tempat bercerita, teman untuk segala
hal, saling berbagi dan menolong dari masa SMA hingga kuliah ini, terimakasih telah
membersamai penulis.
6. Untuk teman-teman kuliah, teman seperjuangan peminatan MRS, teman seper
bimbingan Ibu Titoh, teman Angkatan Gelora FKM UI 2016: Dian, Sapi, Sopi,

v
Rizkah, dan lainnya, terimakasih telah mengisi kehidupan kuliah yang penuh cerita
ini.
7. Untuk EXO sebagai penghibur, sumber kebahagiaan dan pemberi semangat secara
tidak langsung kepada penulis.
8. Seluruh pihak telah membantu penulis dalam bentuk materi dan moril yang tidak bisa
disebutkan satu persatu

Akhir kata, saya harap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan seluruh pihak
yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu dan orang lain.

Depok, Juli 2020

Penulis

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Dhia Ticha Pertiwi


NPM : 1606833596
Program Studi : S1 Reguler Kesehatan Masyarakat
Departemen : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Faktor Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik pada Rumah Sakit di
Indonesia: Studi Literature Review

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 24 Juli 2020
Yang menyatakan

( Dhia Ticha Pertiwi )

vii
ABSTRAK

Nama : Dhia Ticha Pertiwi


Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul : Faktor Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik pada
Rumah Sakit di Indonesia: Studi Literature Review
Pembimbing : drg. Masyitoh, MARS

Penerapan teknologi pada bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan mutu,


efisiensi dan efektivitas biaya. Rekam medis elektronik merupakan data medis pasien
yang diproses secara digital dalam sistem manajemen rumah sakit yang juga bertujuan
untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Pemanfaatan rekam medis elektronik
rumah sakit di Indonesia baru mulai berkembang dan belum optimal. Perlu dilakukan
penilaian kesiapan sebagai kegiatan pra-implementasi untuk menggambarkan kondisi
organisasi rumah sakit saat ini demi mencapai keberhasilan implementasi suatu program.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor beserta indikator dalam penilaian
kesiapan implementasi rekam medis elektronik pada rumah sakit di Indonesia. Penelitian
ini menggunakan metode literature review terhadap studi yang berlatar tempat negara
berkembang dengan basis data PubMed, ProQuest, Google Scholar, Sinta Indonesia, dan
Garuda. Hasil penelitian berdasarkan 10 studi terinklusi, ditemukan terdapat 4 faktor,
yaitu budaya organisasi (budaya, keterlibatan seluruh pihak, pengembangan rencana),
manajemen dan kepemimpinan (tim eksekutif, finansial, rencana strategis, peningkatan
mutu dan pelayanan), kesiapan operasional (desain alur kerja, integrasi sistem, kebijakan,
manajemen vendor, kebutuhan staf, pelatihan) dan kesiapan teknis (penggunaan sistem
saat ini, penilaian kebutuhan teknis, manajemen dan staf teknologi informasi). Sebaiknya,
rumah sakit perlu melakukan penilaian kesiapan dengan menggunakan instrumen yang
telah dibuat dalam penelitian ini.

Kata kunci:
penilaian kesiapan; rekam medis elektronik; teknologi informasi kesehatan

viii
ABSTRACT

Name : Dhia Ticha Pertiwi


Study Program : Public Health
Title : Electronic Medical Record Readiness Assessment Factors for
Hospital in Indonesia: A Literature Review
Counsellor : drg. Masyitoh, MARS

The application of technology in the health sector is to improve quality, efficiency, and
cost-effectiveness. Electronic medical records is a patient data that require digital in
hospital management systems are needed to improve quality and patient safety.
Publishing electronic medical records in Indonesia is just beginning to be developed and
not optimal. It is necessary to discuss the pre-implementation process or readiness
assessment that aims to evaluate the preparedness of the organization component to
achieve the successful implementation of the program. This study aimed to prove the
factors and indicators that comply with a readiness assessment for electronic medical
records in Indonesian hospitals. This study uses a literature review method with PubMed,
ProQuest, Google Scholar, Sinta Indonesia, and Garuda databases. The results based on
10 pieces of research, found 4 factors, such as organizational culture (culture, the
involvement of all parties, project plan development), management and leadership
(executive teams, finance, strategic plans, quality improvement and care management,),
operational readiness (workflow design, integration system, policy, vendor management,
staff needs, training), and technical readiness (use of existing technology, technical needs
assessment, management and staff of information technology). The researcher
recommended for the hospital to do the readiness assessment by using the instruments
that have been made in this study.

Key words:
electronic medical record; health information technology; readiness assessment.

ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................................................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 6


2.1 Teknologi di Bidang Kesehatan ........................................................................... 6
2.2 Rekam Medis Elektronik ..................................................................................... 7
2.2.1 Pengertian Rekam Medis Elektronik........................................................... 7
2.2.2 Manfaat Rekam Medis Elektronik ............................................................ 10
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Rekam Medis Elektronik .............................. 11
2.2.4 Hambatan dari Rekam Medis Elektronik .................................................. 12
2.2.5 Implementasi Rekam Medis Elektronik .................................................... 13
2.3 Kesiapan Organisasi untuk Suatu Perubahan .................................................... 16
2.4 Penilaian Kesiapan ............................................................................................. 18
2.4.1 Instrumen Penilaian Kesiapan ................................................................... 21

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL ............................ 23


3.1 Kerangka Teori .................................................................................................. 23
3.2 Definisi Operasional .......................................................................................... 25

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 29


4.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 29
4.2 Strategi Pencarian Studi ..................................................................................... 29
4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................................. 30
4.4 Pemilihan Studi .................................................................................................. 31
4.5 Ekstraksi dan Sintesis Data ................................................................................ 31
4.6 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................... 32
x
BAB 5 GAMBARAN UMUM IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK
PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA .................................................................. 33
5.1 Gambaran E-Kesehatan dan Rekam Medis Elektronik di Indonesia ................. 33
5.2 Hambatan dan Tantangan dari Rekam Medis Elektronik di Indonesia ............. 36
5.3 Penelitian terkait Rekam Medis Elektronik di Indonesia................................... 38

BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................... 40


6.1 Dokumentasi Pencarian dan Pemilihan Studi .................................................... 40
6.2 Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 42
6.3 Hasil dan Pembahasan ....................................................................................... 42
6.3.1 Budaya Organisasi..................................................................................... 42
6.3.1.1 Budaya ........................................................................................... 43
6.3.1.2 Keterlibatan Dokter, Staf dan Pasien terhadap Rekam Medis
Elektronik .................................................................................................. 44
6.3.1.3 Prosedur Terkait Interaksi Pasien dengan Rekam Medis Elektronik
................................................................................................................... 46
6.3.1.4 Pengembangan Rencana Rekam Medis Elektronik ....................... 47
6.3.2 Manajemen dan Kepemimpinan................................................................ 48
6.3.2.1 Tim Eksekutif ................................................................................ 48
6.3.2.2 Finansial ......................................................................................... 50
6.3.2.3 Rencana Strategis........................................................................... 51
6.3.2.4 Peningkatan Mutu dan Manajemen Pelayanan Kesehatan ............ 52
6.3.3 Kesiapan Operasional ................................................................................ 53
6.3.3.1 Desain Ulang Alur Kerja ............................................................... 53
6.3.3.2 Integrasi Sistem dalam Pelayanan Kesehatan................................ 55
6.3.3.3 Kebijakan, Prosedur dan Protokol ................................................. 56
6.3.3.4 Manajemen Hubungan dengan Vendor Rekam Medis Elektronik 58
6.3.3.5 Kebutuhan Staf dalam Implementasi Rekam Medis Elektronik .... 59
6.3.3.6 Rencana Program Pelatihan ........................................................... 60
6.3.4 Kesiapan Teknis ........................................................................................ 62
6.3.4.1 Penggunaan Teknologi Saat Ini ..................................................... 63
6.3.4.2 Penilaian Kebutuhan Teknis .......................................................... 64
6.3.4.3 Manajemen Teknologi Informasi .................................................. 65
6.3.4.4 Kebutuhan Staf Teknologi Informasi ............................................ 66
6.3.5 Faktor Kesiapan Lainnya .......................................................................... 67
6.3.6 Kerangka Kerja Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik
............................................................................................................................ 69
6.3.7 Instrumen Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik ... 70

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 89


7.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 89
7.2 Saran .................................................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 91

xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Antara EMR, HER dan PHR ......................................................... 8

Tabel 1.1. Definisi Operasional ...................................................................................... 26

Tabel 6.1. Instrumen Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik untuk
Rumah Sakit di Indonesia ............................................................................ 4

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2. Alur Proses Kerja Rekam Medis Elektronik ............................................. 15

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Kesiapan Organisasi untuk Suatu Perubahan .............. 18

Gambar 2.4. Alur Pelaksanaan Implementasi Sistem Informasi Kesehatan .................. 20

Gambar 2.5. Instrumen Penilaian Kesiapan Budaya Organisasi untuk Implementasi


Rekam Kesehatan Elektronik .................................................................... 23

Gambar 3.1. Kerangka Teori .......................................................................................... 25

Gambar 4.1. Strategi Pemilihan Studi ............................................................................ 32

Gambar 6.1. Hasil Pemilihan Studi Menggunakan Strategi Pencarian yang Ditentukan42

Gambar 6.2. Contoh Interaksi Pasien dengan Rekam Medis Elektronik Melalui Portal
Pasien ......................................................................................................... 47

Gambar 6.3. Alur Proses Pergantian Resep Obat Sebelum Penerapan Rekam Kesehatan
Elektronik .................................................................................................. 55

Gambar 6.4. Alur Proses Pergantian Resep Obat Pasien Menggunakan Rekam Kesehatan
Elektronik ................................................................................................. 56

Gambar 6.5. Kerangka Kerja Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis di


Indonesia .................................................................................................... 71

xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Pencarian Studi Menggunakan Berbagai Database


Lampiran 2 Tabel Hasil Studi Terinklusi
Lampiran 3 Uji Plagiarisme

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi informasi yang berkembang begitu pesat dapat mempengaruhi
terjadinya perubahan di bidang kesehatan. Penerapan teknologi ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu, keselamatan pasien, efisiensi, dan efektivitas biaya. Jika
dibandingkan dengan sektor atau industri lain, investasi teknologi oleh organisasi
pelayanan kesehatan dinilai masih rendah atau tingkat adopsi teknologi yang masih
lambat. Hal ini terjadi karena rendahnya tingkat kompetisi antar organisasi, resistansi
terhadap perubahan dan sumber pendanaan. Perlu diketahui jika penggunaan teknologi
juga dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, seperti peningkatan biaya, penggunaan
dana yang tidak efisien, prosedur dan kebijakan lama yang tidak digunakan lagi, dan isu
keselamatan pasien (Helms et al., 2008). Contoh permasalahan lain adalah terkait rekam
medis berbasis kertas yang membutuhkan tempat penyimpanan yang luas. Rekam medis
elektronik menjadi solusi untuk penyimpanan data melalui komputer, namun tetap perlu
mempertimbangkan berbagai kekurangan dan hal lainnya (Thimbleby, 2013).
Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46
Tahun 2017 tentang Strategi e-Kesehatan Nasional sebagai langkah awal menanggapi
perkembangan teknologi yang sangat pesat di bidang kesehatan. E-kesehatan adalah
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk pelayanan dan informasi
kesehatan, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan proses kerja yang
efektif dan efisien. Berdasarkan peraturan tersebut, salah satu penerapan dari e-kesehatan
di Indonesia adalah rekam medis elektronik/rekam kesehatan elektronik (RME/RKE).
Sistem rekam medis elektronik merupakan catatan elektronik terkait informasi
kesehatan individu yang dikumpulkan, dibuat, dikelola, dan dikonsultasikan oleh dokter
yang berwenang dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan. (Agency for Healthcare
Research and Quality (AHRQ), n.d.). Terdapat kelebihan dan kelemahan dari penerapan
rekam medis elektronik. Secara umum, terbukti dapat meningkatkan mutu atau kualitas
dan keselamatan pasien dengan menurunkan angka kesalahan dalam proses pengobatan
(medication errors) sebesar 54%, menurunkan kejadian reaksi obat yang tidak
dikehendaki (adverse drug reaction) sebesar 36%, dan meningkatkan kepatuhan terhadap
1
Universitas Indonesia
2

pedoman praktik sebesar 30% (Alotaibi & Federico, 2017). Contoh dampak negatif yang
ditimbulkan dari penerapan rekam medis elektronik adalah kelelahan atau burnout oleh
tenaga medis dikarenakan membutuhkan waktu lebih dalam mendokumentasi hasil
pemeriksaan pasien (Gardner et al., 2019).
Rekam medis elektronik merupakan salah satu cara yang efektif untuk
meningkatkan mutu, keamanan dan efisiensi, namun tingkat upaya adopsi rekam medis
elektronik masih cukup rendah. Lebih dari 50% rekam medis elektronik di dunia belum
dimanfaatkan dengan maksimal (Biruk et al., 2014). Berdasarkan survei yang dilakukan,
ditemukan bahwa implementasi rekam medis elektronik merupakan sebuah masalah atau
isu utama yang menjadi perhatian oleh para pimpinan eksekutif di rumah sakit. Hal ini
berkaitan dengan upaya peningkatan mutu melalui penggunaan teknologi informasi,
manajemen perubahan, privasi, keamanan dan akurasi dari implementasi rekam medis
elektronik (Palvia et al., 2012). Demi keberhasilan implementasi rekam medis elektronik,
maka dibutuhkan suatu upaya nyata dari suatu organisasi. Hal tersebut dapat tercapai
dengan adanya peran yang jelas antara seluruh pihak dan organisasi dalam kegiatan
implementasi, strategi kesiapan, kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan, dan
infrastruktur teknologi yang tepat (Adler, 2007).
Terdapat pendekatan enam tahap yang perlu dilakukan dalam menerapkan rekam
medis elektronik di rumah sakit. Tahap pertama yang cukup signifikan adalah penilaian
kesiapan organisasi saat ini, dengan memperhatikan tujuan, kebutuhan, persepsi terkait
kesiapan perubahan, kesiapan teknis dan kesiapan finansial. Jika memang organisasi
tersebut sudah siap, maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah merancang dan
merencanakan penerapan rekam medis elektronik sedemikian rupa untuk dapat
memenuhi kebutuhan spesifik organisasi. Hingga pada langkah yang terakhir adalah
kegiatan evaluasi dan peningkatan mutu (HealthIT.gov, 2019). Rumah sakit perlu
melakukan penilaian kesiapan rekam medis elektronik sebagai penilaian pra-
implementasi, dengan tujuan untuk memaksimalkan manfaat yang dapat dirasakan dari
penerapannya (Ajami et al., 2011)
Kesiapan e-kesehatan berkaitan dengan keterbukaan organisasi atau institusi
pelayanan kesehatan mengenai keinginannya untuk menerapkan teknologi informasi dan
komunikasi di bidang kesehatan demi mencapai peningkatan mutu dan pelayanan yang
efektif (Ali et al., 2017). Penilaian kesiapan e-kesehatan ataupun rekam medis elektronik

Universitas Indonesia
3

merupakan persyaratan penting yang perlu dilakukan, berkaitan dengan evaluasi sebelum
dilaksanakannya suatu program. Hal tersebut berguna dalam mengidentifikasi berbagai
macam faktor yang mungkin dapat menyebabkan kegagalan, kesulitan dan hambatan dari
implementasi rekam medis elektronik. Dengan kurangnya kesiapan, menunjukkan bahwa
organisasi tersebut belum mampu untuk menjalani perubahan yang terjadi selama
pelaksanaan implementasi program (Ajami et al., 2011).
Penilaian kesiapan dilakukan untuk dapat menggambarkan kondisi sebuah
organisasi saat ini dan mengidentifikasi berbagai faktor yang mungkin berpengaruh pada
kegiatan implementasi. Terdapat dua faktor pendukung dari penilaian kesiapan yaitu
kesiapan individu dan kesiapan organisasi. Keterbatasan dari kesiapan organisasi institusi
pelayanan kesehatan merupakan sebuah masalah yang menghambat kesiapan
implementasi rekam medis elektronik di negara berkembang (Afrizal et al., 2019).
Hambatan terkait kurangnya pelatihan untuk para pengguna, desain sistem yang dinilai
kurang baik, sedikitnya keterlibatan staf atau pengguna dalam perancangan dan
percobaan sistem, dan permasalahan teknis merupakan hambatan dari implementasi
rekam medis elektronik pada negara berkembang di Asia Tenggara (Jumreornvong,
2015).
Upaya adopsi teknologi informasi kesehatan merupakan sebuah tantangan bagi
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan,
ditemukan bahwa terjadi tren penggunaan sistem informasi pada rumah sakit di Indonesia
yang masih terus berkembang. Hal ini ditandai dengan adanya variasi pola adopsi sistem
informasi di rumah sakit dan kecenderungan untuk melakukan pengembangan sistem
informasi ke arah fungsi klinis (Sanjaya et al., 2013). Di Indonesia dikenal dengan adanya
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang melaksanakan fungsi
komunikasi atau penyediaan informasi untuk mendukung pelayanan pasien dan
administrasi di rumah sakit. Rekam medis elektronik merupakan salah satu bagian dari
penerapan SIMRS pada fungsi klinis yang bertujuan untuk mendukung kualitas
pelayanan kesehatan (Hariana et al., 2013). Ditemukan beberapa permasalahan
penggunaan SIMRS, seperti data yang tidak akurat, duplikasi data, dan staf yang tidak
mampu mengaplikasikan sistem sehingga terjadi kesalahan dalam pemberian layanan.
Upaya optimalisasi pelaksanaan sistem juga diperlukan dalam hal ini (Wahyuni & Maita,
2015).

Universitas Indonesia
4

Berdasarkan hasil dari penelitian mengenai analisis kesiapan rumah sakit


Indonesia untuk implementasi rekam medis elektronik, ditemukan bahwa tingkat
kesiapan rumah sakit masih pada tahap cukup siap. Diperlukan upaya perbaikan pada
beberapa sektor seperti pengembangan visi, kebutuhan tenaga ahli sistem informasi
manajemen dan komputer, serta kegiatan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan staf. (Sudirahayu & Harjoko, 2016). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
tertarik untuk membahas mengenai faktor penilaian kesiapan apa saja yang diperlukan
dalam upaya implementasi sebuah sistem beserta instrumen yang tepat untuk mengetahui
tingkat kesiapan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, diketahui bahwa rekam medis elektronik
merupakan sebuah isu terkait perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di
bidang kesehatan yang mulai diperhatikan di Indonesia. Rendahnya penerapan rekam
medis elektronik disebabkan oleh tantangan yang disertainya dan kurangnya kegiatan pra-
implementasi yaitu penilaian kesiapan. Dalam hal ini, tujuan dari dilakukannya penilaian
kesiapan adalah untuk mendukung optimalisasi pelaksanaan rekam medis elektronik
(Biruk et al., 2014). Belum banyak studi yang membahas mengenai faktor penilaian
kesiapan untuk penerapan sebuah sistem di rumah sakit khususnya di Indonesia. Oleh
karena itu, penelitian ini ingin mengetahui berbagai faktor dan indikator penilaian
kesiapan dalam implementasi rekam medis elektronik di rumah sakit untuk dapat
mendukung pelayanan kesehatan yang optimal.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Pertanyaan dari penelitian ini adalah: “Apa saja faktor beserta indikator dalam
penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik pada rumah sakit di Indonesia?”

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan berbagai
faktor dan indikator dalam penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik pada
rumah sakit di Indonesia.

Universitas Indonesia
5

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian terkait faktor penilaian kesiapan implementasi rekam
medis elektronik pada rumah sakit di Indonesia adalah:
1. Untuk menerapkan ilmu yang telah didapat dalam bentuk penelitian dan analisis.
Khususnya pengetahuan terkait pentingnya mengetahui faktor penilaian kesiapan dan
melakukan penilaian kesiapan untuk dapat memaksimalkan penerapan suatu sistem
atau teknologi di rumah sakit.
2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan faktor penilaian kesiapan dalam penerapan rekam
medis elektronik pada rumah sakit di Indonesia.
3. Salah satu hasil dari penelitian ini adalah instrumen atau formulir skoring yang dapat
digunakan oleh rumah sakit untuk mengetahui tingkat kesiapan organisasi rumah sakit
sebelum implementasi rekam medis elektronik dilakukan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai faktor dan indikator
penilaian kesiapan yang tepat untuk mengimplementasi rekam medis elektronik.
Penelitian ini menggunakan metode literature review yang dilakukan pada bulan April
hingga Juli 2020. Kegiatan literature review dilaksanakan dengan menggunakan data
sekunder berupa studi atau jurnal penelitian sebelumnya. Studi tersebut bersumber dari
internet dengan kanal jurnal PubMed, ProQuest, Google Scholar, Sinta Indonesia, dan
Garuda

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi di Bidang Kesehatan


Menurut World Health Organization (2007), teknologi di bidang kesehatan
merupakan upaya penerapan ilmu dan keterampilan dalam bentuk sebuah perangkat atau
alat, vaksin, obat-obatan, prosedur dan sistem yang dikembangkan dengan tujuan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. Kemudian,
teknologi informasi kesehatan adalah suatu teknologi yang melibatkan pertukaran
informasi kesehatan yang berupa elektronik untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
mencapai efektivitas biaya. Berbagai jenis dari teknologi informasi kesehatan diantaranya
adalah rekam kesehatan elektronik, rekam medis elektronik, rekam kesehatan personal,
telemedicine, computerized provider order entry (CPOE), sistem peresepan elektronik,
dan lainnya. Teknologi informasi kesehatan ini dapat mendukung dan menunjang
kegiatan di fasilitas pelayanan kesehatan berupa (Agency for Healthcare Research and
Quality (AHRQ), 2019):
a. Kelengkapan dan akurasi informasi atau data kesehatan pasien agar dapat
memberikan pelayanan terbaik yang sesuai
b. Pemberian layanan kesehatan yang terkoordinasi dengan baik
c. Memberi informasi untuk mendiagnosis masalah kesehatan pasien dengan cepat,
mengurangi kesalahan medis, dan efektifitas biaya perawatan
d. Sebagai salah satu cara yang cukup aman untuk memberi informasi kepada pasien
dan keluarganya melalui internet. Dengan ini, terjadi keterlibatan pasien dalam
pengambilan keputusan medis atau kesehatannya.
Definisi lain dari teknologi kesehatan yaitu segala jenis intervensi pada bidang
kesehatan baik itu dalam bentuk obat, bahan biologis, prosedur medis atau bedah, sistem
penunjang, sistem organisasi dan manajerial. Di Indonesia teknologi kesehatan
diklasifikasi menjadi tiga bagian, yaitu (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan,
2017):
1. Berdasarkan jenis teknologi:
a. Obat, seperti aspirin, antibiotik
b. Alat, seperti pacu jantung, uji diagnostik
6
Universitas Indonesia
7

c. Zat biologis, seperti vaksin, terapi sel


d. Tata laksana medis dan bedah, seperti apendektomi
e. Sistem penunjang, seperti sistem rekam medis elektronik, sistem telemedicine,
bank darah, formularium obat
f. Sistem organisasi dan manajerial, seperti diagnostic related group (DRG), sistem
asuransi
2. Berdasarkan tujuan dan kegunaan:
a. Promotif, kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan kesehatan dan anjuran
hidup sehat
b. Preventif, untuk mengurangi risiko, mencegah, dan membatasi gejala penyakit
c. Skrining, prosedur deteksi dini penyakit
d. Diagnostik, proses penentuan penyakit berdasarkan kondisi pasien berdasarkan
gejala atau tanda klinisnya
e. Kuratif, kegiatan menyembuhkan, mengurangi penderitaan dan mengendalikan
penyakit
f. Rehabilitatif, kegiatan mengembalikan, mempertahankan, dan meningkatkan
kondisi pasien untuk dapat kembali berfungsi
g. Perawatan paliatif, atau kegiatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien beserta
keluarganya dari kondisi yang mengancam jiwa
3. Berdasarkan maturitas dan penyebaran (yaitu teknologi mendatang, dalam tahapan
eksperimental, dalam tahapan evaluasi, telah terbukti dan kuno/tertinggal).

2.2 Rekam Medis Elektronik


Berikut merupakan penjelasan mengenai definisi, manfaat, kelebihan dan
kekurangan, hambatan, dan implementasi dari rekam medis elektronik

2.2.1 Pengertian Rekam Medis Elektronik


Menurut Handiwidjojo, (2009) rekam medis elektronik diartikan sebagai
penggunaan perangkat teknologi informasi dalam rekam medis pasien yang dilakukan
pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, dan dapat diakses di rumah sakit dalam suatu
sistem manajemen basis data medis. Rekam medis elektronik merupakan perangkat lunak
yang memuat data medis dapat diproses, digunakan dan dikomunikasikan secara digital.
Dengan kata lain, dapat digunakan untuk mengakses, memproses, manajemen dan

Universitas Indonesia
8

menampilkan informasi medis pasien untuk dokter, staf administrasi, dan pengguna
lainnya (Al-nassar et al., 2009). Dalam dunia kesehatan terdapat tiga macam rekam
kesehatan pasien yang digunakan secara digital yaitu Electronic Health Record (EHR)
atau rekam kesehatan elektronik, Electronic Medical Record (EMR) atau rekam medis
elektronik dan Personalized Health Record (PHR) atau rekam kesehatan personal,
dengan penjelasan sebagai berikut (Afrizal et al., 2019):

Tabel 2.1 Perbedaan antara EMR, EHR dan PHR

Indikator EMR EHR PHR


Konten Informasi medis Informasi medis Informasi medis
berasal dari dokter berasal dari banyak berasal dari banyak
internal dokter dan dokter dan
laboratorium laboratorium
Aksesibilitas Akses terbatas Interoperabilitas Dapat dikelola secara
(organisasi secara (antar organisasi) pribadi (antar
internal) organisasi)
Sumber data Dokter yang dari Dokter atau analis Dokter atau analis
salah satu fasilitas dari berbagai dan dari berbagai dan
pelayanan antar organisasi atau antar organisasi atau
kesehatan fasilitas pelayanan fasilitas pelayanan
kesehatan kesehatan
Fungsi Rekam medis Pertukaran informasi Informasi medis
internal organisasi antar organisasi atau pribadi
fasilitas pelayanan
kesehatan

Sumber: (Afrizal et al., 2019)


Untuk mencapai rekam medis pasien yang paling ideal di sebuah negara, rekam
kesehatan elektronik merupakan jawabannya. Namun terdapat beberapa tingkatan yang
perlu dilewati sebelum penerapan rekam kesehatan elektronik yang ideal tersebut. Hal
mendasar yang pertama adalah Automated Medical Record (AMR) sebagai kombinasi
antara rekam medis berbasis kertas dan pemindaian (scan) berkas rekam medis pasien

Universitas Indonesia
9

yang terkomputerisasi. Tingkatan yang kedua adalah Computerized Medical Record


(CMR) sebagai keseluruhan pemindaian berkas rekam medis. Baik AMR dan CMR,
keduanya bukanlah bagian dari sistem informasi yang terintegrasi. Tingkatan yang ketiga
adalah Electronic Medical Record (EMR) atau rekam medis elektronik yaitu pertukaran
informasi sebagai bagian dari sistem informasi terintegrasi yang dapat diterapkan di
rumah sakit. Tingkatan yang keempat adalah Electronic Patient Record (EPR) yang
serupa dengan EMR namun informasi pasien dapat disebarkan ke beberapa fasilitas
pelayanan kesehatan. dan tingkatan yang terakhir adalah Electronic Health Record (EHR)
atau rekam kesehatan elektronik yang serupa dengan EPR namun dengan cakupan yang
lebih luas dan paling ideal (Garavand et al., 2016).

Gambar 2.1 Tingkatan dalam Rekam Kesehatan Secara Elektronik

Sumber: (Garavand et al., 2016)


Rekam medis elektronik adalah data dan laporan medis secara elektronik yang
berisikan tentang kondisi, laporan pemeriksaan, gambar dan video perawatan medis
pasien. Rekam medis elektronik dapat mencakup banyak informasi seperti nama lengkap,
alamat lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, penanggung jawab pasien dalam keadaan
darurat, asuransi, perincian tentang riwayat obat, alergi, laboratorium, hasil tes, riwayat
imunisasi, bedah medis, rawat inap dan dokumentasi penilaian perkembangan pasien,
tanda-tanda vital, rencana perawatan, pendidikan dan penelitian yang dapat diakses dari
berbagai situs di rumah sakit namun tetap berada di bawah perlindungan keamanan,

Universitas Indonesia
10

privasi pasien dan kerahasiaan (Ariffin et al., 2018). Rekam medis elektronik ini dapat
mengintegrasikan sistem komputer yang berfokus pada pasien di sebuah rumah sakit.
Berikut merupakan karakteristik dari rekam medis elektronik (Chang et al., 2012):
a. Rekam medis elektronik menggabungkan sistem komputer dari berbagai departemen,
fungsi, dan/atau sistem yang ada di rumah sakit, diantaranya rawat jalan, rawat inap,
sistem ICU, sistem informasi keperawatan, sistem informasi farmasi, dan lainnya.
b. Rekam medis elektronik juga dapat mendukung berbagai kegiatan yang ada di rumah
sakit, misalnya untuk diagnosis klinis, pendidikan dan penelitian, dan manajemen.
c. Rekam medis elektronik dapat menyimpan data dari berbagai format atau bentuk,
misalnya dalam bentuk narasi atau statistik, grafik (contohnya footnotes yang ditulis
tangan oleh dokter), gambar (foto rontgen), video (video endoskopi dan operasi), dan
audio (laporan lisan dokter dan suara detak jantung).
d. Rekam medis elektronik memerlukan standar dokumentasi medis dan pedoman
pelayanan medis untuk mendukung para penggunanya (dokter, perawat, petugas
farmasi, dan lainnya) dalam memasukkan data ke dalam rekam medis elektronik.
Pedoman pelayanan medis sangat diperlukan untuk membantu pengambilan
keputusan yang sesuai dengan standar tertentu demi meningkatkan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien.

2.2.2 Manfaat Rekam Medis Elektronik


Manfaat yang dapat didapat dengan menerapkan rekam medis elektronik adalah
dapat mengurangi kesalahan atau errors yang seharusnya dapat dicegah, meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien, meningkatkan komunikasi antara pengguna, penyedia dan
fasilitas pelayanan kesehatan, dan mengendalikan biaya perawatan medis. Rekam medis
elektronik dapat menyimpan informasi pasien secara keseluruhan baik itu klinis dan
administrasi. Sehingga dapat mengurangi kesalahan administrasi misalnya melakukan
validasi obat-obatan dengan identitas pasien dengan tepat (Giaedi, 2007). Berdasarkan
Handiwidjojo (2009), manfaat yang dirasakan dalam penerapan rekam medis elektronik
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Manfaat umum, yaitu dengan meningkatnya kinerja manajemen dan profesionalisme
di rumah sakit. Menurut Al-nassar, et al (2009) manfaat lain yang dirasakan adalah

Universitas Indonesia
11

meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien serta sistem pencatatan medis
yang membaik.
b. Manfaat operasional, dalam pelaksanaannya maka berpengaruh pada kecepatan
dalam proses administrasi, akurasi data membaik, memudahkan dalam kegiatan
pelaporan, sehingga penyelenggaraan rekam medis secara keseluruhan menjadi
efisien.
c. Manfaat organisasi, dengan terciptanya budaya kerja yang lebih disiplin karena
terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dan
koordinasi antar unit yang meningkat. Sehingga dalam jangka panjang akan dirasakan
penghematan biaya.

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Rekam Medis Elektronik


Dalam melakukan implementasi rekam medis elektronik sudah pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan, berikut beberapa kelebihan yang ada (Noraziani et al., 2013):
a. Mengurangi kemungkinan hilangnya rekam medis, karena disimpan ke dalam server
b. Sistem dokumentasi yang lebih akurat dibandingkan dengan rekam medis kertas yang
memungkinkan terjadi salah paham atas pencatatan yang ditulis secara manual
c. Sistem pencatatan data klinis pasien yang sangat lengkap dan dapat diakses oleh pihak
yang berwenang dengan mudah (alpert, 2019). Sehingga komunikasi antar provider
juga meningkat.
d. Mengurangi biaya dalam jangka panjang dan mengurangi tempat kerja yang tidak
efisien. Dibandingkan dengan rekam medis kerta yang membutuhkan begitu banyak
kertas, ruangan khusus penyimpanan berkas, dan banyaknya petugas rekam medis,
Terdapat pula kekurangan yang ditimbulkannya, yaitu (Noraziani et al., 2013):
a. Membutuhkan biaya yang tinggi dalam proses awal implementasi
b. Kemungkinan terjadinya medical error pada awal implementasi
c. Membutuhkan pelatihan yang komprehensif untuk seluruh pihak yang terlibat
d. Tidak adanya standar dalam sistem dokumentasi
e. Variasi dari perangkat lunak yang bergantung pada vendor
f. Rentan terhadap berbagai ancaman, secara internal dipengaruhi oleh perilaku
penggunanya terhadap rekam medis elektronik seperti lalai, tidak peduli, ingin tahu,

Universitas Indonesia
12

dan berbagi kata sandi antar pengguna. Secara eksternal ancaman yang mungkin
dihadapi adalah peretas/hackers, virus pada infrastruktur teknologi dan penyusup.
g. Dari sudut pandang dokter, rekam medis elektronik membuat waktu kerja yang
dilakukan menjadi bertambah dibandingkan dengan rekam medis manual. Sehingga
menimbulkan bertambahnya beban kerja, ketidakpuasan dokter sebagai pengguna dan
kelelahan atau burnout. (Alpert, 2019)
h. Di Indonesia payung hukum atau peraturan khusus mengenai rekam medis elektronik
ini masih belum jelas. Sehingga permasalahan terkait kerahasiaan, keamanan data,
dan kekuatan pembuktian dari segi hukum masih belum terjamin (Samandari et al.,
2016)

2.2.4 Hambatan dari Rekam Medis Elektronik


Terdapat beberapa hambatan yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat
penerapan dan mempengaruhi pelaksanaan implementasi rekam medis elektronik secara
umum di rumah sakit, diantaranya (Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ), n.d.):
a. Membutuhkan modal besar yang besar dan laba atas investasi yang mungkin tidak
mencukupi
b. Kemampuan organisasi dan manajemen perubahan yang dianggap belum siap
c. Tidak mampu mendesain ulang alur proses bisnis yang terintegrasi dengan sistem
teknologi
d. Kekhawatiran terhadap risiko dari teknologi yang akan digunakan
e. Kekhawatiran terhadap sistem yang tidak dapat digunakan secara maksimal
f. Kurangnya sumber daya yang terampil untuk mendukung dan implementasi sistem
tersebut
Hambatan yang dirasakan dalam implementasi rekam medis elektronik khusus
bagi negara berkembang, antara lain (Ariffin et al., 2018):
a. Interoperabilitas, atau kemampuan bertukar informasi dari berbagai jenis data,
komputer, dan aplikasi. Hal ini membutuhkan integrasi yang sangat baik antar unit
atau departemen yang ada. Sehingga, perlu untuk mengubah bentuk rekam medis
manual menjadi digital, yang membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Universitas Indonesia
13

b. Privasi dan kerahasiaan, permasalahan terkait etik dari rekam medis elektronik
mengenai data pasien yang perlu dijaga kerahasiaannya.
c. Hambatan sosial dan organisasi, bagaimana perilaku dokter dalam mengadopsi rekam
medis elektronik yang mempengaruhi produktivitas dan pelayanan kesehatan. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah alur proses kerja yang sesuai, bagaimana
menciptakan lingkungan komunikasi yang baik melalui rekam medis elektronik,
kebutuhan akan pelatihan staf, dan umpan balik dari pelaksanaan kegiatan.
d. Keterbatasan teknologi, kebutuhan akan perangkat lunak dan jaringan yang mampu
mendukung pelaksanaan, serta upaya antisipasi jika sistem rusak.
e. Menjaga catatan atau data elektronik, seluruh informasi pasien yang tersimpan harus
dijaga keamanan dan keutuhannya dalam rekam medis elektronik.
f. Status legalitas dari rekam medis elektronik, karena isi dari rekam medis ini
merupakan kepemilikan pasien yang perlu dijaga dan memiliki hukum yang jelas.
Namun di Indonesia dan negara berkembang lainnya masih belum tersedia peraturan
khusus yang mengaturnya.
g. Kustomisasi sistem yang bergantung pada vendor, namun harus tetap disesuaikan
dengan keadaan rumah sakit

2.2.5 Implementasi Rekam Medis Elektronik


Sistem rekam medis elektronik secara holistik mengintegrasikan berbagai
komponen dasar di rumah sakit seperti pengembangan alur bisnis proses, manajemen
rekam kesehatan, kolaborasi dan inovasi, tata kelola dan partisipasi para pengguna
(Nicholas, 2018). Diketahui bahwa peran rekam medis elektronik cukup besar dalam
merubah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Sehingga membutuhkan
beberapa hal atau komponen yang mampu mendukung implementasinya agar dapat
menjaga mutu, keselamatan pasien, dan efisiensi pelayanan, diantaranya (Noraziani et al.,
2013):
a. Dokter yang memiliki akses terhadap informasi pasien (diagnosis, hasil laboratorium,
obat-obatan, dan lainnya)
b. Akses terhadap hasil perawatan pasien yang terdahulu hingga terkini untuk
memberikan layanan yang terintegrasi

Universitas Indonesia
14

c. Computerized provider order entry atau sistem pencatatan perintah/order medikasi


berbasis teknologi komputer
d. Decision Support Tool atau sistem pendukung keputusan yang terkomputerisasi untuk
mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki
e. Komunikasi melalui media elektronik yang aman bagi penyedia dan pasien
f. Akses pasien terhadap rekam medis atau patient portal sebagai aplikasi online yang
menghubungkan pasien dengan dokter dan fasilitas layanan kesehatannya
g. Proses administrasi yang terkomputerisasi
h. Standar penyimpanan dan pelaporan data elektronik demi keselamatan pasien dan
sebagai upaya surveilans penyakit.
Dalam penyelenggaraannya, tidak ada standar yang secara khusus mengatur
tentang alur proses kerja rekam medis elektronik. Hal ini dikarenakan perbedaan
karakteristik yang dimiliki setiap organisasi atau rumah sakit. Berikut ini merupakan
beberapa fungsi yang menunjang alur proses kerja rekam medis (Al-nassar et al., 2009):
a. Medical history, diartikan sebagai catatan pasien secara detail sejak lahir atau sejak
mendatangi rumah sakit, dengan memuat obat-obatan, riwayat operasi, pengobatan
dan penyakit yang diderita oleh pasien dan dilihat dari tahun ke tahun.
b. Medical encounter, diartikan sebagai segala keluhan, penilaian, rencana (diagnosis
dan pengobatan), riwayat dari penyakit, dan catatan tertentu tentang pasien yang
dibuat oleh praktisi kesehatan terkait.
c. Radiology, yang membolehkan dokter untuk memesan dan mendapatkan hasil CT
scan, gambar rontgen, dan lainnya yang dimiliki pasien dengan mudah dan cepat
d. Laboratories, yang membolehkan pengguna rekam medis elektronik untuk memesan
dan mendapatkan hasil tes darah, tes urine dan tes kotoran pasien.
e. Booking in the wards, yang membolehkan dokter memesan ruangan untuk pasien
pada kasus gawat darurat
f. Billing information, melalui rekam medis elektronik, penggunanya dapat mengakses
informasi terkait penagihan yang harus dibayar oleh pasien
g. Pharmacy, dengan adanya resep obat secara elektronik untuk mengurangi medical
errors
h. Demographics, dengan memuat data non klinis pasien (alamat, nomor, asuransi, dll).

Universitas Indonesia
15

Berikut ini merupakan contoh gambaran proses alur proses kerja rekam medis
elektronik yang memiliki beberapa fungsi untuk menunjang pelayanan di rumah sakit
(Al-nassar et al., 2009).

Gambar 2.2 Alur Proses Kerja Rekam Medis Elektronik

Sumber: (Al-nassar et al., 2009)

Universitas Indonesia
16

Keberhasilan perubahan atau peralihan sistem rekam medis dari yang berbasis
kertas menuju elektronik di rumah sakit membutuhkan supervisi dan koordinasi dari
berbagai aspek. Segala keputusan besar perlu dibuat dari proses perencanaan,
implementasi hingga pemeliharaan dan peningkatan. Pada masa peralihan ini akan terjadi
banyak perubahan yang perlu diantisipasi oleh seluruh pihak, seperti proses
penyelenggaraan rekam medis, alat yang digunakan, pelatihan, dan peran yang berubah
dari setiap tenaga kesehatan dalam implementasi rekam medis elektronik. Evaluasi alur
proses kerja klinis yang sesuai dan perencanaan yang matang juga mempengaruhi
keberhasilan implementasi (Ariffin et al., 2018)

2.3 Kesiapan Organisasi untuk Suatu Perubahan


Kesiapan dapat didefinisikan sebagai tingkatan sejauh mana individu atau
keseluruhan organisasi yang termotivasi dan secara teknis mampu melaksanakan
perubahan (Holt et al., 2008). Dalam merencanakan sebuah proyek, suatu organisasi perlu
mempersiapkan berbagai aspek yang dapat dilihat dari kesiapan organisasi, kesiapan
manajemen, dan kesiapan operasional. Kesiapan organisasi diartikan sebagai upaya
memastikan pencapaian tujuan tiap tingkatan manajemen sudah sesuai dengan misi
perusahaan. Kesiapan manajemen diartikan sebagai hal yang berfokus pada komunikasi
dan koordinasi yang dilakukan stakeholder atau manajer yang dapat mempengaruhi
keberhasilan proyek. Kesiapan operasional merupakan kemampuan seluruh sumber daya
yang dapat menunjang keberhasilan proyek, seperti alokasi anggaran, tersedianya
pegawai yang terampil dan terlatih, dan lainnya. (Loshin, 2013)
Kesiapan organisasi untuk suatu perubahan memiliki konsep yang bertingkat dan
beragam. Bertingkat dapat dilihat dari tingkat individu dan tingkat tim, departemen, atau
organisasi itu sendiri. Beragam dilihat dari seluruh anggota organisasi yang bertekad dan
yakin akan kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan perubahan. Proses yang
dialami rumah sakit dalam mengubah sistem rekam medis menjadi berbasis elektronik ini
membutuhkan kesiapan organisasi untuk perubahan yang dilihat dari tingkat tim atau
organisasi. Hal ini membutuhkan upaya kolektif dan terkoordinasi dengan baik dari
seluruh anggota organisasi. Dengan berfokus pada kesiapan di tingkat organisasi, maka
dapat mempengaruhi peningkatan pemberian layanan kesehatan melalui perancangan

Universitas Indonesia
17

ulang sistem seperti alur kerja, pengambilan keputusan, kebutuhan kepegawaian, dan
komunikasi (Weiner, 2009).
Terdapat salah satu contoh kerangka konsep yang membahas mengenai kesiapan
organisasi pelayanan kesehatan untuk suatu perubahan secara umum. Kerangka konsep
ini dibagi menjadi 3 pilar utama yaitu faktor psikologis, struktural, dan tingkat analisisnya
(organisasi dan individu) yang saling berhubungan untuk menilai kesiapan organisasi
tersebut, diantaranya (Holt et al., 2008; Timmings et al., 2016):
a. Individu secara psikologis, sebagai faktor yang merefleksikan sejauh mana individu
di dalam organisasi memiliki keyakinan untuk perubahan, menyadari bahwa terjadi
suatu masalah yang perlu diatasi, dan dapat menerima perubahan yang dilakukan.
b. Individu secara struktural, berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan individu ketika perubahan tersebut telah dilaksanakan.
c. Organisasi secara psikologis, berhubungan dengan keyakinan, dan komitmen kolektif
anggota organisasi
d. Organisasi secara struktural, terkait sumber daya manusia dan ekonomi, alur
komunikasi dan kebijakan formal yang mendukung organisasi untuk perubahan

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Kesiapan Organisasi untuk Suatu Perubahan

Sumber: (Timmings et al., 2016)


Kerangka kerja kesiapan organisasi diatas juga dapat diterapkan di fasilitas
pelayanan kesehatan seperti kesiapan implementasi rekam medis elektronik. Pada negara
berkembang, permasalahan yang dapat menghambat kesiapan organisasi untuk

Universitas Indonesia
18

implementasi rekam medis elektronik umumnya terdapat pada sektor organisasi, seperti
manajemen yang kurang mendukung, kurangnya kerjasama tim, dan rencana strategis
yang kurang baik. Lain hal dengan negara maju yang umumnya hambatan terjadi pada
sektor individu seperti pengguna yang tidak terbiasa dengan sistem yang baru (Afrizal et
al., 2019).

2.4 Penilaian Kesiapan


Kesiapan didefinisikan sebagai praktik atau karakteristik yang dapat membantu
organisasi dalam menyediakan informasi terkait kemampuan yang dimiliki dan
menghilangkan faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan suatu perubahan
(Weiner, 2009). Mengukur kesiapan merupakan kegiatan menganalisis secara sistematis
kemampuan organisasi untuk melakukan perubahan. Maka dari itu perlu dilakukan
kegiatan penilaian kesiapan yang ditujukan untuk mengidentifikasi potensi tantangan
yang mungkin timbul ketika menerapkan prosedur, struktur, dan proses yang baru dalam
konteks keadaan organisasi saat ini (Health Resources and Services Administration,
2011). Penilaian kesiapan merupakan suatu kegiatan rencana operasional yang dapat
memberikan gambaran mengenai kondisi yang ada saat ini demi mencapai keberhasilan
implementasi suatu program. (Ghazisaeidi et al., 2014). Dalam bidang kesehatan
khususnya penilaian kesiapan e-kesehatan, diartikan sebagai kesiapan dari institusi
pelayanan kesehatan untuk mengimplementasi dan mengantisipasi perubahan yang
mungkin terjadi dari program teknologi, informasi dan komunikasi bidang kesehatan.
Manfaat dari penilaian kesiapan e-kesehatan adalah mencegah kerugian besar dari segi
waktu, uang dan usaha, menghindari kekecewaan dari pihak yang terlibat, dan membantu
proses perubahan dalam organisasi (Khoja et al., 2007)
Dalam penerapan sistem teknologi informasi seperti rekam medis elektronik di
rumah sakit, sangat memungkinkan untuk dapat menimbulkan masalah seperti, tidak
tersedianya teknologi, finansial, dan kurangnya keterampilan sumber daya dalam
mengoperasikan sistem secara elektronik. Dibutuhkan perencanaan dan manajemen
organisasi yang baik yang mampu menerapkan perubahan. Penilaian kesiapan sangat
penting untuk dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang sesuai berdasarkan
keadaan dan kendala yang ada di dalam organisasi saat ini. Ketidaksiapan dapat berimbas
pada organisasi yang tidak mampu untuk menghadapi transmisi perubahan selama

Universitas Indonesia
19

implementasi rekam medis elektronik (Ajami et al., 2011). Berikut adalah alur
pelaksanaan dalam upaya implementasi sistem informasi kesehatan.

Gambar 2.4 Alur Pelaksanaan Implementasi Sistem Informasi Kesehatan

Sumber: (Ajami et al., 2011)


Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa terdapat enam langkah pelaksanaan
implementasi yaitu penilaian kesiapan, perencanaan, pemilihan, implementasi, evaluasi,
dan upaya peningkatan sistem. Penilaian kesiapan merupakan langkah pertama dan paling
penting untuk membantu identifikasi proses dalam menentukan prioritas implementasi
rekam medis elektronik. Penilaian kesiapan rekam medis elektronik di rumah sakit yang
kompleks ini harus dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh termasuk kesiapan
organisasi secara utuh (Ajami et al., 2011; Ghazisaeidi et al., 2014).
Dalam melakukan penilaian kesiapan, berbagai studi yang ada telah memberikan
faktor-faktor kesiapan yang berbeda satu sama lain. Hal ini bergantung pada tujuan,
program, dan dimana kegiatan penilaian kesiapan itu dilakukan. Berdasarkan Khoja et al.,
(2007), penilaian kesiapan e-kesehatan atau segala bentuk teknologi informasi kesehatan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang dinilai dari dua sisi, yaitu kesiapan organisasi dan
kesiapan dari tenaga kesehatan yang terlibat didalamnya. Penilaian dikhususkan bagi
negara berkembang yang dibagi menjadi empat faktor, diantaranya:
a. Kesiapan inti, sebagai keseluruhan proses perencanaan program e-kesehatan dan
pengetahuan serta pengalaman dari penggunaan teknologi informasi terkait program
bagi seluruh pihak yang terlibat. Didalamnya terdapat penilaian kebutuhan,
kepercayaan dan pengetahuan terkait teknologi informasi, integrasi program dengan
teknologi yang ada saat ini, dan lainnya.
b. Kesiapan sosial, sebagai bentuk interaksi dan komunikasi di dalam institusi dan
dengan institusi kesehatan lainnya. Didalamnya terdapat faktor sosial budaya antar

Universitas Indonesia
20

staf, komunikasi, kolaborasi dan berbagi informasi dengan institusi yang sesuai
dengan program e-kesehatan yang dijalankan.
c. Kesiapan kebijakan baik pada tingkat organisasi maupun pemerintah terkait lisensi
dan legalitas dari program e-kesehatan.
d. Kesiapan teknologi yang dinilai oleh pihak manajemen untuk menilai kemampuan
organisasi dalam melakukan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi seperti
hardware dan software yang sesuai dengan program. Kesiapan pelatihan teknologi
yang dinilai oleh para tenaga kesehatan untuk menilai keterlibatan tenaga kesehatan
dalam proses perencanaan dan kegiatan pelatihan yang telah terencana.
Berdasarkan JunHua Li et al., (2010) memberikan kerangka kerja penilaian
kesiapan e-kesehatan yang baru berdasarkan hasil kegiatan literature review dengan
mengintegrasikan beberapa kerangka kerja yang sudah ada. Terdapat empat faktor
penilaian kesiapan, diantaranya:
1. Kesiapan inti, sebagai faktor ketidakpuasan seluruh staf akan sistem yang sedang
berjalan saat ini, seperti proses dokumentasi yang tidak efisien dan akurat.
2. Kesiapan keterlibatan, terkait pandangan tenaga kesehatan untuk menerima, seperti
kemungkinan dampak buruk dari program, dan keinginan untuk mengikuti pelatihan.
3. Kesiapan teknologi, sebagai kebutuhan teknologi dalam implementasi program,
seperti hardware, software, internet, dan staf pendukung IT.
4. Kesiapan sosial, sebagai bentuk komunikasi organisasi untuk melakukan kolaborasi
pelayanan, seperti komunikasi dengan institusi pelayanan kesehatan lain dan
komunikasi internal antar staf.
Berdasarkan Ajami et al., (2011), memberikan konsep penilaian kesiapan dalam
cakupan suatu organisasi. Terdapat tiga persyaratan dasar dalam penilaian kesiapan
terkait teknologi di bidang kesehatan yaitu kesiapan arsitektur teknologi, infrastruktur
teknologi, dan kesiapan proses. Sedangkan, khusus untuk penilaian kesiapan rekam
kesehatan elektronik pada rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, terdapat
empat faktor penilaian, yaitu:
a. Budaya organisasi, untuk memahami keadaan infrastruktur organisasi saat ini yang
dapat mendukung dan memberi arah dalam perencanaan implementasi rekam
kesehatan elektronik (contohnya persepsi terhadap rekam kesehatan elektronik dan
rencana pengembangan proyek)

Universitas Indonesia
21

b. Manajemen dan kepemimpinan, untuk mengelola informasi, sumber daya manusia


dan ekonomi dalam organisasi untuk rencana pengembangan selanjutnya (contohnya
tim eksekutif dan rencana strategis)
c. Kesiapan operasional, untuk mengidentifikasi kelebihan atau penghambat adopsi
rekam kesehatan elektronik yang perlu dipertimbangakan untuk dilakukan perbaikan
(contohnya program pelatihan, alur kerja dan kebijakan)
d. Kesiapan teknis, untuk mengetahui kondisi perencanaan, pengadaan, dan
pengembangan staf di bidang teknologi informasi (contohnya penilaian kebutuhan
teknologi dan manajemen teknologi informasi)

2.4.1 Instrumen Penilaian Kesiapan


Terdapat sebuah cara dalam menilai kesiapan sebuah organisasi yaitu dengan
instrumen atau formulir skoring yang secara komprehensif melakukan pemetaan tingkat
kesiapan pada setiap faktornya. Biasanya pihak manajemen dan pemimpin dari fasilitas
pelayanan kesehatan yang berwenang untuk melakukan penilaian ini sehingga dapat
mengetahui atau melakukan evaluasi kondisi keadaan saat ini untuk dilaksanakan
perbaikan yang sesuai. Berdasarkan California Academy Of Family Physicians, (2011)
yang telah membuat formulir penilaian kesiapan untuk implementasi rekam kesehatan
elektronik di fasilitas pelayanan kesehatan kecil dan menengah seperti klinik dokter.
Formulir ini dibagi ke dalam lima faktor kesiapan, yaitu kemampuan manajemen,
kemampuan keuangan dan anggaran, kemampuan operasional, kemampuan teknologi,
dan kesesuaian organisasi. Rentang nilai penilaian kesiapan dalam formulir ini adalah 0-
5 yang mana semakin tinggi nilai maka menunjukkan tingkat kesiapan yang lebih tinggi.
Pada akhirnya dilakukan perhitungan rata-rata nilai yang menentukan tingkat kesiapan
baik itu belum siap, cukup siap, atau sangat siap
Berdasarkan Amatayakul, (2014) yang membuat sebuah formulir skoring untuk
menilai kesiapan organisasi dalam implementasi rekam kesehatan elektronik dan
teknologi informasi kesehatan lainnya. Terdapat lima faktor yang dinilai, yaitu budaya
organisasi, kepemimpinan dan manajemen, operasional, alur kerja dan proses
pengembangan, dan teknologi. Penilaian ini dapat dilakukan dalam kegiatan rapat
bersama dengan pemimpin dan tim dari perencanaan proyek. Penilaian tingkat kesiapan
dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu belum siap, cukup siap, dan sangat siap. Seluruh

Universitas Indonesia
22

formulir tersebut diisi dan dilihat keseluruhan rata-rata kesiapan. Sehingga dapat
mengetahui bagian atau faktor apa saja yang perlu dilakukan perbaikan. Berikut
merupakan contoh formulir kesiapan dari salah satu faktor yaitu budaya organisasi.

Gambar 2.5 Instrumen Penilaian Kesiapan Budaya Organisasi untuk Implementasi


Rekam Kesehatan Elektronik

Sumber: (Amatayakul, 2014)

Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori


Teknologi informasi di dunia kesehatan mengalami pertumbuhan yang begitu
pesat, termasuk penyimpanan catatan atau rekaman secara elektronik. Berbagai macam
keuntungan yang ditawarkan oleh program e-kesehatan namun seluruh proses penerapan
dan pelaksanaannya harus dilakukan dengan sempurna. Penilaian kesiapan perlu
dilakukan sebagai kegiatan pra-implementasi untuk mengevaluasi tingkat kesiapan
organisasi. Penilaian kesiapan yang dilakukan berdasarkan karakteristik organisasi akan
mencapai keberhasilan penggunaan program yang sesuai dengan tujuan (Ajami et al.,
2011).
Pada umumnya di negara berkembang, penilaian kesiapan untuk berbagai jenis
program e-kesehatan dilihat dari segi institusi pelayanan kesehatan dan dinilai oleh para
manajer dan tenaga kesehatan. Penilaian ini meliputi empat faktor yaitu kesiapan inti dari
proses perencanaan, kesiapan teknis, kesiapan pelatihan, kesiapan sosial atau interaksi
dengan institusi pelayanan kesehatan lain, dan kesiapan kebijakan pada tingkat institusi
dan pemerintahan. (Khoja et al., 2007). Khusus untuk penilaian kesiapan salah satu
program e-kesehatan yaitu rekam kesehatan elektronik, memiliki empat faktor yang
dinilai yaitu budaya organisasi, manajemen dan kepemimpinan, kesiapan operasional,
dan kesiapan teknis. Penilaian ini hanya dilakukan pada tingkat internal dari organisasi
pelayanan kesehatan (Ajami et al., 2011).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai faktor penilaian
kesiapan dalam implementasi rekam medis elektronik. Rekam medis elektronik diartikan
sebagai sistem rekam medis yang terkomputerisasi, yang hampir menyerupai rekam
kesehatan elektronik namun dalam lingkup yang lebih sempit yaitu suatu organisasi
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Keduanya merupakan bagian dari
program e-kesehatan. Dalam rangka untuk melakukan penilaian kesiapan, penggunaan
istilah keduanya dapat dipertukarkan dalam aspek penilaian yang sama. Hal ini
dikarenakan adanya tujuan yang serupa yaitu untuk meningkatkan sistem pencatatan dan
koordinasi dalam pelayanan kesehatan kepada pasien (Palvia et al., 2012).

23
Universitas Indonesia
24

Dalam penelitian ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan Ajami et
al., (2011) karena sesuai dengan tujuan dari penelitian dan banyak dirujuk oleh berbagai
studi yang memiliki pembahasan serupa. Teori yang dibuat oleh (Khoja et al., 2007),
dianggap tidak sesuai karena cakupannya yang luas atau menilai kesiapan yang berada di
luar organisasi. Berikut merupakan kerangka teori sebagai dasar untuk mengetahui faktor
yang termasuk ke dalam penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik di
Indonesia.

Kesiapan Teknis:
1. Penggunaan teknologi
saat ini
2. Penilaian kebutuhan
teknis Kesiapan Operasional:
3. Manajemen TI 1. Desain ulang alur
Budaya Organisasi 4. Kebutuhan staf TI kerja
1. Persepsi terkait RME 2. Integrasi sistem
2. Keterlibatan dokter, Penilaian Kesiapan dalam pelayanan
staf, dan pasien Implementasi Rekam kesehatan
terhadap RME Medis Elektronik 3. Kebijakan, prosedur
3. Prosedur terkait (RME) dan protokol RME
interaksi pasien 4. Manajemen
dengan RME Manajemen dan hubungan Vendor
4. Pengembangan RME
Kepemimpinan
rencana RME 1. Tim eksekutif 5. Kebutuhan staf dalam
2. Finansial implementasi RME.
3. Rencana strategis 6. Rencana program
4. Peningkatan mutu dan pelatihan
manajemen pelayanan
kesehatan

Gambar 3.1 Kerangka Teori

Sumber: (Ajami et al., 2011)

Universitas Indonesia
25

3.2 Definisi Operasional


Berikut adalah definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional


Budaya organisasi Penilaian atas budaya kerja organisasi yang siap menerapkan
rekam medis elektronik
1. Persepsi terkait Pandangan atau persepsi, motivasi, kesadaran akan
rekam medis pentingnya sistem, sikap menerima, dan komitmen seluruh
elektronik staf terhadap rekam medis elektronik sebagai teknologi yang
mampu meningkatkan akses, kualitas pelayanan dan
keselamatan pasien.
2. Keterlibatan Keterlibatan seluruh tenaga kerja di rumah sakit baik itu
dokter, staf, dan tenaga kesehatan dan pihak manajerial serta pasien dalam
pasien terhadap proses perencanaan, pengambilan keputusan, dan keterlibatan
rekam medis proses kegiatan penerapan rekam medis elektronik.
elektronik
3. Prosedur terkait Tersedianya prosedur mengenai akses, keterlibatan, dan peran
interaksi pasien pasien terhadap rekam medis elektronik miliknya. Hal ini
dengan rekam termasuk mengenai prosedur dalam perbaikan dan
medis elektronik pengubahan informasi pasien.
4. Pengembangan Adanya perencanaan terkait akuntabilitas atau
rencana rekam pertanggungjawaban atas program, jadwal atau timeline
medis elektronik implementasi, identifikasi seluruh kebutuhan, kegiatan
konversi dari kertas menjadi elektronik, dan penetapan peran
untuk segala aspek pengembangan rekam medis elektronik di
rumah sakit
Manajemen dan Aspek manajemen dan kepemimpinan yang mendukung dan
Kepemimpinan menunjang pelaksanaan rekam medis elektronik.
1. Tim eksekutif Sikap kepemimpinan dan komitmen dari para pemimpin
rumah sakit dalam pengambilan keputusan, perencanaan,

Universitas Indonesia
26

memberi arahan dan mendukung pelaksanaan serta solusi dari


permasalahan rekam medis elektronik. Sikap kepemimpinan
ini dapat diwujudkan dengan pembentukan tim eksekutif atau
tim khusus yang mengatur dan merencanakan implementasi
rekam medis
2. Finansial Pengelolaan sumber daya keuangan secara keseluruhan yang
dibutuhkan dalam rangka mendukung pelaksanaan rekam
medis elektronik
3. Rencana strategis Pembentukan rencana, strategi atau arahan mengenai
penetapan prioritas dan memperkuat kinerja operasional
dalam upaya implementasi rekam medis elektronik di rumah
sakit
4. Peningkatan mutu Adanya strategi manajemen pelayanan kesehatan terhadap
dan manajemen upaya peningkatan mutu atau kualitas pelayanan sebagai
pelayanan aspek yang terikat dengan pelaksanaan rekam medis
kesehatan elektronik. Hal ini ditandai dengan adanya indikator mutu dari
rekam medis elektronik yang ingin dicapai untuk peningkatan
pelayanan kesehatan yang efektif.
Kesiapan Operasional Penilaian dari segi infrastruktur organisasi yang akan
memfasilitasi dan menunjang penerapan rekam medis
elektronik
1. Desain ulang alur Perancangan ulang alur proses kerja dari rekam medis
kerja elektronik yang meliputi akses, penugasan kerja, penanggung
jawab, pertukaran data, pelaporan dan keseluruhan bagan alur
proses kerja.
2. Integrasi sistem Bentuk integrasi komunikasi dan koordinasi sistem dari lintas
dalam pelayanan bagian pelayanan kesehatan melalui rekam medis elektronik
kesehatan dalam suatu rumah sakit.
3. Kebijakan, Segala kebijakan, prosedur, dan protokol sebagai bentuk
prosedur dan legalitas yang mendukung pengaturan pelaksanaan rekam
medis elektronik di rumah sakit

Universitas Indonesia
27

protokol rekam
medis elektronik
4. Manajemen Adanya penanggung jawab khusus yang mengatur dan
hubungan vendor mengelola hubungan dengan vendor rekam medis elektronik
rekam medis
elektronik
5. Kebutuhan staf Pembentukkan susunan kepegawaian yang muncul akibat
dalam adopsi sistem yang baru dan penilaian kesiapan sumber daya
implementasi manusia di rumah sakit yang dilihat dari pengetahuan dan
rekam medis keterampilannya terhadap teknologi dan rekam medis
elektronik elektronik
6. Rencana program Perencanaan terkait kegiatan pelatihan untuk seluruh staf
pelatihan yang terlibat dalam pelaksanaan rekam medis elektronik dan
termasuk ke dalam program pendidikan di rumah sakit yang
berkelanjutan
Kesiapan Teknis Penilaian lingkungan organisasi secara teknis dan
kemampuan manajemen teknologi informasi dalam
penerapan rekam medis elektronik.
1. Penggunaan Identifikasi penggunaan teknologi rumah sakit yang ada saat
teknologi saat ini ini dan ketidakpuasan terhadap sistem atau teknologi yang ada
untuk dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kesiapan
implementasi rekam medis elektronik.
2. Penilaian Penilaian kebutuhan perangkat keras (hardware) serta
kebutuhan teknis perangkat lunak (software) dan rencana peningkatan/ upgrade
infrastruktur yang diperlukan oleh rumah sakit untuk
mendukung rekam medis elektronik
3. Manajemen TI Kemampuan manajemen teknologi informasi dalam mengatur
(Teknologi keseluruhan infrastruktur teknis di rumah sakit, mengatur
Informasi) pegawainya, mendukung kegiatan pelatihan, implementasi,
dan pemeliharaan dari rekam medis elektronik

Universitas Indonesia
28

4. Kebutuhan staf TI Penilaian kebutuhan staf atau pegawai bagian teknologi


(Teknologi informasi di rumah sakit yang mampu membantu pelaksanaan
Informasi) pelatihan, implementasi, dari perbaikan dari infrastruktur
teknologi rekam medis elektronik

Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan telaah pustaka atau literature review sebagai
sebuah cara untuk melakukan identifikasi, merangkum dan menganalisis secara kritis
berbagai teori dan penelitian terdahulu yang sesuai dengan tujuan dari penelitian. Tujuan
dari literature review adalah untuk memberikan gambaran secara komprehensif mengenai
pemahaman suatu studi dan menghasilkan sebuah kesimpulan yang baru dari penelitian
tersebut. Latar belakang dilakukannya literature review ini berdasarkan pada kesenjangan
atau inkonsistensi yang ditemukan dalam suatu studi atau topik (Cronin et al., 2008).
Untuk mendapatkan hasil sintesis penelitian yang baik, tahapan yang dilakukan pada
kegiatan literature review adalah sebagai berikut (Ferrari, 2015):
1. Pemilihan topik, tujuan utama dan pertanyaan dari penelitian yang dilakukan
2. Pencarian studi dengan menggunakan strategi pencarian (basis data dan kata kunci)
dan kriteria inklusi dan eksklusi (jenis studi, bahasa, waktu studi penelitian, dan
lainnya)
3. Pemilihan studi yang sesuai dengan kriteria inklusi
4. Melakukan analisis secara kritis dan evaluasi mengenai seluruh bahan diskusi atau
variabel dari topik penelitian berdasarkan studi terinklusi
5. Merangkum dan melakukan sintesis informasi utama dari penelitian yang dilakukan
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dari berbagai
studi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Studi tersebut diperoleh dari beberapa
kanal sumber yang ada internet. Penelitian ini adalah studi yang berfokus pada faktor
penilaian kesiapan dari segi organisasi rumah sakit untuk pelaksanaan implementasi
rekam medis elektronik di Indonesia.

4.2 Strategi Pencarian Studi

Diperlukan sebuah protokol atau strategi pencarian studi yang bersumber dari
internet agar dapat menemukan studi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah
kumpulan studi didapat, maka dilakukan pemeriksaan dan telaah substansi. Strategi
pencarian ini diterapkan pada seluruh pencarian basis data yang dipilih yaitu PubMed,

29
Universitas Indonesia
30

ProQuest, Google Scholar, Sinta Indonesia, dan Garuda. Kriteria pencarian adalah studi
yang dibuat pada tahun 2010 hingga 2020 dan ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa
Indonesia. Kata kunci yang digunakan dalam penelusuran data adalah:

- “Readiness assessment” AND “electronic medical record” (untuk PubMed, ProQuest,


dan Google Scholar)
- “Rekam medis elektronik” (untuk Sinta Indonesia, dan Garuda)

4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dan eksklusi ditujukan untuk membantu proses pemilihan studi
yang berfokus dan sesuai dengan topik penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah studi dengan desain systematic literature review atau literature review dengan
tujuan agar penelitian ini tidak menghasilkan kesimpulan yang sama seperti studi
tersebut. Berikut merupakan kriteria inklusi atau karakteristik umum dari studi yang
diteliti, diantaranya:

a. Ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia.


b. Merupakan studi yang dibuat dari tahun 2010 hingga 2020.
c. Membahas mengenai rekam medis elektronik atau rekam kesehatan elektronik. Hal
ini dikarenakan istilah keduanya dapat dipertukarkan dalam aspek penilaian yang
sama, yaitu sebagai sistem pencatatan medis/kesehatan pasien yang dapat diterapkan
di rumah sakit. Selain itu studi juga dapat membahas mengenai program e-kesehatan
sebagai bagian dari sistem teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan.
d. Ditemukan faktor penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik dari sudut
pandang organisasi rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain secara
menyeluruh.
e. Dapat berupa studi kualitatif, kuantitatif, maupun mixed methods dalam bentuk jurnal
artikel dan keseluruhan teks tersebut dapat diakses.
f. Studi dilakukan di negara berkembang karena memiliki karakteristik yang hampir
menyerupai dengan Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan faktor penilaian
kesiapan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Universitas Indonesia
31

4.4 Pemilihan Studi


Kelemahan dari pelaksanaan literature review adalah kemungkinan terjadinya
bias informasi dikarenakan adanya subjektivitas dalam penelitian. Namun dengan
menggunakan metode pencarian dan pemilihan studi yang terstruktur maka dapat
mengurangi bias dalam pemilihan studi. Berikut merupakan contoh langkah pemilihan
studi yang diterapkan dalam penelitian ini (Ferrari, 2015):

Jumlah data yang teridentifikasi


melalui pencarian dari berbagai
basis data

Data yang tercatat setelah


menghapus data ganda

Data yang dilakukan skrining


Data dieksklusi setelah
judul dan abstrak
skrining judul dan abstrak

Artikel full text yang dilakukan


analisis Artikel eksklusi dengan
alasan yang tidak sesuai
dengan kriteria inklusi
Tambahan data yang diperoleh
dari pencarian secara manual

Total data terinklusi

Gambar 4.1 Strategi Pemilihan Studi

4.5 Ekstraksi dan Sintesis Data


Untuk mengolah data yang didapat maka dilakukan ekstraksi data dalam bentuk
tabel dan deskripsi data dari studi yang termasuk ke dalam kriteria inklusi. Ekstraksi dan
sintesis data dibagi kedalam beberapa informasi kunci, yaitu:
a. Nama, tahun, latar belakang atau negara pembuatan studi
b. Tujuan studi

Universitas Indonesia
32

c. Metode penelitian
d. Faktor penilaian kesiapan
e. Indikator dari faktor penilaian kesiapan
f. Kesimpulan studi

4.6 Pengolahan dan Analisis Data


Berikut merupakan proses pengolahan dan analisis data yang didapat dari hasil
pencarian studi yang dipilih, yaitu:
1. Mengumpulkan seluruh data mengenai faktor beserta indikator penilaian kesiapan
yang ditemukan dari studi terinklusi. Terdapat 4 faktor penilaian kesiapan yang
dijadikan sebagai dasar, diantaranya budaya organisasi, manajemen dan
kepemimpinan, kesiapan operasional, dan kesiapan teknis dengan kerangka teori
berdasarkan Ajami et al., (2011) yang digunakan pada penelitian ini. Kemudian,
faktor dan indikator dari studi terinklusi dikelompokkan dan diekstraksi ke dalam
bentuk tabel sebagai landasan untuk menganalisis data.
2. Melakukan interpretasi secara naratif, analisis kritis dan menyatukan hasil data yang
diperoleh yang mengacu pada tujuan awal.
3. Melakukan perbandingan dengan kerangka teori yang sudah ada, baik itu
menghilangkan ataupun menemukan faktor penilaian kesiapan yang baru sesuai
dengan hasil penelitian.
4. Membuat instrumen atau formulir skoring penilaian kesiapan implementasi rekam
medis elektronik yang sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
5. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data untuk
mengetahui apakah tujuan penelitian yaitu mengetahui berbagai faktor penilaian
kesiapan. implementasi rekam medis elektronik pada rumah sakit yang sesuai dengan
kondisi di Indonesia dapat terpenuhi atau tidak.

Universitas Indonesia
BAB 5
GAMBARAN UMUM IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK
PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA

5.1 Gambaran E-Kesehatan dan Rekam Medis Elektronik di Indonesia


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih memiliki
berbagai masalah kesehatan. Perkembangan zaman yang begitu pesat juga dapat
mempengaruhi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pada sektor kesehatan.
Keadaan ini didukung oleh adanya kebijakan dari Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengenai penggunaan teknologi informasi di
bidang kesehatan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang efektif dan
efisien melalui sistem informasi. Berdasarkan kebijakan tersebut teknologi kesehatan
meliputi semua metode dan alat yang digunakan untuk mencegah, mendeteksi,
meringankan penderitaan, menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan
kesehatan setelah sakit. Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan melalui ilmu
pengetahun dan teknologi di bidang kesehatan juga didukung oleh kebijakan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
pada pasal 2 ayat 1. Hal ini bertujuan untuk menjamin tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam merespon percepatan implementasi teknologi, pemerintah membuat
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2017 tentang Strategi
E-Kesehatan Nasional. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa peraturan ini bertujuan untuk
dijadikan sebagai acuan strategi nasional bagi pemerintah, organisasi profesi/masyarakat,
dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan perencanaan, pengembangan,
implementasi, dan evaluasi e-kesehatan. E-kesehatan diartikan sebagai pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk pelayanan dan informasi kesehatan yang
efektif dan efisien dalam upaya pelayanan kesehatan jarak jauh. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi pada sektor kesehatan sudah mulai diterapkan untuk
memberikan pelayanan yang mendorong terciptanya sistem e-kesehatan. Terdapat 6
sistem contoh pemanfaatan teknologi informasi dalam meningkatkan mutu yang sudah
dilaksanakan di Indonesia, yaitu (Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, 2017):

33
Universitas Indonesia
34

a. Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE), untuk memudahkan informasi dan


komunikasi rujukan rumah sakit yang telah terintegrasi pada 33 provinsi di Indonesia
b. Telemedicine, untuk memberi informasi, pelayanan medis jarak jauh, dan konsultasi
antar fasilitas
c. Pendaftaran Online, untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh nomor
antrian dalam rangka pengobatan
d. Sistem Rawat Inap, untuk mengetahui ketersediaan jumlah tempat tidur yang ada pada
rawat inap rumah sakit
e. Rekam Medis Elektronik, sebagai sistem informasi medis pasien pada suatu fasilitas
pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Pada tahun 2016,
sebanyak 7 dari 15 target rumah sakit telah menerapkannya.
f. Flying Health Care, sebagai alternative pelayanan kesehatan di daerah terpencil
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit pada pasal 13 ayat 2, salah satu unsur
pelayanan penunjang medis di rumah sakit adalah pengelolaan rekam medis. Pemerintah
telah mengeluarkan peraturan terkait rekam medis yaitu Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Berdasarkan peraturan
tersebut rekam medis didefinisikan sebagai berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. Rekam medis wajib segera dibuat oleh dokter atau dokter
gigi yang melaksanakan praktik kedokteran. Setidaknya isi rekam medis untuk pasien
rawat jalan sekurang-kurangnya berisikan:
a. Tanggal dan waktu
b. Identitas pasien
c. Hasil anamnesis (keluhan dan riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan tindakan
h. Pelayanan lain yang diterima pasien
i. Odontogram klinik khusus untuk pasien kasus gigi
j. Persetujuan tindakan jika diperlukan

Universitas Indonesia
35

Kemudian untuk isi rekam medis pasien rawat inap hampir sama seperti diatas
namun ditambahkan dengan catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, ringkasan
pulang, dan nama dan tanda tangan dokter/tenaga kesehatan yang memberi pelayanan.
Sedangkan untuk pasien gawat darurat ditambahkan dengan ringkasan kondisi pasien
sebelum meninggalkan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut, serta sarana
transportasi yang digunakan untuk memindahkan pasien ke pelayanan kesehatan lain.
Pelayanan rekam medis informasi kesehatan adalah kegiatan pelayanan penunjang yang
berorientasi pada kebutuhan informasi kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Perekam Medis pasal 1 ayat 3, manajemen pelayanan rekam medis dan
informasi kesehatan adalah kegiatan mengelola rekam medis secara manual ataupun
elektronik mulai dari menjaga, memelihara, melayani, dan menyajikan informasi
kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis pada pasal 2 ayat 1, rekam medis dapat dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik atau disebut sebagai rekam medis elektronik. Jika
berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
rekam medis elektronik dapat diakui dan diterapkan di Indonesia. Pada pasal 1 poin 1, 3
dan 5 dalam peraturan tersebut, rekam medis elektronik dapat diartikan sebagai suatu
teknologi informasi yang dapat memuat data atau catatan informasi elektronik yang
dibuat, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam berbagai bentuk, melalui suatu sistem
elektronik, seperti komputer, yang berisi semua data atau informasi pasien. Rekam medis
elektronik juga didefinisikan sebagai penggunaan perangkat teknologi informasi di rumah
sakit yang menjalankan sistem manajemen basis data terkait catatan klinis pasien. Rekam
medis elektronik dapat digabungkan sebagai bagian dari aplikasi Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) (Handiwidjojo, 2009). Rekam medis elektronik
merupakan bagian dari bentuk penerapan e-kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2017 tentang Strategi E-Kesehatan
Nasional.

Universitas Indonesia
36

5.2 Hambatan dan Tantangan dari Rekam Medis Elektronik di Indonesia


Tantangan utama yang membuat penerapan rekam medis elektronik tidak
berkembang pada rumah sakit di Indonesia adalah permasalahan payung hukum yang
belum pasti, ketersediaan dana yang terbatas, dan tidak dijadikan prioritas utama yang
tidak dapat menjamin manajemen keuangan yang cepat (Handiwidjojo, 2009).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2015
tentang Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019 sebagai acuan
perencanaan sistem informasi kesehatan nasional, menilai sistem informasi kesehatan
saat ini masih jauh dari kondisi ideal dari yang diharapkan. Rekam medis elektronik juga
merupakan salah satu bagian dari sistem informasi kesehatan. Terdapat beberapa faktor
kelemahan yang mempengaruhi rendahnya tingkat penerapan sistem informasi kesehatan
di Indonesia, diantaranya:
a. Aspek legal yang lemah, tidak adanya aturan yang dijadikan acuan. Landasan hukum
diperlukan untuk keberhasilan penerapan sistem informasi, serta sebagai bentuk
komitmen dari seluruh komponen yang terlibat. Peraturan perundang-undangan
dalam sistem informasi kesehatan masih kurang dan belum menjawab secara spesifik
kebutuhan integrasi sistem. Hingga saat ini masih belum terbentuk peraturan khusus
mengatur sistem rekam medis yang menggunakan teknologi informasi elektronik di
Indonesia, sedangkan beberapa rumah sakit atau fasilitas lain sudah mulai
mengembangkan sistem tersebut. Padahal salah satu peran dari rekam medis baik itu
secara konvensional/tertulis maupun elektronik yaitu sebagai berkas alat bukti yang
sah dalam pembuktian masalah hukum. Namun jika dilihat dari sudut pandang
hukum, rekam medis elektronik bukanlah termasuk alat bukti tertulis yang sah dan
tidak memiliki kekuatan pembuktian baik secara formal dan materiil. Sehingga
menjadikan salah satu penghambat penerapan rekam medis elektronik di fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia terkait dengan tidak adanya landasan aturan atau
kebijakan yang jelas (Samandari et al., 2016)
b. Sistem informasi kesehatan yang masih terfragmentasi dan dapat mempengaruhi
sistem pelaporan. Hal ini dikarenakan sistem tersebut cenderung mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya dan dengan menggunakan cara dan format pelaporan sendiri.
Sehingga data dinilai kurang akurat dan pengiriman pelaporan yang lambat. Selain itu
dalam sistem rekam medis yang tidak terintegrasi membuat data pasien menjadi

Universitas Indonesia
37

terpisah dan terbagi tergantung dimana kali pertama pasien tersebut mendapatkan
pelayanan kesehatan. Contohnya adalah jika seorang pasien jatuh sakit di kota lain
atau datang ke fasilitas pelayanan kesehatan yang baru saja ia datangi, maka pasien
tersebut akan dibuatkan rekam medis baru. Selain itu, riwayat kesehatan terdahulu
dari pasien tersebut juga tidak terdeteksi atau akan ditanyakan ulang oleh dokter
(Handiwidjojo, 2009)
c. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan (seperti pengadaan komputer, perangkat
lunak, pelatihan, sistem pengamanan, jaringan kabel maupun nirkabel, dll) baik itu
pada suatu organisasi atau wilayah yang masih terbatas. Permasalahan yang terjadi
adalah alokasi dana untuk operasional, pemeliharaan dan peremajaan sistem
informasi yang masih terbatas dan belum menjadi prioritas penganggaran rutin. Hal
ini menjadi aspek penting dalam keberhasilan implementasi dan penguatan sistem
informasi.
d. Di Indonesia, kemampuan setiap daerah dalam pengelolaan data/informasi dan
pengembangan sistem informasi kesehatan sangat bervariasi dan tidak menyeluruh.
Kondisi geografis juga berpengaruh dalam permasalahan ini, sehingga tidak mudah
untuk membangun sistem informasi yang sesuai dan menyeluruh.
e. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengelolaan data dan
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal
ini disebabkan oleh tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat lunak aplikasi
pengelolaan data, kemampuan sumber daya manusia yang masih terbatas, dan tidak
tersedianya prosedur pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual aplikasi serta tidak
ada standar minimum kebutuhan. Tidak sedikit ditemukan fasilitas infrastruktur
teknologi yang sudah rusak sebelum sistem diterapkan.
f. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia pengelola sistem informasi kesehatan
yang masih rendah. Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen penting
yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah sistem yang baru yang akan
diimplementasi. Hal ini dikarenakan adanya tenaga pengelola data yang merangkap
jabatan atau tugas lain yang berpengaruh pada kinerja pengolahan data. Permasalahan
lainnya adalah kurangnya keterampilan dan pengetahuan di bidang informasi dari
tenaga kerja.
g. Mekanisme monitoring dan evaluasi serta audit sistem informasi yang masih lemah

Universitas Indonesia
38

5.3 Penelitian terkait Rekam Medis Elektronik di Indonesia


Diketahui bahwa penerapan rekam medis elektronik di Indonesia masih
berkembang. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang membahas mengenai rekam
medis elektronik yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan penelitian terkait rekam
medis konvensional. Berikut merupakan topik penelitian yang ditemukan terkait rekam
medis elektronik di Indonesia:
1. Persepsi tenaga kesehatan atau pengguna terhadap rekam medis elektronik sebagai
aspek pendukung keberhasilan implementasi. Ditemukannya resistensi dokter,
petugas yang memandang rekam medis elektronik dapat mempercepat pelayanan,
adanya kendala dalam input data (Rosyada et al., 2016), memudahkan kegiatan
dokumentasi, dan mudah dioperasikan (Risdianty & Wijayanti, 2019).
2. Aspek legalitas rekam medis elektronik, dilihat dari kekuatan pembuktian di mata
hukum (Samandari et al., 2016) dan permasalahan privasi atau pengamanan data
yang bersifat rahasia (Ningtyas & Lubis, 2018)
3. Perancangan sistem informasi rekam medis untuk menjadi rekam medis berbasis
elektronik. Sebuah studi melakukan perancangan sistem yang dimulai dari tahap
perencanaan, analisis kebutuhan perangkat keras dan lunak, desain alur proses,
database, interface, implementasi dan penggunaan (Prawiradirjo et al., 2018). Studi
lain melakukan pengembangan sistem informasi dengan merancang alur proses
bisnis pelayanan kepada pasien dan akses masing-masing pengguna sesuai dengan
kewenangannya. Setelah melakukan pengembangan dan implementasi sistem,
selanjutnya dilakukan uji terhadap fungsionalitas dari sistem. Pengujian sistem ini
bertujuan untuk mengetahui apakah sistem rekam medis elektronik dapat diterima
oleh para pengguna (Astuti et al., 2019).
4. Tinjauan dari penerapan rekam medis elektronik. Ditemukan bahwa penerapan
sistem masih belum efektif karena tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna dan sub
modul rekam medis elektronik yang tidak memiliki fungsi yang jelas (Probosanjoyo
et al., 2018).
5. Analisis kesiapan rumah sakit untuk mengimplementasi rekam medis elektronik.
Ditemukan tiga studi yang membahas mengenai hal ini. Ketiga rumah sakit tersebut
masih pada tingkatan cukup siap sehingga perlu dilakukan perbaikan pada beberapa
aspek yang dinilai tidak siap seperti pelatihan, kebijakan dan lainnya. (Pratama &

Universitas Indonesia
39

Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Sebuah studi
juga membahas mengenai evaluasi sistem rekam medis saat ini untuk mendukung
rekam medis/kesehatan elektronik. Kegiatan evaluasi pengelolaan rekam medis
menggunakan kerangka input, proses, dan output, sehingga ditemukan bahwa
SIMRS yang terintegrasi dapat mendukung rekam kesehatan elektronik (Nugraheni,
2017). Hingga saat ini, belum ditemukan studi di Indonesia yang membahas
mengenai faktor apa saja yang perlu diketahui dalam melakukan penilaian kesiapan.
Instrumen penilaian kesiapan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia juga belum
tersedia. Berdasarkan Ajami et al., (2011), penilaian kesiapan diketahui sebagai
langkah pertama yang perlu dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya implementasi
teknologi informasi di bidang kesehatan. Tujuan penilaian kesiapan untuk melakukan
evaluasi keadaan organisasi saat ini dan memaksimalkan penerapan rekam medis
elektronik. Dengan melakukan penilaian kesiapan dan perencanaan secara rinci,
maka penerapan sistem yang tidak efektif dapat diminimalisir.

Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Dokumentasi Pencarian dan Pemilihan Studi


Strategi pencarian data yang dijelaskan pada bab sebelumnya telah diterapkan
dalam kegiatan pencarian data. Proses pencarian dan pemilihan studi dari berbagai basis
data dilakukan pada bulan April 2020 sampai dengan bulan Mei 2020. Ditemukan 883
data yang bersumber dari lima basis data, yaitu PubMed sebanyak 153, Google Scholar
sebanyak 602, Proquest sebanyak 87, Sinta Indonesia sebanyak 10, dan Garuda sebanyak
31 data. Terdapat 52 data yang dieliminasi karena merupakan duplikasi data yang
ditemukan diantara kelima basis data tersebut. Kemudian sebanyak 831 data yang
dilakukan skrining berdasarkan judul dan abstrak, dengan tujuan untuk melihat gambaran
umum studi dan relevansinya dengan tujuan penelitian ini. Sehingga terdapat 40 data yang
dibaca secara keseluruhan untuk dipilih dan ditetapkan sebagai studi yang digunakan
dalam penelitian ini. Dari proses tersebut, sebanyak 30 data yang dieksklusikan, dengan
alasan bahwa artikel tersebut merupakan studi yang tidak dilakukan pada negara
berkembang, studi dengan metode literature review atau systematic literature review,
studi dalam bentuk disertasi, proceeding, dan conference paper, serta studi yang tidak
menyertakan faktor penilaian kesiapan dari segi organisasi atau faktor penilaian kesiapan
individu. Pada akhirnya terdapat 10 studi yang memenuhi kriteria inklusi dan dipilih
sebagai studi yang dibahas dalam penelitian ini. Ditemukan 8 tambahan data berdasarkan
peraturan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan teknologi kesehatan, rekam
medis maupun rekam medis elektronik. Peraturan tersebut tidak termasuk ke dalam studi
yang dilakukan tinjauan literatur. Ekstraksi atau penjabaran atas studi terinklusi dapat
dilihat pada lampiran pada penelitian ini. Berikut adalah hasil pencarian data yang
ditetapkan.

40
Universitas Indonesia
41

Total 883 data teridentifikasi


PubMed (n=153), Google Scholar (n=602), Proquest
(n=87), Sinta Indonesia (n=10), Garuda (n=31)

Data yang tercatat setelah


menghapus data ganda (n=831)

Data dieksklusi setelah


Data untuk dilakukan skrining
skrining judul dan
judul dan abstrak (n=831)
abstrak (n=791)

Artikel full text yang dilakukan Artikel eksklusi dengan


analisis (n=40) alasan (n=30):
Bukan berasal dari
negara berkembang;
Merupakan literature
review atau systematic
literature review;
Tidak memberikan
faktor penilaian kesiapan
dari segi organisasi atau
Tambahan peraturan di memberikan faktor
Indonesia yang berkaitan kesiapan individu.
dengan teknologi, kesehatan
dan rekam medis (n=8)

Studi terinklusi (n=10 jurnal


dan 8 peraturan)

Gambar 6.1 Hasil Pemilihan Studi Menggunakan Strategi Pencarian yang Ditentukan

Universitas Indonesia
42

6.2 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan dalam penelitian ini adalah terbatasnya akses dalam mencari
berbagai pustaka dan studi yang tidak dipublikasi. Sehingga tidak bisa menggambarkan
faktor penilaian kesiapan secara komprehensif. Keterbatasan lainnya adalah tidak
membedakan antara studi yang membahas mengenai rekam medis elektronik, rekam
kesehatan elektronik, maupun program e-kesehatan. Ditemukan beberapa indikator
penilaian kesiapan yang lebih cocok digunakan untuk rekam kesehatan elektronik
maupun program e-kesehatan dilihat dari jangkauan sistemnya yang membahas aspek
diluar institusi pelayanan kesehatan. Mengingat penelitian ini secara khusus membahas
mengenai penerapan rekam medis elektronik yang hanya berfokus pada suatu organisasi.
Hal ini dapat mempengaruhi hasil dan diskusi pembahasan penelitian. Keterbatasan lain
pada penelitian ini adalah tidak dilakukannya uji kualitas terhadap studi terinklusi.

6.3 Hasil dan Pembahasan


Berikut ini merupakan hasil dan pembahasan penelitian mengenai faktor beserta
indikator yang menjadi komponen dari penilaian kesiapan implementasi rekam medis
elektronik. Ditemukan bahwa terdapat 4 faktor utama diantaranya faktor budaya
organisasi, faktor manajemen dan kepemimpinan, faktor kesiapan operasional, dan faktor
kesiapan teknis. Pemilihan terhadap keempat faktor sebagai dasar penilaian kesiapan
karena seluruh faktor tersebut ditemukan dalam 2 studi yaitu Ajami et al., (2011) dan
Ghazisaeidi et al., (2014).

6.3.1 Budaya Organisasi


Faktor budaya organisasi merupakan faktor penilaian kesiapan yang banyak
didukung oleh berbagai studi (Ajami et al., 2011; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama &
Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020), meskipun dalam
setiap studi tersebut memiliki indikator yang berbeda-beda. Aspek budaya pada tingkat
organisasi diartikan sebagai asumsi dan keyakinan bersama dari anggota kelompok untuk
membentuk perilaku dan petunjuk dalam pemecahan masalah. Penilaian kesiapan budaya
organisasi didefinisikan sebagai kesiapan budaya organisasi yang mengarah kepada
perubahan sistem menuju rekam medis elektronik (Wirajaya & Dewi, 2020). Dalam
penelitian ini budaya organisasi didefinisikan sebagai penilaian atas budaya organisasi

Universitas Indonesia
43

yang siap menerapkan rekam medis elektronik, meliputi budaya, keterlibatan seluruh
pihak, prosedur interaksi pasien, dan pengembangan rencana rekam rekam elektronik.

6.3.1.1 Budaya
Berdasarkan hasil dari 10 studi terinklusi, ditemukan beberapa komponen yang
termasuk ke dalam budaya oleh seluruh pihak terhadap rekam medis elektronik. Budaya
diartikan sebagai acuan perilaku dan tanggapan pengguna ataupun sumber daya manusia
di rumah sakit dalam menerima rekam medis elektronik (Pratama & Darnoto, 2017;
Sudirahayu & Harjoko, 2016). Indikator yang digunakan dalam kerangka teori (Ajami et
al., 2011) adalah persepsi terkait rekam medis elektronik, namun indikator budaya lebih
banyak ditemukan pada studi terinklusi pada penelitian ini. Penggunaan indikator
persepsi ataupun budaya dinilai memiliki arti yang sama, yaitu sebagai tanggapan,
pandangan, ataupun perilaku seluruh sumber daya manusia terhadap rekam medis
elektronik (Pratama & Darnoto, 2017). Komponen yang termasuk didalam indikator
budaya adalah persepsi terkait sistem rekam medis elektronik (Pratama & Darnoto, 2017;
Sudirahayu & Harjoko, 2016), motivasi (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ghazisaeidi et al.,
2014), mengetahui manfaat yang akan diperoleh (Garavand et al., 2016; Reazi-Rad et al.,
2012), kesadaran akan pentingnya sistem (Durrani et al., 2012; Gholamhosseini &
Ayatollahi, 2017; Hochwarter et al., 2014; Wirajaya & Dewi, 2020), sikap menerima
sistem baru (Ghazisaeidi et al., 2014), dan komitmen (Ghazisaeidi et al., 2014).
Sebuah studi kuantitatif di Iran yang melihat bagaimana persepsi dokter sebagai
pengguna terhadap sistem rekam medis elektronik, sistem ini dianggap mampu
menampilkan data diagnosis dan peresepan obat dengan cepat namun ditemukan adanya
resistensi dalam menggunakan sistem. Dengan memahami persepsi dan perilaku dari
pengguna, maka rumah sakit dapat menjadikan hal tersebut sebagai bahan untuk
pengembangan pelatihan yang memperkenalkan manfaat dan implementasi rekam medis
elektronik (Lakbala & Dindarloo, 2014). Sejalan dengan studi di Indonesia mengenai
persepsi perawat terhadap penerimaan implementasi sistem rekam medis elektronik,
ditemukan bahwa sistem tersebut dipandang dapat mempermudah kegiatan dokumentasi
asuhan keperawatan. Rumah sakit disarankan untuk memberi kegiatan pelatihan ataupun
sosialisasi berdasarkan persepsi pengguna. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan
fungsi rekam medis elektronik itu sendiri (Risdianty & Wijayanti, 2019).

Universitas Indonesia
44

Sikap positif lain adalah motivasi yang tinggi dari tenaga kesehatan atau para
pengguna untuk mencoba sistem yang baru. Motivasi ini timbul karena pemahaman
mereka atas manfaat yang akan dirasakan jika menggunakan rekam medis elektronik,
seperti pengurangan waktu perawat dalam dokumentasi pasien dan akses data pasien yang
mudah dan cepat oleh dokter (Adjorlolo & Ellingsen, 2013). Akan muncul pula sikap
kesadaran atau memahami akan pentingnya pelaksanaan rekam medis elektronik di
rumah sakit, (Hochwarter et al., 2014) yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau
pengetahuan dari tenaga kesehatan (Pera et al., 2014). Pada akhirnya, mereka akan
menerima atau bersedia menggunakan teknologi yang telah dirancang dan didukung
untuk kegiatan operasionalnya (Pera et al., 2014). Sikap kesediaan tidak hanya dilihat dari
tenaga kesehatan tapi juga oleh para stakeholder yang bersedia mendukung pelaksanaan
sistem (Ghazisaeidi et al., 2014). Sebuah studi kuantitatif yang melihat persepsi terhadap
rekam medis elektronik di India, ditemukan bahwa tingkat penerimaan dokter dan
perawat sebesar 75% yang menandakan adanya kesiapan dan antusiasme yang tinggi
terhadap pelaksanaan sistem (Pera et al., 2014).
Sikap komitmen juga sangat penting agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam hal ini terdapat komitmen dari rumah sakit, staf klinis, staf administrasi, keuangan
dan manajer untuk dapat mengimplementasikan sistem yang sesuai dengan jadwal yang
telah direncanakan dan beradaptasi dengan adanya perubahan (Ghazisaeidi et al., 2014).
Hal ini sejalan dengan studi kualitatif yang menyatakan bahwa, komitmen jangka panjang
dari seluruh pihak merupakan salah satu faktor keberhasilan implementasi rekam medis
elektronik. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh pihak untuk dapat mengelola
perubahan yang terjadi pada alur kerja dan peran akibat sistem yang baru diterapkan
(Cucciniello et al., 2015). Komitmen yang kuat dari para pengguna berguna untuk dapat
memaksimalkan fungsi rekam medis elektronik. Pengguna yang berkomitmen kuat dapat
menghasilkan input data yang lengkap, tepat waktu, dan akurat serta mengurangi
kesalahan dalam pelayanan seperti nomor rekam medis ganda (Nugraheni, 2017).

6.3.1.2 Keterlibatan Dokter, Staf dan Pasien terhadap Rekam Medis Elektronik
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa 5 dari 10 studi terinklusi
memasukkan aspek keterlibatan seluruh pihak sebagai indikator penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik. Keterlibatan seluruh tenaga kesehatan dan staf

Universitas Indonesia
45

administrasi sebagai pengguna ke dalam proses perencanaan dan implementasi bertujuan


untuk dapat menganalisis dan menyampaikan kebutuhan mereka akan sistem yang akan
digunakan (Durrani et al., 2012; Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016).
Pelibatan para pengguna dapat mengurangi penolakan karena ketidaknyamanan akan
sistem baru (Sudirahayu & Harjoko, 2016). Selain itu, berdasarkan Ghazisaeidi et al.,
(2014) keterlibatan dan partisipasi stakeholder dalam proses perencanaan, pengambilan
keputusan, penilaian, pemilihan sistem dan evaluasi merupakan prioritas utama dalam
penilaian kesiapan faktor budaya. Hal ini sesuai dengan studi kualitatif pada rumah sakit
yang menyatakan bahwa, salah satu faktor keberhasilan implementasi rekam medis
elektronik adalah adanya keterlibatan dan penyampaian kebutuhan oleh berbagai peran
(dokter, perawat, pengguna lain, pasien, jajaran manajer, dan lainya) yang dimulai dari
proses awal perencanaan sistem (Cucciniello et al., 2015).
Keterlibatan pasien dilihat dari bagaimana interaksi pasien dengan sistem yang
dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam merancang rekam medis elektronik yang ideal
(Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020).
Pasien tidak menyadari peran mereka terhadap rekam medis elektronik. Perlu dilakukan
dokumentasi atas perencanaan bagaimana bentuk keterlibatan pasien dengan sistem baik
itu peran pasien dalam kelengkapan input data dan akses mereka terhadap data kesehatan
mereka melalui portal pasien rekam medis elektronik (Sudirahayu & Harjoko, 2016).
Fungsi yang dapat dirasakan pasien terhadap rekam medis melalui portal berbasis website
adalah akses informasi kesehatannya yang mudah, pengingat konsultasi kesehatan,
layanan transaksi (peresepan, penentuan jadwal konsultasi), komunikasi dengan layanan
kesehatan, dokumentasi pasien, pengelolaan penyakit, dan edukasi pasien. Berikut ini
adalah contoh bentuk alur interaksi pasien dengan rekam medis elektronik yang perlu
dipertimbangkan dalam penilaian kesiapan (Ammenwerth et al., 2017).

Universitas Indonesia
46

Gambar 6.2 Contoh Interaksi Pasien dengan Rekam Medis Elektronik Melalui Portal
Pasien

Sumber: (Ammenwerth et al., 2017)


Contoh lainnya adalah akses pasien ibu bersalin terhadap rekam medis elektronik
melalui portal pasien berbasis web yang ada di Australia. Melalui portal tersebut, pasien
dapat melihat jadwal konsultasi dokter, mengisi formulir registrasi secara online dan
mengakses informasi kesehatan kehamilannya. Dampak portal rekam medis elektronik
terhadap pasien adalah akses informasi kesehatan dengan cepat, meningkatkan
pemahaman pasien terhadap kondisi kesehatannya, dan sebagai pengingat jadwal
konsultasi. Dengan begitu perencanaan akan bentuk interaksi pasien dengan rekam medis
elektronik perlu dilakukan, mengingat pasien merupakan pemilik atas informasi
kesehatannya (Forster et al., 2015).

6.3.1.3 Prosedur Terkait Interaksi Pasien dengan Rekam Medis Elektronik


Dalam 10 studi terinklusi, tidak ditemukan prosedur interaksi pasien dengan
rekam medis elektronik sebagai bagian dari faktor penilaian kesiapan. Dalam konteks
bentuk interaksi pasien, hal ini sama dengan poin yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu
dalam indikator keterlibatan pasien.

Universitas Indonesia
47

6.3.1.4 Pengembangan Rencana Rekam Medis Elektronik


Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ditemukan beberapa indikator yang termasuk
ke dalam pengembangan rencana. Indikator yang dimaksud meliputi penilaian kebutuhan
(Durrani et al., 2012; Hochwarter et al., 2014), keseluruhan rencana proyek (Durrani et
al., 2012; Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017; Hochwarter et al., 2014), akuntabilitas
atau rencana terkait peran, tugas dan tanggung jawab (Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama
& Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020), identifikasi
penggunaan dan pengguna (Ghazisaeidi et al., 2014), dan rencana konversi rekam medis
(Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014). Hal ini sesuai dengan definisi dari
pengembangan rencana proyek berdasarkan Ajami et al., (2011) sebagai keseluruhan
perencanaan yang dibutuhkan dalam pengembangan rekam medis elektronik yang
meliputi akuntabilitas, peran dan tugas, serta jadwal atau timeline.
Keseluruhan rencana dan identifikasi kebutuhan dalam proyek rekam medis
elektronik merupakan bagian dari pengembangan rencana. Dengan begitu, rumah sakit
dapat mengidentifikasi tahap apa yang harus dilakukan selanjutnya (Hochwarter et al.,
2014). Pelaksanaan konversi rekam medis dari kertas menjadi digital atau elektronik juga
termasuk kedalam perencanaan karena prosesnya yang tidak mudah, memakan waktu dan
biaya yang tidak sedikit (Ariffin et al., 2018). Elemen penting lainnya adalah strategi yang
tepat dalam penentuan keputusan yang jelas, akuntabilitas, keterlibatan dari pihak
stakeholder yang sesuai, kebutuhan peran dan tanggung jawab yang terdefinisi secara
jelas (Ghazisaeidi et al., 2014). Contoh kebutuhan peran yang muncul akibat penerapan
sistem rekam medis elektronik adalah tersedianya tim khusus yang bertugas dalam
mengelola setiap tahap kegiatan implementasi, sehingga perencanaan peran untuk tim
khusus ini sudah terdefinisi dengan jelas (Ranganathan & Afnan, 2012). Penentuan target
atau pun timeline juga perlu dibuat agar implementasi sesuai dengan tujuan yang dibuat
(Sudirahayu & Harjoko, 2016).

Universitas Indonesia
48

Kesimpulan:
• Indikator budaya yang meliputi persepsi dan sikap positif dari seluruh pihak terhadap
rekam medis elektronik mempengaruhi keberhasilan dan kontinuitas
penyelenggaraan sistem.
• Keterlibatan dokter dan staf dalam seluruh proses perencanaan dan implementasi
berguna untuk menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
pengguna. Keterlibatan stakeholders juga dibutuhkan pada seluruh proses.
• Prosedur interaksi pasien dengan rekam medis elektronik bukan merupakan indikator
penilaian kesiapan, namun hal ini merupakan bagian dari keterlibatan pasien.
Melakukan evaluasi terhadap bentuk interaksi pasien melalui portal rekam medis
elektronik merupakan bagian dari indikator keterlibatan pasien.
• Pengembangan rencana yang diperlukan dalam penilaian kesiapan adalah penilaian
kebutuhan, keseluruhan rencana proyek, akuntabilitas, dan rencana konversi rekam
medis.

6.3.2 Manajemen dan Kepemimpinan


Faktor manajemen dan kepemimpinan merupakan faktor penilaian kesiapan yang
didukung oleh beberapa studi terinklusi (Ajami et al., 2011; Ghazisaeidi et al., 2014;
Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Aspek
manajemen dan kepemimpinan yang siap berarti dapat mempengaruhi percepatan proses
perencanaan dan pengembangan yang didukung oleh para pemimpin sebagai pihak yang
mengambil keputusan di sebuah organisasi (Ajami et al., 2011). Dalam penelitian ini
kesiapan manajemen dan kepemimpinan didefinisikan sebagai pihak yang mendukung
dan menunjang pelaksanaan rekam medis elektronik, yang terdiri dari tim eksekutif,
finansial, tersedianya rencana strategis, dan peningkatan mutu dan manajemen pelayanan
kesehatan.

6.3.2.1 Tim Eksekutif


Berdasarkan hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa 5 dari 10 studi terinklusi
memasukkan aspek komitmen dan dukungan stakeholder atau pimpinan, jajaran
manajemen dan pemangku kebijakan sebagai indikator penilaian kesiapan implementasi
sistem rekam medis elektronik (Durrani et al., 2012; Garavand et al., 2016; Pratama &

Universitas Indonesia
49

Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Komitmen dan
dukungan dari berbagai stakeholder sebagai penentu dan pengambil keputusan yang ada
di organisasi rumah sakit sangat penting untuk dapat mengembangkan dan mengadopsi
pemanfaatan teknologi informasi. Bentuk komitmen nyata dapat diwujudkan dengan
tertuang dalam misi rumah sakit, pembentukan instalasi yang bertanggung jawab pada
sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS), pembentukkan kebijakan dan tim
khusus rekam medis elektronik (Durrani et al., 2012; Pratama & Darnoto, 2017;
Sudirahayu & Harjoko, 2016). Hal ini sesuai dengan studi di Iran yang melihat sikap dan
komitmen dari manajer rumah sakit sektor publik dan swasta terhadap sistem rekam
medis elektronik. Tugas manajer rumah sakit sebagai pengambil keputusan akhir, dapat
mempengaruhi kelancaran dan kemudahan proses implementasi suatu sistem baru. Dalam
studi ini menunjukkan sikap positif dan komitmen kuat dari manajer rumah sakit dapat
mempengaruhi kesiapan rumah sakit dalam implementasi rekam medis elektronik
(Jahanbakhsh et al., 2017). Pimpinan dan manajemen yang mendukung juga dapat
meningkatkan penerimaan sistem rekam medis elektronik oleh para pengguna (Risdianty
& Wijayanti, 2019).
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa 4 dari 10 studi terinklusi
mengikutsertakan pembentukkan tim eksekutif atau tim khusus dalam rangka upaya
penerapan rekam medis elektronik sebagai indikator penilaian kesiapan implementasi
sistem (Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama & Darnoto, 2017;
Wirajaya & Dewi, 2020). Berdasarkan Ghazisaeidi et al., (2014), pembentukkan tim
khusus yang baik dan profesional merupakan aspek kesiapan utama dari faktor
manajemen dan kepemimpinan. Tim khusus rekam medis elektronik merupakan komite
yang memberikan komando proses pengembangan sistem yang terdiri dari berbagai
profesi atau multidisiplin rumah sakit. Profesi tersebut diantaranya seluruh pemimpin dari
tim rekam medis, administrasi, laboratorium, teknologi informasi, pendesain alur kerja,
para dokter, perawat, dan lainnya. Tim ini harus selalu terlibat dalam pengambilan
keputusan dan keseluruhan tahap dari proses implementasi sistem dengan memberikan
opini, inovasi, waktu, dan komitmen sesuai dengan tugasnya. (Ghazisaeidi et al., 2014;
Pratama & Darnoto, 2017).

Universitas Indonesia
50

6.3.2.2 Finansial
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 6 dari 10 studi terinklusi, memasukkan
aspek finansial atau keuangan dan anggaran ke dalam indikator penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ghazisaeidi et al.,
2014; Pratama & Darnoto, 2017; Reazi-Rad et al., 2012; Sudirahayu & Harjoko, 2016;
Wirajaya & Dewi, 2020). Aspek kesiapan finansial organisasi pelayanan kesehatan
menjadi penting untuk dipertimbangkan sesuai dengan permasalahan yang ada di
Indonesia terkait alokasi dana operasional dan pemeliharaan sistem teknologi masih
terbatas dan bukan menjadi prioritas. Tidak hanya di Indonesia, permasalahan terkait
keterbatasan finansial dan investasi teknologi untuk implementasi program e-kesehatan
termasuk rekam medis elektronik juga menjadi isu permasalahan di berbagai negara
berkembang (Mugo & Nzuki, 2014; Williams & Boren, 2008). Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 20,
menyebutkan bahwa rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit
privat berdasarkan pengelolaanya. Pada rumah sakit publik pengelolaan biaya ditanggung
oleh anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah (APBN/APBD) sehingga kebutuhan
dana dalam upaya pengembangan investasi teknologi dapat terpenuhi. Sebaliknya, bagi
rumah sakit privat perlu untuk mencari pendapatan dan modal secara mandiri untuk dapat
mengadopsi teknologi ke dalam pelayanannya. Contohnya pada sebuah rumah sakit
umum daerah yang memiliki pendanaan swadana rumah sakit tersendiri untuk dapat
mengelola, menunjang kegiatan operasional dan maintenance infrastruktur teknologi atau
SIMRS. Ketersediaan dana atau anggaran yang pasti ini dapat mendukung kesiapan
rumah sakit dalam upaya menerapkan rekam medis/kesehatan elektronik (Nugraheni,
2017).
Kesiapan finansial bertujuan untuk dapat melakukan evaluasi kapasitas organisasi
dalam pendanaan investasi awal dan biaya operasional yang berkelanjutan. Ketersediaan
dana dan keterjangkauan organisasi dalam pengalokasian dana sangat penting untuk
dipertimbangkan (Fanta et al., 2019). Penganggaran yang spesifik dilakukan untuk
penyediaan, pembelian dan pemeliharaan infrastruktur teknis yang menunjang
implementasi rekam medis elektronik (Wirajaya & Dewi, 2020). Kebutuhan finansial
juga diperlukan untuk investasi teknologi, upgrading sistem, merekrut staf teknologi
informasi yang berkualitas, program pelatihan, dan insentif kepada para staf dan

Universitas Indonesia
51

pengguna (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Fanta et al., 2019). Berdasarkan studi yang
dilakukan di rumah sakit Ethiopia dan Mesir, salah satu permasalahan yang dihadapi
adalah kekurangan dana dan anggaran yang dapat menghambat kesiapan penerapan
sistem (Fanta et al., 2019; Stadelmann, 2012).

6.3.2.3 Rencana Strategis


Pada penelitian ini ditemukan bahwa 5 dari 10 studi terinklusi membahas
mengenai rencana strategis sebagai indikator penilaian kesiapan implementasi sistem
(Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu
& Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Dalam hal ini rencana strategis dibagi
menjadi rencana strategis utama rumah sakit yang meliputi tujuan utama, penentuan
prioritas, visi, misi, dan analisis SWOT (strengths, weakness, opportunities, threats) yang
dapat mendukung pengembangan sistem informasi dan rencana strategis rumah sakit
khusus untuk upaya penerapan rekam medis elektronik (Garavand et al., 2016). Rencana
strategis merupakan salah satu indikator prioritas yang perlu dilakukan penilaian kesiapan
dari segi manajemen dan kepemimpinan (Ghazisaeidi et al., 2014).
Rencana strategis merupakan instrumen yang dapat menggerakkan organisasi
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai baik itu dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Dalam pembentukannya, dibutuhkan keterlibatan seluruh pihak seperti para
pengambil keputusan, manajer dan pemangku kepentingan lainnya. Hal pertama yang
dilakukan adalah pengembangan misi dan nilai sebagai landasan atau dasar dalam
melakukan seluruh proses kegiatan. Lalu, penentuan visi yang ingin dicapai secara umum
dan analisis SWOT. Kemudian, mengembangkan opsi strategis dan rencana aksi yang
ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. Sehingga, dokumen rencana strategis ini
dijadikan sebagai peta jalan yang mengarahkan organisasi dalam pelaksanaan
kegiatannya setiap hari (American Society of Clinical Oncology, 2009). Salah satu contoh
yang telah dilakukan oleh Christian Health Care Center di Amerika yang telah
membentuk rancangan rencana strategis untuk pengembangan rekam medis elektronik
yang meliputi kegiatan persiapan, proses, timeline, tujuan yang ingin dicapai, dan
indikator mutu (Pacicco et al., 2010). Di Indonesia, rencana strategis mengenai
pengembangan sistem informasi kesehatan secara khusus telah tertera pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Sistem

Universitas Indonesia
52

Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019 yang memuat tujuan, tahap pelaksanaan, sasaran,
indikator pencapaian, pembiayaan, pengorganisasian dan penguatan sistem informasi
kesehatan dalam jangka waktu 5 tahun. Peta jalan ini berfokus pada isu penataan
kebijakan, penguatan koordinasi, penguatan organisasi, standarisasi, pengembangan
sumber daya manusia, infrastruktur teknologi sistem informasi kesehatan dan lainnya.
Ketersediaan rencana strategis membuktikan adanya keseriusan dan komitmen
dari para pimpinan rumah sakit serta merupakan salah satu faktor keberhasilan
implementasi rekam medis elektronik (Nicholas, 2018; Pratama & Darnoto, 2017).
Dalam penelitian 3 studi terinklusi yang dilakukan pada rumah sakit di Indonesia,
ditemukan bahwa pengembangan upaya implementasi teknologi informasi atau rekam
medis elektronik belum termasuk ke dalam rencana strategis rumah sakit. Hal ini
mengurangi tingkat kesiapan organisasi karena belum memiliki analisis kebutuhan,
penilaian dan perencanaan implementasi yang pasti dan dalam jangka waktu yang
ditentukan (Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi,
2020).

6.3.2.4 Peningkatan Mutu dan Manajemen Pelayanan Kesehatan


Dalam penelitian ini ditemukan hanya 1 studi terinklusi yang membahas
mengenai peningkatan mutu dan strategi manajemen pelayanan kesehatan dalam
indikator penilaian kesiapan implementasi sistem. Peningkatan mutu dan manajemen
pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai komponen terkait perancangan indikator mutu
yang ingin dicapai melalui implementasi program e-kesehatan dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu dan efektivitas manajemen pelayanan kesehatan kepada pasien
(Ghazisaeidi et al., 2014). Hal ini berkaitan dengan tujuan dari penerapan rekam medis
elektronik yang dapat meningkatkan pelayanan dan keselamatan pasien dengan
meningkatkan efisiensi, akurasi dan akses (Ariffin et al., 2018). Berdasarkan studi yang
dilakukan di Australia, strategi dalam melakukan evaluasi mutu dari sistem rekam medis
elektronik merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan penilaian kesiapan.
Ketika sistem rekam medis elektronik telah berjalan nantinya, kegiatan evaluasi perlu
dilakukan yang meliputi evaluasi kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan.
Contoh indikator yang dapat diukur dan digunakan dalam penilaian mutu sistem
informasi elektronik adalah pengurangan waktu yang dihabiskan oleh dokter dan perawat

Universitas Indonesia
53

dalam mengakses data, pengurangan medication errors, penurunan length of stay,


pengurangan biaya, pengurangan pembelian kertas dan biaya penyimpanan berkas,
meningkatkan identifikasi risiko kecelakaan pada pasien, dan lainnya (Scott et al., 2019).

Kesimpulan:
• Diperlukan komitmen yang kuat dari para pemimpin dan pembentukkan tim
eksekutif khusus untuk implementasi rekam medis elektronik
• Ketersediaan dana untuk investasi teknologi dan biaya operasional merupakan
salah satu permasalahan di Indonesia dan bagian dari penilaian kesiapan
• Rencana strategis rumah sakit terkait rekam medis elektronik dijadikan sebagai
landasan untuk mencapai keberhasilan implementasi dalam jangka waktu tertentu
• Evaluasi terhadap penerapan rekam medis elektronik dapat dilakukan melalui
indikator mutu dan efektivitas pelayanan yang ingin dicapai

6.3.3 Kesiapan Operasional


Kesiapan operasional dalam rumah sakit adalah keadaan dimana organisasi yang
secara operasional atau seluruh proses koordinasi yang dibutuhkan untuk penyediaan
pelayanan kesehatan sudah siap dilaksanakan. Komponen yang termasuk dalam kesiapan
operasional adalah alur kerja, strategi sumber daya manusia, perencanaan secara umum,
keuangan, komunikasi, dan pelatihan (Wieser et al., 2009). Kesiapan operasional dalam
penelitian ini (Ajami et al., 2011; Ghazisaeidi et al., 2014), berarti penilaian dari segi
infrastruktur organisasi yang akan memfasilitasi dan menunjang penerapan rekam medis
elektronik, yang meliputi alur kerja, integrasi sistem, kebijakan, prosedur dan protokol
pendukung, manajemen hubungan vendor, kebutuhan staf organisasi, dan pelatihan.

6.3.3.1 Desain Ulang Alur Kerja


Berdasarkan hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa 6 dari 10 studi terinklusi
mengikutsertakan desain ulang alur kerja sebagai indikator penilaian kesiapan
implementasi sistem rekam medis elektronik. Dalam indikator ini dibutuhkan
perencanaan desain ulang alur kerja (Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014;
Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020) dan
komitmen dari seluruh pihak yang terlibat untuk dapat beradaptasi dengan perubahan alur
kerja (Adjorlolo & Ellingsen, 2013). Alur kerja didefinisikan sebagai interaksi seluruh

Universitas Indonesia
54

proses di rumah sakit dalam menyediakan layanan kesehatan kepada pasien, dengan
contoh kegiatan proses registrasi pasien dan proses pergantian resep obat pasien. Alur
kerja dapat divisualisasikan ke dalam peta proses atau flowcharts sehingga dapat
melakukan analisis alur kerja yang tidak efisien dan terjadi bottleneck. Pendesainan ulang
alur kerja juga diperlukan dalam perencanaan implementasi rekam medis elektronik atau
rekam kesehatan elektronik karena sangat kompleks dan dapat mengubah segala proses
yang telah ada sebelumnya. Berikut adalah contoh alur kerja proses pergantian resep obat
pasien (Medication Refill) sebelum dan sesudah implementasi rekam kesehatan
elektronik (California Healthcare Foundation, 2011).

Keterangan
MR: medical refill
MA: medical assistant

Gambar 6.3 Alur Proses Pergantian Resep Obat Sebelum Penerapan Rekam Kesehatan
Elektronik

Sumber: (California Healthcare Foundation, 2011)

Universitas Indonesia
55

Gambar 6.4 Alur Proses Pergantian Resep Obat Pasien Menggunakan Rekam Kesehatan
Elektronik

Sumber: (California Healthcare Foundation, 2011)


Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa dengan menerapkan rekam kesehatan
elektronik dapat memotong alur menjadi lebih efektif dan efisien. Seluruh tahap yang
melibatkan formulir dan perpindahannya sudah dihilangkan. (California Healthcare
Foundation, 2011). Perubahan alur proses akibat penerapan teknologi dalam pelayanan
kesehatan perlu didokumentasi dan didukung oleh prosedur atau Standar Prosedur
Operasional (SPO). Sebuah rumah sakit di Indonesia yang menerapkan teknologi
informasi atau SIMRS dalam mendukung pelayanannya, memerlukan SPO yang
mengatur alur prosedur pasien untuk memberikan pelayanan yang akurat dan lebih cepat
(Nugraheni, 2017).

6.3.3.2 Integrasi Sistem dalam Pelayanan Kesehatan


Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 3 dari 10 studi terinklusi memasukkan
aspek integrasi sistem dalam pelayanan kesehatan sebagai indikator penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik (Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014;
Hochwarter et al., 2014). Integrasi merupakan penggabungan aktivitas, program, sistem
ataupun teknologi yang ada di rumah sakit agar menjadi satu unit fungsional. Rekam
medis elektronik mampu menyediakan seluruh data yang dibutuhkan dalam pelayanan
kepada pasien seperti informasi klinis pasien, data finansial, penjadwalan konsultasi, dan

Universitas Indonesia
56

lainnya. Integrasi sistem sangat penting untuk dapat menggabungkan rekam medis
elektronik dengan sistem informasi yang sudah berjalan sebelumnya (Ariffin et al., 2018).
Hal ini mungkin sulit untuk dilakukan karena variasi dan tidak adanya standar dari setiap
sistem yang ada telah saat ini dengan sistem rekam medis elektronik yang akan diterapkan
(Hochwarter et al., 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun
2015 tentang Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019, salah satu
permasalahan sistem informasi kesehatan di Indonesia adalah lemahnya tata kelola,
manajemen data dan fragmentasi. Masing-masing program memiliki basis data sendiri
sehingga dalam memenuhi kebutuhan berbagai gabungan data harus melalui basis data
yang berbeda-beda. Fragmentasi sistem ini dikarenakan lemahnya standar sistem
informasi kesehatan. Hal ini juga berdampak pada peningkatan beban kerja kegiatan
administrasi di rumah sakit yang sulit dalam menyediakan informasi. Sebuah studi yang
melakukan evaluasi sistem rekam medis di Indonesia, ditemukan bahwa pengelolaan
rekam medis pada rumah sakit tersebut didukung oleh Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS). SIMRS tersebut telah terintegrasi beberapa bagian, diantaranya
rawat jalan, rawat inap, IGD, farmasi, radiologi, kamar operasi, laboratorium,
pendaftaran, filling, kasir, dan lainnya. Tujuan dari SIMRS yang terintegrasi adalah untuk
koordinasi antar bagian dalam mengelola data yang akurat dan valid. SIMRS yang
terintegrasi ini mendukung kesiapan rumah sakit yang berencana untuk menerapkan
rekam medis/kesehatan elektronik (Nugraheni, 2017).

6.3.3.3 Kebijakan, Prosedur dan Protokol


Berdasarkan hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa 7 dari 10 studi terinklusi
memasukkan aspek kebijakan, prosedur, dan protokol sebagai indikator penilaian
kesiapan implementasi sistem. Aspek legal yang lemah menjadi kelemahan
pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia. Peraturan mengenai rekam
medis telah tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis pada pasal 2 ayat 1 yang menyatakan
bahwa rekam medis dapat dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.
Namun, peraturan khusus untuk rekam medis elektronik pada tingkat kementerian
ataupun nasional hingga saat ini belum tersedia, sehingga menimbulkan permasalahan

Universitas Indonesia
57

mengenai tidak adanya landasan dan standar khusus yang dijadikan acuan. Aspek legal
rekam medis elektronik juga merupakan sebuah permasalahan di berbagai negara
termasuk negara berkembang. Contohnya pada negara Malaysia, yang belum memiliki
hukum atau peraturan yang mengatur hal tersebut. Ketersediaan hukum yang berlaku
secara sah dinilai sangat penting karena menyangkut isu legalitas terkait penyimpanan
dan pengiriman data pasien. Tidak tersedianya kebijakan pada tingkat nasional ini dapat
mengurangi tingkat kesiapan implementasi rekam medis elektronik di rumah sakit
(Ariffin et al., 2018).
Peraturan dan kebijakan yang diperlukan untuk mengatur rekam medis elektronik
di rumah sakit adalah terkait lisensi, kewajiban, penggantian biaya (Durrani et al., 2012),
monitoring keamanan, rahasia pribadi data pasien, kerahasiaan data, akses informasi
klinis, keamanan data, dan kebijakan yang mendukung infrastruktur dan teknologi
(Garavand et al., 2016). Selain itu diperlukan pula Standar Prosedur Operasional (SPO)
yang berkaitan dengan keseluruhan penerapan rekam medis elektronik (Garavand et al.,
2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016;
Wirajaya & Dewi, 2020). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran pada pasal 1 ayat 10, SPO didefinisikan sebagai perangkat instruksi atau
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin yang memberikan langkah
terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan kegiatan dan fungsi
pelayanan.
Dalam pembentukkan kebijakan internal organisasi harus berdasarkan peraturan
yang telah dibuat oleh pemerintah, terkait integritas data, keamanan, akses, dan transfer
data. Dibutuhkan sebuah tim penyusun yang terlibat dalam proses dan paham betul akan
peraturan untuk menyusun kebijakan internal tersebut (The Canadian Medical Protective
Association, 2009). Sehingga ketersediaan peraturan atau kebijakan nasional terkait
berbagi data, pengamanan informasi TIK, kebijakan terkait transaksi elektronik juga
termasuk kedalam penilaian kesiapan sistem (Ghazisaeidi et al., 2014; Gholamhosseini
& Ayatollahi, 2017)
Berdasarkan studi yang dilakukan di Azerbaijan dalam melakukan penilaian
kesiapan implementasi program e-kesehatan di rumah sakit, faktor kesiapan kebijakan
dinilai paling rendah. Pemerintah belum mengembangkan kebijakan khusus yang

Universitas Indonesia
58

mendukung program e-kesehatan di negara tersebut (Ahmadzada et al., 2016). Hal ini
bertentangan dengan studi yang dilakukan di Iran, faktor kesiapan kebijakan merupakan
faktor kesiapan yang dinilai paling tinggi. Rumah sakit tersebut sudah siap untuk
melakukan implementasi, hal ini dikarenakan ketersediaan kebijakan rumah sakit
mengenai keamanan data yang dapat mendukung kesiapan dan penerapan rekam medis
elektronik (Garavand et al., 2016). Dan berdasarkan dua studi di Indonesia, tidak
tersedianya kebijakan dan SPO dalam rumah sakit dijadikan sebagai penentu tingkat
kesiapan untuk implementasi sistem (Pratama & Darnoto, 2017; Wirajaya & Dewi, 2020).

6.3.3.4 Manajemen Hubungan dengan Vendor Rekam Medis Elektronik


Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa 4 dari 10 studi terinklusi memasukkan
kesiapan manajemen hubungan dengan vendor ke dalam indikator penilaian kesiapan
implementasi sistem (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ghazisaeidi et al., 2014; Sudirahayu
& Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Pengelolaan hubungan dengan pihak vendor
atau pihak pengembang yang menyediakan sistem rekam medis elektronik perlu
direncanakan. Rumah sakit sebaiknya menetapkan peran atau tugas khusus kepada unit
atau individu dalam hubungan kerjasama dengan vendor (Wirajaya & Dewi, 2020). Tugas
vendor adalah sebagai pemberi saran dalam mengelola implementasi sistem, namun tidak
secara komprehensif karena vendor bukan berfungsi sebagai konsultan. Hal yang
dilakukan oleh vendor adalah melakukan instalasi hardware, pengaturan software, dan
pelaksanaan pelatihan (Texas Medical Association, 2009). Vendor juga berperan dalam
membantu rumah sakit untuk menangani permasalahan terkait produk, SIMRS atau
infrastruktur teknologi yang tidak dapat diatasi oleh staf teknologi informasi rumah sakit
(Nugraheni, 2017).
Keberhasilan rekam medis elektronik juga dipengaruhi oleh desain dari sistem
yang harus disesuaikan dengan karakteristik sosial dari pengguna. Pihak vendor sebagai
penyedia dan pengembang desain sistem, harus memperhatikan hal ini. Sehingga proses
pemilihan yang tepat dan pembentukan hubungan kerjasama dengan vendor sangat
penting dalam menentukan pembentukan desain sistem yang sesuai dengan karakteristik
rumah sakit (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ranganathan & Afnan, 2012). Hal ini sesuai
dengan permasalahan yang menghambat implementasi rekam medis elektronik pada
negara berkembang yaitu kustomisasi atau ketidaksesuaian desain sistem. Tidak jarang

Universitas Indonesia
59

ditemukannya pembuatan desain sistem yang hanya bergantung pada vendor tanpa
dilakukan kerjasama dengan pihak rumah sakit. Kurangnya komunikasi yang baik dapat
menimbulkan asumsi dari pihak vendor terkait kebutuhan dan keinginan dari pengguna
sistem, sehingga sangat memungkinkan bagi rumah sakit menerapkan aplikasi sistem
yang tidak sesuai dengan perencanaannya (Ariffin et al., 2018).

6.3.3.5 Kebutuhan Staf dalam Implementasi Rekam Medis Elektronik


Pada penelitian ini ditemukan bahwa 6 dari 10 studi terinklusi membahas
mengenai pengelolaan sumber daya manusia sebagai penilaian kesiapan implementasi
rekam medis elektronik. Sumber daya manusia berperan sangat penting dalam
mempersiapkan, merencanakan dan mengimplementasikan sistem. Kemampuan rumah
sakit dalam menyediakan dan mengelola sumber daya manusia yang dapat menunjang
pelaksanaan sistem juga diperlukan dalam indikator ini (Ghazisaeidi et al., 2014). Hal
tersebut dapat dilihat dari ketersediaan staf dan manajer di rumah sakit yang sudah
terbiasa dengan penggunaan teknologi (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017). Penerapan
teknologi ke dalam suatu organisasi dapat mempengaruhi pengurangan jumlah pekerja
dan pembagian waktu kerja agar lebih efisien. Sehingga penyusunan kepegawaian dalam
rangka adopsi rekam medis elektronik perlu memperhatikan faktor kualitas dan
keselamatan, kesesuaian dengan prioritas organisasi, dan memaksimalkan fungsi tim
multidisiplin (Goldsack & Robinson, 2015). Dalam penilaian kesiapan, perencanaan
susunan kepegawaian juga perlu terdokumentasi (Pratama & Darnoto, 2017).
Dalam kesiapan untuk melakukan suatu perubahan sistem (atau readiness for
change) di dalam organisasi, penilaian kesiapan dibagi menjadi kesiapan dari sisi individu
dan organisasi. Pada kesiapan individu atau sumber daya manusia dalam organisasi ini
dilihat dari keyakinan, pengetahuan, dan kemampuan mereka dalam menghadapi suatu
perubahan (Timmings et al., 2016). Dalam hasil dari studi terinklusi, kesiapan sumber
daya manusia khususnya tenaga kesehatan dilihat dari pengetahuannya terhadap rekam
medis elektronik dan keterampilan dalam mengoperasikan teknologi seperti komputer
(Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017; Pratama & Darnoto,
2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Hal ini sesuai dengan studi
kuantitatif yang dilakukan di Ethiopia untuk melihat kesiapan tenaga kesehatan dalam
implementasi sistem rekam medis elektronik. Faktor gender, pengetahuan, perilaku, dan

Universitas Indonesia
60

keterampilan menggunakan komputer digunakan untuk mengetahui tingkat kesiapan.


Pada hasil studi tersebut ditemukan hanya 54,1% dari seluruh responden yang dinyatakan
siap, maka dibutuhkan program pelatihan untuk dapat meningkatkan kesadaran,
pengetahuan dan keberhasilan penerapan sistem (Biruk et al., 2014). Sebuah studi di
Indonesia menyatakan bahwa perawat yang terbiasa menggunakan komputer dapat
memudahkan mereka dalam mengoperasikan rekam medis elektronik khususnya dalam
mencari data pasien (Risdianty & Wijayanti, 2019).

6.3.3.6 Rencana Program Pelatihan


Hasil penelitian ini ditemukan bahwa 8 dari 10 studi terinklusi membahas
mengenai aspek program pelatihan sebagai indikator yang harus diikutsertakan dalam
penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik. Hal ini sesuai dengan penelitian
dari Ghazisaeidi et al., (2014) yang menjadikan program pelatihan merupakan prioritas
utama dalam faktor kesiapan operasional. Aspek pelatihan teknologi merupakan salah
satu faktor fundamental dalam melakukan penilaian kesiapan terkait program e-kesehatan
dan juga faktor keberhasilan dari implementasi rekam medis elektronik (Yusif et al.,
2017).
Salah satu permasalahan penerapan rekam medis elektronik di Indonesia adalah
pemanfaatan teknologi yang belum optimal diakibatkan kualitas sumber daya manusia
yang masih rendah. Hal tersebut juga terjadi pada negara berkembang. Keterampilan dan
literasi teknologi oleh pengguna atau tenaga kesehatan dinilai masih kurang baik (Mugo
& Nzuki, 2014). Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi sebuah sistem teknologi. Pengetahuan, keterampilan dan
kenyamanan pengguna terhadap teknologi perlu diperhatikan dalam konteks ini
(Adjorlolo & Ellingsen, 2013). Penyelenggaraan kegiatan pelatihan oleh organisasi
merupakan salah satu solusi dari permasalahan yang telah disebutkan tersebut (Mugo &
Nzuki, 2014).
Program sosialisasi dan pelatihan ini diperuntukkan kepada pengguna (baik itu
dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain) yang bersentuhan langsung dalam
menggunakan dan mengoperasikan teknologi rekam medis elektronik maupun teknologi
secara umum (Durrani et al., 2012; Sudirahayu & Harjoko, 2016). Kegiatan pelatihan
dapat diisi dengan materi pembelajaran dan keterampilan dalam mengoperasikan

Universitas Indonesia
61

komputer, internet, dan teknologi lain dalam rekam medis elektronik (Ghazisaeidi et al.,
2014; Wirajaya & Dewi, 2020). Berdasarkan studi terkait persepsi petugas kesehatan
terhadap rekam medis elektronik di Indonesia, ditemukan masih adanya resistensi oleh
dokter terhadap sistem. Para dokter bersikap tidak peduli, khawatir akan kestabilan sistem
dan mengeluh akan peningkatan beban kerja. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan
diperlukan untuk dapat meningkatkan persepsi positif, salah satunya dengan cara
sosialisasi antar teman sejawat (Rosyada et al., 2016).
Program pelatihan ini dapat dilakukan pada saat sebelum dan sejalan dengan
keberlangsungan implementasi rekam medis elektronik. Penyelenggaraan kegiatan
pelatihan lebih disarankan pada saat sebelum sistem diterapkan, dengan tujuan untuk
membentuk keterampilan pengguna yang mampu dan siap untuk mengoperasikan sistem.
Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan sejalan dengan implementasi sistem tetap
dilakukan untuk membuat pengguna merasa nyaman dan mengoptimalisasi penggunaan
teknologi (Aguirre et al., 2019). Pelaksanaan pelatihan dapat terbentuk atas kerjasama
antara instalasi teknologi informasi dengan manajemen sumber daya manusia di rumah
sakit (Ranganathan & Afnan, 2012). Program pelatihan juga harus disertai dengan
evaluasi kegiatan pelatihan itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi
tingkat keterampilan dari seluruh peserta, strategi pelatihan yang tepat, konten dan modul
yang sesuai, dan metode serta teknik pelatihan yang efektif dan efisien (Ghazisaeidi et
al., 2014). Sehingga dapat dilakukan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan
secara kontinuitas dan teratur dalam jangka waktu yang panjang (Durrani et al., 2012).

Universitas Indonesia
62

Kesimpulan:
• Perubahan atau pemotongan alur kerja terjadi akibat adopsi rekam medis elektronik,
sehingga perlu mendesain ulang alur kerja secara keseluruhan
• Integrasi sistem bertujuan untuk menggabungkan seluruh proses aktivitas pelayanan
• Kebijakan, prosedur dan SPO sebagai aspek legalitas perlu dibentuk untuk mengatur
pengelolaan dan pelaksanaan rekam medis elektronik
• Penetapan peran dan kerja sama yang baik dengan pihak vendor bertujuan untuk
dapat menghasilkan sistem rekam medis yang sesuai dengan kebutuhan
• Susunan kepegawaian dan kesiapan dari para pengguna yang dilihat dari
pengetahuan dan keterampilan terhadap teknologi atau komputer merupakan bagian
dari penilaian kesiapan kebutuhan staf atau sumber daya manusia organisasi
• Perencanaan program pelatihan yang tepat bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
pengetahuan dan keterampilan seluruh pihak dan pengguna terhadap sistem

6.3.4 Kesiapan Teknis


Kesiapan teknis atau teknologi merupakan faktor penilaian kesiapan yang paling
banyak disebutkan dalam studi terinklusi (Ajami et al., 2011; Durrani et al., 2012;
Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017;
Reazi-Rad et al., 2012). Kesiapan teknologi merupakan kemampuan dari organisasi
pelayanan kesehatan untuk menyediakan segala kebutuhan teknis seperti peralatan dan
kebutuhan lainnya yang mampu menunjang pelaksanaan sistem rekam medis elektronik.
Mengingat kesiapan teknologi merupakan faktor penilaian kesiapan yang paling banyak
digunakan untuk implementasi program e-kesehatan yang mengutamakan teknologi
informasi dan komunikasi di bidang kesehatan (Yusif et al., 2017). Serta kesiapan
teknologi merupakan aspek kesiapan yang dijadikan sebagai prioritas pada penilaian
(Reazi-Rad et al., 2012). Dalam penelitian ini kesiapan teknis didefinisikan sebagai
penilaian lingkungan organisasi secara teknis termasuk penggunaan teknologi saat ini,
penilaian kebutuhan teknis, manajemen dan staf teknologi informasi.

Universitas Indonesia
63

6.3.4.1 Penggunaan Teknologi Saat Ini


Dari 10 studi terinklusi, ditemukan 2 indikator penilaian kesiapan yang membahas
mengenai kesadaran akan permasalahan dan tidak puas terhadap sistem rekam medis yang
berjalan saat ini. Permasalahan dari rekam medis pasien yang berbasis kertas terjadi
karena sistem dokumentasi yang tidak efisien, proses berbagi data pasien yang buruk,
tidak bersifat sentralisasi yang memungkinkan rekam medis ganda pada satu pasien atau
duplikasi, penyimpanan berkas rekam medis yang membutuhkan ruang yang cukup besar,
pendistribusian berkas, pencatatan yang tidak lengkap dan tidak akurat, dan masalah
lainnya (Hochwarter et al., 2014; Reazi-Rad et al., 2012). Sikap tidak puas dan menyadari
adanya permasalahan yang ditimbulkan oleh sistem, maka akan mengarah pada pencarian
solusi yang dituju. Rekam medis elektronik merupakan jawaban dari permasalahan ini.
Hal ini sesuai dengan studi yang dibuat oleh Khoja et al., (2007), yang menyatakan bahwa
penilaian terhadap ketidakpuasan terhadap status quo atau keadaan saat ini sebagai
indikator dari penilaian kesiapan implementasi program e-kesehatan yang sesuai dengan
kondisi di negara berkembang.
Penilaian dari penggunaan teknologi di rumah sakit Indonesia saat ini dapat dilihat
dari ketersediaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang berjalan
efektif. Ditemukan bahwa 4 dari 10 studi terinklusi membahas mengenai hal tersebut
(Garavand et al., 2016; Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya
& Dewi, 2020). Dengan adanya SIMRS, dapat membuka kesempatan bagi rumah sakit
untuk mengembangkan sistem informasinya dengan mengimplementasi rekam medis
elektronik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82
Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit pada pasal 1 ayat 2,
SIMRS merupakan suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan
mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan di rumah sakit dalam bentuk jaringan
koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara
tepat dan akurat. SIMRS dapat digunakan dalam layanan fungsi administrasi (seperti
billing system dan CPOE) dan klinis (termasuk rekam medis elektronik). Sebuah rumah
sakit umum daerah di Indonesia telah menerapkan SIMRS dalam menunjang sistem
rekam medisnya. SIMRS berbasis desktop dengan koneksi LAN yang terintegrasi pada
berbagai bagian atau departemen, dapat menyediakan data pasien dan pelayanan yang
efektif dan efisien (Nugraheni, 2017).

Universitas Indonesia
64

Sebagian besar penggunaan SIMRS di Indonesia berfokus pada fungsi


administrasi, sehingga perlu dilakukan upaya perencanaan dan pengembangan sistem
yang tepat (Hariana et al., 2013). Tidak jarang ditemukan penerapan SIMRS yang belum
optimal. Masalah terkait persepsi dan kemauan seluruh staf mengoperasikan SIMRS,
manajemen vendor yang kurang baik untuk pengembangan sistem, SIMRS tidak
didukung oleh prosedur dan protokol masih terjadi di beberapa rumah sakit di Indonesia
(Pratama & Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020).

6.3.4.2 Penilaian Kebutuhan Teknis


Secara keseluruhan ditemukan bahwa 9 dari 10 studi terinklusi menyatakan
penilaian kebutuhan atas infrastruktur teknologi yang dapat mendukung implementasi
sistem merupakan indikator penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik.
Pengembangan sistem dari berbasis kertas menjadi elektronik membutuhkan infrastruktur
teknis yang dapat menunjang operasional sistem. Infrastruktur teknologi yang dibutuhkan
antara lain hardware (perangkat keras), software (perangkat lunak), internet, listrik,
sistem keamanan, dan jaringan (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Durrani et al., 2012;
Garavand et al., 2016; Ghazisaeidi et al., 2014; Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017;
Pratama & Darnoto, 2017; Reazi-Rad et al., 2012; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya
& Dewi, 2020). Kebutuhan hardware dapat berupa komputer, laptop, desktop, monitor,
printer, scanner, photocopier, telpon, peralatan x-ray, server, wireless hardware, kabel
modem, kamera digital, dan lainnya (Li et al., 2010). Pemilihan hardware juga perlu
diperhatikan dan disesuaikan dengan alur kerja, jumlah, dan anggaran yang dimiliki
(Sudirahayu & Harjoko, 2016).
Kebutuhan software atau perangkat lunak juga diperlukan untuk rekam medis
elektronik. Pada umumnya software yang dibutuhkan adalah Microsoft windows, web
browser, manajemen dokumen, server, database dan web server, dan lainnya
(Prawiradirjo et al., 2018). Software yang yang digunakan dapat bergantung kepada
vendor yang dipilih ataupun mengadopsi open source (sumber terbuka) yang ada. Salah
satu contoh open source yang dapat digunakan pada negara berkembang adalah
openMRS sebagai platform perangkat lunak dan aplikasi yang memungkinkan desain
sistem rekam medis khusus yang mudah digunakan dan disesuaikan serta banyak fitur
atau modul yang mendukungnya (OpenMRS Inc., 2016).

Universitas Indonesia
65

Kebutuhan akan internet dan listrik juga menjadi persoalan di negara berkembang.
Perlu disiapkan cadangan power supply dan kecepatan dan kualitas internet yang baik
(Sood et al., 2008). Sistem juga membutuhkan fitur pengamanan yang meliputi kontrol
akses berdasarkan peran dan tugas pengguna, keluar otomatis, enkripsi, anti-virus,
malware, dan spyware software. Hal ini berkaitan dengan aspek legal dalam akses dan
penggunaan data pasien. Ketersediaan jaringan atau network rumah sakit beserta dengan
komponen, peralatan, dan protokol juga diperlukan untuk menunjang sistem (The
Canadian Medical Protective Association, 2009). Contoh kebutuhan infrastruktur
teknologi untuk mendukung SIMRS atau sistem rekam medis elektronik di rumah sakit
di Indonesia, antara lain perangkat keras seperti komputer yang tersedia di setiap bagian,
perangkat lunak atau aplikasi, jaringan komputer, konektivitas, listrik beserta cadangan
suplai listrik (Nugraheni, 2017).

6.3.4.3 Manajemen Teknologi Informasi


Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa 5 dari 10 studi terinklusi
mengikutsertakan ketersediaan manajemen atau unit atau instalasi khusus mengelola
teknologi informasi di rumah sakit sebagai indikator penilaian kesiapan implementasi
rekam medis elektronik (Adjorlolo & Ellingsen, 2013; Ghazisaeidi et al., 2014; Pratama
& Darnoto, 2017; Sudirahayu & Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Instalasi ini
bertanggung jawab atas teknologi dan pengelolaan data elektronik seluruh isi rumah sakit.
Keberadaan instalasi TI yang berpengalaman dalam bidangnya ini merupakan salah satu
bentuk komitmen manajemen mengenai penggunaan teknologi di rumah sakit (Adjorlolo
& Ellingsen, 2013; Sudirahayu & Harjoko, 2016). Rumah sakit yang memiliki instalasi
TI terbukti dapat mempengaruhi penggunaan sistem informasi untuk fungsi administrasi
dan fungsi klinis yang lebih baik (Hariana et al., 2013).
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82
Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit pasal 8, yang
mewajibkan ketersediaan unit kerja fungsional atau struktural beserta dengan sumber
daya manusia yang kompeten dan terlatih dalam mengelola penyelenggaraan teknologi
informasi ataupun SIMRS. Pengelolaan teknologi informasi yang dilakukan oleh instalasi
TI dapat meningkatkan dan mendukung kemudahan pelaporan dalam pelaksanaan

Universitas Indonesia
66

operasional, koordinasi antar unit, akurasi, integrasi, kecepatan pengambilan keputusan,


dan penyusunan strategi dalam pelaksanaan manajerial.

6.3.4.4 Kebutuhan Staf Teknologi Informasi


Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 5 dari 10 studi terinklusi mengikutsertakan
ketersediaan staf khusus teknologi informasi (TI) yang berkompeten sebagai indikator
penilaian kesiapan implementasi sistem rekam medis elektronik (Gholamhosseini &
Ayatollahi, 2017; Pratama & Darnoto, 2017; Reazi-Rad et al., 2012; Sudirahayu &
Harjoko, 2016; Wirajaya & Dewi, 2020). Ketersediaan staf ahli maupun tenaga teknisi
bertujuan untuk dapat membantu pelaksanaan pelatihan dan mampu mendukung dan
mengantisipasi persoalan infrastruktur teknologi di rumah sakit. Perekrutan staf TI
sebaiknya memiliki kualifikasi pendidikan dalam bidang teknologi informasi baik khusus
pada bidang kesehatan maupun secara umum. Selain itu instalasi TI yang mampu
mendatangkan konsultan teknologi jika terjadi suatu permasalahan juga diperlukan dalam
penilaian kesiapan ini (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017; Reazi-Rad et al., 2012;
Sudirahayu & Harjoko, 2016). Rumah sakit yang mampu merekrut staf khusus yang
memiliki latar belakang pendidikan TI dapat mempengaruhi penggunaan sistem
informasi yang lebih baik secara menyeluruh (Hariana et al., 2013). Ketersediaan
technical support ataupun teknisi yang cukup dapat mengurangi kejadian error pada
sistem dan ketakutan pengguna akan sistem error yang dapat mengganggu proses
pelayanan (Rosyada et al., 2016).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit pada bab IV, dalam instalasi TI
di rumah sakit terdiri dari kepala instalasi dan staf TI fungsional yang memiliki kualifikasi
dalam bidang staf analis sistem, staf programmer, staf hardware, staf maintenance
jaringan. Kebutuhan akan kualifikasi staf TI dari segi kuantitas dan kualitas sebaiknya
dipenuhi agar tidak menghambat upaya pengembangan sistem menuju rekam medis
elektronik. Jika terjadi kekurangan staf, maka mengharuskan rumah sakit untuk
melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam operasional pelaksanaan teknologinya
(Sudirahayu & Harjoko, 2016).

Universitas Indonesia
67

Kesimpulan:
• Indikator penggunaan teknologi saat ini dilihat dari ketidakpuasan staf akan sistem
yang ada dan ketersediaan SIMRS yang mampu mendukung rekam medis elektronik
• Kebutuhan akan teknologi seperti hardware, software, listrik dan cadangan listrik,
internet, dan keamanan sistem untuk dapat menunjang implementasi sistem
• Ketersediaan manajemen atau instalasi TI atau SIMRS yang bertanggung jawab
dalam urusan teknologi rumah sakit beserta staf yang memiliki kualifikasi
pendidikan TI dapat mempengaruhi penggunaan teknologi yang lebih baik di rumah
sakit
6.3.5 Faktor Kesiapan Lainnya
Berdasarkan studi yang melakukan systematic literature review terhadap faktor
penilaian kesiapan program e-kesehatan, menyatakan bahwa indikator yang tidak
didukung oleh dua peneliti maka dinilai tidak reliabel. Hal ini dapat terjadi karena
kurangnya standarisasi dalam mengukur penilaian kesiapan yang mungkin dapat
menyebabkan kegagalan dalam implementasi teknologi informasi (Yusif et al., 2017).
Dalam penelitian ini juga ditemukan beberapa indikator yang hanya didukung oleh satu
peneliti dari studi terinklusi, diantaranya:
1. Kenyamanan seluruh staf dan pengguna yang akan terlibat dalam rekam medis
elektronik dalam menggunakan teknologi secara keseluruhan (Durrani et al., 2012).
2. Keyakinan dari pemangku kebijakan dan seluruh staf dalam menggunakan teknologi
sebagai solusi dalam permasalahan dengan sistem saat ini (Hochwarter et al., 2014).
3. Penggunaan teknologi terkait akses rumah sakit dalam intranet atau komunikasi
internal (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
4. Persentase atas jumlah staf yang memiliki akses menggunakan komputer, telepon,
dan email yang ada di rumah sakit (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
5. Faktor sosial budaya antar staf, yang menilai bahwa adanya kesetaraan gender dalam
akses terhadap teknologi dan seluruh tingkatan atau jabatan kepegawaian berhak
merasakan penggunaan teknologi (Durrani et al., 2012).
6. Rumah sakit yang mampu mengadakan website khusus rekam medis elektronik
(Garavand et al., 2016).

Universitas Indonesia
68

7. Pengalaman dalam menggunakan program e-kesehatan sebelumnya (seperti


telemedicine) oleh staf dan tenaga kesehatan mampu meningkatkan kesiapan sumber
daya manusia. Namun perlu didukung dengan program pelatihan khusus untuk rekam
medis elektronik (Adjorlolo & Ellingsen, 2013).
8. Penilaian akan dampak negatif yang mungkin terjadi seperti kerugian dari segi
finansial dengan investasi yang sangat tinggi namun dengan pendapatan yang rendah
(Reazi-Rad et al., 2012)
9. Kesiapan organisasi dalam mengatasi tantangan dan rintangan implementasi rekam
medis elektronik (Garavand et al., 2016).
10. Penilaian atas akses rumah sakit untuk mendapatkan berbagai software dan hardware
yang sesuai (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
11. Kemampuan interoperabilitas data didalam organisasi yang dapat diakses oleh
seluruh unit (Ghazisaeidi et al., 2014).
12. Memperhatikan model arsitektur dari sistem yang dipilih, dilihat dari interface yang
berbeda untuk setiap pengguna, penggunaan basis data, interaksi data, pertukaran
data, dan penyimpanan data (Ghazisaeidi et al., 2014).
13. Kegiatan konsultasi secara online dengan pasien. Indikator ini menilai kemampuan
rumah sakit dalam menyediakan layanan komunikasi secara online dengan pasien
untuk memberi pelayanan kesehatan (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
14. Rumah sakit yang sudah menyimpan segala bentuk rekaman atau data secara
elektronik yang dapat meningkatkan kesiapan implementasi sistem rekam medis
elektronik (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017).
Kekurangan dari penelitian ini adalah memasukkan studi terinklusi yang
membahas mengenai rekam kesehatan elektronik dan program e-kesehatan secara umum.
Sehingga ditemukan beberapa indikator yang dinilai tidak cocok dengan sistem rekam
medis elektronik dilihat dari jangkauan sistem tersebut, diantaranya:
1. Infrastruktur komunikasi dan koordinasi antar fasilitas pelayanan kesehatan terkait
pelayanan kesehatan pasien melalui program e-kesehatan. Pada indikator ini menilai
penggunaan teknologi atau internet dalam berkomunikasi dengan institusi lain dan
pasien, akses dalam sharing atau berbagi data, dan penggunaan teknologi dalam
sistem rujukan di setiap institusi (Durrani et al., 2012; Khoja et al., 2007; Reazi-Rad
et al., 2012).

Universitas Indonesia
69

2. Penggunaan teknologi terkait akses rumah sakit dalam extranet atau komunikasi
dengan pihak luar (Gholamhosseini & Ayatollahi, 2017)
3. Faktor sosial budaya antar pasien dan komunitas. Indikator ini menilai sisi kesetaraan
gender dan strata sosial ekonomi dalam pemanfaatan teknologi yang dirasakan oleh
pasien dan komunitas penerima layanan kesehatan (Durrani et al., 2012; Khoja et al.,
2007).
4. Software tingkat nasional, Dalam indikator ini memberikan berbagai pertimbangan
jika rumah sakit hendak menggunakan software rekam kesehatan elektronik tingkat
nasional, yaitu bahasa pemrograman, sistem aplikasi, basis data, interface, dan apakah
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit (Ghazisaeidi et al., 2014).
5. Dukungan pemerintah. Pada indikator ini menilai sejauh mana peran pemerintah
dalam menanggapi perkembangan teknologi informasi dalam bidang kesehatan dan
institusi pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diketahui dengan adanya kesadaran,
dukungan yang kuat, mempromosikan, pembentukkan rencana, dan pembentukkan
kebijakan yang mampu mendukung pelaksanaan operasional program e-kesehatan
(Ghazisaeidi et al., 2014; Khoja et al., 2007)

6.3.6 Kerangka Kerja Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik


Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan dengan kerangka teori oleh Ajami et al., (2011) yang digunakan sebagai
kerangka teori dalam penelitian ini. Indikator persepsi terkait rekam medis elektronik
berganti nama menjadi indikator budaya meskipun keduanya memiliki makna yang sama.
Selain itu, indikator prosedur terkait interaksi pasien dengan rekam medis elektronik tidak
ditemukan dalam studi terinklusi. Sehingga berikut adalah kerangka kerja baru mengenai
penilaian kesiapan implementasi rekam medis elektronik berdasarkan hasil penelitian ini.

Universitas Indonesia
70

Kesiapan Teknis:
1. Penggunaan teknologi
saat ini
2. Penilaian kebutuhan
Kesiapan Operasional:
teknis
1. Desain ulang alur
3. Manajemen TI
kerja
4. Kebutuhan staf TI
2. Integrasi pelayanan
Budaya Organisasi
kesehatan
1. Budaya Penilaian Kesiapan
3. Kebijakan, prosedur
2. Keterlibatan dokter, Implementasi Rekam
dan protokol RME
staf, dan pasien Medis Elektronik
4. Manajemen
terhadap RME (RME)
hubungan Vendor
3. Pengembangan
RME
rencana RME Manajemen dan 5. Kebutuhan staf
Kepemimpinan dalam implementasi
1. Tim eksekutif RME.
2. Finansial 6. Rencana program
3. Rencana strategis pelatihan
4. Peningkatan mutu dan
manajemen pelayanan
kesehatan

Gambar 6.5 Kerangka Kerja Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis di


Indonesia

6.3.7 Instrumen Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik


Untuk mengetahui tingkat kesiapan dalam upaya implementasi suatu sistem
dibutuhkan sebuah instrumen penilaian kesiapan. Berdasarkan hasil temuan dan
pembahasan diatas, dapat dihasilkan sebuah instrumen penilaian kesiapan implementasi
rekam medis elektronik yang dapat digunakan oleh rumah sakit di Indonesia. Rumah sakit
dapat melakukan evaluasi seberapa jauh tingkat kesiapan organisasi dan hal apa saja yang
perlu dilakukan perbaikan sebelum implementasi sistem diterapkan. Perlu diketahui

Universitas Indonesia
71

bahwa instrumen ini merupakan hasil pengembangan dan penggabungan berdasarkan


instrumen yang telah dibuat sebelumnya oleh Amatayakul, (2014) California Academy
of Family Physicians, (2011); Doctor’s Office Quality Information Technology (DOQ-
IT), (n.d.); dan The California Community Clinic EHR Assessment and Readiness,
(2008). Komponen baru yang dihasilkan berdasarkan penelitian ini ditemukan pada tabel
yang memiliki perbedaan warna. sehingga perlu dilakukan uji pemahaman bahasa,
validitas dan reliabilitas terhadap instrumen terlebih dahulu.
Terdapat beberapa tata cara pengisian instrumen penilaian ini. Instrumen ini dapat
digunakan atau diisi pada saat diskusi yang dilakukan oleh para manajer atau pemimpin.
Cara lain adalah dengan menunjuk seorang fasilitator yang menilai hasil dari diskusi yang
dilakukan. Tidak disarankan untuk memberikan nilai yang tidak sesuai, karena semakin
jujur dalam pengisian instrumen ini maka dapat menggambarkan keadaan organisasi yang
sesungguhnya (Amatayakul, 2014). Instrumen ini dibagi menjadi empat faktor,
diantaranya (Ajami et al., 2011):
a. Budaya organisasi, kesiapan pada faktor ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
perencanaan kedepannya dan menandakan adanya pemahaman budaya oleh
organisasi
b. Manajemen dan kepemimpinan, kesiapan pada faktor ini menandakan bahwa terjadi
perkembangan proses implementasi dan dukungan dari pihak manajemen
c. Kesiapan operasional, faktor ini dapat mengidentifikasi hambatan proses dan
infrastruktur dalam mengadopsi sistem
d. Kesiapan teknis, faktor ini dapat mengidentifikasi perencanaan, pengadaan, dan
kebutuhan staf terkait teknologi yang dibutuhkan untuk dapat mendukung sistem
Pemberian nilai untuk setiap komponen diberi rentang angka 0 hingga 5 sesuai
dengan kesiapan, dimana semakin tinggi nilai maka indikator tersebut semakin siap.
Kemudian, lakukan perhitungan rata-rata nilai pada setiap faktor serta lakukan
interpretasi sesuai dengan tingkat kesiapan. Dengan penjelasan interpretasi sebagai
berikut (The California Community Clinic EHR Assessment and Readiness, 2008):
a. Rata-rata nilai ≥4,0 = pada rentang nilai ini menandakan bahwa rumah sakit sudah
sangat memahami isu yang ada di setiap indikator. Pastikan untuk mengembangkan
perencanaan secara komprehensif. Dan dapat disimpulkan bahwa rumah sakit sudah
sangat siap.

Universitas Indonesia
72

b. Rata-rata nilai 2,0 – 3,9 = pada rentang nilai ini menandakan bahwa rumah sakit
belum cukup kuat dalam memahami isu yang ada di setiap indikator. Sehingga
penting untuk mengembangkan perencanaan yang pasti dan memiliki target dengan
bantuan dari pihak manajerial. Dan rumah sakit dinilai dalam tingkatan cukup siap.
c. Rata-rata nilai ≤1,9 = pada rentang nilai ini menandakan bahwa rumah sakit belum
siap untuk implementasi sistem. Diperlukan perhatian lebih pada faktor ini dengan
melakukan evaluasi kebutuhan dan perbaikan yang harus dilakukan

Universitas Indonesia
73

Tabel 6.1 Instrumen Penilaian Kesiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik untuk Rumah Sakit di Indonesia

BUDAYA ORGANISASI

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 …… 1) (2 ……… 3) (4 ………… 5) or
Budaya Rekam medis Sebatas proyek Sebuah proyek Teknologi (California Academy of
elektronik bagian IT atau teknologi informasi yang Family Physicians, 2011b;
dipandang menuju “paper untuk mencapai bertujuan untuk Doctor’s Office Quality
sebagai… less” efisiensi alur dapat Information Technology
kerja. meningkatkan (DOQ-IT), n.d.; The
mutu pelayanan California Community Clinic
EHR Assessment and
Readiness, 2008)
Sikap positif Tidak peduli Termotivasi dan Bersedia dan (Adjorlolo & Ellingsen, 2013;
seluruh pihak jika rekam berkeinginan berkomitmen Durrani et al., 2012; Garavand
medis untuk dapat untuk menerapkan et al., 2016; Ghazisaeidi et al.,
elektronik akan mencoba rekam rekam medis 2014; Gholamhosseini &
diterapkan di medis elektronik elektronik karena Ayatollahi, 2017; Hochwarter
rumah sakit dalam sadar akan et al., 2014; Pratama &
pekerjaannya pentingnya sistem Darnoto, 2017; Reazi-Rad et
tersebut al., 2012; Sudirahayu &
Harjoko, 2016; Wirajaya &
Dewi, 2020)

Universitas Indonesia
74

BUDAYA ORGANISASI

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 …… 1) (2 ……… 3) (4 ………… 5) or
Keterlibatan Proses Hanya top Tim perencana Seluruh (Amatayakul, 2014;
dokter, staf, perencanaan manager utama atau departemen California Academy of
dan pasien rekam medis rumah sakit departemen beserta Family Physicians, 2011b;
terhadap elektronik di tertentu di rumah anggotanya yang Doctor’s Office Quality
rekam dalamnya sakit menekankan pada Information Technology
medis termasuk … komunikasi dan (DOQ-IT), n.d.; The
elektronik kolaborasi tim California Community Clinic
EHR Assessment and
Readiness, 2008)
Keterlibatan Terbatas pada Pada dasarnya Aktif pada proses (California Academy of
dokter dalam advokasi berperan untuk perencanaan dan Family Physicians, 2011;
proses rekam tenaga mengambil pengambilan Doctor’s Office Quality
medis kesehatan keputusan terkait keputusan Information Technology
elektronik ... untuk mewakili kepentingan klinis mengenai (DOQ-IT), n.d.; The
kepentingan kepentingan klinis California Community Clinic
klinis dan manajerial EHR Assessment and
Readiness, 2008)
Keterlibatan Belum Diutamakan bagi Banyak perawat (Amatayakul, 2014)
perawat terlaksana pemimpin yang terlibat
dalam proses keperawatan dalam proses
rekam medis sebagai penentu perencanaan dan
elektronik keputusan pengambilan
keputusan

Universitas Indonesia
75

BUDAYA ORGANISASI

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 …… 1) (2 ……… 3) (4 ………… 5) or
Interaksi Belum Sudah Bentuk interaksi (California Academy of
pasien dievaluasi dipertimbangkan, sudah ditentukan Family Physicians, 2011b;
dengan rekam namun dan persyaratan Doctor’s Office Quality
medis persyaratan yang yang diperlukan Information Technology
elektronik diperlukan belum sudah termasuk ke (DOQ-IT), n.d.; The
didokumentasi dalam proses California Community Clinic
perencanaan EHR Assessment and
Readiness, 2008)
Pengemban Seluruh Belum Telah diberikan Telah mengetahui (Amatayakul, 2014)
gan rencana pegawai… mengetahui informasi umum dan terlibat dalam
rekam perencanaan tentang beberapa kegiatan
medis rekam medis perencanaan terkait rekam
elektronik elektronik rekam medis medis elektronik
elektronik namun
belum mengetahui
pengaruh rekam
medis elektronik
terhadap
pekerjaannya

Universitas Indonesia
76

BUDAYA ORGANISASI

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 …… 1) (2 ……… 3) (4 ………… 5) or
Seluruh Belum Sudah diketahui Perencanaan (Durrani et al., 2012;
perencanaan didiskusikan untuk melakukan terkait identifikasi Garavand et al., 2016;
untuk identifikasi kebutuhan, Ghazisaeidi et al., 2014;
keberhasilan kebutuhan, konversi berkas Gholamhosseini &
implementasi konversi berkas rekam medis Ayatollahi, 2017; Hochwarter
rekam medis rekam medis menjadi digital, et al., 2014; Pratama &
elektronik menjadi digital, akuntabilitas Darnoto, 2017; Reazi-Rad et
dan akuntabilitas, beserta dengan al., 2012; Sudirahayu &
namun belum ada jadwal atau Harjoko, 2016; Wirajaya &
tindakan lanjutnya timeline yang Dewi, 2020)
ditetapkan telah
terdokumentasi
RATA-RATA NILAI KESIAPAN BUDAYA ORGANISASI =
Total nilai
=⋯
8
Keterangan = Rata-rata nilai ≥4,0 = sudah sangat siap; 2,0 – 3,9 = cukup siap; ≤1,9 = belum siap

Universitas Indonesia
77

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Tim Para Percaya akan Sudah mempelajari Memahami (Amatayakul, 2014;
eksekutif pemimpin... pentingnya pro dan kontra dari keuntungan yang California Academy of
rekam medis rekam medis akan dirasakan, Family Physicians,
elektronik, elektronik dan menetapkan visi 2011b; Doctor’s Office
namun masih berpendapat bahwa yang jelas, dan Quality Information
ragu kapan manfaat dari rekam memiliki komitmen Technology (DOQ-IT),
sistem akan medis elektronik yang kuat terhadap n.d.; The California
diadopsi lebih penting penerapan rekam Community Clinic EHR
daripada banyaknya medis elektronik Assessment and
biaya yang Readiness, 2008)
dikeluarkan.
Tim eksekutif Bergantung Memberikan Telah membentuk (Amatayakul, 2014;
kepada delegasi kepada tim khusus (yang California Academy of
vendor untuk seseorang atau tim terdiri dari berbagai Family Physicians,
menyediakan untuk profesi) untuk 2011b; Doctor’s Office
panduan merencanakan merencanakan dan Quality Information
perencanaan rekam medis memberi komando Technology (DOQ-IT),
rekam medis elektronik dalam implementasi n.d.; The California
elektronik rekam medis Community Clinic EHR
elektronik Assessment and
Readiness, 2008)

Universitas Indonesia
78

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Finansial Analisis biaya Belum Sudah Sudah dievaluasi (California Academy of
dan manfaat/ diuraikan dikembangkan dalam analisis Family Physicians, 2011;
keuntungan secara rinci sebagian, namun biaya/analisis The California
rekam medis belum dapat manfaat, dan telah Community Clinic EHR
elektronik.. mengukur dikomunikasikan Assessment and
manfaat/keuntunga kepada para Readiness, 2008)
n yang akan didapat pemimpin rumah
sakit
Dana Berasal dari Bagian dari total Memiliki anggaran (The California
implementasi anggaran dan anggaran rumah tersendiri setidaknya Community Clinic EHR
rekam medis dana sebagian sakit yang bukan dalam waktu 12 Assessment and
elektronik departemen secara khusus untuk bulan masa Readiness, 2008)
rekam medis implementasi
elektronik
Rencana Perencanaan Rekam medis Menjadi bagian Telah menjadi bagian (California Academy of
strategis strategi terkait elektronik terpisah dari proses yang terintegrasi Family Physicians, 2011;
teknologi belum perencanaan dengan rencana Doctor’s Office Quality
informasi dipertimbang strategis rumah strategis rumah sakit Information Technology
rekam medis kan sebagai sakit dan telah dibentuk (DOQ-IT), n.d.; The
elektronik.. bagian dari rencana strategis California Community
rencana khusus rekam medis Clinic EHR Assessment
strategis elektronik secara and Readiness, 2008)
rumah sakit detail

Universitas Indonesia
79

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Kerangka kerja Belum Sudah didiskusikan Sudah (California Academy of
untuk didiskusikan namun belum terdokumentasi dan Family Physicians, 2011;
menguraikan terdokumentasi digunakan untuk Doctor’s Office Quality
prioritas memfasilitasi proses Information Technology
masalah yang pengambilan (DOQ-IT), n.d.)
mungkin keputusan
dihadapi…
Peningkat Terkait mutu Sudah Mutu dan efisiensi Perencanaan terkait (Amatayakul, 2014;
an mutu dan efisiensi didiskusikan, merupakan tujuan mutu dan efisiensi California Academy of
dan dari rekam tetapi belum yang ingin dicapai, dari rekam medis Family Physicians,
manajeme medis ada tujuan namun belum jelas elektronik telah 2011b; Doctor’s Office
n elektronik jelas dari bagaimana cara terdokumentasi, Quality Information
pelayanan penerapan mengukur dan meliputi tujuan Technology (DOQ-IT),
kesehatan rekam medis indikator mutu dari spesifik, timeline, n.d.; The California
elektronik. rekam medis dan indikator mutu Community Clinic EHR
elektronik Assessment and
Readiness, 2008)
RATA-RATA NILAI KESIAPAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN =
Total nilai
=⋯
8
Keterangan = Rata-rata nilai ≥4,0 = sudah sangat siap; 2,0 – 3,9 = cukup siap; ≤1,9 = belum siap

Universitas Indonesia
80

KESIAPAN OPERASIONAL

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……. 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Desain Alur proses Belum Sadar bahwa perlu Peta proses terkait (Amatayakul, 2014;
ulang alur rekam medis dikembangka dilakukan perubahan, perancangan ulang alur California Academy of
kerja elektronik n namun perancangan kerja sudah Family Physicians,
yang akan ulang alur kerja dan terdokumentasi 2011; Doctor’s Office
diusulkan proses pemetaan Quality Information
belum mulai Technology (DOQ-
dilakukan IT), n.d.)
Standar Belum Sudah dijelaskan Sudah dijelaskan dan (Amatayakul, 2014;
pelaporan dijelaskan sebagian namun didokumentasi; California Academy of
yang atau belum persyaratan sudah Family Physicians,
dihasilkan didokumenta didokumentasi dimasukkan ke dalam 2011b; Doctor’s
rekam medis si proses evaluasi Office Quality
elektronik Information
untuk Technology (DOQ-
manajemen IT), n.d.; The
dan California Community
peningkatan Clinic EHR
mutu Assessment and
Readiness, 2008)

Universitas Indonesia
81

KESIAPAN OPERASIONAL

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……. 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Integrasi Integrasi Tidak ada
Terdapat beberapa Seluruh sistem telah (Garavand et al., 2016;
sistem dalam rumah sistem yang sistem yang sudah terintegrasi dengan Ghazisaeidi et al.,
dalam sakit terintegrasi di
terintegrasi namun standar yang sama, 2014; Hochwarter et
pelayanan rumah sakit masih bergantung sehingga rekam medis al., 2014)
kesehatan pada vendor untuk elektronik juga dapat
beberapa aktivitas terintegrasi dengan
khusus SIMRS saat ini
Kebijakan, Kebijakan, Sudah Sudah dianalisis Sudah menganalisis dan (Amatayakul, 2014;
prosedur prosedur dipertimbang dengan rencana mengembangkan California Academy of
dan (SPO), dan kan namun pengembangan kebijakan yang Family Physicians,
protokol protokol belum diperlukan (contohnya 2011b; Doctor’s
rekam untuk dianalisis prosedur akses, Office Quality
medis implementasi keamanan, kerahasiaan, Information
elektronik rekam medis koreksi dan pencetakan Technology (DOQ-
elektronik rekam medis, dll) IT), n.d.; The
California Community
Clinic EHR
Assessment and
Readiness, 2008)

Universitas Indonesia
82

KESIAPAN OPERASIONAL

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……. 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Manajeme Peran dan Belum Sudah dibentuk, Sudah dibentuk dan (California Academy
n tanggung terbentuk dan namun mereka belum ditugaskan dengan jelas, of Family Physicians,
hubungan jawab untuk ditugaskan berpengalaman mereka sudah 2011; Doctor’s Office
vendor menganalisis dalam melakukan berpengalaman dan Quality Information
rekam pilihan negosiasi dan mampu membantu Technology (DOQ-
medis produk, membutuhkan menganalisis kebutuhan IT), n.d.; The
elektronik ketentuan panduan dalam pengguna terhadap California Community
kontrak, dan menentukan vendor teknologi yang akan Clinic EHR
negosiasi disesuaikan dengan Assessment and
dengan pemilihan vendor. Readiness, 2008)
vendor rekam
medis
elektronik
Kebutuhan Kebutuhan Belum Sudah dipahami Penyusunan (Amatayakul, 2014;
staf dalam susunan teranalisis secara umum, tapi kepegawaian sudah California Academy of
implement kepegawaian penyusunan dianalisis, dan Family Physicians,
asi rekam untuk kepegawaian belum terdokumentasi, serta 2011; Doctor’s Office
medis implementasi dikembangkan termasuk ke dalam Quality Information
elektronik dan proses perencanaan Technology (DOQ-
penggunaan IT), n.d.)
rekam medis
elektronik

Universitas Indonesia
83

KESIAPAN OPERASIONAL

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……. 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Pengetahuan Belum Para pengguna belum Para pengguna sudah (Adjorlolo &
dan teranalisis memiliki terbiasa menggunakan Ellingsen, 2013;
keterampilan dan pengalaman dalam teknologi dalam Gholamhosseini &
pengguna teridentifikasimenggunakan kehidupan sehari-hari. Ayatollahi, 2017;
dalam teknologi (komputer) Program pelatihan tetap Pratama & Darnoto,
menggunaka dalam pekerjaannya. diberikan. 2017; Sudirahayu &
n teknologi Dibutuhkan program Harjoko, 2016;
pelatihan yang Wirajaya & Dewi,
lengkap 2020)
Rencana Rencana Tidak Menjadi bagian dari Menjadi bagian dari (California Academy
program pelatihan menjadi proses perencanaan proses perencanaan. of Family Physicians,
pelatihan formal bagian dari yaitu pelatihan Terdiri dari pelatihan 2011; Doctor’s Office
proses implementasi rekam implementasi rekam Quality Information
perencanaan, medis elektronik medis elektronik, Technology (DOQ-
pegawai akan untuk pengguna perancangan ulang alur IT), n.d.; The
mendapat kerja, dan pelatihan California Community
pelatihan dari keterampilan yang Clinic EHR
vendor belum dimiliki oleh Assessment and
tenaga kesehatan dan Readiness, 2008)
pegawai.

Universitas Indonesia
84

KESIAPAN OPERASIONAL

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……. 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Penambahan Belum Akan diidentifikasi Sudah diidentifikasi dan (California Academy
program direncanakan atau dianggap dipastikan pegawai akan of Family Physicians,
pelatihan penting oleh menguasai kemampuan 2011; Doctor’s Office
khusus untuk manajemen yang sesuai. Quality Information
pegawai IT Technology (DOQ-
dalam adopsi IT), n.d.; The
rekam medis California Community
elektronik Clinic EHR
Assessment and
Readiness, 2008)
RATA-RATA NILAI KESIAPAN OPERASIONAL =
Total nilai
=⋯
9
Keterangan = Rata-rata nilai ≥4,0 = sudah sangat siap; 2,0 – 3,9 = cukup siap; ≤1,9 = belum siap

Universitas Indonesia
85

KESIAPAN TEKNIS

Indikator Komponen Belum Siap


Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber
Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1)
(2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Penggunaa Teknologi digunakan
sudah digunakan sudah digunakan (Amatayakul, 2014)
n informasi yang untuk untuk untuk mendukung
teknologi telah digunakan kegiatan
operasional, pengumpulan
Saat ini rumah sakit saat finansial
misalnya pada informasi klinis
ini… sistem
penjadwalan
Sistem Informasi Rumah sakit SIMRS sudah SIMRS dapat (Garavand et al., 2016;
Manajemen belum tersedia namun mendukung fungsi Pratama & Darnoto,
Rumah Sakit memiliki hanya administrasi dan 2017; Sudirahayu &
SIMRS mendukung klinis, dan siap untuk Harjoko, 2016;
fungsi dikembangkan Wirajaya & Dewi,
administrasi menjadi rekam medis 2020)
elektronik
Tingkat kepuasan Belum Tidak ada yang Sistem yang berjalan (Hochwarter et al.,
seluruh staf teridentifikasi mengeluh saat ini dianggap 2014; Reazi-Rad et al.,
dengan sistem , atau tidak dengan sistem tidak dapat 2012)
yang berjalan saat ada penilaian yang berjalan memenuhi
ini kepuasan saat ini karena kebutuhan, sehingga
terhadap sistem tersebut ada keinginan untuk
penggunaan sudah sesuai merubah sistem
sistem dengan menjadi rekam medis
kebutuhan elektronik

Universitas Indonesia
86

KESIAPAN TEKNIS

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Penilaian Penilaian Dipahami Sudah Sudah dilaksanakan (Amatayakul, 2014;
kebutuhan kebutuhan secara umum dilaksanakan dan daftar kebutuhan California Academy of
teknis hardware, namun belum tetapi belum teknis termasuk Family Physicians,
software, listrik, dievaluasi didokumentasi dalam proses 2011b; Doctor’s Office
internet, fitur dalam proses perencanaan Quality Information
pengamanan perencanaan Technology (DOQ-IT),
sistem, dan n.d.; The California
peralatan lain Community Clinic EHR
untuk mendukung Assessment and
penggunaan Readiness, 2008)
rekam medis
elektronik
Rencana Tidak sedang Sedang Sedang disusun (Amatayakul, 2014;
penggunaan disusun; dikembangkan dalam proses California Academy of
infrastruktur infrastruktur dan ditingkatkan perencanaan untuk Family Physicians,
teknis yang akan berdasarkan menjadi rekam medis 2011b; Doctor’s Office
menggunakan ditingkatkan kebutuhan elektronik memiliki Quality Information
platform yang atas proyek kemampuan Technology (DOQ-IT),
high-availability, rekomendasi interoperabilitas n.d.; The California
melakukan vendor yang menyeluruh di Community Clinic EHR
upgrade, dan rumah sakit Assessment and
memiliki Readiness, 2008)
standarisasi

Universitas Indonesia
87

KESIAPAN TEKNIS

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Manajeme Manajemen Belum Mampu Memiliki (California Academy of
n teknologi berpengalam memelihara pengalaman dalam Family Physicians,
teknologi informasi an, dan sistem yang ada integrasi sistem, 2011; Doctor’s Office
informasi bergantung saat ini namun mengelola sumber Quality Information
pada vendor cenderung daya ahli untuk Technology (DOQ-IT),
untuk bergantung pada program pelatihan, n.d.; The California
perencanaan vendor untuk dan mampu Community Clinic EHR
dan aktivitas tertentu mengelola seluruh Assessment and
pengambilan pelaksanaan Readiness, 2008)
keputusan teknologi di rumah
teknologi sakit
informasi
Kebutuhan Pegawai teknologi Tidak Tersedia dan Memiliki kualifikasi (Amatayakul, 2014;
staf informasi tersedia atau sedikit terlibat pendidikan di bidang California Academy of
teknologi terbatasnya dalam proses teknologi dan aktif Family Physicians,
informasi pegawai pengambilan terlibat dalam proses 2011b; Doctor’s Office
keputusan pengambilan Quality Information
keputusan Technology (DOQ-IT),
n.d.; The California
Community Clinic EHR
Assessment and
Readiness, 2008)

Universitas Indonesia
88

KESIAPAN TEKNIS

Indikator Komponen Belum Siap Cukup Siap Sangat Siap Sk Sumber


Kesiapan Kesiapan (0 ……… 1) (2 ……… 3) (4 ……… 5) or
Susunan Belum Sudah dipahami Sudah (Amatayakul, 2014;;
kepegawaian staf teranalisis secara umum, terdokumentasi Doctor’s Office Quality
teknis dalam namun belum dalam rencana Information
implementasi, termasuk dalam kebutuhan staf dan Technology (DOQ-IT),
perbaikan, dan proses termasuk ke dalam n.d.; The California
untuk mendukung perencanaan proses perencanaan Community Clinic EHR
para pengguna rekam medis Assessment and
rekam medis elektronik Readiness, 2008)
elektronik
RATA-RATA NILAI KESIAPAN TEKNIS =
Total nilai
=⋯
8
Keterangan = Rata-rata nilai ≥4,0 = sudah sangat siap; 2,0 – 3,9 = cukup siap; ≤1,9 = belum siap

Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan ke dalam
beberapa poin, diantaranya:
1. Penilaian kesiapan merupakan langkah pertama dan terpenting yang perlu dilakukan
oleh rumah sakit dalam rangka implementasi suatu sistem teknologi informasi yang
baru. Hal ini bertujuan agar mengetahui kondisi organisasi saat ini secara
komprehensif dan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan dan perencanaan
selanjutnya. Faktor yang digunakan dalam melakukan penilaian kesiapan
implementasi rekam medis elektronik pada rumah sakit di Indonesia adalah faktor
budaya organisasi, manajemen dan kepemimpinan, kesiapan operasional dan
kesiapan teknis.
2. Terdapat beberapa indikator dari masing-masing faktor yang ditemukan. Indikator
dari faktor budaya organisasi diantaranya budaya, keterlibatan seluruh pihak,
pengembangan rencana yang komprehensif. Indikator dari faktor manajemen dan
kepemimpinan adalah tim eksekutif, finansial, rencana strategis, peningkatan mutu
dan pelayanan kesehatan. Indikator dari faktor kesiapan operasional diantaranya
desain ulang alur kerja, integrasi sistem, kebijakan yang mendukung, manajemen
hubungan dengan pihak vendor, kebutuhan staf, program pelatihan. Faktor terakhir
adalah kesiapan teknis yang memiliki indikator diantaranya penggunaan sistem saat
ini, penilaian kebutuhan teknis, manajemen dan staf teknologi informasi terkait rekam
medis elektronik.
3. Ditemukan bahwa faktor yang paling banyak digunakan adalah faktor kesiapan teknis
dengan indikator penilaian kebutuhan teknis yang didukung oleh 9 studi terinklusi.
Indikator ini menyangkut peralatan teknis apa saja yang dibutuhkan untuk menunjang
adopsi teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit yaitu rekam medis
elektronik. Indikator terbanyak selanjutnya adalah rencana program pelatihan untuk
seluruh staf dan kebijakan, prosedur dan protokol yang mengatur rekam medis
elektronik

89
Universitas Indonesia
90

4. Indikator yang paling sedikit digunakan adalah peningkatan mutu dan manajemen
pelayanan kesehatan karena hanya didukung oleh 1 studi terinklusi. Hal ini berkaitan
dengan upaya peningkatan mutu dan efektivitas pelayanan yang ingin dicapai melalui
penerapan rekam medis elektronik.
5. Diketahui bahwa indikator prosedur terkait interaksi pasien dengan rekam medis
elektronik bukan termasuk dari bagian penilaian kesiapan karena tidak ditemukan
pada studi terinklusi. Secara konteks, bentuk interaksi ini termasuk ke dalam indikator
keterlibatan pasien dalam implementasi sistem. Dapat disimpulkan bahwa bentuk
interaksi pasien dengan sistem tetap dijadikan sebagai sebuah penilaian, namun hanya
berbeda pada penempatan indikator.

7.2 Saran
Terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan masukan untuk kegiatan penelitian
selanjutnya, yaitu:
1. Membedakan rekam medis elektronik dan program kesehatan lainnya pada
pemilihan studi terinklusi. Hal ini bertujuan agar dapat mengurangi bias dalam
menganalisis faktor dan indikator penilaian kesiapan
2. Memperbanyak studi terinklusi yang berlatar tempat di Indonesia agar mendapatkan
faktor dan indikator yang sesuai dengan karakteristik penerapan sistem rekam medis
elektronik di Indonesia.
3. Melakukan uji pemahaman bahasa, validitas dan reliabilitas terhadap instrumen
penilaian kesiapan yang telah dibuat dalam penelitian ini.

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Adjorlolo, S., & Ellingsen, G. (2013). Readiness Assessment for Implementation of


Electronic Patient Record in Ghana : A Case of University of Ghana Hospital.
Journal of Health Informatics in Developing …, 7(2), 128–140.
Adler, K. G. (2007). How to successfully navigate your EHR implementation. Family
Practice Management, 14(2), 33–39.
Afrizal, S. H., Hidayanto, A. N., Handayani, P. W., & Budiharsana, M. (2019). Narrative
Review for Exploring Barriers to Readiness of Electronic Health Record
Implementation in Primary Health Care. Healthcare Informatics Research, 25(3),
141–152. https://doi.org/10.4258/hir.2019.25.3.141
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). (n.d.). Electronic Medical Record
System. U.S. Department of Health & Human Services. Retrieved February 4, 2020,
from https://digital.ahrq.gov/key-topics/electronic-medical-record-systems
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). (2019). Health Information
Technology Integration. https://www.ahrq.gov/ncepcr/tools/health-it/index.html
Aguirre, R. R., Suarez, O., Fuentes, M., & Sanchez-Gonzalez, M. A. (2019). Electronic
Health Record Implementation: A Review of Resources and Tools. Cureus, 11(9),
e5649. https://doi.org/10.7759/cureus.5649
Ahmadzada, S., Zayyad, M. A., & Toycan, M. (2016). Readiness Assessment for the Use
of Cloud Computing in eHealth Systems: A Field Study of Hospitals in the Capital
of Azerbaijan. HONET-ICT, Nicosia, 141–144.
Ajami, S., Ketabi, S., Isfahani, S. S., & Heidari, A. (2011). Readiness Assessment of
Electronic Health Records Implementation. 19(November), 224–227.
https://doi.org/10.5455/aim.2011.19.224-227
Al-nassar, B. A. Y., Abdullah, M. S., & Osman, W. R. S. (2009). Barriers for
Implementation of Electronic Medical Record ( EMR ). Proceedings of 4th
International Conference On Information Technology (ICIT2009).
icit.zuj.edu.jo/icit09/PaperList/Papers/Software Engineering/605.pdf%0D
Ali, S. M., Burhanuddin, M. A., Ghani, M. K. A., Huda, I., & Muhammed, M. A. (2017).
Reviews on Electronic Health Readiness Assessment Framework for Iraqi
Healthcare Institutions. Journal of Engineering and Applied Sciences, 12(21), 5518–
5526.
Alotaibi, Y. K., & Federico, F. (2017). The impact of health information technology on
patient safety. Saudi Medical Journal, 38(12), 1173–1180.
https://doi.org/10.15537/smj.2017.12.20631
Alpert, J. S. (2019). The Electronic Medical Record : Beauty and the Beast. The American
Journal of Medicine, 132(4), 393–394.
https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2018.12.004
Amatayakul, M. (2014). Organizational Readiness Assessment for EHR and HIE (pp. 1–
4). https://www.stratishealth.org
American Society of Clinical Oncology. (2009). Strategic Planning : Why It Makes a
Difference , and How to Do It. Journal of Oncology Practice, 5(3), 139–143.
https://doi.org/10.1200/JOP.0936501
Ammenwerth, E., Lannig, S., Hörbst, A., & Muller, G. (2017). Adult patient access to
electronic health records (Protocol). Cochrane Database of Systematic Reviews, 6.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD012707.www.cochranelibrary.com
91
Universitas Indonesia
92

Ariffin, A., Ismail, A., Kadir, I. K. A., & Kamal, J. I. A. K. (2018). Implementation of
Electronic Medical Records in Developing Countries : Challenges & Barriers
Implementation of Electronic Medical Records in Developing Countries :
Challenges & Barriers. International Journal of Academic Research in Progressive
Education and Development, 7(3), 187–199. https://doi.org/10.6007/IJARPED/v7-
i3/4358
Astuti, D. N. F. P., Ratnasari, C. I., & Kusumadewi, S. (2019). Implementasi Sistem
Rekam Medis Elektronik Klinik Sehat Kota Salatiga. Seminar Nasional Informatika
Medis, 59–65.
Biruk, S., Yilma, T., Andualem, M., & Tilahun, B. (2014). Health Professionals
Readiness to Implement Electronic Medical Record System at Three Hospitals in
Ethiopia : a Cross Sectional Study. BMC Medical Informatics and Decision Making,
14(115), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12911-014-0115-5
California Academy of Family Physicians. (2011). CAFP EHR Readiness Assessment
Tool.
California Healthcare Foundation. (2011). Workflow Analysis: EHR Deployment
Techniques. https://www.chcf.org/wp-content/uploads/2017/12/PDF-
WorkflowAnalysisEHRDeploymentTechniques.pdf%0D
Chang, I., Li, Y., Wu, T., & Yen, D. C. (2012). Electronic medical record quality and its
impact on user satisfaction — Healthcare providers ’ point of view. Government
Information Quarterly, 29(2), 235–242. https://doi.org/10.1016/j.giq.2011.07.006
Cronin, P., Ryan, F., & Coughian, M. (2008). Undertaking A Literature Review: A Step
by Step Approach. British Journal of Nursing, 17(1), 38–44.
Cucciniello, M., Lapsley, I., Nasi, G., & Pagliari, C. (2015). Understanding key factors
affecting electronic medical record implementation : a sociotechnical approach.
BMC Health Services Research, 15(268), 1–19. https://doi.org/10.1186/s12913-015-
0928-7
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. (2017). Implementasi E-Health di Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://www.persi.or.id/images/2017/pengurus-harian/implementasi_ehealth.pdf
Doctor’s Office Quality Information Technology (DOQ-IT). (n.d.). EHR Assessment and
Readiness Starter Assessment.
Durrani, H., Khoja, S., Naseem, A., Scott, R. E., Gul, A., & Jan, R. (2012). Health Needs
and eHealth Readiness Assessment of Health Care Organizations in Kabul and
Bamyan, Afghanistan. Eastern Mediterranean Health JOurnal, 18(6), 663–670.
Fanta, G. B., Pretorius, L., & Erasmus, L. (2019). Hospital Readiness to Implement
Sustainable Smart Care Systems in Addis Ababa, Ethiopia. Proceedings of
PICMET: Technology Management in the World of Intelligent System, 0.
Ferrari, R. (2015). Writing Narrative Style Literature Reviews. Medical Writing, 24, 230–
235. https://doi.org/10.1179/2047480615Z.000000000329
Forster, M., Dennison, K., Callen, J., Georgiou, A., & Westbrook, J. I. (2015). Maternity
patients’ access to their electronic medical records : use and perspectives of a patient
portal. Health Information Management Journal, 44(1), 4–11.
https://doi.org/10.1177/183335831504400101
Garavand, A., Samadbeik, M., Asadi, H., & Abhari, S. (2016). Readiness of Shiraz
Teaching Hospitals to Implement Electronic Medical Record (EMR). Journal of
Health Management & Informatics, 3(3), 82–88.

Universitas Indonesia
Gardner, R. L., Cooper, E., Haskell, J., Harris, D. A., Poplau, S., Kroth, P. J., & Linzer,
M. (2019). Physician stress and burnout: the impact of health information
technology. Journal of the American Medical Informatics Association, 26(2), 106–
114. https://doi.org/10.1093/jamia/ocy145
Ghazisaeidi, M., Ahmadi, M., & Sadoughi, F. (2014). An Assessment of Readiness for
Pre-Implementation of Electronic Health Record in Iran : a Practical Approach to
Implementation in general and Teaching Hospitals. Acta Medica Iranica, 52(7),
532–544.
Gholamhosseini, L., & Ayatollahi, H. (2017). The Design and Application of an e-Health
Readiness Assessment Tool. Health Information Management : Journal of the
Health Information Management Association of Australia, 46(1), 32–41.
https://doi.org/10.1177/1833358316661065
Giaedi, T. (2007). The Impact of Electronic Medical records on improvement of health
care delivery. 2, 71118.
Goldsack, J. C., & Robinson, E. J. (2015). The Impact of Health Information Technology
on Staffing. The Journal of Nursing Administration, 44(2), 117–120.
https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000035
Handiwidjojo, W. (2009). Rekam medis elektronik. Jurnal Eksis, 2(1), 36–41.
Hariana, E., Sanjaya, G. Y., Rahmanti, A. R., Murtiningsih, B., & Nugroho, E. (2013).
Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di DIY. Seminar
Nasional Sistem Informasi Indonesia, 428–434.
Health Resources and Services Administration. (2011). Readiness Assessment &
Developing Project Aims.
http://www.hrsa.gov/quality/toolbox/methodology/readinessassessment/
HealthIT.gov. (2019). Where Can I find a Step-By-Step Approach for Electronic Health
Record Implementation? The Office of the National Coordinator for Health
Information Technology. https://www.healthit.gov/faq/where-can-i-find-step-step-
approach-electronic-health-record-implementation
Helms, M. M., Moore, R., & Ahmadi, M. (2008). Information Technology (IT) and the
Healthcare Industry : A SWOT Analysis. International Journal Oh Healthcare
Information System and Informatics, 3(1), 75–92.
https://doi.org/10.4018/jhisi.2008010105
Hochwarter, S., Chuong, D. D., Chuc, N. T. K., & Larsson, M. (2014). Towards an
Electronic Health Record System in Vietnam : A Core Readiness Assessment.
Journal of Health Informatics in Developing …, 8(2), 93–103.
Holt, D. T., Helfrich, C. D., Hall, C. G., & Weiner, B. J. (2008). Are You Ready? How
Health Professionals Can Comprehensively Conceptualize Readiness for Change
(Issue 3). https://doi.org/10.1007/s11606-009-1112-8
Jahanbakhsh, M., Karimi, S., Hassanzadeh, A., & Beigi, M. (2017). Hospital Managers
Attitude and Commitment Toward Electronic Medical Records System in Isfahan
Hospitals. Journal of Education and Health Promotion, 6, 1–6.
https://doi.org/10.4103/jehp.jehp
Jumreornvong, O. N. (2015). Electronic Medical Record Systems in Rural South East
Asia. The Stanford Journal of Public Health.
https://web.stanford.edu/group/sjph/cgi-bin/sjphsite/electronic-medical-record-
systems-in-rural-south-east-asia/
Khoja, S., Scott, R., Casebeer, A., Mohsin, M., Ishaq, A., & Gilani, S. (2007). e-Health

Universitas Indonesia
94

Readiness Assessment Tools for Healthcare Institution in Developing Countries.


Telemedicine and E-Health, 13(4), 425–432. https://doi.org/10.1089/tmj.2006.0064
Lakbala, P., & Dindarloo, K. (2014). Physicians’ perception and attitude toward
electronic medical record. SpingerPlus, 6(63), 1–8.
Li, J., Chattopadhyaya, S., Land, L. P. W., & Ray, P. (2010). E-Health readiness
framework from Electronic Health Records perspective JunHua Li *, Lesley Pek
Wee Land and Pradeep Ray Subhagata Chattopadhyaya. Int. J. Internet and
Enterprise Management, 6(4), 326–348.
Loshin, D. (2013). Planning for Success. In Business Intelligence: The Savvy Managers
Guide (Second Edi, pp. 33–52). https://doi.org/10.1016/B978-0-12-385889-
4.00003-X
Mugo, D. M., & Nzuki, D. (2014). Determinants of Electronic Health in Developing
Countries. International Journal of Arts and Commerce, 3(3), 49–60.
Nicholas, M. (2018). Successful Strategies for Implementing Electronic Medical Record
Systems in Hospitals. Walden University.
Ningtyas, A. M., & Lubis, I. K. (2018). Literature Review Permasalahan Privasi pada
Rekam Medis Elektronik. Jurnal Pseudocode, 5(September), 12–17.
Noraziani, K., Nurul’ Ain, A., Azhim, M. ., Eslami, S. R., Drak, B., Ezat, S., & Akma, S.
N. (2013). An Overview of Electronic Medical Record Implementation in
Healthcare System : Lesson to Learn An Overview of Electronic Medical Record
Implementation in Healthcare System : Lesson to Learn. World Applied Sciences
Journal, 25, 323–332. https://doi.org/10.5829/idosi.wasj.2013.25.02.2537
Nugraheni, S. W. (2017). Evaluasi Sistem Informasi Rekam Medis di RSUD Kota
Surakarta dalam Mendukung Rekam Kesehatan Elektronik. Indonesian Journal on
Medical Science, 4(1), 33–43.
OpenMRS Inc. (2016). About OpenMRS. https://openmrs.org/about/
Pacicco, S., Stagg, K. A., & D’Angelo, J. V. (2010). Strategic Planning for Electronic
Medical Records in Long Term Care. Kairos Health Systems.
Palvia, P., Lowe, K., Nemati, H., Jacks, T., & Jacks, T. (2012). Information Technology
Issues in Healthcare : Hospital CEO and CIO Perspectives. 30, 293–312.
Pera, N. K., Kaur, A., & Rao, R. (2014). Perception of electronic medical records (EMRs)
by nursing staff in a teaching hospital in India. International Journal of Advanced
Medical and Health Research, 1(2), 75–80.
Pratama, M. H., & Darnoto, S. (2017). Analisis Strategi Pengembangan Rekam Medis
Elektronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta. Jurnal Manajemen
Informasi Kesehatan Indonesia, 5(1).
Prawiradirjo, D. M. A., Kartiko, B. H., & Feoh, G. (2018). Perancangan Sistem Rekam
Medis Elektronik Rawat Jalan Berbasis Web di Klinik Gigi Bright Smiles Bali.
Jurnal Teknologi Informasi Dan Komputer, 4(1), 31–41.
Probosanjoyo, I., Widhi, J. A., & Kuntoadi, G. B. (2018). Tinjauan Penerapan Sistem
Elektronik Rekam Medis di Rumah Sakit Royal Progress Tahun 2018. Indonesian
of Health Information Management Journal, 6(2), 55–62.
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. (2017). Buku Panduan Penilaian Teknologi
Kesehatan Efektivitas Klinis Buku Panduan Penilaian Teknologi Kesehatan
Efektivitas Klinis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ranganathan, C., & Afnan, A. (2012). Effective implementation of electronic medical
record systems: Insights from a longitudinal case study. 18th Americas Conference

Universitas Indonesia
on Information Systems 2012, AMCIS 2012, 4, 2981–2987.
Reazi-Rad, M., Vaezi, R., & Nattagh, F. (2012). E-Health Readiness Assessment
Framework in Iran. Iranian Journal Public Health, 41(10), 43–51.
Risdianty, N., & Wijayanti, C. D. (2019). Evaluasi Penerimaan Sistem Teknologi Rekam
Medik Elektronik dalam Keperawatan. Carokus Journal of Nursing, 2(1), 28–36.
Rosyada, A., Lazuardi, L., & Kusrini. (2016). Persepsi Petugas Kesehatan Terhadap
Peran Rekam Medis Elektronik Sebagai Pendukung Manajemen Pelayanan Pasien
di Rumah Sakit Panti Rapih. Journal of Information Systems for Public Health, 1(2),
16–22.
Samandari, N. A., Chandrawila, W., & Rahim, A. H. (2016). Kekuatan Pembuktian
Rekam Medis Konvensional dan Elektronik. Soepra Jurnal Hukum Kesehatan, 2(2),
154–164.
Sanjaya, G. Y., Rahmanti, A. R., Anggoro, P., & Rachmandani, A. A. (2013). Sistem
Informasi Rumah Sakit : Kemana arah penggunaanya ? Forum Informatika
Kesehatan Indonesia, 1–8.
Scott, I. A., Sullivan, C., & Staib, A. (2019). Going digital: A checklist in preparing for
hospital-wide electronic medical record implementation and digital transformation.
Australian Health Review, 43(3), 302–313. https://doi.org/10.1071/AH17153
Sood, S. P., Computing, A., Bornes, Q., Nwabueze, S. N., Louisiana, B. R., Mbarika, V.
W. A., & Ray, P. (2008). Electronic Medical Records : A Review Comparing the
Challenges in Developed and Developing Countries. Proceedings of the 41st Hawaii
International Conference on System Sciences, 1–10.
Stadelmann, J. (2012). Assessing Readiness for e-Health in Egypt : A Case Study of Cairo
University Hospitals. The American University in Cairo.
Sudirahayu, I., & Harjoko, A. (2016). Analisis Kesiapan Penerapan Rekam Medis
Elektronik Menggunakan DOQ-IT di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung.
Journal of Information Systems for Public Health, 1(2), 35–43.
Texas Medical Association. (2009). Electronic Medical Record Implementation Guide:
The Link to A Better Future (2nd editio).
The California Community Clinic EHR Assessment and Readiness. (2008). Community
Clinic EHR Readiness Assessment (Introduction & Instructions).
The Canadian Medical Protective Association. (2009). Electronic Records Handbook. 1–
64. https://doi.org/10.1093/infdis/jis075
Thimbleby, H. (2013). Technology and the future of healthcare. Journal of Public Health
Research, 2(3), 28. https://doi.org/10.4081/jphr.2013.e28
Timmings, C., Khan, S., Moore, J. E., Marquez, C., Pyka, K., & Straus, S. E. (2016).
Ready, Set, Change! Development and usability testing of an online readiness for
change decision support tool for healthcare organizations. BMC Medical Informatics
and Decision Making, 16(24), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12911-016-0262-y
Wahyuni, V., & Maita, I. (2015). Evauasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) Menggunakan Metode Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT). Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Informasi, 1(1),
55–61.
Weiner, B. J. (2009). A Theory of Organizational Readiness For Change. Implementation
Science, 4(67), 1–9. https://doi.org/10.1186/1748-5908-4-67
Wieser, J., Lowe, N., & O’Driscoll, M. (2009). What is Operational Readiness ? OHA
Capital Planning Conference.

Universitas Indonesia
96

Williams, F., & Boren, S. A. (2008). The Role of The Electronic Medical Record ( EMR
) in Care Delivery Development in Developing Countries : a Systematic Review.
Wirajaya, M. K. M., & Dewi, N. M. U. K. (2020). Analisis Kesiapan Rumah Sakit
Dharma Kerti Tabanan Menerapkan Rekam Medis Elektronik. Jurnal Kesehatan
Vokasional, 5(1), 1–9.
World Health Organization. (2007). Health Technology. The Sixtieth World Health
Assembly, 106–107.
Yusif, S., Hafeez-baig, A., & Soar, J. (2017). International Journal of Medical Informatics
e-Health readiness assessment factors and measuring tools : A systematic review.
International Journal of Medical Informatics, 107(June), 56–64.
https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2017.08.006

Universitas Indonesia
Lampiran 1 Hasil Pencarian Studi Menggunakan Berbagai Database

Database Goggle Scholar

Database PubMed

Universitas Indonesia
Database ProQuest

Database Sinta Indonesia

Universitas Indonesia
Database Garuda

Universitas Indonesia
Lampiran 2 Tabel Hasil atau Ekstraksi Studi Terinklusi

No Peneliti, Tujuan Metode / Desain Faktor Penilaian Indikator Faktor Penilaian Kesimpulan
Tahun, Studi Kesiapan Kesiapan
Judul,
Negara
1. (Durrani et Untuk Mixed methods, - Kesiapan inti 1. Kesiapan inti Kebutuhan yang
al., 2012), memberikan apa Wawancara - Kesiapan - Penilaian kebutuhan diperlukan dalam
Health saja kebutuhan dengan 10 teknologi - Kenyamanan dalam implementasi
Needs and dan kesiapan informan kunci - Kesiapan menggunakan teknologi program e-
eHealth dari 2 institusi dengan purposive pelatihan - Seluruh perencanaan kesehatan adalah
Readiness pelayanan sampling dan 8 - Kesiapan - Kesadaran akan program kebutuhan
Assessment kesehatan di focus group sosial 2. Kesiapan teknologi penyediaan
of Health Afganistan discussion dengan - Kesiapan - Hardware dan software pelayanan seperti
Care untuk stakeholder untuk kebijakan - Internet sistem rujukan,
Organizatio implementasi e- mengetahui - Pelatihan TIK (secara umum) kebijakan,
ns in Kabul kesehatan penilaian 3. Kesiapan pelatihan pelatihan, dan
and kebutuhan, - Program pelatihan untuk tenaga manajemen
Bamyan, setelah itu kesehatan dalam menggunakan informasi. Lalu
Afghanistan dilakukan survei teknologi program e-kesehatan dalam penilaian
penilaian - Keterlibatan seluruh staf dalam kesiapan, kedua
kesiapan (dengan proses institusi dinilai
skala kesiapan 1- 4. Kesiapan sosial sudah cukup siap
5) - Komunikasi dan koordinasi untuk implementasi
antar organisasi terkait program.
pelayanan kesehatan pasien

Universitas Indonesia
- Faktor sosial budaya antar staf Tingkat kesiapan
- Faktor sosial budaya pasien dan institusi pelayanan
komunitas kesehatan sangat
5. Kebijakan diperlukan untuk
- Peraturan terkait program selanjutnya
- Kebijakan terkait lisensi, mengidentifikasi
kewajiban dan penggantian kebutuhan dalam
biaya implementasi
- Kesadaran dan dukungan TIK program e-
oleh pemangku kebijakan dalam kesehatan.
institusi dan politisi Sehingga dapat
pemerintahan melakukan
implementasi
program yang
berdasarkan
kondisi institusi
yang sebenarnya.
Tanpa adanya
penilaian kesiapan
dan kebutuhan
maka akan
membutuhkan
biaya yang besar
dimana hal tersebut
tidak dapat
diterapkan oleh

Universitas Indonesia
negara ekonomi
rendah.
2. (Ghazisaeid Untuk membuat Mixed methods, - Kesiapan 1. Kesiapan budaya Tujuan akhirnya
i et al., kerangka kerja dengan literature budaya, - Penerimaan RKE oleh yaitu membuat
2014) An penilaian review dan Delphi - Kesiapan stakeholder kerangka kerja
Assessment kesiapan rekam methods, dan operasional - Kontibusi stakeholder dalam penilaian kesiapan
of kesehatan menyebarkan - Manajemen sistem RKE yang sesuai
Readiness elektronik kuesioner dan - Pelatihan untuk meningkatkan dengan kondisi
for Pre- (RKE) yang penilaian kepemimpina kesadaran dan budaya dalam negara Iran. Lalu,
Implementa sesuai dengan kesiapan n, implementasi RKE tingkat kesiapan
tion of kondisi di Iran - Kesiapan tata - Penerimaan RKE oleh tenaga dari 7 rumah sakit
Electronic kemudian kelola klinis memiliki rata-rata
Health dilakukan - Kesiapan - Motivasi kesiapan sebesar
Record in penilaian teknis - Komitmen seluruh pihak dalam 29,6%, dengan
Iran : a kesiapan pada 7 proses implementasi kesiapan teknis
Practical rumah sakit di - Komitmen untuk implementasi berada dalam posisi
Approach to Iran RKE yang sesuai jadwal paling siap.
Implementa 2. Kesiapan operasional Diperlukan untuk
tion in - Kerangka kerja legalitas membuat rencana
general and implementasi RKE, strategis dan tim
Teaching - Pelatihan, khusus yang
Hospitals - Proses alur kerja, perencanaan
Iran - Manajemen hubungan vendor tersebut
dan sistem,
- Strategi manajemen pelayanan
dan peningkatan mutu,

Universitas Indonesia
3. Kesiapan tata kelola
- Strategi IT,
- Keselarasan implementasi RKE,
- Strategi implementasi RKE
- Peraturan nasional untuk berbagi
data RKE,
- Keputusan IT dan
pertanggungjawabannya,
- Pemerintahan yang mendukung
RKE,
- Akses interoperabilitas data,
- Tata kelola kapasitas SDM,
4. Kesiapan teknis
- Keamanan,
- Infrastruktur komunikasi antar
fasyankes,
- Software level nasional,
- Hardware,
- Jaringan/network dengan sistem
pengamanan,
- Desain network,
- Model arsitektur sistem seperti
interaksi, pertukaran data,
penyimpanan.
5. Manajemen dan kepemimpinan
- Rencana strategis,

Universitas Indonesia
- Sumber daya manusia
- Finansial,
- Bentuk tim eksekutif strategi
- Rencana perubahan alur kerja
- Dukungan pemerintah yang kuat,
- Identifikasi penggunaan dan
pengguna sistem
- Rencana terkait peran dan
tanggung jawab
- Partisipasi dari manajer dan
pemimpin dalam proses
perencanaan
- Kebijakan dan SPO,
- Kesiapan manajemen informasi,
Rencana pengubahan rekam medis
kertas menjadi elektronik,
3. (Gholamhos Untuk membuat Mixed methods, - Kesiapan e- 1. Kesiapan e-kesehatan Mengembangkan
seini & formulir Literature review kesehatan, - Kegiatan konsultasi secara penilaian kesiapan
Ayatollahi, penilaian dengan - Fungsi TIK, online dengan pasien, berdasarkan 2
2017), The kesiapan e- mengembangkan - Kesiapan - Rekaman elektronik, model yaitu e-
Design and kesehatan dan formulir dan lingkungan, - Rencana proyek e-kesehatan, health readiness
Application menerapkannya survei penilaian - Kesiapan - Kesadaran akan e-kesehatan di dan e-readiness
of an e- pada dua rumah kesiapan. sumber daya RS, (teknologi non
Health sakit di Iran Kemudian manusia, 2. Fungsi TIK kesehatan). Salah
Readiness menyebarkan - Kesiapan TIK - Menggunakan jaringan satu diantara kedua
kuesioner kepada (network) dalam pengorderan, rumah sakit

Universitas Indonesia
Assessment 40 staf rumah menerima dan membuat memiliki tingkat
Tool, Iran sakit dan pembayaran di RS, kesiapan yang
mendapatkan 3. Kesiapan lingkungan berbeda. Kesiapan
faktor penilaian - Kebijakan terkait pengamanan sumber daya
kesiapan yang informasi TIK nasional manusia dan
dianggap penting. - Kebijakan terkait transaksi kesiapan TIK harus
Pada akhirnya elektronik nasional, dilakukan
menyebarkan - Akses software dan hardware perbaikan oleh
kuesioner 4. Kesiapan sumber daya manusia salah satu RS
berdasarkan hasil - Terdapat staf yang terbiasa dan tersebut, dengan
dari kedua memiliki keterampilan terkait merekrut staf dan
kegiatan TI manajer yang
sebelumnya untuk - Terdapat manajer yang terbiasa memiliki
melakukan dan memahami TI keterampilan baik
penilaian - Terdapat staf TI di bidang teknologi
kesiapan kepada 5. Kesiapan TIK dan program
dua rumah sakit - Akses staf terhadap komputer, pelatihan yang
di Iran telepon, dan email, baik.
- Akses RS terhadap intranet
(komunikasi internal RS)
- Akses RS terhadap extranet
(komunikasi diluar organisasi)
- Akses terhadap internet,
Investasi RS dalam TIK.
4. (Reazi-Rad Untuk memberi Mixed methods, - Kesiapan inti 1. Kesiapan inti Faktor penilaian
et al., kerangka kerja literature review kesiapan dan yang

Universitas Indonesia
2012), E- penilaian terkait kerangka - Kesiapan - Sadar akan permasalah sistem paling berpengaruh
Health kesiapan e- kerja penilaian sosial pencatatan dokumen pasien saat di Iran adalah
Readiness kesehatan di kesiapan e- - Kesiapan ini faktor kesiapan
Assessment Iran kesehatan. Lalu keterlibatan - Ketidakpuasan akan teknologi diikuti
Framework Delphi methods - Kesiapan penggunaan rekam kesehatan kesiapan inti,
in Iran. untuk teknologi kertas kesiapan sosial,
mengembangkan 2. Kesiapan sosial dan kesiapan
kuesioner, Dan - Komunikasi dan kolaborasi keterlibatan
menyebarkan antar fasilitas pelayanan
kuesioner yang kesehatan
diajukan kepada 3. Kesiapan keterlibatan
24 ahli kesehatan - Memahami akan kelebihan dari
dan TI dengan program e-kesehatan
snowball - Dampak negatif yang mungkin
sampling untuk terjadi
mengetahui faktor - Adanya pendidikan dan
yang signifikan pelatihan terkait e-kesehatan,
- Aspek strategi, finansial, dan
legalitas yang menunjang TIK
4. Kesiapan teknologi
- Ketersediaan dan kemampuan
membeli hardware dan software
atau TIK,
- Cakupan jaringan RS
- Staf TI yg mendukung
- Keamanan TI,

Universitas Indonesia
Kualitas infrastruktur
5. (Adjorlolo Untuk Mixed method, - Kesiapan 1. Kesiapan organisasi Faktor kesiapan
& menganalisis studi kasus, organisasi - Finansial sumber daya
Ellingsen, kesiapan dengan - Kesiapan - Pelatihan manusia dapat
2013), University of wawancara semi- sumber daya - Infrastruktur TIK (hardware) dikatakan cukup
Readiness Ghana Hospital terstruktur, manusia - Internet siap untuk
Assessment dalam observasi, analisis - Listrik, implementasi EPR,
for implementasi dokumen, dan - Manajemen TI, namun sebaliknya
Implementa Electronic kuesioner dengan - Manajemen vendor dengan faktor
tion of Patient Record pertanyaan 2. Kesiapan sumber daya manusia kesiapan
Electronic tertutup. Dengan - Pengetahuan dan akses organisasi.
Patient total 30 responden komputer, Kesiapan dari segi
Record in dari tenaga - Pengalaman dalam finansial,
Ghana : A kesehatan dan menggunakan program e- kemampuan
Case of manajemen kesehatan, manajemen IT
University - Motivasi, dalam menjalankan
of Ghana Mampu beradaptasi dengan tugas dan
Hospital, perubahan alur kerja keterlibatan staf
Ghana dalam proses
desain perencanaan
EPR perlu
dilakukan
perbaikan yang
sesuai.

Universitas Indonesia
6. (Hochwarte Untuk Kualitatif, Kesiapan inti - Penilaian kebutuhan Kesiapan inti
r et al., menginisiasi observasi dan - Ketidakpuasan akan keadaan berarti keseluruhan
2014), perencanaan telaah dokumen sistem yang sedang berjalan perencanaan,
Towards an sistem rekam dengan salah satu (terkait rekam medis), pengetahuan serta
Electronic kesehatan rumah sakit, - Kesadaran akan sistem RKE pengalaman untuk
Health elektronik pada wawancara - Keyakinan dalam penggunaan program e-
Record sistem mendalam dengan TIK kesehatan.
System in pelayanan staf dari - Keseluruhan rencana untuk Pemangku
Vietnam : A kesehatan kementerian proyek RKE kebijakan di
Core Vietnam dengan kesehatan - Integrasi teknologi Vietnam sudah
Readiness melihat core Vietnam menginisiasi
Assessment. readiness atau proyek RKE
Vietnam kesiapan inti namun belum ada
perencanaan yang
pasti. Sedangkan
tenaga kesehatan
sudah menyadari
keuntungan
penggunaan RKE
namun masih ragu
akan risiko
penggunaan RKE.
7. (Garavand Untuk Kuantitatif, cross - Kesiapan 1. Kesiapan teknis Secara keseluruhan
et al., mengevaluasi sectional, dengan teknis - Efektifitas dari sistem informasi seluruh rumah sakit
2016), kesiapan 5 kuesioner (skala - Kesiapan rumah sakit berdasarkan ketiga
Readiness rumah sakit 1-5) kepada 79 organisasi - Adanya akses internet yang cepat faktor tersebut

Universitas Indonesia
of Shiraz pendidikan di staf manajemen - Kesiapan - Software dan aplikasi yang sudah siap untuk
Teaching Shiraz untuk informasi legalisasi dibutuhkan implementasi dan
Hospitals to implementasi kesehatan dengan - Peralatan dan hardware staf dari
Implement rekam medis cluster sampling - Kebijakan yang mendukung manajemen
Electronic elektronik dari infrastruktur dan teknologi informasi
Medical sisi manajemen - Rumah sakit yang mampu kesehatan sudah
Record informasi mengadakan website khusus terbiasa dan
(EMR). Iran kesehatan RME mengetahui rekam
- Integrasi sistem RME medis elektronik.
2. Kesiapan organisasi Namun, faktor
- Rencana strategi rumah sakit kesiapan paling
- Rencana strategi rumah sakit tinggi berada pada
untuk RME faktor legalisasi
- SPO untuk RME dari dalam
- Program konversi rekam medis organisasi yang
dari kertas menjadi elektronik, sudah dibuat yang
- Tim khusus untuk RME dapat meningkat
- Pelatihan terkait RME kesiapan.
- Kesiapan organisasi mengatasi Sedangkan
tantangan dan rintangan, kesiapan organisasi
- Dukungan manajer terhadap berada di tingkat
RME yang paling rendah
- Mendesain ulang alur kerja dan disarankan
proses pelayanan klinis untuk membuat
rencana strategis.

Universitas Indonesia
- Manfaat atau keuntungan dari
RKE yang dirasakan oleh para
pemimpin
3. Kesiapan legalisasi
- Kebijakan terkait monitoring
keamanan RME
- Kebijakan terkait rahasia pribadi
data pasien
- Kebijakan kerahasiaan data RME
- Kebijakan terkait akses informasi
klinis
- Kebijakan keamanan data RME
8. (Sudirahayu Untuk Kualitatif, studi - Sumber daya 1. Sumber daya manusia RSUD Dr. H.
& Harjoko, menganalisis kasus, dengan manusia - Keterlibatan seluruh staf dalam Abdul Moeloek
2016), kesiapan wawancara - Budaya kerja proses implementasi Lampung berada
Analisis penggunaan mendalam kepada organisasi, - Keterampilan menggunakan pada kondisi cukup
Kesiapan rekam medis pengambil - Tata kelola komputer, siap untuk
Penerapan elektronik keputusan dan dan - Pengetahuan terkait RME, implementasi
Rekam dengan pengguna RME di kepemimpina - Pelatihan, rekam medis
Medis menggunakan instalasi rawat n - Kemampuan staf TI elektronik. Faktor
Elektronik EHR Readiness jalan, observasi, - Infrastruktur. 2. Budaya kerja organisasi infrastruktur
Menggunak Starter telaah dokumen - Budaya / persepsi terkait RME merupakan variabel
an DOQ-IT Assessment dari - Keterlibatan pasien, yang paling siap,
di RSUD DOQ-IT pada - Perubahan alur kerja, sedangkan faktor
Dr. H. RSUD Dr. H. 3. Tata kelola dan kepemimpinan sumber daya
Abdul manusia dan

Universitas Indonesia
Moeloek Abdul Moeloek - Komitmen dan dukungan budaya kerja
Lampung, Lampung manajer, organisasi
Indonesia - Sistem informasi manajemen merupakan variabel
rumah sakit yang belum siap
- Rencana strategi, pada rumah sakit
- Akuntabilitas atau peran dan tersebut. Sehingga
tanggung jawab khusus RME, perlu dilakukan
- Manajemen vendor, perbaikan pada
4. Infrastruktur aspek ketersediaan
- Infrastruktur TI tenaga ahli SIMRS
- Kebijakan terkait RME dan TI, serta
- Software dan hardware, kegiatan pelatihan
- Tim teknis pendukung atau
manajemen TI
- Internet dan listrik
Keuangan dan anggaran.
9. (Wirajaya Untuk Mixed methods, - Sumber daya 1. Sumber daya manusia RS Dharma Kerti
& Dewi, menganalisis cross sectional, manusia - Pelatihan, Tabanan berada
2020), kesiapan RS dengan - Budaya kerja - Pengetahuan terkait RME, pada kondisi cukup
Analisis Dharma Kerti menyebarkan organisasi - Kesadaran akan keuntungan siap untuk
Kesiapan Tabanan dalam kuesioner dengan - Tata kelola RME implementasi
Rumah menerapkan total sampling 82 dan - Keterampilan menggunakan rekam medis
Sakit rekam medis staf dan kepemimpina komputer elektronik. Namun
Dharma elektronik wawancara n - Kemampuan staf TI hal yang perlu
Kerti mendalam kepada - Infrastruktur 2. Budaya kerja organisasi diperbaiki adalah
Tabanan 7 orang pembuatan SPO,

Universitas Indonesia
Menerapkan - Sistem informasi manajemen pembentukan tim
Rekam rumah sakit khusus, rencana
Medis - Keterlibatan pasien strategi, pelatihan,
Elektronik. - Alur kerja dan kurangnya
Indonesia - Kebijakan atau SPO anggaran untuk
3. Tata kelola dan kepemimpinan implementasi
- Komitmen pemimpin, rekam medis
- Tim khusus perencanaan RME elektronik.
- Rencana strategi
- Akuntabilitas atau peran dan
tanggung jawab khusus RME
- Manajemen vendor,
4. Infrastruktur
- Infrastruktur TI
- Manajemen TI
- Keuangan dan anggaran
10. (Pratama & Untuk Mixed methods, - Sumber daya 1. Sumber daya manusia Rumah sakit
Darnoto, melakukan studi kasus manusia - Pengetahuan terkait RME, tersebut dinyatakan
2017), A analisis strategi dengan - Budaya kerja - Kemampuan staf TI cukup siap untuk
nalisis pengembangan wawancara organisasi - Keterlibatan seluruh staf dalam menerapkan sistem
Strategi rekam medis mendalam dan - Tata kelola proses implementasi rekam medis
Pengemban elektronik menyebarkan dan - Keterampilan menggunakan elektronik dimana
gan Rekam Dengan cara kuesioner pada 40 kepemimpina komputer area kesiapan
Medis menganalisis orang pengambil n - Pelatihan, sumber daya
Elektronik kesiapan RME keputusan - Infrastruktur 2. Budaya kerja organisasi manusia memiliki
di Instalasi dan analisis nilai yang paling

Universitas Indonesia
Rawat Jalan strategi SWOT - Sistem informasi manajemen baik. Dan analisis
RSUD Kota pada rumah rumah sakit strategi SWOT
Yogyakarta. sakit umum - Keterlibatan pasien berada pada
Indonesia daerah di - Alur kerja kuadran II
Indonesia - Kebijakan atau SPO menyatakan
- Budaya atau persepsi terkait organisasi yang
RME kuat namun
3. Tata kelola dan kepemimpinan menghadapi
- Komitmen pemimpin, ancaman, sehingga
- Tim khusus perencanaan RME disarankan untuk
- Akuntabilitas atau peran dan segera membuat
tanggung jawab khusus RME rencana strategi
- Rencana strategi dalam penerapan
4. Infrastruktur RME
- Infrastruktur TI
- Manajemen TI
- Keuangan dan anggaran

Universitas Indonesia
Lampiran 3 Uji Plagiarisme

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai