Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan undang - undang nomor 44 tahun

2009 tentang rumah sakit, pengertian rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


a. Tugas Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna UU RI

Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).


b. Fungsi Rumah Sakit
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan

pemulihan kesehatan sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit.


2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat

kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.


3) Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber

daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan

dalam pemberian pelayanan kesehatan.


4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

4
5

peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang

kesehatan (UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit).
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes RI No. 56 tahun 2014 berdasarkan jenis

pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah

sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah Sakit Umum

diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A

paling sedikit meliputi :


a. Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari :
1) Pelayanan gawat darurat;
2) Pelayanan medik spesialis dasar;
3) Pelayanan medik spesialis penunjang;
4) Pelayanan medik spesialis lain;
5) Pelayanan medik subspesialis; dan
6) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
b. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan

generalis dan spesialis serta asuhan kebidanan.


d. Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan

intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi,

instrumen dan rekam medis.


e. Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry / linen, jasa

boga / dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,

gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan


6

jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.


f. Pelayanan rawat inap yang harus dilengkapi :
1) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga

puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik

pemerintah.
2) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua

puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik

swasta.
3) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen)

dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan

rumah sakit milik swasta.

B. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Rekam medis adalah keterangan baik yang

tertulis maupun yang terekam tentang identitas,

anamnese, pemeriksaan fisik, laboratorium,

diagnosa serta pelayanan dan tindakan medis

yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan

baik dirawat inap, rawat jalan maupun yang

mendapatkan pelayanan gawat darurat (Depkes

RI, 1997 : 6).


7

Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan

dokumen tentang isentitas pasien, pemeriksaan , pengobatan ,

tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

(Hatta, 2013 : 416).

2. Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis

Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan

di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam

medis yang baik dan benar, pelayanan yang bermutu dan

berkualitas dalam tertib administrasi rumah sakit tidak akan

berhasil sebagaimana yang diharapkan, sedangkan tertib

administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan di

dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit ( Departemen

Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam

Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi I . ( Jakarta : 1997 ). )

(hlm. 7).
Menurut Huffman (1994 ), tujuan utama rekam medis adalah

untuk mencatat secara akurat dan lengkap dalam

mendokumentasikan riwayat kesehatan pasien, termasuk penyakit

masa lalu dan penyakit sekarang, serta pengobatannya dengan

penekanan pada kejadian-kejadian yang mempengaruhi pasien

selama periode perawatan.


8

Kegunaan rekam medis dikenal dengan sebutan ALFRED

(Admistration, Legal, Financial, Riset, Education dan

Dokumentation, Hatta, 1985).


a. Aspek Administrasi (Administration)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena

isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung

jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan

pelayanan kesehatan.
b. Aspek Hukum (Legal)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya

menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar

keadilan, dalam rangka usaha menegakan hukum serta penyedian

hukum tanda bukti untuk menegakan keadilan.

c. Aspek Keuangan (Financial)


Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya

mengandung data atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai

aspek keuangan.
d. Aspek Penelitian (Riset)
Suatu berkas rekam medis mempunayai nilai penelitian karena

isinya menyangkut data atau informasi yang dapat dipergunakan

sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang

kesehatan.
e. Aspek Pendidikan (Education)
Suatu berkas rekam medis yang mempunyai nilai pendidikan karena

isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan

kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien,


9

informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi

pengajaran dibidang profesi si pemakai.


f. Aspek Dokumentasi (Documentation)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena

isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan

dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit

(DepKes RI, 1997 : 7-8).

3. Rekam Medis sebagai Pondasi Utama Koding

Tenaga Rekam Medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab

atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh

tenaga medis. Oleh karena itu untuk hal yang kurang jelas atau yang tidak

lengkap sebelum koding ditetapkan komunikasikan terlebih dahulu kepada

dokter yang membuat diagnosis tersebut. Setiap pasien selesai mendapatkan

pelayanan baik rawat jalan maupun rawat inap, maka dokter harus segera

membuat diagnosis akhir. Kelancaran dan kelengkapan pengisian Rekam

Medis di unit rawat jalan dan di unit rawat inap atas kerja sama tenaga

medis dan tenaga kesehatan lain yang ada di masing-masing unit kerja

tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan pada pasal 3 dan 4 Permenkes RI

No.794a/MenKes/Per/XII/1989 tentang rekam medis.

Untuk lebih meningkatkan informasi dalam rekam medis, petugas

rekam medis harus membuat koding sesuai dengan klasifikasi yang tepat

(Depkes RI, 1997 : 60-61).

C. Sistem Klasifikasi Penyakit


10

Sistem klasifikasi penyakit adalah sistem yang mengelompokkan penyakit-

penyakit dan prosedur-prosedur yang sejenis ke dalam satu grup nomor kode

penyakitdan tindakan yang sejenis. International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems (ICD) dari WHO, adalah sistem

klasifikasi yang komprehensif dan diakui secara internasional. Sesuai peraturan

Depkes, sistem klasifikasi yang harus digunakan sejak tahun 1996 sampai saat

ini adalah ICD-10 dari WHO (Klasifikasi Statistik Internasional mengenai

Penyakit dan Masalah yang berhubungan dengan kesehatan, Revisi Ke

Sepuluh).

Sistem klasifikasi memudahkan pengaturan pencatatan, pengumpulan,

penyimpanan, pengambilan, dan analisis data kesehatan. Terlebih lagi, sistem

ini juga membantu pengembangan dan penerapan sistem pencatatan dan

pengumpulan data pelayanan klinis pasien secara manual maupun elektronik

(Hatta, 2013: 131).

D. Diagnosa

1. Pengertian Diagnosa

Diagnosa merupakan penentuan sifat penyakit atau membedakan satu

penyakit dengan yang lainnya (Dorland, 2011: 309).

2. Jenis Diagnosa
11

Menurut Hatta (2008 : 140) diagnosa dibagi menjadi beberapa jenis,

yakni sebagai berikut :

a. Kondisi utama adalah suatu diagnosis/kondisi kesehatan yang

menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang

ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas

kebutuhan sumber daya pengobatannya.

b. Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama

pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode pelayanan.

c. Komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau

kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan/asuhan khusus

setelah masuk dan selama rawat.

d. Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan

memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang

disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul sebagai akibat dari

pelayanan yang diberikan kepada pasien.

E. ICD-10

1. Pengertian ICD-10

Internasional Statistical Classification of Disease and Related Health

Problems (ICD) dari WHO, adalah sistem klasifikasi statistik penyakit yang
12

komprehensif dan digunakan dan diakui secara internasional (Hatta, 2008:

131).

Menurut Hatta (2008) ICD-10 terdiri atas 3 volume, yaitu:

a. Volume 1

1) Pengantar

2) Pernyataan

3) Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit

4) Laporan konferensi internasional yang menyetujui revisi ICD-10

5) Daftar kategori tiga karakter

6) Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk subkategori

empat karakter

7) Daftar morfologi neoplasma

8) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas

9) Definisi-definisi

10) Regulasi-regulasi nomenklatur

b. Volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan, berisi:

1) Pengantar

2) Penjelasan tentang International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems

3) Cara penggunaan ICD-10

4) Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan morbiditas

5) Presentasi statistik

6) Riwayat perkembangan ICD.


13

c. Volume 3 (indeks abjad)

1) Pengantar

2) Susunan indeks secara umum

3) Seksi I: indeks abjad penyakit, bentuk cedera

4) Seksi II: penyebab luar cedera

5) Seksi III: tabel obat dan zat kimia

6) Perbaikan terhadap volume 1.

2. Fungsi dan Kegunaan ICD-10

Fungsi ICD-10 sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait

kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan

mortalitas.

Menurut Hatta (2008) Penerapan pengkodean sistem ICD-10 digunakan

untuk:

a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan

kesehatan

b. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis

c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait

diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan

d. Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis-related groups)

untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan

e. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan

pelayanan medis
14

g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai kebutuhan zaman

h. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

3. Penggunaan ICD-10

Dalam menggunakan ICD-10, perlu diketahui dan dipahami bagaimana

cara pencarian dan pemilihan nomor kode yang diperlukan. Pengkodean

dijalankan melalui penahapan mencari istilah di buku ICD volume 3,

kemudian mencocokkan kode yang ditemukan dengan yang ada di volume

1 (Hatta, 2008: 137).

Menurut Hatta (2008) Sembilan langkah dasar dalam menentukan kode:

a. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume 3

Alphabetical Indeks (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit

atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX dan XXI

(vol. 1), gunakanlah ia sebagai lead term untuk dimanfaatkan sebagai

panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi 1 indeks (volume 3).

Bila pernyataan adalah penyebab luar (external cause) dari cedera

(bukan nama penyakit yang ada di Bab XX (vol. 1), lihat dan cari

kodenya pada seksi II di index (vol. 3).

b. Lead term (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata sifat

atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun demikian,

beberapa kondisi ada yang diekspresikan sebagai kata sifat atau eponim
15

(menggunakan nama penemu) yang tercantum di dalam indeks sebagai

lead term.

c. Baca dengan saksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul dibawah

istilah yang akan dipilih pada volume 3.

d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung ( ) sesudah lead term

(kata dalam tanda kurung = modifier, tidak akan memengaruhi kode).

Istilah lain yang ada di bawah lead term (dengan tanda (-) minus = idem

= indent) dapat mempengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata

diagnostik harus diperhitungkan).

e. Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references) dan

perintah see dan see also yang terdapat dalam indeks.

f. Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling

tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi

keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat itu ada di

dalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam

indeks (vol. 3). Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode

tambahan (additional code) serta aturan cara penulisan dan

pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam

sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas.

g. Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau

bagian bawah suatu bab (chapter), blok, kategori, atau subkategori.

h. Tentukan kode yang anda pilih.


16

i. Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode

untuk pemastian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang

diagnosis utama di berbagai lembar formulir rekam medis pasien, guna

menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan.

F. Pemberian Kode (Coding)

1. Pengertian Koding

Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf

atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen

data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis

harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan

pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen

dan riset bidang kesehatan (Depkes RI, 1997: 60).

2. Tujuan Koding

Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)

bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera,

gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan (Depkes RI, 1997 : 60).

3. Faktor yang mempengaruhi koding

Kecepatan dan ketepatan koding dari suatu diagnosis sangat tergantung

kepada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut yaitu:

a. Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis

b. Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode


17

c. Tenaga kesehatan lainnya (Depkes RI, 1997: 60).

4. Tahap Proses Pengodean

Untuk pengodean yang akurat diperlukan rekam medis pasien yang

lengkap. Pengode harus melakukan analisis kualitatif terhadap isi rekam

medis tersebut untuk menemukan diagnosis, kondisi, terapi, dan pelayanan

yang diterima pasien. Rekam medis harus memuat dokumen yang akan

dikode, seperti pada lembar depan (RMI, lembar operasi dan laporan

tindakan, laporan patologi dan resume pasien keluar). Pengode membantu

meneliti dokumen untuk verifikasi diagnosis dan tindakan kemudian baru

ditetapkan kode dari diagnosis dan tindakan tersebut. Hasil pengodean

secara periodik seyogianya dilakukan audit (Hatta, 2008: 156).

5. Peran Dokter dan Petugas Koding

a. Peran dokter

Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan

tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah

oleh karenanya diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi dengan

lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10.

b. Peran Petugas Koding

Tenaga medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab

atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh

tenaga medis (Depkes RI, 1997: 60).

G. Neoplasma
18

1. Pengertian Neoplasma

Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel yang terjadi karena

dalam tubuh timbul dan berkembang biak sel sel baru yang

bentuk, sifat dan kinetikanya berbeda dari sel normal asalnya.

Sel yang baru itu pertumbuhannya liar, terlepas dari system kendali

pertumbuhan normal sehingga merusak bentuk dan fungsi organ

yang terkena.

Kata neoplasma berasal dari bahasa yunani , neos yang

berarti baru dan plasein yang berarti bentukan, yaitu bentukan

baru berupa sel baru yang berbeda dari sel asalnya.

Sel neoplasma itu terjadi karena ada mutasi atau transformasi

sel normal akibat adanya kerusakan gen yang mengatur

pertumbuhan dan diferensiasi sel (Sukardja,2000:85).

2. Jenis Neoplasma

Dikenal ada empat jenis neoplasma yaitu:

1) Neoplasma ganas

Neoplasma yang klinis atau patologis suatu neoplasma ganas, yang

telah menunjukan infiltrasi atau invasi menembus membrane basalis ke

jaringan atau organ disekitarnya. Neoplasma ganas juga sering disebut

kanker.

2) Neoplasma In Situ

Neoplasma ganas yang sel selnya masih terbatas letak intra- epithelial,

intra duktal atau intralobular belum menembus membrane basalis.


19

3) Neoplasma Jinak

Neoplasma yang klinis dan patologis jinak.

4) Neoplasma yang sifatnya tidak tentu apakah jinak atau ganas.

Neoplasma yang klinis dan patologis kelihatannya sebagai suatu

neoplasma jinak , tetapi perjalanan penyakit menunjukan ada sebagian

yang dapat berubah sifatnya menjadi ganas (Sukardja, 2000:88).

3. Kode Neoplasma

a. Kode Diagnosis

Kode penyakit neoplasma diklasifikasikan oleh WHO pada bab II dalam

ICD-10 pada kode C00- D48.

C00 C14 Neoplasma ganas bibir, rongga mulut dan faring

C15 C26 Neoplasma ganas alat cerna

C30 C39 Neoplasma ganas alat nafas dan rongga dada

C40 C41 Neoplasma ganas tulang dan tulang rawan sendi

C43 C44 Melanoma dan Neoplasma ganas kulit lainnya

C45 C49 Neoplasma ganas mesotelial dan jaringan lunak\

C50 Neoplasma ganas payudara

C51 C58 Neoplasma ganas alat kelamin wanita

C60 C63 Neoplasma ganas alat kelamin pria

C64 C68 Neoplasma ganas saluran kemih

C69 C72 Neoplasma ganas mata, otak dan susunan saraf pusat

lainnya.

C73 C75 Neoplasma ganas tiroid dan kelenjar endokrin lain


20

C76 C80 Neoplasma ganas sekunder, tempat tidak jelas,

tempat tidak ditentukan

C81 C96 Neoplasma ganas limfoid, hemopoetik dan jaringan

terkait

C97 Neoplasma ganas multiple primer

D00 D09 Karsinoma in situ

D10 D36 Neoplasma Jinak

D37 D48 Neoplasma yang tak menentu perangainya (Rahayu,

2013 : 31).

b. Kode Morfologi

Nomor kode morfologi terdiri dari lima digit, empat digit pertama

mengidentifikasi jenis histologis neoplasma dan kelima setelah slash

atau solidus menunjukan perilakunya.

Contoh kode morfologi Carcinoma lobular lower outer quadrant of

the left breast ( M8520/3).

Kode perilaku satu angka tersebut adalah sebagai berikut:

/0 Jinak

/1 Tidak pasti apakah jinak atau ganas

Borderline keganasan

Rendah ganas potensial

/2 Intraepitelial

Noninfiltrating

Noninvasif
21

/3 ganas situs, utama

/6 ganas situs, metastasis

Ganas situs sekunder

/9 Ganas, tidak pasti apakah situs primer atau metastasis

Tabel II.1 Korespondensi antara kode perilaku dan berbagai


bagian bab II :

Behaviour Chapter II
Code Categories
/0 Benign neoplasma D10- D36
/1 Neoplasma of Uncertain and unknown D37- D48
behavior
/2 In situ neoplasma D00- D09
/3 Malignant neoplasma, stated or presumed to C00- C76
be primary C80- C97
/6 Malignant neoplasma, stated or presumed to C77- C79
be secondary
(Rahayu, 2013 : 201 - 202).

H. Carcinoma Mammae

1. Pengertian Carcinoma Mammae

Carcinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel

normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal,

berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah

(Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi, 2015 : 113).

2. Etiologi Carcinoma Mammae


Penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan, tetapi

terdapat beberapa faktor resiko yang relah ditetapkan, keduanya

adalah lingkungan dan genetic. Kanker payudara memperlihatkan

proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus

payudara. Pada awalnya hanya terdapat hyperplasia sel dengan


22

perkembangan sel-sel yang atipikal dan kemudian berlanjut

menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Kanker

membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari satu sel menjadi

massa. Hormone steroid yang dihasilkan oleh ovarium juga

berperan dalam pembentukan kanker payudara (estradisol dan

progesterone mengalami perubahan dalam lingkungan seluler)

(Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi, 2015 : 113).


3. Manifestasi Klinik Carcinoma Mammae
Tanda kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas,

mirip pada tumor jinak, masa lunak, batas tegas, mobile, bentuk

bulat dan elips. Gejala carcinoma kadang tak nyeri, kadang nyeri,

adanya keluaran dari puting susu, putting eritema, mengeras,

asimetik, infersi, gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat

sebagai petunjuk adanya metastase (Nurarif, Amin Huda dan

Kusuma, Hardi, 2015 : 114).


4. Stadium Carcinoma Mammae

a. Stadium 0

Kanker tidak atau belum menyebar keluar dari pembuluh dan saluran

payudara dan kelenjar kelenjar susu pada payudara.

b. Stadium I
Tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada

pembuluh getah bening. Besarnya tumor tidak lebih dari 2 2,25 cm

dan tidak terdapat penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening

ketiak.
c. Stadium II a

Pada stadium ini, pasien mengalami hal hal sebagai berikut :


23

1) Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah

ditemukan pada titik titik pada saluran getah bening di ketiak.


2) Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 5 cm.

belum menyebar ke titik titik pembuluh getah bening pada ketiak.


3) Tidak ada tanda tanda tumor pada payudara, tetapi ditemukan

pada titik titik di pembuluh getah bening ketiak.


d. Stadium II b

Pada stadium ini, penderita kanker payudara akan mengalami atas

berada pada kondisi sebagai berikut :

1) Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 5 cm.

2) Telah menyebar pada titik titik dipembuluh getah bening ketiak.

3) Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm, tapi belum menyebar.

e. Stadium III a

Pada stadium ini, penderita kanker payudara akan mengalami atau

berada pada kondisi sebagai berikut :

1) Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik

titik pada pembuluh getah bening ketiak.

2) Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik

titik pada pembuluh getah bening ketiak.

f. Stadium III b
24

Pada stadium ini, tumor telah menyebar ke dinding dada atau

menyebabkan pembengkakan dan bisa juga terdapat luka bernanah di

payudara atau didiagnosis sebagai inflammatory breast cancer. Bisa jadi

sudah menyebar ke titik titik pada pembuluh getah bening di ketiak

dan lengan atas, tetapi tidak menyebar ke bagian tubuh lain dari organ

tubuh.

g. Stadium III c

Pada stadium ini, kondisinya hamper sama dengan stadium III b, tetapi

kanker telah menyebar ke titik titik pada pembuluh getah bening

dalam group N3. Dengan kata lain, kanker telah menyebar lebih dari 10

titik di saluran getah bening di bawah tulang selangka.

h. Stadium IV

Pada tahap ini, kondisi pasien tentu sudah mencapai tahap parah yang

sangat kecil kemungkinan bisa disembuhkan. Pada stadium ini ukuran

tumor sudah tidak bisa ditentukan lagi dan telah menyebar atau

bermetastasis ke lokasi yang jauh, seperti tulang, paru paru, liver,

tulang rusuk atau organ organ tubuh lainnya. (Pamungkas, 2011:104)

5. Pemeriksaan Penunjang Carcinoma Mammae


a. Scan (mis, MRI, CT, gallium) dan ultrasound
b. Biopsi : untuk mendiagnosis adanya BRCA1 dan BRCA2
c. Penanda tumor
d. Mammografi
e. Sinar X dada (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi, 2015 : 115).

6. Kode Neoplasma Mammae

C50 Malignant Neoplasma Of Breast

C50.0 Nipple and Areola


25

C50.1 Central Portion Of Breast

C50.2 Upper Inner Quadrant Of Breast

C50.3 Lower Inner Quadrant Of Breast

C50.4 Upper Outer Quadrant Of Breast

C50.5 Lower Outer Quadrant Of Breast

C50.6 Axillary Tail Of Breast

C50.8 Overlapping Lesion Of Breast

C50.9 Breast, Unspecified(WHO,2010:185)

D05 Carcinoma In Situ Of Breast

D05.0 Lobular Carcinoma In Situ

D05.1 Intraductal Carcinoma In Situ

D05.7 Other Carcinoma In Situ Of Breast

D05.9 Carcinoma In Situ Of Breast, Unspecified (WHO,2010:206)

D24 Benign Neoplasma Of Breast(WHO,2010: 215)

D48.6 Breast

Connective Tissue Of Breast

Cystosarcoma Phyllodes (WHO,2010:225)

7. Letak Kanker Payudara

Kanker payudara dapat terjadi dibagian mana saja dalam payudara,

tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar di mana sebagian besar

jaringan payudara terdapat. Dalam menentukan lokasi kanker payudara,

payudara dibagi menjadi empat kuadran, yaitu kuadran lateral (pinggir

atas), lateral bawah, medial (tengah atas), dan median bawah.


26

Gambar II.1. Kuadran Letak Kanker Payudara

Keterangan:

1. Kuadran I Lateral atas(pinggir atas)


2. Kuadran II Lateral bawah
3. Kuadran III Medial atas (tengah atas)
4. Kuadran IV Medial bawah

Menurut Hoskins et, al (2005) Untuk mempermudah menyatakan letak

suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu :

1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)

2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)

3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)

4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)

5. Regio puting susu (nipple)

I. Tinjauan Ketepatan

Pengertian tinjauan ketepatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

dapat dijabarkan sebagai berikut:


27

1. Tinjau adalah melihat sesuatu yang jauh dari tempat ketinggian; melihat,

menilik, mempertimbangkan kembali.

2. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki,

mempelajari).

3. Tepat adalah betul atau cocok

Proses pengkodean harus dimonitor untuk beberapa elemen sebagai berikut:

1. Konsisten bila dikode petugas berbeda kode tetap sama (Reability)

2. Kode tetap sesuai diagnosis dan tindakan (Validity)

3. Mencakup semua diagnosis dan tindakan yang ada di rekam medis

(Completeness)

4. Tepat waktu (Timeliness) (Hatta, 2008: 155).

Indikator ketepatan pengkodean yang dinyatakan dengan persentase:

1. 96-100% tepat, disebut terbaik

2. 92-95% tepat, disebut melebihi harapan

3. 89-94% tepat, disebut sesuai harapan

4. 84-88% tepat, disebut butuh peningkatan

5. <84% disebut tidak memuaskan (Hatta, 2008: 316).

Anda mungkin juga menyukai