Anda di halaman 1dari 82

TINJAUAN PENCAHAYAAN DAN SUHU RUANG REKAM

MEDIS DI RUMAH SAKIT


(STUDI SYSTEMATIC LITERATUR REVIEW)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
FAQIH AMRULLOH HUSEIN
NIM. 30517038

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI


KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
TINJAUAN PENCAHAYAAN DAN SUHU RUANG REKAM
MEDIS DI RUMAH SAKIT
(STUDI SYSTEMATIC LITERATUR REVIEW)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya


Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Oleh :
FAQIH AMRULLOH HUSEIN
NIM. 30517038

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI


KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “TINJAUAN

PENCAHAYAAN DAN SUHU RUANG REKAM MEDIS DI RUMAH

SAKIT” dengan lancar. Karya Tulis Ilmiah yang saya buat tidak lepas atas

bantuan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak

terimakasih kepada :

1. Dra. Ec. Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata

Kediri.

2. Prof. Dr. Muhammad Zainuddin, Apt, selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata Kediri.

3. Ika Rahmawati, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

4. Krisnita Dwi Jayanti, S.KM., M.Epid., selaku ketua Program Studi D3 Rekam

Medis dan Informasi Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

5. Nimatu Zuliana, S.KM., M.KKK., selaku Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah

sekaligus Penguji I Program Studi D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Fakultas Kesehatan Institus Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

6. Putri Indra S., A.Md., RMIK., selaku Tenaga Pendidik Karya Tulis Ilmiah

Program Studi D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

v
7. Indra Cahyadinata, S.ST.FT., M.Kes, selaku Penguji II Program Studi D3

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

8. Ningsih Dewi Sumaningrum, S.KM., M.KKK., selaku Penguji III Program

Studi D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

9. Orang tua yang telah mendukung baik mental maupun finansial dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Teman-teman seperjuangan D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Angakatan 2017 yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk

memberi masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis

Ilmiah ini.

Kediri, Mei 2020

Penulis

vi
ABSTRAK

Tinjauan Pencahayaan Dan Suhu Ruang Rekam Medis Di Rumah Sakit


(Studi Systematic Literatur Review)

Faqih Amrulloh Husein, Nimatu Zuliana1

Pencahayaan dan suhu ruangan merupakan salah satu dari kondisi fisik ditempat
kerja, oleh karena itu pencahayaan dan suhu ruang rekam medis harus tetap dalam
kondisi standar normal agar memberi kenyamanan dan tidak menimbulkan
gangguan terhadap petugas rekam medis. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pencahayaan dan suhu ruang rekam medis di rumah sakit. Penelitian
ini menggunakan metode systematic literatur review. Sampel dalam penelitian ini
adalah 10 jurnal tentang pencahayaan dan suhu ruang rekam medis di rumah sakit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 67% pencahayaan ruang rekam medis dan
62,5% suhu ruang rekam medis di rumah sakit belum memenuhi standar. Hal ini
disebabkan oleh penataan lampu yang belum merata di setiap tempat dan tidak
adanya pendingin ruangan sehingga ruangan terasa panas. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah Pencahayaan ruangan rekam medis di rumah sakit 67%
masih belum memenuhi standar sehingga mengakibatkan kesalahan petugas
rekam medis dalam melaksanakan pekerjaannya dan untuk Suhu ruangan rekam
medis di rumah sakit 50% masih belum memenuhi standar sehingga petugas
merasa kepanasan dalam bekerja. Sebaiknya untuk pencahayaan memperhatikan
faktor seperti penataan lampu, pemeliharaan lampu, warna, dinding dan jendela.
Ruangan rekam medis dapat menambahkan kipas angin atau AC di setiap ruangan
agar kondisi suhu ruangan dapat diatur sesuai keinginan.

Kata Kunci : Pencahayaan, Suhu, Ruang Rekam Medis

vii
ABSTRACT

Review of Lighting and Room Temperature Medical Records in Hospitals


(Systematic Literature Review Study)

Faqih Amrulloh Husein, Nimatu Zuliana1

Lighting and room temperature is one of the physical conditions in the workplace,
therefore lighting and the temperature of the medical record room must remain in
normal standard conditions to provide comfort and not cause interference with
the medical records officer. The purpose of this study was to determine the
lighting and temperature of the medical record room in the hospital. This study
uses a systematic literature review method. The sample in this study were 10
journals about lighting and room temperature of medical records in hospitals.
The results showed that 67% of medical record room lighting and 62.5% of
medical record room temperature in hospitals did not meet the standards. This is
caused by the arrangement of lights that have not been evenly distributed in each
place and the absence of air conditioning so the room feels hot. The conclusion of
this study is the lighting of medical records at the hospital 67% still does not meet
the standards, resulting in errors in the medical record officer in carrying out
their work and for the temperature of the medical record at the hospital 50% still
does not meet the standards so that the officers feel overheated at work.. It is best
to pay attention to factors such as lighting arrangement, lighting maintenance,
color, walls, and windows. Medical records can add fans or air conditioners in
each room so that the room temperature as desired.

Keywords : Lighting, Temperatur, Medical Record room

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH...................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5


A. Rumah Sakit ................................................................................... 5
1. Pengertian Rumah Sakit............................................................ 5
2. Fungsi Rumah Sakit .................................................................. 5
3. Pelayanan di Rumah Sakit ........................................................ 6
4. Rekam Medis ............................................................................ 7
a. Pengertian rekam medis ...................................................... 7
b. Isi rekam medis ................................................................... 7
c. Tujuan rekam medis ............................................................ 7
d. Bagian-bagin Rekam Medis................................................ 9
B. Standar Lingkungan Kerja Perkantoran .......................................... 13
C. Kondisi Fisik di Tempat Kerja........................................................ 14
1. Penerangan/Cahaya ................................................................... 14
2. Temperatur/Suhu ...................................................................... 17
3. Kelembaban .............................................................................. 28
4. Sirkulasi Udara ......................................................................... 29
5. Kebisingan ................................................................................ 30
6. Getaran Mekanis ....................................................................... 30
7. Bau-bauan ................................................................................. 30

ix
8. Tata Warna ................................................................................ 31
9. Dekorasi .................................................................................... 31
10. Musik ........................................................................................ 31
11. Keamanan ................................................................................. 32
D. Kondisi Non Fisik ........................................................................... 32
1. Bahan Kimia Beracun ............................................................... 32
2. Bakteri ...................................................................................... 32
3. Ergonomi .................................................................................. 33
4. Stres .......................................................................................... 33
E. Kenyamanan ................................................................................... 34
1. Kenyaman Visual ...................................................................... 34
2. Kenyamanan Termal ................................................................. 35
F. Produktivitas Kerja ......................................................................... 35
G. Ventilasi .......................................................................................... 39
H. Systematic Literature Review.......................................................... 40

BAB III KERANGKA KONSEP ..................................................................... 42


A. Kerangka Konsep ........................................................................... 42
B. Penjelasan Kerangka Konsep......................................................... 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 44


A. Desain Penelitian ........................................................................... 44
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ........................................ 44
C. Definisi Operasional ...................................................................... 45
D. Unit Analisis .................................................................................. 46
E. Sumber Data dan Prosedur Pengumpulan Data ............................. 47
F. Analisis Data .................................................................................. 48
G. Kerangka Kerja .............................................................................. 48

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 49

BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................. 57

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60


A. Kesimpulan .................................................................................... 60
B. Saran .............................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61


LAMPIRAN ...................................................................................................... 64

x
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel II.1 Standar Pencahayaan Menurut Permenkes No. 24 Tahun 2016 .... 16

Tabel II.2 Standar Pencahayaan Menurut Siswati (2018) .............................. 16

Tabel II.3 Kondisi Panas Pada Temperatur oC ............................................... 23

Tabel II.4 Kondisi Dingin Pada Temperatur oC ............................................. 27

Tabel IV.1 Definisi Operasional ...................................................................... 45

Tabel IV.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................... 47

Tabel V.1 Karakteristik Data .......................................................................... 49

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar III.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 42

Gambar IV.1 Kerangka Kerja ............................................................................ 48

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Uji Etik ................................................................................... 64

Lampiran 2 Lembar Pembimbing 1 Karya Tulis Ilmiah ..................................... 65

Lampiran 3 Lembar Pembimbing Pendamping Karya Tulis Ilmiah ................... 66

xiii
DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

1. Daftar Lambang :

. : Menjadi penanda akhir dari rangkaian kata, tanda titik lazim


diletakkan di akhir sebuah kalimat.
, : Menjadi pemerinci dalam sebuah kalimat yang memiliki subjek,
objek, maupun keterangan yang lebih dari dua.
: : Dipakai untuk membatasi antara sebuah keterangan dengan
rinciannya.
/ : menjadi pembatas dalam nomor surat dan menggantikan kata
tiap.
+ : Menambah
- : Mengurangi
X : Mengalikan
(:) : Membagi
() : Mengapit keterangan atau kejelasan
% : Simbol untuk menunjukan presentasi angka atau rasio sebagai
dari pecahan seratus
“” : Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang
di kenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
2. Daftar Singkatan :

ALFRED : Administration, Legal, Financial, Research, Education,


Documentation
AC : Air Conditioning
Depkes : Departemen Kesehatan
Dr : Dokter
DRM : Dokumen Rekam Medis
Kemenkes : Keputusan Menteri Kesehatan
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
Permenaker: Peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan
RI : Republik Indonesia

xiv
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SK : Surat Keputusan
SLR : Systematic Literature Review
SPRS : Sistem Pelaporan Rumah Sakit
SP2TP : Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
UU : Undang-undang
3. Daftar Istilah :

Assembling : Merakit dokumen rekam medis


Filing : Unit penyimpanan berkas rekam medis
Roll o pak : Lemari arsip dorong untuk menyimpan dokumen
Tracer : Kertas kecil pengganti DRM yang diambil dari rak filing

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan tempat dimana pasien mendapatkan pelayanan

kesehatan, baik pelayanan rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat.

Pelayanan tersebut dapat dikatakan berkualitas apabila dalam

penyelenggaraannya dilaksanakan secara baik dan optimal. Sebagai sarana

pelayanan kesehatan Rumah Sakit harus menyelenggarakan rekam medis, ini

di perjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI.No.034/Birhup/1972

menyangkut kewajiban bagi rumah sakit untuk menyelenggarakan rekam

medis (Depkes RI, 2006: 4) .

Setiap rumah sakit harus membuat rekam medis baik rawat jalan

maupun rawat inap. Berkas rekam medis tersebut harus disimpan dalam suatu

ruangan yang khusus untuk penyimpanan dengan memperhatikan tata ruang

guna menunjang tingkat efisiensi kerja. Penyelenggaraan rekam medis yang

bermutu, efektif maka perlu adanya sarana penunjang yang memadai,

diantaranya adalah kondisi ruang penyimpanan rekam medis, apabila kondisi

ruangan tidak memenuhi syarat, tentu akan menggangu kenyamanan, apalagi

dalam melaksanakan pekerjaan rutin seperti penyimpanan dan pengambilan

kembali berkas rekam medis. Hal ini mempengaruhi kenyamanan petugas

rekam medis dalam menyelenggarakan berkas rekam medis itu sendiri. Selain

itu kondisi ruang yang belum memenuhi standar akan menimbulkan ketidak

leluasaan tugas rutin rekam medis ( Depkes RI, 2006).

1
2

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik,

sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh

suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan

baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara

optimal, sehat, aman dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat

dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Banyak faktor yang

mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja, diantaranya

adalah penerangan, temperatur/suhu, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan,

getaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan

(Sedarmayanti, 2011).

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna

mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan

adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya

yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan menjadi kurang

jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan

pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan,

sehingga tujuan organisasi sulit dicapai (Sedarmayanti, 2011). Begitu juga

dengan suhu dalam ruang kerja, suhu nyaman hendaknya dapat

dipertahankan, karena pada suhu di atas nyaman akan mengakibatkan rasa

lelah dan ngantuk, mengurangi kesediaan untuk berprestasi dan meningkatkan

frekuensi kesalahan. Sebaliknya apabila suhu berada di bawah suhu nyaman

makan akan mengakibatkan ketidaktenangan dan mengurangi daya atensi

(Sedarmayanti, 2011).
3

Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai pencahayaan dan suhu

ruangan oleh Oktamianiza (2016) yang menyatakan bahwa kondisi

pencahayaan ruang rekam medis Di RSUD M. Zein Painan masih belum

memenuhi standar, yang menyebabkan petugas kesulitan dalam mencari

berkas rekam medis. Hal ini disebabkan oleh cahaya matahari yang masuk

sedikit dan didalam ruangan hanya terdapat satu lampu yang menyala. Suhu

ruang rekam medis juga belum ideal karena disebabkan oleh kondisi ruang

yang sempit dan ventilasi udara dalam keadaan ditutup sehingga pertukaran

udara tidak lancar, selain itu terdapat 2 pendingin ruangan tapi hanya 1 yang

berfungsi. Akibatnya petugas rekam medis merasa kepanasan dalam bekerja

sehingga aktivitas bekerja terganggu. Pada penelitian Darwel (2016)

menyatakan bahwa pencahayaan ruang rekam medis Di RSUD Dr. Adnaan

WD Payakumbuh belum memenuhi standar, yang menyebabkan kelelahan

mata sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan petugas rekam medis

dalam melaksanakan pekerjaan. Pada penelitian Valentina (2018) menyatakan

bahwa suhu ruangan belum ideal karena disebabkan oleh kondisi ruang yang

menggunakan kaca bening dan menghadap langsung ke arah sinar matahari,

sehingga membuat ruang penyimpanan RSU Mitra Sejati Medan menjadi

panas.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian Studi Systematic Literatur Review dengan judul “Tinjauan

Pencahayaan dan Suhu Ruang Rekam Medis Di Rumah Sakit”.


4

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pencahayaan dan suhu Ruang Rekam Medis di

Rumah Sakit ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pencahayaan dan suhu ruang rekam medis di Rumah Sakit.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi

a. Menambah referensi di bagian perpustakaan Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata Kediri.

b. Sebagai evaluasi dalam peningkatan mutu pendidikan rekam medis

untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dan handal dalam

bidangnya.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan serta pengembangan

sistem pengelolaan di unit rekam medis untuk pengambilan keputusan

dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit.

3. Bagi Mahasiswa

a. Mengetahui kondisi pencahayaan dan suhu di ruang rekam medis

rumah sakit.

b. Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti

perkuliahan dengan yang ada di lapangan.

c. Menambah wawasan, pemahaman, pengetahuan dan pengalaman di

bidang rekam medis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelengarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (UU. RI. No. 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

2. Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

fungsi rumah sakit sakit adalah:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

dengan kebutuhan medis.

c. Penyelengaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

d. Penyelenggaraan dan penelitian pengembangan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

5
6

3. Pelayanan di Rumah Sakit


a. Pelayanan Rawat jalan

Menurut Huffman (1994) pelayanan rawat jalan adalah pelayanan

yang diberikan kepada pasien yang tidak mendapatkan pelayanan rawat

inap di fasilitas pelayanan kesehatan.Kegiatan di tempat penerimaan

pasien tertulis dalam prosedur penerimaan pasien, sebaiknya prosedur

diletakkan di tempat yang mudah dibaca oleh petugas penerimaan

pasien.Hal ini dilakukan untuk mengontrol pekerjaan yang telah

dilakukan sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat konsisten dan

sesuai aturan. Prosedur merupakan serangkaian langkah yang saling

berhubungan sebagai pedoman pekerjaan sehingga mencapai tujuan

yang telah ditentukan (Budi, 2011).

b. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat dapat berasal dari rujukan fasilitas

pelayanan kesehatan atau pasien datang sendiri. Pasien rujukan adalah

pasien yang dikirim atau diambil dari fasilitas pelayanan kesehatan

yang lain untuk dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dengan

disertai surat permintaan merawat dari fasilitas pelayanan kesehatan

yang meminta merujuk pasien, sedangkan yang dimaksud pasien datang

sendiri adalah pasien yang datang ke fasilitas kesehatan tanpa adanya

surat pengantar dari fasilitas pelayanan kesehatan yang lain.


7

c. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan yang diberikan pasien guna untuk mendapatkan

pelayanan lanjutan setelah mendapatkan surat pengantar dirawat dari

pihak yang berwenang, dalam hal ini pihak yang memberi surat

pengantar adalah dokter klinik atau pelayanan rawat darurat dari

fasilitas pelayanan kesehatan tersebut bukan dari pelayanan kesehatan

yang lain.

4. Rekam Medis

a. Pengertian rekam medis

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis.

Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

b. Isi rekam medis

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis harus

dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik serta

penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi

informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

c. Tujuan rekam medis

Rekam medis seringkali digunakan untuk beberapa kebutuhan

yang seringkali dirangkum dalam akronim ALFRED (Administration,

Legal, Finance, Research, Education, Documentation)


8

1) Administration

Rekam medis digunakan untuk kebutuhan administrasi dalam

pelayanan kesehatan. Sejak pasien diterima, baik rawat jalan, gawat

darurat, maupun rawat inap, hingga pasien pulang. Semua proses

pencatatan ini kelak akan sangat dibutuhkan pada saat menelusuri

kembali riwayat kedatangan pasien tersebut.

2) Legal

Rekam medis digunakan sebagai bukti telah terjadinya proses

pelayanan kesehatan. Rekam medis akan dihadirkan dalam proses

persidangan untuk menyelesaikan kasus mediko-legal (kasus medis

yang bermuatan hukum) guna menelusuri kembali kejadian suatu

pelayanan kesehatan melalui runtutan cerita yang tercatat/terekam di

dalamnya.

3) Finance

Rekam medis digunakan untuk menghitung biaya pelayanan

kesehatan yang telah diberikan kepada pasien. Hal ini terutama

apabila sistem penagihan biaya pelayanannya berdasarkan item yang

telah diberikan. Jika menggunakan sistem penagihan biaya

pelayanan berdasarkan diagnosis (seperti sistem INA-DRG) maka

ketepatan diagnosis dan keakuratan kode diagnosis sangat

berpengaruh terhadap nilai klaim pembiayaan yang diajukan.


9

4) Research

Banyak penelitian baik bidang medis maupun non medis yang

dilakukan dengan menggunakan rekam medis sebagai sumber

datanya. Dalam hal penggunaan informasi dalam rekam medis untuk

penelitian tetap harus memperlihatkan etika dan peraturan

perundangan yang berlaku.

5) Education

Dalam proses pendidikan tenaga kesehatan baik kelompok

tenaga medis, paramedik, penunjang medis, keteknisian medis,

maupun keterapian fisik, banyak digunakan informasi dalam rekam

medis sebagai bahan pendidikan. Penggunaan informasi dalam

rekam medis untuk pendidikan harus memperhatikan etika dan

peraturan perundangan yang berlaku.

6) Documentation

Aspek dokumentasi dalam akronim ALFRED disini sama

dengan aspek dokumentasi dalam hal penggunaan rekam medis

untuk manajemen pelayanan pasien (Sudra, 2017).

d. Bagian – bagian Rekam Medis

1) Unit Penyimpanan (Filing)

Unit filing adalah sebagai salah satu bagian dalam Unit

Rekam Medis yang bertugas dalam penyimpanan dokumen rekam

medis dan menjaga kerahasiaan isi dokumen rekam medis.


10

a) Tugas Pokok di Unit Filing

Bagian filing dalam melaksanakan pengelolaan rekam

medis mempunyai tugas pokok sebagai berikut :

(1) Menyimpan dokumen rekam medis dengan metode

tertentu sesuaikebijakan penyimpanan dokumen rekam

medis.

(2) Mengambil kembali (retrieval) dokumen rekam medis

untuk berbagai keperluan.

b) Fungsi Unit Filing

(1) Penyimpanan dokumen rekam medis

(2) Penyedia dokumen rekam medis untuk berbagai

keperluan.

(3) Pelindung dokumen rekam medis terhadap bahaya

kerusakan fisik,kimiawi dan biologi.

c) Sistem Penyimpanan Dokumen Rekam Medis.

Penyimpanan dokumen rekam medis bertujuan untuk

mempermudah dan mempercepat ditemukan kembali dokumen

rekam medis yang disimpan dalam rak penyimpanan. Dengan

demikian maka diperlukan sistem penyimpanan dengan

mempertimbangkan jenis sarana dan peralatan yang

digunakan, tersedianya tenaga ahli dan kondisi organisasi

(Sudra, 2017).
11

d) Fasilitas di ruang penyimpanan berkas rekam medis

(1) Ruang dengan suhu ideal untuk penyimpanan berkas dan

keamanan dari serangan fisik lainnya.

(2) Alat penyimpanan berkas rekam medis, bisa menggunakan

Roll o pack, Rak terbuka, dan filing cabinet.

(3) Tracer yang digunakan sebagai pengganti berkas rekam

medis di rak filing yang dapat digunakan untuk menelusur

keberadaan berkas rekam medis (Budi, 2011).

2) Assembling

Assembling berarti merakit, tetapi untuk kegiatan assembling

berkas rekam medis di fasilitas pelayanan kesehatan tidaklah hanya

sekedar merakit atau mengurut satu halaman ke halaman yang lain

sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengurutan halaman ini dimulai

dari berkas rekam medis rawat darurat, rawat jalan dan rawat inap.

Pergantian pada masing-masing pelayanan akan diberikan kertas

pembatas yang menonjol sehingga dapat mempermudah pencarian

formulir dalam rekam medis (Budi, 2011).

3) Pelaporan

Kewajiban pembuatan laporan di rumah sakit tergambar dari

data-data Sistem Pelaporan Rumah Sakit (SPRS) yang dilaporkan

ke dinas kesehatan setempat. Untuk kewajiban pembuatan laporan

di Puskesmas ada sistem yang khusus untuk Puskesmas, yaitu

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).


12

Kewajiban pembuatan SPRS diatur dalam Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1410 Tahun 2003 tentang Sistem Informasi

Rumah Sakit.

Data kegiatan rumah sakit baik pelayanan rawat jalan

maupun rawat inap dikumpulkan dengan menggunakan formulir

standar yang telah ditetapkan. sumber data pelaporan di rumah

sakit berasal dari sensus harian rawat jalan, sensus harian rawat

inap, register masing-masing unit pelayanan, dan berkas rekam

medis. (Budi, 2011).

4) Pengkodean (Coding)

Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode

dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf

dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan yang dilakukan

dalam coding meliputi kegiatan pengkodean diagnosis penyakit dan

pengkodean tindakan medis. Tenaga rekam medis sebagai pemberi

kode bertanggung jawab atas keakuratan kode.

Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health

Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan

penyakit, cidera, gejala, dan faktor yang mempengaruhi kesehatan.

Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya

termasuk Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi 10

(ICD-10, International Statistical Classification of Disease and

Related Health Problem Tenth Revision). Namun, di Indonesia


13

sendiri ICD-10 baru ditetapkan untuk menggantikan ICD-9 pada

tahun 1998 melalui SK Menkes RI No.

50/MENKES/KES/SK/I/1998. Sedangkan untuk pengkodean

tindakan medis dilakukan menggunakan ICD-9CM (Budi, 2011).

B. Standar Lingkungan Kerja Perkantoran

Menurut Permenkes No. 48 tahun 2016 tentang Standar Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Perkantoran, kualitas lingkungan kerja perkantoran

wajib memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia,

dan biologi sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan. Bahaya

fisik meliputi tingkat kebisingan, intensitas pencahayaan, laju pergerakan

udara, temperatur dan kelembapan udara, Electromagnetic Field (EMF), dan

Ultra Violet (UV) di lingkungan kerja perkantoran. Bahaya kimia adalah

kandungan zat kimia baik dalam bentuk padat (debu/partikel/fiber), gas

(uap/vapor zat kimia) maupun cair (cairan bahan kimia) diudara lingkungan

kerja perkantoran meliputi gas CO, Formaldehyde, CO2, Ozon, VOCs, O2,

Debu respirabel (PM10), dan Asbes. Bahaya biologi adalah kandungan

mikroorganisme (bakteri dan jamur) dalam udara dilingkungan kerja

perkantoran.
14

C. Kondisi Fisik di Tempat Kerja

Yang termasuk kondisi fisik di tempat kerja antara lain adalah sebagai

mencakup hal-hal berikut:

1. Penerangan/cahaya

a. Pengertian Pencahayaan

Penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja

yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif

(Kuswana, 2017). Menurut Permenkes No. 48 tahun 2016 tentang

Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran,

pencahayaan harus memenuhi aspek kebutuhan, aspek sosial dan

lingkungan kerja perkantoran. Pencahayaan adalah jumlah

penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan diukur dalam

satuan LUX – lumen per meter persegi. Kadar penerangan diukur

dengan alat pengukur cahaya (Lux meter) yang diletakkan

dipermukaan tempat kerja (misalnya meja) atau setinggi perut untuk

penerangan umum (kurang lebih 1 meter).

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi

pegawai guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, oleh

sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang

tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup)

mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga

pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada


15

akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan

pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

1) Cahaya alam yang berasal dari sinar matahari.

2) Cahaya buatan, berupa lampu. Cahaya buatan terdiri dari 4

macam yaitu :

a) Cahaya langsung.

b) Cahaya setengah langsung.

c) Cahaya tidak langsung.

d) Cahaya setengah tidak langsung (Sedarmayanti, 2011).

b. Tujuan pencahayaan adalah:

1) Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan

pekerjaan.

2) Memberi lingkungan kerja yang aman.

c. Penerangan yang buruk di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-

hal sebagai berikut:

1) Kelelahan dan ketidaknyaman pada mata yang akan

mengakibatkan kurangnya daya efisiensi kerja.

2) Kelelahan mental yang akan berpengaruh pada kelelahan fisik.

3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

4) Kerusakan alat penglihatan (mata).

5) Meningkatnya kecelakaan kerja.

d. Keuntungan pencahayaan yang baik adalah sebagai berikut:

1) Meningkatnya semangat kerja.


16

2) Produktivitas.

3) Mengurangi kesalahan.

4) Meningkatkan housekeeping.

5) Kenyamanan lingkungan kerja.

6) Mengurangi kecelakaan kerja (Kuswana, 2017).

e. Standar Pencahayaan
Tabel II.1 Standar Pencahayaan Menurut Permenkes No. 24 Tahun
2016.
NAMA PERSYARATAN
NO KETERANGAN
RUANGAN RUANGAN
- Luas ruangan disesuaikan
1 dengan jumlah petugas,
dengan perhitungan 3-5 m2/
Ruangan petugas.
Administrasi - Total pertukaran udara
minimal 6 kali per jam.
- Intensitas cahaya minimal
100 lux.
Ruangan Kepala
2 Umum
Rekam Medis Luasan total
ruangan
Ruangan petugas disesuaikan
3 Umum
rekam medis dengan kajian
- Luas ruangan tergantung kebutuhan
4 jumlah arsip dan jenis
Ruangan arsip aktif pelayanan.
- Persyaratan ruangan seperti
persyaratan umum
- Luas ruangan tergantung
5 jumlah arsip dan jenis
Ruangan arsip pasif pelayanan
- Persyaratan ruangan seperti
persyaratan umum
Sumber: Permenkes No. 24 tahun 2016.

Tabel II.2 Standar Pencahayaan Menurut Siswati (2018)


Peruntukan Ruang Minimal Pencahayaan (Lux)
Ruang kerja 300
Ruang ganbar 750
Resepsionis 300
17

Peruntukan Ruang Minimal Pencahayaan (Lux)


Ruang arsip 150
Ruang rapat 300
Ruang makan 250
Koridor/lobi 100

f. Warna menentukan tingkat refleksi/pantulan sebagai berikut:

1) Warna putih memantulkan 75% atau lebih cahaya

2) Warna terang/sejuk memantulkan 50%-70%

3) Warna medium/terang hangat, memantulkan 20%-50%

4) Warna gelap, 20% atau kurang warna putih atau nuansa putih

disarankan untuk langit-langit karena akan memantulkan lebih

dari 80% cahaya.

2. Temperatur/Suhu

a. Pengertian Suhu

Suhu menunjukkan derajat panas suatu benda, semakin tinggi

suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Suhu tubuh

manusia dipertahankan hampir menetap, suhu menetap ini adalah

akibat keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh

akibat metabolisme dengan pertukaran panas antara tubuh dengan

lingkungan sekitar. Panas dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik

tubuh, makanan yang telah atau sedang dikonsumsi, pengaruh panas

tubuh sendiri. (Suma’mur, 2009).

Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri karena

kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan


18

penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas. Menurut

hasil penelitian apabila temperatur udara lebih rendah dari 17oC,

berarti temperatur udara ini ada di bawah kemampuan tubuh. Untuk

menyesuaikan diri (35% di bawah normal), maka tubuh manusia

akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang

sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, sebagian kecil

akibat penguapan. Sebaliknya apabila temperatur udara terlampau

panas akibat konveksi dan radiasi yang jauh lebih besar dari

kemampuan tubuh untuk mendinginkan diri melalui sistem

penguapannya, menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik

melebihi tingginya temperatur udara. Temperatur yang terlampau

dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan

temperatur udara yang terlampau panas, akan mengakibatkan cepat

timbul kelelahan tubuh dan dalam bekerja cenderung membuat

banyak kesalahan.

b. Standar Suhu

Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur

akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak

mutlak berlaku bagi setiap pegawai karena kemampuan beradaptasi

tiap pegawai berbeda, tergantung di daerah bagaimana pegawai

dapat hidup. Pegawai yang biasa hidup di daerah dingin atau sedang.

Seorang pakar bernama Tichauer telah meneliti pengaruh temperatur

terhadap produktivitas pegawai penenunan kapas, menyimpulkan


19

bahwa tingkat produksi paling tinggi dicapai pada temperatur antara

75-80oF (24-27oC) (Sedarmayanti, 2011).

Menurut Permenkes No. 48 tahun 2016 tentang Standar

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran, temperatur ruang

perkantoran harus memenuhi aspek kebutuhan kesehatan dan

kenyamanan pemakai ruangan. Untuk dapat memenuhi syarat

kesehatan dan kenyamanan suhu ruang perkantoran berkisar 23oC

sampai 26oC. Agar suhu nyaman dapat tercapai pengaturan suhu

dilakukan perzona tidak terpusat (centralized). Hal ini agar pekerja

mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan suhu ruangan yang

juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan diluar gedung.

c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Suhu

1) Lamanya Penyinaran Matahari

Sumber dari segala sumber cahaya dan energi di

permukaan bumi adalah matahari. Jadi, semakin lama dan terang

cahaya matahari menyinari bumi, semakin tinggi suhu udaranya.

2) Sudut Datang Penyinaran Matahari

Semakin tegak lurus sudut datang sinar matahari

terhadap permukaan bumi, semakin besar intensitas suatu

daerah menerima sinar matahari sehingga suhu udaranya

semakin tinggi.
20

3) Ketinggian Tempat

Setiap naik 100 meter, suhu udara akan turun sebesar

0,5°C – 0,6°C. Jadi semakin tinggi suatu tempat, suhu

udaranya semakin rendah (Ruhimat, 2006).

4) Rotasi Bumi

Perputaran bumi pada poros/sumbunya mengakibatkan

terjadinya siang dan malam serta perubahan sudut jatuh sinar

matahari. Saat malam hari tidak ada radiasi panas matahari

yang dapat diterima, sehingga suhu udara mendingin. Saat

pagi dan sore hari sinar matahari jatuh miring dan menempuh

atmosfer dengan jarak yang lebih jauh daripada siang hari,

sehingga intensitas radiasi panas yang diterima bumi

menurun.

5) Revolusi Bumi

Peredaran bumi mengelilingi matahari mengakibatkan

terjadinya pergantian musim. Dalam kondisi paling dekat

dengan matahari atau saat puncak musim panas, suhu udara

sangat panas melebihi daerah khatulistiwa. Tetapi sebaliknya

dalam kondisi paling jauh dari matahari atau saat musim dingin

(Latifah, 2015).
21

d. Efek Suhu

1) Efek Suhu yang Terlalu Panas

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa bekerja di

tempat bersuhu tinggi (panas) berakibat pada meningkatnya

denyut jantung dan temperatur tubuh, kelelahan, bahkan dampak

buruk pada keselamatan kerja. Paparan terhadap lingkungan

yang panas juga dapat menurunkan kemampuan produksi

(Iridiastadi, 2017).

Alberta General Safety (2012:12), menuliskan bahwa

potensi bahaya yang terdapat di lingkungan kerja dan mendapat

perhatian khusus adalah tekanan panas. Tekanan panas adalah

beban panas keseluruhan pada tubuh, termasuk panas

lingkungan dan produksi panas tubuh bagian dalam karena

bekerja keras. Ringan atau sedang tekanan panas, mungkin tidak

nyaman dan dapat memengaruhi kinerja dan keamanan, tetapi

biasanya tidak berbahaya bagi kesehatan. Ketika tekanan panas

lebih ekstresm, efeknya terhadap kesehatan yang mungkin

terjadi, adalah sebagai berikut:

a) Heat Edema

Terjadi pembengkakan yang umumnya terjadi di

antara orang-orang yang tidak dapat beradaptasi dengan

kondisi panas, sering terjadi di pergelangan kaki.


22

b) Heat Rash

Terjadi bintik-bintik merah kecil pada kulit, yang

menyebabkan rasa tusukan-tusukan. Bintik-bintik tersebut

akibat dari peradangan disebabkan oleh kelenjar keringat,

kondisi lembap dimana keringat tidak mampu menguap dari

kulit dan pakaian.

c) Heat Cramps

Adanya rasa nyeri tajam pada otot yang mungkin

terjadi gangguan tekanan panas. Penyebabnya adalah

ketidakseimbangan garam yang dihasilkan dari kegagalan

untuk menggantikan garam yang hilang karenan keringat.

Gejalanya adalah kram terjadi ketika orang minum air

dalam jumlah besar tanpa cukup garam (elektrolit).

d) Heat Syncope

Terjadi adanya perasaan pusing dan pingsan yang

disebabkan oleh aliran sementara, cukup darah ke otak saat

seseorang sedang berdiri. Hal ini disebabkan oleh hilangnya

cairan tubuh melalui keringat, dan turunnya tekanan darah

karena penggumpalan dara di kaki.

e) Heat Exhaustion

Kejadian hilangnya air yang berlebihan dan garam

dalam tubuh. Gejala termasuk berkeringat berat, lemah,

pusing, mual, sakit kepala, diare, dan kram otot.


23

f) Heat Stroke

Tanda-tanda stroke panas termasuk suhu tubuh sering

kali lebih tinggi dari 41oC dan menguras sebagian

kesadaran. Berkeringat bukan merupakan gejala yang baik

dari tekanan panas karena ada dua jenis panas stroke

“klasik” di mana ada sedikit atau tidak ada keringat

(Kuswana, 2017).

Tabel II.3 Kondisi Panas Pada Temperatur oC.


Kondisi Panas

37°C Suhu tubuh normal (36-37,5°C).

38°C Berkeringat dan sangat tidak nyaman, sedikit lapar.

39°C Berkeringat, kulit merah dan basah, napas dan


jantung
berdenyut kencang, kelelahan.
40°C Pingsan, dehidrasi, lemah, sakit kepala, muntah,
pening dan
berkeringat.
41°C Keadaan gawat, pingsan, pening, bingung, sakit
kepala, halusinasi, napas sesak, mengantuk, mata
kabur, jantung
berdebar.
42°C Pucat, kulit memerah dan basah, koma, mata gelap,
muntah dan gangguan hebat, tekanan darah
tinggi/rendah, jantung berdenyut hebat.
44°C Hampir dipastikan meninggal, tetapi ada beberapa
pasien yang
mampu bertahan di atas 46°C (114,8°F).
Sumber: Kuswana, 2017 : 168.
2) Efek Suhu yang Terlalu Dingin

Kesalahan sering terjadi dengan memasang suhu terlalu

rendah (dingin) yang berakibat timbulnya aneka keluhan oleh


24

karena suhu ruang kerja yang sangat dingin di tempat kerja

menimbulkan gangguan kerja bagi petugas, salah satunya

gangguan konsentrasi dimana petugas tidak dapat bekerja

dengan tenang karena berusaha untuk menghilangkan rasa

dingin tersebut. Selain itu, suhu yang terlalu dingin

menyebabkan tenaga kerja jauh lebih sering pergi ke toilet dan

hal ini cukup mengganggu kelancaran pelaksanaan pekerjaan

(Suma’mur, 2009).

Penyakit akibat lingkungan terlalu dingin dapat dibagi

menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Non-freezing cold injuries

(1) Chilblains

Penyakit akibat pajanan lingkungan dingin/basah

pada suhu 0-16°C selama beberapa jam. Pada daerah

kulit yang terpajan tampak pembengkakan, kemerahan,

terasa nyeri, dan kesemutan.

(2) Immersion Foot

Penyakit ini terjadi pada individu pekerja yang

kaki/tangannya terendam air untuk beberapa hari

atau minggu pada suhu >10°C. Cedera terutama

mengenai jaringan saraf perifer dan otot, sehingga

timbul seperti rasa kesemutan, gatal, nyeri,

pembengkakan pada kaki atau tangan yang terpajan.


25

Bila berlanjut, kulit yang tadinya berwarna

kemerahan berubah menjadi kebiruan atau ungu.

(3) Trench Foot

Gejala yang timbul sama seperti Immersion Foot.

Terjadi pada suhu <10°C, tetapi umumnya gejala

timbul lebih cepat (beberapa jam atau beberapa hari).

b) Freezing Cold Injuries

(1) Frostnip

Cedera pembekuan jaringan yang paling ringan.

Biasanya terjadi akibat bagian akral dari tubuh (cuping

telinga, hidung, pipi, jari-jari tangan/kaki) terpajan oleh

cuaca yang dingin. Bagian kulit yang terpajan berubah

warna menjadi putih, dapat dicegah dengan

menggunakan penutup kepala, sarung tangan/kaus kaki,

atau sepatu kerja.

(2) Frostbite

Terjadi akibat terpajan oleh cuaca yang terlalu

dingin, atau kontak dengan benda-benda yang terlalu

dingin. Dapat terjadi kerusakan pembuluh darah dan

aliran darah pun menjadi tersumbat.

c) Hipotemia

Dalam menghadapi lingkungan yang dingin, tubuh

akan beradaptasi dengan berusaha mengganti kehilangan


26

panas tubuh. Bila tubuh sudah tidak dapat lagi mengganti

kehilangan panas tubuh, suhu inti tubuh akan turun, keadaan

ini disebut hipotermia. Berdasarkan seberapa besar turunnya

suhu inti tubuh, hipotermia dibagi menjadi beberapa

tingkatan, yaitu :

(1) Hipotermia Ringan

Pada hipotermia ringan, suhu inti tubuh

berkisar antara 35- 36°C. Perasaan dingin yang

diikuti rasa nyeri pada bagian tubuh yang terpajan

merupakan gejala dini hipotermia. Biasanya tubuh

menggigil untuk menambah panas tubuh, bila

pajanan dingin berlanjut, rasa dingin dan nyeri

berkurang berubah menjadi mati rasa.

(2) Hipotermia Sedang

Pada hipotermia sedang, suhu inti tubuh

berkisar antara 33- 35°C. Gejala yang timbul mirip

dengan hipotermia ringan, tetapi biasanya menggigil

berkurang atau tidak menggigil sama sekali, dan

kesadaran mulai menurun.

(3) Hipotermia Berat

Pada hipotermia berat, suhu inti tubuh berkisar

antara 28- 33°C. Gejalanya, tidak menggigil sama

sekali, kesadaran mulai menurun, kulit bagian tubuh


27

yang terpajan berwarna biru, kesadaran sangat

menurun, otot-otot menjadi kaku, bicara tidak jelas

lagi dan timbul gejala syok.

(4) Hipotermia Kritis

Pada hipotermia kritis, suhu inti tubuh < 28°C.

Gejalannya, tidak sadar, pernapasan lemah, nadi

sangat lambat, dan tubuh kaku (Harrianto, 2010).

Tabel II.4 Kondisi Dingin Pada Temperatur oC.


Kondisi Dingin

37°C Suhu tubuh normal (36-37,5°C).

36°C Tubuh menggigil ringan sampai sedang.

35°C Hiportemia suhu <35oC, menggigil kuat, kulit


menjadi biru/keabuan, jantung berdegup.
34°C Tubuh menggigil kuat, jari kaku, kebiruan dan
bingung terjadi perilaku.
33°C Pikiran bingung, ngantuk, depresi, berhenti
menggigil, denyut jantung lemah, napas pendek, dan
tidak mampu merespons rangsangan.
32°C Halusinasi, gangguan hebat, sangat bingung, tidur
yang dalam dan menuju koma, detak jantung
rendah, tidak menggigil.
31°C Comatose, tidak sadar, tidak memiliki refleks,
jantung sangat lemah, terjadi gangguan irama
jantung serius.
28°C Jantung berhenti berdetak menuju kematian.

24° - 26°C Terjadi kematian, tetapi terdapat beberapa beberapa


pasien yang mampu bertahan hidup dibawah 24° -
26°C.
Sumber: Kuswana, 2017.
28

e. Teknik Pengendalian Panas

1) Aklimatisasi

Adaptasi secara bertahap di tempat kerja yang panas selama

beberapa hari.

2) Cairan

Pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara berkala.

3) Pengendalian Teknik

Melakukan penggunaan AC, penggunaan sistem pembuangan

udara lokal, penggunaan kipas angin, ventilasi yang cukup untuk

membawa udara segar dari luar ruangan.

4) Administratif

Pemberian tempat istirahat yang nyaman dan teduh, rotasi kerja

dengan penambahan pekerja, pemberian istirahat yang berkala

dan terjadwal.

5) Monitor Pekerja

Melakukan monitoring terhadap para pekerja, seperti

menimbang bobot badan, mengukur suhu tubuh, mengukur

denyut jantung, konsumsi obat-obatan (Iridiastadi, 2017).

3. Kelembaban

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara,

biasa dinyatakan dalam presentase. Kelembaban ini berhubungan atau

dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara

temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari


29

udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat

menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan

temperatur udara sangat oanas dan kelembabannya tinggi, akan

menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaranm

karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut

jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai

keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu di sekitarnya.

4. Sirkulasi Udara

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup

untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme.

Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara

tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan

yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat dirasakan

dengan sesak napas, dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu

lama, karena akan memperngaruhi kesehatan tubuh danakan

mempercepat proses kelelahan.

Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di

sekitar tempa kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang

dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat

kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya

tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan


30

dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan

membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk

mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh

telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi

tersebut dapat menganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran,

dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian,

kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan

membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan

agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga

produktivitas kerja meningkat.

6. Getaran Mekanis

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat

mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh pegawai dan

dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Besarnya getaran

ditentukan oleh intensitas (meter/detik) dan frekuensi getarnya

(getaran/detik). Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu

tubuh karena ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas

maupun frekuensinya.

7. Bau-bauan

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-


31

bauan yang terjadi terus-menerus dapat mempengaruhi kepekaan

penciuman. Pemakaian ”air condition” yang tepat merupakan salah satu

cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang

mengganggu di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan

dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat

dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena

warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh

warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih dan lain-lain,

karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.

9. Dekorasi

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu

dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja tetapi

berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan

dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik

Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan

suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang

pegawai untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan

selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik

yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.


32

11. Keamanan

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam

keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam berkerja.

Oleh karena itu faktor keamanan perlu diwujudkan keberdaannya. Salah

satu upaya untuk menjaga keamaanan di tempat kerja, dapat

memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Pengaman (SATPAM)

(Sedarmayanti, 2011).

D. Kondisi Non Fisik

1. Bahan Kimia Beracun

Bahan kimia yang tergolong bahan kimia beracun adalah bahan

kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau

menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena tertelan.

Lewat pernafasan atau kontak lewat kulit.

Kemudian bahan kimia ini berdar keseluruh tubuh atau menuju

organ-organ tubuh tertentu. Zat-zat tersebut dapat langsung mengganggu

organ-organ tubuh tertetntu seperti hati, paru-parum dan lain-lain. Dapat

juga zat-zat tersebut berakumulasi dalam tulang, darah, hati, atau cairan

limpa dan menghasilkan efek kesehatan pada jangka panjang. Zat-zat ini

dikeluarkan dari tubuh melewati urine, saluran pencernaan, sel epitel dan

keringat (Sumarna, 2018).

2. Bakteri

Bakteri merupakan makhluk hidup bersel satu yang berukuran

sangat kecil dan mempunyai bentuk yang beraneka ragam. Bakteri dapat
33

berbentuk batang, spiral, atau bola. Bentuk tubuh ini dapat dijadikan

dasar klasifikasi bakteri. Ukuran bakteri yang paling besar kira-kira 100

m. Adapula yang kurang dari 1 m dan yang terkecil kira-kira berukuran

0,1 m (1 mikron = 0,001 mm). Bakteri hanya dapat diamati dengan

menggunakan mikroskop. Ukuran bakteri yang lebih kecil dari 0,1 m

hanya dapat diamati dengan mikroskop elektron. Sekumpulan bakteri

dapat membentuk koloni. Contohnya, pada makanan yang telah busuk,

koloni bakteri dapat terlihat dalam bentuk cairan kental, lengket seperti

lendir yang berwarna putih kekuningan (Irzal, 2016).

3. Ergonomi

Bahaya ergonomi terjadi ketika jenis pekerjaan, posisi tubuh, dan

kondisi kerja meletakkan beban pada tubuh. Penyebabnya paling sulit

untuk diidentifikasi secara langsung karena kita tidak selalu segera

melihat ketegangan pada tubuh atau bahaya-bahaya ini saat melakukan.

Paparan jangka pendek dapat menyebabkan “nyeri otot” hari berikutnya

atau pada hari-hari setelah terekspos, tetapi paparan jangka panjang dapat

mengakibatkan cedera jangka panjang yang serius (Kuswana, 2017).

4. Stres

Stres adalah suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang

individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints),

atau tuntutan (demands) yang di kaitkan dengan apa yang sangat

diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan

penting. Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu


34

karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena

penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi, karena

pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya

dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut (Irzal, 2016).

E. Kenyamanan

1. Kenyamanan Visual

Kenyamanan visual adalah keadaan manusia dalam

mengekspresikan kepuasan terhadap penglihatan sekitar. Agar

pencahayaan menghasilkan kenyamanan visual, diperlukan standar

khusus. Parameter kenyamanan visual, yaitu sebagai berikut:

a. Kuat Penerangan

1) Besar kuat penerangan yang terukur harus memenuhi syarat

minimal sesuai standar.

2) Makin berat kerja visual, kuat penerangan minimal makin

tinggi.

b. Luminansi

1) Pada objek tidak terjadi kontras cahaya dan/atau kontras

kecerahan warna objek yang berlebih, agar indeks kesilauan

yang terjadi sesuai dengan kebutuhan suatu kerja visual dan

tidak memberi efek silau pada mata.

2) Makin berat kerja visual, batas indeks kesilauan maksimal

makin tinggi.
35

c. Kualitas Warna

Warna yang dihasilkan sumber cahaya (colour temperature) dan

warna yang terlihat dari objek (colour rendering) harus sesuai

dengan suasana terkait psikologi dan aktivitas atau fungsi ruang

(Latifah, 2015).

2. Kenyamanan Termal

Kenyamanan termal adalah keadaan pikiran manusia yang

mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan sekitar. Kenyamanan ini

dirasakan tubuh bila terdapat keseimbangan termal dimana panas yang

dihasilkan tubuh setara dengan pelepasan dan perolehan panas pada

tubuh.

Tubuh manusia menghasilkan panas dari hasil metabolisme dan

berusaha agar dapat mencapai suhu sekitar 37oC. Sementara, panas hasil

metabolisme hanya sekitar 20% yang digunakan, sisanya sekitar 80%

yang tak terpakai dibuang melalui konduksi, konveksi, radiasi dan

evaporasi. Di sisi lain, tubuh manusia pun memperoleh panas atau dingin

dari lingkungannya. Panas dari lingkungan diterima tubuh melalui

konduksi, konveksi, dan radiasi (Latifah, 2015).

F. Produktivitas Kerja

1. Pengertian Produktivitas

Filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak awal

peradaban manusia karena makna produktivitas adalah keinginan dan

upaya manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan


36

penghidupan di segala bidang. Produktivitas dalam ekonomi berarti rasio

dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk

menghasilkan sesuatu. Menurut formulasi National Productivity Board

(NPB) Singapore, dikatakan bahwa produktivitas adalah sikap mental

yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan

(Sedarmayanti, 2009).

2. Manfaat Peningkatan Produktivitas

a. Meningkatnya pendapatan dan jaminan sosial lainnya.

b. Meningkatnya hasrat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi

individu.

c. Meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi

(Sedarmayanti, 2009).

3. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

a. Sikap mental, berupa:

1) Motivasi kerja.

2) Disiplin kerja.

3) Etika kerja.

b. Pendidikan

Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih

tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama

penghayatan arti pentingnya produktivitas.


37

c. Keterampilan

Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka

akan lebih mampu bekerja dan menggunakan fasilitas kerja dengan

baik.

d. Manajemen

Pengertian manajemen berkaitan dengan sistem yang

diterapkan pimpinan untuk mengelola atau memimpin dan

mengendalikan staf/bawahannya.

e. Hubungan Industrial Pancasila

Dengan penerapan Hubungan Industrial Pancasila maka akan

menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja

secara produktif sehingga produktivitas meningkat.

f. Tingkat penghasilan

Apabila tingkat penghasilan memadai maka menimbulkan

konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan produktivitas.

g. Gizi dan kesehatan

Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan

berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila

mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan

produktivitas kerjanya.
38

h. Jaminan sosial

Jaminan sosial yang diberikan oleh organisasi kepada

pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan

semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka

akan dapat menimbulkan senang bekerja, sehingga mendorong

pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan

produktivitas kerja.

i. Lingkungan dan iklim kerja

Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong

pegawai agar senang bekerja dan mmeningkatkan rasa tanggung

jawab melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah

peningkatan produktivitas.

j. Sarana produksi

Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan

produktivitas. Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik,

kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai.

k. Teknologi

Apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju maka

akan memungkinkan tepat waktu dalam menyelesaikan proses

produksi dan jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan

bermutu.
39

l. Kesempatan berprestasi

Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan

karier/pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat

baik bagi dirinya maupun organisasi (Sedarmayanti, 2011).

G. Ventilasi

1. Pengertian Ventilasi

Ventilasi adalah proses “perubahan” atau pertukaran udara ke luar

serta sirkulasi udara di dalam gedung, ventilasi digunakan untuk

mengontrol suhu, mengisi oksigen, menghilangkan kelembaban yang

berlebih, menghilangkan bau tak sedap (Kuswana, 2017).

2. Tujuan Ventilasi

a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan

oleh keringat dan sebagainya dan gas-gas pembakaran yang

ditimbulkan oleh pernafasan dan proses-proses pembakaran.

b. Membantu mendapatkan kenyamanan termal

3. Macam-macam ventilasi

a. Ventilasi Alamiah

Terjadi ketika udara di ruang berubah dengan udara luar ruangan

tanpa menggunakan sistem mekanis, paling sering ventilasi alami

dipastikan melalui jendela. Lubang ventilasi diupayakan sistem silang

dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.


40

b. Ventilasi Mekanis

Merupakan unit penanganan langsung ke ruangan dengan

menggunakan exhaust fan kipas (Kemenkes No 1204 tahun 2004).

H. Systematic Literatur Review

a. Pengertian

Systematic literatur review yaitu suatu metode penelitian untuk

melakukan identifikasi, evaluasi dan interpretasi terhadap semua hasil

penelitian yang relevan terkait pertanyaan penelitian tertentu, topik

tertentu, atau fenomena yang menjadi perhatian (Kitchenham, 2004).

b. Tujuan

Penelitian SLR dilakukan untuk berbagai tujuan, diantaranya

digunakan untuk mengindentifikasi, mengkaji, mengevaluasi dan

menafsirkan semua penelitian yang tersedia dengan bidang topik

fenomena menarik dengan pertanyaan penelitian tertentu yang relevan.

Termasuk memberikan latar belakang teoritis untuk penelitian

kedepannya, yang berguna sebagai panduan, bahan penelitian tentang

topik yang menarik, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan

memahami penelitian yang sebelumnya telah dilakukan.

c. Kelebihan dan Kekurangan

a. Kelebihan

1) Dapat meningkatkan bukti dari penelitian sebelumnya, dan

mewakili informasi dari berbagai pertanyaan penelitian yang

tersedia dalam penelitian tersebut.


41

2) Menjadi lebih serbaguna, digunakan hampir ke semua topik, dan

dapat memberikan informasi yang baik dalam menggambarkan

sesuatu lebih dalam.

3) Lebih mudah dan efisien, dapat mengumpulkan data dalam

jumlah besar dan meminimalkan biaya.

4) Sumber daya yang diperlukan adalah perpustakaan yang baik,

database online dan referensi yang kompeten.

5) Dapat menjadi langkah awal yang baik dalam sebuah proyek

atau bahan ajar untuk membuat kerangka kerja yang konseptual

pada studi perencanaan lebih lanjut.

b. Kekurangan

1) Membutuhkan waktu cukup lama untuk memenuhi persyaratan

dari pertanyaan peneliti, dan juga dalam menemukan literature

secara menyeluruh terkadang dapat melewatkan beberapa studi

penting yang dapat mempengaruhi kesimpulan.

2) Sebuah literature review yang efektif membutuhkan

keterampilan tingkat tinggi dalam mengidentifikasi sumber

daya, menganalisis sumber-sumber untuk mendapatkan

informasi yang relevan untuk membuat ringkasan.

3) Terbatasnya informasi yang dikumpulkan tentang apa yang

terjadi pada masa lalu, dan biasanya pihak organisasi yang

terlibat tidak memberikan data aktual kepada peneliti, selain

orang yang bekerja pada organisasi tersebut (Lusiana, 2014).


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kondisi Fisik di Tempat Kerja:

1. Penerangan/cahaya
2. Temperatur/suhu
3. Kelembaban
4. Sirkulasi udara Kenyamanan Petugas
5. Kebisingan
6. Getaran mekanis
7. Bau-bauan
8. Tata warna Produktivitas Kerja
9. Dekorasi
10. Musik
11. Keamanan

Kondisi Non Fisik:


1. Bahan Kimia Beracun
2. Bakteri
3. Ergonomi
4. Stres

Keterangan : : Tidak diteliti

: Diteliti

Gambar III.1 Kerangka Konsep

42
43

B. Penjelasan Kerangka konsep

Gambar III.1 menjelaskan tentang Kerangka konsep pencahayaan dan

suhu ruang rekam medis di Rumah Sakit. Dapat dijelaskan bahwa

pencahayaan dan suhu yang termasuk dalam kondisi fisik di tempat kerja

mempengaruhi kenyamanan petugas. Pencahayaan di tempat kerja yang

sudah sesuai akan mempermudah petugas dalam melihat objek dengan jelas,

dengan begitu akan mempermudah petugas dalam melihat objek dengan jelas.

Temperatur/suhu di tempat kerja yang ideal juga akan membuat nyaman

petugas dalam melakukan pekerjaan, sehingga petugas tidak mudah

berkeringat dan mengalami kelelahan. Maka pencahayaan dan

temperatur/suhu yang sudah sesuai akan membuat kenyamanan petugas

dalam bekerja dan bisa meningkatkan produktivitas kerja petugas.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode dari penelitian ini adalah systematic literatur review (SLR).

Systematic literatur review yaitu suatu metode penelitian untuk melakukan

identifikasi, evaluasi dan interpretasi terhadap semua hasil penelitian yang

relevan terkait pertanyaan penelitian tertentu, topik tertentu, atau fenomena

yang menjadi perhatian (Kitchenham, 2004).

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti (Notoatmodjo, 2018). Populasi dari penelitian ini adalah

semua jurnal tentang pencahayaan dan suhu ruang rekam medis di rumah

sakit.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2018). Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 10 jurnal tentang pencahayaan dan suhu ruang

rekam medis di rumah sakit.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling dari penelitian ini adalah purposive non random

sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

44
45

oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2018).

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2018).
Tabel IV.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
1 Pencahayaan ruang Mengetahui pencahayaan ruang 1. Sesuai = Jika
rekam medis di rekam medis di rumah sakit dan hasil penelitian
rumah sakit akibat yang disebabkan oleh pencahayaan
pencahayaan ruang rekam medis ruang rekam
yang belum sesuai dengan peraturan medis di jurnal
yang digunakan dalam jurnal yang sudah sesuai
diteliti. dengan aturan
yang ditetapkan
di dalam jurnal
tersebut.
2. Belum Sesuai =
Jika hasil
penelitian
pencahayaan
ruang rekam
medis di jurnal
belum sesuai
dengan aturan
yang ditetapkan
di dalam jurnal
tersebut.
2 Suhu ruang rekam Mengetahui suhu ruang rekam medis 1. Sesuai = Jika
medis di rumah di rumah sakit dan akibat yang hasil penelitian
sakit disebabkan oleh suhu ruang rekam suhu ruang
medis yang belum sesuai dengan rekam medis di
peraturan atau teori yang digunakan jurnal sudah
dalam jurnal yang diteliti. sesuai dengan
peraturan atau
teori yang
ditetapkan di
dalam jurnal
tersebut.
2. Belum Sesuai =
Jika hasil
penelitian suhu
ruang rekam
medis di jurnal
belum sesuai
46

No. Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur


dengan
peraturan atau
teori yang
ditetapkan di
dalam jurnal
tersebut.

D. Unit Analisis

Pada penelitian ini terdapat tiga konseptual, pertama yaitu pencahayaan

adalah sebagai penerangan di tempat kerja agar dapat merasakan kenyamanan

dalam bekerja. Kedua yaitu suhu adalah keadaan panas udara dalam ruang

yang mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Ketiga yaitu ruang rekam

medis adalah ruangan yang digunakan sebagai pengolahan dan penyimpanan

berkas rekam medis yang terdiri dari, assembling, koding, pelaporan dan

filing.

E. Sumber Data dan Prosedur Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh dari institusi yang telah

mengumpulkan datanya, jadi tidak langsung dikumpulkan dari sumber

data yaitu subjek yang diteliti (Hatta, 2014). Dalam penelitian ini data

sekunder diperoleh dari kumpulan buku tentang teori yang digunakan

sebagai tinjauan pustaka, jurnal, dan peraturan yang terkait dalam

penelitian.
47

2. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan

sebagainya (Siyoto, 2015). Selanjutnya data yang telah didapatkan dari

berbagai literature dikumpulkan sebagai satu kesatuan dokumen yang

digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Sumber pustaka yang digunakan dalam penyusunan artikel melalui

Google Scholar dengan kata kunci pencarian “pencahayaan dan suhu

ruang rekam medis di rumah sakit”.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

Tabel IV.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

\ Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

1. Artikel jurnal berbahasa 1. Artikel yang menggunakan


Indonesia bahasa Inggris
2. Subyek : petugas rekam medis 2. Artikel berbayar
3. Jurnal penelitian dengan tema 3. Artikel yang ditampilkan tidak
“pencahayaan dan suhu ruang full text
rekam medis”
4. Jurnal tahun 2015-2020 atau 4. Tahun terbit jurnal dibawah
yang terbit 5 tahun terakhir tahun 2015
5. Jurnal yang membahas tentang 5. Jurnal penelitian yang
pencahayaan dan suhu ruang dilakukan di ruang
rekam medis di rumah sakit pendaftaran dan koding rekam
medis
6. Jurnal penelitian yang
dilakukan di rumah sakit
7. Jurnal penelitian yang
dilakukan di ruang rekam
medis dan ruang penyimpanan
berkas rekam medis
48

F. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data

deskriptif, yaitu merupakan teknis analisis yang dipakai menganalisis data

dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang sudah

dikumpulkan seadanya tanpa ada maksud membuat generalisasi dari hasil

penelitian (Sugiyono, 2016).

G. Kerangka Kerja

Menentukan Rumusan Masalah

Pencarian Literatur

Riview Literatur

Ekstraksi Literatur

Analisa

Simpulan dan Saran

Gambar IV.1 Kerangka Kerja


BAB V

HASIL PENELITIAN

Hasil pencarian literature yang teridentifikasi melalui google scholar dengan

kata kunci pencarian “pencahayaan dan suhu ruang rekam medis di rumah sakit”

dan terdapat 10 jurnal terpilih atas dasar objek yang diteliti dan hasil penelitian.

Karakteristik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel V.1 Karakteristik Data


Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
1 Oktamia Tinjauan Berkas Deskriptif Pencahayaan di Belum Belum
niza dan Kondisi rekam ruangan rekam Sesuai sesuai
Andriani Fisik medis medis di RSUD
(2016) Ruang sebanyak M. Zein Painan
Ruangan 60 berkas belum
Terhadap yang memenuhi
kinerja dilakuka standar yang
Petugas n saat ditentukan yaitu
dalam penelitia pada ruang
Pengolah n dan pengolahan
an ruang 142,2 Lux,
Rekam rekam ruang
Medis Di medis penyimpanan
RSUD (1) 30,1 Lux
M. Zein dan ruang
Painan penyimpanan
(2) 21,6 Lux,
hal ini belum
sesuai dengan
peraturan
menteri
perburuhan no.
7 tahun 1964
yang
menyatakan
bahwa
penerangan
untuk pekerjaan
arsip dan seleksi
surat

49
50

Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
membutuhkan
penerangan 300-
350 lux. Belum
sesuai ini di
akibatkan oleh
cahaya matahari
yang masuk
sedikit dan di
dalam ruangan
hanya satu
lampu yang
menyala. Suhu
di 3 ruangan
rekam medis di
RSUD M. Zein
Painan juga
belum
memenuhi suhu
ideal yaitu
berada pada
29oC – 31oC.
Suhu yang
dianjurkan di
tempat kerja
rekam medis
adalah 24oC –
26oC
(Suma’mur,
1989).
2 Darwel Kondisi Dokume Deskriptif Pencahayaan di Belum Belum
dan Ruang n rekam ruang Sesuai Sesuai
Mardalin Pengolah medis pengolahan
da (2016) an dan rawat rekam medis di
Ketersedi inap RSUD Dr.
aan sebanyak Adnaan WD
Peralatan 88 berkas Payakumbuh
Kerja dan tahun 2015
Rekam ruang yaitu 51 lux dan
Medis rekam 61 lux berarti
Terhadap medis masih belum
Kinerja memenuhi
Petugas standar
Rekam peraturan
Medis Di menteri
RSUD perburuhan no.
Dr. 7 tahun 1964
51

Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
Adnaan yaitu 300 lux,
WD hal ini
Payakum disebabkan oleh
buh kurangnya
lampu sebagai
sarana
penunjang
penerangan.
Suhu ruang
pengolahan
rekam medis di
RSUD Dr.
Adnaan WD
Payakumbuh
tahun 2015
adalah 27oC –
29oC dan 28oC –
30oC berarti
melebihi suhu
ideal yang
ditetapkan
dalam teori dari
Suma’mur
(1989) yaitu
24oC – 26oC.
Hal ini
disebabkan
karena tidak
adanya AC
didalam
ruangan.
3 Windari, Tinjauan Sampeln Studi kasus Pencahayaan Belum
Susanto, Aspek ya yaitu (Case tidak diukur Sesuai
Garmelia Ergonom 5 petugas Study) secara ilmiah
dan i Ruang ruang ole penulis
Maula Filing filing dan karena
(2018) Berdasar ruang keterbatasan alat
kan filing di ukur.
Antropo Rumah Berdasarkan
mentri sakit hasil observasi
Petugas PKU yang penulis
Filing Muham lakukan terdapat
Terhadap madiyah 9 buah lampu
Keselam Yogyaka dengan daya 40
atan dan rta watt dan
Kesehata menggunakan
52

Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
n Kerja tegangan 220
(K3) volt di ruang
Petugas filing. Setiap
lampu
ditempatkan
diantara 2
lorong rak. Hal
tersebut
menyebabkan
pencahayaan
tidak merata.
4 Riska Tinjauan Sampel Deskriptif Petugas Belum
Putri Kepuasa penelitan mengatakan Sesuai
(2020) n Petugas adalah 3 bahwa kondisi
Rekam orang ruang rekam
Medis petugas medis dengan
Terhadap rekam luas 3m x 12m
Ruang medis. untuk
Rekam pencahayaan
Medis Di ruangan 142,2
Rumah lux, maka belum
Sakit sesuai dengan
Griya peraturan
Husada menteri
Madiun. perburuhan no.
7 tahun 1964.
selain itu
petugas
mengatakan
ruang rekam
medis yang ada
saat ini belum
tertata secara
rapi,
pencahayaan
kurang terang
karena tidak ada
cahaya matahari
yang masuk ke
dalam ruangan.
5 Valentin Faktor Sampel Deskriptif Hasil Belum
a dan Penyeba penelitia pengukuran Sesuai
Sebayan b n adalah suhu ruangan
g (2018) Kerusaka 96 rata-rata adalah
n dokumen 31,47oC. Maka
Dokume rekam belum sesuai
53

Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
n Rekam medis dengan teori
Medis Di Barthos (2012)
Ruang yang
Penyimp menyatakan
anan suhu berkisar
RSU antara 18,oC-
Mitra 24oC. Hal ini
Sejati disebakan oleh
Medan penyinaran
matahari yang
berlebihan
sehingga
membuat suhu
ruangan terasa
panas dan
apabila suhu
kurang atau
lebih dari
normal maka
arsip-arsip akan
mudah rusak
dalam waktu
singkat.
6 Silalahi Tinjauan Petugas Deskriptif Ruang Sesuai Sesuai
(2015) Prosedur rekam penyimpanan
Penyimp medis rekam medis
anan sangat sejuk
Berkas dikarenakan
Rekam sudah
Medis Di menggunakan
Rumah pendingin udara
Sakit (AC), suhu
Jiwa berkisar antara
Provinsi 18 – 24°C
Sumatera maka sudah
Utara sesuai dengan
Medan teori dari
Tahun
Suma’mur
2015
(2016) dan
memiliki
pencahayaan
yang sudah
sesuai standar
sesuai dengan
peraturan
54

Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
kepmenkes no.
1405 tahun
2002.
7 Yuliani Faktor- 6 petugas Deskriptif Ruang Sesuai
(2016) faktor rekam penyimpanan
yang medis berkas rekam
Mempen medis di RSUD
garuhi Sukoharjo sudah
Keamana terdapat
n Berkas pendingin
Rekam ruangan atau
Medis AC maka suhu
Berdasar ruangan bisa
kan diatur sesuai
Peraturan keinginan dan
Perundan digunakan juga
g- sebagai
undanga pemeliharaan
n (Studi berkas rekam
Kasus Di medis. Hal ini
Rumah sudah sesuai
Sakit dengan teori
Umum Sugiarto dan
Daerah Wahyono
Sukoharj (2005) yang
o) menyatakan
bahwa ruangan
harus dilengkapi
dengan
pendingin
ruangan atau
AC.
8 Hutauruk Tinjauan 63 Deskriptif Ruang filing Belum
dan Aspek dokumen Kualitatif RSK Paru Sesuai
Astuti Keamana rekam Medan belum
(2018) n dan medis ada AC dan
Kerahasi masih terdapat 2
aan buah kipas
Dokume angin. Rata-rata
n Rekam suhu didalam
Medis Di ruangan sekitar
Ruang 21,3oC-33,5oC,
Filing sehingga suhu
Rumah belum ideal. Hal
Sakit ini belum sesuai
Khusus dengan teori
55

Hasil Keterangan
No Peneliti Judul Sampel Methode
Penelitian P S
(RSK) dari Wijiastuti
Paru (2014) yang
Medan menyatakan
Tahun suhu ruangan
2018 berkisar antara
18oC-24oC.
9 Isnaeni Tinjauan Petugas Deskriptif Ruang Sesuai
dan Aspek di unit penyimpanan
Siswati Keamana rekam rekam medis di
(2018) n Dan medis Rumah Sakit
Kerahasi Bhakti Mulia
aan sudah terdapat
Rekam pendingin
Medis di ruangan atau
Ruang AC sehingga
Penyimp suhu ruangan
anan bisa diatur
Rumah sesuai
Sakit keinginan. Hal
Bhakti ini sudah sesuai
Mulia dengan teori
dari sugiarto
(2005).
10 Ritonga Tinjauan Petugas, Kualitatif Ruang Sesuai Sesuai
dan Sari Sistem prosedur penyimpanan
(2019) Penyimp dan berkas rekam
anan fasilitas medis sudah
Berkas yang ada. tersedia AC
Rekam dengan suhu
Medis Di ruangan 18o-
Rumah 28oC dan sudah
Sakit sesuai dengan
Umum Kars tahun
Pusat H 2012.
Adam Pencahayaan di
Malik ruang
Tahun penyimpanan
2019 rekam medis
yaitu 100 lux
dan sudah
sesuai dengan
peraturan
kepmenkes no.
1405 tahun
2002
Keterangan:

P : Pencahayaan

S : Suhu
56

Pencahayaan yang belum memenuhi standar yaitu 4 jurnal dengan persentase:

67%

Suhu yang belum memenuhi standar yaitu 4 jurnal dengan persentase:

50%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 67% pencahayaan ruang

rekam medis dan 50% suhu ruang rekam medis di rumah sakit belum memenuhi

standar. Hal ini disebabkan oleh penataan lampu yang belum merata di setiap

tempat dan tidak adanya pendingin ruangan sehingga ruangan terasa panas. Selain

itu disebabkan tidak ada cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan dan

ventilasi udara yang tidak terbuka sehingga udara dalam ruangan tidak bisa

bertukar.
BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil penelitian diketahui bahwa masih banyak terdapat pencahayaan yang

belum sesuai standar yaitu sebanyak 4 rumah sakit dari penelitian Oktamianiza

(2016), Darwel (2016), Windari (2018) dan Putri (2020). Pencahayaan yang

belum sesuai standar disebabkan oleh kurangnya lampu sebagai sarana penunjang

penerangan dan menyebabkan kelelahan mata sehingga memungkinkan terjadinya

kesalahan petugas rekam medis dalam melaksanakan pekerjaannya karena

informasi visual yang di terima salah (Darwel, 2016). Hal ini sama dengan teori

Kuswana (2017) yang menyatakan bahwa penerangan yang buruk di lingkungan

kerja akan menyebabkan kelelahan dan ketidaknyamanan pada mata yang akan

mengakibatkan kurangnya daya efisiensi kerja, selain itu juga akan meningkatkan

kecelakan kerja. Menurut Permenkes 24 tahun 2016 intensitas cahaya di ruang

rekam medis yaitu minimal 100 lux. Menurut Siswati (2018) bahwa intensitas

pencahayaan ruang penyimpanan atau ruang arsip yaitu 150 lux dan

memperhatikan faktor lain seperti penempatan lampu, pemeliharaan lampu, warna

yang menentukan tingkat refleksi atau pantulan cahaya dan dinding sebaiknya

memantulkan 50%-70% cahaya dan memiliki permukaan yang gloss atau semi

gloss (Siswati, 2018).

Pencahayaan yang belum sesuai akan membuat petugas rekam medis

kesulitan dalam mencari berkas rekam medis (Oktamianiza, 2016). Hal ini sama

dengan teori dari Sedarmayanti (2011) yang menyatakan bahwa cahaya yang

kurang jelas mengakibatkan pekerjaan lambat dan mengalami kesalahan sehingga

57
58

kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit

dicapai. Pencahayaan yang kurang disebabkan oleh penataan lampu yang belum

merata di setiap tempat (Windari, 2018). Pencahayaan yang kurang terang juga

bisa disebabkan tidak ada cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan (Putri,

2020).

Agar pencahayaan ruang rekam medis di rumah sakit sesuai standar, maka

dapat menambahkan lampu pada masing-masing ruangan dan menata ruangan

agar cahaya matahari bisa masuk atau memberikan ruangan dengan ventilasi kaca.

Hal ini sama dengan teori dari Kuswana (2017) yang menyatakan bahwa jendela

dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, sekurang-

kurangnya 1/6 dari luas bangunan dan apabila cahaya matahari tidak mencukupi

ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.

Hasil penelitian suhu ruangan juga menunjukkan masih terdapat yang belum

sesuai standar yaitu penelitian Oktamianiza (2016), Darwel (2016), Valentina

(2018) dan Hutauruk (2018). Suhu ruangan yang belum standar disebabkan oleh

penyinaran cahaya matahari yang berlebihan (Valentina, 2018). Hal ini sama

dengan teori Ruhimat (2006) yang menyatakan bahwa semakin lama dan terang

cahaya matahari menyinari, maka semakin tinggi suhu udaranya. Selain itu

menurut Oktamianiza (2016) suhu ruangan yang belum standar juga disebabkan

oleh ruangan yang sempit serta ventilasi udara dalam keadaan tertutup sehingga

pertukaran udara tidak lancar dan belum berfungsinya semua pendingin ruangan

sehingga menyebabkan petugas petugas merasa kepanasan dalam bekerja

sehingga aktivitas bekerja terganggu. Menurut teori Iridiastadi (2017) Ruangan


59

bersuhu tinggi (panas) berakibat pada meningkatnya denyut jantung dan

temperatur tubuh, kelelahan, bahkan dampak buruk pada keselamatan kerja.

Paparan terhadap lingkungan yang panas juga dapat menurunkan kemampuan

produksi. Menurut Siswati (2018) temperatur ruang perkantoran harus memenuhi

syarat kesehatan dan kenyamanan suhu ruang perkantoran berkisar 23oC – 26oC.

Agar suhu nyaman dapat tercapai, pengaturan suhu dilakukan perzona tidak

terpusat. Hal ini agar pekerja mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan suhu

ruangan yang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di luar gedung (Siswati,

2018).

Agar suhu ruangan sesuai, maka dapat menambahkan kipas angin atau AC

di setiap ruangan atau dengan membuka ventilasi yang tertutup sehingga udara

didalam ruangan dapat bertukar. Selain itu juga bisa memberikan tempat istirahat

yang nyaman dan teduh, rotasi kerja dengan penambahan pekerja, pemberian

istirahat yang berkala dan terjadwal (Iridiastadi, 2017).


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pencahayaan ruangan rekam medis di rumah sakit 67% masih belum

memenuhi standar sehingga mengakibatkan kesalahan petugas rekam

medis dalam melaksanakan pekerjaannya dan kesulitan dalam mencari

berkas rekam medis.

2. Suhu ruangan rekam medis di rumah sakit 50% masih belum memenuhi

standar sehingga petugas merasa kepanasan dalam bekerja dan akan

menyebabkan petugas mengalami kelelahan sehingga menurunkan

kemampuan produktifitas.

B. Saran

1. Sebaiknya untuk standar intensitas pencahayaan ruang rekam medis

menggunakan minimal 100 lux, untuk ruang penyimpanan rekam medis

150 lux dan memperhatikan faktor lain seperti penempatan lampu,

pemeliharaan lampu, warna, dinding dan jendela atau ventilasi untuk

masuknya cahaya matahari harus cukup.

2. Menambahkan kipas angin atau AC di tiap ruangan agar suhu ruangan

bisa diatur sesuai dengan keinginan.

60
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Savitri Citra. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Yogyakarta:
Quantum Sinergis Media.

Darwel, dan Mardalinda, E. 2016. Kondisi Ruang Pengolahan dan Ketersediaan


Peralatan Kerja Rekam Medis Terhadap Kinerja Petugas Rekam Medis Di
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh. Menara Ilmu, 10(72): 6-12.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pelayanan Medik.


2006. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 44 Tahun 2009 Pasal Tentang Rumah Sakit (Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia).

Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.

Hutauruk, P. M., dan Astuti, W. T. 2018. Tinjauan Aspek Keamanan dan


Kerahasiaan Dokumen Rekam Medis Di Ruang Filing Rumah Sakit Khusus
(RSK) Paru Medan Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Perekam dan Informasi
Kesehatan Imelda, 3(2): 510-518.

Irzal. 2016. Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Kencana.

Iridiastadi, Hardianto., dan Yassierli. 2017. Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung


: PT Remaja Rosdakarya.

Isnaeni, A., dan Siswati. 2018. Tinjauan Aspek Keamanan dan Kerahasiaan
Rekam Medis Di Ruang Penyimpanan Rumah Sakit Bhakti Mulia.
Indonesian of Health Information Management Journal, 6(2): 86-90.

Kitchenham, Barbara. 2004. Procedur for Performing Systematic Reviews.


Eversleigh: National ICT Australia Ltd.

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2017. Ergonomi dan Kesehatan Keselamtan Kerja.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Latifah, Nur Laela. 2015. Fisika Bangunan 1. Jakarta: Griya Kreasi (Penebar
Swadaya Grup).

________________. 2015. Fisika Bangunan 2. Jakarta: Griya Kreasi (Penebar


Swadaya Grup).

61
62

Lusiana, dan Suryani, M. 2014. Metode SLR untuk Mengidentifikasi Isu-isu


dalam Software Engineering. Jurnal Sains dan Teknologi Informasi, 3(1): 1-
11.

Notoatmojo, Soekidjo. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Oktamianiza, Andriani, S. 2016. Tinjauan Kondisi Fisik Ruangan Terhadap


Kinerja Petugas Dalam Pengolahan Rekam Medis di RSUD M. Zein Painan.
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(1): 83-87.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008


Tentang Rekam Medis (Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang


Persyaratan Teknis Bangunan Dan Prasarana Rumah Sakit (Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 Tentang


Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran (Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia).

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018


Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja (Jakarta:
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia).

Putri, Riska Wati Iskandar. 2020. Tinjauan Kepuasan Petugas Rekam Medis
Terhadap Ruang Rekam Medis Di Rumah Sakit Griya Husada Madiun.
Jurnal Delima Harapan, 7(1): 31-38.

Ritonga, dan Sari. 2019. Tinjauan Sistem Penyimpanan Berkas Rekam Medis Di
Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik Tahun 2019. Jurnal Ilmiah
Perekam dan Informasi Kesehatan Imelda, 4(2): 637-647.

Ruhimat, Mamat., Supriatna, Nana., & Kosim. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial.
Bandung: Grafindo Media Pratama.

Sedarmayanti. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar


Maju.

___________. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:


Mandar Maju.

Silalahi, P. 2016. Tinjauan Prosedur Penyimpanan Berkas Rekam Medis Di


Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2015. Jurnal
Ilmiah Perekam dan Informasi Kesehatan Imelda, 1(1): 7-11.
63

Siswati. 2018. Manajemen Unit kerja II Perencanaan SDM Unit Kerja RMIK.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sudra, Rano Indradi. 2017. Rekam Medis. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT


Alfabet.

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan. Jakarta : Gunung Agung.

Sumarna, Umar., Sumarni, Nina., & Rosidin, Udin. 2018. Bahaya Kerja Serta
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Sleman: CV Budi Utama.

Valentina dan Sebayang, S. 2018. Faktor Penyebab Kerusakan Dokumen Rekam


Medis Di Ruang Penyimpanan RSU Mitra Sejati Medan. Jurnal Ilmiah
Perekam dan Informasi Kesehatan Imelda, 3(1): 386-393.

Windari, A., Susanto, E., Garmelia, E., dan Maula, H. 2018. Tinjauan Aspek
Ergonomi Ruang Filing Berdasarkan Antropometri Petugas Filing terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Petugas. Jurnal Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan, 1(2): 81-87.

Yuliani, N. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan Berkas Rekam


Medis Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (Studi Kasus Di Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo). Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan, 6(1): 55-63.
Lampiran 1 Surat Uji Etik

64
65

Lampiran 2 Lembar Pembimbing 1 Karya Tulis Ilmiah


66

Lampiran 3 Lembar Pembimbing Pendamping Karya Tulis Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai