FAKTOR EKSTERNAL
Disusun Oleh:
Kelompok 05
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Luka Bakar dan
Korosi”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kodefikasi Terkait
Cedera, Keracunan dan Faktor Eksternal pada Program Studi D3 Rekam Medis dan
Informatika Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Duta Bangsa Surakarta.
2. Ibu Linda Widyaningrum, S.K.M., MPH selaku Ketua Prodi RMIK Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.
3. Ibu Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku Dosen Mata Kuliah Kodefikasi Terkait
Cedera, Keracunan dan Faktor Eksternal.
4. Orang tua dan rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi Universitas Duta Bangsa
Surakarta yang telah memberikan dukungan moral maupun material.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN..........................................................................................2
D. MANFAAT..............................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. KONSEP DASAR MEDIS LUKA BAKAR...........................................................4
1. Pengertian Luka Bakar....................................................................................4
2. Anatomi pada Kulit.........................................................................................4
3. Fisiologi Kulit.................................................................................................6
4. Etiologi Luka Bakar........................................................................................7
5. Patofiologi Luka Bakar...................................................................................9
6. Manifestasi Klinis Luka Bakar........................................................................9
7. Klasifikasi Luka Bakar..................................................................................10
8. Fase Luka Bakar............................................................................................13
9. Luas Luka Bakar...........................................................................................14
10. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar.............................................................16
11. Penatalaksanaan Luka Bakar.........................................................................17
12. Komplikasi Luka Bakar................................................................................20
B. KONSEP DASAR MEDIS LUKA/TRAUMA ZAT KOROSIF...........................21
1. Pengertian Korosif........................................................................................21
2. Trauma Atau Luka Bakar Akibat Zat Korosif..............................................22
3. Klasifikasi Zat Korosif..................................................................................23
4. Patofisiologi Luka Akibat Zat Korosif..........................................................27
5. Penatalaksanaan Luka Akibat Zat Kimia Korosif.........................................28
ii
BAB III............................................................................................................................30
PENUTUP.......................................................................................................................30
A. KESIMPULAN......................................................................................................30
B. SARAN..................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia
(bahan-bahan korosif), listrik, dan radiasi. Luka bakar dapat menimbulkan rasa
sangat nyeri, menyebabkan kulit merah dan mengelupas, luka, pembengkakan,
serta perubahan warna kulit.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi, yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal pada
fase syok hingga fase lanjut. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat
terjadi di mana saja baik di rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di
tempat-tempat lain. Penderita luka bakar yang paling rentan adalah pada wanita,
karena peran utama mereka dalam keluarga yaitu banyak yang bersinggungan
dengan api dan listrik seperti memasak dan menyetrika (Ahuja & Bhattacharya,
2004). Demikian pula anak kecil (< 10 tahun) dan orang tua (usia >50 tahun)
merupakan kriteria tertinggi terhadapa luka bakar berat (Giovany, Pamungkas &
Inayah, 2015).
Luka bakar memberikan pengaruh hebat pada manusia, terutama dalam
hal kehidupan manusia, penderitaan, cacat, dan kerugian finansial. Di Indonesia
belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah
penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut semakin meningkat.
Luka bakar tidak selalu terjadi akibat paparan panas, seperti sinar
matahari, api, atau terkena knalpot kendaraan. Bahan kimia (bahan-bahan
korosif) di sekitar kita, seperti produk pemutih, pembersih toilet, pencair cat, dan
produk sejenis lainnya juga dapat menimbulkan luka bakar, yang sering disebut
luka bakar kimia. Bahan-bahan kimia tersebut dapat menyebabkan luka bakar
yang perlu ditangani dengan serius.
Korosif adalah kerusakan atau kehancuran material akibat adanya reaksi
kimia di sekitar lingkungannya. Secara umum, korosif dibedakan menjadi
korosif basah dan korosif kering. Korosif disebabkan adanya faktor kimia fisika.
2
Zat kimia korosif (asam kuat dan basa kuat) dapat mengiritasi tubuh secara lokal
maupun sistemik. Efek zat kimia korosif yang mengiritasi jaringan tubuh
menyebabkan peradangan lokal dan kerusakan jaringan. Efek zat kimia korosif
pada sirkulasi tubuh menyebabkan reaksi sistemik antara lain paralysis saluran
respirasi, kerusakan fungsi detoksifikasi hati, gagal ginjal akut, dan reaksi
peradangan pada saluran gastrointestinal. Zat kimia korosif masuk ke dalam
tubuh dengan berbagai cara antara lain melalui oral, inhalasi, parenteral dan
percutan. Pada berbagai kasus trauma zat kimia korosif ditemukan tanda-tanda
pemeriksaan forensik yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada jenis zat
kimia korosif tersebut.
Penanganan luka bakar dan korosif yang kurang tepat dapat
menimbulkan dampak yang akan merugikan penderita. Baik buruknya perilaku
seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki. Semakin
tinggi pengetahuan maka perilaku seseorang terhadap suatu masalah akan
semakin baik (Mustika, 2015). Sehingga sangat perlu adanya penanganan atau
pertolongan pertama pada luka bakar yang benar.
Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh luka bakar dan korosi,
angka insiden, serta angka mortalitas akibat trauma jenis ini, maka diperlukan
suatu literature untuk mengupas sekilas mengenai luka bakar dan konsepnya
secara umum. Makalah ini dibuat untuk membantu mengenalkan kepada
masyarakat awam mengenai luka bakar, efeknya terhadap berbagai sistem organ,
klasifikasi derajat luka bakar, dan pengobatan luka bakar dan korosi secara baik
dan benar agar tidak menimbulkan dampak yang lebih serius/fatal.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai luka bakar, korosi dan
penyembuhan luka bakar?
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai luka bakar, korosi dan
penyembuhan luka bakar.
3
D. MANFAAT
1. Bagi Pembaca
a. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai Luka bakar dan korosi
b. Dapat menjadikan referensi untuk makalah pembaca selanjutnya dengan
adanya kritik dan saran untuk penulisan.
2. Bagi Penulis
a. Dapat berbagi informasi dan menambah wawasan tentang Luka bakar
dan korosi.
b. Dapat dijadikan sumber tambahan referensi dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dimanfaatkan sebagai bahan diskusi dalam proses belajar
mengajar maupun penelitian di bidang rekam medis dan informasi
kesehatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
menjadi tiga lapisan utama yaitu epidermis sebagai bagian terluar, lapisan
dermis yang berada di tengah, dan bagian terdalam yakni hipodermis atau
juga disebut subkutan.
a. Lapisan epidermis
Epidermis merupakan struktur kulit terluar pada tubuh. Epidermis
adalah satu-satunya lapisan kulit yang bisa dilihat dan disentuh. Lapisan
ini terdiri dari lima jenis sel, yaitu:
1) Stratum korneum
Merupakan lapisan epidermis terluar, terbentuk dari keratin dan
berfungsi sebagai pelindung lapisan kulit yang lebih dalam.
2) Stratum lusidum
Stratum lusidum terletak di bawah stratum korneum, berupa lapisan
tipis yang hanya terlihat di telapak kaki dan telapak tangan. Lapisan
ini berperan dalam tingkat fleksibilitas kulit dan mengandung protein
yang berfungsi untuk regenerasi sel kulit.
3) Stratum granulosum
Terletak di tengah, bekerja dengan menghasilkan lemak dan molekul
lainnya yang dapat melindungi kulit.
4) Stratum spinosum
Merupakan lapisan epidermis tertebal, berfungsi untuk memproduksi
keratin yang juga melapisi kulit kepala dan kuku.
5) Stratum basale
Merupakan lapisan epidermis terdalam. Lapisan ini mengandung sel
bernama melanosit yang menghasilkan warna kulit atau pigmen yang
dikenal sebagai melanin. Sel inilah yang membuat kulit menjadi
cokelat serta melindungi kulit dari sinar radiasi matahari.
b. Lapisan dermis
Dermis adalah lapisan kulit yang berada di bawah epidermis. Dermis
merupakan lapisan kulit yang paling tebal. Lapisan ini memiliki kelenjar
keringat dan pembuluh darah yang membantu dalam mengatur dan
mempertahankan suhu tubuh, kelenjar minyak dan keringat, serta ujung
saraf yang dapat mengirimkan sensasi berupa sentuhan, rasa nyeri, gatal,
6
dan suhu ke otak. Dermis terdiri dari dua lapisan, lapisan atas yaitu pars
papilaris (stratum papilaris), dan bagian bawah yaitu pars retikularis
terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun atas serabutserabut;
serabut kolagen, serabut elastic, dan serabut retikulus.
c. Lapisan hypodermis atau subkutan
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya
adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit
dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan
jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu
tubuh.
3. Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga hemostatis
tubuh diantaranya yaitu:
a. Fungsi absorpsi
Kulit tidak dapat menyerap air, tetapi dapat menyerap larut-lipid
seperti vitamin A, D, E, dan K, oksigen, karbondioksida. Kemampuan
absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
dan metabolism. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel
7
atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-
sel epidermis daripada melalui muara kelenjar (Watson, 2002).
b. Fungsi ekskresi
Kulit berfungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang keluar
dari dalam tubuh dengan perantara 2 kelenjar keringat, yakni kelenjar
keringat sebaseae dan kelenjar keringat (Watson, 2002).
c. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit berkuntribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (teroregulasi)
melalui dua cara yaitu dengan cara pengeluaran keringat dan
menyesuaikan alian darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi,
tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta
memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa
keluar dari tubuh dan begitupun sebaliknya.
d. Fungsi pelindung
Kulit dapat melindungi tubuh dari gangguan fisik berupa tekanan
dan gangguan yang bersifat kimiawi. Selain itu, kulit juga dapat
melindungi kita dari gangguan biologis seperti halnya serangan bakteri
dan jamur. Kulit juga menjaga tubuh agar tidak kehilangan banyak cairan
dan melindungi tubuh dari sinar UV (Gibson, 2002).
e. Fungsi peraba
Pada lapisan dermis terdapat kumpulan saraf yang bisa menangkap
rangsangan beruupa suhu, nyeri dan tekanan. Rangsangan tersebut akan
disampaikan ke otak sebagai pusat informasi sehingga dapat mengetahui
apa yang dirasakan (Gibson, 2002).
pertama setelah trauma luka bakar. Suhu tubuh akan menurun secara besar
dengan luka bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada
kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik (Rudall & Green,
2010).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara
lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka
ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu
dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin yang
mampu memberi sinyal rasa nyeri (Richardson & Mustard, 2009).
b. Fase subakut
Fase subakut berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan
sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ -
organ fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan
kontrol rawat jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya
penyulit seperti jaringan parut yang hipertrofik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas, dan adanya kontraktur.
Gambar 2.3 Penilaian luas luka bakar dengan rule of nine/rule of Wallace
(Yapa, 2009)
Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace, yaitu:
a. Kepala sampai leher :9%
b. Lengan kanan :9%
c. Lengan kiri :9%
d. Dada sampai prosessus sipoideus :9%
e. Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%
f. Punggung :9%
g. Bokong :9%
h. Genetalia :1%
i. Paha sampai kaki kanan depan :9%
j. Paha sampai kaki kanan belakang :9%
k. Paha sampai kaki kiri depan :9%
l. Paha sampai kaki kiri belakang :9%
Total : 100%
16
i. BUN/Creatinin
Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal,
namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j. Urin
Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein.
Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya myoglobin.
k. Rontgen dada
Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
l. Bronhoskopi
Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat
ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran
nafas bagian atas.
m. ECG
Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar
karena elektrik.
n. Foto Luka
Sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan
penyembuhan luka bakar.
Luka bakar anak perlu dirujuk pada rumah sakit yang memiliki
fasilitas dan kemampuan menangani permasalahan ini. Luka bakar akibat
penyalahgunaan/abuse memerlukan dukungan rehabilitasi jangka
panjang.
mampu diciptakan hanya dalam beberapa menit, misalnya saat asam klorida
pekat mengenai kulit; atau bahkan perlahan-lahan seperti besi jembatan yang
karatan. Istilah kaustik sering dimaknai sebagai zat yang korosif pada
jaringan hidup. Zat ini disebut iritan bila konsentrasinya rendah, dan
pengaruhnya pada jaringan hidup disebut iritasi. Saat konsentrasinya tinggi,
zat korosif dapat menyebabkan luka bakar kimia.
Zat yang bersifat korosif umumnya adalah asam kuat, basa kuat, atau
larutan asam lemah atau basa lemah yang pekat. Terdapat zat korosif dalam
berbagai wujud, seperti cair, padat, gas, kabut, atau uap. Aksi pada jaringan
hidup (seperti kulit, daging, dan kornea) banyak dikaji menurut reaksi asam -
basa hidrolisis amida dan ester serta denaturasi protein. Protein (dengan
ikatan amida) hancur melalui hidrolisis amida sedangkan lipida (dengan
ikatan ester) hancur melalui hidrolisis ester. Reaksi ini menyebabkan luka
bakar kimiawi sebagai indikasinya.
Umumnya, mereka yang berisiko tinggi terkena paparan zat kimia adalah
bayi, orang lanjut usia (lansia), dan orang-orang disabilitas. Pasalnya,
mereka tidak memiliki kemampuan dalam mengatasi paparan zat kimia
dengan benar. Luka bakar akibat bahan kimia akan menimbulkan iritasi atau
hancurnya jaringan. Biasanya paparan ini akibat terkena zat langsung atau
terkena uapnya. Paparan zat kimia ini bisa terjadi di mana saja, baik di
rumah, di tempat kerja, di sekolah, dan lainnya akibat kecelakaan atau bisa
juga karena penyerangan. Kebanyakan zat kimiawi yang bisa menimbulkan
luka adalah zat kimiawi yang sangat asam atau yang sangat basa. Contohnya
asam hydrochloric atau natrium hidroksida.
dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa
rusak dan terjadi aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru
dan hemoragik.
3) Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna,
deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa menit racun bisa
mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini jarang
terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.
4) Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan
bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.
Berikut beberapa bahan kimia yang termasuk zat kimia basa korosif:
1) Ammoniak
Sumber keracunan dari industri, rumah tangga dan laboratorium.
Pada rumah tangga sering kali digunakan sebagai pembersih.
Ammoniak memiliki sifat alkali kuat yang iritatif. Gas ammoniak
yang digunakan di lemari es adakalanya lolos melalui kebocoran
pada pipa. Jika gas tersebut tehirup, maka inflamasi yang hebat pada
saluran pernafasan akan terjadi, yang akan mengakibatkan laringitis
pseudomembranosa, purulen dan berwarna kekuningan,
trakitisbronkitis dan bronkopneumoni.
2) Kalium hidroksida
Kalium hidroksida memiliki sifat fisik berupa zat padat berwarna
putih keabuan, larut dalam air, perabaan licin dan rasanya pahit. Zat
ini memiliki sifat korosif yang kuat dan akan memberikan efek
terbakar pada kulit sebagaimana pada saluran gastrointestinal.
Sumber keracunan dari laboratorium, industri teutama pabrik sabun.
Pada sebagian besar kasus adalah suicidal dan kecelakaan dengan
cara menelan zat tersebut. Pada kasus yang jarang adalah homicidal
pada anak yang dipaksa menelan zat tesebut.
3) Natrium hidroksida
27
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan basa sehingga menimbulkan
luka ialah:
a) Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkalin
dan sabun, sehingga terlihat basah dan edematus dengan perabaan lunak
dan licin.
b) Mengubah hemoglobin menjadi alkalin hematin, sehingga terlihat
berwarna merah kecoklatan
A. KESIMPULAN
Luka bakar (combustio) merupakan luka yang disebabkan karena kontak
langsung atau terpapar oleh termal (suhu), bahan kimia, listrik dan radiasi yang
menyebabkan kerusakan jaringan tubuh terutama kulit yang memberikan gejala
tergantung luas, dan dalamnya lokasi luka. Struktur kulit terbagi menjadi tiga
lapisan utama yaitu epidermis sebagai bagian terluar, lapisan dermis yang berada
di tengah, dan bagian terdalam yakni hipodermis atau juga disebut subkutan.
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga hemostatis tubuh
diantaranya yaitu Fungsi absorpsi, fungsi ekresi, fungsi pengaturan suhu tubuh,
fungsi pelindung, dan fungsi peraba.
Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah
paparan api, kontak benda panas, sclades (air panas), uap panas, gas panas,
aliran listrik, zat kimia, radiasi, sinar matahari dan terapi radiasi. Pada dasarnya
luka bakar terjadi akibat paparan suhu yang tinggi, akibatnya akan merusak kulit
dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah besar dan akibat kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan plasma sel darah, protein dan
albumin, mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya terjadilah kehilangan cairan
yang masif, terganggunya cairan di dalam lumen pembuluh darah. luka bakar
dapat dikelompokkan menjadi trauma primer dan sekunder, dengan adanya
kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka bakar dan morbiditas yang akan
muncul mengikuti trauma awal. dalam memberikan terapi dan perawatan pada
luka bakar, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,
dan keseriusan luka, Fase Luka Bakar terdiri dari Fase akut, fase subacut, dan
fase lanjut.
Bahan-bahan kimia yang bersifat korosif dapat menyebabkan luka bakar,
dimana gambaran luka bakar tersebut mempunyai ciri yang khusus, sesuai
dengan bahan kimia yang mengenai tubuh dalam hal ini kulit atau pada mukosa
(selaput lendir). Zat korosif asam antara lain asam hidroklorida, asam sulfat,
31
asam nitrat, asam asetat, asam oksalat. Zat korosif basa antara lain ammoniak,
kalium hidroklorida, dan natrium hidroklorida
Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari bahaya zat kimia
korosif adalah dengan mengenakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
celemek, pakaian asam, kacamata/pelindung wajah, atau sepatu keselamatan,
saat melakukan kegiatan yang mengharuskan menggunakan zat tersebut.
Penggunanya harus membaca lembar data keselamatan terkait rekomendasi
tertentu terkait zat korosif tersebut. Penanganan akibat luka ini harus dilakukan
sedini mungkin. Segera hubungi nomor rumah sakit atau nomor darurat untuk
mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan.
B. SARAN
Saran yang bisa penulis berikan tentang luka bakar dan korosif, apabila
seseorang atau pasien terkena luka bakar akibat paparan suhu yang tinggi,
maupun bahan kimia korosif yang bersifat asam dan basa sebaiknya segera
lakukan pencegahan dini dengan mengenakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, celemek, pakaian asam, kacamata/pelindung wajah, atau sepatu
keselamatan saat melakukan kegiatan yang mengharuskan menggunakan zat
tersebut, Penggunanya harus membaca lembar data keselamatan terkait
rekomendasi. Segera hubungi nomor rumah sakit atau nomor darurat untuk
mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan. Sambil menunggu bantuan medis
datang bisa melakukan beberapa tindakan penyelamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggowarsito, Jose L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya
Medika Surabaya Vol.2 No.2, 115 – 120.
Dewi, Yulia R.S. Luka Bakar: Konsep Umum Dan Investigasi Berbasis Klinis Luka
Antemortem Dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
https://hellosehat.com/hidup-sehat/pertolongan-pertama/cara-atasi-kena-luka-bakar-
kimia/ (Diakses pada 6 Oktober 2021)
https://www.sehatq.com/artikel/mengobati-luka-bakar-akibat-kena-bahan-kimia-ini-
caranya (Diakses pada 6 Oktober 2021)
Nurarif, Amin Huda, dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC jilid 2. Jogjakarta:
MediAction.
Sjamsuhidajat, R., de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
32