Anda di halaman 1dari 73

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelengarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (UU. RI. No. 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

2. Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

fungsi rumah sakit sakit adalah:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

dengan kebutuhan medis.

c. Penyelengaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

d. Penyelenggaraan dan penelitian pengembangan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

1
3. Klasifikasi Rumah Sakit menurut kelas atau tipe

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Saki

dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

a. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit. Berikut ini adalah klasifikasi rumah sakit

umum berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan yaitu:

1) Rumah Sakit Umum Kelas A;

2) Rumah Sakit Umum Kelas B;

3) Rumah Sakit Umum Kelas C; dan

4) Rumah sakit Umum Kelas D

a) Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

b) Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu

bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Berikut ini adalah klasifikasi rumah sakit khusus berdasarkan jenis

pelayanan yang diberikan yaitu:

1) Rumah Sakit Khusus Kelas A;

2) Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan

3) Rumah Sakit Khusus Kelas C

2
4. Pelayanan di Rumah Sakit

a. Pelayanan Rawat jalan

Menurut Huffman (1994) pelayanan rawat jalan adalah pelayanan

yang diberikan kepada pasien yang tidak mendapatkan pelayanan rawat

inap di fasilitas pelayanan kesehatan.Kegiatan di tempat penerimaan

pasien tertulis dalam prosedur penerimaan pasien, sebaiknya prosedur

diletakkan di tempat yang mudah dibaca oleh petugas penerimaan

pasien.Hal ini dilakukan untuk mengontrol pekerjaan yang telah

dilakukan sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat konsisten dan

sesuai aturan. Prosedur merupakan serangkaian langkah yang saling

berhubungan sebagai pedoman pekerjaan sehingga mencapai tujuan

yang telah ditentukan (Budi, 2011 : 36).

b. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat dapat berasal dari rujukan fasilitas

pelayanan kesehatan atau pasien datang sendiri. Pasien rujukan adalah

pasien yang dikirim atau diambil dari fasilitas pelayanan kesehatan

yang lain untuk dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dengan

disertai surat permintaan merawat dari fasilitas pelayanan kesehatan

yang meminta merujuk pasien, sedangkan yang dimaksud pasien datang

sendiri adalah pasien yang datang ke fasilitas kesehatan tanpa adanya

surat pengantar dari fasilitas pelayanan kesehatan yang lain.

3
c. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan yang diberikan pasien guna untuk mendapatkan

pelayanan lanjutan setelah mendapatkan surat pengantar dirawat dari

pihak yang berwenang, dalam hal ini pihak yang memberi surat

pengantar adalah dokter klinik atau pelayanan rawat darurat dari

fasilitas pelayanan kesehatan tersebut bukan dari pelayanan kesehatan

yang lain.

B. Rekam Medis

1. Pengertian rekam medis

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis.

Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

yang telah diberikan kepada pasien.

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis.

Rekam Medis adalah tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter

gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam

rangka pelayanan kesehatan. Dokumen adalah berkas yang berisikan data-

data identitas, data sosial maupun data medis yang sewaktu-waktu bisa

digunakan lagi dalam suatu pelayanan kesehatan.

2. Isi rekam medis

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis harus

dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik serta

4
penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi

elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

a. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan

kesehatan sekurang-kurangnya memuat tentang :

1) Identitas pasien.

2) Tanggal dan waktu.

3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan

riwayat penyakit.

4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.

5) Diagnosis.

6) Rencana penatalaksanaan.

7) Pengobatan dan tindakan.

8) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

10) Persetujuan tindakan bila diperlukan.

b. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan sehari,

sekurang-kurangnya memuat tentang :

1) Identitas pasien.

2) Tanggal dan waktu.

3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dari

riwayat penyakit.

4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.

5) Diagnosis.

5
6) Rencana penatalaksanaan.

7) Pengobatan dan tindakan.

8) Persetujuan tindakan bila diperlukan.

9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan.

10) Ringkasan riwayat pulang (Discharge Summary).

11) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan

tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.

12) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu.

13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

c. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya

memuat tentang :

1) Identitas pasien.

2) Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan.

3) Identitas pengantar pasien.

4) Tanggal dan waktu.

5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dari

riwayat penyakit.

6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.

7) Diagnosis.

8) Pengobatan dan tindakan.

9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit

gawat darurat dan rencana tindak lanjut.

6
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan

tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.

11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan

dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain.

12) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

d. Isi rekam medis dalam keadaan bencana, selain memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan :

1) Jenis bencana dan lokasi di mana pasien ditemukan.

2) Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal.

3) Identitas yang menemukan pasien.

3. Tujuan rekam medis

Tujuan penggunaan rekam medis dapat dikelompokkan menjadi 2

tujuan yaitu :

a. Tujuan primer

Bagi pasien adalah sebagai berikut :

1) Mencatat jenis pelayanan yang telah diterima.

2) Bukti pelayanan.

3) Memungkinkan tenaga kesehatan dalam menilai dan menangani

kondisi risiko.

4) Mengetahui biaya pelayanan.

Bagi pihak pemberi layanan kesehatan adalah sebagai berikut :

1) Membantu kelanjutan pelayanan (sarana komunikasi).

2) Menggambarkan keadaan penyakit dan penyebabnya.

7
3) Menunjang pengambilan Keputusan tentang diagnosis dan

pengobatan.

Bagi pihak pelayanan pasien adalah sebagai berikut :

1) Mendokumentasikan adanya kasus penyakit gabungan dan

praktiknya.

2) Menganalisis kegawatan penyakit.

3) Merumuskan pedoman praktik penanganan risiko.

Bagi pihak penunjang pelayanan pasien adalah sebagai berikut :

1) Alokasi sumber.

2) Menganalisis kecenderungan dan mengembangkan dugaan.

3) Menilai beban kerja.

Bagi pihak pengelola pembayaran dan penggantian biaya pelayanan

pasien adalah sebagai berikut :

1) Mendokumentasikan unit pelayanan yang memungut biaya

pemeriksaan.

2) Menetapkan biaya yang harus dibayar.

3) Mengajukan klaim asuransi.

b. Tujuan sekunder

Edukasi

1) Mendokumentasikan pengalaman profesional dibidang kesehatan.

2) Menyiapkan sesi pertemuan dan presentasi.

8
3) Bahan pengajaran.

Regulasi

1) Bukti pengajuan perkara ke pengadilan.

2) Membantu pemasaran pengawasan.

3) Menilai kepatuhan sesuai standar pelayanan.

Riset

1) Mengembangkan produk baru.

2) Melaksanakan riset klinis.

3) Menilai teknologi.

Pengambilan kebijakan

1) Mengalokasikan sumber-sumber.

2) Melaksanakan rencana strategis.

3) Memonitor kesehatan masyarakat.

Industri

1) Melaksanakan riset dan pengembangan.

2) Merencanakan strategi pemasaran.

Selain digunakan untuk keperluan manajemen pelayanan pasien,

pemantauan kualitas pelayanan kesehatan, kesehatan masyarakat/

komunitas, perencanaan dan pemasaran fasilitas pelayanan kesehatan,

rekam medis juga seringkali digunakan untuk beberapa kebutuhan lain

yang seringkali dirangkum dalam akronim ALFRED (Administration,

Legal, Finance, Research, Education, Documentation)

1) Administration

9
Rekam medis digunakan untuk kebutuhan administrasi dalam

pelayanan kesehatan. Sejak pasien diterima, baik rawat jalan, gawat

darurat, maupun rawat inap, hingga pasien pulang. Semua proses

pencatatan ini kelak akan sangat dibutuhkan pada saat menelusuri

kembali riwayat kedatangan pasien tersebut.

2) Legal

Rekam medis digunakan sebagai bukti telah terjadinya proses

pelayanan kesehatan. Rekam medis akan dihadirkan dalam proses

persidangan untuk menyelesaikan kasus mediko-legal (kasus medis

yang bermuatan hukum) guna menelusuri kembali kejadian suatu

pelayanan kesehatan melalui runtutan cerita yang tercatat/terekam

di dalamnya.

3) Finance

Rekam medis digunakan untuk menghitung biaya pelayanan

kesehatan yang telah diberikan kepada pasien. Hal ini terutama

apabila sistem penagihan biaya pelayanannya berdasarkan item

yang telah diberikan. Jika menggunakan sistem penagihan biaya

pelayanan berdasarkan diagnosis (seperti sistem INA-DRG) maka

ketepatan diagnosis dan keakuratan kode diagnosis sangat

berpengaruh terhadap nilai klaim pembiayaan yang diajukan.

4) Research

Banyak penelitian baik bidang medis maupun non medis yang

dilakukan dengan menggunakan rekam medis sebagai sumber

10
datanya. Dalam hal penggunaan informasi dalam rekam medis

untuk penelitian tetap harus memperlihatkan etika dan peraturan

perundangan yang berlaku.

5) Education

Dalam proses pendidikan tenaga kesehatan baik kelompok

tenaga medis, paramedik, penunjang medis, keteknisian medis,

maupun keterapian fisik, banyak digunakan informasi dalam rekam

medis sebagai bahan pendidikan. Penggunaan informasi dalam

rekam medis untuk pendidikan harus memperhatikan etika dan

peraturan perundangan yang berlaku.

6) Documentation

Aspek dokumentasi dalam akronim ALFRED disini sama

dengan aspek dokumentasi dalam hal penggunaan rekam medis

untuk manajemen pelayanan pasien(Sudra, 2017: 1.68-1.70).

C. Sistem Rekam Medis

1. Pengertian Pendaftaran

Pendaftaran pasien adalah proses penerimaan pasien sebagai dasar

mencatat data sosial pasien untuk mendapat pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan. Proses pencatatan tersebut akhirnya dapat digunakan sebagai

sebuah informasi baik bagi lingkungan didalam rumah sakit maupun diluar

rumah sakit (Depkes, 1997).

11
2. Identifikasi Pasien

Sistem identifikasi merupakan suatu cara untuk memberi pertanda

atau penciri yang unik (berbeda antara satu dengan lainnya) pada berkas

rekam medis agar bisa dengan cepat dan tepat ditemukan dan dikenali

kembali.

a. Sistem Penamaan

Pada dasarnya sistem penamaan untuk memberikan identitas

kepada seorang pasien serta yang membedakan antara pasien satu

dengan pasien lainnya. Dalam penetapan sistem penamaan ini akan

mempermudah dalam proses pemberian pelayanan kesehatan kepada

pasien yang datang berobat ke rumah sakit (Dirjen Yanmed, 2006: 22).

Sistem penamaan pasien di setiap formulir rekam medis sangat

penting artinya agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan misalnya

tertukarnya berkas rekam medis pasien satu dengan pasien lain.

Tertukarnya bayi misalnya, dapat terjadi karena pencantuman nama

ibunya yang salah pada saat yang sama ada dua atau lebih ibu

melahirkan (Budi, 2011: 56-57).

Didalam sistem penamaan ini perlu diperhatikan dalam penulisan

nama pada pasien di fasilitas kesehatan, sehingga sistem penamaan

yang digunakan akan seragam dan dapat mempermudah pelayanan.

Berikut ini cara menulis dan mengindeks nama pada formulir rekam

medis:

12
1) Penulisan nama pasien diikuti singkatan yang menunjukkan status

pasien. Singkatan ini bisa dituliskan didepan nama atau dibelakang

nama pasien, pada dasarnya konsisten penulisannya. Berikut adalah

singkatan yang menunjukkan status pasien yang disertakan pada

nama pasien.
Tabel II.1 Singkatan Dibelakang Nama Pasien
No. Status Pasien Tambahan Singkatan
1 Bayi yang sudah punya nama By.
2 Bayi yang belum punya nama (nama ibunya) By. Ny.
3 Anak-anak An.
4 Laki-laki belum menikah Sdr.
5 Perempuan belum menikah Sdri. Atau Nn.
6 Laki-laki sudah menikah Tn.
7 Perempuan sudah menikah Ny.
8 Pasien yang sudah meninggal Alm.

Sumber: Budi, (2011: 58)

2) Penulisan gelar/pangkat dituliskan dibelakang nama pasien, untuk

nama pasien yang seharusnya mempunyai gelar di depan namanya

maka gelar tetap dituliskan dibelakang nama pasien, misalnya pada

pasien yang sudah menikah dengan nama Prof. Febriant maka

penulisan nama pada berkas rekam medisnya adalah Febriant, Prof.

Tn.

3) Nama pasien dituliskan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda

Penduduk (bukan nama panggilan).

4) Penulisan nama menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).

13
5) Nama pada sampul berkas rekam medis ditulisi dengan

menggunakan huruf kapital, hal ini untuk mempermudah membaca

nama pasien.

6) Pada lembar identitas pasien disertakan nama penanggungjawab

yang sah seperti pada tabel berikut:

Tabel II.2 Penanggung Jawab Pertama Yang Sah

No. Status Pasien Penanggungjawab Pertama


1 Anak-anak Ayah
2 Laki-laki sudah menikah Dirinya sendiri atau istrinya
3 Perempuan sudah menikah Suaminya
Sumber: Budi, (2011 : 59)

b. Sistem penomoran

Sistem penomoran dalam pelayanan rekam medis yaitu tata cara

penulisan nomor yang diberikan kepada pasien yang datang berobat

sebagai bagian dari identitas pribadi pasien yang bersangkutan.

Sebagai petunjuk dalam pencarian berkas medis, nomor rekam

medis terdiri dari 6 angka (digit) yang terbagi menjadi tiga kelompok,

masing-masing kelompok terdiri dari dua angka. Dengan demikian

maka terdapat kelompok angka awal, tengah, dan akhir. Enam angka

tersebut mulai dari 00-00-01 s/d 99-99-99.

Selama ini dikenal paling tidak ada 3 metode dalam sistem

penomoran rekam medis. Ketiga metode ini berdasarkan cara

menerbitkan nomor rekam medis dan cara mengelolanya. Ketiga mode

dalam sistem penomoran rekam medis tersebut, yaitu:

14
1) SNS ( Serial Numbering System)

Dalam SNS pasien selalu akan mendapatkan berkas rekam

medis dengan nomor rekam medis baru setiap kali berobat. Misalnya

pasien sudah pernah berobat 5 kali maka pasien tersebut memiliki

nomor rekam medis berbeda dan berada pada lokasi penyimpanan

yang berbeda pula. Jadi misalnya terakhir diterbitkan nomor 12-27-

65 maka angka ini menunjukkan sudah ada 122.765 kunjungan

bukan jumlah individu pasien.

Keuntungan dari SNS yaitu pelayanan bisa lebih cepat karena

pasien tidak perlu menunggu petugas mencari berkas rekam

medisnya yang terdahulu. Kelemahannya yaitu riwayat kesehatan

seorang pasien menjadi terpisah-pisah ke dalam beberapa folder dan

penggunaan nomor rekam medis menjadi lebih boros (Sudra,

2017:3.13).

2) UNS ( Unit Numbering System)

Dalam UNS setiap pasien mendapat satu nomor rekam medis

yang akan digunakan selamanya. Pasien mendapat nomor rekam

medis baru pada saat datang pertama kali sebagai pasien baru,

misalnya nomor 65-43-21. Selanjutnya, setiap kali datang

berkunjung lagi, baik untuk pelayanan rawat jalan maupun rawat

inap, nomor yang digunakan adalah nomor 65-43-21 tersebut.

Keuntungan dari UNS yaitu riwayat kesehatan pasien

terkumpul utuh dalam satu folder dengan satu nomor rekam medis,

15
menghemat penggunaan folder dan nomor rekam medis.

Kelemahannya yaitu pelayanan bisa menjadi lebih lama, folder

rekam medis menjadi terlalu tebal, dan pasien harus tertib

menyimpan KIB (Sudra, 2017:3.5).

3) SUNS (Serial Unit Numbering System )

Dalam SUNS pasien akan mendapat nomor rekam medis baru

dan KIB pada kunjungan pertama dan pasien akan diberi nomor

rekam medis baru setiap kali datang berobat. Semua berkas rekam

medisnya digabungkan menjadi satu dengan menggunakan nomor

terakhir (unit).

Keuntungan dari SUNS yaitu pasien bisa dilayani lebih cepat

dan riwayat kesehatan pasien terkumpul menjadi satu. Kelemahan

dari SUNS yaitu penggunaan nomor rekam medis dan folder menjadi

lebih boros (Sudra, 2017:3.15).

c. Kartu Identitas Berobat (KIB)

Kartu Identitas Berobat (KIB)adalah kartu yang dibuat pada

setiap pasien baru pertama kali berobat di rumah sakit digunakan oleh

pasien untuk berobat saat mendaftar di loket pendaftaran. Ketika pasien

datang untuk berobat kembali, KIB bertujuan untuk membantu petugas

dalam menemukan dokumen rekam medis pasien. KIB dibuat dalam

bentuk kartu dengan ukuran panjang 6 cm dan lebar 8 cm agar mudah

dibawa dalam dompet.

Adapun variabel dari KIB antara lain:

16
1) Nomor Rekam Medis

2) Nama Pasien

3) Tanggal lahir

4) Alamat (Sudra, 2017: 3.6-3.7).

d. Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP)

Kartu Indeks Utama Pasien adalah salah satu cara untuk

menujang kelancaran pelayanan terhadap pasien, karena apabila

seorang pasien lupa membawa kartu berobat maka KIUP akan

membantu untuk mencarikan data pasien yang diperlukan. KIUP

merupakan kunci utama pasien sehingga mutlak harus dibuat, baik

dirawat jalan maupun di rawat inap.KIUP merupakan sumber data yang

selamanya harus disimpan. Seiring dengan semakin majunya teknologi

maka bagi rumah sakit yang telah menggunakan kemajuan teknologi

komputer di dalam sistem pengelolaan Rekam Medis maka penggunaan

Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP) dapat dialihkan dengan menyimpan

data-data pasien dalam sistem komputer yang dapat juga berfungsi

sebagai KIUP. Setiap rumah sakit yang telah menggunakan sistem

komputerisasi harus memiliki sistem back up apabila sewaktu-waktu

terjadi computer error (Dirjen Yanmed, 2006: 29-30).

3. Standar Operasional Prosedur

Tata cara penerimaan pasien yang akan berobat ke poliklinik ataupun

yang akan dirawat adalah salah satu seorang pasien dari sebagian sistem

prosedur pelayanan pertama kali yang diterima oleh pasien saat tiba di

17
rumah sakit, maka dari sinilah tata cara penerimaan pasien mendapatkan

kesan baik ataupun tidak baik dari pelayanan suatu rumah sakit.

a. Tempat Penerimaan Pasien Rawat Jalan (TPPRJ)

Tempat Penerimaan Pasien Rawat Jalan atau Tempat Pendaftaran

Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) disebut juga Loket Pendaftaran Rawat

Jalan, merupakan salah satu bagian di rumah sakit yang kegiatannya

mengatur penerimaan dan pendaftaran pasien yang akan rawat jalan

(Sudra, 2017: 3.50).

1) Pelayanan kepada pasien baru rawat jalan

a) Menanyakan identitas pasien secara lengkap untuk dicatat pada

formulir rekam medis rawat jalan, KIB dan KIUP serta register

pendaftaran pasien rawat jalan.

b) Meyerahkan KIB kepada pasien dengan pesan untuk dibawa

kembali bila datang berobat berikutnya.

c) Menyimpan KIUP sesuai urutan abjad (alfabetik).

d) Menanyakan keluhan utamanya guna memudahkan mengarahkan

pasien ke Poliklinik yang sesuai.

e) Menanyakan apakah membawa surat rujukan. Bila membawa:

i. Tempelkan pada formulir rekam medis rawat jalan.

ii. Baca isinya ditujukan kepada dokter siapa atau diagnosisnya

apa guna mengarahkan pasien menuju ke Poliklinik yang

sesuai.

f) Mempersilahkan pasien membayar di loket pembayaran.

18
g) Mempersilahkan pasien menunggu di ruang tunggu Poliklinik

yang sesuai.

h) Mengirimkan dokumen rekam medis ke Poliklinik yang sesuai

dengan menggunakan buku ekspedisi (Sudra, 2017:3.52).

2) Pelayanan Kepada Pasien Lama Rawat Jalan

a) Menanyakan terlebih dahulu membawa KIB atau tidak.

b) Bila membawa KIB, maka catatlah nama dan nomor rekam medis

pada tracer untuk dimintakan DRM ke bagian filing.

c) Bila tidak membawa KIB, maka tanyakanlah nama dan alamatnya

untuk dicari di KIUP.

d) Mencatat nama dan nomor rekam medis yang ditemukan di KIUP

pada tracer untuk dimintakan DRM ke bagian filing.

e) Mempersilahkan pasien membayar di loket pembayaran.

f) Pelayanan pasien asuransi kesehatan disesuaikan dengan

peraturan dan prosedur asuransi penanggung biaya pelayanan

kesehatan (Sudra, 2017: 3.52).

b. Tempat Penerimaan Pasien Rawat Inap (TPPRI)

Tempat Penerimaan Pasien Rawat Inap (TPPRI) atau Ruang

Penerimaan Pasien Rawat inap (RPP) atau Pusat Informasi Rawat Inap

atau Pusat Informasi Rumah Sakit, adalah salah satu bagian di rumah

sakit yang kegiatannya mengatur penerimaan dan pendaftaran pasien

yang akan rawat inap.

1) Penerimaan pasien yang berasal dari URJ atau UGD

19
a) Menerima pasien bersama surat pengantar rawat inap atau

admission note. Berdasar surat tersebut, dapat diketahui jenis

penyakitnya sehingga dapat diarahkan ke bangsal mana pasien

harus dirawat.

b) Menjelaskan Tempat Tidur (TT) dan kelas perawatan yang masih

kosong berdasarkan catatan penggunaan tempat tidur (mutasi

pasien).

c) Menjelaskan tarif pelayanan rawat inap dan fasilitas-fasilitas yang

dapat dinikmati oleh pasien dan keluarga.

d) Bersama pasien atau keluarganya menetapkan ruang dan kelas

perawatan yang diinginkan pasien dan tersediannya TT.

e) Membuat surat persetujuan rawat inap.

f) Memberi tahu bangsal rawat inap yang bersangkutan untuk

menyiapkan ruangan.

g) Menyediakan kelengkapan formulir rawat inap sesuai dengan

jenis penyakitnya agar dapat digunakan pelayanan klinis di URI

(Sudra, 2017: 3.69).

2) Penerimaan pasien yang diterima secara langsung di TPPRI

a) Menjelaskan TT dan kelas perawatan yang masih kosong

berdasarkan catatan penggunaan tempat tidur (mutasi pasien).

b) Menjelaskan tarif pelayanan rawat inap dan fasilitas-fasilitas yang

dapat dinikmati oleh pasien dan keluarga pasien.

20
c) Bersama pasien atau keluarganya menetapkan ruang dan kelas

perawatan yang diinginkan pasien dan tersedianya TT.

d) Memberi tahu bangsal rawat inap yang bersangkutan untuk

menyiapkan ruangan.

e) Menyediakan kelengkapan formulir rawat inap sesuai dengan

jenis penyakitnya agar dapat digunakan pelayanan klinis di URI.

f) Mencatat kemudian menyerahkan KIB kepada pasien.

g) Menyimpan KIUP untuk selanjutnya diserahkan ke TPPRJ guna

disimpan.

h) Mencatat dan menyimpan buku register pendaftaran pasien rawat

inap.

i) Mencatat hasil pemeriksaan klinis ke formulir rekam medis rawat

inap.

j) Mencatat penggunaan nomor rekam medis pada buku catatan

penggunaan nomor rekam medis (Sudra, 2017: 3.70).

c. Pendistribusian dokumen rekam medis

Distribusi adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada

beberapa orang atau ke beberapa tempat. Pendistribusian adalah proses,

cara, perbuatan mendistribusikan. Terdapat berbagai cara untuk

mengangkut berkas rekam medis,pada sebagian rumah sakit,

pengangkutan dilakukan dengan tangan dari satu ke tempat lainnya,

oleh karena itu bagian rekam medis harus membuat jadwal pengiriman

dan pengambilan untuk berbagai bagian yang ada di umah sakit.

21
Frekuensi pengiriman dan pengembalian ini di tentukan jumlah

pemakaian rekam medis (Depkes RI, 1997: 87). Petugas rekam medis

tidak dapat mengirim satu persatu berkas rekam medis secara rutin pada

saat diminta mendadak. Untuk ini bagian-bagian lain memerlukan

(untuk darurat) harus mengirim petugasnya untuk mengambil sendiri

kebagian rekam medis (Depkes RI, 1997: 87).

Alur berkas rekam medis pasien berobat di fasilitas pelayanan

kesehatan dimulai dari tempat penerimaan pasien. Untuk pasien lama

akan didaftarkan dan di ambilkan berkas rekam medis di bagian filing.

Petugas distribusi mengantarkan berkas rekam medis ke klinik yang di

tuju. Pasien yang dinyatakan perawatan lebih lanjut, berkas rekam

medis dari klinik/rawat darurat dibawa ke tempat penerimaan pasien

rawat inap. Setelah proses penerimaan pasien rawat inap selesai berkas

rekam medis diantar ke bangsal tempat tempat pasien menginap.setelah

di bangsal, apabila pasien memerlukan pelayanan penunjang

memberikan hasil pemeriksaan kepada pasien untuk disertakan pada

berkas rekam medis di bangsal. Sebelum berkas rekam medis

dikembalikan ke unit rekam medis, berkas dilengkapi dan dipastikan

tidak ada berkas yang tercecer. Setelah itu berkas rekam medis

dikembalikan ke unit rekam medis melalui bagian assembling (Budi,

2011: 35-36).

22
4. Flowchart Atau Diagram Alir

Flowchart atau diagram alir adalah sebuah diagram yang mewakili

algoritma, alir kerja atau proses, yang menampilkan langkah-langkah dalam

bentuk simbol-simbol grafis, dan urutannya dihubungkan dengan panah.

Diagram ini mewakili ilustrasi atau penggambaran penyelesaian masalah.

Diagram alir digunakan untuk menganalisa, mendesain, mendokumentasi

atau memanajemen sebuah proses atau program di berbagai bidang (Sudra,

2017: 3).Berikut adalah simbol flowchart yang umum digunakan.

23
Tabel II.3 Flowchart secara umum

Sumber: Sudra, 2017

24
5. Assembling dan Analisa

a. Assembling

Assembling merupakan salah satu bagian di unit rekam medis.

Peran dan fungsi assembling dalam pelayanan rekam medis yaitu

sebagai perakitan formulir rekm medis, penelitian isi data rekam medis,

pengendalian dokumen rekam medis yang tidak lengkap, pengendalian

nomer rekam medis dan formulir rekam medis (Sudra, 2017: 3.82).

b. Analisa

Analisa adalah segebap rangkaian perbuatan pikiran yang

mencegah sesuatu hal secara mendalam, terutama mempelajari bagian-

bagian dari mutu kebutuhan untuk mengetahui ciri, hubungan dan

peranan dalam kebutuhan yang dibuat.Tujuan analisa, meliputi :

1) Agar rekam medis lengkap dan dapat digunakan bagi referensi

pelayanan kesehatan, melindungi minat hukum, sesuai peraturan

yang ada.

2) Menunjang informasi untuk aktivitas penjamin mutu (quality

assurance).

3) Membantu penetapan diagnosis dan prosedur pengkodean penyakit

berdasarkan ICD-10 dan ICD-9CM.

4) Berguna bagi riset medis, studi adminitrasi, dan pengantian biaya

perawatan (Dirjen Yanmed, 1996: 72).

25
Ada dua macam analisa dalam rekam medis, yaitu:

1) Analisa Kuantitatif

Analisa kuantitatif adalah analisis yang ditunjukkan untuk

memeriksa kelengkapan urutan lembar pemeriksaan sejak saat

masuk ke rumah sakit sampai keluar dari rumah sakit atau sesuai

lamanya penanganan meliputi lembaran medis, paramedik dan

penunjang sesuai prosedur yang telah di tetapkan. Analisa kuantitatif

memiliki 4 komponen :

a) Menelaah kelengkapan data sosial pasien (demografi)

b) Adanya semua laporan yang penting.

c) Review auntentifikasi.

d) Review pencatatan.

Analisa kuantitatif dibagi menjadi dua:

a) Analisa Concurrent

Analisa concurrent adalah analisa yang dilakukan pada saat

pasien masih di rawat.

b) Analisa Retrospective

Analisa retrospective adalah analisa yang dilakukan pada saat

pasien sudah pulang.

2) Analisa Kualitatif

Analisa kualitatif adalah suatu review pengisian rekam medis

yang berkaitan tentang kekonsistenan dan isinya merupakan bukti

rekam medis tersebut akurat dan lengkap. Dalam analisa kualitatif

26
ditujukan kepada mutu setiap dokumen rekam medis sesuai dengan

standar mutu yang telah ditetapkan (Dirjen Yanmed, 1994:24).

6. Indeksing

Menurut Buku Materi Pokok Rekam Medis (2017: 4.64), indeksing

adalah kegiatan membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat

ke dalam indeks-indeks. Macam-macam indeks yang biasa digunakan

dalam pengelolaan rekam medis yaitu sebagai sebagai berikut:

a. Indeks Penyakit (Diagnosis)

Indeks penyakit adalah kartu katalog yang berisi data pasien

dengan kode penyakit tertentu.

b. Indeks Operasi (Tindakan)

Pada prinsipnya, indeks operasi (tindakan) sama dengan indeks

penyakit, hanya saja isinya merupakan data pasien yang menjalani

operasi tertentu.

c. Indeks Dokter

Indeks dokter adalah catatan mengenai pasien-pasien yang telah

dilayani oleh seorang dokter tertentu.

d. Indeks Kematian

Indeks kematian adalah kartu katalog yang berisi data pasien yang

meninggal pada saat dirawat inap.

27
7. Filing

Menurut Permenkes RI NO.269 tahun 2008 tentang Rekam Medis,

Filing yaitu sistem penyimpanan dokumen rekam medis dengan metode

yang telah ditetapkan di rumah sakit tersebut.

a. Sistem Penyimpanan

Kegiatan menyimpan rekam medis merupakan usaha melindungi

rekam medis dari kerusakan fisik dan isi dari rekam medis itu sendiri.

Rekam medis harus disimpan dan dirawat dengan baik karena rekam

medis merupakan harta benda rumah sakit yang sangat berharga. Ada 2

(dua) cara penyimpanan dalam pengelolaan rekam medis yaitu :

1) Sentralisasi

Sentralisasi adalah penyimpanan rekam medis pasien dalam

satu kesatuan baik catatan kunjungan poliklinik maupun catatan

selama seorang pasien dirawat, disimpan pada satu tempat yaitu

bagian rekam medis (DirjenYanmed, 2006: 80).

Kelebihan sistem sentralisasi adalah :

a) Dapat mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan

penyimpanan rekam medis.

b) Mudah menyeragamkan tata kerja, peraturan dan alat yang

digunakan.

c) Efisiensi kerja petugas.

d) Permintaan akan rekam medis mudah dilayani setiap saat.

Kekurangannya adalah :

28
a) Perlu waktu dalam pelayanan rekam medis

b) Perlu ruangan yang luas, alat-alat dan tenaga yang banyak terlebih

bila tempat penyimpanan jauh terpisah dengan lokasi penggunaan

rekam medis, misalnya dengan poliklinik

2) Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyimpanan rekam medis pada masing-

masing unit pelayanan. Terjadi pemisahan antara rekam medis

pasien poliklinik dengan rekam medis pasien dirawat. Rekam medis

poliklinik disimpan pada poliklinik yang besangkutan, sedangkan

rekam medis pasien dirawat disimpan dibagian rekam medis

(DirjenYanmed, 2006: 81).

Kelebihan sistem desentralisasi adalah :

a) Efisiensi waktu, dimana pasien mendapat pelayanan lebih cepat.

b) Beban kerja yang dilaksanakan petugas rekam medis lebih ringan.

c) Pengawasan terhadap rekam medis lebih mudah karena

lingkungan lebih sempit

Kekurangannya adalah :

a) Terjadi duplikasi dalam pembuatan rekam medis sehingga

informasi tentang riwayat penyakit pasien terpisah

b) Biaya yang diperlukan untuk pengadaan rekam medis, peralatan

dan ruangan lebih banyak

c) Bentuk/isi rekam medis berbeda

29
d) Menghambat pelayanan bila rekam medis dibutuhkan oleh unit

lain.

c. Pita Warna

Pemberian kode warna adalah 2 angka pada digit primer.

Kombinasi warna ditentukan oleh masing-masing fasilitas pelayanan

kesehatan, misalnya:
Tabel II.4 Pita Warna
No Warna No Warna
0 Hitam 5 Biru
1 Putih 6 Orange
2 Merah 7 Ungu
3 Kuning 8 Coklat
4 Hijau 9 Abu-abu
Sumber: Sudra, (2016 : 3.28)
Menggunakan kode warna pada dokumen rekam medis maka

petugas akan lebih cepat melihat lokasi penyimpanan dan

pengambilan kembali sesuai warna yang tercantum. Keuntungan lain

yaitu petugas lebih mudah dan cepat memantau atau menyisir

keseragaman warna dalam masing-masing section.

d. Sistem Penjajaran

Sistem penjajaran atau penataan mengatur cara menata berkas

rekam medis dalam lemari penyimpanannya. Penjajaran ini penting

karena jika berkas rekam medis hanya begitu saja dimasukkan ke

dalam lemari penyimpanan akan timbul kesulitan besar pada saat

nanti akan mencarinya kembali. Dikenal beberapa metode untuk

menata berkas rekam medis, yaitu metode alfabetik, numerik, dan

alfanumerik (Sudra, 2017: 3.21).

30
1) Sistem penjajaran alfabetik

Dalam metode alfabetik berkas rekam medis dijajarkan

menurut urutan alfabet/abjad. Umumnya yang digunakan sebagai

pedoman urutan adalah nama pasien. Ada tiga cara mengurutkan

dalam metode alfabetikal, yaitu:

a) Alfabetik murni

Alfabetik murni artinya berkas diurutkan menurut urutan abjad

dari A menuju Z.

b) Fonetik

Istilah fonetik berasal dari kata phono/phone yang berarti

suara. Dalam metode ini berkas rekam medis dikelompokkan

menurut kesamaan bunyi dari nama pasien.

c) Soundex fonetik

Metode ini merupakan pengembangan dari metode fonetik.

Dalam metode ini, huruf dari nama pasien yang bunyinya sama

diberi kode angka yang sama. Aturan pengkodean dengan

metode soundex yaitu sebagai berikut.

(1)Huruf pertama dari nama pasien tetap digunakan

(2)Huruf vokal dari nama pasien (a,i,u,e,o) dan konsonan

dibuang (tidak di kode)

(3)Sisa huruf dari nama pasien di kode menjadi 3 digit kode

mengikuti aturan kesamaan bunyi seperti dalam tabel

berikut ini

31
Tabel II.5 Kode soundex fonetik
HURUF KODE
B,F,P,V 1
C, G, J, K, Q, S, X, Z 2
D, T 3
L 4
M, N 5
R 6

Sumber : Sudra, (2016 : 3.24)

2) Sistem Penjajaran Numeric

Dalam metode ini, berkas rekam medis dijajarkan menurut

nomor rekam medisnya, jadi bukan menurut urutan abjad nama

pasien. Nomor rekam medis ini tercantum pada folder rekam

medis. Karena nomor rekam medis pada folder menjadi acuan

untuk penataan berkas rekam medis, maka folder harus dirancang

dengan baik agar nomor rekam medis dapat dengan mudah dilihat

dan dibaca. Terdapat 3 cara menata berkas rekam medis secara

numerik, yaitu:

a) Sistem Nomor Langsung (Straight Numerical Filing System)

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam

Medis, penjajaran dengan sistem nomor langsung (Straight

Numerical Filing System) adalah penjajaran rekam medis

dalam rak penyimpanan secara berturut sesuai dengan urutan

nomornya. Misalnya keempat rekam medis berikut ini akan

32
disimpan berurutan dalam satu rak, yaitu 465023, 465024,

46026.

Dengan demikian sangatlah mudah sekaligus mengambil

50 buah rekam medis dengan nomor yang berurutan dari rak

pada waktu diminta untuk keperluan pendidikan, maupun

untuk pengambilan rekam medis yang tidak aktif.Satu hal yang

paling menguntungkan dari sistem ini adalah mudahnya

melatih petugas yang harus melaksanakan pekerjaan

penyimpanan tersebut.Namun sistem ini mempunyai

kelemahan kelemahan yang tidak dapat dihindarkan, pada saat

penjajaran rekam medis, petugas harus memperhatikan seluruh

angka nomor sehingga mudah terjadi kekeliruan menjajarkan.

Makin besar angka diperhatikan, makin besar

kemungkinan membuat kesalahan.Hal yang menyebabkan

kesalahan tersebut adalah tertukarnya urutan nomor, misal

rekam medis nomor 465424 tersimpan pada tempat penjajaran

nomor 465524.Hambatan yang lebih serius dalam sistem ini

adalah terjadinya pekerjaan paling sibuk terkonsentrasi

padarak penyimpanan untuk nomor besar, yaitu rekam medis

dengan nomor terbaru. Beberapa orang petugas penyimpanan

yang bekerja bersamaan di tempat itu kemungkinan saling

menghalangi (berhimpitan) satu sama lainnya secara tidak

sengaja.

33
Pengawasan kerapian penjajaran sangat sukar dilakukan

dalam sistem nomor langsung, dikarenakan tidak mungkin

memberikan tugas bagi seorang staf untuk bertanggung jawab

pada rak-rak penyimpanan tertentu.

b) Sistem Angka Tengah (Middle Digit Filing System)

Istilah yang dipakai adalah penyimpanan dengan sistem

angka tengah (Middle Digit Filing System).Disini

penyimpanan rekam medis di urut dengan pasangan angka-

angka sama halnya dengan sistem angka akhir, namun angka

pertama, angka kedua, angka ketiga. Berbeda letaknya dengan

sistem angka akhir.Dalam hal ini angka yang terletak ditengah-

tengah menjadi angka pertama.Pasangan angka yang terletak

paling kiri menjadi angka kedua dan pasangan angka paling

kanan menjadi angka ketiga.

Lihat contoh dibawah ini :

58-78-96 99-78-96

58-78-97 99-78-97

58-78-98 99-78-98

58-78-99 99-78-99

59-78-00 00-79-00

59-78-01 00-79-01

34
Pada contoh ini melihat bahwa kelompok 100 buah rekam

medis (58-78-00 sampai dengan 58-78-99) berada dalam

urutan langsung.

Beberapa keuntungan dan kebaikan sistem ini:

(1) Memudahkan pengambilan 100 buah rekam medis yang

nomornya berurutan

(2) Penggantian dari sistem nomor langsung ke sistem angka

tengah lebih mudah dari pada pergantian sistem nomor

langsung ke sistem angka akhir

(3) Kelompok 100 buah rekam medis yang nomornya

berurutan, pada sistem nomor langsung adalah sama persis

dengan kelompok 100 buah rekam medis untuk sistem

angka tengah

(4) Dalam sistem angka tengah penyebaran nomor–nomor

lebih merata pada rak penyimpanan, jika dibandingkan

dengan sistem nomor langsung, tetapi masih tidak

menyamai sistem angka akhir

(5) Petugas–petugas penyimpanan, dapat dibagi untuk

bertugas pada bagian penyimpanan tertentu, dengan

demikian kekeliruan penyimpanan dapat dicegah

Beberapa kekurangan sistem penyimpanan angka tengah :

(1) Memerlukan latihan dan bimbingan yang lebih lama.

35
(2) Terjadi rak–rak lowong pada beberapa section, apabila

rekam medis dialihkan ketempat penyimpanan tidak aktif.

(3) Sistem angka tengah tidak dapat dipergunakan dengan

baik untuk nomor–nomor yang lebih dari 6 angka.

50 50 50
angka ketiga angka kedua angka pertama
(tertiary digits) (secondary digits) (primary digits)

c) Sistem Angka Akhir (Terminal Digit Filing System)

Penjajaran dengan sistem angka akhir lazim disebut

“Terminal Digit Filing System”.Disini digunakan nomor–

nomor dengan 6 angka, yang dikelompokan menjadi 3

kelompok masing-masing terdiri dari 2 angka. Angka pertama

adalah kelompok 2 angka yang terletak paling kanan, angka

kedua adalah kelompok 2 angka yang terletak ditengah dan

angka ketiga adalah kelompok 2 angka yang terletak paling

kiri.

Dalam penjajaran dengan sistem angka akhir (Terminal

Digit Filing System) ada 100 kelompok angka pertama

(primary section) yaitu 00 sampai dengan 99.Pada waktu

penjajaran, petugas harus melihat angka–angka pertama dan

membawa rekam medis tersebut ke daerah rak penyimpanan

untuk kelompok angka–angka pertama yang

bersangkutan.Pada kelompok angka pertama ini rekam medis,

36
rekam medis disesuiakan urutan letaknya menurut angka

kedua, kemudian rekam medis disimpan di dalam urutan sesuai

dengan kelompok angka ketiga, sehingga dalam setiap

kelompok penyimpanan nomor–nomor pada kelompok angka

ketigalah (tersier digits), yang selalu berlainan.

Lihat contoh berikut ini :

47-52-02 99-05-26 99-99-30

48-52-02 00-06-26 00-00-31

49-52-02 01-06-26 01-00-31

50-52-02 02-06-26 02-00-31

Banyak keuntungan dan kebaikan dari pada sistem

penyimpanan angka akhir, seperti :

(1) Pertambahan jumlah rekam medis selalu tersebar secara

merata ke 100 kelompok (bagian atau wilayah) didalam

rak penyimpanan. Petugas-petugas penyimpanan tidak

akan terpaksa berdesak–desakan disatu tempat (bagian

atau wilayah), dimana rekam medis harus disimpan di rak.

(2) Petugas–petugas dapat diserahi tanggung jawab untuk

sejumlah section tertentu misalnya ada 4 petugas masing–

masing diserahi: bagian 00-24, bagian 25-49, bagian 50-

74, bagian 75-99.

37
(3) Pekerjaan akan terbagi rata mengingat setiap petugas rata–

rata mengerjakan jumlah rekam medis yang hampir sama

setiap harinya untuk setiap bagian.

(4) Rekam medis yang tidak aktif dapat diambil dari rak

penyimpanan dari setiap section, pada saat ditambahnya

rekam medis yang hampir sama setiap harinya untuk

setiap bagian.

(5) Jumlah rekam medis untuk tiap–tiap section terkontrol dan

bisa dihindarkan timbulnya rak-rak kosong.

(6) Dengan terkontrolnya jumlah rekam medis, membantu

memudahkan perencanaan peralatan penyimpanan (jumlah

rak).

(7) Kekeliruan penyimpanan (misfile) dapat dicegah, karena

petugas penyimpanan hanya memperhatikan dua angka

saja dalam memasukkan rekam medis ke dalam rak,

sehingga jarang terjadi kekeliruan membaca angka.

e. Sistem Retrieval

Menurut Dirjen Yanmed tahun 2006 sistem retrieval atau

pengambilan rekam medis merupakan pengeluaran rekam medis harus

ada ketentuan atau peraturan tentang pengeluaran rekam medis yang

ditentukan oleh rumah sakit diantaranya:

1) Rekam medis tidak boleh dibawa keluar ruang penyimpanan tanpa

surat permintaan yang sah

38
2) Identitas peminjam dan maksudnya harus jelas

3) Jangka waktu peminjaman

4) Nama petugas yang mengeluarkan

5) Penggunaan rekam medis untuk penelitian harus dengan

persetujuan pimpinan

6) Rekam medis tidak dibenarkan berada di luar rumah sakit kecuali

atas perintah pengadilan.

Petunjuk keluar (Outguide atau kartu pinjam atau tracer) adalah

suatu alat yang penting untuk mengawasi keluarnya rekam medis dari

tempat penyimpanan yang biasanya diletakkan sebagai pengganti pada

tempat berkas rekam medis di rak penyimpanan.

f. Sistem Penyusutan atau Retensi

Sistem retensi yaitu suatu kegiatan memisahkan atau

memindahkan antara dokumen rekam medis yang masih aktif dengan

dokumen rekam medis yang dinyatakan in-aktif di ruang penyimpanan

(filing).Sebelum melakukan retensi perlu disusun Jadwal Retensi

Arsip berdasarkan Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam

Medis. Dokumen rekam medis yang telah diretensi akan disimpan di

ruang penyimpanan in-aktif berdasarkan tahun kunjungan terakhir

pasien berobat dan berdasarkan diagnosis penyakit pasien (Sudra,

2017: 3.43).

39
Tabel II.6 Jadwal Retensi Dokumen Rekam Medis
Aktif Inaktif
No Kelompok Rawat Rawat Rawat Rawat
Jalan Inap Jalan Inap
1 Umum 5 th 5 th 2 th 2 th
2 Mata 5 th 10 th 2 th 2 th
3 Jiwa 10 th 5 th 5 th 5 th
4 Orthopedi 10 th 10 th 2 th 2 th
5 Kusta 15 th 15 th 2 th 2 th
Ketergantungan
6 15 th 15 th 2 th 2 th
Obat
7 Jantung 10 th 10 th 2 th 2 th
8 Paru 5 th 10 th 2 th 2 th
Sumber : Sudra, (2016 : 3.41)

g. Sistem Pemusnahan

Pada prinsipnya, sistem pemusnahan mengatur tentang tata cara

memusnahkan berkas rekam medis yang dianggap sudah tidak bernilai

lagi. Pemusnahan adalah suatu kegiatan menghancurkan secara fisik

dokumen rekam medis yang sudah berakhir masa fungsi dan tidak

memiliki nilai guna, rusak, tidak terbaca dan tidak dapat dikenali baik

isi maupun bentuknya. Penghancuran tersebut harus dilakukan secara

total yaitu dengan cara membakar habis atau mencacah sehingga tidak

dapat dikenali baik isi maupun bentuknya. Tata cara dalam

pemusnahan dokumen rekam medis antara lain:

1) Pembuatan tim pemusnah yang terdiri dari komite medis sebagai

ketua, kepala rekam medis sebagai sekretaris, dengan

beranggotakan petugas filing dan tenaga lainnya yang terkait

berdasarkan surat keputusan Direktur Rumah Sakit.

40
2) Tim pemusnah membuat daftar pertelaan dokumen rekam medis

inaktif yang akan dimusnahkan. Daftar pertelaan berisi tentang

nomor rekam medis, tahun terakhir kunjungan, jangka waktu

penyimpanan, diagnosis terakhir Sudra, 2017 :3.43).

Tabel II.7 Contoh Tabel Pertelaan Dokumen Rekam Medis

Jangka Waktu Diagnosis


No Nomor RM Tahun
Penyimpanan Akhir

1        
2        
3        
4        
3) Cara pemusnahan dokumen rekam medis dapat dilakukan dengan

cara antara lain:

a) Dibakar dengan menggunakan incenerator atau dibakar biasa.

b) Dicacah, dibuat bubur.

c) Dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh tim

pemusnah.

4) Tim pemusnah membuat berita acara pemusnahan pada saat

pemusnahan berlangsung yang ditandatangani oleh ketua tim

pemusnah, sekretaris tim pemusnah dan diketahui oleh Direktur

rumah sakit.

5) Khusus untuk dokumen rekam medis yang sudah rusak/tidak

terbaca dapat langsung dimusnahkan dengan terlebih dahulu

membuat pernyataan diatas kertas bersegel yang ditandatangani

oleh direktur yang isinya menyatakan bahwa dokumen rekam

41
medis sudah tidak dapat dibaca sama sekali sehingga dapat

dimusnahkan.

8. Klasifikasi Kodefikasi Penyakit dan Masalah Terkait Kesehatan

Menurut Hatta (2013), International Statistical Classification of

Disease and Related Health Problems atau Klasifikasi dan Kodefikasi

Penyakit, Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Kesehatan dan

Tindakan Medis adalah sistem klasifikasi yang komprehensif dan diakui

secara internasional, yang berfungsi sebagai sistem klasifikasi penyakit

dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi

statistik morbiditas dan mortalitas. Petugas rekam medis mampu

menetapkan atau menentukan kode penyakit dan tindakan dengan tepat

sesuai klasifikasi yang dilakukan di dalam ICD-10, tentang penyakit dan

tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan. Kompetensi

dasar di dalamnya berupa ketepatan pengkodean.

a. Pengertian Klasifikasi Penyakit

Mengacu pada etik pengkodean dan keinginan untuk mencapai kualitas

tinggi, data yang terkode sangat membantu penerbitan rincian tagihan

biaya rawat yang tepat dan mengurangi resiko manajemen fasilitas

asuhan kesehatan terkait. Adanya peraturan dan perundang-udangan

yang berlaku harus ditaati (Hatta, 2013: 157).

42
b. Diagnosis

Berdasarkan teori diagnosis dibedakan menjadi:

1) Diagnosis Utama

Diagnosis/kondisi utama adalah suatu diagnosis/kondisi kesehatan

yang menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan,

yang ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan

bertanggungjawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya

(Hatta, 2013 :140).

2) Diagnosis Sekunder

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis

utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode

pelayanan, adapun jenis diagnosis sekunder yaitu:

i. Komorbiditas

Komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama

atau kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan

atau asuhan khusus setelah masuk dan selama di rawat.

ii. Komplikasi

Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa

pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu

episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada

atau muncul sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan

kepada pasien (Hatta, 20013: 140).

43
c. Pengertian ICD-10

ICD-10 (International Statistical Clasification of Diseases and Related

Health Problems, Tenth revision) adalah sistem yang mengelompokkan

penyakit-penyakit dan prosedur-prosedur yang sejenis kedalam satu

grup nomor kode penyakit dan tindakan yang sejenis (Hatta, 2013:

131).

d. Dasar Hukum ICD-10

Kodefikasi penyakit berpedoman kepada “International Classification

of Disease” Revisi ke-10 sebagaimana telah ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan No. 50 tahun 1998 tentang pemberlakuan

kalsifikasi statistik internasional mengenai penyakit revisi kesepuluh.

ICD-10 terdiri atas 3 volume yaitu :

1) Volume 1

a) Pengantar

b) Pernyataan

c) Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit

d) Laporan konferensi internasional yang menyetujui revisi ICD X

e) Daftar kategori tiga karakter

f) Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub

kategori empat karakter

g) Daftar morfologi neoplasma

h) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas

i) Definisi-definisi

44
j) Regulasi-regulasi nomenklatur (Hatta, 2013: 135).

2) Volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan, berisi :

a) Pengantar

b) Penjelasan tentang International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems

c) Cara penggunaan ICD-10

d) Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan morbiditas

e) Presentasi statistik

f) Riwayat perkembangan ICD(Hatta, 2013: 136)

3) Volume 3 (indeks abjad)

a) Pengantar

b) Susunan indeks secara umum

c) Seksi I : indeks abjad penyakit, bentuk cedera

Seksi II : penyebab luar cedera

Seksi III : tabel obat dan zat kimia

e. Fungsi dan Kegunaan ICD-10

Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah

terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik

morbiditas dan mortalitas (Hatta, 2013: 134). Penerapan pengodean

sistem ICD digunakan untuk :

1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan

kesehatan

2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis

45
3) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait

diagnosis karakteristik pasien dan penyedia pelayanan

4) Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (diagnosis-related

groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan

5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi

perencanaan pelayanan medis

7) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai perkembangan zaman

8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

9) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

f. Koding

Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan

huruf dan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili

komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada

didalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di index agar

memudahkan pelayanana data penyajian informasi untuk menunjang

fungsi perencanaan, manajemen, dan riset bidang kesehatan (Dirjen

Yanmed, 2006: 59).

Kode klarifikasi penyakit oleh WHO (World Health

Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan

penyakit, cedera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan.

Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk

46
Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi-10 (ICD-10,

Internasional Statistical Classification Diseases and Health Problem

10 Revision), menggunakan kode kombinasi yaitu menggunakan

abjad dan angka (Dirjen Yanmed, 2006: 59).

Menurut Dirjen Yanmed (2006: 60) Kecepatan dan ketepatan

pemberian kode dari suatu diagnosa sangat tergantung kepada

pelaksanaan yang menangani dokumen rekam medis tersebut yaitu :

1) Diagnosa yang kurang spesifik

2) Keterampilan petugas koding dalam memilih kode

3) Tulisan dokter yang sulit dibaca

4) Tenaga kesehatan lainnya

Untuk lebih meningkatkan informasi dalam rekam medis,

petugas rekam medis harus membuat kode sesuai dengan klasifikasi

yang tepat. Disamping kode penyakit, berbagai tindakan lain juga

harus diberi kode sesuai dengan klasifikasi masing-masing dengan

menggunakan ICD-10 dan 9 CM.

Tujuan Koding:

1) Memudahkan pencatatan, pengumpulan dan pengambilan kembali

informasi sesuai diagnosa ataupun tindakan medis-operasi yang

diperlukan sesuai diagnosa atau tindakan yang diperlukan,

2) Memudahkan entry data ke database komputer yang tersedia.

3) Menyediakan data yang diperlukan oleh sistem pembayaran/

penagihan biaya yang dijalankan

47
4) Memaparkan indikasi alasan mengapa pasien memperoleh asuhan/

perawatan/ pelayanan kesehatan

5) Menyediakan informasi diagnosa dan tindakan (medis/ operasi)

bagi riset, edukasi,penelitian.

Tata Cara Pemberian Kode

Sembilan langkah dasar dalam menentukan kode :

1) Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume 3

Alphabetical Index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit

atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX

danXXI (Vol. 1) jadi, gunakanlah ia sebagai “leadterm” untuk

dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada

sesi I indeks (Vol. 3). Bila pernyataan adalah penyebab luar

(external cause) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di

Bab XX (Vol. 1), lihat dan cari kodenya pada seksi II di indeks

(Vol. 3)

2) “Leadterm” (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata

sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun

demikian, beberapa kondisi ada yang diekspresikan sebagai kata

sifat atau eponim (menggunakan nama penemu) yang tercantum di

dalam indeks sebagai “leadterm”

48
3) Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di

bawah istilah yang akan dipilih pada volume 3

4) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “( )” sesudah

leadterm (kata dalam tanda kurung = modifier, tidak akan

memengaruhi kode). Istilah lain yang ada di bawah leadterm

(dengan tanda (-) minus = idem = indent) dapat mempengaruhi

nomor kode, sehingga semua kata-kata diagnostik harus

diperhitungkan

5) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references) dan

perintah see dan see also yang terdapat dalam indeks

6) Lihat daftar tabulasi (Vol. 1) untuk mencari nomor kode yang

paling tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus

pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter

keempat itu ada di dalam volume I dan merupakan posisi tambahan

yang tidak ada dalam indeks (Vol. 3). Perhatikan juga perintah

untuk membubuhi kode tambahan (additional code) serta aturan

cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks

penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas

7) Ikuti pedoman Inclusion dan Exclusion pada kode yang dipilih atau

bagian bawah suatu bab (chapter), blok, kategori, atau sub kategori

8) Tentukan kode yang anda pilih

9) Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang

dikode untuk pemastian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter

49
tentang diagnosis utama di berbagai lembar formulir rekam medis

pasien, guna menunjang aspek legal rekam medis yang

dikembangkan.(Hatta, 2013: 139).

D. Desain Formulir

Formulir adalah selembar kertas dengan format tercetak yang berisi ruang

untuk diisi informasi yang telah ditentukan sebelumnya (konvensional).

1. Tujuan Penggunaan formulir:

a. Menstandarkan informasi

b. Menyederhanakan pengumpulan dan pembagian data pertimbangan

khusus pada desain formulir

c. Mempercepat proses pelayanan

d. Meningkatkan keakuratan data

e. Memperjelas pembagian data (data medis, keuangan, administrasi dan

operasional

f. Menunjang proses pengolahan informasi (Huffman, 1994 : 249).

2. Manfaat formulir rekam medis

a. Untuk mencatat/merekam data transaksi pelayanan kesehatan

b. Untuk menetapkan dan menunjukkan tanggung jawab yang timbul

dalam suatu transaksi pelayanan kesehatan(Huffman, 1994: 249).

c. Untuk mengurangi aspek lupa dengan merancang formulir yang

mampu “memandu” pengguna dalam proses pengisianya, dan sebagai

media komunikasi.

50
3. Pengelompokan formulir rekam medis

a. Formulir yang diisi, digunakan, dan disimpan dalam organisasi

sendiri

b. Formulir yang diisi dan dikirimkan kepada pihak di luar organisasi

c. Formulir yang diterima dari pihak di luar organisasi

(Sudra, 2017: 1.32-1.33).

4. Aspek Fisik Formulir:

a. Ink (Tinta)

1) Standard Tinta adalah hitam

2) Tipe dan warna tinta lain

3) Warna harus kontras dengan kertas

4) Bersih, seragam, licin (halus).

b. Paper (Kertas)

1) Sisi permanen (permanency) adalah berapa lama dapat bertahan

(waktu simpan)

2) Daya tahan (durability), adalah seberapa tahan ketika kertas sering

dipegang

3) Kualitas penulisan (writing quality) adalah kertas dapat ditulisi

dengan cepat, lembut (halus/licin), mudah menerima jenis tinta

4) Dapat dibaca (readability) misalkan saat terkena sinar atau

sebaliknya

5) Microfilming berpengaruh pada saat dilakukan pengcopy-an,

misalkan foto copy, scanner

51
6) Weight berkaitan (gramasi) permanency, durability, writing

quality, readabilit

7) Grade berkaitan dengan jenis bahan dasar kertas

8) Grainberkaitan dengan arah serat yaitu menentukan kekakuan

kertas

9) Finishberkaitan dengan lapisan kimia pada permukaan

10) Color berkaitan dengan daya tarik.

c. Carbonizing (Tembusan)

1) Tembusan dengan menggunakan kertas karbon

2) NCR (No Carbon required).

d. Duplicating Methodes (Cara perbanyakan)

1) Office duplications (diperbanyak di dalam instansi)

2) Commercial printing (perusahaan percetakan)

3) Membeli formulir standar(Huffman, 1994).

5. Aspek Anatomi Formulir :

a. Heading (judul & informasi lain)

Letak (atas kanan/kiri/tengah, bawah kanan/kiri/tengah)

Informasi tentang formulir yang bersangkutan. (identitas, edisi,

halaman).

b. Introduction

Merupakan maksud dari formulir tersebut atau kadang-kadang berisi

judul.

52
c. Instruction

Usahakan selalu berada di bagian atas formulir tujuanya user segera

membaca. Jika tidak cukup tempat dapat diletakkan didepan/ dibalik

halaman. Cukup panjang untuk manual pengisian formulir.

d. Body

Bagian pokok formulir

Pertimbangan :

1) Margin(garis tepi)

Dibagi 4 sisi :

a) Bagian punggung kiri disarankan lebar karena untuk

lubangfastener

b) Bagian atas 1 - 2,5 cm

c) Bagian kanan 1- 2 cm atau penuh

d) Bagian bawah 1 - 2 cm.

2) Spasi area pengisian data yaitu jarak antar kolom

3) Pertimbangan cara pengisiannya. Apakah menggunakan mesin

ketik, alat khusus, tulis tangan.

4) Baris untuk melihat segi kepantasan, estetika. untuk memudahkan

entry& memisahkan area pada formulir.

5) Shading untuk memisahkan dan penekanan area-area formulir.

e. Close (penutup)

Untuk autentikasi atau tanda tangan dan identitas atau nama dokter

(Huffman, 1994).

53
1) Aspek Pengisian Formulir :

a) Upayakan sesedikit mungkin pengisian formulpir dengan cara

menulis langsung

b) Upayakan pengisian dengan cara memilih,memberi tanda,dan

sebagainya

c) Upayakan menggunakan metode upper left caption (ULC)untuk

menandai dan memberi keterangan pada setiap item yang harus

diisi, penggunaan ULC biasanya bisa memperjelas dan

menambah luas area pengisian

d) Sediakan area (spasi) yang cukup untuk setiap item isian dan

sesuai dengan cara pengisiannya (Shofari dan Eny 2008).

E. Aspek Hukum dan Etika Profesi

1. Pengertian Hukum Kesehatan dan Etika

Hukum kesehatan termasuk hukum “lex spesialis” , melindungi

secara khusus tugas profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan

kesehatan manusia menuju ke arah tujuan deklarasi “health for all “ dan

perlindungan secara khusus terhadap pasien “reveicer“ untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan (Triwibowo, 2014: 16).

Etik berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti nilai-nilai dan

norma tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik. Berlaku untuk suatu

kelompok atau masyarakat moral tertentu. Etika adalah kesepakatan

bersama apa yang baik atau buruk bagi kelompok masyarakat tertentu.

Etika dapat digunakan sebagai panduan perilaku seseorang dan interaksi

54
antar manusia dalam bermasyarakat. Dalam interaksi professional, etika

merupakan salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi

antarpemberi dan penerima jasa profesi secara wajar , jujur, adil,

professional, dan terhormat (Sudra, 2017: 2.7).

a. Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis

1) Landasan hukum yang mendasari penyelenggaraan rekam medis di

Indonesia, antara lain:

a) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan.

Pasal 57 :

Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya

yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan

kesehatan.

Pasal 168 :

Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan

efisien diperlukan informasi kesehatan.

b) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 :

Ayat 1 : Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik

kedokteran wajib membuat rekam medis.

Ayat 2 : Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

segera dilengkapi setelah pasien selesai menerimapelayanan

kesehatan.

55
c) Undang – Undang Republik Indonesai Nomor 36 Tahun 2014

Tentang Tenaga Kesehatan Pasal 58 :

Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:

(1) Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar

Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur

Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan

Penerima Pelayanan Kesehatan;

(2) Memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan

atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;

(3) Menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan

Kesehatan;

(4) Membuat dan menyimpan catatan dan/ atau dokumen tentang

pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan;\

(5) Merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga

Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan

kewenangan yang sesuai.

d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2014

Tentang Sistem Informasi Kesehatan Pasal 40 :

Ayat1 : Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus

mengoperasikan sendiri sistem elektronik rekam

medik.

mengoperasikan sendiri sistem elektronik rekam

medik.

56
Ayat 2 : Sistem elektronik rekam medik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak terintegrasi dengan

sistem elektronik rekam medik Fasilitas Pelayanan

Kesehatan lain.

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

terintegrasi dengan sistem elektronik rekam medik

Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain.

Ayat 3 : Sistem elektronik rekam medik sebagaimana

dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2) harus mampu

interkonektivitas dengan Sistem Elektronik

Kesehatan dan sistem elektronik lainnya.

e) Seperti yang tertuang pada Permenkes No. 269 tahun 2008

Tentang Rekam Medis, disebutkan bahwa :

Pasal 5 :

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik

kedokteran wajib membuat rekam medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima

pelayanan.

(3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian

hasil pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

yang telah diberikan kepada pasien.

57
(4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi

nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau

tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan

kesehatan secara langsung. Dalam hal terjadi kesalahan

dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat

dilakukan pembetulan.

(5) Pembetuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat

dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan

catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter

gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

Pasal 6 :

Dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu

bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat

pada rekam medis.

Pasal 7 :

Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang

diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis.

b. Isi Rekam Medis

Menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 Tentang Rekam Medis.

Pasal 3 :

1) Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan

kesehatan sekurang-kurangnya memuat :

a) Identitas pasien

58
b) Tanggal dan waktu

c) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan

riwayat penyakit

d) Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medik

e) Diagnosis

f) Rencana penatalaksanaan;

g) Pengobatan dan/atau tindakan;

h) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;

i) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik;

j) Persetujuan tindakan bila diperlukan.

2) Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari

sekurang-kurangnya memuat:

a) Identitas pasien;

b) Tanggal dan waktu;

c) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan

riwayat penyakit;

d) Hasil Pemerisaan fisik dan penunjang medik;

e) Diagnosis;

f) Rencana penatalaksanaan;

g) Pengobatan dan/atau tindakan;

h) Persetujuan tindakan bila diperlukan;

i) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;

j) Ringkasan pulang (discharge summary);

59
k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehalan

tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;

l) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu;

dan

m)Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

c. Penyimpanan dan Pemusnahan

Sesuai dengan Permenkes No. 269 tahun 2008Tentang Rekam

Medis, penyimpanan dan pemusnahan rekam medis diatur dalam :

Pasal 8 :

(1) Rekam medis pasien rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan

wajib disimpan sekurang – kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima)

tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau

dipulangkan.

(2) Setelah batas waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali

ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.

(3) Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medis sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) harus disimpan untuk jangka waktu 10

(sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan

tersebut.

(4) Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dan, ayat (3), dilaksanakan oleh petugas

yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

60
Pasal 9 :

(1) Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non fasilitas

pelayanan kesehatan wajib disimpan sekurang – kurangnya untuk

jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien

berobat.

(2) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan.

d. Kepemilikan dan Pemanfaatan

Berdasarkan Permenkes No. 269 tahun 2008 Tentang Rekam

Medis, Kepemilikan Dan Pemanfaatan Rekam Medis, disebutkan pada:

Pasal 12 :

(1)Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.

(2)Isi rekam medis merupakan milik pasien.

(3)Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk

ringkasan rekam medis.

(4)Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

diberikan, dicatat, atau dikopi oleh pasien atau orang yang diberi

kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang

berhak untuk itu.

Pasal 13 :

(1)Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:

1) Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;

61
2) Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran,

dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika

kedokteran gigi;

3) Keperluan pendidikan dan penelitian;

4) Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan

5) Data statistik kesehatan.

(2)Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat

persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus

dijaga kerahasiaannya.

(3)Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan

penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk

kepentingan negara.

Berkas rekam medis adalah milik fasilitas pelayanan kesehatan,

artinya Direktur fasilitas pelayanan kesehatan bertanggungjawab atas :

hilangnya, rusaknya atau pemalsuan rekam medis, penggunaan oleh

Badan/ orang yang tidak berhak. Isi rekam medis adalah milik pasien

yang wajib dijaga kerahasiaannya. Untuk melindungi kerahasiaan

tersebut dibuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1) Hanya petugas rekam medis yang diizinkan masuk ruang

penyimpanan berkas rekam medis;

62
2) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk

badan-badan atau perorangan, kecuali yang telah ditetapkan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi tanggung jawab

perawat ruangan dan menjaga kerahasiaannya.

e. Pelepasan informasi data rekam medis

Peminjaman rekam medis untuk keperluan pembuatan makalah,

riset, dan lain-lain oleh seorang dokter/ tenaga kesehatan lainnya

sebaiknya dikerjakan di kantor rekam medis. Mahasiswa kedokteran

dapat meminjam rekam medis jika dapat menunjukkan surat pengantar

dari dokter ruangan. Dalam hal pasien mendapat perawatan lanjutan di

rumah sakit/ institusi lain, berkas rekam medis tidak boleh dikirimkan,

akan tetapi cukup diberikan resume akhir pelayanan (Undang Undang

Republik Indonesia No. 29, 2004).

Penyampaian informasi rekam medis kepada orang atau badan

yang diberi kuasa pasien, misalnya pihak asuransi yang menanggung

biaya pengobatan, diperlukan surat kuasa pasien atau yang

bertanggungjawab terhadap pasien tersebut (bila pasien tak kuasa

membuat surat kuasa). Surat kuasa ini dapat disediakan oleh sarana

kesehatan atau rumah sakit yang bersangkutan. Selanjutnya pemegang

kuasa harus menunjukkan identitas diri dan kemudian harus memperoleh

ijin dari pimpinan sarana kesehatan setelah disetujui oleh komite medis

63
dan rekam medis. Untuk data sosial boleh disampaikan tanpa perlu

memperoleh ijin pimpinan sarana kesehatan (Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 36, 2012).

Apabila diperlukan untuk pengadilan, maka bukti pelayanan yang

terekam dan tercatat dalam formulir rekam medis harus dianggap

sebagai dokumen resmi kegiatan pemberi pelayanan yang dapat

dipertanggung jawabkan kebenaran isinya. Pimpinan sarana kesehatan

dapat memberikan salinan rekam medisnya atas permintaan pengadilan.

Bila diminta aslinya harus ada permintaan secara tertulis dan pada saat

diserahkan harus ada tanda terima dari pengadilan pada setiap lembar

rekam medis yang diserahkan dengan tanda bukti penerimaan. Bila

dijumpai keraguan terhadap isi dokumen rekam medis pengadilan dapat

memerintahkan saksi ahli untuk menanyakan arti dan maksud yang

terkandung di dalammya (Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 36, 2012).

f. Etika Profesi

Etika Profesi menurut Keiser dalam Suhrawardi Lubis (1994)

adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan

professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian

sebagai pelayanan dalam rangka melksanakan ugas berupa kewajiban

terhadap masyarakat. Kaidah dasar moral bagi tenaga kesehatan adalah

beneficence, nonmaleficence, autonomy dan justice. Dalam kaitannya

64
dengan mengungkapkan informasi pasien, Harman memberikan contoh

peranan Kaidah Dasar Moral sebagai berikut :

1) Kaidah Autonomy mengakibatkan profesional MIK harus

memastikan bahwa pasienlah yang memutuskan boleh atau tidaknya

akses terhadap informasi kesehatannya, bukan pasangan atau pihak

ketiga.

2) Kaidah Beneficence mengakibatkan profesional MIK harus yakin

bahwa informasi hanya diungkapkan kepada individu yang

membutuhkannya dalam rangka melakukan perbuatan yang

menguntungkan atau untuk kepentingan pasien (misalnya kepada

perusahaan asuransi dalam rangka pembayaran klaim).

3) Kaidah Nonmaleficence mengakibatkan profesional MIK harus

yakin bahwa informasi tidak diberikan kepada pihak yang tidak

berwenang dan yang mungkin merugikan pasien (misalnya

perusahaan informasi meminta informasi kesehatan untuk tujuan

diskriminasi).

4) Kaidah Justicemengakibatkan profesional MIK harus menerapkan

ketentuan secara adil dan konsisten untuk semua orang (Hatta,

2013: 2.14).

F. Manajemen Mutu

Menjaga mutu (Quality Assurance) adalah suatu program berlanjut

yang disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan

kewajaran asuhan terhadap pasien. Menggunakan peluang untuk

65
meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang

terungkap (Sabarguna, 2008: 3).

Analisis kuantitatif dimaksudkan untuk menilai kelengkapan dan

keakuratan rekam kesehatan rawat inap dan rawat jalan yang dimiliki oleh

sarana pelayanan kesehatan. Analisis kuantitatif rawat jalan dilakukan

sesudah pasien menyelesaikan kunjungannya ke unit awat jalan (Hatta, 2013:

350). Tujuan analisa kualitatif yaitu demi terciptanya isi rekam kesehatan

yang terhindar dari masukan yang tidak taat asas (konsisten) maupun

penyelenggaraan terhadap rekaman yang berdampak pada hasil yang tidak

akurat dan tidak lengkap (Hatta, 2013: 354).

Sistem pengendalian ketidaklengkapan isi rekam medis yaitu suatu

sistem yang bertujuan untuk mengendalikan berkas rekam medis yang

dikembalikan ke unit pencatatan data-data rekam medis dilengkapi isi datanya

per lembar formulir sehingga dapat diketahui dimana berkas rekam medis

tersebut berada dan kapan diserahkan serta kapan dikembalikan ke

assembling lagi. Dengan demikian, maka apabila ternyata berkas rekam

medis yang sedang dilengkapi tersebut untuk pelayanan segera dapat diambil

terlebih dahulu untuk pelayanan (Widjono, 1999: 700).

G. Perencanaan SDM Menggunakan Metode Analisis Beban Kerja

Menurut Buku Manual Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan

Berdasarkan Metode Analisis Beban Kerja Kesehatan Badan PPSDM

Kesehatan RI Tahun 2016 Metode ABK Kesehatan adalah suatu metode

perhitungan kebutuhan SDMK berdasarkan pada beban kerja yang

66
dilaksanakan oleh setiap jenis SDMK pada tiap fasilitas pelayanan pelayanan

kesehatan (Fasyankes) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Metode ini

digunakan untuk menghitung kebutuhan semua jenis SDMK. Langkah-

langkah metode ABK Kesehatan:

1. Menetapkan Fasyankes dan Jenis SDMK

Untuk menetapkan Jenis SDMK dapat mengacu pada.

a. Daftar Pengelompokan dan Jenis SDMK

b. Daftar Nama Jabatan Fungsional Tertentu

c. Daftar Nama Jabatan Fungsional Tertentu

2. Menetapkan Waktu Kerja Tersedia (WKT)

Waktu Kerja Tersedia (WKT) adalah waktu yang dipergunakan oleh

SDMK untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya dalam kurun waktu 1

(satu) tahun. Dalam Keputusan Presiden No. 68 Tahun 1995 telah

ditentukan jam kerja instansi pemerintah 37 jam 30 menit per minggu. balk

untuk yang 5 (lima) hari kerja ataupun yang 6 (enam) hari kerja sesuai

dengan yang ditetapkan Kepala Daerah masing-masing.

Berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun

2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri

Sipil, Jam Kerja Efektif (JKE) sebesar 1250 jam per tahun. Demikian juga

menurut Permen PAN-RB No. 26 tahun 2011. Jam Kerja Efektif (JKE)

antara 1192 - 1237 jam per tahun yang dibulatkan menjadi 1200 jam per

67
tahun atau 72000 menit per tahun baik yang bekerja 5 hah kerja maupun 6

hari kerja per minggu.

3. Menetapkan Komponen Beban Kerja (Tugas Pokok, Tugas Penunjang,

Uraian Tugas), dan Norma Waktu

Komponen beban kerja adalah jenis tugas dan uraian tugas yang

secara nyata dllaksanakan oleh jenis SDMK tertentu sesuai dengan tugas

pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Norma Waktu adalah rata-rata

waktu yang dibutuhkan oleh seorang SDMK yang terdidik, terampil,

terlatih dan berdedikasi untuk melaksanakan suatu keglatan secara normal

sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku di fasyankes bersangkutan.

Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan

dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), sarana

dan prasarana pelayanan yang tersedia serta kompetensi SDMK itu sendiri.

Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman

selama bekerja dan kesepakatan bersama sesuai dengan kondisi daerah.

Agar diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan dapat

dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDMK yang memiliki

kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar prosedur

operasional (SPG) dan memiliki etos kerja yang baik.

Data dan informasi dapat diperoleh dari:

a. Komponen Beban Kerja dapat diperoleh:

1) Daftar Nama Jabatan Fungsional Tertentu

68
2) Daftar Nama Jabatan Fungsional Tertentu

b. Norma Waktu atau Rata-rata Waktu tiap kegiatan pokok dapat diperoleh

dari data Analisis Jabatan (Anjab) tiap jabatan dari Fasyankes yang

bersangkutan.

c. Bilamana Norma Waktu atau Rata-rata Waku per kegiatan tidak ada

dalam Anjab institusi, dapat diperoleh melalui pengamatan atau

observasi langsung pada SDMK yang sedang melaksanakan tugas dan

kegiatan.

4. Menghitung Standar Beban Kerja

Standar Beban Kerja (SBK) adalah volume/kuantitas pekerjaan

selama 1 tahun untuk tiap jenis SDMK, SBK untuk suatu kegiatan pokok

disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan setiap

kegiatan (Rata-rata Waktu atau Norma Waktu) dan Waktu Kerja Tersedia

(WKT) yang sudah ditetapkan. Rumus SBK (Standar Beban Kerja).

Waktu Kerja Tersedia


Standar Beban Kerja ( SBK ) =
Norma Waktu per Kegiatan Pokok

Data dan informasi dapat diperoleh dari:

a. Data WKT (Waktu Kerja Tersedia) diperoieh dari Langkah 2

b. Data Norma Waktu atau Rata-rata Waktu setiap kegiatan pokok

diperoleh dari Langkah 3

Langkah-langkah perhitungan Standar Beban Kerja (SBK) sebagai berikut:

a. Pengisian data Jenis tugas, Kegiatan, Norma Waktu. dan WaktuKerja

Tersedia (WKT).

69
b. Selanjutnya menghitung SBK SBK = WKT : Norma Waktu

5. Menghitung Standar Kegiatan Penunjang

Tugas Penunjang adalah tugas untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan

balk yang terkait langsung atau tidak langsung dengan tugas pokok dan

fungsinya yang dllakukan oleh seluruh jenis SDMK. Faktor Tugas

Penunjang (FTP) adalah proporsi waktu yang digunakan untuk

menyelesaikan setiap kegiatan per satuan waktu (per hari atau per minggu

atau per bulan atau per semester). Standar Tugas Penunjang adalah suatu

nilai yang merupakan pengali terhadap kebutuhan SDMK tugas pokok.

Langkah-langkah perhitungan, sebagai berikut :

a. Waktu Kegiatan = Rata-rata waktu x 264 hr, bila satuan waktu per

hari

= Rata-rata waktu x 52 mg. bila satuan waktu per

minggu

= Rata-rata waktu x 12 bin, bila satuan waktu per

bulan

= Rata-rata waktu x 2 smt, bila satuan waktu per smt

= (4) X 264, bila satuan waktu per hari

= (4) X 52, bila satuan waktu per minggu

= (4)x12, bila satuan waktu per bulan

= (4) X 2, bila satuan waktu per semester

b. Faktor Tugas Penunjang (FTP) = (Waktu kegiatan) : (WKT) x 100

70
c. Standar Tugas Penunjang (STP) = (1 / (1- FTP/100)), sebagai faktor

pengali

6. Menghitung Kebutuhan SDMK Per Institusi / Fasyankes

Data dan informasi yang dibutuhkan per Fasyankes, sebagai berikut:

a. Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu :

• Waktu Kerja Tersedia (WKT) dari langkah-02

• Standar Beban Kerja (SBK) dari langkah-04, dan

• StandarTugas Penunjang (STP) dari langkah-05

b. Data Capaian (Cakupan) tugas pokok dan kegiatan tiap Fasyankes

selama kurun waktu satu tahun.

Rumus Kebutuhan SDMK sebagai berikut :

Capaian ( 1th )
Kebutuhan SDMK = × STP
Standar Beban Kerja

H. Sistem Informasi Kesehatan

Suatu sistem informasi terrdiri dari data, manusia, proses serta

kombinasi dari perangkat keras, peangkat lunak, dan teknologi komusikasi

atau dikenal dengan teknologi informasi. Pengguna sistem informasi terlibat

dalam 3 tahap yaitu memasukkan data pemosesan data dan pengeluaran

informan. Tahap pemasukan data menggunakan formulir data atau lembar

data yang bisa jadi belum memiliki arti. Sistem kemudian akan mengolah

data ini menjadi informasi yang lebih berarti (Hatta, 2013: 284).

Mengutip pendapat Hurtubise, sistem informasi didefinisikan sebagai

sistem yang menyediakan informasi yang spesifik untuk mendukung proses

pengambilan keputusan disetiap tingkatan organisasi. Sehingga, tujuan akhir

71
sistem informasi kesehatan bukanlah untuk mengumpulkan data dan

informasi melainkan memperbaiki tindakan (improve action). Oleh karena

itu, pengertian sistem informasi kesehatan adalah seperangkat komponen dan

prosedur yang terorganisasi dengan tujuan untuk menghasilkan informasi

untuk memperbaiki keputusan manajemen disemua tingkatan organisai sistem

pelayan kesehatan (Hatta, 2013: 286).

I. Gambaran Penyelenggraan Sistem Informasi

SIMRS adalah system teknologi informasi komunikasi yang memproses

dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam

bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk

memperoleh informasi secara tepat dan akkurat, dan merupakan bagian dari

system informasi kesehatan. (Permenkes 2013:82)

Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, direktorat jendral

yang meeyelenggarakan urusan dibidang bina upaya kesehatan. Kementrian

kesehatan membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan terbarukan

untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan

secara tepat. Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan, rumah sakit sering mengalami kesulitan

dalam pengelolaan informasi baik untuk kebutuhan internal maupun

eksternal sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan informasi yang

efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel. Salah satu

bentuk penerapannya melalui system pelayanan dengan memanfaatkan

72
teknologi informasi melalui penggunan system informasi berbasis computer.

(Permenkes 2013:82)

Pesatnya kemajuan teknologi dibidan informasi telah melahirkan

perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam kaitan ini, peran dan fungsi layanan data dan informasi yang

dilaksanakan rumah sakit sebagai salah satu unit kerja pengelola data dan

informasi dituntut untuk mampu melakukan berbagai penyesuaian dan

perubahan.

System informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data dan

informasi degan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, muudah, akurat,

terpadu, aman dan efisien, khususnya membantu dalam memperlancar dan

mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan system

pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaran rumah sakit di

Indonesia.(Permenkes 2013:82)

73

Anda mungkin juga menyukai