Disusun oleh :
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan makalah yg berjudul “Kodefikasi cedera dan keracunan, komplikasi
pasca bedah dan tindakan terkait trauma dan keracunan”.
Shalawat beriring salam kita sanjung sajikan kepangkuan Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya , berkat perjuangan beliaulah kita dapat
merasakan betapa bermaknanya hidup dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini .
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik . Oleh karena
itu, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yg
sebesar-besarnya kepada Ibu dosen pengasuh mata kuliah Kodefikasi Cedera dan
Keracunan Semester V.
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan . Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik
dan saran yg bersifat konstruktif dan membangun dari semua pihak untuk
kesempurnaan nya . penulis hanya dapat berdo’a semoga Allah swt memberikan balasan
yang berlipat ganda . Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar isi...........................................................................................................................iii
Daftar gambar...................................................................................................................iv
BAB I................................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. Cidera....................................................................................................................4
1. Perbedaan Koding pada Cidera Tunggal dan Cidera Ganda..........................4
2. Prinsip Koding Ganda.....................................................................................5
3. Kategori Cidera...............................................................................................7
4. Ketentuan Koding Fraktur.............................................................................15
5. Kode Untuk Luka Terbuka Yang Menyertai Cidera Lain............................20
6. Luka Bakar dan Korosi.................................................................................21
B. Keracunan...........................................................................................................27
C. Komplikasi pasca bedah.....................................................................................32
D. Tindakan yang berkaitan dengan trauma dan keracunan(ICD 9 M).................33
BAB III...........................................................................................................................35
A. KESIMPULAN...................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................36
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 2.22. Pada Indeks Alfabetik Tercantum Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan
Kedalaman............................................................................................................21
Gambar 2.23: Kategori T20-T25, T29 dan T30.........................................................22
Gambar 2.24. Kategori luka bakar berdasarkan luas area yang
terkena.................................................................................................................22
Gambar 2.25. Kategori luka korosi berdasarkan luas area yang
terkena.................................................................................................................22
Gambar 2.26. Indeks alfabetik pada luka bakar (burn)...............................................23
Gambar 2.27. Indeks alfabetik pada luka bakar (burn)...............................................23
Gambar 2.28. Kategori T22 Burn of Upper Limb......................................................25
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meskipun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga
orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar, reflek memejam atau mengedip,
mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. (Ilyas, Sidarta, 2008)
Trauma pada mata dapat berupa trauma mekanik, kimia, dan trauma fisik.
Salah satu jenis trauma mata adalah trauma kimia. Sebagian besar trauma kimia
pada mata terjadi dalam dunia kerja. Industri menggunakan berbagai jenis bahan
kimia setiap hari. Tetapi, trauma kimia juga sering terjadi di rumah tangga, sebagian
besar dari produk-produk pembersih. Jenis trauma seperti ini dapat menjadi sangat
berbahaya dan harus dirawat secara cepat dan tepat. Pada trauma kimia ini dapat
disebabkan oleh trauma asam maupun basa. Pengaruh bahan kimia sangat
bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimi tersebut mengenai mata.
(Ilyas, Sidarta, 2008)
Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2013, trauma mata
termasuk ke dalam 6 jenis trauma terbanyak yang terjadi di Indonesia dan
menempati urutan kelima jenis trauma yang paling sering terjadi pada tahun 2013 di
Provinsi Sumatera Barat.Banyak penelitian yang melaporkan prevalensi trauma
mata yang lebihtinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Hal inijuga senada
dengan penelitian oleh Ali Tabatabaei pada tahun 2013 yangmemperoleh dominasi
dari jenis kelamin laki-laki pada lebih dari tiga perempatpopulasi yang diteliti.
Temuan ini diperkuat dengan ada keterlibatan yang lebihtinggi pada trauma ini di
antara laki-laki karena laki-laki lebih aktif danumumnya lebih banyak terlibat
aktivitas di luar ruangan dan lebih berisiko daripada perempuan.
(RISKESDAS,2013)
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya
kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan
bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum
1
terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada
anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari
permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan
dari gagang mainan dan sebagainya. (Rodriguez, 2007) Dengan demikian, penulis
berkeinginan untuk mengkaji tentang trauma mata khususnya mengenai gambaran
trauma mata.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aturan dan tata cara kodefikasi trauma ?
2. Bagaimana aturan dan tata cara kodefikasi keracunan ?
3. Bagaimana aturan dan tata cara kodefikasi komplikasi trauma ?
4. Bagaimana aturan dan tata cara kodefikasi sequale trauma ?
5. Bagaimana aturan dan tata cara kodefikasi komplikasi tindak bedah ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan tentang aturan dan tata cara kodefikasi trauma, keracunan,
komplikasi trauma, sequale trauma, dan komplikasi tindak bedah.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pembaca
a. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai aturan dan tata cara
kodefikasi trauma, keracunan, komplikasi trauma, sequale trauma, dan
komplikasi tindak bedah.
b. Dapat menjadikan referensi untuk makalah pembaca selanjutnya dengan
adanya kritik dan saran untuk penulisan.
2
2. Bagi Penyusun
a. Dapat berbagi informasi dan menambah wawasan penyusun tentang
keracunan serta penanganannya.
b. Dapat dijadikan sumber tambahan referensi dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. CEDERA
Koding Cedera dan Keracunan dalam ICD-10 diletakkan dalam Bab 19 yang
berjudul “Injury, Poisoning And Certain Other Consequences Of External Cause”
(“Cedera, Keracunan, Dan Konsekuensi Lain Tertentu Akibat Sebab Luar”) pada
Kategori S00-T98, yang terbagi dalam 24 blok kategori. Sebagaimana bab Lainnya,
dalam bab ini juga terdapat 2 kategori Pengecualian (Exclusions) yaitu: Trauma
kelahiran (P10 – P15)dan Trauma obstetrik (O70 - O71).
4
modul KKPMT I terlebih dahulu tentang Tata Cara Penggunaan ICD-10 dan
Pedoman Koding.
Berikut contoh kode cedera ganda.
5
2. Prinsip Koding Multipel
Dalam mengkode cedera, prinsip koding ganda (multipel) pada cedera
sebagaimana disebutkan dalam Aturan Koding Morbiditas harus selalu diikuti,
sepanjang memungkinkan. Adapun kategori kombinasi pada cedera multipel
disediakan untuk digunakan pada keadaan tidak terdapatnya rincian yang cukup
tentang gambaran kondisi individualnya, atau untuk kebutuhan tabulasi primer,
dimana kode tunggal dirasakan lebih sesuai; selain dari itu, maka cedera
sebaiknya dikode secara terpisah. Oleh karena itu, penulisan kode cedera
multipel harus mengacu pada ketentuan aturan koding morbiditas dan mortalitas
pada volume 2 ICD- 10. Untuk itu, beberapa kategori terkait cedera ganda,
memuat keterangan untuk mengingatkan kaidah koding multipel pada aturan
morbiditas, sebagai berikut.
6
a. cedera superfisial seperti abrasi atau kontusio tidak perlu dikode jika pada
lokasi yg samaterdapat cedera yang lebih berat, misalnya open wound atau
fraktur; dan
b. bilamana cedera primer seperti misalnya fraktur, juga menimbulkan
kerusakan minor pd pembuluh darah/saraf perifer, maka cedera primer
dikode terlebih dulu baru kode tambahan untuk cedera minornya, demikian
pula sebaliknya.
3. Kategori Cedera
Blok kategori pada Bagian S serta kategori T00-T14 dan T90-T98
berisikan kode cedera pada level kategori 3-karakter yang diklasifikasikan
berdasarkan tipe cedera, yaitu sebagai berikut.
7
Open Wound, meliputi :
a. Gigitan hewan
b. Luka iris
c. Lacerasi
d. Luka tusuk :
1) NOS
2) Dengan benda asing (yang penetrasi/menembus)
Fraktur, meliputi :
a. Fraktur Tertutup :
1) Comminuted
2) Depressed (tertindih)
3) Elevated (terangkat )
4) Fissured (retak)
5) Greenstick Dengan atau tanpa luka
8
Pengecualian Fraktur:
a. Patologis (M84.4) :
1) Dengan Osteoporosis (M80.-)
b. Stress (fraktur akibat tekanan) (M84.3)
c. Malunion fraktur (M84.0)
d. Non union fraktur [pseudoarthrosis] (M84.1)
Cedera pada Saraf dan Chorda Spinalis, meliputi: Lesi komplit atau
inkomplit pada chorda spinalis Lesi pada kontinuitas saraf dan chorda spinalis
Traumatik (akibat cedera):
a. Pemisahan saraf
b. Hematomyelia
c. Paralysis (transien)
d. Paraplegia
e. Quadriplegia
9
Cedera Pada Pembuluh Darah, meliputi: Avulsi (robekan)
Luka iris Lacerasi
Traumatik (akibat cedera ):
a. Aneurysma atau fistula (arteriovenous) Pada pembuluh darah
b. Arterial Hematoma
c. Ruptur (pecah)
Cedera pada Otot, Fascia dan Tendon, meliputi: Avulsi
a. Luka iris Lacerasi Regangan
Pada Otot Fascia dan tendon
b. Ruptur akibat trauma
Cedera Remuk (Crushing Injury)
Amputasi traumatik (akibat cedera)
Cedera Pada Organ Dalam, meliputi: Cedera (akibat) ledakan
a. Memar
b. Cedera benturan (concussion)
c. Remuk (crushing)
d. Lacerasi
e. Traumatik (akibat cedera): Pada organ-organ dalam
1) Hematoma
2) Luka tusuk (puncture)
3) Pecah (ruptur)
4) Robekan (tear)
10
Cedera Lain dan Tak Spesifik
Selaras dengan susunan tipe cederayang telah disebutkan sebelumnya,
maka susunan kategori dalam Bab 19 juga mengikuti urutan tersebut. Misalnya
Blok Kategori Injuries of the Head (S00-S09) misalnya, akan tersusun mulai dari
cedera superfisial, open wound, fraktur, dan seterusnya
11
istilah lain yang sejenis atau yang merupakan sinonim dari istilah yang kita cari.
Anda dapat mengingat kembali dengan membuka bab terdahulu tentang cara
pemilihan lead term. Pada saat kita menelusuri buku Volume 3, Indeks
Alfabetik, jika kita menggunakan lead term “hematoma”, kita akan menemukan
keterangan sebagai berikut.
12
memastikan bahwa kode tersebut benar, dan tidak terdapat pengecualian atau
catatan lain yang dapat mengubah kodenya.
13
Gambar 2.10. Indeks Alfabetik Wound, open
Maka berdasarkan keterangan pada indeks, Open Wound pada upper arm
adalah S41.1. Sesuai pedoman, kita akan lakukan cross check ke buku Volume
1, dan terlihat hal berikut.1
14
4. Ketentuan Koding Fraktur
Dalam daftar tabulasi volume 1, setiap kategori “fraktur”, senantiasa
terdapat keterangan berikut.
15
a. Diurutkan (sequencing) dengan kode utama disesuaikan derajat keparahan
(severity) dari fraktur, dan dokter penanggung jawab yang harus menentukan
sekuensialnya.
b. Jika tidak ada yang predominan dapat menggunakan kode untuk kondisi
ganda (kode kombinasi) sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
c. Jika tidak dapat dikode kombinasi, maka fraktur dapat dikode terpisah dan
diurutkan sesuai derajat keparahannya.
d. Pada fraktur patologis, fraktur yang terjadi bukan akibat trauma melainkan
disebabkan oleh karena adanya suatu penyakit. Oleh karena itu, selain kode
fraktur, perlu ditambahkan pula kode underlying disease-nya, seperti
misalnya: osteoporosis.
Jika dokter menuliskan diagnosis “Fraktur pada tulang rusuk (costae),
disertai hematothorax” maka langkah-langkah kodingnya adalah sebagai berikut.
a. Tentukan lead term pada diagnosis tersebut. Pedoman penentuan lead term
telah pernah dibahas sebelumnya. Jika Anda lupa, silahkan membuka
kembali modul terdahulu tentang Lead term. Pada kasus tersebut ini, dengan
penulisan menggunakan bahasa Indonesia, maka lead term yang tepat untuk
diagnosis pertama adalah “fraktur”.
b. Setelah menentukan lead term, langkah pertama adalah mencari kode
sementara pada Indeks alfabetik. Bukalah buku volume 3 (indeks alfabetik)
pada seksi yang sesuai. Fraktur merupakan suatu cedera (injury), sehingga
kita akan membuka indeks alfabetik (volume 3) pada Section 1 Index of
Diseases and Nature of Injury pada huruf “F”. Dan mulailah mencari istilah
“Fraktur”.
c. Setelah menemukan lead term Fraktur, maka langkah selanjutnya kita
telusuri semua istilah di bawah kata fraktur untuk menemukan modifier yang
menerangkan istilah fraktur, sesuai dengan penulisan dokter, yaitu pada
tulang rusuk (costae, atau ribs). Sebagaimana telah dijelaskan pada modul
terdahulu, di bawah lead term akan terdaftar modifier-modifier yang
menerangkan lead term; dapat berupa lokasi anatomik, sifat, keterangan,
16
etiologi, dan sebagainya. Jika perlu, Anda boleh membuka kembali bab
terkait.
17
d. Setelah mendapatkan term “fracture of ribs” pada indeks, maka di sana
tercantum kode sementara, yaitu S22.3. Disebut kode sementara, karena
masih harus dilakukan pengecekan (cross check) terlebih dahulu ke Daftar
Tabulasi (Volume 1).
e. Langkah berikutnya, kita akan cross-check ke volume 1 untuk kode S22.3
tersebut.
18
Gambar 2.17. Indeks alfabetik untuk hematothorax
Ternyata pada indeks hematothorax terdapat petunjuk cross-references ke
hemothorax.
Maka kita akan telusuri sesuai petunjuk, yaitu ke Hemothorax.2
19
Ternyata memang benar bahwa kode S27.1 adalah tepat untuk diagnosis
“traumatic hemothorax”. Hanya perlu ditambahkan kode untuk menyatakan
ada/tidaknya open wound. Berhubung tidak ada keterangan, maka diasumsikan
tidak ada luka terbuka pada rongga thorax. Sehingga kode lengkapnya adalah
S27.10
j. Dengan demikian, jika dokter menuliskan diagnosis “Fraktur pada tulang
rusuk (costae), disertai hematothorax” maka kodenya adalah S22.30 dan
S27.10. Pada kondisi cedera ganda, hal lain yang perlu dipertimbangkan
adalah sequencing atau urutan koding berdasarkan kondisi yang pre-
dominan. Namun pada kasus ini tidak ada penjelasan tentang predominansi,
maka kode ditetapkan sesuai urutan penulisan diagnosis dokter.
Gambar 2.20. Kode opsional tambahan terkait open wound yang menyertai
Jadi untuk kategori S06, ada atau tidaknya luka terbuka ke arah
intracranial diberikan kode khusus. Demikian pula pada kategori S27 terdapat
kode opsional tambahan yang menunjukkan ada tidaknya open wound pada
thorax.
20
Gambar 2.21. Kode opsional tambahan terkait open wound yang menyertai
6. Luka Bakar dan Korosi
Luka Bakar umumnya diklasifikasikan berdasarkan: kedalaman luka, luas
area yang terkena, dan agen penyebab. Istilah Luka bakar (burn) umumnya
adalah luka yang diakibatkan kontak terhadap api/benda panas, sedangkan luka
bakar akibat zat kimia disebut Corrosion.
Berdasarkan kedalamannya, sebagaimana tercantum dalam buku ICD-10
volume 3, luka bakar terbagi menjadi:
a. derajat satu berupa eritema;
b. derajat dua berupa blister (gelembung) atau hilangnya lapisan epidermal; dan
c. derajat tiga bila terjadi nekrosis dalam pada jaringan di bawah kulit, atau
kehilangan seluruh lapisan kulit (full-thickness skin loss).
Gambar 2.22. Pada Indeks Alfabetik Tercantum Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan
Kedalaman
21
d. Dan sebagaimana keterangan yang tercantum dalam indeks alfabetik,
klasifikasi pada Gambar 8.22 digunakan bersama kategori T20-T25, T29 dan
T30.
Gambar 2.24. Kategori luka bakar berdasarkan luas area yang terkena
22
Hal yang sama juga berlaku pada luka bakar akibat zat kimia
(Corrosion). Jika lokasi tidak dinyatakan secara spesifik, maka dapat
digunakan kategori T32.
Gambar 2.25. Kategori luka korosi berdasarkan luas area yang terkena
Pada luka bakar ganda (multiple), koding luka bakar disesuaikan
dengan severity-nya. Luka bakar dengan derajat tertinggi diutamakan. Bila
terdapat beberapa luka bakar dengan derajat kedalaman yang berbeda pada
satu lokasi yang sama, maka di-kode sesuai derajat tertinggi.
Kategori T29 disediakan jika luka bakar ganda namun tidak
menyebutkan dengan spesifik area multipel yang terkena, melainkan hanya
menyebutkan derajat kedalaman luka bakar. Sebaliknya T30 adalah untuk
luka bakar yg tdk jelas area yang terkena, namun hanya menyebutkan derajat
kedalamannya.Adapun T95 adalah untuk gejala sisa dari luka bakar.
Marilah kita coba untuk melakukan koding untuk kasus luka bakar
berikut ini.
“Luka bakar dengan nekrosis dalam, pada lengan atas, dan mencapai
9% luas permukaan tubuh akibat terkena ledakan petasan”.
1) Pertama-tama tentukan lead term yang sesuai untuk kasus tersebut di
atas. Sebagaimana biasa, jika diagnosis tertulis dalam bahas Indonesia,
umumnya lead term terletak di depan. Jadi, lead term yang paling tepat
adalah Luka bakar (= Burn). Karena burn termasuk dalam injury, maka
carilah pada Section 1 Index of Diseases and Nature of Injury pada huruf
“B”.
23
Gambar 2.26. Indeks alfabetik pada luka bakar (burn)
Ternyata di bawah term burn terdapat keterangan tentang derajat
kedalaman luka bakar. Jika melihat keterangan tersebut, maka kita dapat
menentukan bahwa luka bakar dengan nekrosis yang dalam (deep
necrosis) termasuk dalam kategori luka bakar derajat tiga. Kategori ini
penting untuk digunakan dalam tahapan koding selanjutnya.
2) Kemudian di bawah lead termburn kita telusuri untuk menemukan
modifier selanjutnya, sesuai penulisan diagnosis dokter, dalam hal ini
lokasi luka.
24
ditulis dalam indeks belum lengkap, dan koder harus menyelesaikan
pencarian kode pada volume 1. Demikian pula halnya pada kasus ini.
Kode T22.- mensyaratkan pencarian kode selanjutnya pada daftar
tabulasi volume 1.
3) Kemudian kita lakukan tahap berikutnya dengan membuka volume 1
pada kategori T22.
25
Gambar 2.29. Indeks alfabetik “burn” berdasarkan prosentase luka
5) Terlihat bahwa kode sementara untuk luka bakar untuk luasan kurang
dari 10% luas permukaan tubuh dikode sebagai T31.0. Maka langkah
berikutnya adalah melakukan cross check ke buku volume 1.
26
(a) Frosbite
Pada kategori Frostbite, dibagi berdasarkan kedalaman
nekrosisnya, dan multiple region yang terkena.
B. KERACUNAN
Dalam koding untuk kondisi yang disebabkan oleh obat-obatan dan zat kimia
lain, terdapat perbedaan antara keracunan (poisoning atau toxic effect) dan efek
samping (adverse event). Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 7, yang dimaksud
poisoning atau keracunan adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh obat-obatan,
ramuan, dan substansi biologik manakala digunakan secara tidak wajar atau tidak
sesuai dengan petunjuk dokter.Beberapa contoh keracunan (poisoning) adalah :
1. dosis yg salah akibat suatu error;
2. kesalahan minum obat yg diberikan kepada pasien;
3. overdosis;
4. obat sesuai resep tetapi diminum bersama alkohol; dan
5. obat sesuai resep yang diminum bersama obat OTC (obat yang dibeli bebas
tanpa resep dokter)
27
Untuk koding keracunan, tersedia beberapa blok kategori, yaitu sebagai berikut.
28
Jika akan mengkode suatu keracunan atau reaksi terhadap penggunaan obat-
obatan yang tidak sewajarnya (salah dosis, salah cara minum, dan lain-lain) maka
cara kodingnya adalah: kode keracunannya terlebih dahulu, baru kode
manifestasinya. Jadi jika dokter menuliskan diagnosis sebagai berikut: “Syncope
akibat keracunan obat pestisida golongan Organophosphat”, maka langkah
kodingnya adalah sebagai berikut.
1. Pertama-tama kita cari kata kunci “syncope” dalam indeks alfabetik.
29
4. Didapatkan kode keracunan Organophosphate adalah T60.0. Lalu kita akan
cross check ke Volume 1
Berbeda dengan kasus keracunan, maka koding untuk efek samping atau
adverse event. Efek samping obat adalah manakala pasien diberikan atau menerima
pengobatan secara benar, namun mengalami efek samping obat, seperti syok
anafilaktik, toxicity, synergistic reaction, side effect, dan idiosyncratic reaction.
Blok kategori yang disediakan untuk kategori Efek Samping adalah termasuk
dalam koding Sebab Luar (Excternal Causes), dan akan dibahas pada Bab 9 dan 10
yang akan datang. Namun sekilas akan kita bahas sedikit terkait tata cara kodingnya.
Untuk efek samping, cara kodingnya adalah kode manifestasi klinisnya terlebih
dulu, baru ditambahkan kode terkait efek samping.
Jadi jika dokter menuliskan diagnosis “dispepsia setelah minum obat analgetik
ibuprofen”, maka kodingnya adalah sebagai berikut.
30
1. Pertama kita buka indeks alfabetik untuk diagnosis dispepsia yang dituliskan
oleh dokter, pada Section 1 huruf “D”.
Gambar 2.37. Indeks Alfabetik untuk Dyspepsia2 Didapatkan kode sementara untuk
dyspepsia adalah K30.
2. Kemudian sebagaimana mestinya, kita akan cross-check ke buku Volume 1.
3. Selanjutnya kita akan cari kode untuk menjelaskan bahwa hal tersebut
merupakan efek samping dari obat Ibuprofen. Dalam koding efek samping obat
maka kita akan merujuk pada Section 3 Table of Drugs and Chemicals pada
Volume 3 ICD-10 huruf “I”. Dan akan didapatkan kode sementara Y45.2
31
4. Selanjutnya, tetap kita akan cross check ke volume 1 terlebih dahulu untuk kode
Y45.2 tersebut.
5. Dengan demikian maka untuk efek samping ibuprofen adalah kode Y45.2. kode
ini sesungguhnya merupakan kode sebab luar. Penjelasan lebih lanjut tentang
kode sebab luar (external causes) akan dibahas pada bab berikutnya.
6. Jadi, sesuai kaidah koding maka untuk kasus efek samping obat, maka kode
yang tepat untuk diagnosis “dispepsia setelah minum obat analgetik ibuprofen”
adalah: K30 dan Y45.2
32
Gambar 2.41. Blok Kategori untuk Komplikasi Perawatan dan Tindakan Medis
Jadi jika dokter menuliskan diagnosis “Post operasi SC, luka jahitan
mengalami infeksi”, maka kodingnya adalah sebagai berikut.
1. Pertama-tama marilah kita cari lead term “Infection” pada Section 1 indeks
alfabetik. Selanjutnya kita telusuri modifier berikutnya, yaitu luka operasi
(postoperative wound), maka akan kita jumpai kode sementara T81.4
33
2. Kemudian langkah selanjutnya adalah cross-check ke buku volume 1.
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Koding Cedera dan Keracunan dalam ICD-10 diletakkan dalam Bab 19 yang
berjudul “Injury, Poisoning And Certain Other Consequences Of External
Cause” (“Cedera, Keracunan, Dan Konsekuensi Lain Tertentu Akibat Sebab
Luar”) pada Kategori S00-T98, yang terbagi dalam 24 blok kategori.
2. Pada Aturan Koding Morbiditas, pada kondisi ganda atau multipel, maka tata
cara kodingnya adalah diurutkan (sequencing) berdasarkan sumber daya yang
digunakan. Apabila terdapat salah satu cedera yang lebih predominan
dibandingkan cedera yang lain, maka diurutkan, yang menjadi kondisi utama
adalah cedera yang pre-dominan, sedangkan cedera lain menjadi kondisi lain.
Jika saudara lupa dengan kaidah tersebut, saudara dapat membuka kembali
modul terdahulu tentang Aturan Koding Morbiditas.
3. Blok kategori pada Bagian S serta kategori T00-T14 dan T90-T98 berisikan
kode cedera pada level kategori 3-karakter yang diklasifikasikan berdasarkan
tipe cedera, yaitu sebagai berikut.
35
DAFTAR PUSTAKA
Total Burn Care (Edisi ke-4th) hlm. 1. Edinburgh: Saunders. ISBN 978-1-4377-
2786-9
Kearns RD, Cairns CB, Holmes JH, Rich PB, Cairns BA. 2013. "Thermal burn care: a
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/00d0379f8e696a1ca73bcd55feb675
742 79e869d.pdf
WHO. 2010. The International Statistical Classification of Diseases And Related Health
WHO. 2010. The International Statistical Classification of Diseases And Related Health
Total Burn Care (Edisi ke-4th) hlm. 1. Edinburgh: Saunders. ISBN 978-1-4377-
2786-9
36