1. Manusia adalah Salah Satu Ciptaan Allah sehingga Ia sama dengan Ciptaan Lain
Menurut penulis perikop Kitab Kejadian 1, segala sesuatu yang ada di dunia ini
merupakan hasil karya Allah. Allah menciptakan semua itu hanya dengan sabda-Nya, secara
teratur dan bertahap. Allah lebih dahulu menciptakan langit dan bumi, kemudian menciptakan
makhluk-makhluk yang bukan manusia, dan akhirnya menciptakan pria dan wanita secara
bersama-sama. Selanjutnya, setelah menciptakan semua itu, “Allah melihat bahwa semua yang
telah diciptakan-Nya itu sungguh baik” (Kej. 1:31). Penulis perikop tersebut percaya bahwa
dunia dan seluruh isinya pada dasarnya baik adanya.
Menurut penulis perikop Kitab Kejadian 2, segala sesuatu yang ada di dunia ini
merupakan hasil karya Allah. Allah lebih dahulu menciptakan langit dan bumi, kemudian
menciptakan manusia pria, dan akhirnya menciptakan binatang-binatang dan manusia
perempuan. Menurutnya, “Tuhan Allah membentuk manusia pria itu dari debu tanah dan
menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk
yang hidup” (Kej. 2:7). Selanjutnya, penulis perikop tersebut menegaskan bahwa Allah
kemudian memberkati semua makhluk hidup ciptaan-Nya sehingga mereka dapat bertahan
hidup, berkembang dan berbuah.
Sementara itu, menurut penulis perikop Kitab Kejadian 6-9, hampir semua orang di
dunia kemudian berdosa berat di hadapan Allah. Kondisi tersebut mendorong Allah untuk
menghancurkan segala sesuatu yang ada di bumi. Ia hanya menyelamatkan Nuh dan
keluarganya karena hanya Nuh yang hidupnya masih berkenan di hadapan-Nya. Selain itu,
Allah berjanji kepada Nuh untuk tidak akan menghancurkan ciptaan-ciptaan-Nya lagi. Penulis
perikop tersebut bermaksud menegaskan bahwa keburukan yang ada di dunia ini sebenarnya
tidak dikehendaki oleh Allah, Sang Pencipta. Di dunia ini ada bermacam keburukan karena
adanya dosa manusia.
1
A.Purwa Hadiwardoyo, Teologi Ramah Lingkungan, Kanisius., Yogyakarta 2015. 7-9.
1
1.2. Manusia dan Ciptaan-Ciptaan Nonhuman2
Menurut penulis perikop Kejadian 1, Allah menciptakan manusia dengan cara yang
khusus, yakni dengan menciptakannya “menurut gambar-Nya” (Kej. 1:27). Kemudian, Allah
memberinya perintah yang khusus pula, “Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi” (Kej. 1:28). Penulis perikop tersebut yakin bahwa manusia memiliki keunggulan
tertentu bila dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan lain, meskipun manusia juga merupakan
makhluk tercipta, seperti ciptaan-ciptaan yang lain.
Penulis perikop Kitab Kejadian 2 juga menegaskan bahwa Allah memberi tanggung
jawab kepada manusia di hadapan ciptaan-ciptaan-Nya yang lain. Menurut penulisnya, “Tuhan
Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di dalam taman Eden untuk mengusahakan
dan memelihara taman itu” (Kej. 2:15). Allah memberinya kebebasan dalam memelihara taman
itu; ia boleh memakan buah dari semua pohon yang ada di taman itu, kecuali buah dari “pohon
pengertian baik dan buruk” (Kej. 2:16-17). Selain itu, Allah juga memberi tugas kepada
manusia untuk memberi nama kepada binatang-binatang di taman tersebut. Penulis perikop
tersebut yakin bahwa manusia memiliki keunggulan tertentu bila dibandingkan dengan ciptaan-
ciptaan yang lain, meskipun ia juga merupakan makhluk tercipta, seperti ciptaan-ciptaan yang
lain.
Penulis perikop Kitab Kejadian 6-9 menegaskan bahwa Allah tetap mempercayakan
pemeliharaan bumi ini kepada manusia. Allah bernubuat di hadapan Nuh dan seluruh
2
A.Purwa Hadiwardoyo, Teologi Ramah Lingkungan, 10-13.
2
keluarganya bahwa terhadap manusia “akan takut dan akan gentar segala binatang di bumi dan
segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut” (Kej. 9:2).
Penulis perikop tersebut yakin bahwa manusia tetap dipercaya Allah untuk memelihara bumi,
meskipun semua manusia terbukti telah berdosa. Dosa manusia tidak membuat Allah
mengalihkan tugas pemeliharaan bumi kepada malaikat atau kepada binatang, atau kepada
tumbuh-tumbuhan.
Penulis perikop itu juga menegaskan bahwa kebebasan yang diberikan Allah kepada
manusia tidaklah tanpa batas. Di hadapan Nuh dan keluarganya Allah bersabda: “Segala yang
bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu…Hanya daging yang masih ada nyawanya,
yakni darahnya, janganlah kamu makan” (Kej. 9:3-4). Penulis perikop tersebut yakin bahwa
Allah pada dasarnya tetap berkenan memberikan banyak kebebasan kepada manusia, meskipun
manusia terbukti telah sering kali menyalahgunakan kebebasan tersebut.
Antonio Moroni, guru besar ekologi dari Universitas Parma, Italia membagi latar
belakang sejarah hubungan manusia dengan alam semesta menjadi tiga tahap penting, yaitu
masa keseimbangan alam, masa ketidakseimbangan alam dan masa sekarang.3
Dalam zaman Paleolitikum (590.000 SM) manusia belum mengenal dunia pertanian.
Manusia hidup sebagai pemburu, pencari ikan, dan pengumpul buah-buahan. Dalam zaman ini,
hubungan manusia dengan alam dicirikan oleh keseimbangan. Sebagai anggota sistem
lingkungan hidup alamiah, manusia primitif masih berhubungan serasi dengan alam karena
manusia menggantungkan diri pada alam. Waktu itu terdapat kontrol alam atas diri manusia,
khususnya menyangkut sumber-sumber yang diperlukan manusia untuk hidup dan
berkembang. Kontrol alam juga berlaku dalam masyarakat hewan yang hidup berdampingan
dengan manusia primitif waktu ini.
3
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta 2001, 16.
4
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 16-17.
5
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 17.
3
mengubah lingkungan alam tanpa membahayakan proses fungsi alam. Kedua, revolusi industri
yang melanda sejumlah negara maju. Pada masa ini manusia mengontrol lingkungan hidup dan
menggarap kekayaan alam demi manusia.
Revolusi industri pada abad XVII diawali dengan munculnya metode ilmiah,
pengetahuan-pengetahuan baru dan penyebarluasaan teknologi.7 Industrialisasi mendatangkan
kemudahan dan memperbaiki banyak aspek dalam hidup manusia misalnya pengobatan,
kesehatan, peningkatan kerja kaum tani dan penyebaran informasi. Perkembangan
mengakibatkan dualisme yang mendalam antara manusia dan alam. Manusia dialami sebagai
subyek aktif, sedangkan alam sebagai unsur pasif. Sumber-sumber alam dimanfaatkan sebagai
sarana pemenuhan kebutuhan manusia. Kemajuan dalam bidang teknologi menunjukkan kuasa
atas alam, lingkungan dan manusia. Lambat laun manusia mulai melepaskan diri dari kuasa
alam atas diri manusia. Kuasa manusia menaklukkan alam semesta.
6
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 17-18.
7
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 19.
8
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 19.
4
kenal batas, utilitarianisme, tidak kenal kewajiban, budaya kematian yang kurang menghargai
nilai hidup dan penghancuran sebagai dampak teknologi modern.
pencemaran udara bukan perkara baru. Sejak era revolusi industri, udara telah dicemari
oleh asap yang menyembur dari cerobong-cerobong pabrik. Polusi udara kian meningkat pada
saat menjamurnya pabrik-pabrik raksasa dalam masa industrialisasi. Selain menghasilkan
keperluan hidup manusia, pabrik-pabrik itu juga mengeluarkan karbon dioksida, yang
dilepaskan melalui pembakaran bahan bakar seperti batu bara, yang ternyata menyerap energi
solar dan lalu dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Akibatnya suhu udara meninggi. Sejak
awal masa industri, jumlah karbon dioksida bertambah 20 % di atas permukaan bumi. Pantauan
dari Mauna Loa (Hawai) menunjukkan bahwa belakangan ini karbon dioksida bertambah rata-
rata 1,4 % per tahun dan peningkatan ini dipercepat. Ukuran suhu rata-rata sekarang mengalami
kenaikan 5 %. Penggunaan kendaraan bermotor seperti; becak mesin, sepeda motor, mobil
pribadi, truk-truk angkutan telah meningkatkan kadar pencemaran udara. Apalagi kalau batu
bara masih terus-menerus dipergunakan, maka suhu bumi akan terus meningkat.
pencemaran air tergolong masalah klasik. Sumber pencemaran air dewasa ini kian
bertambah. Ternyata pencemar air bukan hanya sampah organik, melainkan juga benda-benda
lain yang tidak terolah, termasuk bakteri, virus dan segala bentuk endapan dalam air. Ini akan
mengancam kebersihan air, kehidupan dalam air dan kesehatan manusia. pembuangan limbah
secara sembarangan dan tidak bertanggung jawab ikut memperburuk pencemaran air di daerah
kita. Sampah-sampah organik umumnya berasal dari proses industri pelbagai produk makanan.
Sampah-sampah organik yang masuk ke dalam air ini akan dikonsumsi oleh pelbagai bentuk
bakteri. Dalam proses itu, kadar oksigen dalam air menjadi berkurang. Air yang kadar
oksigennya kurang tidak mampu menjamin hidup ikan dan sejumlah organisme lain.
Bahan campuran fosfor juga akan mencemarkan sumber-sumber air. Kandungan ini
ditemukan dalam bahan pembersih, seperti air sabun yang digunakan oleh keluarga-keluarga
atau pabrik; juga ditemukan dalam pupuk-pupuk yang dipergunakan dalam dunia pertanian.
9
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 19-20.
10
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 21-22.
5
Lebih dari 50 % penduduk dunia menggantungkan hidup mereka pada air tanah sebagai air
minum. Air tanah yang tercemar yang dikonsumsi manusia bisa mengakibatkan penyakit
kanker, penyakit hati dan buah pinggang serta dapat menimbulkan kerusakan pada sistem
syaraf sentral.
Ozon adalah salah satu bentuk oksigen. Oksigen normal mengandung dua atom dan
disebut O2. Oksigen bersifat sangat stabil dan sulit terlepas. Sementara itu, ozon yang memiliki
tiga atom disebut O3 bersifat kurang stabil dan mudah terlepas jika dibandingkan dengan O2.
Penyelidikan laboratorium menunjukkan bahwa bila dekat dengan tanah, ozon adalah salah
satu unsur utama smog (kabut campur asap), apabila ozon berada tinggi di udara, maka ozon
menyerap radiasi ultraviolet yang berbahaya.
Ozon yang berada tinggi di atas tanah dirusak oleh khlor dari bahan kimia yang
terkandung antara lain, dalam almari es dan air conditioners. Kelompok pendukung
pengawasan kependudukan menegaskan bahwa teori tentang penghancuran oleh bahan kimia
ini telah terbukti. Ternyata ozon tidak berlubang sebelum berkembangnya bahan kimia. Kini
lubang ozon kian besar. Akibatnya, ribuan dan mungkin jutaan orang akan meninggal karena
kanker kulit yang disebakan oleh perusakan ozon.
Ternyata alam telah dan sedang berubah karena ulah manusia. Manusia tidak hanya
menempati alam, namun mereka telah menggarap alam ini hingga pada batas yang
memprihatinkan. Cukup sering manusia mengolah alam dan kandungannya sesuai dengan
kepentingan-kepentingan terselubung, tanpa memperhatikan dampak samping serta akibat
lanjutan dari tindakan mereka. “Allah memperuntukkan bumi dan segala isinya untuk
digunakan setiap individu dan semua bangsa” (GS 69) karena bumi ini adalah warisan bersama,
buah-buahnya adalah untuk kesejahteraan semua. Jelas tidak adil bahwa sedikit orang yang
mendapat hak istimewah terus menimbun kekayaan, menghambur-hamburkan sumber daya
yang tersedia, sedangkan amat banyak orang hidup dalam kemelaratan pada taraf terbawah.
Ancaman dramatis kehancuran ekologis mengajar kita betapa kerakusan dan egoisme-
individual dan kolektif bertentangan dengan tata penciptaan, tatanan yang diwarnai saling
ketergantungan. Manusia menerapkan filsafat pragmatis dan utilitarian dalam megelolah hutan.
Yang dipertimbangkan adalah besarnya keuntungan dari pengelolahan hutan. Akibatnya,
11
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, 22.
6
muncul bencana alam berupa tanah longsor, banjir, meluasnya areal padang gurun. Kawasan
hutan semakin berkurang, padahal hutan adalah paru-paru dan jantung bumi.
2. Dengan Akal Budi Manusia Dapat Melestarikan Alam dan Bukan Merusaknya
Dimensi saling terkait dan saling tergantung merupakan kekhasan keberadaan tiap
kenyataan di atas permukaan bumi. Dimensi ini mencirikan hubungan antara manusia, makhluk
hidup lain dan segala unsur yang ditemukan dalam alam semesta. Dimensi saling keterkaitan
antarorganisme ini dikenal Macy sebagai deep ecology. Deep ecology mengajarkan bahwa
manusia bukan penguasa dan bukan pula pusat alam semesta. Keberadaan manusia terkait
dengan kandungan hidup yang luas dan berhubungan dengan hukum saling ketergantungan.
Berhadapan dengan krisis lingkungan dewasa ini, deep ecology mengusulkan proses
transformasi yang radikal dalam cara berpikir, cara pandang, dan cara bertindak. Setiap ciptaan
Tuhan memiliki nilai intrinsik dan berhak untuk hidup dan berkembang. Manusia dipandang
sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang sebenarnya tidak berhak mengancam dan
12
C.Deane-Drummond, Teologi dan Ekologi Buku Pegangan, diterjemahkan dari A Handbook in Theology and
Ecology, oleh Robert P. Borong, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1999, 20.
13
A.Purwa Hadiwardoyo, Teologi Ramah Lingkungan, 40.
14
W. Chang, Moral Lingkungan Hidup, 77.
7
meniadakan keberadaan ciptaan lain. Di dalam diri manusia harus tumbuh dan berkembang
sikap dasar menghargai dan menghormati makhluk ciptaan lain.
Paus Yohanes Paulus II, dalam ensiklik “Sollicitudo Rei Socialis” nomor 34,15
menegaskan bahwa sifat moral perkembangan tak menyisihkan respek terhadap makluk dunia
alam, kosmos. Kenyataan ini menuntut respek terhadap alam berdasarkan tiga pertimbangan
yang bermanfaat untuk direnungkan dengan saksama. Pertimbangan pertama ialah kewajaran
untuk lebih menyadari hal bahwa orang tidak dapat mempergunakan pelbagai makluk baik
yang hidup maupun tak bernyawa, hewan, tumbuh-tumbuhan, unsur-unsur alami, sesukanya
menurut kebutuhan ekonomis tanpa mendapat hukuman. Sebaliknya, kodrat setiap makhluk
dan hubungan timbal baliknya dalam sistem teratur yang adalah kosmos, harus diperhitungkan.
Inilah kesadaran baru yang tumbuh dalam diri manusia. Manusia yang dengan akal
budinya dapat mengambil pola hidup baru baik secara pribadi maupun secara bersama-sama
15
Diambil dari Seri Dokumen Gereja No. 92 tentang Lingkungan Hidup (terj. Piet Go), DOKPEN KWI, Jakarta
2015, 33.
8
dalam kelompok untuk menghentikan kerusakan alam dan mengupayakan perbaikan-perbaikan
sikap dan perilaku yang berdampak positif bagi lingkungan di sekitarnya.
3. Pastoral
Berhadapan dengan situasi lingkungan yang semakin rusak seperti pencemaran tanah,
air, udara, orang Kristen diajak dan didorong untuk bisa melakukan sesuatu untuk mencegah
kerusakan dan membuatnya menjadi lebih baik. Iman itu tidak cukup kalau hanya dihayati,
iman itu perlu sekali diwujudkan dalam tindakan konkrit. Apa yang bisa saya lakukan secara
pribadi atau bersama-sama dalam kelompok sebagai perwujudan iman agar lingkungan di
sekitar saya, tanah, air dan udara menjadi lebih baik?
Tindakan-tindakan konkrit bisa dimulai dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Satu hal
yang menjadi isu hangat dalam katekese di masa prapaska tahun 2019 adalah tentang
penggunaan plastik. Plastik adalah produk yang tidak mudah hancur dan karena itu plastik
dapat mencemari tanah dan sungai. Plastik memang dibutuhkan tetapi harus digunakan secara
bijaksana dan tidak dibuang di sembarang tempat. Sampah plastik sekarang ini bisa ditemukan
di segala tempat. Kita bisa menjadi orang pertama sebagai solusi dalam mengatasi masalah
pencemaran plastik ini mulai dari rumah kita masing-masing.
Suhu udara sekarang ini terasa semakin panas dan membuat kita menjadi tidak nyaman.
Banyak orang mencari kenyamanan dengan penggunaan air conditioner (AC) dalam ruangan.
Mereka tidak sadar bahwa bahan kimia yang dihasilkan dari AC menjadi penyebab rusaknya
lapisan ozon. Ini salah satu contoh sifat egoisme yang merusak lingkungan. Manusia lebih
mementingkan kebutuhan diri tanpa peduli dampak perbuatannya bagi lingkungan, untuk
menjaga lapisan ozon yang berguna bagi keselamatan banyak orang dan bagi dirinya sendiri.
Dengan tidak menggunakan AC, kita membantu menjaga dan mengurangi kerusakan lapisan
ozon yang sampai saat ini masih menjaga, melindungi kita dari bahaya kanker kulit.
Inilah bentuk-bentuk tindakan nyata yang bisa kita lakukan dalam membangun
kebersamaan hidup dengan alam demi menjaga relasi kebergantungan yang saling
menguntungkan. Manusia membutuhkan alam bagi kelangsungan hidupnya dan alam juga
membutuhkan manusia agar ia terlindung dari kerusakan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Chang, W.,
Drummond, C.D.,
1991 Teologi dan Ekologi Buku Pegangan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Hadiwardoyo, A.P.,
KWI.,
10
11