Anda di halaman 1dari 39

TUGAS KELOMPOK KODEFIKASI TERKAIT CEDERA KERACUNAN DAN

FAKTOR EKSTERNAL

“LUKA BAKAR DAN KOROSI”

Disusun Oleh:

Kelompok 05

Aldina Resiana Sesar 190205086


Novita Anievta Sari 190205111
Nur Khalimah 190205112

PRODI D3 REKAM MEDIK DAN INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA
SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Luka Bakar dan
Korosi”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kodefikasi Terkait
Cedera, Keracunan dan Faktor Eksternal pada Program Studi D3 Rekam Medis dan
Informatika Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Duta Bangsa Surakarta.
2. Ibu Linda Widyaningrum, S.K.M., MPH selaku Ketua Prodi RMIK Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.
3. Ibu Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku Dosen Mata Kuliah Kodefikasi Terkait
Cedera, Keracunan dan Faktor Eksternal.
4. Orang tua dan rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi Universitas Duta Bangsa
Surakarta yang telah memberikan dukungan moral maupun material.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran, semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN..........................................................................................2
D. MANFAAT..............................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. KONSEP DASAR MEDIS LUKA BAKAR...........................................................4
1. Pengertian Luka Bakar....................................................................................4
2. Anatomi pada Kulit.........................................................................................4
3. Fisiologi Kulit.................................................................................................6
4. Etiologi Luka Bakar........................................................................................7
5. Patofiologi Luka Bakar...................................................................................9
6. Manifestasi Klinis Luka Bakar........................................................................9
7. Klasifikasi Luka Bakar..................................................................................10
8. Fase Luka Bakar............................................................................................13
9. Luas Luka Bakar...........................................................................................14
10. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar.............................................................16
11. Penatalaksanaan Luka Bakar.........................................................................17
12. Komplikasi Luka Bakar................................................................................20
B. KONSEP DASAR MEDIS LUKA/TRAUMA ZAT KOROSIF...........................21
1. Pengertian Korosif........................................................................................21
2. Trauma Atau Luka Bakar Akibat Zat Korosif..............................................22
3. Klasifikasi Zat Korosif..................................................................................23
4. Patofisiologi Luka Akibat Zat Korosif..........................................................27
5. Penatalaksanaan Luka Akibat Zat Kimia Korosif.........................................28

ii
BAB III............................................................................................................................30
PENUTUP.......................................................................................................................30
A. KESIMPULAN......................................................................................................30
B. SARAN..................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia
(bahan-bahan korosif), listrik, dan radiasi. Luka bakar dapat menimbulkan rasa
sangat nyeri, menyebabkan kulit merah dan mengelupas, luka, pembengkakan,
serta perubahan warna kulit.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi, yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal pada
fase syok hingga fase lanjut. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat
terjadi di mana saja baik di rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di
tempat-tempat lain. Penderita luka bakar yang paling rentan adalah pada wanita,
karena peran utama mereka dalam keluarga yaitu banyak yang bersinggungan
dengan api dan listrik seperti memasak dan menyetrika (Ahuja & Bhattacharya,
2004). Demikian pula anak kecil (< 10 tahun) dan orang tua (usia >50 tahun)
merupakan kriteria tertinggi terhadapa luka bakar berat (Giovany, Pamungkas &
Inayah, 2015).
Luka bakar memberikan pengaruh hebat pada manusia, terutama dalam
hal kehidupan manusia, penderitaan, cacat, dan kerugian finansial. Di Indonesia
belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah
penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut semakin meningkat.
Luka bakar tidak selalu terjadi akibat paparan panas, seperti sinar
matahari, api, atau terkena knalpot kendaraan. Bahan kimia (bahan-bahan
korosif) di sekitar kita, seperti produk pemutih, pembersih toilet, pencair cat, dan
produk sejenis lainnya juga dapat menimbulkan luka bakar, yang sering disebut
luka bakar kimia. Bahan-bahan kimia tersebut dapat menyebabkan luka bakar
yang perlu ditangani dengan serius.
Korosif adalah kerusakan atau kehancuran material akibat adanya reaksi
kimia di sekitar lingkungannya. Secara umum, korosif dibedakan menjadi
korosif basah dan korosif kering. Korosif disebabkan adanya faktor kimia fisika.
2

Zat kimia korosif (asam kuat dan basa kuat) dapat mengiritasi tubuh secara lokal
maupun sistemik. Efek zat kimia korosif yang mengiritasi jaringan tubuh
menyebabkan peradangan lokal dan kerusakan jaringan. Efek zat kimia korosif
pada sirkulasi tubuh menyebabkan reaksi sistemik antara lain paralysis saluran
respirasi, kerusakan fungsi detoksifikasi hati, gagal ginjal akut, dan reaksi
peradangan pada saluran gastrointestinal. Zat kimia korosif masuk ke dalam
tubuh dengan berbagai cara antara lain melalui oral, inhalasi, parenteral dan
percutan. Pada berbagai kasus trauma zat kimia korosif ditemukan tanda-tanda
pemeriksaan forensik yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada jenis zat
kimia korosif tersebut.
Penanganan luka bakar dan korosif yang kurang tepat dapat
menimbulkan dampak yang akan merugikan penderita. Baik buruknya perilaku
seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki. Semakin
tinggi pengetahuan maka perilaku seseorang terhadap suatu masalah akan
semakin baik (Mustika, 2015). Sehingga sangat perlu adanya penanganan atau
pertolongan pertama pada luka bakar yang benar.
Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh luka bakar dan korosi,
angka insiden, serta angka mortalitas akibat trauma jenis ini, maka diperlukan
suatu literature untuk mengupas sekilas mengenai luka bakar dan konsepnya
secara umum. Makalah ini dibuat untuk membantu mengenalkan kepada
masyarakat awam mengenai luka bakar, efeknya terhadap berbagai sistem organ,
klasifikasi derajat luka bakar, dan pengobatan luka bakar dan korosi secara baik
dan benar agar tidak menimbulkan dampak yang lebih serius/fatal.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai luka bakar, korosi dan
penyembuhan luka bakar?

C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai luka bakar, korosi dan
penyembuhan luka bakar.
3

D. MANFAAT
1. Bagi Pembaca
a. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai Luka bakar dan korosi
b. Dapat menjadikan referensi untuk makalah pembaca selanjutnya dengan
adanya kritik dan saran untuk penulisan.
2. Bagi Penulis
a. Dapat berbagi informasi dan menambah wawasan tentang Luka bakar
dan korosi.
b. Dapat dijadikan sumber tambahan referensi dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dimanfaatkan sebagai bahan diskusi dalam proses belajar
mengajar maupun penelitian di bidang rekam medis dan informasi
kesehatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS LUKA BAKAR


1. Pengertian Luka Bakar
Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat
kekerasan/trauma yang dapat dibedakan menjadi trauma mekanik, trauma
fisik serta trauma kimiawi. Menurut WHO, secara luas mendefiniskan luka
bakar sebagai cidera yang disebabkan oleh panas (objek panas, gas atau api),
bahan kimia, listrik dan petir, gesekan, atau radiasi. Luka bakar merupakan
bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktifitas manusia dalam
rumah tangga, industri, trafic accident, maupun bencana alam.
Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma pada kulit atau jaringan
lainnya yang disebabkan oleh kontak terhadap panas atau pajanan akut lain
baik secara langsung maupun tidak langsung. Luka bakar terjadi saat sel
yang ada pada kulit atau jaringan lainnya mengalami kerusakan akibat cairan
panas, benda panas, api, radiasi, bahan radioaktif, sengatan listrik, dan bahan
kimia berbahaya. Proses penyembuhan luka bakar bervariasi sesuai dengan
derajat kedalaman luka bakar. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh
berbagai faktor seperti besarnya temperatur, luas trauma, lamanya kontak
dengan sumber panas, dan ketebalan kulit (Singer et al., 2014).
Jadi dapat disimpulkan, luka bakar (combustio) merupakan luka yang
disebabkan karena kontak langsung atau terpapar oleh termal (suhu), bahan
kimia, listrik dan radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh
terutama kulit yang memberikan gejala tergantung luas, dan dalamnya lokasi
luka.

2. Anatomi pada Kulit


Kulit merupakan organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya
bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera
suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan. Struktur kulit terbagi
5

menjadi tiga lapisan utama yaitu epidermis sebagai bagian terluar, lapisan
dermis yang berada di tengah, dan bagian terdalam yakni hipodermis atau
juga disebut subkutan.
a. Lapisan epidermis
Epidermis merupakan struktur kulit terluar pada tubuh. Epidermis
adalah satu-satunya lapisan kulit yang bisa dilihat dan disentuh. Lapisan
ini terdiri dari lima jenis sel, yaitu:
1) Stratum korneum
Merupakan lapisan epidermis terluar, terbentuk dari keratin dan
berfungsi sebagai pelindung lapisan kulit yang lebih dalam.
2) Stratum lusidum
Stratum lusidum terletak di bawah stratum korneum, berupa lapisan
tipis yang hanya terlihat di telapak kaki dan telapak tangan. Lapisan
ini berperan dalam tingkat fleksibilitas kulit dan mengandung protein
yang berfungsi untuk regenerasi sel kulit.
3) Stratum granulosum
Terletak di tengah, bekerja dengan menghasilkan lemak dan molekul
lainnya yang dapat melindungi kulit.
4) Stratum spinosum
Merupakan lapisan epidermis tertebal, berfungsi untuk memproduksi
keratin yang juga melapisi kulit kepala dan kuku.
5) Stratum basale
Merupakan lapisan epidermis terdalam. Lapisan ini mengandung sel
bernama melanosit yang menghasilkan warna kulit atau pigmen yang
dikenal sebagai melanin. Sel inilah yang membuat kulit menjadi
cokelat serta melindungi kulit dari sinar radiasi matahari.
b. Lapisan dermis
Dermis adalah lapisan kulit yang berada di bawah epidermis. Dermis
merupakan lapisan kulit yang paling tebal. Lapisan ini memiliki kelenjar
keringat dan pembuluh darah yang membantu dalam mengatur dan
mempertahankan suhu tubuh, kelenjar minyak dan keringat, serta ujung
saraf yang dapat mengirimkan sensasi berupa sentuhan, rasa nyeri, gatal,
6

dan suhu ke otak. Dermis terdiri dari dua lapisan, lapisan atas yaitu pars
papilaris (stratum papilaris), dan bagian bawah yaitu pars retikularis
terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun atas serabutserabut;
serabut kolagen, serabut elastic, dan serabut retikulus.
c. Lapisan hypodermis atau subkutan
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya
adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit
dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan
jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu
tubuh.

Gambar 2.1 Struktur kulit manusia

3. Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga hemostatis
tubuh diantaranya yaitu:
a. Fungsi absorpsi
Kulit tidak dapat menyerap air, tetapi dapat menyerap larut-lipid
seperti vitamin A, D, E, dan K, oksigen, karbondioksida. Kemampuan
absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
dan metabolism. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel
7

atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-
sel epidermis daripada melalui muara kelenjar (Watson, 2002).
b. Fungsi ekskresi
Kulit berfungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang keluar
dari dalam tubuh dengan perantara 2 kelenjar keringat, yakni kelenjar
keringat sebaseae dan kelenjar keringat (Watson, 2002).
c. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit berkuntribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (teroregulasi)
melalui dua cara yaitu dengan cara pengeluaran keringat dan
menyesuaikan alian darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi,
tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta
memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa
keluar dari tubuh dan begitupun sebaliknya.
d. Fungsi pelindung
Kulit dapat melindungi tubuh dari gangguan fisik berupa tekanan
dan gangguan yang bersifat kimiawi. Selain itu, kulit juga dapat
melindungi kita dari gangguan biologis seperti halnya serangan bakteri
dan jamur. Kulit juga menjaga tubuh agar tidak kehilangan banyak cairan
dan melindungi tubuh dari sinar UV (Gibson, 2002).
e. Fungsi peraba
Pada lapisan dermis terdapat kumpulan saraf yang bisa menangkap
rangsangan beruupa suhu, nyeri dan tekanan. Rangsangan tersebut akan
disampaikan ke otak sebagai pusat informasi sehingga dapat mengetahui
apa yang dirasakan (Gibson, 2002).

4. Etiologi Luka Bakar


Menurut (Majid, 2013), Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal
diantaranya adalah:
a. Paparan api
1) Flame
Terjadi kibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
8

membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami


memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
2) Benda panas (kontak)
Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka
umumnya menunjukkan luka percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka pada
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Uap panas terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat
kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan
tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran nafas distal di paru.
d. Gas panas
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
f. Zat kimia
g. Radiasi
9

h. Sinar matahari dan terapi radiasi

5. Patofiologi Luka Bakar


Pada dasarnya luka bakar terjadi akibat paparan suhu yang tinggi,
akibatnya akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh
darah besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
plasma sel darah, protein dan albumin, mengalami gangguan fisiologi.
Akibatnya terjadilah kehilangan cairan yang masif, terganggunya cairan di
dalam lumen pembuluh darah. Suhu tinggi juga merusak pembuluh darah
yang mengakibatkan sumbatan pembuluh darah sehingga beberapa jam
setelah terjadi reaksi tersebut bisa mengakibatkan radang sistemik, maupun
kerusakan jaringan lainnya. Dari kilasan diatas maka pada luka bakar juga
dapat terjadi sok hipovelemik (burn syok).
Menurut (Majid & Prayogi, 2013), luka bakar (Combustio) disebabkan
oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat
dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan
terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan
mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan
yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena
kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ
dapat terjadi.

6. Manifestasi Klinis Luka Bakar


Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer
dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka
bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah
sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau
perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat
seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik dan darah.
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar lebih
dari 25%. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam
10

pertama setelah trauma luka bakar. Suhu tubuh akan menurun secara besar
dengan luka bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada
kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik (Rudall & Green,
2010).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara
lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka
ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu
dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin yang
mampu memberi sinyal rasa nyeri (Richardson & Mustard, 2009).

7. Klasifikasi Luka Bakar


Untuk mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan
pada luka bakar, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab,
kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni:
a. Luka bakar berdasarkan penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dapat dibagi menjadi empat,
yaitu luka bakar termal, luka bakar listrik, luka bakar kimiawi, dan
radiasi. Luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh air
panas (scald), jilatan api ke tubuh (flash), kobaran api di tubuh (flame)
dan akibat terpajan atau kontak dengan objek panas lainnya (misalnya
plastik logam panas, dan lain-lain). Sementara itu luka bakar listrik
adalah kerusakan yang disebabkan arus listrik, api, dan ledakan. Aliran
listrik yang menjalar di sepanjang tubuh memiliki resistensi paling
rendah. Selanjutnya luka bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi
akibat pajanan zat yang bersifat asam maupun basa. Yang terakhir luka
bakar radiasi (radiation exposure) adalah luka bakar yang disebabkan
pajanan dengan sumber radioaktif.
b. Luka bakar berdasarkan derajat dan kedalaman luka
1) Luka bakar derajat I (superfisial)
a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
b) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
c) Tidak dijumpai bullae
11

d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi


e) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
2) Luka bakar derajat II
a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
b) Dijumpai bullae
c) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi
d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
di atas kulit normal.

Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

a) Derajat II dangkal (superficial)


(1) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
(3) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari
b) Derajat II dalam (deep)
(1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
(3) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
3) Luka bakar derajat III
a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
c) Tidak dijumpai bullae
d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagi eskar.
f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
12

g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi


spontan dari dasar luka.

Gambar 2.2 Luka bakar berdasarkan derajat dan kedalaman luka

c. Luka bakar berdasarkan tingkat keseriusan luka


American Burn Association menggolongkan luka bakar berdasarkan
tingkat keseriusan lukanya menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Luka bakar minor (ringan)
a) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
kurang dari 10 % pada anak-anak.
b) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
c) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki
13

d) Luka tidak sirkumfer


e) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur
2) Luka bakar moderat (sedang)
a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20%
pada anak-anak.
b) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,
dan perineum.
3) Luka bakar mayor (berat)
a) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan
lebih dari 20% pada anak-anak.
b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
d) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa
memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
e) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi

8. Fase Luka Bakar


a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Fase ini dimulai saat
kejadian hingga penderita mendapatkan perawatan di IRD/ Unit luka
bakar. Seperti penderita trauma lainnya, penderita luka bakar mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway dapat terjadi
segera atau beberapa saat seteah trauma, namun obstruksi jalan nafas
akibat juga dapat terjadi dalam 48-72 jam paska trauma. Cedera inhalasi
pada luka bakar adalah penyebab kematian utama di fase akut. Ganguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal
berdampak sitemik hingga syok hipovolemik yang berlanjut hingga
keadaan hiperdinamik akibat instabilisasi sirkulasi.
14

b. Fase subakut
Fase subakut berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan
sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ -
organ fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan
kontrol rawat jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya
penyulit seperti jaringan parut yang hipertrofik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas, dan adanya kontraktur.

9. Luas Luka Bakar


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Penentuan luas luka bakar
dengan bantuan Rule of Nine Wallace yang membagi sebagai berikut: kepala
dan leher 9%, lengan 18%, badan bagian depan 18%, badan bagian belakang
18%, tungkai 36%, dan genetalia/ perineum 1%. Luas telapak tangan
penderita adalah 1% dari luas permukaan tubuhnya. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak menggunakan modifikasi Rule
of Nine Lund and Browder yang membedakan pada anak usia 15 tahun, 5
tahun, dan 1 tahun.
15

Gambar 2.3 Penilaian luas luka bakar dengan rule of nine/rule of Wallace
(Yapa, 2009)
Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace, yaitu:
a. Kepala sampai leher :9%
b. Lengan kanan :9%
c. Lengan kiri :9%
d. Dada sampai prosessus sipoideus :9%
e. Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%
f. Punggung :9%
g. Bokong :9%
h. Genetalia :1%
i. Paha sampai kaki kanan depan :9%
j. Paha sampai kaki kanan belakang :9%
k. Paha sampai kaki kiri depan :9%
l. Paha sampai kaki kiri belakang :9%
Total : 100%
16

10. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar


Menurut Doenges (2000), diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka
bakar, yaitu:
a. Sel darah merah (RBC)
Pemeriksaan sel darah merah dilakukan karena dapat terjadi
penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah
merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi
sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC)
Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood
Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (AGD)
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2
d. Karboksihemoglobin (COHbg)
Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari
15% yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
e. Serum elektrolit
Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan
atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal,
hipokalemia dapat terjadi ketika diuresis dimulai, magnesium mungkin
mengalami penurunan. Sodium pada tahap permulaan menurun seiring
dengan kehilangan air dari tubuh, selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
f. Sodium urine
Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
g. Alkaline pospatase
Meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa
sodium.
h. Glukosa serum
Meningkat sebagai refleksi respon terhadap stress
17

i. BUN/Creatinin
Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal,
namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j. Urin
Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein.
Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya myoglobin.
k. Rontgen dada
Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
l. Bronhoskopi
Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat
ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran
nafas bagian atas.
m. ECG
Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar
karena elektrik.
n. Foto Luka
Sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan
penyembuhan luka bakar.

11. Penatalaksanaan Luka Bakar


a. Pertolongan pertama pada luka bakar
Penanganan pertama sebelum ke rumah sakit dengan
menyingkirkan sumber luka bakar tanpa membahayakan penolong,
kemudian penatalaksanaan mengikuti prinsip dasar resusitasi trauma:
1) Lakukan survei primer singkat dan segera atasi permasalahan yang
ditemukan
2) Singkirkan pakaian dan perhiasan yang melekat
3) Jika pernafasan dan sirkulasi telah teratasi, lakukan survei sekunder
b. Kaji ABC (Airway, Breathing, Circulation)
Membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk akibat
edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan
18

(hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Managemen airway pada


luka bakar penting dilakukan karena jika tidak dilakukan dengan baik
akan mengakibatkan komplikasi serius. Kondisi serius yang perlu
dicermati adalah adanya cedera inhalasi, terutama jika luka bakar terjadi
pada ruang tertutup. Cedera inhalasi lebih jarang terjadi pada ruang
terbuka atau pada ruang dengan ventilasi baik. Hilangnya rambut-rambut
wajah dan sputum hitam memberikan tanda adanya cedera inhalasi.
Pemberian oksigen dengan saturasi yang diharapkan setinggi
>90% harus segera diberikan. Pasien dengan luka bakar luas sering
membutuhkan intubasi. Stidor dapat dijumpai dalam beberapa jam pada
pasien dengan airway stabil seiring dengan terjadinya edema pada
saluran nafas. Hati-hati dalam penggunaan obat-obat penenang, karena
dapat menekan fungsi pernafasan.
Akses intravena dan pemberian resusitasi cairan sangat penting
untuk segera dilakukan. Lokasi ideal akses pemberian cairan pada kulit
yang tidak mengalami luka bakar, namun jika tidak memungkinkan
maka dapat dilakukan pada luka bakar. Akses intravena sebaiknya
dilakukan sebelum terjadi edema jaringan yang akan menyulitkan
pemasangan infus. Pemasangan infus di vena sentral perlu
dipertimbangkan jika tidak ada akses pada vena perifer. Cairan Ringer
laktat dan NaCl 0.9% tanpa glukosa dapat diberikan pada 1-2 akses
intravena. Kateter Foley digunakan untuk memonitor produksi urin dan
keseimbangan cairan.
c. Evaluasi lanjutan
Selang nasogastic digunakan untuk dekompresi lambung dan
jalur masuk makanan. Evaluasi semua denyut nadi perifer dan dinding
thoraks untuk kemungkinan timbulnya sindroma kompatermen terutama
pada luka bakar sirkumferensial. Observasi menyeluruh terhadap edema
jaringan terutama pada ektremitas dan kemungkinan terjadinya gagal
ginjal. Elevasi tungkai dapat dilakukan untuk mengurangi edema pada
tungkai.
19

Kriteria American Burn Association untuk merujuk ke rumah


sakit pusat luka bakar:
1) Derajat keparahan luka bakar sedang
2) Luka bakar derajat III >5%
3) Luka bakar derjat II atau III pada wajah, telinga, mata, tangan, kaki,
dan genitalia/ perineum
4) Cedera inhalasi
5) Luka bakar listrik atau petir
6) Luka bakar dengan trauma, jika trauma lebih beresiko maka
sebaiknya dirujuk ke pusat trauma terlebih dahulu
7) Penyakit penyerta yang mempersulit managemen luka bakar
8) Luka bakar kimia
9) Luka bakar sirkumferensial

Luka bakar anak perlu dirujuk pada rumah sakit yang memiliki
fasilitas dan kemampuan menangani permasalahan ini. Luka bakar akibat
penyalahgunaan/abuse memerlukan dukungan rehabilitasi jangka
panjang.

d. Dermatoterapi pada luka bakar


Luka bakar mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka,
dengan resiko penetrasi patogen ke jaringan yang lebih dalam dan
pembuluh darah sehinga beresiko menjadi infeksi sistemik yang
mengarah pada kematian. Pemberian terapi antimikroba topikal dalam
bentuk salep atau cairan kompres/rendam seperti: Silver - Sulfadiazine,
Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone - Iodine, Bacitracin,
Neomycin, Polymyxin B, dan antifungal seperti nystatin, mupirocin, dan
preparat herbal seperti Moist Exposed Burn Ointment/Therapy (MEBO/
MEBT).
Moist Exposed Burn Ointment/Therapy (MEBO/ MEBT),
merupakan antimikroba broad spectrum berbentuk ointment dari preparat
herbal yang terdiri dari beta sitosterol, bacailin, berberine yang berperan
sebagai analgetik, anti inflamasi, anti mikroba, dan menghambat
20

pembentukan jaringan parut. Preparat ini juga mengandung amino acid,


fatty acid, dan amylase yang memberikan nutrisi untuk regenerasi dan
perbaikan kulit. Preparat ini merangsang pertumbuhan potential
regenerative cells (PRCs) dan sel punca (stem cell) untuk penyembuhan
luka dan mengurangi terbentuknya jaringan parut. MEBO/MEBT
idealnya diberikan dalam 4- 12 jam pertama setelah paparan panas.
Kelembaban pada preparat ointment akan mengoptimalkan kondisi
penyembuhan luka. Penutupan luka dengan kompres saline dapat berikan
bersamaan. Aplikasi MEBO/ MEBT dilakukan setiap 6 jam secara
teratur, tanpa pembersihan dengan desinfektan atau debridemen luka.
e. Manajemen nyeri
Nyeri merupakan masalah serius bagi pasien luka bakar semasa
pengobatan. Luka bakar pada lapisan epidermis terasa nyeri hebat akibat
tidak ada lapisan epidermis sehingga ujung-ujung saraf lebih
tersensitisasi oleh rangsangan. Nyeri juga dialami pada luka bakar derajat
II sedangkan pada derajat III tidak ada. Peningkatan katekolamin saat
nyeri mengakibatkan peningkatan denyut nadi, tekanan darah, dan
respirasi. Nyeri akan dirasakan pasien terutama saat ganti pembalut luka,
saat prosedur operasi, dan saat rehabilitasi. Golongan opioid dan anti
inflamasi non steroid lazim diberikan untuk mengatasi nyeri. Preparat
anestesi inhalasi dapat pula diberikan saat ganti pembalut.

12. Komplikasi Luka Bakar


Menurut Burninjury (2013), komplikasi luka bakar dapat berasal dari
luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan
luka:
a. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama
dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan
tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur.
Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter
21

urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung


pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia.
b. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain
itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah
baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi
darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang
kemudian akan membentuk sumbatan darah.
c. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan
psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks
terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka
bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan
pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami
penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma
luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau
posttraumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan
gejala yang sering ditemukan pada penderita.

B. KONSEP DASAR MEDIS LUKA/TRAUMA ZAT KOROSIF


1. Pengertian Korosif
Suatu zat dikatakan korosif apabila zat tersebut dapat merusak atau
menghancurkan zat lain secara kontak langsung melalui reaksi kimia. Kata
korosif berasal dari kata dalam bahasa Latin corrodere, yang berarti
"menggerogoti", maksudnya bahwa zat ini mampu "menggerogoti" daging
atau bahan lain. Korosif mengacu pada apapun zat kimia yang mampu
melarutkan struktur benda target.
Zat ini dapat bersifat asam, oksidator, atau basa. Saat zat ini diteteskan
pada permukaan, permukaan tersebut akan menyusut. Bahkan kerusakan ini
22

mampu diciptakan hanya dalam beberapa menit, misalnya saat asam klorida
pekat mengenai kulit; atau bahkan perlahan-lahan seperti besi jembatan yang
karatan. Istilah kaustik sering dimaknai sebagai zat yang korosif pada
jaringan hidup. Zat ini disebut iritan bila konsentrasinya rendah, dan
pengaruhnya pada jaringan hidup disebut iritasi. Saat konsentrasinya tinggi,
zat korosif dapat menyebabkan luka bakar kimia.
Zat yang bersifat korosif umumnya adalah asam kuat, basa kuat, atau
larutan asam lemah atau basa lemah yang pekat. Terdapat zat korosif dalam
berbagai wujud, seperti cair, padat, gas, kabut, atau uap. Aksi pada jaringan
hidup (seperti kulit, daging, dan kornea) banyak dikaji menurut reaksi asam -
basa hidrolisis amida dan ester serta denaturasi protein. Protein (dengan
ikatan amida) hancur melalui hidrolisis amida sedangkan lipida (dengan
ikatan ester) hancur melalui hidrolisis ester. Reaksi ini menyebabkan luka
bakar kimiawi sebagai indikasinya.

2. Trauma Atau Luka Bakar Akibat Zat Korosif


Zat korosif adalah unsur yang dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian tubuh jika tubuh terkena zat tersebut akibat koagulasi protoplasma,
pengendapan dan penguraian protein serta penyerapan air. Luka akibat zat
korosif dapat diartikan sebagai perubahan kulit lokal atau generalisata toksik
akut/kronik atau degeneratif, bukan alergik yang disebabkan oleh bahan
kimia yang bersifat korosif.
Bahan-bahan kimia yang bersifat korosif dapat menyebabkan luka bakar,
dimana gambaran luka bakar tersebut mempunyai ciri yang khusus, sesuai
dengan bahan kimia yang mengenai tubuh dalam hal ini kulit atau pada
mukosa (selaput lendir). Luka bakar kimiawi adalah suatu kondisi yang
terjadi ketika mata, hidung, mulut, atau kulit mengalami kerusakan akibat
kontak dengan bahan kimia tertentu (iritan), seperti asam atau basa. Biasanya
paparan ini akibat terkena zat secara langsung atau terkena uapnya. Luka
bakar kimiawi juga dikenal sebagai luka bakar kaustik. Luka bakar akibat
bahan kimia bisa menyebabkan reaksi tertentu pada kulit.
23

Umumnya, mereka yang berisiko tinggi terkena paparan zat kimia adalah
bayi, orang lanjut usia (lansia), dan orang-orang disabilitas. Pasalnya,
mereka tidak memiliki kemampuan dalam mengatasi paparan zat kimia
dengan benar. Luka bakar akibat bahan kimia akan menimbulkan iritasi atau
hancurnya jaringan. Biasanya paparan ini akibat terkena zat langsung atau
terkena uapnya. Paparan zat kimia ini bisa terjadi di mana saja, baik di
rumah, di tempat kerja, di sekolah, dan lainnya akibat kecelakaan atau bisa
juga karena penyerangan. Kebanyakan zat kimiawi yang bisa menimbulkan
luka adalah zat kimiawi yang sangat asam atau yang sangat basa. Contohnya
asam hydrochloric atau natrium hidroksida.

3. Klasifikasi Zat Korosif


a. Zat kimia asam korosif
Asam bersifat korosif apabila konsentrasinya pekat, bersifat iritan
pada konsentrasi yang agak pekat, dan bersifat perangsang pada
konsentrasi rendah. Cara kerja pada golongan ini dapat mengakibatkan
luka dengan mengekstraksi air dari jaringan, mengkoagulasi protein
menjadi albuminat, mengubah hemoglobin menjadi asam hematin
dengan membentuk asam albuminat melalui dehidrasi jaringan yang
mengakibatkan perubahan warna hitam atau coklat.

Sifat-sifat khas bahan korosif:


1) Tumpahan racun pada tubuh korban dapat merusak struktur kulit; hal
ini bisa membantu proses rekonstruksi untuk memperkirakan kapan
racunnya diminum. Bibir bisa terbakar dan tetesan racun bisa
mengenai dagu, leher dan dada. Pola mulut yang terbakar bisa
digunakan untuk melihat racun apa yang diminum. Korban yang
meminum racun dengan posisi duduk atau berdiri, racun akan
mengalir kedada dan abdomen; bila berbaring, racun akan mengaliri
wajah dan pipi lalu keleher belakang. Tumpahan racun bisa masuk
kesaluran hidung.
2) Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut
tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan esofagus terkikis dan
24

dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa
rusak dan terjadi aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru
dan hemoragik.
3) Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna,
deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa menit racun bisa
mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini jarang
terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.
4) Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan
bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.

Ciri-ciri luka akibat zat korosif asam:


1) Terlihat kering
2) Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan karena asam
nitrat berwarna kuning kehijauan.
3) Perabaan keras dan kasar

Contoh zat kimia asam korosif :


1) Asam hidroklorida
Asam hidroklorida adalah zat yang tajam dan tidak berwarna.
Sumber keracunan biasanya pada industri, laboratorium, pemakaian
asam klorida sebagai pembersih di lingkungan rumah tangga. Asam
hidroklorida digunakan untuk aborsi dengan cara disuntik
pervaginam ke dalam uterus sehingga menyebabkan kematian janin.
Kasus yang sering kali terjadi pada penggunaan asam ini adalah
suicidal, dangan cara menelan cairan yang terkonsentrasi. Kasus
jarang tejadi adalah kecelakaan dan homocidal.
2) Asam sulfat
Asam sulfat adalah zat kimia yang sering digunakan pada proses
manufaktur dan reagen yang penting dalam laboratorium. Sumber
keracunan biasanya pada industri dan laboratorium. Asam sulfat
memiliki sifat fisik tidak berwarna, tidak berbau, tidak mudah
terbakar pada udara terbuka, jika ditambah air menghasilkan panas,
jika mengenai benda bersifat organik seperti kulit akan
25

mengakibatkan perubahan perubahan warna menjadi hitam seperti


tebakar.
3) Asam nitrat
Asam nitrat digunakan secara luas pada proses manufaktur dan
reagen yang penting dalam laboratorium. Sumber keracunan dari
industri, pabrik bahan peledak, dan laboratorium. Asam nitrat
memiliki sifat fisik merupakan cairan bening tidak berwarna. Asam
nitrat yang berwarna merah kekuningan adalah asam nitrat dipasaran
yang mengandung nitrogen oksida. Dalam bentuk yang tekonsentrasi,
asam ini dapat menghancurkan bahan organik dengan cara oksidasi
dan reaksi xanthoproteic. Asam nitrat ini akan menimbulkan
kerusakan mukosa dan meninggalkan bekas berupa cetakan kuning
kecoklatan di mukosa.
4) Asam asetat
Sumber keracunan dari industri, laboratorium, biasanya
digunakan sebagai bahan utama dari asam cuka. Larutan asam asetat
glacial 99% yang digunakan pada laboratorium kimia, dan
merupakan zat korosif kuat serta asam yang berbau menyengat dan
khas. Keracunan sering kali disebabkan karena menghirup asap dari
asam asetat. Sifat fisik asam nitrat memiliki sifat tidak bewarna, pada
asam cuka berupa cairan yang berwarna kekuningan, berbau tajam
dan khas.
5) Asam oksalat
Sifat Asam oksalat tidak begitu korosif tapi masih bersifat racun
dan kerjanya cepat, kematian timbul dalam beberapa menit sampai 1
jam. Asam bersifat korosif lokal dan berefek sistemik yang dapat
berakibat fatal meskipun kerusakan lokalnya non letal. Saat otopsi
bila tertelan kristal putih atau asam kuat maka akan timbul efek
pemutihan mukosa mulut, faring dan esofagus walau perdarahan
lokal juga bisa terjadi, diperut juga terjadi kerusakan mukosa dan
warnanya menjadi coklat tua atau hitam yang berasal dari asam
hematin, dindingnya erosi. Kematian pada korban yang telah
26

melewati fase akut disebabkan karena kelainan fungsi otot (termasuk


kelainan myocardium) karena hipokalemi akibat presipitasi kalsium
tubuh. Kematian terjadi setelah 2-10 hari.
b. Zat kimia basa korosif
Zat kimia basa seperti halnya asam mempunyai sifat korosif
dalam konsentrasi yang pekat, dan bersifat iritan pada konsentrasi yang
lebih encer. Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat bersentuhan dengan
zat-zat ini adalah:
1) Terlihat basah dan edematous
2) Berwarna merah kecoklatan
3) Perabaan lunak dan licin

Berikut beberapa bahan kimia yang termasuk zat kimia basa korosif:
1) Ammoniak
Sumber keracunan dari industri, rumah tangga dan laboratorium.
Pada rumah tangga sering kali digunakan sebagai pembersih.
Ammoniak memiliki sifat alkali kuat yang iritatif. Gas ammoniak
yang digunakan di lemari es adakalanya lolos melalui kebocoran
pada pipa. Jika gas tersebut tehirup, maka inflamasi yang hebat pada
saluran pernafasan akan terjadi, yang akan mengakibatkan laringitis
pseudomembranosa, purulen dan berwarna kekuningan,
trakitisbronkitis dan bronkopneumoni.
2) Kalium hidroksida
Kalium hidroksida memiliki sifat fisik berupa zat padat berwarna
putih keabuan, larut dalam air, perabaan licin dan rasanya pahit. Zat
ini memiliki sifat korosif yang kuat dan akan memberikan efek
terbakar pada kulit sebagaimana pada saluran gastrointestinal.
Sumber keracunan dari laboratorium, industri teutama pabrik sabun.
Pada sebagian besar kasus adalah suicidal dan kecelakaan dengan
cara menelan zat tersebut. Pada kasus yang jarang adalah homicidal
pada anak yang dipaksa menelan zat tesebut.
3) Natrium hidroksida
27

Sodium hidroksida, NaOH dan soda kaustik adalah nama lain


dari natrium hidroksida. Cairan konsentrat yang terdiri dari natrium
hidroksida ditambah dengan sodium hidroksida dan sodium karbonat
jika ditelan pada kasus bunuh diri atau tertelan oleh anak-anak, dapat
menyebabkan kematian oleh karena kerusakan yang parah pada
saluran gastrointestinal. Dalam beberapa hal, cairan tesebut dapat
dilempar kearah wajah atau tubuh individu untuk menimbulkan luka
seperti luka bakar dan juga menimbulkan perlukaan pada kornea.

4. Patofisiologi Luka Akibat Zat Korosif


Zat korosif adalah unsur yang menyebabkan kerusakan pada bagian
tubuh yang terkena zat tersebut, akibat koagulasi protoplasma, pengendapan
dan penguraian protein serta penyerapan air. Asam kuat sifatnya
mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi yang kering
dan keras. Basa kuat bersifat membentuk reaksi penyabunan intrasel
sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan berlanjut
sampai dalam. Karena bahan kimia asam atau basa terdapat dalam bentuk
cair (larutan pekat), maka bentuk luka sesuai dengan mengalirnya bahan cair
tersebut. Penelanan zat korosif seringkali menghasilkan efek yang
merugikan pada esofagus dan/atau lambung.
Zat basa umumnya menyebabkan perlukaan esofagus, sedangkan zat
asam seringkali menyebabkan kerusakan lambung. Barisan epitel skuamosa
esofagus sensitif terharap zat basa, namun dalam perjalanannya menuju
lambung, zat basa akan dinetralisir dengan cepat oleh keasaman lambung.
Sebaliknya, mukosa esofagus resisten terhadap zat asam, dan kemudian akan
menyebabkan peradangan hebat pada dinding lambung. Zat korosif baik
asam maupun basa dapat merusak esofagus dan lambung serta usus secara
cepat. Jarang sekali ditemukan nekrosis dari seluruh usus akibat penelanan
zat korosif.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan asam sehingga mengakibatkan
luka ialah:
28

a) Mengekstraksi air dari jaringan, sehingga luka terlihat kering dengan


perabaan keras dan kasar.
b) Mengkoagulasi protein menjadi asam albuminat
c) Mengubah hemoglobin menjadi asam hematin, sehingga berubah warna
menjadi coklat kehitaman. Kecuali yang disebabkan oleh asam nitrat
berwarna kuning kehijauan.

Cara kerja zat kimia korosif dari golongan basa sehingga menimbulkan
luka ialah:
a) Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkalin
dan sabun, sehingga terlihat basah dan edematus dengan perabaan lunak
dan licin.
b) Mengubah hemoglobin menjadi alkalin hematin, sehingga terlihat
berwarna merah kecoklatan

5. Penatalaksanaan Luka Akibat Zat Kimia Korosif


Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari bahaya zat kimia
korosif adalah dengan mengenakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
celemek, pakaian asam, kacamata/pelindung wajah, atau sepatu keselamatan,
saat melakukan kegiatan yang mengharuskan menggunakan zat tersebut.
Penggunanya harus membaca lembar data keselamatan terkait rekomendasi
tertentu terkait zat korosif tersebut. Bahan-bahannya pun harus diperhatikan.
Misalnya, meski sarung tangan maupun celemek dapat dibuat dari elastomer
yang tahan bahan kimia seperti karet nitril, neoprena, atau karet butil, bahan-
bahannya memiliki ketahanan yang berbeda terhadap korosi dan tidak dapat
diganti.
Penanganan akibat luka ini harus dilakukan sedini mungkin. Segera
hubungi nomor rumah sakit atau nomor darurat untuk mendapatkan
pelayanan kegawatdaruratan. Sambil menunggu bantuan medis datang bisa
melakukan beberapa tindakan penyelamatan, seperti:
a. Pertama, jauhkan bahan kimia yang menyebabkan luka bakar
b. Bilas bagian yang terkena luka bakar di bawah air mengalir selama 10-20
menit (jangan terlalu sebentar). Jika bahan kimia bersentuhan dengan
29

mata, bilas mata terus-terusan selama minimal 20 menit sebelum mencari


perawatan darurat selanjutnya. Segera membilas area yang terluka
dengan banyak air sangat penting untuk melarutkan zat kimia yang
menempel.
c. Lepaskan pakaian atau perhiasan atau kain yang terkontaminasi bahan
kimia di tubuh. Lepaskan dengan hati-hati, jangan sampai bahan kimia
ini menempel area tubuh lainnya yang tidak terpapar zat kimia, atau pada
orang lain.
d. Untuk menjaga kondisi luka agar tidak semakin parah, bungkus area
yang terbakar dengan perban atau lap bersih secara longgar.
e. Jika luka bakar tidak terlalu dalam, Anda bisa menggunakan pereda nyeri
seperti ibuprofen atau paracetamol (acetaminophen). Jika luka tersebut
sangat berat, tunggu petugas medis datang untuk melakukan tindakan
selanjutnya. Atau segera ke IGD terdekat.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:


a. Pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus yang akan
menunjukkan perubahan warna.
b. Pemeriksaan patologi anatomi pada lapisan kulit:
1) Asam kuat (H2SO4)
Pada pemeriksaan jaringan akibat luka asam kuat, terjadi
penebalan pada lapisan epidermis dan adanya granul-granul pada
vesikel kolagen berbentuk gelombang dan hiperemis.
2) Basa (NaOH)
Pada pemeriksaan jaringan akibat luka basa kuat akan terjadi
penebalan dan nekrosis di semua jaringan sel di lapisan epidermis
dan dermis.
30
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Luka bakar (combustio) merupakan luka yang disebabkan karena kontak
langsung atau terpapar oleh termal (suhu), bahan kimia, listrik dan radiasi yang
menyebabkan kerusakan jaringan tubuh terutama kulit yang memberikan gejala
tergantung luas, dan dalamnya lokasi luka. Struktur kulit terbagi menjadi tiga
lapisan utama yaitu epidermis sebagai bagian terluar, lapisan dermis yang berada
di tengah, dan bagian terdalam yakni hipodermis atau juga disebut subkutan.
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga hemostatis tubuh
diantaranya yaitu Fungsi absorpsi, fungsi ekresi, fungsi pengaturan suhu tubuh,
fungsi pelindung, dan fungsi peraba.
Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah
paparan api, kontak benda panas, sclades (air panas), uap panas, gas panas,
aliran listrik, zat kimia, radiasi, sinar matahari dan terapi radiasi. Pada dasarnya
luka bakar terjadi akibat paparan suhu yang tinggi, akibatnya akan merusak kulit
dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah besar dan akibat kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan plasma sel darah, protein dan
albumin, mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya terjadilah kehilangan cairan
yang masif, terganggunya cairan di dalam lumen pembuluh darah. luka bakar
dapat dikelompokkan menjadi trauma primer dan sekunder, dengan adanya
kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka bakar dan morbiditas yang akan
muncul mengikuti trauma awal. dalam memberikan terapi dan perawatan pada
luka bakar, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,
dan keseriusan luka, Fase Luka Bakar terdiri dari Fase akut, fase subacut, dan
fase lanjut.
Bahan-bahan kimia yang bersifat korosif dapat menyebabkan luka bakar,
dimana gambaran luka bakar tersebut mempunyai ciri yang khusus, sesuai
dengan bahan kimia yang mengenai tubuh dalam hal ini kulit atau pada mukosa
(selaput lendir). Zat korosif asam antara lain asam hidroklorida, asam sulfat,
31

asam nitrat, asam asetat, asam oksalat. Zat korosif basa antara lain ammoniak,
kalium hidroklorida, dan natrium hidroklorida
Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari bahaya zat kimia
korosif adalah dengan mengenakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
celemek, pakaian asam, kacamata/pelindung wajah, atau sepatu keselamatan,
saat melakukan kegiatan yang mengharuskan menggunakan zat tersebut.
Penggunanya harus membaca lembar data keselamatan terkait rekomendasi
tertentu terkait zat korosif tersebut. Penanganan akibat luka ini harus dilakukan
sedini mungkin. Segera hubungi nomor rumah sakit atau nomor darurat untuk
mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan.

B. SARAN
Saran yang bisa penulis berikan tentang luka bakar dan korosif, apabila
seseorang atau pasien terkena luka bakar akibat paparan suhu yang tinggi,
maupun bahan kimia korosif yang bersifat asam dan basa sebaiknya segera
lakukan pencegahan dini dengan mengenakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, celemek, pakaian asam, kacamata/pelindung wajah, atau sepatu
keselamatan saat melakukan kegiatan yang mengharuskan menggunakan zat
tersebut, Penggunanya harus membaca lembar data keselamatan terkait
rekomendasi. Segera hubungi nomor rumah sakit atau nomor darurat untuk
mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan. Sambil menunggu bantuan medis
datang bisa melakukan beberapa tindakan penyelamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggowarsito, Jose L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya
Medika Surabaya Vol.2 No.2, 115 – 120.

Dewi, Yulia R.S. Luka Bakar: Konsep Umum Dan Investigasi Berbasis Klinis Luka
Antemortem Dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

https://id.wikipedia.org/wiki/Korosif (Diakses pada 6 Oktober 2021)

https://zdocs.tips/doc/referat-trauma-asam-d6wnm0mm5y68 (Diakses pada 6 Oktober


2021)

https://hellosehat.com/hidup-sehat/pertolongan-pertama/cara-atasi-kena-luka-bakar-
kimia/ (Diakses pada 6 Oktober 2021)

https://www.sehatq.com/artikel/mengobati-luka-bakar-akibat-kena-bahan-kimia-ini-
caranya (Diakses pada 6 Oktober 2021)

Nurarif, Amin Huda, dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC jilid 2. Jogjakarta:
MediAction.

Ngui, Herodia Rawati. 2019. Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Tn “Y”


Dengan Diagnosa Combutsio 5% Grade III Di Ruang Unit Luka Bakar Rsup
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Karya Ilmiah Akhir. Yayasan Perawat
Sulawesi Selatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakukang Program Studi
Profesi Ners Makassar.

Sjamsuhidajat, R., de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai