Anda di halaman 1dari 106

TINJAUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS

TIPE II PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP


BERDASARKAN ICD-10 DI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH KARANGANYAR
TAHUN 2017

KARYA TULIS ILMIAH


Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program
Studi Diploma III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA

Disusun Oleh :
YOVIE NANDA CATUR FENNESIA APRILLYANI
2015185

AKADEMI PEREKAM MEDIK DAN INFORMATIKA KESEHATAN


APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA
2018

i
PERSETUJUAN

ii
PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji
Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah Akademi Perekam Medik dan Informatika
Kesehatan (APIKES) Citra Medika Surakarta
Oleh :
Yovie Nanda Catur Fennesia Aprillyani

2015185

Telah Dipertahankan di Hadapan Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah


Akademi Perekam Medik dan Informatika Kesehatan (APIKES) Citra Medika
Surakarta dan Diterima untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh
Gelar Ahli Madya Kesehatan

Pada Tanggal : 26 Februari 2018


Dewan Penguji :

Penguji I : Wahono, S.Kom., M.Kes ………………………...

Penguji II : Warsi Maryati, S.KM., MPH ………………………...

Mengesahkan,
Direktur
APIKES Citra Medika Surakarta

Tominanto, S.Kom., M.Cs

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

Proposal KTI yang berjudul: “Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis diabetes

mellitus tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan

ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017” ini

adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya

ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik

serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan

disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari

terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima

sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan (Permendiknas No. 17,

tahun 2010).

Surakarta, Februari 2018


Mahasiswa

materai 6000

Yovie Nanda Catur Fennesia A


2015185

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, tiada kata yang dapat penulis ucapkan

untuk mengawali selain ungkapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

Kekuatan yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis

Diabetes mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap

Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun

2017.”

Adapun maksud dan tujuan penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini

adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program

pendidikan Diploma III Perekam Medis Dan Informatika Kesehatan (APIKES)

Citra Medika Surakarta.

Keberhasilan penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari

bantuan dan bimbingan berbagai pihak yang telah membimbing dan membantu

penulis untuk menyelesaikan penulisan ini, oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Tominanto, S.Kom., M.Cs selku Direktur Apikes Citra Medika Surakarta.

2. dr. Aditya Nurcahyanto selaku Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Karanganyar yang telah mengizinkan penulis untuk menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini.

3. Wahono, S.KM., M.Kes selaku pembimbing I Karya Tulis Ilmiah yang telah

memberikan bimbingan secara materi kepada penulis.

v
4. Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku pembimbing II Karya Tulis Ilmiah yang

telah memberikan bimbingan secara teknis juga materi kepada penulis.

5. Dyah Rochani, A.Md. RMIK selaku Kepala Bagian Rekam Medis Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.

6. Seluruh staff dan karyawan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar

yang telah memberikan informasi selama proses penelitian.

7. Kedua Orangtua yaitu bapak dan ibu yang telah memberikan dukungan moril

dan materil kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu dosen APIKES Citra Medika Surakarta yang telah

memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

mendukung dan membantu terselesaikannya karya tulis ilmiah in.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh

dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penuli

harapkan. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

kepada pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

PENGESAHAN ..................................................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ....................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

E. Lingkup Penelitian ................................................................................... 7

F. Keaslian Penelitian ................................................................................... 8

G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Rekam Medis .......................................................................................... 13

vii
B. ICD-10 .................................................................................................... 18

C. Coding .................................................................................................... 33

D. Kode Diabetes Mellitus Pada ICD-10 .................................................... 48

E. Diabetes mellitus .................................................................................... 56

F. Kerangka Teori ....................................................................................... 68

G. Kerangka Konsep ................................................................................... 70

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 72

B. Variabel Penelitian ................................................................................. 72

C. Definisi Operasional Variabel ................................................................ 73

D. Populasi dan Sampel .............................................................................. 74

E. Pengumpulan Data ................................................................................. 76

F. Pengolahan Data ..................................................................................... 79

G. Analisis Data .......................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar 10 besar Penyakit……………………………………………..4

Tabel 1.2 Keaslian Karya Tulis Ilmiah………………………………………….8

Tabel 1.3 Bab ICD-10………….………………………………………………21

Tabel 1.4 Kadar Glukosa Darah…………………………………………….….58

Tabel 1.5 Definisi Operasional………………………………………………...73

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kategori 3 Karakter………………………………………………..22

Gambar 2.2 Kategori 4 Karakter………………………………………………...23

Gambar 2.3 Kerangka Teori……………………………………………………..68

Gambar 2.4 Kerangka Konsep…………………………………………………..70

x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Observasi

Lampiran 2 Pedoman Wawancara

Lampiran 3 Hasil Survei 10 Dokumen Rekam Medis

Lampiran 4 Tabel kerja Keakuratan Kode Diagnosis Dokumen RekamMedis

Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Proposal Karya Tulis Ilmiah

xi
DAFTAR SINGKATAN

A : Akurat

ADA : American Diabetes Melitus Association

APIKES : Akademi Perekam Medik dan Informatika Kesehatan

Depkes : Departemen Kesehatan

dkk : dan kawan-kawan

DLL : Dan Lain-lain

DPP : Dipeptidyl Peptidase

DMTI : Diabetes Mellitus Tergantung Insulin

DMTTI : Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin

HIV : Human Immunodeficiency Virus

ICD : International Statistical Classification Of Disease And

Related Health Problem

ICD-9-CM : International Classification of Diseases 9th Revision

Clinical Modification

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus

INA-CBG‟s : Indonesia Case Base Groups

IPP : Instalasi Pemeriksaan Penunjang

MenKes : Menteri Kesehatan

NEC : Not Elsewhere Classified

NIDDM : No Insulin Dependent Diabetes Mellitus

NOS : Not Otherwise Specified

OHO : Obat Hipoglikemi Oral

xii
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

pusdatin : Pusat Data Dan Informasi

RI : Republik Indonesia

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

SPO : Standar Prosedur Operasional

TA : Tidak Akurat

TPPRJ : Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

TPPRI : Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap

TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral

URI : Unit Rawat Inap

UGD : Unit Gawat Darurat

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan jaman setiap rumah sakit harus siap menerima

perkembangan teknologi dan informasi. Rumah Sakit merupakan salah

satu instansi yang mampu memberikan jasa pelayanan kesehatan dan

dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat dan tepat

kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang rumah sakit, rumah sakit

merupaka intitusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit memiliki pengaruh

terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya rumah sakit untuk

meningkatkan pelayanan dilakukan dengan cara memberikan pelyanan

yang baik dan cepat kepada masyarakat. Pelayanan atau kegiatan rumah

sakit seperti kegiatan pengobatan dan perawatan harus didokumentasikan

ke dalam rekam medis (medical record).

Berdasarkan Permenkes RI No.269/Menkes/Per/2008 tentang Rekam

Medis, rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemerikasaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pada instalasi rekam

1
2

medis terdapat beberapa bagian, salah satunya bagian yang berkaitan

dengan pengkodean diagnosis yaitu bagian coding.

Coding merupakan salah satu bagian di instalasi rekam medis yang

berkaitan dengan pengkodean diagnosis dimana pengkodean dilakukan

oleh seorang petugas yaitu coder. Tugas coder yaitu memberikan kode

pada setiap diagnosis maupun tindakan telah diberikan pada

pasienjberdasarkan ICD-10 maupun ICD-9CM. Coder juga bertanggung

jawab atas keakuratan kode diagnosis dan tindakan yang diberikan kepada

pasien.

Mengkode diagnosis merupakan tugas seorang petugas coder biasanya

coder menggunakan standar klasifikasi International Statistical

Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revision

(ICD-10) sehingga kode yang dihasilkan tepat dan akurat. Isi dokumen

rekam medis antara lain tercantum diagnosis utama penyakit pasien serta

tindakan yang dilakukan oleh dokter apabila tindakan tersebut diperlukan.

Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis

harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan

pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,

manajemen dan riset bidang kesehatan. (Depkes RI, 2006).

Pentingnya keakuratan kode diagnosis akan mempengaruhi data dan

informasi laporan, ketepatan tarif INA-CBG‟s yang pada saat ini digunakan

sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien Jaminan Kesehatan

Nasional. Keakuratan kode diagnosis berperan penting terhadap analisis


3

pembiayaan pelayanan kesehatan, pelaporan data morbiditas dan

mortalitas, pengambilan kebijakan serta menentukan bentuk pelayanan

yang harus direncanakan.

Diabetes mellitus tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun

atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-

sel beta pancreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagain non

insulin dependent diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe II adalah

penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah

akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan atau gangguan

fungsi insulin (sekresi insulin).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2014 jumlah

penderita diabetes mellitus telah meningkat dari 108 juta penderita di

tahun 1980 menjadi 422 juta penderita pada tahuan 2014. Prevalensi

global diabetes mellitus di kalangan orang dewasa diatas usia 18 tahun

telah meningkat dari 4.7% pada tahun 1980 menjadi 8.5% di tahun 2014.

Pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 1.6 juta kematian secara langsung

disebabkan oleh diabetes mellitus, sedangkan 2.2 juta kematian lainnya

disebabkan oleh gula darah tinggi pada tahun 2012. Di Indonesia

berdasarkan Pusat Data Dan Informasi (PUSDATIN) Kementerian

Kesehatan RI pada tahun 2013 6.9% atau sekitar 12 juta penduduk

Indonesia menderita diabetes mellitus. Pada Riset Kesehatan Dasar

(RISKEDAS) tahun 2013 dari 6.9% penderita diabetes mellitus yang


4

didapatkan, 30.4% yang telah terdiagnosis sebelumnya dan 60.6% tidak

terdiagnosis sebelumnya.

Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar penyakit diabetes

mellitus tipe II menempati urutan ke-6 pada daftar 10 besar penyakit

dengan jumlah pasien sebesar 493. Berikut merupakan tabel daftar 10 besar

penyakit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar periode

Januari 2017 :

Tabel 1.1
Daftar 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Karanganyar Periode Januari 2017
No Nama Penyakit Kode ICD Jumlah
Pasien
1. Dyspepsia K30 1.109
2. Thypoid Fever A01.0 935
3. Diarrhoea and gastroenteritis of A09 657
presumed infection origin
4. Essential (Primary) I10 605
hypertension
5. Mild and moderate birth P21.1 500
asphyxia
6. DM TIPE II E11.9 493
7. Gastritis Unspecified K29.7 482
8. Cerebral Infarction I63.9 464
9. Congestive heart failure I50.0 464
10. Anemia, unspecified D64.9 440
Sumber : Laporan Bulanan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Karanganyar

Berdasarkan hasil analisis 10 dokumen rekam medis pasien rawat inap

diagnosis diabetes mellitus tipe II, dari 10 sampel dokumen rekam medis

terdapat 5 dokumen tidak akurat dan sejumlah 5 dokumen rekam medis

akurat. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk

mengambil judul penelitian “Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis


5

Penyakit diabetes mellitus tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat

Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Karanganyar Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, rumusan

masalah penelitian ini adalah “bagaimana keakuratan kode diagnosis

diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap

berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar

tahun 2017?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui keakuratan kode diagnosis penyakit diabetes mellitus

Tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui prosedur pencatatan diagnosis diabetes mellitus tipe II

pada dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10

di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.

b. Mengetahui prosedur kodefikasi diabetes mellitus tipe II pada

dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.


6

c. Mengetahui keakuratan kode diabetes mellitus tipe II pada dokumen

rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Karanganyar.

d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan dan

ketidakakuratan kode diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam

medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Manfaat penelitian ini bagi rumah sakit adalah sebagai bahan

masukan dalam pengambilan kebijakan di bagian unit rekam medis

khususnya di bagian coding mengenai penerapan prosedur kodefikasi,

dan mengenai kekuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II agar

menghasilkan kode yang tepat dan akurat.

2. Bagi Institusi

Manfaat penelitian ini bagi institusi adalah sebagai bahan referensi

kepustakaan yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis yaitu guna menambah

pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan acuan referensi untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya sesuai dengan materi yang

bersangkutan dengan mengetahui keakuratan kode diagnosis diabetes


7

mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap

berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Karanganyar 2017.

E. Lingkup Penelitian

1. Lingkup Keilmuan

Lingkup Keilmuan dalam penelitian ini adalah sub bidang rekam medis

dan informasi kesehatan

2. Lingkup Materi

Lingkup Materi dalan penelitian ini adalah Klasifikasi, dan kodefikasi

Penyakit.

3. Lingkup Lokasi

Lingkup lokasi penelitian ini adalah pada Sub bagian Rekam Medis di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar

4. Lingkup Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan retrospective serta pengambilan data dengan metode

observasi dan wawancara.

5. Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah standar operasional prosedur (SPO) rumah

sakit, dan dokumen pasien rawat inap.


8

F. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang “Tinjauan keakuratan

Kode Diagnosis diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis

pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017” belum pernah dilakukan oleh

orang lain. Penulis mengambil beberapa contoh KTI sebagai bahan acuan

untuk membuktikan keaslian penelitian yag dilakukan oleh penulis.

Contoh-contoh KTI yang penulis ambil sebagai bahan acuan antara lain

sebagai berikut :

Tabel 1.2
Keaslian Penelitian
No Judul Peneliti Tempat Variabel yang Metode
Penelitian Penelitian diteliti Penelitian
1. Tinjauan Susi Rumah 1. Diagnosa Metode
Keakuratan Susanti Sakit Utama yang
Kode (2014) Islam Gastroenteri digunakan
Diagnosis APIKES Amal tis Acute adalah
utama kasus Citra Sehat 2. Kode metode
Gastroenteritis Medika Sragen Diagnosis observasi
Acute Pada kasus dan
Dokumen Gastroenteri wawancara.
Rekam Medis tis Acute
Pasien Rawat 3. Akurasi
In Kode
Diagnosis
gastroenterit
is acute
Dilanjutkan…
Lanjutan tabel 1.2.....
Judul Penelitian Peneliti Tempat Variabel yang Metode
No Penelitian diteliti Penelitian
2. Tinjauan Dika Bayu Rumah 1. Diagnosa Metode
Keakuratan Setianto Sakit Utama yang
Penetapan Kode (2012) permata 2. Kode digunakan
Diagnosis Utama Universitas Medika Diagnosa adalah
Berdasarkan Dian Semarang Utama metode
Spesifikasi Nuswantoro 3. Persentase observasi,
Penulisan (UDINUS) spesifikas dengan
Diagnosa i diagnosa pendekatan
UtamaPada utama. cross
Dokumen Rekam sectional.
Medis Rawat
Inap di Rumah
Sakit Permata
Medika
Semarang
3. Analisis Septina Sukoharjo 1. Diagnosa Metode
Keakuratan Kode Multisari, utama yang
Diagnosis Utama Sri Sugiarsi, Thypoid digumakan
Thypoid Nurifa‟atul Fever adalah
Feverberdasarkan Masudah 2. Kode metode
ICD-10 Pada Awallah diagnosis observasi
Pasien Rawat (2012) utama dan
Inap di RSUD Apikes kasus wawancara
Kabupaten Mitra Thypoid dengan
Sukoharjo Tahun Husada Fever pendekatan
2011 Karanganyar 3. Akurasi retrospektif.
kode
diagnosis
Thypoid
Fever

Deskripsi singkat dari ketiga karya tulis ilmiah :

1. Susi Susanti (2014) APIKES Citra Medika penelitian ini dengan judul

“Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis utama kasus Gastroenteritis

Acute Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap berdasarkan

ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen Tahun 2014”.


10

Hasil penelitian Susanti adalah akurasi kode diagnosis utama

kasus gastroenteritis acute pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam

Amal Sehat Sragen tahun 2014 menunjukkan keakuratan sebanyak 63

dokumen atau 52,5% dan ketidakakuratan sebanyak 57 dokumen atau

47,5%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Susanti adalah

terdapat pada jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan jenis

penelitian deskriptif dan terdapat pada variabel yang diteliti yaitu

keakuratan kode diagnosis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

susanti adalah penelitian susanti melakukan kodefikasi pada kasus

gastroenteritis acute sedangkan pada peneliti dilakukan pada kasus

diabtets mellitus tipe II.

2. D ika Bayu Setianto (2012) penelitian ini dengan judul “Tinjauan

Keakuratan Penetapan Kode Diagnosis Utama Berdasarkan

Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama Pada Dokumen Rekam Medis

Rawat Inap di Rumah Sakit Permata Medika Semarang”.

Hasil Penelitian Setianto adalah diketahui bahwa kode diagnosa

utama yang akurat 71,7% dokumen rekam medis rawat inap,

sedangkan untuk penulisan diagnosa utama yang spesifik 70,7%

dokumen, dan akurasi kode penyakit pada diagnosis utama yang tidak

spesifik sebanyak 72,42% dokumen rekam medis rawat inap.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Setianto adalah sama-sama

menggunakan jenis penelitian deskriptif dan terdapat pada variabel

yang diteliti yaitu keakuratan kode diagnosis. Perbedaan penelitian ini


11

dengan penelitian Setianto terdapat pada metode penelitian yang

digunakan, pada penelitian Setianto menggunakan metode pendekatan

cross sectional sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode

pendekatan retrospektif.

3. Septina Multisari, Sri `Sugiarsi, dan Nurifa‟atul Masudah Awallah

(2012), dengan judul “Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama

Thypoid Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap di RSUD

Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011”.

Hasil penelitian Multisari, Sugiarsi, dan Awallah adalah

pelaksanaan kodefikasi diagnosis utama thypoid fever telah sesuai

dengan prosedur tetap rumah sakit yang didukung dengan kebijakan

ICD-10. Keakuratan kode diagnosis utama thypoid fever 78 (97.44`%)

dokumen rekam medis dan jumlah ketidakauratan kode sebesar 2

(2.56%) dokumn rekam medis. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian Multisari, Sugiarsi, dan Awallah adalah samaa-sama

menggunakan jenis penelitian deskriptif, variabel yang diteliti juga

pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan retrospektif. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitiana Multisari, Sugiarsi, dan Awallah

adalah terdapat pada kasus yang diteliti yaitu kasus thypoid fever

sedangkan pada penelitian ini adalah kasus diabetes mellitus tipe II.
12

G. Sistematika Penulisan

Sistem penelitian karya tulis ilmiah ini nadalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, masalah penelitian, ruang lingkup penelitian,

keaslian penelitian dan sistematis penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini terdapat pengertian rekam medis, tujuan dan

kegunaan rekam medis, tujuan dan kegunaan rekam

medis, pengertian, tujuan dan manfaat Standar Prosedur

Operasional (SPO), Pengertian dan Tujuan ICD-10,

Struktur ICD -10, Kerangka teori dan Kerangka konsep.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab III berisi tentang jenis dan rancangan penelitian,

variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi

dan sampel, instrumen penelitian, sumber data,

pengolahan data, analisa data dan interpretasi data.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Pengertian rekam medis menurut beberapa sumber antara lain :

a) Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan

(Permenkes No. 55 Tahun 2013).

b) Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama

dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan

termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap (Permenkes RI

269/Menkes/Per/III/2008).

c) Rekam medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa,

dimana, kapan, dan bagaimana pelayanan yang diperoleh seorang

pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan (Edna K.

Huffman dalam Firdaus 2012).

2. Tujuan Rekam Medis

Rekam medis bertujuan untuk menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di

rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis

13
14

yang baik dan benar, tidak akan tercipta tertib administrasi rumah

sakit sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi

merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya

pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2006)

a) Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara

lain (Depkes RI, 2006) :

1) Aspek Administrasi

Di dalam berkas rekam medis terdapat nilai administrasi, karena

isi dari berkas rekam medis trsebut menyangkut tindakan

berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga

medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan

kesehatan.

2) Aspek Medis

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena

catatan tersebut dipergunakan sebagai perencanaan pengobatan

atau perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan dalam

rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan

melalui kegiatan audit medis, manajemen resiko klinis serta

keamanan atau keselamatan pasien dan kendali biaya.


15

3) Aspek Hukum

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena

isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepada kepastian

ukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha meningkatkan

hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan

keadilan.

4) Aspek Keuangan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya

mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai

aspek keuangan.

5) Aspek Penelitian

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena

isinya dengan data atau informasi yang akan dipergunakan

sebagai bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

dibidang kesehatan.

6) Aspek Pendidikan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena

isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan

kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada

pasien, informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan

atau referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai.


16

7) Aspek Dokumentasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena

isinya menyangkut sumber ingatan yang harus

didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung

jawaban dan laporan rumah sakit.

3. Bagian Rekam Medis

Struktur sistem rekam medis terdiri dari 2 bagian pokok yaitu

bagian pencatatan atau penangkapan data dan bagian pengolahan data.

Rekam medis dapat terselenggara apabila pencatatan dan pengolahan

data rekam medis dapat dilaksanakan dengan baik, lengkap, akurat

dan tepat waktu. Bagian penangkapan data atau pencatatan data

tersebut meliputi :

a) Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ)

Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi identitas

pasien rawat jalan.

b) Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI)

Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi identitas

pasien yang akan dirawat dan yang sedang dirawat.

c) Unit Rawat Jalan (URJ)

Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi medis

serta keperawatan pasien rawat jalan.


17

d) Unit Rawat Inap (URI)

Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan pelayanan medis

pasien yang dirawat inap.

e) Unit Gawat Darurat (UGD)

Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi pasien

tentang perawatan pasien gawat darurat.

f) Instalasai Pemeriksaan Penunjang (IPP)

Bagian ini bertanggung jawab terhdap data dan informasi hasil

pemeriksaan penunjang.

Adapun tempat pengelolaan data rekam medis sampai menjadi

informasi atau laporan adalah :

1) Fungsi Assembling

Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengendalian nomor

rekam medis

2) Fungsi Coding dan Indexing

Bagian ini bertanggung jawab terhadap penelitian dan penulisan

kode International Classification Of Disease (ICD), indeks

penyakit, indeks operasi, indeks kematian dan indeks dokter.

3) Fungsi Assembling dan Reporting

Bagian ini bertanggung jawab terhadap tinjauan data dan

informasi rekam medis yang sudah terkumpul untuk diolah

menjadi laporan atu informasi yang dibutuhkan oleh manajemen

rumah sakit.
18

4) Fungsi Filling

Bagian ini bertanggung jawab terhadap penyimpanan, retensi

dan pemusnahan dokumen rekam medis.

B. ICD-10

1. Pengertian ICD-10

International Statistical Classification of Diseases and Related

Health Problem Tenth Revision (ICD 10) contains guidelines for

recording and coding,together with much new material on practical

aspectsof the classification’s use, as well as an outline of the historical

background to the classification adalah daftar eksklusif (alfanumerik)

kode yang digunakan untuk mengklasifikasikan penyaki, kondisi,

berbagai tanda-tanda, gejala, keluhan dan penyebab eksternal dari

cidera atau penyakit (WHO, 2004:1)

2. Tujuan ICD-10

Tujuan dari ICD adalah untuk memungkinkan analisis rekaman

yang sistematis, interpretasi dan perbandingan mortalitas dan

morbiditas data yang dikumpulkan di berbagai negara atau daerah dan

pada waktu yang berbeda. ICD digunakan untuk menterjemahkan

diagnosa penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata ke

dalam kode alfanumerik, yang memungkinkan penyimpanan yang

mudah, pengambilan dan analisis data.


19

ICD dalam pengimplementasiannya telah menjadi klasifikasi

diagnostik standar internasional untuk semua tujuan manajemen

kesehatan. Ini termasuk analisis kesehatan umum kelompok populasi

dan pemantauan kejadian dan prevalensi penyakit dan masalah

kesehatan lainnya dalam kaitannya dengan variabel lain, seperti

karakteristik dan keadaan dari individu yang terkena.

ICD dapat digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit dan

masalah kesehatan lainnya direkam pada banyak jenis kesehatan dan

catatan penting.Penggunaan aslinya adalah untuk mengklasifikasikan

penyebab kematian yang tercatat pada pendaftaran kematian.Kemudian,

ruang lingkup diperluas untuk menyertakan diagnosis morbiditas. Hal

ini penting untuk dicatat.

ICD dirancang untuk klasifikasi penyakit dan cedera dengan

diagnosis resmi tidak setiap masalah atau alasan untuk datang ke dalam

kontak dengan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan dengan cara

ini. Akibatnya, ICD menyediakan untuk berbagai tanda-tanda, symtoms,

temuan abnormal, keluhan, dan keadaan sosial yang dapat berdiri dari

diagnosis catatan terkait dengan kesehatan (lihat Volume 1, Bab XVIII

dan XXI) sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan data

yang tercatat di bawah judul seperti "diagnosis", "alasan untuk masuk",

"kondisi diperlakukan" dan "alasan untuk konsultasi", yang muncul di

berbagai catatan kesehatan dari mana statistik dan lainnya situasi

kesehatan infromation berasal. (WHO 2004: 2).


20

Menurut ICD 10 vol 2 terbitan WHO (2004 :3), ICD 10 memiliki tujuan

dibawah ini :

a. Untuk menterjemahkan diagnosis dokter ke dalam kode yang

berupa alfa numerik.

b. Memudahkan penyimpanan, pencarian (rerrievar) data dari

sebuah penyakit.

c. Membandingkan data morbiditas antar rumah sakit wilayah dan

negara.

3. Struktur ICD-10

a. Volume ICD-10

Menurut ICD-10 Vol 2 terbitan WHO (2001:21), ICD-10 terdiri

dari 3 volume yaitu :

1) Volume 1 adalah daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik

dan penyakit dan kelompok penyakit beserta catatan

inclusiondan exclusion dan beberapa cara pemberian kode.

2) Volume 2 berisi pengenalan dan petunjuk bagaimana

menggunakan volume 1 dan 3, petunjuk membuat sertifikat dan

aturan-aturan kode mortalitas, petunjuk mencatatat dan

mengkode kode mortalitas.

3) Volume 3 berupa index abjad dari daftar tabulasi volume 1, dan

terdiri dari :

a) Pendahuluan, menerangkan kegunaan indeks secara umum.


21

b) Bagian I adalah daftar istilah abjad yang berhubungan

dengan penyakit, sifat cidera akibat kontak dengan

pelayanan kesehatan dan faktor yang mempengaruhi

seseorang sehat.

c) Bagian II adalah daftar abjad sebab luar cedera morbiditas

dan mortalitas.

d) Bagian III adalah susunan abjad obat-obatan dan bahan

kimia.

4. Bab-bab dalam ICD-10

Tabel 1.3
Rincian Bab ICD Revisi-10
Bab Penyakit Kode
I Penyakit parasitdan infeksi tertentu A00 – B99
II Neoplasma C00 –D48
Penyakit darah dan organ pembentuk darah
III dan kelainan tertentu yangmelibatkan D50 – D89
mekanisme imun
IV Penyakit endokrin nutrisi dan perilaku E00 – E90
V Gangguan mental dan perilaku F00 – F99
VI Penyakit sistem syaraf G00 – G99
VII Penyakit mata dan adneksa mata H00 – H59
VIII Penyakit telinga dan prosessus mastoideus H60 – H95
IX Penyakit sistem sirkulasi I00 - I99
X Penyakit sistem napas J00 – J99
XI Penyakit sistem cerna K00 – K93
XII Penyakit kulit dan jaringan subkutan L00 – L99
Penyakit sistem muskuloskeletal dan jaringan
XIII M00 – M99
penunjang
XIV Penyakit sistem kemih N00 – N99
XV Kehamilan, kelahiran, dan nifas O00 – O99
Kondisi tertentu yang bermula dari masa
XVI P00 – P96
perinatal perkembangan
Malformasi, deformasi, dan kelainan
XVII Q00 – Q99
kromosom kongenital perkembangan
Gejala, tanda dan temuan klinis &
XVIII R00 – R99
laboratorium abnormal
Dilanjutkan…
22

Lanjutan tabel 1.3


Bab Penyakit Kode
Cedera, kercaunan dan akibat lain tertentu dari
XIX S00 – T98
penyebab eksternal
XX Penyebab luar morbiditas dan mortalitas V01 – Y98
Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan
XXI kesehatan dan kontak dengan pelayanan Z00 – Z99
kesehatan
XII Kode untuk tujuan khusus U00 – U99

5. Alfanumerik

Alfanumerik merupakan kombinasi angka dan huruf

6. Blok Kategori

Blok kategori terdapat pada setiap bab dibagi dalam beberapa blok,

dimana setiap blok kemudian dibagi dalam 3, 4 dan 5 kategori.

7. Kategori 3 karakter

Karakter pertama dari kode adalah karakter abjad yang diikuti oleh 2

angka. Struktur 3 kategori adalah :

A 09

Karakter pertama A s.d Z diikuti 2 angka


Gambar 1.1 Kategori 3 karakter (WHO, 2004)

8. Kategori 4 karakter

Tidak untuk dilaporkan pada tingkat internasional tetapi penggunaan

karakter ke 4 sampai sub kategori (karakter-5)


23

A 00 . 0

Karakter pertama A s.d Z diikuti 2 angka titik/poin terakhir angka lain

Gambar 1.2 kategori 4 karakter (WHO, 2004)

9. Konvensi dan Tanda Baca ICD-10

Menurut (Rahayu, 2013 : 1-11) daftar tabulasi ICD-10 (Jilid I)

memuat penggunaan singkatan tertentu, memberi tanda baca, simbol

dan istilah yang harus dimengerti dengan jelas. Sehingga harus merujuk

pada pemberian kode konvensi dan tanda baca yang meliputi :

a. Inclusion Term

Kategori 3 karakter maupun 4 karakter biasanya terdiri dari

beberapa diagnosis yang diketahui dan inclusion terms selain

sebagai tambahan pada judul, seperti pernyataan diagnosis yang

diklasifikasikan di dalamnya. Hal ini menunjuk baik pada kondisi

yang berbeda maupun sama, yang tidak dimasukkan dalam sub

klasifikasi.

Inclusion terms merupakan petunjuk pada isi rubik, karena

banyak hal dalam daftar berhubungan dengan terminologi penting

dalam rubik. Ini termasuk kondisi yang digaris bawahi atau batas

tempat yang berbeda antara satu sub kategori dengan yang lain.

Daftar inclusion terms tidak mempunyai arti yang lengkap maupun


24

alternatif nama diagnosis yang dimasukkan dalam indeks alphabet,

sehingga harus dililit kembali dalam diagnosis pertama.

Kadang-kadang perlu membaca inclusion terms dalam judul.

Hal ini biasanya menunjuk pada daftar yang terperinci tentang

tempat atau produk farmasi pada judul yang sesuai dengan kata-

kata dalam judul.

Contoh :

a. Malignant neoplasma of….

b. Injury to …

c. Poisoning by …

d. Perlu dimengerti

Gambaran diagnosis secara umum dimasukkan dalam kategori/

sub kategori dalam kategori 3 karakter yang ditemukan dalam

includes mengikuti chapter, block/ judul kategori

b. Exclusion Terms

Beberapa daftar kondisi rubik mencantumkan excludes.

Meskipun beberapa rubik disarankan dalam klasifikasi ini, tetapi

pada faktanya diklasifikasikan di tempat lain, contoh : A46,

Erysipelas.

Postpartum/puerperal erysipelas tidak termasuk dalam kode

ini exclusion secara umum dalam jangkauan kategori dalam

kategori 3 karakter dicantumkan excluded di awal chapter, block,

atau category title.


25

c. Glossary Description

Sebagai tambahan untuk inclusion terms, chapter V Mental

and Behavioural Disorder, digunakan glossary description untuk

menunjukkan isi rubik, kelengkapan ini digunakan untuk

terminology mental disoerder di berbagai Negara dengan nama

yang sama untuk menggambarkan kondisi yang tidak terlalu

berbeda. Glossary ini tidak ditujukan bagi staf pemberi kode. Hal

yang sama juga berlaku bagi definisi lain dalam ICD-10. Contoh :

Chapter XXI untuk menjelaskan isi rubik.

d. Two Codes For Certain Condition (Sistem Sangkur dan Bintang)

Pada ICD-9 diperkenalkan suatu sistem, yang dilanjutkan

dalam ICD-10, dimana terdapat 2 kode untuk diagnosis yang berisi

informasi tentang sebab sakit dan manifestasinya pada organ atau

tempat lain yang mempunyai masalah klinis.

Kode utama untuk sebab sakit diberi tanda sangkur (†), kode

tambahan untuk manifestasi diberi tanda bintang (*).Perjanjian ini

diadakan karena kode untuk sebab akibat saja kadang tidak

memuaskan bagi kelengkapan statistik untuk spesialis tertentu yang

ingin mengklasifikasi kondisi yang sesuai dengan chapter untuk

manifestasinya sebagai alasan dalam perawatan.

Sistem sangkur dan bintang disedakan untuk klasifikasi

alternatif untuk pemaparan statistik, dimana kode sangkur

merupakan kode utama dan harus selalu digunakan.Ketepatan


26

untuk kode bintang digunakan sebagai tambahan jika diperlukan

alternatif metode. Dalam pemberian kode, kode bintang tidak boleh

berdiri sendiri.

Hubungan antara statistik disesuaikan dengan klasifikasi

tradisional untuk memaparkan data mortalitas dan morbiditas serta

aspek perawatan lain. Kode bintang hampir sama dengan kategori 3

karakter. Ada beberapa kategori terpisah untuk kondisi yang sama

bila penyakit tertentu tidak diklasifikasikan sebagai sebab sakit.

Contoh : G20 dan G21 Parkinsonism yang tidak bermanifestasi

pada penyakit yang diklasifikasikan di tempat lain.

G22* Parkinsonism pada penyakit yang diklasifikasikan di tempat

lain. Hubungan antara kode sangkur diberikan pada kondisi yang

disebut pada kode bintang.

Contoh : G22 Syphilitic Parkinsonism dengan kode sangkur A52.†.

Beberapa kode sangkur ditampilakan khusus sebagai kategori

sangkur.

Sering ditemukan kode sangkur untuk diagnosis rangkap dan

kode yang tidak ditandai sebagai kondisi tunggal yang berbeda

antara kategori dengan sub kategori. Klasifikasi untuk sistem

sangkur dan bintang sangat terbatas, yaitu 83 kategori bintang

dalam chapter yang bersangkutan.

Rubik tanda ditempatkan pada 3 tempat :


27

1) Jika tanda sangkur (†) dan kode bintang ditempatkan di awal,

seluruh istilah termasuk klasifikasi rangkap.

Contoh : A17.0† Tuberculosis meningitis (G01*)

Tuberculosis of meninges (cerebral) (spinal)

Tuberculosis leptomeningitis

2) Jika tanda sangkur ditempatkan di awal, tetapi tanda bintang

tidak, maka seluruh istilah diklasifikasikan dalam klsifikasi

rangkap tetapi berbeda dalam kode.

Contoh : A18.1† = Tuberculosis of genitourinary system.

Tuberculosis of :

a) Bladder (N33.0*)

b) Cervix (N74.0*)

c) Kidney (N28.1*)

d) Male Genital Organs (N51.-*)

e) Ureter (N29.1*)

Tuberculosis female pelvic inflammatory disease (N74.1*)

3) Jika tanda bintang tidak ditempatkan pada title, maka rubik

secara keseluruhan bukan merupakan subject klasifikasi

rangkap, tetapi termasuk inclusion terms. Jika demikian, terms

ini ditandai dengan simbol dan diberikan kode alternatifnya.

Contoh : A54.8 Other gonococcal infections.

Gonococcal :

a) Peritonitis †(K67.1*)
28

b) Pneumonia †(J17.0*)

c) Septicaemia

d) Skin lesions

e. Other Optimal Dual Coding

Ada beberapa kondisi tertentu selain sistem sangkur dan

bintang mempunyai 2 kode ICD yang digunakan untuk

menggambarkan kondisi pasien. Catatan dalam daftar tabulasi „Use

additional code, if desired....’Menjelaskan beberapa situasi ini.

Kode tambahan digunakan hanya untuk tabulasi khusus, antara lain

1) Untuk infeksi lokal, diklasifikasikan dalam chapter body

system, kode dan chapter I mungkin ditambahkan untuk

mengidentifikasi organisme infeksi, dimana infeksi ini tidak

ditampilkan dalam rubik. Satu block kategori, B95-B97

disediakan untuk tujuan dalam chapter I.

2) Untuk neoplasma dengan aktifitas fungsional. Untuk memberi

kode dari chapter II dapat ditambahkan kode yang sesuai dari

chapter IV untuk menjelaskan tipe aktifitas funsional.

3) Untuk neoplasma, kode morfologi pada volume 1, walaupun

bukan merupakan bagian utama ICD, dapat ditambah pada

kode di chapter II untuk mengidentifikasi tipe morfologi

tumor.
29

4) Untuk kondisi dalam F00-F09 (organic, including symtomatic,

mental disorder) pada chapter V, dimana kode dari chapterlain

mungkin ditambahkan untuk mengidentifikasi sebab dari sakit,

cedera atau kerusakan otak yang lain.

5) Dimana suatu kondisi disebabkan oleh toxic agent, kode dari

chapter XX dapat ditambahkan untuk mengidentifikasi agent

tersebut.

6) Dimana dua kode dapat digunakan untuk menggambarkan

cedera, keracunan atau efek obat yang lain, maka dapat

menggunakan kode dari chapter XIX yang menggambarkan

sebab. Pilihan kode tambahan tergantung pada tujuan dari

pengumpulan data tersebut.

f. Conventions

1) Paranthesis

Paranthesis dalam volume 1 digunakan untuk :

a) Menutup kode tambahan mengikuti diagnosis tanpa

perubahan pada nomer kode diluar parentheses berada.

Contoh : I10 Hypertension (arterial) (benign) (essential)

(primary) (systemic) ini berarti kode hypertension dapat

digunakan sendiri, dengan satu maupun beberapa kombinasi

dalam parenthesis.
30

b) Menutup kode yang tidak termasuk

Contoh : H10.0 Blepharitis, exclude Blepharoconjunctivitis

(H10.5)

c) Menutup kategori 3 karakter yang termasuk dalam blok

tersebut pada judul blok.

d) Menghubungkan sistem sangkur dan bintang.

Parenthesis digunakan untuk menutup kode sangkur dalam

kode bintang atau kode bintang yang mengikuti kode

sangkur.

2) Square Brackets []

Square brackets digunakan untuk :

1) Menutup sinonim, kata lain, penjelasan frasa

Contoh : A30 Leprosy (Hansen’s disease)

2) Menunjuk pada catatn sebelumnya

Contoh : C00.8 Overlapping lession lip [See note 5 at the

beegining of this chapter];

3) Menunjuk pada pernyataan sebelumnya untuk mencari sub

kategori 4 karakter

Contoh : K27 peptic ulcer, site unspecified. [See before K25

for subdivisions]

3) Colon

Colon digunakan untuk merinci inclusion and exclusion terms

bila kata yang dimaksud tidak lengkap. Colon dapat mengubah


31

atau menggolongkan satu atau lebih kata di bawahnya dalam

rubik.

Contoh : K36 Other appendicitis

Diagnosis appendicitis dapat diklasifikasikan disini bila

menyebutkan chronic atau recurrent.

4) Brace {}

Brace digunakan untuk memerinci inclusion and exclusion

terms untuk menjelaskan selain kata yang disebut sebelumnya

harus diikuti kata selanjutnya agar menjadi lengkap. Beberapa

terminologi sebelum brace harus digolongkan pada satu atau

lebih kata yang mengikutinya.

Contoh : O71.6 Obstetric damage to pelvic joints and

ligaments.

Avulsion of inner symphyseal cartilage }

Damage } obstetric

Traumatic separation of symphysis (pubis) }

5) NOS

NOS merupakan singkatan dari Not Otherwise Specified yang

berarti unspecified atau unqualified (Tidak diklasifikasikan

pada yang lain). Kadang terminologi yang tidak lengkap tidak

dapat diklasifikasikan dalam rubik. Hal ini karena, dalam

terminologi medis, kondisi yang sering ditemui adalah nama

kondisi tersebut dan hanya beberapa jenis saja yang memenuhi


32

syarat. Contoh : mitral stenosis lebih sering digunakan dari

pada rheumatic mitral stenosis. Ini membuat salah anggapan

dalam klasifikasi dan perhitungannya.

Pemeriksaan lebih lanjut dapat mengurangi kesalahan,

pengkode harus hati-hati untuk tidak memberi kode sebagai

unqualified bila tidak banyak informasi yang tersedia dari pada

ketengan lebih lanjut di tempat lain. Sama halnya, bila dasar

interpretasi data statistik, beberapa kondisi ditandai kekhususan

pada berkas yang telah di beri kode. Dalam perkembangan

waktu dan iterpretasi statistik, penting diperhatikan bahwa

angapan tersebut mungkin mengalami perubahan pada suatu

ICD ke ICD lainnya.

6) NEC (Not Elsewhere Classified)

Kata not elsewhere classified, bila digunakan pada kategori 3

karakter adalah sebagai tanda bahwa variasi kondisi yang ada

mungkin terdapat pada klasifikasi di tempat lain.

Contoh : J16 Pneumonia due to other infectious organism, not

elsewhere classified.

Kategori ini termasuk J16.0 Chlamydial pneumonia dan J16.8

Pneumonia due to other infectious organism. Banyak kategori

disediakan pada chapter X (seperti J10-J15) dan chapter yang

lain (seperti P23.- Congenital pneumonia) untuk pneumonia

due to specified infectious organism. J18 Pneumonia, organism


33

unspecified, digunakan pada pneumonia dimana infectious tidak

disebutkan.

7) “AND” (IN TITLES)

And dimaksudkan untuk and / or

Contoh : A18.0 Tubeculosis of bones and joints

Dapat dikalsifikasikan sebagai tuberculosis of bones,

tuberculosis joint, and tuberculosis of bones and joints.

8) Point Dash (.-)

Pada beberapa kasus, kategori ke 4 karakter dari kategori 3

karakter diikuti dengan point dash.

Contoh : G03 Meningitis due to other and unspecified

causes

Excluded : meningoenchephalitis (G04.-).

Ini berarti pengkode harus memperhatikan keberadaan kategori

4 karakter dan dimaksudkan pada kategori yang sesuai.

Ketentuan ini digunakan pada daftar tabulasi dan indeks

alphabet.

C. Coding

1. Pengertian Coding

Coding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan

huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili

komponen data (Depkes RI, 2006). Kegiatan dan tindakan serta


34

diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan

selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada penyajiann

informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset

bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health

Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan

penyakit, cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan.

2. Pengertian Diagnosis

Diagnosis utama adalah kondisi yang menyebabkan pasien

memperoleh perawatan atau pemeriksaan, ditegakkan pada akhir

episode pelayanan dan bertanggungjawab atas kebutuhan sumber daya

pengobatannya. Sedangkan diagnosis primer adalah diagnosis yang

paling bertanggung jawab akan mayoritas asuhan yang diberikan

kepada pasien, atau penggunaan sumber daya terbesar untuk asuhan

pasien. Pada umumnya diagnosis primer identik dengan diagnosis

utama (Hatta, 2008 : 142).

3. Aturan Penulisan Diagnosis

Aturan penulisan diagnosis menurut Permenkes RI nomor 76

tahun 2006 adalah sebagai berikut :

a. Diagnosis bersifat informatif agar bisa diklasifikasikan pada kode

ICD yang spesifik.

Contoh penlisan diagnosis :

1) Karsinoma sel tradisional pada trigonum kandung kemih

2) Appendisitis akut denan perforasi


35

3) Katarak Diabetikum, Non Insulin Depedent Diabetes

Mellitus

4) Perikarditis Meningokokus

5) Luka bakar derajat tiga di telapak tangan.

b. Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir

episode perawatan, maka gejala utama, hasil pemeriksaan

penunjang yang tidak abnormal atau masalah lainnya dipilih

menjadi diagnosis utama.

c. Diagnosis untuk kondisi multiple seperti ceera multiple, gejala

sisa (sequele) multiple dari penyakit atau cedera sebelumnya,

atau kondisi multiple yang terjadi pada penyakit human

immunodeficiencyvirus (HIV), jika salah satu kondisi yang jelas

lebih berat dan lebih banyak menggunakan sumber daya

dibandingkan dengan yang lain dicatat sebagai diagnose utama

dan yang lainnya sebagai diagnosis sekunder. Jika tidak ada satu

kondisi yang menonjol, maka digunakan „fraktur multiple‟ atau

„penyakit HIV‟ yang menyebabkan infeksi multiple sebagai

diagnosis utama dan kondisi lainnya sebagai diagnosis sekunder.

Jika suatu episode perawatan atau ditujukan untuk pengobtan

atau pemeriksaan gejala sisa (sequele) suatu penyakit lama yang

sudah tidak diderita lagi, maka diagnosis sequele harus ditulis

dengan asal-usulnya.
36

Contoh :

1) Septum hidung bengkok karena fraktur hidung di masa

kanak-kanak.

2) Kontraktur tendon Achiles karena efek jangka panjang dari

cedera tendon.

d. Jika terjadi sequele multiple yng pengobatan atau

pemeriksaannya tidak difokuskan pada salah satu dari kondisi

sequele multiple tersebut, maka bisa ditegakkan diagnosis sequel

multiple.

Contoh : “sequele cerebrovaskuler accident (CVA)” atau

“sequele fracture multiple”.

4. Pemberian Kode (coding)

Pemberian kode menurut Depkes RI (2006) adalah pemberian

penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau

kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data.

Kegiatan dan tindakan yang ada di dalam rekam medis harus diberi

kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada

penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,

manajemen, dan riset dibidang kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO

mengharuskan Negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan

klasifikasi penyakit revisi-10 (ICD-10 Inernational Satistical

Classification Diseases and Health Problem Tenth Revision).

Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis sangat


37

tergantung kepada pelaksana yang menangani berkas rekam medis

tersebut yaitu :

a. Tenaga Medis dalam menetapkan Diagnosis

Akurasi kode dimulai dari akurasib diagnosis yang

ditentukan oleh dokter karena dokter sebagai penentu utama

dalam pemberian diagnosis penyakit dan yang mempunyai

tanggung jawab atas penetapan diagnosis. Factor yang

mempengaruhi keakuratan kode dari pihak dokter disebabkan

karena tulisan okter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak

spesifik, penggunaan singkatan dan istilah-istilah baru.

b. Tenaga Rekam Medis sebagai Pemberi Kode (Coder)

Coder bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu

diagnosis yang sudah ditetapkan oelh tenaga medis. Oleh karena

itu, untuk hal yang kurang jelas atau yang tidak lengkap sebelum

kode ditetapkan, komunikasikan terlebih dahulu pada dokter

yang membuat diagnosis tersebut. Faktor yang mempengaruhi

keakuratan kode dari pihak coder disebabkan karena coder belum

terlalu memahami cara mengkode. Ketrampilan coder dalam

pemilihan kde, coder sering menggunakan buku bantu yang

dibuat sendiri didasarkan pada kasus yang sering terjadi tanpa

menganalisis kembali dan menelusur dengan teliti kode

diagnosisnya.
38

c. Tenaga Kesehatan Lainnya

Kelancaran dan kelengkapan pengisian rekam medis di

instalasi rawat jalan dan rawat inap atas kerjasama tenaga medis

dan tenaga kesehatan lain yang ada di masing-masin instalasi

kerja tersebut.

Untuk lebih meningkatkan informasi dalam rekam medis,

petugas rekam medis harus membuat kode sesuai dengan

klasifikasi yang tepat disamping kode penyakit, berbagai

tindakan lain juga harus diberi kode sesuai dengan klasifikasi

masing-masing dengan menggunakan :

1) ICD-10

2) ICD 9-CM

5. Langkah-langkah Dalam Mengkoding

Berikut merupakan cara penggunaan ICD-10 (WHO, 2004:22) :

a. Mengidentifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan buka

volume 3 alphabetical index (Bila pernyataan adalah penyakit

atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada bab I–bab XIX

atau bab XXI – volume I, lihat section 1 pada indeks – volume 3.

Bila pernyataan adalah penyebab = external cause dari cedera

atau kejadian lain yang tedapat pada Bab XX - volume I, lihat

section II pada indeks - volume 3).

b. Mengidentifikasi tipe pernyataan yang akan dikode Namun

beberapa kondisi diekspresikan sebagai kata sifat (adjective) atau


39

menggunakan nama penemu (eponym) yang terdapat pada indeks

sebagai lead term.

c. Membaca seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul term.

d. Membaca istilah yang terdapat pada tanda kurung ( ) sesudah

lead term (kata dalam kurung = modifer, itu tidak mempengaruhi

kode). Istilah lainnya yang dibawah lead term (dengan tanda

minus/ item) dapat mempengaruhi kode.

e. Mengikuti setiap rujuk silang (cross references) dan lihat tanda

see dan see also yang terdapat dalam indeks.

f. Melihat tabular list (volume 1) untuk melihat kode yang tepat.

Lihat kode 3 karakter diindeks dengan tanda minus pada posisi ke

empat (misal = xxx.-) yang berarti bahwa isian untuk kode yang

ke empat itu adalah dalam volume I dan merupakan posisi

karakter tambahan yang tidak ada dalam indeks.

g. Mengikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang

dipilih atau dibagian bawah suatu bab (Chapter), blok atau judul

kategori.

h. Mencantumkan kode yang dipilih

6. Pedoman Coding kondisi utama dan kondisi lain

Menurut WHO (2010:119), pedoman pengkodean kondisi utama

dan kondisi lain terdiri dari :


40

a. Pengkodean secara umum

Kondisi utama dan kondisi lain yang relevan bagi suatu

episode perawatan harus dicatat oleh praktisi rawat kesehatan, dan

pemberian kode yang terbuka, karena kondisi utama yang

dinyatakan harus diterima bagi pemberian kode dan pengolahan

data kecuali hal itu jelas bahwa pedoman yang diberikan diatas

sudah tidak diikuti. apabila mungkin, suatu catatan kondisi utama

yang tidak konsisten atau salah dicatat seharusnya dikembalikan

untuk penjelasana. apabila gagal untuk mendapatkan klarifikasi,

peraturan MB 1 sampai MB 5 akan menolong pemberi kode untuk

bekerja dengan penyebab yang umum tentang pencatatan yang

salah. Pedoman dibawah ini digunakan apabila pemberi kode

tidak jelas tentantg kode yang digunakan.

b. Pengkodean dengan kode-kode tambahan

Kondisi utama kadang-kadang ditujukan bersama dengan

suatu kode tambahan optional untuk memberikan informasi

tambahan. Kode yang dipilih menunjukkan kondisi utama untuk

analisa penyebab tunggal dan suatu kode tambahan dapat

termasuk pada multiple cause analysis.

c. Pengkodean untuk kondisi dengan sistem dagger dan asterisk.

Jika diterapkan kode dagger dan asterisk digunakan untuk

kondisi utama, karena mereka menunjukkan dua cara yang

berbeda untuk suatu kondisi tunggal.


41

Contoh : Kondisi Utama : Measles Pneumonia

Kondisi Lain :-

Diberi kode Measles complicated by pneumonia (B05.2†) dan

pneumonia in viral diseases classified elsewhere (J17.1*)

d. Pengkodean untuk kondisi yang dicurigai, simtom (gejala) dan

temuan abnormal dan situasi yang bukan penyakit.

Jika sesudah suatu episode perawatan kesehatan, kondisi

utama masih dicatat “dicurigai (suspected)”, “dipertanyakan

(questionable)”, dll. dan tak ada informasi lebih lanjut atau

klarifikasi diagnosis yang dicurigai (suspected) harus diberi kode

seolah-olah telah ditegakkan. Kategori Z03.- (Medical

Observation and evaluation for suspected diseases and condition)

diterapkan pada diagnosis yang dicurigai (suspected) yang dapat

dikesampingkan sesudah pemeriksaan).

Contoh : Kondisi Utama: Suspected acute cholecystitis.

Kondisi Lain : -

Diberi kode pada cholecystitis acute (K81.0) sebagai kondisi

utama.

e. Pengkodean untuk kondisi multiple

Apabila kondisi multiple dicatat dalam suatu kategori

berjudul “Multiple...‖, dan tak ada kondisi tunggal menonjol,

diberi kode pada kategori “Multiple...‖, yang digunakan sebagai

kode terpilih, dan kode tambahan dapat ditambahkan untuk daftar


42

kondisi individu. Kode ini diterapkan terutama pada kondisi yang

berhubungan dengan penyakit HIV, cedera dan sequelae.

f. Pengkodean untuk kategori kombinasi

ICD memberikan kategori tertentu dimana dua kondisi atau

suatu kondisi dan suatu proses sekunder yang berkaitan dapat

digambarkan dengan satu kode. Kategori kombinasi seperti itu

digunakan sebagai kondisi utama dengan catatan informasi yang

tepat. Indeks alfabet menunjukkan letak kombinasi dilengkapi,

dibawah identasi “with”, yang timbul sesudah lead term. Dua

kondisi atau lebih yang dicatat dibawah “kondisi utama” mungkin

berkaitan (linked) jika satu dari mereka dianggap sebagai suatu

adjectival modifier.

Contoh :

Kondisi utama : Renal failure.

Kondisi lain : Hipertensi renal failure.

Diberi kode Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0)

sebagai kondisi utama.

g. Pengkodean untuk kondisi dengan penyebab luar morbiditas dan

cedera.

Pengkodeann untuk cidera dan kondisi lain karena penyebab

eksternal, kedua sifat dasar kondisi dan keadaan penyebab

eksternal harus diberi kode. Pilihan kode “kondisi utama”

menggambarkan sifat dasar kondisi tersebut. Hal ini biasanya,


43

dapat diklasifikasi pada BAB XIX. Kode dari BAB XX

menunjukkan penyebab eksternal akan digunakan sebagai kode

tambahan.

Contoh :

Kondisi utama : Hipotermia berat pasien jatuh dikebunnya

dalam cuaca dingin.

Kondisi lain : Senilitas.

Diberi kode hipotermia (T68) sebagai kondisi utama. Kode

penyebab eksternal pada exposure to excessive nature cold at

home (X31.0) dapat digunakan sebagai kode tambahan opsional.

h. Pengkodean Sequeale pada kondisi tertentu.

ICD memberikan sejumlah kategori berjudul “Sequelae of...”

yang dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi yang sudah

tidak ada lagi seperti suatu masalah sekarang telah diobati atau

diperiksa. Tetapi kode pilihan untuk “kondisi utama” adalah kode

sifat dasar sequelae itu sendiri, dengan kode “Sequelae of...” yang

dapat ditambahkan sebagai kode tambahan optional.

Contoh :

Kondisi Utama : Late effect dari poliomyelitis.

Kondisi Lain :-

Diberi kode sequelae poliomyelitis (B91) sebagai kondisi utama

karena tidak ada informasi lain yang didapatkan.


44

i. Pengkodean untuk kondisi akut dan kronik

Kondisi utama yang dicatat sebagai akut (sub akut) dan

kronis, dalam ICD dijumpai kategori atau subkategori yang

terpisah, tetapi tidak bagi kombinasi, kategori bagi kondisi akut

digunakan sebagai kondisi utama yang dipilih.

Contoh :

Kondisi Utama : Cholecystitis akut dan kronik.

Kondisi Lain :-

Diberi kode acute cholecystitis (K81.0) sebagai kondisi utama,

kode untuk chronic cholecystitis (K81.1) dapat digunakan sebagai

kode tambahan opsional.

j. Kode kombinasi dan komplikasi postprocedural.

Apabila kondisi lain dan komplikasi postprocedural dicatat

sebagai kondisi utama, referensi untuk modifier atau qualifier

dalam indeks alfabet adalah penting untuk pemilihan kode yang

benar.

Contoh :

Kondisi Utama : Haemorrhage hebat setelah pencabutan

gigi.

Kondisi Lain : Nyeri.

Bidang Khusus : Kedokteran gigi

Dikode pada Haemorrhage resulting from a procedure (T81.0)

sebagai kondisi utama.


45

7. Aturan Reseleksi Kode Kondisi Utama

Adapun aturan reseleksi kode kondisi utama menurut WHO

(2010:129) adalah sebagai berikut :

a. Morbiditas 1 (MB 1)

Kondisi minor dicatat sebagai “kondisi utama”, kondisi yang

lebih bermakna dicatat sebagai “kondisi lain”. Suatu kondisi minor

atau kondisi yang telah berjalan lama, atau suatu masalah yang

incidentil dicatat sebagai “kondisi utama” dan suatu kondisi yang

lebih berarti, relevan bagi perawatan yang diberikan dan/ atau

spesialisasi dicatat sebagai “kondisi lain”, reseleksi yang terakhir

sebagai “kondisi utama”.

Contoh :

Kondisi utama : Rheumatoid Arthritis.

Kondisi lain : Diabetes Mellitus.

Strangulated femoral hernia.

Generalized arteriosclerosis.

Pasien di rumah sakit selama 2 minggu.

Prosedur : Herniorraphy

Bidang Kasus : Ilmu bedah.

Reseleksi Strangulated femoral hernia sebagai “kondisi utama”

dengan kode K41.3.


46

b. Morbiditas 2 (MB 2).

Beberapa kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama”. Jika

beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai

“kondisi utama”, dan detail lain pada catatan menunjuk pada satu

dari kondisi tersebut sebagai “kondisi utama” bagi perawatan

pasien, dipilih kondisi itu. Jika tidak, pilih kondisi yang telah

disebutkan pertama.

Contoh :

Kondisi utama : Ketuban pecah dini.

Letak sungsang.

Anemia.

Kondisi lain :-

Prosedur : Persalinan Spontan.

Dipilih ketuban pecah dini, kondisi yang pertama disebut sebagai

“kondisi utama” dan diberi kode O42.9.

c. Morbiditas 3 (MB 3).

Kondisi yang dicatat sebagai ”kondisi utama” menggambarkan

gejala yang timbul dari diagnosis, kondisi yang ditangani. Jika

suatu gejala atau tanda (biasanya diklasifikasi pada bab XVIII),

atau suatu masalah yang dapat diklasifikasi untuk bab XXI, dicatat

sebagai ”kondisi utama” dan hal ini jelas memberikan tanda,

gejala, atau masalah kondisi yang didiagnosis dicatat di tempat lain


47

dan perawatan diberikan untuk kondisi yang terakhir, reseleksi

kondisi yang didiagnosis sebagai ”kondisi utama”.

Contoh :

Kondisi utama : Nyeri abdomen.

Kondisi lain : Appendicitis akut.

Prosedur : Appendectomi.

Reseleksi appendisitis akut sebagai kondisi utama dengan kode

K35.9.

d. Morbiditas 4 (MB 4)

Spesifisitas, dimana diagnosis dicatat sebagai “kondisi utama”

yang menggambarkan suatu kondisi dalam istilah umum dan suatu

istilah yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai

tempat atau sifat dasar kondisi dicatat di tempat lain. Reseleksi

yang terakhir ini sebagai “kondisi utama”.

Contoh :

Kondisi utama : Cerebrovascular accident.

Kondisi lain : Diabetes mellitus.

Hypertensi.

Cerebral haemorrhage.

Reseleksi cerebral haemorrhage sebagai kondisi utama dengan

kode I61.9.
48

e. Morbiditas 5 (MB 5)

Alternatif diagnosis – diagnosis utama, dimana suatu gejala

atau tanda dicatat sebagai “kondisi utama” yang karena satu

kondisi atau kondisi yang lain, dipilih gejala tersebut sebagai

“kondisi utama”. Pada keadaan dua kondisi atau lebih dicatat

sebagai pilihan diagnosis bagi “kondisi utama”, seleksi kondisi

yang pertama dicatat.

Contoh :

Kondisi utama : Gastroenteritis karena infeksi atau

keracunan makanan.

Kondisi lain :-

Dipilih infectious gastroenteritis sebagai “kondisi utama” dengan

kode A09.

D. Kode Diabetes Mellitus Pada ICD-10

Note: All neoplasm, whether functionally active or not, are

classified in Chapter II. Appropriate codes in this chapter

(i.e. E05.8, E07.0, E16-E31, E34.-) may be used, if desired,

as additional codes to indicate either functional activity y

neoplasms and ectopic endocrine tissue or hyperfunctio and

hypofunction of endocrine glands associated with

neoplasms and other conditions classified elsewhere.


49

Excludes: complications of pregnancy, childbirth and the puerperium

(O00-O99)

Symptoms, signs and abnormal clinical and laboratory

findings,not elsewhere classified (R00-R99)

Transitory endocrine and metabolic disorders specific o

fetus and newborn (P70-P74)

This chapter contains the following blocks:

E00-E07 Disorders of thyroid glands

E10-E14 Diabetes mellitus

E15-E16 Other disorders of glucose regulation and pancreatic

internal secretion

E30-E35 Disorders of other endocrine glands

E40-E46 Malnutrition

E50-E64 Other nutritional deficiencies

E65-E68 Obesity and other hyperalimentation

E70-E90 Metabolic disorders

Asterisk categories for this chapter are provided as follows:

E35* Disorders of endocrine gland sin dieases classified

elsewhere

E90* Nutritional and metabolic disorders in disease classified

elsewhere
50

Diabetes Mellitus

(E10-E14)

Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify

drug, if drug-induced.

The following fourth-character subdivisions are for use with categories

E10-E14.

.0 With coma

Diabetic :

• coma with or without ketoacidosis

• hyperosmolar coma

• hypoglycaemc coma

• Hyprglycaemic coma NOS

.1 With ketoacidosis

Diabetic :

• acidosis } without mention of coma

• ketoacidosis }

.2† With renal complications

Diabetic nepropathy (N08.3*)

Intracapillary glomerulonephrosis (N08.3*)

Kimmelstiel-Wilson Syndrome (N08.3*)

.3† With ophthalmic complications

Diabetic :

• cataract (H28.0*)
51

• retinopathy (H36.0*)

.4† With neurological complications

Diabetic :

• amyotrophy (G73.0*)

• autonomic neuropathy (G99.0*)

• mononeuropathy (G59.0*)

• polyneuropathy (G63.2*)

• autonomic (G99.0*)

.5 With peripheral circulatory complications

Diabetic :

• gangrene

• peripheral angiopathy†(I79.2*)

• Ulcer

.6 With other specified complications

Diabetic arthropathy†(M14.2*)

• neuropathic† (M14.6*)

.7 With multiple complications

.8 With unspecified complications

.9 With complications

E10 Insulin-depedent diabetes mellitus


See before E100 for subdivisions

Includes : diabetes (mellitus):

• brittle
52

• juvenile-onset

• type 1

Excludes : diabetes mellitus (in)

• malnutrition-related (E12.-)

• neonatal (P70.2)

• pregnancy, childbirth and the puerperium (024.-)

• glycosuria :

• NOS (R81)

• renal (E74.8)

Impaired glucose tolerance (R73.0)

Postsurgical hyoinsuliaemia (E89.1)

E11 Non-insulin-dependent diabetes mellitus

See before E10 for subdivisions

Includes: diabetes (mellitus) (nonobese) (obese)

• adult-onset

• maturity-onset

• nonketocic

• stable

• type II

non-insulin-dependent diabetes mellitus of the young

Excludes : diabetes mellitus (in)

• malnutrition-related (E12.-)

• neonatal (P70.2)
53

• pregnancy, childbirth and the puerperium (O24.-)

glycosuria:

• NOS (R81)

• renal (E74.8)

impaired glucose tolerance (R73.0)

postsurgical hypoinsulinaemia (E89.1)

E12 Malnutrition-related diabetes mellitus

See before E10 for subdivisions

Includes : Malnutrition-related diabetes mellitus

• insulin-dependent

• non-insulin-dependent

Excludes: diabetes mellitus in pregnancy, childbirth and the

puerperium (024.-)

glycouria

• NOS (R81)

• renal (E74.8)

impaired glucose tolerance (R73.0)

neonatal diabetes mellitus (P70.2)

postsurgical hypoinsulinaemia (E89.1)

E13 Other specified diabete mellitus


See before E10 for subdivisions

Excludes: diabetes mellitus (in)

• insulin-dependent (E10.-)
54

• malnutrition-related (E12.-)

• neonatal (P70.2)

• non-insulin-dependent (E11.-)

• Pregnancy, childbirth and the puerperium (O24.-)

Glycosuria:

• NOS (R81)

• renal (E74.8)

Impaired glucose tolerance (R73.0)

Postsurgical hypoinsulinaemia(E89.1)

E14 Unspecified diabetes mellitus

See before E10 for subdivisions

Includes: diabetes NOS

Excludes: diabetes mellitus (in):

• insulin-dependent (E10.-)

• malnutrition-related (E12.-)

• neonatal (P70.2)

• non-insulin-dependent (E11.-)

• pregnancy, childbirth and the puerperium (O24.-)

Glycosuria:

• NOS (R81)

• renal (E74.8)

Impaired glucose tolerance (R73.0)

Postsurgical hypoinsulinaemia(E89.1)
55

Chapter IV: Endocrine, nutritional and metabolic diseases

Certain conditions classifiable to this chapter may result from drugs

or other external cause causes. Codes from Chapter XX may be used as

optional additional codes.

E10-E14 Diabetes mellitus

In coding the “main condition”, the selection of an appropriate

subcategory frm the list that applies to all of these categories should be

based on the “main condition” as recorded by the health care

practitioner. The subcategory .7 should be used as the “main condition”

code only when multiple complications of diabetes have been recorded

as the “main condition” without preference for any one complication.

Codes for any individual complications listed may be added as optional

additional codes.

Example 12: Main condition : Renal failure due to diabetic

glomerulonehrosis

Code to unspecified diabetes mellitus with renal

complications (E14.2†AND N08.3*)

Example 13: Main condition : insulin-dependent diabetic with

nephropathy, gangrene and

cataracts

Other conditions :-
56

E. Diabetes mellitus

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) menurut Mansjoer (2001:580) adalah

keadaan hiperglikemia kronik, disertai dengan berbagai kelainan

metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,

disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan

mikroskop elekrton. Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI (2014) terdapat dua ketegori utama diabetes mellitus

yaitu diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe II. Diabates

mellitus tipe 1, dulu disebut Insulin-dependent atau

juvenile/childhood-onset diabetes. Ditandai dengan kurangnya

produksi insulin. diabetese mellitus tipe II, dulu disebut Non-Insulin-

Dependent atau adult-onset diabetes. Disebabkan penggunaan insulin

yang kurang efektif oleh tubuh. Menurut Mansjoer (2001;580) Insulin

Dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus

Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh deruksi sel beta

Langerhans akibat proses autonium, sedangkan Non Insulin

Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak

Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relati sel beta dan

resistensi insulin.
57

2. Perbedaan diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II

Diabetes mellitus tipe I merupakan gangguan metabolik tubuh

dimana ditandai dengan hiperglikemia kronik, yang diakibatkan oleh

sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik

sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti, sedangkan

diabetes mellitus tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang

ditandai dengan kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin

oleh sel beta pancreas dan atau gangguan fungsi insulin (sekresi

insulin), sehingga produksi insulin yang dihasilkan tidak dapat

memenuhi kebutuhan. Pada gejala awal diabetes mellitus tipe I dan

diabetes mellitus tipe II tidak terdapat perbedaan yaitu dimulai dengan

poliuria, polifagia, dan polidypsi. Komplikasi pada diabetes mellitus

tipe I dan diabetes mellitus tipe II tidak terdapat perbedaan yaitu

diantaranya nefropathy, neuropathy, penyakit jantung koroner,

gangrene, gangguan mata, disfungsi seksual, kulit menjadi sensitif,

bahaya kehamilan, alzeimer. Diantara diabetes mellitus tipe I dan

diabetes mellitus tipe II yang dapat membedakan adalah suntik insulin

yang diberikan kepada penderita diabetes mellitus tipe I sedangkan

pada penderita diabetes mellitus tipe II dapat diberikan suntik insulin

apabila diperlukan.

3. Diabetes mellitus tipe II

Menurut ADA 2010 (American Diabetes Assocition) dalam

Ndraha 2014 pada penderita diabetes mellitus tipe II terjadi


58

hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke

dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan

turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa

oleh jaringan perifer dan utnuk menghambat produksiglukosa oleh

hati. Resistensi insulin (reseptor insulin sudah tdiak aktif karena

dianggap kadarnya masih tinggi dakam darah) dapat mengakibatkan

defisiensi relative insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan

berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama ahan

sekresi insulin lain sehingga sel beta pancreas akan mengalami

desnsitisasi terhadap adanya glukosa.

4. Manifestasi Klinis diabetes mellitus tipe II

Menurut Mansjoer (2001:580) diagnosis diabetes mellitus awalnya

dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa meningkatnya frekuensi

rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsia), dan meningkatnya

frekuensi buang air kecil (poliuria), rasa lemas dan berat badan

menurun. Gejala lain yang mungkin timbul dan dikeluhkan penderita

dalah kesemutan, gatal-gatal, penglihatan kabur, impotensi pada pria

serta pruritus vulva pada wanita.

5. Pemeriksaan Penunjang diabetes mellitus tipe II

Menurut Mansjoer (2001:580) pemeriksaan penunjang perlu

dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes

mellitus, yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas,

tekanan darah tinggi, genetik, riwayat kehamilan dengan berat badan


59

lahir bayi >4.000 g. riwayat diabetes mellitus pada kehamilan, dan

Dysplidemia.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan

glujosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat

diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk

kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penunjangnya

negative, perlu pemeriksaan penunjang ulang tiap tahun. Bagi pasien

berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penunjang dapat

dilakukan setiap 3 tahun.

Tabel 1.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa (mg/dl)


Keterangan Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar Glukosa darah
Sewaktu
Plasma vena < 110 110 - 199 > 200
Darah kapiler < 90 90 - 199 > 200
Kadar Glukosa Darah
Puasa
Plasma Vena < 110 110 - 125 > 126
Darah Kapiler < 90 90 - 109 > 109
Sumber : Tabel 53.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan
metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/dl. Mansjoer (2001:581)

6. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus tipe II meliputi :

a. Kerusakan syaraf (Neuropati)

Menurut Ndraha (2014) sistem syaraf tubuh kita terdiri dari

susunan syaraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang,

susunan syaraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan

saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran


60

cerna. hal ini biasanyat terjadi setelah glukosa darah terus tinggi,

tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun

atau lebih. apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi

normal, terkadang perbaikan syaraf bisa terjadi. Namun bila

dalam jangka lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan

menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding

pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke syaraf sehinga

terjadi kerusakan yang disebut neuropati diabetik (diabetic

neuropathy).

b. Kerusakan ginjal (Nefropati)

Menurut Ndraha (2014) ginjal manusia terdiri dari dua juta

nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut

kapiler. kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. bahan yang

tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing.

ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah

dari racun yang masuk ke dalam tubuh. Bila ada kerusakan ginjal

racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya

dipertahankan ginjal bocor ke luar.

c. Kerusakan mata

Menurut Ndraha (2014) penyakit diabetes mellitus bisa

merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama

kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan

oleh diabetes mellitus, yaitu retinopathy¸catarract, dan glaucoma.


61

d. Gangguan saluran cerna

Menurut Ndraha (2014) gangguan saluran cerna pada

penderita diabetes mellitus disebabkan disebabkan karena control

glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan syaraf otonom

yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari

rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa

pengecapan sehingga mnegurangi nafsu makan, sampai pada akar

gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah

tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual

bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi, ini adalah akibat dari

gangguan syaraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan

gangguan saluran ,akan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-

obatan yang diminum.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus tipe II yaitu :

a. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku

sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga

pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komprehensif dan

berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku

sehat.

Edukasi pada penyandang diabetes mellitus meliputi

pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan


62

penggunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan

aktifitas fisik seperti olahraga, dan mengurangi asupan kalori dan

diet makanan tinggi lemak.

b. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes mellitus

yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori

masn memperhatikan kteraturan jadwal makan, jenis jumlah

makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari

karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-35%, protein 10%-20%,

Natrium kurang dar 3g dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

c. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali smeinggu, masing-

masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan

yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda

dan berenang. Latihan jasmani selain utnuk menjaga kebugaran

juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas

insulin.

d. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan

pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani.

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk injeksi. Obat

yang saat ini ada antara lain :

1) Obat Hipoglikemi Oral (OHO)


63

a) Pemicu sekresi insulin :

(1) Sulfonilurea

(a) Memiliki efek utama meningkatkan sekres

insulin oleh sel beta pankreas

(b) Sulfonilurea tidak dianjurkan pada orang tua,

gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi

(2) Glinid

(a) Terdiri dari repaglinid dan nateglinid

(b) Cara kerjasama dengan sulfonilurea, akan tetapi

lebih ditekankan pada sekresi insulin fase

pertama.

(c) Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia

postprandial

b) Peningkat sensitivitas insulin :

(1) Bilguanid

(a) golongan bilguanid yang seering digunakan

adalah metformin.

(b) Metformin menurunkan glukosa darah melalui

pengaruhnya terhdap kerja insulin pada tingkat

seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan

produksi glukosa hati.


64

(c) Metformin merupakan pilhan utama untuk

penderita diabetes gemuk, disertai dyslipidemia

dan disertai resistensi insulin.

(2) Tiazolidindion

(a) Menurunkan meresistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut

(b) tiazolidindion dikontraindikasi kan pada gagal

jantung karena meningkatkan retensi cairan.

c) Penghambat glukoneogenesis :

(1) Biguanid (Metformin)

(a) Selain menurunkan resistensi insulin, metformin

juga mengurangi produksi glukosa hati.

(b) metformin dikontraindikasi kan pada gangguan

fungsi ginjal dengan kreatinin serum>1,5 mg/dl,

gangguan fungsi hati, serta pasien dengan

kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis.

(c) metformin tidak memiliki efek samping

hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea.

(d) metformin memiliki efek samping pada saluran

cerna (mual) akan tetapi bisa diatasi dengan

pemberian sesudah makan.

d) Penghambat glukosidase alfa :

(1) Acarbose
65

(a) bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di

usus halus.

(b) Acarbose mempunyai efek samping

hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea

(c) penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4)

glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan

suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel

L di mukosa usus. peptida ini disekresi bila ada

makanan yang masuk, GLP-1 merupakan

perangsang kuat bagi insulin dan penghambat

glucagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah

menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim

DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan

penglepasan insulin dan menghambat

penglepasan glucagon.

2) Obat Injeksi

(a) Insulin

(1) Insulin kerja cepat

(2) insulin kerja pendek

(3) insulin kerja menengah

(4) insulin kerja panjang

(5) insulin campuran tetap.

(b) Agonis GLP-1/Incretin memtik


66

(1) Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin

tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat

penglepasan glucagon.

(2) Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan

sulfonilurea.

(3) Efek samping antara lain gangguan saluran cerna

seperti mual muntah.

8. Clinical Information Of diabetes mellitus type II

a. Suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat mengendalikan

jumlah glukosa dari darah dan ginjal dalam jumlah yang besar.

Penyakit ini terjadi pada saat tubuh tidak cukup dalam

memproduksi insulin.

b. Kelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan

hiperglikemia dan intoleransi glukosa.

c. gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar gula darah

tinggi yang abnormal akibat berkurangnya produksi insulin

atau resistensi insulin.

d. Sub kelas diabetes mellitus yang tidak responsif terhadap

insulin atau dependen (NIDDM). Hal ini ditandai dengan

resistensi insulin dan hiperinsulinemia dan pada akhirnya

ditemukan glukosa; hiperglikemia; dan diabetes. Diabetes

mellitus tipe II tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang


67

secara eksklusif ditemukan pada orang dewasa, akan tetapi

pada remaja yang cenderung mengalami obesitas.

e. Jenis diabetes mellitus yang ditandai dengan resistensi insulin

atau desensitisasi dan peningkatan kadar glukosa darah.

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang dapat

berkembang secara bertahap selama masa hidup pasien dan

dapat dikaitkan dengan faktor lingkungan dan faktor

keturunan.

f. Diabetes mellitus merupakan penyakit dimana glukosa

seseorang ataukadar gula dalam darahnya terlalu tinggi.

glukosa berasal dari makanan yang sehari-hari masuk ke dalam

tubuh manusia, sedangkan insulin merupakan hormon yang

membantu glukosa untuk masuk ke dalam sel. pada diabetes

mellitus tipe II yaitu tubuh seseorang yang tidak menggunakan

insulin dengan baik. Kadar glukosa dalam darah yang terlalu

tinggi dapat menyebabkan masalah seperti kerusakan mata,

ginjal juga syaraf. Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan

penyakit jantung, stroke dan bahkan bisa menyebabkan

hilangnya anggota badan. wanita hamil juga bisa terserang

diabetes, yang disebut diabetes gestational.

g. Orang dewasa, orang dengan obesitas, dan keluarga yang

memiliki riwayat diabetes mellitus lebih beresiko terserang

diabetes mellitus .
68

h. Gejala diabetes mellitus tipe II dapat muncul secara perlahan

beberapa orang tidak sadar akan timbulya gejala-gejala

tersebut diantaranya :

1) Rasa haus yang berlebih

2) Sering buang air kecil

3) Mudah lelah

4) Penglihatan kabur

5) Memiliki luka yang lama untuk sembuh.

F. Kerangka Teori

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2010) kerangka berfikir

(kerangka teori) merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai

masalah yang penting. Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :
69

DRM Rawat Inap

Diagnosis diabetes
mellitus tipe II

Standar Prosedur Koding Faktor-faktor yang


mempengaruhi
Operasional (SPO) Berdasarkan ICD- ketidakakuratan
10 dan keakuratan
kode

Akurat Tidak Akurat

Gambar 1.3 Kerangka Teori


Sumber : Sugiyono (2010)

Keterangan :

Dari dokumen rekam medis yang sudah lengkap memuat diagnosi

utama diabetes mellitus Tipe II selanjutanya dikode oleh petugas

koding sesuai aturan ICD-10 yang sudah diatur dalam SPO Rumah

Sakit oleh petugas koding. Kemudian akan didapatkan hasil dokumen

rekam medis yang lengkap dan tidak lengkap.


70

G. Kerangka Konsep

Menurut Notoadmodjo (2010) kerangka konsep adalah kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui

penelitian yang akan dilakukan :

INPUT PROSES

- Standar Prosedur Analisis akurasi kode


Operasioanl (SPO)
menggunakan ICD-10
kodefikasi
- Diagnosis diabetes
mellitus Tipe II
OUTPUT
- Kode diagnosis
diabetes mellitus - Prosedur
kodefikasi
tipe II. diagnosis diabetes
mellitustipe II
- Kode akurat dan
tidak akurat pada
diagnosis diabetes
mellitus tipe II
- Prosedur
pencatatan
diagnosis diabetes
mellitus tipe II
- Faktor-faktor yang
mempengaruhi
keakuratan dan
ketidakauratan
kode

Gambar 1.4 Kerangka Konsep


71

Keterangan :

Dari input (masukan) dalam penelitian ini stamdar Prosedur

Operasional (SPO) koding dan sarana prasarana yang digunakan untuk

mengkoding dokumen rekam medis pasien rawat inap kemudia dilakukan

proses tinjauan prosedur kodefikasi penyakit diabetes mellitus Tipe II

pasien rawat inap, apakah pengkodean yang dilakukan sudah sesuai dengan

standar prosedur operasional (SPO) yang berlaku di rumah sakit. Setelah

itu dilakukan output (keluaran) antara lain pelaksanaan koding sesuai

standar prosedur operasional (SPO) atau belum, keakuratan kode diagnosis

diabetes mellitus tipe II dan faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan

dan ketidakakuratan kode.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

deskriptif. Menurut Notoadmodjo (2012), metode penelitian deskriptif

adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendiskripsikan atau

menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan pada penelitian ini adalah retrospective.

pendektan retrospective adalah pengumpulan data dimulai dari efek

atau akibat yang telah terjadi (Notoadmodjo, 2010).

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai cirri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oelh satuan penelitian tentang konsep

pengertian tertentu. (Notoadmodjo, 2010)

Variabel penelitian meliputi :

1. Prosedur kodefikasi dalam pemberian kode diagnosis pada dokumen

rekam medis pasien rawat inap.

2. Prosedur pencatatan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pasien

rawat inap.

72
73

3. Keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam

medis pasien rawat inap.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode dan ketidak

akuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pasien rawat inap.

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan.

(Notoatmojo, 2012)

Tabel 1.4 Definisi Operasional


NO Variabel Definisi
1. Prosedur kodefikasi Suatu standar baku yng mengatur setiap prosedur
diagnosis pada
yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatn rekam
dokumen rekam
medis pasien rawat medis. Standar prosedur operasional koding :
inap.
Cara yang mengatur prosedur kodefikasi
diagnosis.
2. Prosedur pencatatan Pencatatan diagnosis seorang pasien harus sesuai
diagnosis
dengan keadaan pasien harus sesuai dengan
keadaan pasien yang sebenarnya dan harus diisi
oleh tenaga medis yang menangani atau
bertanggung jawab kepada pasien tersebut
sehingg pencatatan diagnosis dilakukan dengann
tepat.
3. Keakuratan dan Akurasi kode adalah akurat atau tidak akuratnya
ketidak akuratan kode diagnosis penyakit diabtes mellitus tipe II
kode diagnosis berdasarkan ICD-10 :
kasus diabetes
mellitus tipe II
Dilanjutkan…..
74

Lanjutan Tabel 1.4…

No Variabel Definisi
a. Akurat ialah adanya diagnosis utama dan atau
sekunder serta tepatnya pemberian kode diagnosis
penyakit berdasarkan aturan ICD-10. Rumus
Presentase akurat :

b. Tidak akurat ialah tidak adanya dan atau tidak


tepatnya pemberian kode diagnosis utama, Rumus
Presentase Tidak akurat :

4. Faktor yang Yaitu merupakan faktor-faktor yang dapat


mempengaruhi mempengaruhi kekauratan dan ketidakakuratan kode
keakuratan dan diagnosis diabetes mellitus tipe II.
ketidakakuratan
kode diagnosis
diabetes mellitus
tipe II

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoadmodjo, 2012). Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu dokumen rekam medis pasien rawat inap, dengan

diagnosis diabetes mellitus tipe II tahun 2017 yang berjumlah 493

dokumen rekam medis.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian besar diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo,2010).


75

Pengambilan sampel dalam penelitian ini meggunakan penentuan besar

pengambilan sampel dengan rumus Slovin menurut Siregar (2014) yaitu

sebagai berikut :

493 493
= 2
83,13 = 83 dokumen
1 493.(0,1) 1 4,93 5,93

Keterangan :

n = sampel

N = jumlah populasi

e = perkiraan tingkat kesalahan

Berdasarkan hasil perhitungan, peneliti mengambil sampel

sebanyak 83 dokumen rekam medis dengan diagnosis diabetes

mellitus tipe II.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel simple random

sampling atau sampel dilakukan secara acak sederhana, yaitu setiap

anggota atau unit mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi

sebagai sampel (Notoadmodjo, 2010)


76

E. Pengumpulan Data

Menurut Saryono dan Anggraeni (2013) sumber data dibagi menjadi

dua yaitu sebagai berikut :

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat

pengambil data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi

yang dicari (Saryono dan Anggraeni, 2013:178). Data yang

diperoleh secara langsung dengan melakukan observasi terhadap

dokumen rekam medis utnuk penyakit diabetes mellitus tipe II dan

melakukan wawancara langsung dengan petugas coding atau

petugas bagian rekam medis tentang keadaan coding di Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain,

tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.

Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah

tersedia (Saryono dan Anggraeni, 2013:178). Peneliti memperoleh

data penyakit diabetes mellitus tipe II dari indeks penyakit, laporan

data morbiditas, 10 besar penyakit, Profil Rumah Sakit, dan

Standar Prosedur Operasional (SPO) kodefikasi diagnosis.


77

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana,

yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat

sejumlah dan taraf aktifitas tertentu atau situasi tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoadmodjo,

2010:131). Peneliti melakukan observasi dengan melihat dan

mencatat kegiatan yang berhubungan de gan keakuratan kode

diagnosis dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017.

b. Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau

informasi secara lisan dari seorang sasaran penelitian (responden),

atau bercakap-cakap berhadap muka dengan orang tersebut (face to

face) (Notoadmodjo, 2010). Peneliti melakukan wawancara dengan

petugas rekam medis khususnya kepala instalasi rekam medis dan

petugas coding di Rumah Sakitt PKU Muhammadiyah

Karanganyar.

3. Instrumen Penelitian

Menurut Notoadmodjo (2010) instrumen penelitian adalah alat-

alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Isntrumen

penelitian ini dapat berupa kuesioner daftar pernyataan, formulir

observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatn dan


78

sebagainya. Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian

adalah sebagai berikut :

1. ICD-10

ICD-10 yang digunakan adalah ICD-10 volume 1, 2 dan 3

tahun 2010. ICD-10 berisi pedoman untuk merekam dan member

kode penyakit, disertai dengan materi baru yang berupa aspek

praktis penggunaan klasifikasi (ICD-10 Volume 2, 2010).

2. Check List

Check list adalah suatu daftar pengecek berisi nama subjek dan

beberapa gejala atau identitas lainnya dari sarana pengamatan,

tabel hasil penelitian ini digunakan untuk mempermudah dalam

menghitung kode penyakit yang akurat dan tidak akurat dari data

yang diperoleh (Notoadmodjo, 2012). (Lampiran 3)

3. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan keakuratan dan

ketidak akuratan kode diagnosis penyakit diabete mellitus tipe II

pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Karanganyar. (Lampiran 2)

4. Pedoman Observasi

Pedoman observasi merupakan suatu pedoman prosedur

yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan

mencatat sejumlah tarif sktivitsd tertentu atau situasi tertentu yang


79

ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. penelitian ini

melakukan observasi pada dokumen rekam medis kasus diabetes

mellitus tipe II pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017 berdasarkan ICD-10.

(Lampiran 1)

F. Pengolahan Data

Pengolahan data berisi tentang uraian rencana yang akan dilakukan

untuk mengolah data dan penjelasan proses pengolahan datanya.

(Notoadmodjo, 2012)

1. Collecting

Collecting merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data.

Pengamatan data prosedur dan pelaksanaan kodefikasi, serta

keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Karanganyar.

2. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan

isisan formulir atau kuesioner (Notoadmodjo, 2010). Pemilihan data

yang dibutuhkan untuk meneliti diagnose dokter dari dokumen rekam

medis pasien rawat inap dan meneliti kodefikasi yang dikode oleh

coder.
80

3. Coding

Coding yaitu merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010). Mengkode diagnosis

diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap

menggunakan ICD-10.

4. Data Entry

Data entry adalah mengisi kolom-kolom lembar kode atau kartu

kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan

(Notoatmodjo, 2010). Data entry dalam penelitian ini adalah meneliti

keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam

medis pasien rawat inap yang diperoleh ke dalam tabel kemudian

melihat keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap yang ada di

rumah sakit dengan ICD-10.

5. Tabulasi

Tabulasi adalah membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan peneliti (Notoatmodjo, 2010).

Tabulasi yag dilakukan dalam penelitian ini adalah menyusun kode

diagnosis diabetes mellitus pasien rawat inap dari data yang diperoleh

dalam benuk tabel yang digunakan untuk mengetahui jumlah kasus

dibetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap

akurat dan tidak akurat.


81

6. Penyajian Data

Penyajian data yaitu kegiatan untuk menyajikan data hasil

penelitian yang diolah menjadi berbagai bentuk seperti bentuk teks

(textular), bentuk tabel dan diagram (Notoatmojo, 2010). Penyjian

data dalam penelitian ini tentang keakuratan kode diagnosis diabetes

mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap

disajikan dengan teks yang bersifat deskriptif, dalam bentuk tabel dan

grafik.

G. Analisis Data

Analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan

jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel satu dari seluruh

responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan

perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. (Sugiyono,

2010:207)

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis secara

deskriptif yaitu dengan meninjau keakuratan kode diagnosis diabetes

mellitus tipe II dan memprosentasekan keakuratan dan ketidakakuratan

kode diagnosis diabetes mellitus tipe IIpada dokumen rekam medis pasien

rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dengan

menggunakan ICD-10 dalam bentuk deskriptif, tabel dan grafik.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006.Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah


Sakit di Indonesia, Revisi II.J akarta: Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Hatta, G R.2010.Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan


Kesehatan.Jakarta: UI Press.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Saryono, dan Mekar D A. 2013.Metodologu Penelitian Deskriptif Kualitatif dan


Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Siregar, S. 2010.Statistik Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

WHO, 2010.International Statistical Classification of Disease and Related Health


Problem Tenth Revision, Volume 2. Second edition. Geneva

PUSDATIN Kemenkes RI. 2014.Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat


Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Ndraha, Suzana.2014.Diabetes Mellitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta:


Leading Article Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Krida Wacana Jakarta, 27 (2) Medicinus.

Mansjoer, Arif, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Susanti, susi.2014.Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis Utama Kasus


Gastroenteritis Acute pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap
di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen Tahun 2014.Surakarta,
APIKES Citra Medika.

Setianto B D.2012.Tinjauan Keakuratan Penetapan Kode Diagnosis Utama


Berdasarkan Spesifikasi Diagnosa Utama pada Dokumen Rekam
Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Permata Medika Semarang Tahun
2012. Semarang, Universitas Dian Nuswantoro.

Multisari, Sugiarsi, Awallah.2011.Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama


Thypoid Fever berdasarkan ICD-10 pada Pasien Rawat Inap di RSUD
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011.Karanganyar, APIKES Mitra
Husada.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran 1

PEDOMAN OBSERVASI

1. Mengamati dan mencatat data 10 besar penyakit rawat inap di Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017.

2. Mencatat data pasien rawat inap dengan diagnosis kasus diabetes mellitus tipe

II di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017.

3. Mencari dokumen rekam medis sesuai dengan nomor RM pasien dengan

diagnosis kasus penyakit diabetes mellitus tiep II di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017.

4. Meninjau pengkodean dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan

diagnosis kasus diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017 berdasarkan ICD-10.

5. Meninjau hasil pengkodean dengan menggunakan ICD-10 di Rumah Sakit

PKU Muhmmadiyah Karanganyar.


Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA

Kepala Instalasi Rekam Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karangnyar

1. Terdapat berapa petugas rekam medis di Unit Kerja Rekam Medis di Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar?

2. Apa latar belakang pendidikan petugas rekam medis khususnya petugas coder

di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar?

3. Adakah SPO, protap atau kebijakan yang mengatur tentang koding? Dan

bagaimanakah implementasinya?

4. Apakah pelaksanaan SPO, protap terkait pengkodean di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah karanganyar sudah berjalan dengan baik? Jika belum,

kenapa?

Kepada petugas koding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar

1. Sudah berapa lama anda menjalankan tugas sebagai petugas coding di Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar?

2. Setiap harinya berapa jumlah rata-rata dokumen rekam medis yang Anda

coding?

3. Apakah Anda sudah pernah mengikuti pelatihan terkait dengan pengkodean?

Jika sudah pernah, kapan? dan dimana?

4. Apakah Anda pernah mengalami kendala atau hambatan pada saat

melaksanakan pengkodean? Jika pernah, apa saja kendala atau hambatan

tersebut? dan seberapa sering?


5. Bagaimana solusi anda untuk mengatasi kendala atau hambatan tersebut?

6. Alat penunjang apa saja yang Anda gunakan dalam melaksanakan

pengkodean di Rumah Sakit PKU Muhammdiyah Karanganyar?


Lampiran 3

HASIL SURVEI KAKURATAN KODE DIAGNOSIS 10 DOKUMEN REKAM MEDIS


No. Kode Kode Hasil
No Diagnosis Ket.
RM RS Peneliti A TA
1 255599 DU : diabetes E11.1 E11.1 √ CPPT : Tertulis komplikasi ketoacidosis
mellitus Tipe II RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II with
With Ketoacidosis ketoacidosis
2 241186 DU : diabetes E11.9 E11.4† √ CPPT : Tertulis diabetes mellitus tipe II dengan
mellitus tipe II komplikasi neuropathy pada syaraf autonom
G99.0* RMK : Tertulis diabetes mellitus tipe II with neuropathy
DS : Neuropathy
3 245673 DU : diabetes - E11.7 √ CPPT : Tertulis komplikasi diabetes mellitus Tipe II
mellitus tipe II dengan komplikasi ulcus dan neuropathy pada syaraf
DS : ulcus - E11.5 autonom
diabetes mellitus
RMK : Tertulis diagnosis Diabetes mellitus tipe II, ulcus
DS : neuropathy - E11.4†
diabetes mellitus, neuropathy
G99.0*

4 247435 DU : Ulcus E11.5 E11.5 √ CPPT : tertulis komplikasi ulcus dan tidak ada
Diabetes Mellitus komplikasi lain
tipe II RMK : Tertulis diagnosis ulcus diabetes mellitus tipe II

Dilanjutkan...
Lanjutan …

No. Kode Kode Hasil


No Diagnosis Ket.
RM RS Peneliti A TA
5 248990 DU : E11.0 E11.7 √ CPPT : Tertulis komplikasi nefropathy diabetes mellitus
Hypoglicemi
RMK : Tertulis diagnosis hypoglicemi diabetes mellitus tipe
Diabetes
Mellitus tipe II II, nefropathy diabetes mellitus
DS : Nefropathy
Hasil lab : GDS 190 mg/dl
diabetes mellitus
6 230641 DU : Diabetes E11.9 E11.9 √ CPPT : Tertulis diabetes mellitus tipe II tanpa adanya
mellitus tipe II
komplikasi
RMK : tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II
7 244527 DU : diabetes E11.3† E11.3† √ CPPT : Tertulis komplikasi catarract
mellitus tipe II H28.0* H28.0*
RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, catarract
DS : catarract

8 248916 DU : diabetes - E11.4† √ CPPT : Tertulis diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi
mellitus tipe II
neuropathy pada syaraf autonom
with Neuropathy G99.0*
RMK : tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II with
Neuropathy
Dilanjutkan…
Lanjutan….

Hasil
No. Kode Kode
No Diagnosis A TA Ket.
RM RS Peneliti
9 247094 DU : Diabetes E11.1 E10.7 √ CPPT : Tertulis komplikasi ketoacidosis
mellitus with
CPO : tertulis pemberian injeksi insulin
ketoacidosis
DS : E16.2 Hasil lab : GDS .600 mg/dl
Hyperglicemia

10 252774 DU : Diabetes E11.2† E11.2† √ CPPT : Tertulis menunjukkan komplikasi Nefropathy


mellitus tipe II N08.3* N08.3* RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II,
DS : Nefropathy nefropathy diabetes mellitus
diabetes mellitus
Lampiran 4

TABEL KERJA KAKURATAN KODE DIAGNOSIS DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP
No. Kode Kode Hasil
No Diagnosis Ket.
RM RS Peneliti A TA

Anda mungkin juga menyukai