Anda di halaman 1dari 6

Identifikasi Unsur 5M Dalam Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Dan Tindakan (Systematic Review)

IDENTIFIKASI UNSUR 5M DALAM KETIDAKTEPATAN PEMBERIAN


KODE PENYAKIT DAN TINDAKAN (SYSTEMATIC REVIEW)

Laela Indawati
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Esa Unggul
Jl. Arjuna Utara No. 9, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510
laela.indawati@esaunggul.ac.id

Abstract
The inaccuracy of disease code determination and procedure is caused by several factors
according to the condition of each health service institution. The author tries to synthesize
the previous studies by looking at the 5M elements (Man, Money, Material, method, Machine)
cause the result of coding is not accurate. The purpose of this study is to identify and review
the literature that learn about the accuracy of coding and the factors that influence it is on
the 5M element. The research method used is with Systematic review. What has not been
explained in previous research, and identified in this research is from the side of Method and
Machine, that there is still no policy or SPO that regulate the encoding of disease, SPO coding
that still not specific, the unavailable coding support books, and SIMRS that is not yet user
friendly. It is recommended that there is one working guideline that regulates the coding of
disease event and more specific actions as a reference of the coder in health care.

Keywords: Inaccuracy of coding, ICD 10, Cause of Accuracy Coding

Abstrak
Ketidaktepatan penentuan kode penyakit dan tindakan disebabkan oleh beberapa faktor
sesuai kondisi masing-masing institusi pelayanan kesehatan. Penulis mencoba melakukan
sintesis terhadap penelitian-penelitian sebelumya dengan melihat pada unsur 5M (Man,
Money, Material, method, Machine) penyebab hasil koding tidak akurat. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi dan mereview literature yang mempelajari tentang akurasi
koding dan faktor – faktor yang mempengaruhinya yaitu pada unsur 5M.. Metode penelitian
yang digunakan adalah dengan Systematic review. Yang belum dijelaskan pada penelitian
sebelumnya, dan teridentifikasi dalam penelitian ini adalah dari sisi Method dan Machine,
yaitu masih belum adanya kebijakan maupun SPO yang mengatur tentang pengkodean
penyakit, SPO pengkodean yang masih belum spesifik, ketidak tersediaannya buku-buku
penunjang koding, dan penggunaan SIM RS yang belum user friendly. Disarankan ada satu
pedoman kerja yang mengatur tentang tata acara pengkodean penyakit dan tindakan yang
lebih spesifik sebagai acuan tenaga koder di pelayanan kesehatan..

Kata kunci : Akurasi koding, ICD 10, Penyebab Akurasi Koding

Pendahuluan sistem paket INA CBG’s. INA-CBG merupakan


BPJS merupakan badan penyelenggara sistem pembayaran dengan sistem "paket",
yang kinerjanya diawasi oleh DJSN (Dewan berdasarkan penyakit yang diderita pasien.
Jaminan Sosial Nasional). BPJS (Badan Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran
Penyelenggara Jaminan Sosial) sendiri adalah berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan
badan atau perusahaan asuransi yang oleh untuk suatu kelompok diagnosis.
sebelumnya bernama PT Askes yang BPJS membayar RS berdasarkan klaim
menyelenggarakan perlindungan kesehatan yang diajukan oleh RS. BPJS membayar
bagi para pesertanya. Perlindungan sesuai dengan kode penyakit maupun
kesehatan ini juga bisa didapat dari BPJS tindakan yang dikoding oleh koder RS
Ketenagakerjaan yang merupakan berdasarkan ICD 10 dan ICD 9 CM. Kode
transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial tersebut digrouping menggunakan aplikasi
Tenaga Kerja). INA CBGs.
BPJS Kesehatan akan membayar Ketepatan pemberian kode penyakit
pelayanan kesehatan pasien kepada Fasilitas dan tindakan mempengaruhi jumlah biaya
Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. pelayanan kesehatan yang dibayarkan ke RS.
Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat Pembiayaan pelayanan kesehatan berbasis
lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan Case Base Groups (CBGs) sangat ditentukan

Jurnal INOHIM, Volume 5 Nomor 2, Desember 2017 59


Identifikasi Unsur 5M Dalam Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Dan Tindakan (Systematic Review)

oleh data klinis (terutama kode diagnosis dan ini adalah mendapatkan temuan yang valid
prosedur medis) yang dimasukkan ke dalam dan dapat diaplikasikan dari beberapa
software. Besaran klaim yang dibayarkan penelitian sebelumnya pada suatu fenomena
sangat tergantung dari kode CBGs yang yang spesifik ( Oxman, 1997).
dihasilkan, sehingga membawa dampak
besar terhadap pendapatan Rumah Sakit.
Maka dari itu pengetahuan koder akan tata
cara koding serta ketentuan-ketentuan dalam
ICD-10 dalam menunjang keakuratan kode
diagnosis sangat diperlukan agar dapat
menentukan kode dengan lebih akurat
(Kresnowati, 2013). Oleh karena itu
ketepatan dalam pemberian kode penyakit
dan tindakan sangatlah penting.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ketidaktepatan kode diagnosis masih
terjadi di beberapa pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian di berbagai jurnal
Gambar 1.
menunjukkan bahwa tingkat akurasi kode
Model modifikasi teori Harrington Emerson
data klinis telah menunjukkan peningkatan
dalam Phiffner John F dan Presthus Robert V
dari tahun ke tahun, namun demikian angka
(1960)
keakurasian rata-rata masih berkisar antara
30-70% (Dimick, 2010).
Ketidaktepatan penentuan kode Hasil dan Pembahasan
penyakit dan tindakan disebabkan oleh Hasil pencarian literature yang
beberapa faktor sesuai kondisi masing- teridentifikasi melalui google scholar dengan
masing institusi pelayanan kesehatan. pencarian akurasi kode penyakit pada tahun
Penulis mencoba melakukan sintesis 2017 berjumlah 450 artikel dengan rincian,
terhadap penelitian-penelitian sebelumya 420 artikel terkait dengan keilmuan lainnya,
dengan melihat pada unsur 5M (Man, Money, seperti pengkodean program komputer (tidak
Material, method, Machine) penyebab hasil terkait dengan kode penyakit), 10 artikel
koding tidak akurat. tidak memiliki full text. 5 artikel tidak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyebutkan penyebab ketidaklengkapan
mengidentifikasi dan mereview literature koding, dan 4 artikel lainnya terdapat
yang mempelajari tentang akurasi koding duplikasi artikel. Hasil identifikasi dapat
dan faktor – faktor yang mempengaruhinya dilihat pada tabel 1 (lampiran).
yaitu pada unsur 5M. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat memberi Akurasi Koding pada beberapa RS di
kontribusi terhadap perkembangan keilmuan. Indonesia
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1
Metode Penelitian (lampiran) diketahui bahwa persentase
Dalam penelitian ini rancangan akurasi koding pada beberapa RS di
penelitian yang digunakan adalah Systematic Indonesia berkisar 0% - 73%, dan gambaran
review. Systematic Review merupakan rata-rata akurasi koding adalah 21%.
metode penelitian yang merupakan ulasan Penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
kembali mengenai topik tertentu yang ilmuwan terkait akurasi koding juga
menekankan pada pertanyaan tunggal yang menggambarkan masih rendahnya tingkat
telah diidentifikasi secara sistematis, dinilai, akurasi koding pada beberapa negara. Studi
dipilih dan disimpulkan menurut kriteria yang pada 1980-an menunjukan tingkat kesalahan
telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan rata-rata akurasi koding sekitar 20%, dan
bukti penelitian yang berkualitas tinggi yang kebanyakan di bawah 50%. Studi pada 1990-
relevan dengan pertanyaan penelitian. an ditemukan dari 1.980 studi, tingkat
Systematic review merupakan penelitian kesalahan berkisar 0-70% (O'Malley et al.,
yang sistematis (dalam mengidentifikasi 2005). Pada beberapa Negara seperti di
literatur), eksplisit (dalam pernyataan Inggris, akurasi koding berkisar antara 53-
tujuan, bahan dan cara) dan berkembang 100% (rata-rata 97%), di Arab Saudi tingkat
(dalam metodologi penelitian dan kesalahan pemberian koding dilaporkan 30%,
kesimpulan) (Campbell, 2001). Keunggulan dan studi lain mengungkapkan tingkat
menggunakan pendekatan systematic review akurasi berkisar 85-95% (Campbell,
Jurnal INOHIM, Volume 5 Nomor 2, Desember 2017 60
Identifikasi Unsur 5M Dalam Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Dan Tindakan (Systematic Review)

Campbell, Grimshaw, & Walker, 2001; akurat haruslah dilakukan oleh petugas
Farhan, 2005; van Walraven & Demers, yang sesuai dengan profess atau
2001) . Hasil penelitian di berbagai jurnal keahliannya.
menunjukkan bahwa tingkat akurasi koding
telah menunjukkan peningkatan dari tahun Money
ke tahun, dengan tingkat keakurasian rata- Kode external cause dianggap sepele
rata berkisar antara 30-70% (Dimick, 2010). karena tidak mempengaruhi nominal
klaim.
Identifikasi Unsur 5M Dalam Pada kasus injury ataupun kasus
Ketidaktepatan Pemberian Kode kecelakaan lalu lintas, pada beberapa RS
Penyakit dan Tindakan tidak melakukan pengkodean pada
Dari hasil identifikasi terhadap 11 karakter ke 4 maupun ke 5, karena
artikel pada google scholar, didapatkan dianggap tidak berpengaruh pada
informasi bahwa faktor faktor yang penggantian klaim. Padahal hal ini
mempengaruhi akurasi koding ditinjau dari diperlukan oleh pihak Asuransi untuk
unsur 5 M adalah sebagai berikut : memutuskan apakah hal ini termasuk
kecelakaan kerja atau bukan, atau
Man kecelakaan lalu lintas atau bukan. Agar
1. Petugas Koder kurang teliti proses penggantian lebih tepat, Asuransi
Dari beberapa artikel menyebutkan mana yang berhak mengganti.
bahwa koder kurang teliti dalam
penentuan kode penyakit, yaitu tidak Material
melihat keseluruhan isi rekam medis, dan 1. Tulisan dokter tidak terbaca jelas
tidak melihat hasil pemeriksaan Pada beberapa kasus, adanya tulisan
penunjang yang mendukung diagnosis. dokter yang tidak terbaca dengan jelas
2. Pengalaman kerja sehingga menimbulkan salah persepsi dan
Koder yang memiliki pengalaman lebih akibatnya adalah salah pemberian kode.
lama, cenderung lebih akurat dalam 2. Penggunaan singkatan yang tidak lazim
pengkodean dibanding dengan yang Beberapa penggunaan singkatan yang
pengalamannya masih sedikit. tidak lazim membuat koder salah persepsi
3. Komunikasi efektif antara tenaga medis sehingga salah dalam pemberian kode.
dan koder 3. Kelengkapan pengisian rekam medis
Bila ditemukan informasi yang tidak Ketidaklengkapan pengisian pada rekam
lengkap pada rekam medis, beberapa medis menyebabkan koder tidak dapat
koder tidak melakukan komunikasi mengkode secara lengkap. Contoh pada
dengan tenaga medis terkait, beberapa kasus injury dan persalinan.
dikarenakan baik koder maupun tenaga 4. Tidak jelas atau tidak lengkapnya
medis sama-sama sibuk. diagnosis yang ditulis
4. Beban kerja koder Diagnosis yang tidak lengkap,
Beban kerja yang banyak pada cenderung memerlukan komunikasi yang baik antara
menghasilkan kode yang tidak akurat. koder yang tenaga medis terkait.
5. Masa Kerja
Koder yang memiliki masa kerja lebih Method
lama, menghasilkan kode yang lebih 1. Tidak melihat dan menganalisis informasi
akurat. pada hasil pemeriksaan penunjang dan
6. Kompetensi Perekam Medis/koder formulir-formulir pendukung
Perekam Medis/koder perlu terus diasah Hasil koding tidak akurat karena koder
keterampilannya agar keilmuannya terus tidak mereview keseluruhan isi rekam
bertambah, melalui pelatihan-pelatihan medis, sehingga antara hasil kode dengan
yang terkait dengan koding. hasil pemeriksaan penunjang berbeda.
7. Koding dilakukan oleh profesi lain Contoh pada kasus GEA dan Diare.
(Perawat) 2. Petugas cenderung menggunakan hafalan
Profesi yang mempunyai kewenangan atau buku bantu saat mengkode
untuk melakukan kodefikasi penyakit Baik profesi PMIK maupun profesi lain
adalah Perekam Medis dan Informasi yang melakukan pengkodean, cenderung
Kesehatan. Sedangkan perawat memiliki menggunakan hafalan ataupun
kewenangan lainnya yang terkait dengan menggunakan buku bantu. Hal ini rentan
perawatan pasien. Sehingga untuk terhadap ketidakakurasian kode, karena
mendapatkan hasil koding yang lebih
Jurnal INOHIM, Volume 5 Nomor 2, Desember 2017 61
Identifikasi Unsur 5M Dalam Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Dan Tindakan (Systematic Review)

tidak merujuk langsung pada buku ICD penelitian yang telah dilakukan pada tahun-
10. tahun sebelumnya baik di Indonesia maupun
3. Ketidaktepatan pemilihan diagnosis beberapa negara lainnya. Pada beberapa
utama penelitian tentang faktor penyebab
Kesalahan dalam pemilihan diagnosis, keakurasian koding dibeberapa literatur,
mana yang termasuk diagnose utama diantaranya dijelaskan adalah kurang
atau diagnose sekunder, menjadi satu jelasnya catatan yang dibuat dokter,
diantara penyebab kesalahan kode. Perlu kejelasan & kelengkapan dokumentasi rekam
dikomunikasikan dengan tenaga medis medis, penggunaan sinonim dan singkatan,
terkait bila terdapat keraguan dalam pengalaman, lama kerja serta pendidikan
pemilihan kode diagnosis utama. koder, perbedaan antara penggunaan rekam
4. SPO penentuan kode pada karakter ke 5 medis elektronik dan manual, program
belum ada jaminan mutu, kesalahan pengindeksan,
Belum ada informasi ysng spesifik yang kualitas koder dimana kurangnya perhatian
menjelaskan bahwa untuk kasus injury koder terhadap prinsip-prinsip ICD dan
ada keistimewaan kode, yaitu adanya aspek-aspek kunci dari proses pengkodean
karaktek ke 5 yang harus dikode. (Bowman & Abdelhak, 2001; Eramo, 2012;
5. SPO Penentuan Kode belum ada Ernawati, 2013; Hasan; Ifalahma, 2013;
Belum adanya SPO penentuan kode Nuryati, 2015; O'Malley et al., 2005; Quan;
membuat petugas merasa tidak Silfen; Surján; van Walraven & Demers,
berkewajiban untuk melakukan 2001). Pada penelitian lainnya,koder
pengkodean. Biasanya yang terlewat disarankan berkonsultasi dengan dokter
untuk diberi kode adalah untuk kasus tentang kasus sulit dimana koder memiliki
penyakit pasien rawat jalan. pengetahuan terbatas (Farzandipour &
6. Kebijakan pengkodean kurang spesifik Sheikhtaheri, 2009; Santos, 2008).
Pada SPO penentuan kode penyakit Yang belum dijelaskan pada penelitian
belum ditekankan siapa yang berhak sebelumnya, dan teridentifikasi dalam
untuk melaksanakan pengkodean penelitian ini adalah dari sisi Method, yaitu
penyakit. Pengkodean penyakit maupun masih belum adanya kebijakan maupun SPO
tindakan haruslah dilakukan sesuai yang mengatur tentang pengkodean
profesi dan keilmuan yaitu Perekam Medis penyakit, SPO pengkodean yang masih belum
dan Informasi Kesehatan spesifik, dan dari sisi Machine yaitu ketidak
7. Belum ada SPO tentang Penggunaan tersediaannya buku-buku penunjang koding,
Istilah dan penggunaan SIM RS yang belum user
Penggunaan istilah yang digunakan di friendly.
berkas rekam medis haruslah sesuai
dengan kesepakatan bersama dan SPO merupakan sistem yang disusun
disosialisasikan kepada pihak terkait agar untuk memudahkan, dan menertibkan suatu
tidak ada pihak yang merasa bingung pekerjaan, dimana berisi urutan proses
dengan istilah yang dipergunakan. pekerjaan mulai dari awal sampai dengan
selesai dilaksanakan. SOP memiliki Tujuan
Machine sebagai berikut (Indah Puji, 2014:30):
1. Tidak tersedia kamus kedokteran dan 1. Untuk menjaga konsistensi tingkat
kamus bahasa Inggris penampilan kinerja atau kondisi
Perlu adanya buku-buku penunjang tertentu dan kemana petugas dan
koding yang bisa digunakan oleh koder lingkungan dalam melaksanakan
unruk mencari referensi bila terdapat sesuatu tugas atau pekerjaan
istilah-istilah yang belum diketahui. tertentu.Sebagai acuan dalam
2. SIMRS masih ‘ribet’ pelaksanaan kegiatan tertentu bagi
Adanya SIMRS membuat pekerjaan sesama pekerja, dan supervisor.
petugas menjadi mudah. Namun pada 2. Untuk menghindari kegagalan atau
artikel yang diidentifikasi diketahui bahwa kesalahan (dengan demikian
adanya SIMRS yang dirasa masih tidak menghindari dan mengurangi konflik),
user friendy sehingga membuat petugas keraguan, duplikasi serta pemborosan
merasa ‘ribet’ menggunakannya. dalam proses pelaksanaan kegiatan.
3. Merupakan parameter untuk menilai
Dari hasil penelusuran literature, mutu pelayanan.
faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi
koding dilihat dari unsur 5M sejalan dengan
Jurnal INOHIM, Volume 5 Nomor 2, Desember 2017 62
Identifikasi Unsur 5M Dalam Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Dan Tindakan (Systematic Review)

4. Untuk lebih menjamin penggunaan Philadelphia: WB Saunders Company,


tenaga dan sumber daya secara 229-258.
efisien dan efektif.
5. Untuk menjelaskan alur tugas, Campbell, S. E., et al. (2001). "A systematic
wewenang dan tanggung jawab dari review of discharge coding accuracy."
petugas yang terkait. Journal of Public Health 23(3): 205-
6. Sebagai dokumen yang akan 211.
menjelaskan dan menilai pelaksanaan
proses kerja bila terjadi suatu Dimick, Chris. (2010). Achieving Coding
kesalahan atau dugaan mal praktek Consistency. Journal of AHIMA, 81.
dan kesalahan administratif lainnya, No. 7.
sehingga sifatnya melindungi rumah
sakit dan petugas. Eramo, Lisa A. (2012). Don't let fear prevent
7. Sebagai dokumen yang digunakan coders from learning ICD-10.
untuk pelatihan.
8. Sebagai dokumen sejarah bila telah di Ernawati, D. K., L. (2013). "Studi Kualitatif
buat revisi SOP yang baru. tentang Kompetensi Tenaga Koder
dalam Proses Reimbursement Berbasis
System Case-mix di Beberapa Rumah
Kesimpulan Sakit yang Melayani Jamkesmas."
Dari hasil penelusuran literature, Penelitian Internal LPPM Universitas
faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi Dian Nuswantoro Semarang.
koding dilihat dari unsur 5M sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan pada tahun- Farzandipour, Mehrdad, & Sheikhtaheri,
tahun sebelumnya baik di Indonesia maupun Abbas. (2009). Evaluation of Factors
beberapa negara lainnya. Pada beberapa Influencing Accuracy of Principal
penelitian tentang faktor penyebab Procedure Coding Based on ICD-9-CM:
keakurasian koding dibeberapa literatur, An Iranian Study. Perspectives in
diantaranya dijelaskan adalah kurang Health Information Management, 6(5),
jelasnya catatan yang dibuat dokter, 1-5.
kejelasan & kelengkapan dokumentasi rekam
medis, penggunaan sinonim dan singkatan, Hasan, M., R. J. Meara, and B. K. Bhowmick.
pengalaman, lama kerja serta pendidikan The Quality of Diagnostic Coding in
koder, perbedaan antara penggunaan rekam Cerebrovascular Disease.
medis elektronik dan manual, program
jaminan mutu, kesalahan pengindeksan, Ifalahma, Darah. (2013). Hubungan
kualitas koder dimana kurangnya perhatian Pengetahuan Coder Dengan
koder terhadap prinsip-prinsip ICD dan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien
aspek-aspek kunci dari proses pengkodean, Rawat Inap Jaminan Kesehatan
koder disarankan berkonsultasi dengan Masyarakat Berdasarkan Icd-10 Di
dokter tentang kasus sulit dimana koder Rsud Simo Boyolali. Jurnal Ilmiah
memiliki pengetahuan terbatas. Yang belum Rekam Medis dan Informatika
dijelaskan pada penelitian sebelumnya, dan Kesehatan, INFOKES, VOL. 3 NO. 2
teridentifikasi dalam penelitian ini adalah dari Agustus 2013.
sisi Method, yaitu masih belum adanya
kebijakan maupun SPO yang mengatur Naga, d. M. A. (2013). Buku Kerja Praktik
tentang pengkodean penyakit, SPO Pengkodean Klinis Berdasarkan Rules
pengkodean yang masih belum spesifik, dan dan Konvensi ICD-10, WHO.
dari sisi Machine yaitu ketidak tersediaannya
buku-buku penunjang koding, dan Nuryati, Niko Tesni Saputro. (2015). Faktor
penggunaan SIM RS yang belum user Penyebab Ketidaktepatan Kode
friendly. Diagnosis di Puskesmas Mojolaban
Sukoharjo Jawa Tengah. Jurnal
Daftar Pustaka Manajemen Informasi Kesehatan
Bowman, E, & Abdelhak, Mervat. (2001). Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3,
Coding, classification, and No.1, Maret 2015.
reimbursement systems. Health
information: management of a O'Malley, Kimberly J., Cook, Karon F., Price,
strategic resource. 2nd edition. Matt D., Wildes, Kimberly Raiford,
Jurnal INOHIM, Volume 5 Nomor 2, Desember 2017 63
Identifikasi Unsur 5M Dalam Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Dan Tindakan (Systematic Review)

Hurdle, John F., & Ashton, Carol M.


(2005). Measuring Diagnoses: ICD
Code Accuracy. Health Services
Research, 40(5p2), 1620-1639. doi:
10.1111/j.1475-6773.2005.00444.x

Oxman. (1997). Critical Appraisal Checklist


for A Systematic Review.

Quan, H., G. A. Pearsons, and W. A. Ghali.


Validity of Procedure Codes in
International Classification of
Diseases.

Santos, Suong; Murphy, Gregory; et.al,.


(2008). Organizational Factors
Affecting The Quality of Hospital
Clinical Coding. Health Information
Management Journal, Vol. 37, No. I. .

Satrianegara, M. Fais. (2009). Buku Ajar


Organisasi Dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika, Dasar Dasar
Manajemen. Yayasan Trisakti

Silfen, E. . Documentation and Coding of ED


Patient Encounters: An Evaluation of
the Accuracy of an Electronic Medical
Record. American Journal of
Emergency Medicine 24, no. 6 (2006):
664–678.

Surján, G. . Questions on Validity of


International Classification of
Diseases-Coded Diagnosis.
International Journal of Medical
Informatics 54, no. 2 (1999): 77–95.

Van Walraven, C., & Demers, S. V. (2001).


Coding diagnoses and procedures using a
high-quality clinical database instead of a
medical record review. Journal Of
Evaluation In Clinical Practice, 7(3), 289-
297.

World Health Organization (1993). " ICD-10."


World Health Organization, ICD-10,
1993, Volume 2 : Instruction Manual,
Geneva.

Jurnal INOHIM, Volume 5 Nomor 2, Desember 2017 64

Anda mungkin juga menyukai