Anda di halaman 1dari 98

KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS KETEPATAN KODEFIKASI DIAGNOSIS PADA PASIEN


GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH Dr. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2017

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Ahli Madya Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Disusun Oleh :
AGNES LONDA
NIM : 2014 133 004

POLITEKNIK KESEHATAN PERMATA INDONESIA YOGYAKARTA


PROGRAM STUDI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
TAHUN 2017

1
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah berjudul “Analisis Ketepatan Kodefikasi Diagnosis Pada


Pasien Gangguan Mental dan Perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah” Ini telah mendapat persetujuan pada tanggal

03 Juli 2017

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dwi Ratnaningsih, MPH Harinto Nur Seha, S.ST

Mengetahui
Direktur
Politeknik Kesehatan Permata Indonesia

Anas Rahmad Hidayat, SKM.,M.Kes


NPP.2014.150577.11.032

2
KARYA TULIS ILMIAH

Analisis Ketepatan Kodefikasi Diagnosis Pada Pasien Gangguan Mental dan


Perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2017

Disusun Oleh :
AGNES LONDA
NIM : 2014 133 004

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah


Pada tanggal 14 Agustus 2017

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua

Agung Dwi S, SKM …………………. ….

Anggota

Dwi Ratnaningsih, MPH ………………………

Anggota

Harinto Nur Seha, S.ST ………………………

Direktur
Politeknik Kesehatan Permata Indonesia

Anas Rahmad Hidayat, SKM.,M.Kes


NPP.2014.150577.11.032

3

4




5
INTISARI
ANALISIS KETEPATAN KODEFIKASI DIAGNOSIS PADA PASIEN
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH Dr. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH

Latar Belakang : Hasil Studi Pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Khususnya di Instalasi Rekam
Medis diketahui jumlah petugas coding Rawat inap 1 orang sedangkan jumlah
pasien gangguan mental pada tahun 2016 sebanyak 2232 pasien.
Tujuan : Menganalisis ketepatan kode diagnosis pasien gangguan mental
berdasarkan dokumen rekam medis di rumah sakit jiwa daerah Dr. RM.
Soedjarwadi propinsi Jawa Tengah.
Metode : Menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Rancangan penelitian secara cross sectional. Subyek dalam
penelitian ini adalah 1 petugas coding rawat inap. Obyek penelitian ini
adalah100 berkas rekam medis pasian rawat inap.
Hasil : Analisis terhadap sampel sebanyak 100 berkas rekam medis,
diketahui : terdapat 15 item diagnosis pasien gangguan mental. Jumlah kode
diagnosis yang tepat sebanyak 80 berkas rekam medis sedangkan kode
diagnosis yang tidak tepat 20 berkas rekam medis. Tingkat ketepatan kode
tertinggi terdapat pada diagnosis Skizofrenia Paranoid sedangkan ketepatan
kode terendah terdapat pada diagnosis Psikotik Akut.
Kesimpulan: Pelaksanaan proses pengkodean diagnosis pasien gangguan
mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soejarwadi Provinsi Jawa
Tengah sudah sesuai dengan aturan yang ada di ICD -10 Volume 2 dan SOP
pengkodean di Rumah Sakit.

Kata Kunci : Ketepatan Kodefikasi dan Gangguan Mental dan Perilaku

6
ABSTRACT

ANALYSIS DIAGNOSIS CODIFICATION ACCURACY ON MENTAL AND


BEHAVIOURAL DISORDER PATIENT IN PSYCHIATRIC GOVERMENT
HOSPITAL DR. RM. SOEDJARWADI MIDDLE JAVA PROVINCE

Background: Result of preliminary study in Psychiatric Government Hospital


Dr. RM. Soedjarwadi Middle Java Province, especially in Installation of Medical
Record, it was found that in 2016 there were 2232 mental disorder patients and
only one codification officer in hospitalized patients room.
Purpose: Analyzing diagnosis codification accuracy on mental disorder patient
based on medical record document in Psychiatric Government Hospital Dr. RM.
Soedjarwadi Middle Java Province.
Method: Using descriptive research method with quantitative approach.
Research design with cross sectional. Subject in this study was one codification
officer in hospitalized patients room. The object of this study was 100 medical
record files of hospitalized patients.
Result: Analysis of samples of 100 medical record files, it was found 15 items
diagnosis of mental disorder patients, the diagnosis codification accuracy on 80
files and diagnosis codification inaccuracy on 20 files. The highest degree of
codification accuracy was found in the diagnosis of paranoid schizophrenia
whereas the lowest codification accuracy was found in acute psychotic
diagnoses.
Conclusion: The implementation of the process of coding the diagnosis of
mental disorder patients in Psychiatric Government Hospital Dr. RM.
Soedjarwadi Middle Java Province had been implemented according to the rules
in ICD-10 Volume 2 and the coding SOP at the hospital.

Keywords: Codification Accuracy and Mental and behavioural Disorder

7
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena

begitu besar cinta-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “ Analisis Ketepatan Kodefikasi Diagnosis

Pada Pasien Gangguan Mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Seodjarwadi Provinsi Jawa Tengah. “

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada :

1. Anas Rahmad Hidayat S.KM, Selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Permata Indonesia.
2. Haryo Nugroho, SKM , Selaku Kepala Program Studi Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan Permata Indonesia.
3. Dwi Ratnaningsih, MPH , Selaku Pembimbing I yang telah meluangkan

waktu penuh kesabaran dan keterbukaan hati membimbing penulis, serta

memberikan kritikan yang membangun sehingga memotivasi penulis

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Harinto Nur Seha, S.ST, Selaku Pembimbing II yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dr. Tri Kuncoro, M.M.R Selaku Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

6. Astri Ayu Prasetyani, Amd.PIK Selaku Penanggungjawab Unit Rekam

Medis Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah

8
7. Sa. Adan Wildani, Amd. Pk. Selaku Triangulator Coding dalam

Penelitian ini.

8. Seluruh Staf dan Karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

9. Segenap Dosen dan Karyawan Politeknik Kesehatan Permata Indonesia

yang telah membimbing serta membekali pengetahuan dan keterampilan

bagi penulis selama proses perkuliahan, sehingga penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

10. Suster Pemimpin Umum Kongregasi Pengikut Yesus dan Suster

Provinsial Provinsi CIJ Jawa bersama Anggota Dewan yang memberikan

kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk memperkaya

pengetahuannya melalui studi, di Politeknik Kesehatan Permata

Indonesia Yogyakarta.

11. Para suster di komunitas Wisma Siena yang selalu memberikan

dukungan doa dan cinta untuk saya selama proses perkuliahan ( Sr.

Angela Seran sebagai pemimpin komunitas, Sr. Salvatora, Sr. Mariance,

Sr. Hermin, Sr. Felixia dan Sr. Lusia, CIJ).

12. Para suster di komunitas St. Maria Asumptha Gamping (Sr. Maria

Yosina, sebagai pemimpin komunitas, Sr. Veronika, Sr. Albertha, Sr.

Stephana dan Sr. Regina, CIJ)

13. Sr. Ferdinanda ,CIJ sebagai ketua Yayasan Efata beserta Para Suster

yang berkarya di Yayasan Efata.

9
14. Sr. Stephania Tukan, CIJ, Sr. Stephani Kleden,CIJ, Rd. Hendrikus

Sengga, Rd. Yance Sengga , Rd. Joa’o Ornay, Fr. Theodorus Ruing,

Komunitas OCD Yogyakarta dan Br. Simao Nono, OFM yang

mendoakan dan memberikan dukungan serta motivasi bagi penulis dalam

proses perkuliahan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

15. Serta keluarga dan berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung

peneliti dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Maka dengan penuh kerendahan hati peneliti sangat mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak dan rekan-rekan

sekalian. Semoga karyah tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata peneliti ucapkan limpah terima kasih.

Yogyakarta, Agustus 2017

Penulis

10
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………….. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………….... ii
LEMBARAN PENGESAHAN…………………………………......... iii
MOTTO…………………………………….......................................... iv
LEMBARAN PERSEMBAHAN…………………………………….. v
INTISARI……………………………………………………………… vi
ABSTRACT…………………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR………………………………………………… viii
DAFTAR ISI……………………………………................................... xi
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………… xiv
DAFTAR TABEL……………………………………………………... xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… xvii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………... 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………… 7
C. Tujuan Penelitian………………………………………………. 7
1. Tujuan Umum……………………………………………… 7
2. Tujuan Khusus……………………………………………... 7
D. Manfaat Penelitian……………………………………………... 8
1. Manfaat Teoritis……………………………………………. 8
2. Manfaat Praktis…………………………………………….. 8
E. Keaslian Penelitian……………………………………………... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 11
A. Tinjauan Teori………………………………………………….. 11
1. Rumah Sakit………………………………………………... 11
2. Rekam Medis………………………………………………. 12
3. Coding……………………………………………………… 15

11
4. ICD-10……………………………………………………… 17
5. Diagnosis…………………………………………………… 24
6. Gangguan Mental dan Perilaku…………………………… 26
7. Sistem Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Mental………. 30
8. Ketepatan Pengkodean Diagnosis Gangguan Mental……… 33
B. Kerangka Teori…………………………………………………. 34
C. Kerangka Konsep………………………………………………. 34
D. Pertanyaan Penelitian…………………………………………... 35
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………... 36
A. Jenis Penelitian…………………………………………………. 37
B. Desain Penelitian……………………………………………….. 37
C. Populasi dan Sampel…………………………………………... 39
D. Lokasi dan Waktu……………………………………………… 40
1. Lokasi Penelitian…………………………………………… 40
2. Waktu Penelitian…………………………………………… 40
E. Variabel Penelitian……………………………………………... 40
F. Definisi Operasional Variabel…………………………………. 41
G. Instrumen Pengumpulan Data………………………………….. 41
H. Prosedur Pengumpulan Data…………………………………… 42
I. Pengolahan dan Analisis Data…………………………………. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………….. 44
A. Hasil Penelitian………………………………………………… 44
1. Gambaran Umum Rumah Sakit……………………………. 44
2. Gambaran Umum Pelaksanaan Pengkodean………………. 48
3. Ketepatan Pengkodean Diagnosis…………………………. 50
B. Pembahasan……………………………………………………. 54
1. Gambaran Umum Pelaksanaan Pengkodean……………….. 56
2. Ketepatan Pengkodean Diagnosis …………………………. 59
C. Keterbatasan Penelitian………………………………………… 61

12
BAB V PENUTUP…………………………………………………….. 62
A. Kesimpulan…………………………………………………….. 62
B. Saran…………………………………………………………… 63
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 64

13
DAFTAR SINGKATAN

BPJS : Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

DINKES : Dinas Kesehatan

DRG’s : Diagnoses Related Groups system

DSM : Diagnostic and Statistical Manual of Mental

GMO : Gangguan Mental Organik

ICD-9- CM : International Classification Of Diseases 9th Revision

Clinical Modification

ICD -10 : International Statistical Classification Of Diseases

and Related Health Problems 10th Edition

INA- CBG’s : Indonesia Case Base Group System

ODGJB : Orang Gila dengan Gangguan Jiwa Berat

PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan

PPDGJ : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa

RSJD : Rumah Sakit Jiwa Daerah

RM : Raden Mas

RM : Rekam Medis

RS : Rumah Sakit

RULE MB : Morbidity Rules

SOP : Standar Operating Procedure

WHO : World Health Organization

14
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian……………………………………………... .. 8
Tabel 2.1 Deskripsi Struktur ICD-10 Bab V Gangguan Jiwa dan Perilaku…. 32
Tabel 3.1 Definisi Operasional……………………………………………. 41
Tabel 4.1 Data Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental …………………. 51
Tabel 4.2 Item Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental……… 52
Tabel 4.3 Daftar Kode Diagnosis yang Tidak Tepat……………………….. 53

15
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ……………………………………………. 34
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ………………………………………… 34
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian…………………………………… 38
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Pertama SIRS………………………… 49
Gambar 4.2 Tampilan Halaman SIRS setelah Login …………………… 50
Gambar 4.3 Tampilan Halaman Akhir SIRS…………………………… 50
Gambar 4.4 Grafik Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental… 53

16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1 : Tabel Check List Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental… 66


Lampiran 2 : Analisis Statistik Deskriptif………………………………….. 71
Lampiran 3 : Panduan Wawancara…………………………………………. 74
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian ……………………………………........ 75
Lampiran 5 : Balasan Permohonan Izin Penelitian……………………….. 76
Lampiran 6 : Pemberitahuan Izin Penelitian………………………………. 77
Lampiran 7 : Bimbingan Karya Tulis Ilmiah ………………………………. 78

17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat

inap dan gawat darurat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

43 tahun 2016 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan bab II

nomor 10 menyebutkan pelayanan kesehatan Orang Dengan Gangguan Jiwa

Berat (ODGJB) pernyataan standar menjelaskan bahwa setiap orang dengan

gangguan jiwa berat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan, rumah sakit harus dapat

mendokumentasikan setiap tindakan dan pengobatan yang telah diberikan

kepada pasien kedalam suatu dokumen yang disebut Rekam medis.

Menurut Rustiyanto, (2015) Rekam Medis adalah keterangan baik

yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamneses penentuan

fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik yang

diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan

maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.

Hal penting yang harus diperhatikan oleh petugas rekam medis adalah

ketepatan dalam pemberian kode diagnosis. Pengkodean yang tepat dan

akurat diperlukan rekam medis yang lengkap. Rekam medis harus memuat

18
dokumen yang akan dikode seperti pada lembar depan seperti: ringkasan

masuk keluar, lembaran operasi dan laporan tindakan, laporan patologi dan

resume pasien keluar. Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan penulisan

kode diagnosis adalah karena dokter tidak menuliskan diagnosis dengan

lengkap sehingga terjadi kesalahan petugas rekam medis dalam menentukan

kode diagnosis (Hatta, 2012).

Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan

menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang

mewakili komponen data. Pada proses coding ada beberapa kemungkinan

yang dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari petugas coding, yaitu bahwa

penetapan disgnosis pasien merupakan hak, kewajiban dan tanggung jawab

tenaga medis yang memberikan perawatan kepada pasien dan tenaga coding

di bagian Unit Rekam Medis tidak boleh mengubah diagnosis yang ada.

Apabila ada hal yang tidak jelas petugas rekam medis mempunyai hak dan

kewajiban menanyakan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang

bersangkutan. Dalam proses coding akan terjadi beberapa kemungkinan yaitu

penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan hasil pengkodean

yang tidak tepat dan penetapan diagnosis yang benar, tetapi petugas coding

salah menentukan kode sehingga hasil pengkodean tidak tepat (Budi, 2011).

Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)

bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera, gejala

dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO

mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan

19
klasifikasi penyakit revisi 10 ( International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problem - Tenth Revision) Namun, di Indonesia

sendiri ICD -10 baru ditetapkan pada tahun 1998 untuk menggantikan ICD-

9 melalui Surat Keputusan Menkes RI No.50/MENKES/KES/SK/I/1998.

Pada ICD-10 Volume 1 Bab V mendeskripsikan tentang gangguan jiwa dan

perilaku. Pada Bab V dibagi menjadi 11 blok masing-masing blok dan

kategorinya didefinisikan dengan kalimat yang cukup panjang. Indonesia

memiliki PPDGJ yang merupakan terjemahan Bab V dalam bahasa Indonesia.

Penentuan kode diagnosis gangguan jiwa merupakan hal yang sangat sulit

oleh karena itu dibantu dengan buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa (PPDGJ). Meskipun demikian pada pelaksanaan di pelayanan

kesehatan masih terjadi ketidaktepatan dalam menentukan kode diagnosis

gangguan mental atau penyakit kejiwaan (Budi, 2011).

Penyebab terjadinya ketidaktepatan pemberian kode diagnosa

penyakit gangguan mental adalah aspek Man, Method dan machine. Man :

Ketidak pahaman petugas RM untuk memahami terminologi medis, kesulitan

dalam membaca tulisan dokter, beban kerja petugas yang berlebihan,

kualifikasi pendindikan yang rendah/ belum memiliki kompetensi

mengkoding. Method : SPO tentang pengkodean tidak terlaksana dengan

benar menyebabkan pengkodean tidak dilakukan dengan tepat, kurangnya

pelatihan khusus kepada petugas tentang cara tepat pengkodean. Sedangkan

dari aspek Machine : Kurang lengkapnya sarana kerja seperti kesediaan ICD

vol 1,2 dan 3, kamus bahasa inggris, buku terminologi dan kamus kedokteran

20
serta kurangnya sarana komunikasi sperti telepon guna menunjang

komunikasi dengan dokter pemberi diagnosa apabila terjadi ketidaksesuaian

(Bakhtiar, 2015).

Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa ditujukan

untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik

serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintergrasi, komprehensif,

dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Masalah kesehatan jiwa atau mental di Indonesia merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat

perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baik

di tingkat pusat maupun daerah serta perhatian dari seluruh masyarakat. Hasil

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi gangguan

mental emosional yang ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan

kecemasan sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang.

Sedangkan Prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per

1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Menurut Keliat, 2011 Gangguan Jiwa yaitu suatu sindrom atau pola

perilaku yang secara klinis bermakna berhubungan dengan distress atau

penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi

kehidupan manusia.

Di Jawa Tengah jumlah warga yang mengidap gangguan jiwa dari

tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah gangguan jiwa pada tahun 2013

sebanyak 121.962 penderita, tahun 2014 sebanyak 260.962 penderita

21
sedangkan tahun 2015 jumlah penderita bertambah menjadi 317.504 jiwa.

Faktor penyebab tingginya angka gangguan jiwa di Jawa tengah diantaranya

adalah tekanan keluarga, minimnya pekerjaan, pergaulan, lingkungan

maupun ekonomi. Pada tahun 2012 Jawa Tengah Sudah mencanangkan

program bebas pemasungan terhadap penduduk yang mengidap gangguan

jiwa. Namun sampai pada saat ini penderita yang gangguan jiwa masih ada

yang dipasung karena sebagian besar keluarga kurang memahami gangguan

psikotik terutama skizofrenia. Akibatnya penanganan yang dilakukan masih

keliru. (Dinkes Jawa Tengah 2016).

Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.I Tahun 2012 Pasal 10 tentang

Rehabilitasi Terhadap Penderita Gangguan Jiwa yang di pasung antara lain

motivasi dan diagnosa psikososial, perawatan dan pengasuhan, pembinaan

kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, pelayanan pengobatan lanjutan

dan rujukan atau pengiriman kembali ke rumah sakit jiwa daerah (RSJD) atau

rumah sakit dengan unggulan jiwa.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi merupakan salah satu

rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berkedudukan di

Kabupaten Klaten yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit khusus kelas A

sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

216/Menkes/ VI/2013.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti dengan

menggunakan metode wawancara pada tanggal 03 Januari 2017 di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, diketahui

22
jumlah kunjungan pasien rawat inap untuk klinik jiwa pada tahun 2016

sebanyak 2.232 orang. Jumlah petugas coding rawat inap satu orang dengan

kualifikasi pendidikan D3 Rekam Medis Informasi Kesehatan. Pengkodean

diagnosis pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. RM. Soedjarwadi menggunakan

ICD-10 dan PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

di Indonesia).

Proses pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah telah dilakukan menggunakan Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit. Pemberian kode diagnosis dilakukan oleh petugas

coding selain memberi kode, petugas coding juga melakukan tugas dibagian

assembling. Manfaat penerapan coding di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM

Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah adalah untuk kepentingan laporan Rumah

Sakit dan juga untuk klaim BPJS.

Analisis ketepatan kode diagnosis gangguan mental pada dokumen

Rekam medis sangat penting karena apabila kode diagnosis tidak tepat atau

tidak sesuai dengan ICD-10 maka dapat menyebabkan turunnya mutu

pelayanan di rumah sakit serta mempengaruhi kualitas data, informasi dan

laporan serta ketepatan tarif INA- CBG’s yang pada saat ini digunakan

sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien. Dalam pelaksanaan

pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah kerena jumlah pasien yang banyak dan keterbatasan petugas coding,

maka tidak menutup kemungkinan terdapat ketidaktepatan kodefikiasi.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

23
tentang “ Analisis Ketepatan Kodefikasi Diagnosis Pada Pasien Gangguan

Mental Dan Perilaku Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana ketepatan kodefikasi diagnosis pasien gangguan mental dan

perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi

Jawa Tengah pada tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat ketepatan kode diagnosis pasien gangguan

mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Provinsi

Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pelaksanaan kode diagnosis pasien gangguan mental

dan perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah.

b. Mengetahui Faktor penyebab ketidaktepatan kode diagnosis

pada pasien gangguan mental dan perilaku di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

24
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Bagi institusi Pendidikan

Sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya wawasan

khususnya di bidang rekam medis dan Informasi Kesehatan.

b. Bagi peneliti lain

Dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian dengan topik yang hampir sama.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Terwujudnya kesinambungan dalam pelayanan kepada

pasien gangguan mental khususnya menentukan kode

diagnosis yang tepat.

b. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang rekam

medis khusunya dalam menentukan kode diagnosis pasien

gangguan mental serta dapat menerapkan teori-teori yang

diperoleh selama perkuliahan.

25
E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul, Nama, Variabel yang Metode Hasil


Tahun diteliti
1 Hubungan Coder dan Wawancara Pengkodean
kualifikasi keakuratan kode dan diagnosis rawat
Coder dengan diagnosis pasien observasi jalan dilakukan
keakuratan kode rawat jalan oleh petugas
diagnosis rawat pengkodean
jalan yang berjumlah 4
berdasarkan petugas yang
ICD-10 di terdiri dari 1
RSPAU petugas dengan
Hardjolukito kualifikasi D3
Yogyakarta Rekam medis
Friska Miftachul dan 3 petugas
Janah,2015 dari non Rekam
medis.Kode yang
dihasilkan oleh
D3 Rekam medis
adalah 100%
akurat sedangkan
untuk hasil kode
oleh Coder non
D3 Rekam medis
masih terdapat
kode yang tidak
akurat
2 Analisis ketepatan Ketepatan kode Wawancara Hasil observasi
kode diagnosis diagnosis dan dokumen Rekam
penyakit observasi medis dibagian
gastroenteritis acute unit rawat inap
berdasrkan dokumen pada triwulan 1
Rekam medis di tahun 2015
Rumah Sakit Balung terdapat penyakit
Jember Rinda Nurul gastroenteritis
dkk,2016 acute sebanyak
80 dokumen
Rekam medis.
Dari 80 Rekam
medis tersebut
yang akurat 19
dokumen Rekam
medis dan

26
penentuan
diagnosis yang
tidak tepat
sebanyak 61
dokumen Rekam
medis.
3 Tinjauan penulisan Penulisan Survey Ditinjau dari
diagnosis utama dan diagnosis utama diagnosis utama
ketepatan kode ICD- dan ketepatan pada dokumen
10 pada pasien kode ICD - 10 Rekam medis,
umum di RSUD kota ditemukan
Semarang Triwulan penulisan
I tahun 2012 Retno diagnosis yang
Dwi Vika Ayu,2012 tidak spesifik
sehingga kode
yang di hasilkan
tidak
tepat.Ditinjau
dari tingkat
kesesuaian kode
diagnosis utama
yang tepat
sebanyak 76
dokumen dank
ode diagnosis
yang tidak tepat
17 dokumen
Rekam medis
rawat inap.

Perbedaan dengan penilitian ini

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kuatitatif. Rancangan penelitian ini secara cross sectional. Dalam

penelitian ini hanya terdapat satu variabel yaitu ketepatan kode diagnosis pada

pasien gangguan mental dan perilaku. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah observasi ,studi dokumentasi dan wawancara.

27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan

fungsi menyediakan pelayanan paripurna, penyembuhan penyakit dan

pencegahan penyakit kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pelayanan medik.

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit mempunyai misi

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara

serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta

pelaksanaan upaya rujukan.

28
Menurut Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Fungsi

Rumah Sakit adalah

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan

pemulihan kesehatan sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat

kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber

daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan

dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

2. Rekam medis

a. Pengertian Rekam Medis

Rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan

seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit,

pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi

kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan kepada

pasien (Hatta,2012).

29
b. Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis yaitu untuk tercapainya administrasi dalam rangka

upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan untuk

mendapatkan catatan atau dokumen yang akurat dari pasien, mengenai

kehidupan dan riwayat kesehatan, riwayat penyakit dimasa lalu dan

sekarang, juga pengobatan yang telah diberikan sebagai upaya

meningkatkan pelayanan kesehatan (Rustiyanto, 2015).

c. Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai berikut:

1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya yang

ikut ambil bagian dalam memberikan pelayanan, pengobatan,

perawatan kepada pasien.

2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang

harus diberikan kepada seorang pasien.

3) Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan

penyakit, dan pengobatan selama pasien berkunjung/ dirawat di rumah

sakit

4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi

terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun

dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

30
6) Menyediakan data-data khususnya yang sangat berguna untuk

penelitian dan pendidikan.

7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik

pasien.

8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai

bahan pertanggungjawaban dan pelaporan

( Rustiyanto, 2015).

d. Nilai Guna Rekam Medis

1) Bagi Pasien

a) Menyediakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis yang diterima

oleh pasien.

b) Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk yang kedua

kali dan seterusnya.

c) Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien

dalam kasus-kasus tertentu seperti kompensasi pekerja, kecelakaan

pribadi atau mal praktek.

2) Bagi Fasilitas Layanan Kesehatan

a) Memiliki data yang dipakai untuk pekerja profesional kesehatan.

b) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis pasien.

c) Mengevaluasi penggunaan sumber daya

3) Bagi Pemberi layanan

a) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga professional

dalam merawat pasien.

31
b) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan yang bersifat

berkesinambungan pada berbagai tingkatan pelayanan kesehatan

3. Coding

a. Pengertian coding

Coding adalah pemberian penetapan kode diagnosis menggunakan huruf

atau angka kombinasi huruf dalam rangka mewakili komponen data.

Sedangkan pengkodean adalah bagian dari usaha pengorganisasian

proses penyimpanan dan pengambilan kembali data yang memberi

kemudahan bagi penyajian informasi terkait.

b. Tujuan coding

Coding menggunakan ICD-10 (International Statistical Classification

Of Diseases and Related Health Problems) bertujuan untuk

mendapatkan rekaman sistematis, melakukan analisis, interpretasi, serta

membandingkan data morbiditas dan mortalitas dari berbagai wilayah.

ICD-10 digunakan untuk menterjemahkan diagnosis penyakit dan

masalah kesehatan dari kata-kata menjadi alfanumerik yang akan

memudahkan untuk penyimpanan dan mendapatkan kembali data dan

analisis data.

c. Langkah-langkah dalam menentukan kode

1) Tentukakan tipe pernyataan yang akan dikode dan buka volume 3

alphabetical index. Bila pernyataan adalah istila penyakit atau cedera

atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I – XIX dan bab XXI

(volume 1) gunakanlah ia sebagai “lead term” untuk dimanfaatkan

32
sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi 1 indeks

(volume 3). Bila pernyataan adalah penyebab luar ( external causes)

dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di bab XX ( volume 1),

lihat dan cari kodenya pada seksi ll di indeks (volume 3).

2) Lead term (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata

sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan.Walaupun demikian

beberapa kondisi ada yang di ekspresikan sebagai kata sifat atau

eponym (menggunakan nama penemu) yang tercantum dalam indeks

sebagai lead term.

3) Baca dengan saksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.

4) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah lead term

(kata dalam kurung = modifier tidak akan mempengaruhi kode).

Istilah lain yang ada dibawah lead term (dengan tanda (-) minus =

idem = indent) dapat mempengaruhi nomor kode sehingga kata-kata

diagnostik harus diperhitungkan.

5) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references) dan

perintah see also yang terdapat dalam indeks.

6) Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari kode yang paling

tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada

posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat ada

33
di dalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan serta aturan cara

penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks

penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas

7) Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau

bagian bawah suatu bab, blok, kategori atau sub kategori.

8) Tentukan kode yang sesuai.

Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode

untuk memastikan kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang

diagnosis utama diberbagai lembar formulir rekam medis pasien, guna

menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan. (Hatta, 2012).

4. ICD-10 (International Statistical Classification Of Diseases and Related

Health Problems)

a. Pengertian ICD-10(International Stastistical Classification of

Diseases and Related Health Problems-Tenth Revision)

Standart internasional untuk klasifikasi penyakit dengan masalah

yang terkait kesehatan revisi ke-10 yang dikeluarkan oleh WHO

(World Health Organization).

b. Fungsi ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases

and Related Health Problems)

Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah yang

terkait dengan kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi

statistik morbididtas dan mortalitas.

34
c. Kegunaan ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana

pelayanan kesehatan.

2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.

3) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait

diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.

4) Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (Diagnoses Related

Groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.

5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.

6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi

perencanaan pelayanan medis.

7) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.

8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.

9) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

d. Tujuan ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases

and Related Health Problems)

Menurut kutipan Ayu, (2012) Tujuan ICD-10 ((International

Statistical Classification Of Disesases and Related Health Problems)

yaitu Menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan

lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik sehingga

memudahkan untuk menyimpan retrievel dan analisis data,

35
mempengaruhi perekaman statistik ,mempermudah analisis,

interpretasi dan perbandingan dengan data morbiditas dan mortalitas

yang terkumpul dari berbagai daerah atau negara pada saat yang

berlainan.

e. Penggunaan ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

Di Indonesia menggunakan ICD-9 (International Statistical

Classification Of Disesases and Related Health Problems)

berdasarkan

SK Menkes tahun 1996 tentang penggunaan revisi sembilan yang

berlaku di Indonesia. Sedangkan ICD-10 (International Statistical

Classification Of Disesases and Related Health Problems)

berdasarkan SK Dirjen Yanmed No.HK 00.05.14.0074 tahun 1998 di

rumah sakit tentang Penggunaan Klasifikasi Internasional Mengenai

Penyakit Revisi Kesepuluh (ICD-10) di rumah sakit dan juga

berdasar SK Menkes tahun 1998 digunakan di seluruh Indonesia

(Ayu,2012).

f. Struktur ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases and

Related Health Problems) terdiri atas volume dan bab

1) Volume

Terdiri dari tiga volume

36
a) Volume 1

Volume 1 terdiri dari

(1) Pengantar

(2) Pernyataan

(3) Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi

penyakit.

(4) Laporan konferensi internasional yang

menyetujui revisi ICD-10.

(5) Daftar kategori tiga karakter

(6) Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori

termasuk subkategori empat karakter .

(7) Daftar morfologi Neoplasma.

(8) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas.

(9) Definisi-definisi

(10) Regulasi nomenklatur

b) Volume 2

(1) Pengantar

(2) Penjelasan tentang International Statistical

Classification of Diseases and Related Health

Problems

(3) Cara penggunaan ICD- 10

(4) Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan

morbiditas

37
(5) Presentase statistik

(6) Riwayat perkembangan ICD

c) Volume 3

(1) Pengantar

(2) Susunan indeks secara umum

(3) Seksi I : Indeks abjad penyakit , bentuk cedera

(4) Seksi II : Penyebab luar cedera

(5) Seksi III : Tabel obat dan Zat kimia

(6) Perbaikan terhadap volume 1

2) Bab

Terdiri-dari 21 bab:

1) Bab I-XVII : Berhubungan dengan penyakit dan

kondisi morbiditas yang lain.

2) Bab XVIII Berhubungan dengan gejala, tanda,

temuan klinis dan laboratorium yang abnormal yang

tidak diklasifikasi ditempat lain.

3) BabXIX : Berhubungan dengan luka, keracunan,

keadaan lain yang disebabkan oleh faktor eksternal.

4) Bab XX : Berhubungan dengan penyebab eksternal

morbiditas dan mortalitas

38
5) Bab XXI : Berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi pelayanan kesehatan dan alasan-

alasan dengan pelayanan kesehatan.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Kode Penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan kode penyakit:

1) Kelengkapan Rekam medis

Sebelum pengkodean penyakit tenaga rekam medis harus

mengkaji data data rekam medis pasien untuk menemukan

kekurangan, kekeliruan atau terjadinya kesalahan. Oleh karena itu,

kelengkapan isi rekam medis merupakan persyaratan untuk

menentukan diagnosis. Sehingga kerjasama antara dokter dan

petugas coding sangat diperlukan dalam penggunaan ICD-10

2) Tenaga Medis

Kelengkapan diagnosis sangat ditentukan oleh tenaga medis,

dalam hal ini sangat bergantung pada dokter sebagai penentu

diagnosis karena hanya profesi dokterlah yang mempunyai hak

dan tanggung jawab untuk menentukan diagnosis pasien. Dokter

yang merawat juga bertanggung jawab atas pengobatan pasien,

harus memilih kondisi utama dan kondidsi lain yang sesuai dalam

periode perawatan.

3) Tenaga Rekam medis

39
Petugas coding sebagai pemberi coding bertanggung jawab atas

ketepatan kode diagnosis yang sudah ditetapkan oleh petugas

medis. Oleh karena itu, untuk hal yang kurang jelas atau tidak

lengkap sebelum menetapkan kodenya perlu dikomunikasikan

terlebih dahulu pada dokter yang membuat diagnosis tersebut untuk

lebih meningkatkan informasi dalam rekam medis, petugas coding

harus membuat kode sesuai dengan aturan yang ada pada ICD-10.

4) Sarana

Sarana pendukung untuk meningkatkan produktifitas coding yaitu

ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problem-Tenth Revision).

h. Aturan Reseleksi Kondisi Utama

Menurut ICD-10 Volume 2 aturan reseleksi kondisi utama adalah

1) Rule MB 1 ( Kondisi minor dicatat sebagai “kondisi utama” kondisi

yang lebih bermakna dicatat sebagai “kondisi lain”)

Pada suatu kondisi minor atau kondisi yang telah berjalan lama atau

suatu masalah yang insedentil dicatat sebagai “kondisi utama” dan

suatu kondisi yang lebih berarti, relevan bagi perawatan yang

diberikan/spesialisasi dicatat sebagai “kondisi lain” reseleksi yang

terakhir sebagai” kondisi utama”.

2) Rule MB 2 ( Beberapa kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama”)

Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai

“kondisi utama” dan detil lain pada catatan menunjuk pada satu dari

40
kondisi tersebut sebagai “kondisi utama” bagi perawatan pasien, dipilih

kondisi itu. Jika tidak, pilih kondisi yang telah disebutkan pertama.

3) Rule MB 3 (Kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama”

menggambarkan gejala yang timbul dari diagnosa, kondisi yang

ditangani)

Jika suatu gejala atau tanda atau suatu masalah yang dapat diklasifikasi

untuk ban XXI ,dicatat sebagai “kondisi utama” dan hal ini jelas

memberikan tanda, gejala atau masalah kondisi yang didiagnosa dicatat

ditempat lain dan perawatan diberikan untuk kondisi yang terakhir,

reseleksi kondisi yang didiagnosa sebagai “kondisi utama”.

4) Rule MB 4 ( Spesifisitas )

Dimana diagnosa dicatat sebagai “kondisi utama” yang

menggambarkan suatu kondisi dalam istilah umum dan suatu istilah

yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai tempat atau

sifat dasar kondisi dicatat sebagai pilihan diagnosa bagi “kondisi

utama”.

5) Rule MB 5 (Alternatif diagnosa-diagnosa utama)

Pada keadaan suatu gejala atau tanda dicatat sebagai “kondisi utama”

yang karena suatu kondisi yang lain, dipilih gejala tersebut sebagai

“kondisi utama”. Pada keadaan dua kondisi atau lebih dicatat sebagai

41
pilihan diagnosa bagi “kondisi utama” seleksi kondisi yang pertama

dicatat.

5. Diagnosis

a. Pengertian Diagnosis

Menurut Putriani, (2015) Diagnosis adalah hasil dari evaluasi yang

mencerminkan temuan. Evaluasi disini berarti upaya yang

dilakukan untuk menegakan atau mengetahui jenis penyakit yang

diderita oleh seseorang atau masalah kesehatan yang dialami oleh

masyarakat.

b. Pembagian Diagnosis

Menurut Hatta, (2012) pembagian diagnosis adalah sebagai

berikut:

1) Diagnosis Utama

Diagnosis utama adalah suatu diagnosis atau kondisi

kesehatan yang menyebabkan pasien yang memperoleh

perawatan atau pemeriksaan yang ditegakan pada akhir

episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan

sumber daya pengobatannya. Pengodean morbiditas sangat

bergantung pada diagnosis yang ditetapkan oleh dokter yang

merawat pasien atau yang bertanggung jawab menetapkan

kondisi utama pasien, yang akan dijadikan dasar pengukuran

statistik morbiditas.

Batasan diagnosis utama adalah

42
a) Diagnosis yang ditentukan setelah cermat dikaji.

b) Menjadi alasan untuk dirawat

c) Menjadi fakta arahan atau pengobatan

2) Diagnosis Sekunder

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis

utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode

pelayanan.

3) Komorbiditas

Kormobiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama

atau kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan

atau asuhan khusus setelah masuk dan dirawat.

4) Komplikasi

Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa

pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu

episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada

atau muncul sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan

kepada pasien.

6. Gangguan Mental dan Perilaku

a. Definisi Gangguan Mental

Istilah gangguan mental atau gangguan jiwa merupakan

istilah resmi yang digunakan dalam PPDGJ. Definisi gangguan

mental dalam PPDGJ II Merujuk pada DSM-III. Gangguan mental

atau gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau

43
psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan

secara kesehatan berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

(distress) atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi yang penting

dari manusia.

Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah

disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan

gangguan itu tidak semata-mata terletak didalam hubungan dengan

orang dan masyarakat. Secara lebih luas gangguan mental juga dapat

didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan dan kekacauan

fungsi mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi dari

fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimuli ekstern dan ketenagaan-

ketenagaan sehingga muncul gangguan fungsional atau stuktural

dari satu bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan (Pranomo dan

Nuryati, 2013).

b. Macam-Macam Gangguan Mental dan Perilaku

Macam- macam gangguan mental berdasarkan PPDGJ III

1) Gangguan mental organik dan sistematik

Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang

berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistematik atau otak

yang dapat didiagnosis secara tersendiri. Sedangkan gangguan

simtomatik adalah gangguan yang diakibatkan oleh pengaruh

otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistematik

di luar otak.

44
2) Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif

Gangguan yang disebabkan karena penggunaan satu atau lebih

zat psikoaktif (dengan atau tidak menggunakan resep dokter)

3) Gangguan skizofrenia dan gangguan waham

Gangguan skozofrenia adalah gangguan yang pada umumnya

ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan presepsi, serta oleh efek yang

tidak wajar atau tumpul. Sedangkan gangguan waham adalah

gejala gangguan jiwa dimana jalan pikirannya tidak benar dan

penderita itu tidak mau dikoreksi bahwa hal itu tidak betul:

suatu jalan pikiran yang tidak beralasan.

4) Gangguan suasana perasaan

Gangguan suasana perasaan adalah perubahan suasana perasaan

atau afek biasanya kearah depresi atau kearah elasi.

5) Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stress

Gangguan neurotik, somatoform, dan gangguan stress

merupakan satu kesatuan dari gangguan jiwa yang disebabkan

oleh faktor psikologis.

6) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan

fisiologis dan faktor fisik

Gangguan mental yang biasanya ditandai menurangi berat

badan secara sengaja, dipacu atau dipertahankan oleh penderita.

7) Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

45
Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang

cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup

yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan

diri sendiri maupun orang lain.

8) Retardasi mental

Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,

terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama

masa perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat

kecerdasan secara menyeluruh.

9) Gangguan perkembangan psikologis

Gangguan yang disebabkan keterlambatan perkembangan

fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan

biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara terus

menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas,

maksudnya hendayanya berkurang secara progresif dengan

bertambahnya usia anak.

10) Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-

kanak

Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan

aktivitas yang berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah

dihentikannya terlalu dini tugas atau suatu kegiatan sebelum

tuntas. Aktivitas berlebihan ialah bentuk kegelisahan yang

46
berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan

yang relatif tenang.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Mental dan Perilaku

1) Faktor organis misalnya terdapat kerusakan pada otak dan proses

dementia.

2) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan

reaksi psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis dan lain-

lain.

3) Faktor-faktor lingkungan atau faktor-faktor sosial

Usaha pembangunan dan moderenisasi, arus urbanisasi dan

industrialisasi menyebabkan problem yang dihadapi masyarakat

modern menjadi sangat kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri

terhadap perubahan-perubahan sosial dan arus moderenisasi

menjadi sangat sulit. Banyak orang mengalami frustrasi, konflik

batin dan konflik terbuka dengan orang lain, serta menderita

macam-macam gangguan psikis.

7. Sistem Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku

a. Tujuan Klasifikasi

Menurut kutipan Rachmayani, (2016) Diagnosis merupakan

penyusunan gejala, memberi nama atau label yang membedakan

dengan penyakit lain dengan tujuan untuk prognosis, terapi

(Farmakoterapi/psikoterapi) dan tindak lanjut. Tujuan klasifikasi

diagnosis gangguan mental yaitu mengidentifikasi kelompok

47
pasien yang memiliki persamaan dalam gambaran klinis, perjalanan

penyakit dan respon terhadap pengobatan serta memfasilitasi

komunikasi antara profesional, penelitian tentang etiologi,

pencegahan dan penatalaksanaan kondisi psikiatrik.

b. Proses Klasifikasi Diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku

1. Pemerikasan meliputi pemerikasaan fisik dan evaluasi

psikologis

2. Anamnesis melihat latar belakang dan riwayat gangguan dari

pasein yang bersangkutan

3. Menentukan Diagnosis terdiri dari Aksis 1-V

4. Terapi terdiri dari farmakoterapi dan psikoterapi

5. Tindak lanjut melakukan evaluasi terapi.

c. Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku ICD-10

Volume 1 Bab V

Urutan hierarki adalah urutan organisasi yang bersifat

vertikal dari atas ke bawah, dengan pengertian bahwa yang terletak

diatas, mengandung unsur yang lebih dari bawah, tetapi

mempunyai kelebihan yang spesifik. Urutan diagnosis adalah

menurut tingkat “organicity” dari diagnosis yang bersifat organi ke

arah yang bersifat non organik (psikologis/ edukatif

/psikodinamik). Nomor didalam PPDGJ III/ ICD-10 disusun secara

berurutan sesuai hieraaki tersebut.

48
Standar urutan hierarki akan: mempermudah pertimbangan

pelbagai kemungkinan diagnosis banding dengan gangguan jiwa

terkait kategori, karena masing-masing kategori secara urutan dari

atas kebawah memiliki keunikan khusus walaupun memepunyai

persamaan gejala/ keluhan dengan kategori yang berada

dibawahnya, mengurangi kemungkinan luputnya dari perhatian

gangguan jiwa yang terletak diurutan hierarki lebih atas.

Tabel 2.1 Deskripsi Struktur ICD-10 BabV Gangguan Jiwa dan Perilaku
No Deskripsi Struktur Keterangan
1 Gangguan mental organik termasuk simtomatik F00-F09
2 Gangguan mental dan perilaku karena F10-F19
penggunaan zat psikoaktif

3 Skizofrenia,gangguan skizotipal dan gangguan F20-F29


waham

4 Gangguan suasana perasaan F30-39


5 Gangguan neurotik,gangguan somatoform F40-F48
danyang berkaitan dengan stress

6 Sindrom perilaku yang berhubungan dengan F50-F59


gangguan psikologis dan faktor fisik

7 Gangguan kepribadian dan perilaku kedewasaan F60-F69


8 Retardasi mental F70-F79
9 Gangguan perkembangan psikologis F80-F89
10 Gangguan perilaku dan emosi akibat kejadian F90-F98
pada masa kanak-kanak dan remaja
11 Gangguan mental yang tidak di klasifikasikan F99
Sumber : ICD-10 Volume 1 Tahun 2010

49
8. Ketepatan Pengkodean Diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku

Ketepatan/ Precision merupakan suatu ukuran kemampuan untuk

mendapatkan hasil pengukuran yang sama, dengan memberikan suatu

presisi merupakan suatu ukuran tingkatan yang menunjukan perbedaan

hasil pengukuran pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan secara

berurutan harga tertentu untuk sebuah variabel (Orlando, 2014).

Ketepatan kode diagnosis gangguan mental dan perilaku

merupakan penulisan kode diagnosis penyakit yang sesuai dengan

klasifikasi yang ada didalam ICD-10 khususnya Bab V Gangguan

Mental dan Perilaku. Kode dianggap tepat bila sesuai dengan kondisi

pasien dengan segala tindakan yang terjadi, lengkap sesuai aturan

klasifikasi yang digunakan. Bila kode mempunyai 3 karakter dapat

diasumsikan bahwa kategori tidak dibagi. Seringkali bila kategori

dibagi, kode nomor pada indeks akan memberikan 4 karakter. Suatu

dash pada posisi ke- 4 mempunyai arti bahwa kategori telah dibagi dan

karakter ke-4 yang dapat ditemukan dengan merujuk ke daftar tabular.

Sistem dagger (+) dan asterisk (*) mempunyai aplikasi pada istilah

yang akan diberi dua kode (WHO, 2004).

50
B. Kerangka

Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Dimodifikasi Dari Teori Hatta, (2012) dan

Rustiyanto, (2015)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

51
D. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana Ketepatan Kode Diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2016 ?

52
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini peneliti bermaksud memberikan

gambaran tentang pelaksanaan kegiatan pengkodean diagnosis gangguan

mental dan sejauh mana tingkat ketepatan kode diagnosis dan faktor-faktor

yang mempengaruhi ketepatan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

Menurut Sugiyono (2015) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif

adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

subjek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada

masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki.

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini

sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode

untuk penelitian.Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena

berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah

karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, obyektif, terukur,

rasional dan sistematis. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data

53
penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik

(Sugiyono,2015).

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Menurut

Sumantri (2013), Rancangan cross sectional merupakan penelitian non

eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor

risiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan

model pendekatan point time. Variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel

yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama. Pengertian saat

yang sama disini bukan berarti pada satu saat observasi dilakukan pada semua

subjek untuk semua variabel, tetapi setiap subjek hanya diobservasi satu kali

saja, dan faktor risiko serta efek diukur menurut keadaan atau status waktu

observasi.

Rancangan penelitian cross sectional dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui secara detail bagaimana proses pengkodean diagnosis yang benar

agar dapat menghasilkan suatu kode diagnosis yang tepat. Khususnya ketepatan

kode diagnosis pasien gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Berikut ini adalah gambaran rencangan

penelitian yang akan dilakukan peneliti.

54
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

55
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono,2015). Populasi dalam penelitian ini adalah berkas Rekam

medis rawat inap pada lembar ringkasan masuk keluar tahun 2016 dengan

jumlah populasi sebanyak 2232 dokumen Rekam medis.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada (Sugiyono, 2015). Penelitian ini

menggunakan Systematic Random Sampling (Pengambilan sampel secara

random sistematik). Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

rumus Notoatmojo (2006) :

N
𝑛=
1 + N (𝑑 2 )

2232
𝑛=
1 + 2232(0,12 )

2232
𝑛=
2233 (0,01)

2232
𝑛=
22,32

𝑛 = 100 dokumen rekam medis

56
Keterangan

n = Sampel

N = Populasi

D = Tingkat keakurasian atau kepercayaan 1 % (0,1)

Dengan demikian didapatkan sampel untuk dokumen rekam

medis rawat inap sebanyak 100 dokumen.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Khususnya di Instalasi Rekam

medis Pada Bulan Mei-Juni 2017 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Jalan Ki Pandanaran Km. 2, Danguran Klaten Selatan

Provinsi Jawa Tengah.

E. Variabel Penelitian

Menurut Riwidikdo (2012), variabel merupakan gejala yang menjadi

fokus dalam penelitian.Variabel atribut dari sekelompok orang atau

objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam

kelompok itu. Penelitian ini hanya terdapat satu variabel yaitu Ketepatan

Kodefikasi Pasien Gangguan Mental.

57
F. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala

Operasional

1 Ketepatan kode Hasil ICD-10 Kode Ordinal


pengkodean volume1 diagnosis
diagnosis dan 3 sesuai
pasien dengan
gangguan ICD- 10
mental

Diagnosis ICD-10 Klasifikasi Ordinal


pasien yang Volume 1 diagnosis
2 Gangguan mental/ menjadi BAB V dan sesuai
jiwa variabel PPDGJ III dengan
penelitian PPDGJ
III

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan :

1. Check-list

Untuk mengetahui jumlah ketepatan kode pada setiap dokumen rekam

medis yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

2. ICD-10 Volume 1,2 dan 3

3. Pedoman Wawancara

4. Alat Tulis

58
H. Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

kode diagnosis utama pada formulir ringkasan masuk keluar (RM1), serta

wawancara langsung pada petugas coding khususnya tentang pelaksanaan

pengkodean dan faktor-faktor ketidaktepatan penentuan kode diagnosis

pasien gangguan mental dan perilaku di Rumah Sakit Jiwa Umum Daerah

Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melihat

proses pengkodean diagnosis gangguan mental dan perilaku, serta

melihat keadaan yang terkait dengan pengkodean diagnosis gangguan

mental dan perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

b. Studi dokumentasi

Peneliti melakukan analisis terhadap ketepatan kode diagnosis utama

pasien gangguan mental dan perilaku di formulir ringkasan masuk

dan keluar.

c. Wawancara

59
Peneliti mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara

langsung kepada petugas coding dengan bantuan wawancara, dan

jawaban dicatat dengan menggunakan alat pencatat.

d. Triangulasi

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti

melakukan perbandingan kode tertulis, kode yang ditemukan peneliti

berdasarkan ICD-10 dengan kode menurut praktisi coding yang

dipandang berpengalaman.

I. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pada penelitian ini dilakukan cross check (editing), coding dan

calculating.

2. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan bantuan

program SPSS untuk mengetahui tingkat ketepatan kode diagnosis

gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah tahun 2016. Penyajian data dalam bentuk angka

dan yang terakhir adalah penarikan kesimpulan berdasarkan data-data

yang ada.

60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi


Provinsi Jawa Tengah

a. Sejarah Rumah Sakit

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah merupakan Rumah Sakit khusus dengan kelas A yang

ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2016/

MENKES/ VI/ 2013 tanggal 10 Juni 2013.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah berdiri pada tanggal 23 Agustus 1953 sebagai Koloni Orang

Sakit Jiwa (KOSJ) terletak di Jalan Ki. Pandanaran KM 2 Klaten,

Desa Danguran, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten,

Provinsi Jawa Tengah dengan luas tanah 28.385 m2 dan luas

bangunan 6.123 m2. Tempat ini semula digunakan sebagai tempat

penampungan orang sakit jiwa yang dikirim dari RSJ Mangunjayan

Surakarta dan RSJ Kramat Magelang.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi milik pemerintah

Provinsi Jawa Tengah dengan akreditasi mutu pelayanan versi 2012

yang diberlakukan pada bulan Desember 2014 secara resmi

mendapat Prestasi Predikat Paripurna dan rumah sakit rujukan

61
bersama untuk Rumah Sakit khusus jiwa se Indonesia, pada survei

akreditasi pertama pada tahun 2015 lulus dengan predikat yang sama.

b. Visi dan Misi Rumah Sakit

1) Visi

Rumah Sakit jiwa pilihan pertama masyarakat dengan layanan

yang lengkap, bermutu tinggi dan dengan ilmu terkini.

2) Misi

a) Memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang terbaik bagi

semua lapisan masyarakat.

b) Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM secara

berkesinambungan.

c) Menjamin kesehatan yang selalu terakreditasi dan

tersertifikasi secara nasional maupun internasional.

d) Mewujudkan penataan rumah sakit jiwa modern yang tertata

dan konsisten dengan master plan.

e) Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian di

bidang kesehatan jiwa.

c. Motto Rumah Sakit

“Melayani dengan Ketulusan Hati”

d. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit

1) Pelayanan Rawat Inap

a) Perawatan Psikiatrik Laki-Laki dan Perempuan

62
a. Bangsal Edelweis

b) Perawatan Psikiatrik Laki-Laki

(1) Bangsal Flamboyan

(2) Bangsal Geranium

c) Perawatan Psikiatrik Perempuan

i. Bangsal Helikonia

d) Perawatan Psikogeneriatik Laki-laki dan Perempuan

a. Bangsal Ivy

e) Perawatan psikiatrik non kelas 3

a. Bangsal Dewandaru

f) Perawatan Non Psikiatrik

(1) Camelia II

g) Perawatan Unit Stroke

(1) Camelia I

h) Perawatan HCU

i) Perawatan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA

(1) Bangsal Jasmine

2) Pelayanan Rawat Jalan

a) Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

b) Klinik Jiwa Dewasa

c) Klinik Jiwa Lansia (Psikigeriatri)

d) Klinik Ketergantungan Obat / NAPZA

e) Klinik Mental Organik

63
f) Klinik Psikoterapi

g) Klinik Penyakit Saraf

h) Klinik Umum

i) Klinik Kesehatan Gigi dan Mulut

j) Klinik Psikologi

k) Klinik Penyakit Dalam

l) Klinik Nyeri

m) Klinik VCT

3) Pelayanan Penunjang

a) Instalasi Laboratorium

b) Instalasi Farmasi

c) Instalasi Radiologi

d) Instalasi Gizi

e) Instalasi Sanitasi, K3, Pemulasaraan Jenazah

f) Instalasi Loundry

g) Instalasi Pengolah Data Elektronik

h) Instalasi Rehabilitasi Mental Sosial

i) Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit

j) Instalasi Diklat

64
2. Gambaran Umum Pelaksanaan Pengkodean Diagnosis Pasien
Gangguan Mental dan Perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 02 Mei-25

Mei 2017 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi

Jawa Tengah terkait dengan pengkodean diagnosis pasien gangguan

mental rawat inap, diperoleh hasil bahwa proses pengkodean diagnosis

gangguan mental pasien rawat inap dilakukan oleh petugas pengkodean

(coder), berjumlah 1 orang dengan kualifikasi pendidikan D3 Rekam

medis. Petugas peengkodean memberikan kode sesuai dengan aturan di

ICD-10 Volume 2 dan SOP tentang pengkodean.

Berkas pasien yang telah selesai mendapatkan pelayanan rawat inap

dikembalikan ke bagian rekam medis dan diserahkan ke coder rawat inap

untuk di kode diagnosisnya melalui lembar ringkasan masuk dan keluar

yang sudah ditulis oleh dokter. Petugas pengkodean mengkode diagnosis

dengan menggunakan software berupa INA CBGs yang sudah terhubung

dengan sistem informasi rumah sakit (SIRS), ICD-10 Volume 1 dan 3

dan PPDGJ III. Setelah menemukan kode yang tepat, petugas menulis di

formulir ringkasan masuk dan keluar kemudian di entry ke dalam

software CHS (Crakatau Hospital System) untuk kepentingan klaim

BPJS. Berikut ini merupakan tahapan memasukan kode kedalam SIRS.

a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah petugas harus masuk ke

dalam software SIRS terlebih dahulu. Petugas mengetik username

dan password lalu klik tombol login.

65
Tampilan halaman pertama SIRS

Gambar 4.1 Tampilan halaman pertama SIRS


Sumber : Instalasi Rekam Medis Bagian Coding

b. Setelah masuk kehalaman depan SIRS petugas dapat memilih menu

utama yang sudah tersedia di layar. Untuk memasukan kode

penyakit, menu yang harus dipilih oleh seorang petugas adalah menu

pemeriksaan. Kemudian diketik nomor registrasi lalu di enter maka

akan muncul semua data tentang pesien yg bersangkutan setelah itu

petugas memasukan kode pada kolom yang sudah tersedia.Berikut

ini tampilannya:

Gambar 4.2 Tampilan Halaman SIRS setelah proses Login


Sumber : Instalasi Rekam Medis Bagian Coding.

66
c. Setela.h memasukan kode yang tepat, petugas mengklik tombol

grouping untuk kepentingan klaim BPJS kemudian menyimpan data

tersebut dengan mengklik tombol save.

Berikut ini tampilannya :

Gambar 4.3 Tampilan halaman akhir proses entry kode penyakit kedalam
SIRS
Sumber : Instalasi Rekam Medis Bagian Coding

3. Ketepatan Pengkodean Diagnosis Pasien Gangguan Mental dan


Perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah

Berikut ini adalah data kode diagnosis pasien gangguan mental

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2016.

Tabel 4.1 Data Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental dan Perilaku di RSJD. Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Pada Tahun 2016

KETERANGAN

67
NO DIAGNOSIS JUMLA KODE KODE TEPAT TDK
H TERTULI ICD -10 TEPAT
S
1 Dementia 10 F03 F03 10 -

2 Depresi Berat 2 F32.3 F32.3 2 -


dgn Gejala
Psikotik
3 Depresi Pasca 1 F32.9 F20.4 - 1
Skizofrenia
4 GMAP Zat 2 F15.9 F15.9 2 -
Ampetamin
5 GMO 8 F09 F06.9 - 8

6 Psikotik Akut 10 F23.9 F23.0 - 10


7 Psikotik 11 F06.8 F06.8 11 -
Epileptik
8 Psikotik Lir 9 F 23.2 F23.2 8 1
Skizofrenia F16.5
Akut
9 Retardasi F72.0 F72.0 1 -
Mental Berat 1
10 Skizoafektif 4 F25.1 F25.1 4 -
Tipe Depresif
11 Skizoafektif 6 F25.0 F25.0 6 -
Tipe Manik
12 Skizofrenia 18 F20.0 F20.0 18 -
Paranoid
13 Skizofrenia 3 F20.5 F20.5 1 -
Residual
14 Skizofrenia 2 F20.6 F20.6 2 -
Simple
15 Skizofrenia Tak 13 F20.3 F20.3 13 -
Terinci

TOTAL 100 80 20
Tabel 4.1 menunjukan dari sampel sebanyak 100 berkas rekam medis,

terdapat 15 item diagnosis pasien gangguan mental. Jumlah kode diagnosis yang

tepat sebanyak 80 berkas rekam medis sedangkan kode diagnosis yang tidak

tepat 20 berkas rekam medis. Tingkat ketepatan kode tertinggi terdapat pada

diagnosis Skizofrenia Paranoid sedangkan ketepatan kode terendah terdapat

pada diagnosis Psikotik Akut.

68
Berikut ini disajikan tabel data tentang analisis ketepatan kode diagnosis

yang ada pada berkas rekam medis pasien gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 4.2 Jumlah Item Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental
dan Perilaku di RSJD. Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Pada
Tahun 2016
NO KATEGORI JUMLAH PERSENTASE
1 Tepat 80 80%
2 Tidak Tepat 20 20%
TOTAL 100 100%

Tabel 4.2 menunjukan bahwa dari sampel sebanyak 100 berkas rekam

medis, jumlah berkas yang kode diagnosisnya tepat sebanyak 80 berkas (80 %)

sedangkan kode diagnosis yang tidak tepat sebanyak 20 berkas (20 %).

Berikut disajikan diagram ketepatan kode diagnosis pasien gangguan

mental dan perilaku tabel daftar kode diagnosis yang tidak tepat di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

150

100 100%
80%
50 100
80
20%
0 20
Tepat Tidak Tepat TOTAL
JUMLAH PERSENTASE
1 2

Gambar 4.4 Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental dan


Perilaku di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2016

Tabel 4.3 Daftar Kode Diagnosis yang Tidak Tepat di RSJD Dr. RM.
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016

69
No Diagnosis Kode Kode
Tertulis Yang Tepat
1 Depresi Pasca F32.9 F20.4
Skizofrenia
2 Gangguan Mental F09 F06.9
Organik
3 Psikotik Akut F23.9 F23.0

4 Psikotik Lir F16.5 F23.2


Skizofrenia Akut

Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak kode yang

tidak tepat terutama untuk diagnosis psikotik akut. Kode yang tepat

seharusnya F23.0 tetapi pada berkas rekam medis dituliskan adalah

F23.9. Hal tersebut terjadi karena petugas coding kadang tidak membaca

dengan detail gejala serta tanda-tanda yang terkait dengan diagnosis

psikotik akut. Dari 10 diagnosa psikotik akut yang dianalisis, semuanya

tidak ada yang tepat karena diagnosa utamanya adalah psikotik akut

tetapi pasien tersebut terdapat halusinasi, waham dan gangguan persepsi

berarti pasien tersebut mengalami gangguan psikotik Polimorfik akut

tanpa gejala skizofrenia dan kode yang lebih spesifik yaitu F23.0 bukan

F23.9 karena F23.9 adalah kode untuk gangguan psikotik akut dan

sementara .Ketidaktepatan lain yang sering muncul yaitu pada diagnosis

Gangguan Mental Organik yang biasanya diberi kode F09 seharusnya

kodenya adalah F06.9.

Ketidaktepatan penentuan kode tersebut disebabkan oleh

beberapa hal. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan petugas Coding

rawat inap tentang proses pengkodean diagnosis dan hal-hal yang

70
menyebabkan ketidaktepatan penentuan kode diagnosis pasien gangguan

mental dan perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah.

1. Bagaimana Proses pengkodean diagnosis pasien gangguan mental

dan perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah?

Proses pengkodean di Rumah Sakit ini dilaksanakan sesuai dengan SOP


pengkodean di Rumah Sakit dan sesuai dengan petunjuk yang ada di ICD-
10 Volume 2
Informan

2. Berapa jumlah dokumen rekam medis yang di coding setiap hari ?

Setiap hari biasanya 15 Dokumen


Informan

3. Kesulitan apa sajakah dalam menetapkan pengkodean diagnosis ?

Rekam Medis yang tidak lengkap, kesulitan dalam membaca


tulisan dokter dan keterbatasan tenaga petugas coding rawat inap.
Informan

4. Bagaimana cara mengatasi jika mengalami kesulitan dalam

penentuan diagnosis?

Konsultasi dengan dokter yang bersangkutan


Informan

71
5. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 item diagnosis yang

kodenya tidak tepat yaitu Depresi Pasca Skizofrenia (1) Gangguan

Mental Organik (8) Psikotik Akut (10) dan Psikotik Lir Skizofrenia

Akut (1). Faktor apa sajakah yang menyebabkan ketidaktepatan

pengkodean tersebut ?

Dignosis Depresi Pasca Skizofrenia dan Psikotik Lir Skizofrenia Akut


kodenya tidak tepat karena kadang kurang teliti. Untuk diagnosis
Gangguan Mental Organik di Rumah Sakit ini kodenya F.09 sedangkan
Psikotik Akut kodenya F23.9
Ketidaktepatan kode juga karena rekam medis yang tidak lengkap,
kesulitan membaca tulisan dokter dan keterbatasan petugas coding rawat
inap.
Informan

B. Pembahasan

1. Gambaran Pelaksanaan Pengkodean Diagnosis Pasien Gangguan


Mental dan Perilaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55

Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Rekam Medis

72
diantaranya menjelaskan Kompetensi Tenaga Rekam Medis dan

Informasi Kesehatan adalah melaksanakan sistem klasifikasi klinis dan

kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis

sesuai terminologi medis yang benar, Mengevaluasi sistem klasifikasi

klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan

tindakan medis dalam pembiayaan kesehatan dan mengembangkan

kemampuan analisa trend penyakit dan mendestribusikan sesuai dengan

otorisasi akses dan keamanan data.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 377/Menkes/SK/III/

2007 tentang Standar Kompetensi Profesi Perekam Medis dan Informasi

Kesehatan telah mengatur bahwa untuk dapat memenuhi kompetensi

perekam medis, kualifikasi pendidikan yang ditetapkan untuk perekam

medis minimal adalah Diploma III Rekam Medis dan Informasi

Kesehatan serta untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

dalam manajemen rekam medis, perekam medis dapat mengikuti

pelatihan-pelatihan tentang manajemen rekam medis.

Pelaksanaan pengkodean rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan

peraturan diatas dimana pengkodean dilakukan oleh petugas D3 Rekam

Medis dan Informasi Kesehatan. Berdasarkan hasil pengamatan dan

wawancara petugas tersebut sudah menjalankan tugas sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang

berkaitan dengan rekam medis dan informasi kesehatan

73
Menurut Hatta, 2012 dalam menggunakan ICD- 10 perlu

diketahui dan dipahami cara pencarian dan pemilihan nomor kode yang

diperlukan. Pengkodean yang sesuai dengan tata cara yang tercantum

dalam petunjuk penggunaan ICD-10 Volume 2 adalah sebagai berikut :

a. Tentukakan tipe pernyataan yang akan dikode dan buka volume

3 alphabetical index. Bila pernyataan adalah istila penyakit

atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I – XIX

dan bab XXI (volume 1) gunakanlah ia sebagai “lead term”

untuk dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang

dicari pada seksi 1 indeks (volume 3). Bila pernyataan adalah

penyebab luar ( external causes) dari cedera (bukan nama

penyakit) yang ada di bab XX ( volume 1), lihat dan cari

kodenya pada seksi ll di indeks (volume 3).

b. Lead term (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi,

kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan.Walaupun

demikian beberapa kondisi ada yang di ekspresikan sebagai

kata sifat atau eponym (menggunakan nama penemu) yang

tercantum dalam indeks sebagai lead term.

c. Baca dengan saksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.

74
d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah

lead term (kata dalam kurung = modifier tidak akan

mempengaruhi kode). Istilah lain yang ada dibawah lead term

(dengan tanda (-) minus = idem = indent) dapat mempengaruhi

nomor kode sehingga kata-kata diagnostik harus

diperhitungkan.

e. Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references)

dan perintah see also yang terdapat dalam indeks.

f. Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari kode yang

paling tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda

minus pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk

karakter keempat ada di dalam volume 1 dan merupakan posisi

tambahan serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya

dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem

pelaporan morbiditas dan mortalitas

g. Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih

atau bagian bawah suatu bab, blok, kategori atau sub kategori.

h. Tentukan kode yang sesuai dan mengisikan di lembar pengisian

kode diagnosis.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti diketahui

bahwa proses pengkodean diagnosis pasien gangguan mental di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sudah

75
sesuai dengan teori yang ada dan sesuai dengan SOP Pengkodean di

Rumah Sakit tersebut.

2. Ketepatan Pengkodean Diagnosis Pasien Gangguan Mental di Rumah


Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soejarwadi Provinsi Jawa Tengah Tahun
2016
Ketepatan kode diagnosis gangguan mental merupakan penulisan

kode diagnosis penyakit yang sesuai dengan klasifikasi yang ada didalam

ICD-10 khususnya Bab V Gangguan Mental dan Perilaku. Kode

dianggap tepat bila sesuai dengan kondisi pasien dengan segala tindakan

yang terjadi, lengkap sesuai aturan klasifikasi yang digunakan. Bila kode

mempunyai 3 karakter dapat diasumsikan bahwa kategori tidak dibagi.

Seringkali bila kategori dibagi, kode nomor pada indeks akan

memberikan 4 karakter. Suatu dash pada posisi ke- 4 mempunyai arti

bahwa kategori telah dibagi dan karakter ke-4 yang dapat ditemukan

dengan merujuk ke daftar tabular. Sistem dagger (+) dan asterisk (*)

mempunyai aplikasi pada istilah yang akan diberi dua kode (WHO,

2004).

Menurut Hatta, 2012 faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan

kode penyakit yaitu kelengkapan rekam medis, tenaga medis, tenaga

rekam medis dan sarana. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada

sampel 100 berkas rekam medis diperoleh hasil 80 (80%) berkas yang di

kode dengan tepat dan 20 (20%) berkas yang kodenya tidak tepat.

76
Diagnosis yang tidak dikode dengan tepat yaitu Depresi Pasca

Skizofrenia, Gangguan Mental Organik, Psikotik Akut, dan Psikotik Lir

Skizofrenia Akut. Penyebab terjadinya ketidaktepatan pemberian kode

diagnosa tersebut karena rekam medis yang tidak lengkap, kesulitan

dalam membaca tulisan dokter dan keterbatasan tenaga. Ketidaktepatan

yang paling tinggi yaitu diagnosis psikotik akut. Hal tersebut terjadi

karena petugas coding kurang memperhatikan gejala dari penyakit

tersebut yang di baca hanya pada diagnosa utama.

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Rinda Nurul dkk

(2016) tentang Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyakit

Gastroenteritis Akut Berdasarkan Dokumen Rekam Medis di Rumah

Sakit Balung Jember ditemukan hasil bahwa salah satu faktor penyebab

ketidaktepatan pengkodean diagnosis yaitu rekam medis dengan lengkap

dimana dokter yang melayani pasien tidak menulis diagnosis pada

formulir ringkasan masuk dan keluar. Hal ini menunjukan bahwa

kelengkapan pengisian rekam medis sangat berpengaruh terhadap

ketepatan dalam penentuan kode diagnosis. Ketepatan pengkodean

diagnosis dapat mempengaruhi mutu pelayanan serta tarif pembayaran

di suatu rumah ssakit.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian tentang Analisis Ketepatan Kodefikasi

Diagnosis Pada Pasien Gangguan Mental di Rumah Sakit Dr. RM.

77
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, peneliti juga memiliki keterbatasan dan

kesulitan dalam membaca tulisan dokter.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Analisis Ketepatan

Kodefikasi Diagnosis Pada Pasien Gangguan Mental dan Perilaku di Rumah

78
Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkodean diagnosis pasien gangguan mental dan perilaku di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soejarwadi Provinsi Jawa Tengah dilakukan

oleh 1 orang petugas Coding dengan kualifikasi pendidikan D3 Rekam

Medis Informasi Kesehatan. Proses pengkodean sesuai dengan aturan

yang ada di ICD -10 Volume 2 dan SOP pengkodean di Rumah Sakit.

2. Sampel sebanyak 100 dokumen rekam medis setelah dianalisis ketepatan

kode diagnosis utama diketahui 80 (80%) berkas yang kode diagnosis

utamanya tepat dan 20 (20%) berkas yang tidak tepat.

3. Faktor penyebab terjadinya ketidaktepatan pengkodean diagnosis pasien

gangguan mental dan perilaku yaitu karena keterbatasan tenaga yaitu

petugas Coding rawat inap, rekam medis yang tidak lengkap dimana

dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien tidak menulis

diagnosa dengan lengkap dan kesulitan petugas pengkodean dalam

membaca tulisan dokter.

B. Saran

1. Petugas coding hendaknya mempertahankan serta meningkatkan kinerja

tentang pelaksanaan pengkodean diagnosis pasien gangguan mental.

79
2. Petugas coding rawat inap sebaiknya lebih teliti dalam menentukan kode

diagnosis pasien gangguan mental dan perilaku agar mengurangi

terjadinya ketidaktepatan kode diagnosis.

3. Hendaknya pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah mengadakan sosialisasi bagi dokter tentang

kelengkapan pengisian rekam medis khususnya penulisan diagnosa pada

formulir ringkasan masuk keluar pasien dan pelatihan khusus bagi petugas

coding serta penambahan SDM untuk bagian coding rawat inap.

DAFTAR PUSTAKA

80
Ayu, Retno Dwi Vika. 2012 Tinjauan Penulisan Diagnosis Utama dan

Ketepatan Kode ICD- 10 Pada Pasien Umum di RUSD Kota Semarang.

Fakultas Kesehatan UDINUS.

Budi, Safitri Citra. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam medis. Yogyakarta :

Quantum Sinergis Media.

Hatta, Gemala R. 2012. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana

Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi 2. Jakarta : Universitas Indonesia

Press.

Janah, Friska Miftachul. 2015. Hubungan Kualifikasi Coder Dengan

Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan Berdasarkan ICD – 10 di

RSPAU Hardjolukito. Yogyakarta, Universitas Muhamadiyah

Surakarta.

Kumorotomo. 2017. Permasalahan Kesehatan di Jawa Tengah

(www.kumoro.staff.ugm.ac.ad. diakses 22 Februari 2017).

Notoatmojo, Soekidjo. 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta.

Nurul, Rinda dkk 2016. Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyakit

Gastroenteritis Acute Berdasarkan Dokumen Rekam Medis di Rumah

Sakit Balung Jember. Politeknik Negeri Jember.

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 pasal 10 Tahun 2012 Tentang

Rehabilitasi Terhadap penderita Gangguan Jiwa yang Dipasung.

81
Pusat Komunikasi Publik Sekreteriat kenmenkes, 2014 Masalah Kesehatan Jiwa

di Indonesia (www.depkes.go.id.>article>view diakses 20 November

2016).

Putriani, 2014. Pengertian Diagnosis Prognosis Mendengar dan

Mendengarkan, (online) ( https:// Putriani. World Press. Com diakses

22 Februari 2017).

Rachamayani. 2016. Pengertian Prognosis dan Diagnosis (hhtps://m.tempo

co>news> diakses 24 Februari 2017).

Rahayu, A.W. 2013. Kode Klasifikasi Penyakit dan Tindakan Medis ICD-10.

Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Riwidoko, Handoko. 2012. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika

Rustiyanto, Ery.2015. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan Dalam Manajemen

Rekam medis dan Informasi Kesehatan. Yogyakarta : Permata Indonesia

Press

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sumantri, Arif H. 2012 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana

Prenanda Media Group.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit.

World Health Organization. 2010. International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems volume 2. Switzerland : WHO

Press.

82
Tabel Check List Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Gangguan Mental
Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
Pada Tahun 2016

No No Diagnosis Kode Kode Kode Keterangan

83
RM Tertulis Tertulis Peneliti Triangulator
Tepat Tdk
Tepat
1 098452 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
2 058034 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
3 099063 Skizoafektif F25.1 F25.1 F25.1 
Tipe
Depresif
4 098597 Skizoafektif F25.0 F25.0 F25.0 
Tipe Manik
5 099238 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
6 099317 Depresi F32.3 F32.3 F32.3 
berat dgn
gejala
psikotik
7 069336 Psikostik F06.8 F06.8 F06.8 
Epeleptic
8 062748 GMO F09 F06.9 F06.9 
9 041310 Depresi F32.9 F20.4 F20.4 
Pasca
Skizofrenia
10 099813 GMO F06.8 F06.9 F06.9 

11 100067 Psikotik Lir F23.2 F23.2 F23.2 


Skizofrenia
Akut
12 065750 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
13 101280 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut
14 099706 Retardasi F72.0 F72.0 F72.0 
Mental Berat
15 101181 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut
16 036690 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptic
17 012172 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
18 068792 Skizoafektif F25.0 F25.0 F25.0 
Tipe Manik
19 002618 Dementia F03 F03 F03 
20 099189 Skizoafektif F25.1 F25.1 F25.1 
Tipe
Depresif
21 101492 Psikotik F16.5 F23.2 F23.2 
Lir

84
Skizofrenia
Akut
22 083117 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3
Tak Terinci
23 102253 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut
24 001759 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
25 025204 Dementia F03 F03 F03 
26 093423 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
27 104356 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
28 009410 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
29 104520 GMO F09 F06.9 F06.9 
30 099747 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
31 097347 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
32 103793 Psikotik F23.9 F23.9 F23.0 
Akut
33 102193 GMO F09 F06.9 F06.9 

34 102430 Psikotik F23.9 F23.9 F23.0 


Akut
35 102315 Psikotik F23.9 F23.9 F23.0 
Akut
36 102730 Skizofrenia F20.6 F20.6 F20.6 
Simple
37 096452 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
38 103661 Dementia F03 F03 F03 
39 094454 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
40 019536 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
41 103262 Skizoafektif F25.1 F25.1 F25.1 
Tipe
Depresif
42 104981 Psikotik Lir F23.2 F23.2 F23.2 
Skizofrenia
Akut
43 060047 GMO F09 F06.9 F06.9 
44 096885 Demensia F03 F03 F03 
45 037657 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci

85
46 048597 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
47 050461 GMO F09 F06.9 F06.9 
48 002996 Dementia F03 F03 F03 
49 105510 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
50 087652 Psikotik lir F23.2 F23.2 F23.2 
Skizofrenia
Akut
51 002959 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
52 090453 GMO F09 F06.9 F06.9 
53 104319 Skizofrenia F20.6 F20.6 F20.6 
Simple
54 068879 Dementia F03 F03 F03 
55 106721 Dementia F03 F03 F03 
56 105471 Depresi F32.3 F32.3 F32.3 
Berat dgn
Gejala
Psikotik
57 098023 Skizofeenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
58 107721 Psikotik Lir F23.2 F23.2 F23.2 
Skizofrenia
Akut
59 102193 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
60 030816 Skizoafektif F25.0 F25.0 F25.0 
Tipe Manik
61 107889 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
62 063189 GMAP Zat F15.9 F15.9 F15.9 
Ampetamin
63 109059 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
64 105988 GMO F09 F06.9 F06.9 
65 107478 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut
66 105989 GMAP Zat F15.9 F15.9 F15.9 
Ampetamin
67 007125 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
68 046093 Skiofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
69 108372 Dementia F03 F03 F03 
70 110130 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut

86
71 089520 Skizoafektif F25.0 F25.0 F25.0 
Tipe Manik
72 088995 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
73 109633 Psikotik F23.2 F23.2 F23.2 
Akut Lir
Skizofrenia
74 010836 Dementia F03 F03 F03 
75 109633 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
76 110171 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut
77 109686 Psikotik F23.2 F23.2 F23.2 
Akut Lir
Skizofrenia
78 002459 Skisofrenia F25.1 F25.1 F25.1 
Tipe
Deperesif
79 009690 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
80 105950 Dementia F03 F03 F03 
81 038674 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
82 105084 Skizofrenia F20.5 F20.5 F20.5 
Residual
83 109630 Psikotik Lir F23.2 F23.2 F23.2 
Skizofrenia
Akut
84 110205 Skizofrenia F20.5 F20.5 F20.5 
Residual
85 110130 Psikotik F23.9 F23.0 F23.0 
Akut
86 004759 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
87 039263 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
88 089520 Skizoafektif F25.0 F25.0 F25.0 
Tipe Manik
89 088695 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
90 110171 Psikotik Lir F23.2 F23.2 F23.2 
Skizofrenia
Akut
91 054484 Skizofrenia F20.5 F20.5 F20.5 
Residual
92 078124 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
93 081699 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid

87
94 029398 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
95 050461 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
96 009690 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
97 058694 Skizofrenia F20.3 F20.3 F20.3 
Tak Terinci
98 006288 Skizofrenia F20.0 F20.0 F20.0 
Paranoid
99 070688 Psikotik F06.8 F06.8 F06.8 
Epileptik
100 046093 Skizoafektif F25.0 F25.0 F25.0 
Tipe Manik
Tepat Tdk
JUMLAH Tepat
80 20
100 Berkas Rekam Medis 80% 20%

Analisis Statistik Deskriptif

A. Tujuan

88
Memberikan gambaran atau deskripsi data analisis ketepatan

kodefikasi diagnosis pasien gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa

Daerah dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Komponen analisis

antara lain : Mean, Standar Deviasi, Varian, Maksimum, Minimum,

Sum, Range, Kurtosis dan Skewness.

B. Langkah Analisis

1. Buka data dengan perintah File/Open/Data

2. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze kemudian pilih sub-

menu Descriptive Statistic, lalu pilih Descriptives

3. Tampak di layar tampilan windows Descriptives

4. Mengisi variabel yang akan di analisis yaitu “ Tepat dan Tidak

Tepat

5. Untuk menganalisis statistik deskriptif maka klik Option dan

mengisi statistik yang akan dianalisis. Tampak pada gambar di

bawah ini :

89
6. Setelah itu pilih Continue dan Ok

7. Output SPSS

Descriptive Statistics

Std.
Mini Maxim Deviatio Varia
N Range mum um Sum Mean n nce Skewness Kurtosis

Statisti Statisti Statis Statisti Stati Statis Std. Statis Statis Std. Statis Std.
c c tic c stic tic Error Statistic tic tic Error tic Error

Tepat 15 18 0 18 80 5.33 1.423 5.512 30.38 1.045 .580 .271 1.121


1

Valid 15
N
(listwi
se)
Output tampilan SPSS di atas menunjukan jumlah diagnosis (N)

ada 15 diagnosis, dari 15 diagnosis ini ketepatan kode diagnosis terkecil

(Minimum) adalah 0 dan ketepatan kode diagnosis terbesar adalah 18

diagnosis. Rata-rata (Mean) ketepatan kode diagnosis 5,33 diagnosis.

90
Nilai range merupakan selisih nilai maksimum dan minimum yaitu

sebesar 18 dan nilai sum merupakan penjumlahan dari 15 diagnosis yang

tepat sebanyak 80 diagnosis.

Descriptive Statistics

Std.
Rang Mini Maxi Deviati Varia
N e mum mum Sum Mean on nce Skewness Kurtosis

Stati Stati Statis Statis Stati Stati Std. Stati Stati Std. Stati Std.
stic stic tic tic stic stic Error Statistic stic stic Error stic Error

Tdk_tepa 15 10 0 10 20 1.33 .815 3.155 9.95 2.41 .580 4.72 1.121


t 2 8 0

Valid N 15
(listwise)

Output tampilan SPSS di atas menunjukan jumlah diagnosis (N)

ada 15 diagnosis, dari 15 diagnosis ini ketidaktepatan kode diagnosis

terkecil (Minimum) adalah 0 dan ketepatan kode diagnosis terbesar

adalah 10 diagnosis. Rata-rata (Mean) ketidaktepatan kode diagnosis

1,33 diagnosis. Nilai range merupakan selisih nilai maksimum dan

minimum yaitu sebesar 10 dan nilai sum merupakan penjumlahan dari 15

diagnosis yang tidak tepat sebanyak 20 diagnosis.

Panduan Wawancara Responden Pada Penelitian Tentang “Analisis Ketepatan

Kodefikasi Diagnosis Pada Pasien Gangguan Mental di Rumah Sakit Jiwa

Daerah D. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah”.

91
Nara Sumber : Petugas Coding Rawat Inap

Pendidikan : D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Waktu : 30 Menit

PERTANYAAN JAWABAN

1 Bagaimana proses pengkodean Proses pengkodean diagnosis pasien


diagnosis pasien gangguan mental di gangguan mental di Rumah Sakit
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Jiwa Dr. RM. Soejarwadi Provinsi
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah ? Jawa Tengah dilaksanakan sesuai
dengan SPO Pengkodean di Rumah
Sakit dan sesuai dengan petunjuk di
ICD-10 Volume 2
2 Berapa jumlah dokumen Rekam Medis 15 Dokumen Rekam Medis
yang di coding setiap hari ?
3 Kesulitan-kesulitan apa sajakah dalam Kesulitannya ketika ada rekam
menetapkan pengkodean diagnosis ? medis yang tidak lengkap dan
kadang-kadang kesulitan dalam
membaca tulisan dokter
4 Bagaimanakah cara mengatasi Konsultasi dengan dokter yang
kesulitan tersebut? bersangkutan
5 Faktor-faktor apa sajakah yang Faktor-faktornya : Keterbatasan
mempengaruhi ketidaktepatan dalam tenaga untuk petugas coding rawat
menetapkan kode untuk penyakit inap, Kadang dokter tidak
gangguan mental ? melengkapi Rekam Medis Pasien
dan kadang juga menglami kesulitan
dakam membaca tulisan dokter

92
93
94
95
96
97
98

Anda mungkin juga menyukai