Anda di halaman 1dari 49

USULAN PENELITIAN

ANALISIS KETEPATAN KODEFIKASI DIAGNOSIS PADA PASIEN


GANGGUAN MENTAL DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
Dr.RM.SOEDJARWADI JAWA TENGAH
PADA TAHUN 2016

Disusun Untuk Memenuhi Ketentuan Melakukan Kegiatan Penelitian Dalam Rangka


Penyusunan Karya Tulis Ilmiah sebagai persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya
Rekam Medis

Diajukan Oleh :
AGNES LONDA
NIM : 2014 133 004

POLITEKNIK KESEHATAN PERMATA INDONESIA YOGYAKARTA


PROGRAM STUDI REKAM MEDIS
TAHUN 2016
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Usulan penelitian berjudul “Analisis Ketepatan Kodefikasi Diagnosis Pada Pasien
Gangguan Mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.Soedjarwadi Klaten Jawa
Tengah” Ini telah mendapat persetujuan pada tanggal….

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dwi Ratnaningsih,MPH Harinto Nur Seha,S.ST

Mengetahui
Direktur
Politeknik Kesehatan Permata Indonesia

Anas Rahmad Hidayat,SKM.,M.Kes


NPP.2014.150577.11.032
USULAN PENELITIAN
Analisis Ketepatan Kodefikasi Diagnosis Pasien Gangguan Mental Di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr.RM. Soedjarwadi Klaten Tahun 2016

Diajukan Oleh :
AGNES LONDA
NIM : 2014 133 004

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Proposal


Pada tanggal 15 Februari 2017

SUSUNAN DEWAN PENGUJI


Ketua
Agung Dwi S, SKM …………………………...
Anggota
Dwi Ratnaningsih,MPH …………………………..
Anggota
Harinto Nur Seha, S.ST …………………………….

Direktur
Politeknik Kesehatan Permata Indonesia

Anas Rahmad Hidayat,SKM.,M.Kes


NPP.2014.150577.11.03
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti haturkan Kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena

begitu besar cinta-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan usulan

penelitian ini dengan judul “ Analisis ketepatan kodefikasi Diagnosis Pada Pasien

Gangguan Mental” tepat pada waktunya.

Tidak lupa pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada :

1. Dr. Tri Kuncoro, M.M.R selaku direktur utama Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.

RM. Soedjarwadi Klaten.

2. Dr.Primasari Pitaningsih,Sp.KJ.,M.Kes selaku Kepala Instalasi Rekam Medis

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.Soedjarwadi Klaten.

3. Anas Rahmad Hidayat S.KM, selaku direktur Politeknik Kesehatan Permata

Indonesia.

4. Dwi Ratnaningsih, MPH , selaku pembimbing 1

5. Harinto Nur Seha.S.ST, selaku pembimbing 2

6. Seluruh staf dan karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.Soedjarwadi

Klaten.

7. Dosen dan karyawan Politeknik Kesehatan Permata Indonesia.

8. Para Suster,orang tua dan sahabat-sahabat yang memberikan dukungan moral

maupun materil.
9. Serta berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung peneliti dalam

proses penyusunan usulan penelitian.

Menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka

dengan penuh kerendahan hati peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik

yang membangun dari semua pihak dan rekan-rekan sekalian.Semoga usulan

penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata peneliti ucapkan

limpah terimakasih

Yogyakarta, 2016

Peneliti
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Keaslian Penelitian
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Rumah Sakit
2. Rekam Medis
3. Tujuan Rekam medis
4. Nilai Guna Rekam Medis
B. Kerangka teori
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR/BAGAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut kutipan Rustiyanto,2015 rekam medis adalah keterangan baik

yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas,anamneses penentuan fisik

laboratorium,diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik yang diberikan

kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap,rawat jalan maupun yang

mendapatkan pelayanan gawat darurat.

Undang -Undang No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyebutkan

bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan gawat

darurat . Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia No 43 tahun 2016

tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan bab II nomor 10

memyebutkan pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat (OGDJ)

pernyataan standar menjelaskan bahwa setiap orang dengan gangguan jiwa brat

mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Dalam menyelenggarakan

pelayanan kesehatan, rumah sakit harus dapat mendokumentasikan setiap

tindakan dan pengobatan yang telah diberikan kepada pasien kedalam suatu

dokumen yang disebut rekam medis


Hal penting yang harus diperhatikan oleh petugas rekam medis adalah

ketepatan dalam pemberian kode diagnosis.Pengkodean yang tepat dan akurat

diperlukan rekam medis yang lengkap.Rekam medis harus memuat dokumen

yang akan dikode seperti pada lembar depan seperti: ringkasan masuk

keluar,lembaran operasi dan laporan tindakan,laporan patologi dan resume

pasien keluar.Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan penulisan kode

diagnosis adalah karena dokter tidak menuliskan diagnosis dengan lengkap

sehingga terjadi kesalahan petugas rekam medis dalam menentukan kode

diagnosis(Hatta, 2012).

Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan

menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang

mewakili komponen data.Pada proses coding ada beberapa kemungkinan yang

dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari petugas coding, yaitu bahwa

penetapan disgnosis pasien merupakan hak,kewajiban dan tanggung jawab

tenaga medis yang memberikan perawatan kepada pasien dan tenaga coding di

bagian unit rekam medis tidak boleh mengubah diagnosis yang ada.Apabila ada

hal yang tidak jelas petugas rekam medis mempunyai hak dan kewajiban

menanyakan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang

bersangkutan.Dalam proses coding akan terjadi beberapa kemungkinan yaitu

penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan hasil pengkodean yang

tidak tepat dan penetepan diagnosis yang benar, tetapi petugas coding salah

menentukan kode sehingga hasil pengkodean tidak tepat (Budi,2011).


Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)

bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit,cedera,gejala

dan faktor yang mempengaruhi kesehatan.Sejak tahun 1993 WHO

mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan

klasifikasi penyakit revisi 10 ( ICD-10, International Statistical Classification

of Disease and Related Health Problem Tenth Revision) Namun, di Indonesia

sendiri ICD-10 baru ditetapkan pada tahun 1998 untuk menggantikan ICD-9

melalui SK Menkes RI No.50/MENKES/KES/SK/I/1998.Penentuan kode

diagnosis gangguan jiwa dibantu dengan buku Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ).

Menurut Keliat,2011 Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola

perilaku yang secara klinis bermakna berhubungan dengan distress atau

penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan

manusia.

Undang-Undang No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa ditujukan

untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik

serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintergrasi,komprehensif,dan

berkesinambungan melalui upaya promotif,preventif,kuratif dan rehabilitatif.

Masalah kesehatan jiwa atau mental di Indonesia merupakan masalah kesehtan

masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-

sungguhdari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baikdi tingkat pusat

maupupun daerah serta perhatian dari seluruh masyarakat.Hasil Riset


Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi gangguan mental

emosional yang ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan

sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan

Prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000

penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Di Jawa Tengah jumlah warga yang mengidap gangguan jiwa dari tahun

ke tahun terus meningkat. Jumlah gangguan jiwa pada tahun 2013 sebanyak

121.962 penderita, tahun 2014 sebanyak 260.962 penderita sedangkan tahun

2015 jumlah penderita bertambah menjadi 317.504 jiwa.Faktor penyebab

tingginya angka gangguan jiwa di Jawa tengah diantaranya adalah tekanan

keluarga,minimnya pekerjaan,pergaulan,lingkungan maupun ekonomi. Pada

tahun 2012 Jawa Tengah Sudah mencanangkan program bebas pemasungan

terhadap penduduk yang mengidap gangguan jiwa.Namun sampai pada saat ini

penderita yang gangguan jiwa masih ada yang dipasung karena sebagian besar

keluarga kurang memahami gangguan psikotik terutama skizofrenia. Akibatnya

penanganan yang dilakukan masih keliru.(Dinkes Jawa Tengah 2016).

Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.I Tahun 2012 Pasal 10 tentang

Rehabilitasi Terhadap Penderita Gangguan Jiwa Yang Di Pasung antara lain

motivasi dan diagnosa psikososial,perawatan dan pengasuhan,pembinaan

kewirausahaan,bimbingan mental spiritual,pelayanan pengobatan lanjutan dan

rujukan atau pengiriman kembali ke rumah sakit jiwa daerah (RSJD) atau

rumah sakit dengan unggulan jiwa.


Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Rm Soedjarwadi Klaten merupakan salah

satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berkedudukan

di Kabupaten Klaten yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit khusus kelas A

sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

216/Menkes/ VI/2013

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti dengan

menggunakan metode wawancara pada tanggal 03 Januari 2017 di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah, diketahui jumlah

kunjungan untuk klinik jiwa pada tahun 2016 sebanyak 2.394 orang. Jumlah

petugas koding ada enam orang, yang menetap di bagian koding hanya dua

orang. Tingkat pendidikan petugas koding, D3 Rekam Medis Informasi

Kesehatan dan Sarjana Ekonomi. Dasar pengkodean diagnosis pasien di

Rumah Sakit Jiwa Dr.RM.Soedjarwadi menggunakan ICD -10 dan

PPDGJ(pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia).

Proses pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.RM Soedjarwadi

Klaten telah dilakukan menggunakan sistem informasi manajemen rumah sakit.

Pemberian kode diagnosis dilakukan oleh petugas coding dan petugas

assembling. Manfaat penerapan coding di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.RM

Soedjarwadi Klaten adalah untuk kepentingan laporan rumah sakit dan juga

untuk klaim BPJS.


Analisis ketepatan kode diagnosis pada dokumen rekam medis sangat

penting karena apabila kode diagnosis tidak tepat atau tidak sesuai dengan ICD-

10 maka dapat menyebabkan turunnya mutu pelayanan di rumah sakit serta

mempengaruhi kualitas data,informasi dan laporan serta ketepatan tarif INA-

CBG’s yang pada saat ini digunakan sebagai metode pembayaran untuk

pelayanan pasien..Dalam pelaksanaan pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Dr.RM Soedjarwadi Klaten kerena jumlah pasien yang banyak dan

keterbatasan petugas koding,maka tidak menutup kemungkinan terdapat

ketidaktepatan kodefikiasi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “ Analisis ketepatan kodefikasi diagnosis

pada pasien gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sakit Jiwa Daerah

Dr.RM Soedjarwadi Klaten.


B. Rumusan Masalah

Bagaimana ketepatan kodefikasi diagnosis pasien gangguan mental di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah pada tahun

2016?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat ketepatan kode diagnosis pasien gangguan mental di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pelaksanaan kode diagnosis pasien gangguan mental di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.RM. Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah

b. Mengetahui tingkat ketepatan kode diagnosis pasien gangguan mental

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa tengah

c. Mengetahui Faktor penyebab ketidaktepatan kode diagnosis pada

pasien gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Terwujudnya kesinambungan dalam pelayanan kepada pasien

gangguan mental khususnya menentukan kode diagnosis yang

akurat.

b. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang rekam medis

khusunya dalam menentukan kode diagnosis pasien gangguan

mental serta dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh selama

perkuliahan.

2. Manfaat teoritis

a. Bagi institusi Pendidikan

Sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya wawasan khususnya

di bidang rekam medis dan informasi kesehatan.

b. Bagi peneliti lain

Dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian dengan topik yang hampir sama.


E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Judul,Nama,Tahun Variabel yang Metode Hasil

diteliti

1 Hubungan Coder dan Wawancara Pengkodean

kualifikasi keakuratan kode dan diagnosis rawat

Coder dengan diagnosis pasien observasi jalan dilakukan

keakuratan kode rawat jalan oleh petugas

diagnosis rawat pengkodean

jalan yang berjumlah 4

berdasarkan petugas yang

ICD-10 di terdiri dari 1

RSPAU petugas dengan

Hardjolukito kualifikasi D3

Yogyakarta Rekam Medis

Friska Miftachul dan 3 petugas

Janah,2015 dari non Rekam

Medis.Kode

yang dihasilkan

oleh D3 Rekam

Medis adalah
100% akurat

sedangkan untuk

hasil kode oleh

Coder non D3

Rekam Medis

masih terdapat

kode yang tidak

akurat

2 Analisis ketepatan Ketepatan kode Wawancara Hasil observasi

kode diagnosis diagnosis dan dokumen rekam

penyakit observasi medis dibagian

gastroenteritis acute unit rawat inap

berdasrkan dokumen pada triwulan 1

rekam medis di tahun 2015

Rumah Sakit Balung terdapat penyakit

Jember Rinda Nurul gastroenteritis

dkk,2016 acute sebanyak

80 dokumen

rekam medis.

Dari 80 rekam

medis tersebut
yang akurat 19

dokumen rekam

medis dan

penentuan

diagnosis yang

tidak tepat

sebanyak 61

dokumen rekam

medis.

3 Tinjauan penulisan Penulisan Survey Ditinjau dari


diagnosis utama dan diagnosis utama diagnosis utama
ketepatan kode ICD- dan ketepatan pada dokumen
10 pada pasien kode ICD - 10 rekam medis,
umum di RSUD kota ditemukan
Semarang Triwulan penulisan
I tahun 2012 Retno diagnosis yang
Dwi Vika Ayu,2012 tidak spesifik
sehingga kode
yang di hasilkan
tidak
tepat.Ditinjau
dari tingkat
kesesuaian kode
diagnosis utama
yang tepat
sebanyak 76
dokumen dank
ode diagnosis
yang tidak tepat
17 dokumen
rekam medis
rawat inap.
Perbedaan dengan penilitian ini
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
2. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan case control
3. Variabel Penelitian
Penelitian ini hanya terdapat satu variabel yaitu Ketepatan kode diagnosis
pada pasien gangguan mental
4. Metode penelitian
Metode penelitian ini adalah wawancara dan observasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organozation),rumah sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan

fungsi menyediakan pelayanan paripurna,penyembuhan penyakit,dan

pencegahan penyakit kepada masyarakat.Rumah sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pelayanan medik.

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap,rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit mempunyai misi

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya

pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara

serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta

pelaksanaan upaya rujukan.


Menurut Undang-Undang No 44 Tahun 2009 fungsi rumah sakit

adalah

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua

dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2. Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
Rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang
kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan
sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para
praktisi kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien (Hatta,2010).
b. Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis yaitu untuk tercapainya administrasi

dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah

sakit dan untuk mendapatkan catatan atau dokumen yang akurat dari

pasien, mengenai kehidupan dan riwayat kesehatan, riwayat

penyakit dimasa lalu dan sekarang, juga pengobatan yang telah

diberikan sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan

(Rustiyanto,2015).

c. Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai berikut:

1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya

yang ikut ambil bagian dalam memberikan

pelayanan,pengobatan, perawatan kepada pasien.

2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan

yang harus diberikan kepada seorang pasien.

3) Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan

pelayanan,perkembangan penyakit, dan pengobatan selama

pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit

4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan

evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada

pasien.
5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit

maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

6) Menyediakan data-data khususnya yang sangat berguna

untuk penelitian dan pendidikan.

7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran

pelayanan medik pasien

8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan,serta

sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan

(Rustiyanto,2015).

d. Nilai Guna Rekam Medis

1) Bagi Pasien

a) Menyediakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis

yang diterima oleh pasien.

b) Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk yang

kedua kali dan seterusnya.

c) Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan

hukum pasien dalam kasus-kasus tertentu seperti

kompensasi pekerja kecelakaan pribadi atau mal praktek.


2) Bagi Fasilitas Layanan Kesehatan

a) Memiliki data yang dipakai untuk pekerja professional

kesehatan.

b) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis

pasien.

c) Mengevaluasi penggunaan sumber daya.

3) Bagi Pemberi layanan

a) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga

professional dalam merawat pasien

b) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan

yang bersifat berkesinambungan pada berbagai tingkatan

pelayanan kesehatan.

c) Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan.

3. Coding

a. Pengertian coding
Koding adalah pemberian penetapan kode diagnosis menggunakan
huruf atau angka kombinasi huruf dalam rangka mewakili komponen
data. Sedangkan pengkodean adalah bagian dari usaha
pengorganisasian proses penyimpanan dan pengambilan kembali data
yang memberi kemudahan bagi penyajian informasi terkait.
b. Tujuan coding
Koding menggunakan International Statistical Classification Of
Diseases and Related Health Problems (ICD – 10) bertujuan untuk
mendapatkan rekaman sistematis, melakukan analisis, interpretasi, serta
membandingkan data morbiditas dan mortalitas dari berbagai wilayah.
ICD-10 digunakan untuk menterjemahkan diagnosis penyakit dan
masalah kesehatan dari kata-kata menjadi alfanumerik yang akan
memudahkan untuk penyimpanan dan memdapatkan kembali data dan
analisis data
c. Langkah-langkah dalam menentukan kode
1) Tentukakan tipe pernyataan yang akan dikode dan buka volume
3 alphabetical index. Bila pernyataan adalah istila penyakit atau
cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I – XIX dan bab
XXI (volume 1) gunakanlah ia sebagai “lead term” untuk
dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari
pada seksi 1 indeks(volume 3). Bila pernyataan adalah
penyebab luar ( external causes) dari cedera (bukan nama
penyakit) yang ada di bab XX ( volume 1), lihat dan cari
kodenya pada seksi ll di indeks (volume 3).
2) Lead term (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya
merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.
Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi,
kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan.Walaupun
demikian beberapa kondisi ada yang di ekspresikan sebagai kata
sifat atau eponym (menggunakan nama penemu) yang
tercantum dalam indeks sebagai lead term.
3) Baca dengan saksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul
dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.
4) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah lead
term (kata dalam kurung = modifier tidak akan mempengaruhi
kode). Istilah lain yang ada dibawah lead term (dengan tanda (-
) minus = idem = indent) dapat mempengaruhi nomor kode
sehingga kata-kata diagnostic harus diperhitungkan.
5) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references) dan
perintah see also yang terdapat dalam indeks.
6) Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari kode yang paling
tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus
pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter
keempat ada di dalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan
serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam
pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan
morbiditas dan mortalitas
7) Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih
atau bagian bawah suatu bab, blok, kategori atau sub kategori.
8) Tentukan kode yang sesuai.
Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode

untuk memastikan kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang

diagnosis utama diberbagai lembar formulir rekam medis pasien, guna

menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan.( Hatta,2010)

4. ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases and


Related Health Problems)
a. Pengertian ICD-10(International Stastistical Classification of
Diseases and Related Health Problems-Tenth Revision)
Standart internasional untuk klasifikasi penyakit dengan masalah yang
terkait kesehatan revisi ke-10 yang dikeluarkan oleh WHO (World
Health Organization).
b. Fungsi ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases
and Related Health Problems)
Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah yang
terkait dengan kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi
statistik morbididtas dan mortalitas.

c. Kegunaan ICD-10 (International Statistical Classification Of


Disesases and Related Health Problems)
1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana
pelayanan kesehatan.
2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
3) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait
diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.
4) Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (Diagnoses Related
Groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.
5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi
perencanaan pelayanan medis.
7) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakandan
dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.
8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.
9) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

d. Tujuan ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases


and Related Health Problems)
Menurut kutipan Ayu,2012 tujuan ICD-10 ((International Statistical
Classification Of Disesases and Related Health Problems) yaitu
Menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lainnya
dari kata-kata menjadi kode alfanumerik sehingga memudahkan untuk
menyimpan retrievel dan analisis data, mempengaruhi perekaman
statistic,mempermudah analisis,interpretasi dan perbandingan dengan
data morbiditas dan mortalitas yang terkumpul dari berbagai daerah
atau negarapada saat yang berlainan.

e. Penggunaan ICD-10 (International Statistical Classification Of


Disesases and Related Health Problems)
Di Indonesia menggunakan ICD-9 (International Statistical
Classification Of Disesases and Related Health Problems)berdasrkan
SK Menkes tahun 1996 tentang penggunaan revisi Sembilan yang
berlaku di Indonesia.Sedangkan ICD-10 (International Statistical
Classification Of Disesases and Related Health Problems)berdasarkan
SK Dirjen Yanmed No.HK 00.05.14.0074 tahun 1998 di rumah sakit
tentang penggunaan Klasifikasi Internasional Mengenai Penyakit
Revisi Kesepuluh (ICD-10) di rumah sakit dan juga berdasar SK
Menkes tahun 1998 digunakan di seluruh Indonesia (Ayu,2012).

f. Struktur ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases


and Related Health Problems)
ICD-10(International Statistical Classification Of Disesases and

Related Health Problems) terdiri atas volume dan bab

1) Volume

Terdiri dari tiga volume

a) Volume 1

Volume 1 terdiri dari

(1) Pengantar
(2) Pernyataan

(3) Pusat- pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi


penyakit.
(4) Laporan konferensi internasional yang menyetujui
revisi ICD-10.
(5) Daftar kategori tiga karakter
(6) Daftar tabulasi penyakit dandaftar kategori termasuk
subkategori empat karakter .
(7) Daftar morfologi Neoplasma.
(8) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas.
(9) Definisi-definisi
(10) Regulasi nomenklatur

b) Volume 2

(1) Pengantar
(2) Penjelasan tentang International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems
(3) Cara penggunaan ICD- 10
(4) Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan
morbiditas
(5) Presentase statistik
(6) Riwayat perkembangan ICD
c) Volume 3

(1) Pengantar
(2) Sussunan indeks secara umum
(3) Seksi I : Indeks abjad penyakit , bentuk cedera
(4) Seksi II : Penyebab luar cedera
(5) Seksi III : Tabel obat dan Zat kimia
(6) Perbaikan terhadap volume 1
2) Bab

Terdiri-dari 21 bab:

1) Bab I-XVII : Berhubungan dengan penyakit dan kondisi

morbiditas yang lain.

2) Bab XVIII : Berhubungan dengan gejala,tanda,temuan

klinis dan laboratorium yang abnormal yang tidak

diklasifikasi ditempat lain

3) BabXIX : Berhubungan dengan luka,keracunan,keadaan

lain yang disebabkan oleh faktor eksternal.

4) Bab XX : Berhubungan dengan penyebab eksternal

morbiditas dan mortalitas

5) Bab XXI : Berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempegaruhi pelayanan kesehatan dan alasan-alasan

dengan pelayanan kesehatan.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Kode Penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan kode penyakit:

1) Kelengkapan Rekam Medis

Sebelum pengkodean penyakit tenaga rekam medis harus

mengkaji data data rekam medis pasien untuk menemukan

kekurangan,kekeliruan atau terjadinya kesalahan. Oleh

karena itu,kelengkapan isi rekam medis merupakan


persyaratan untuk menentukan diagnosis.Sehingga

kerjasama antara dokter dan petugas coding sangat berperan

dalam penggunaan ICD-10

2) Tenaga Medis

Kelengkapan diagnosis sangat ditentukan oleh tenaga

medis,dalam hal ini sangat bergantung pada dokter sebagai

penentu diagnosis karena hanya profesi dokterlah yang

mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menentukan

diagnosis pasien.Dokter yang merawat juga bertanggung

jawab atas pengobatan pasien,harus memilih kondisi utama

dan kondidsi lain ysng sesuai dalam periode perawatan.

3) Tenaga rekam medis

Petugas coding sebagai pemberi coding bertanggung jawab

atas ketepatan kode diagnosis yang sudah ditetapkan oleh

petugas medis.Oleh karena itu,untuk hal yang kurang jelas

atau tidak lengkap sebelum menetapkan kodenya perlu

dikomunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang membuat

diagnosis tersebut untuk lebih meningkatkan informasi

dalam rekam medis,petugas coding harus membuat kode

sesuai dengan aturan yang ada pada ICD-10.


4) Sarana

Sarana pendukung untuk meningkatkan produktifitas coding

yaitu ICD-10(International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problem-Tenth Revision).

h. Aturan Reseleksi Kondisi Utama

Menurut ICD-10 Volume 2 aturan reseleksi kondisi utama adalah :

1) Rule MB I

Kondisi minor dicatat sebagai “kondisi utama” kondisi yang lebih

bermakna dicatat sebagai “kondisi lain”.Pada suatu kondisi minor

atau kondisi yang telah berjalan lama atau suatu masalah yang

insedentil dicatat sebagai “kondisi utama” dan suatu kondisi yang

lebih berarti,relevan bagi perawatan yang diberikan/spesialisasi

dicatat sebagai “kondisi lain”.reseleksi yang terakhir sebagai”

kondisi utama”

2) Rule MB 2

Beberapa kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama” jika

beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai

“kondisi utama” dan detil lain pada catatan menunjuk pada satu

dari kondisi tersebut sebagai “kondisi utama” bagi perawatan

pasien,dipilih kondisi itu. Jika tidak,pilih kondisi yang telah

disebutkan pertama.
3) Rule MB 3

Kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama” menggambarkan

gejala yang timbul dari diagnosa,kondisi yang ditangani.Jika suatu

gejala atau tanda atau suatu masalah yang dapat diklasifikasi untuk

ban XXI ,dicatat sebagai “kondisi utama” dan hal ini jelas

memberikan tanda,gejala atau masalah kondisi yang didiagnosa

dicatat ditempat lain dan perawatan diberikan untuk kondisi yang

terakhir,reseleksi kondisi yang didiagnosa sebagai “kondisi

utama”.

4) Rule MB 4

Spesifisitas.Dimana diagnose dicatat sebagai “kondisi utama”

yang menggambarkan suatu kondisi dalam istilah umum dan suatu

istilah yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai

tempat atau sifat dasar kondisi dicatat sebagai pilihan diagnose

bagi “kondisi utama”.

5) Rule MB 5

Alternatif diagnosa-diagnosa utama.Pada keadaan suatu gejala

atau tanda dicatat sebagai “kondisi utama” yang karena suatu

kondisi yang lain, dipilih gejala tersebut sebagai “kondisi utama”.

Pada keadaan dua kondisi atau lebih dicatat sebagai pilihan

diagnose bagi “kondisi utama” seleksi kondisi yang pertama

dicatat.
5. Diagnosis

a. Pengertian Diagnosis

Menurut Putriani ,2015 ddiagnosis adalah hasil dari evaluasi yang

mencerminkan temuan.Evaluasi disini berarti upaya yang dilakukan

untuk menegakan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh

seseorang atau masalah kesehhatan yang dialami oleh masyarakat.

b. Pembagian Diagnos

Menurut Hatta,2010 pembagian diagnosis adalah sebagai berikut:

1) Diagnosis Utama

Diagnosis utama adalah suatu diagnosis atau kondisi

kesehatan yang menyebabkan pasien yang memperoleh

perawatan atau pemeriksaan yang ditegakan pada akhir

episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan

sumber daya pengobatannya.Pengodean morbiditas sangat

bergantung pada diagnosis yang ditetapkan oleh dokter

yang merawat pasienatau yang bertanggung jawab

menetapkan kondisi utama pasien, yang akan dijadikan

dasar pengukuran statistik morbiditas.


Batasan diagnosis utama adalah

a) Diagnosis yang ditentukan setelah cermat

dikaji.

b) Menjadi alasan untuk dirawat

c) Menjadi fakta arahan atau pengobatan

2) Diagnosis Sekunder

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai

diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang

terjadi selama episode pelayanan

3) Komorbiditas

Kormobiditas adalah penyakit yang menyertai

diagnosis utama atau kondisi pasien saat masuk dan

membutuhkan pelayanan atau asuhan khusus setelah

masuk dan dirawat.

4) Komplikasi

Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa

pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan

sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh

kondisi yang ada atau muncul sebagai akibat dari

pelayanan yang diberikan kepada pasien.


6. Sistem Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Mental

a. Tujuan Klasifikasi

Menurut Rachmayani,2016 diagnosis merupakan penyusunan

gejala,memberi nama atau label yang membedakan dengan penyakit

lain dengan tujuan untuk prognosis,terapi(Farmakoterapi/psikoterapi)

dan tindak lanjut.Tujuan klasifikasi diagnosis gangguan mental yaitu

mengidentifikasi kelompok pasien yang memiliki persamaan dalam

gambaran klinis,perjalanan penyakit dan respon terhadap pengobatan

serta memfasilitasi komunikasi antara professional,penelitian tentang

etiologi,pencegahan dan penatalaksanaan kondisi psikiatrik.

b. Proses Klasifikasi Diagnosis Gangguan Mental

1) Pemerikasan meliputi pemerikasaan fisik dan evaluasi psikologis

2) Anamnesis melihat latar belakang dan riwayat gangguan dari

pasein yang bersangkutan

3) Menentukan Diagnosis terdiri dari Aksis 1-V

4) Terapi terdiri dari farmakoterapi dan psikoterapi

5) Tindak lanjut melakukan evaluasi terapi


c. Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Mental

Menurut Rahayu,2013 deskripsi ICD-10 Bab V Gangguan Jiwa dan

Perilaku adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Deskripsi Struktur ICD-10 Bab V Gangguan Jiwa dan Perilaku

No Deskripsi Struktur Keterangan

1 Gangguan mental organik termasuk simtomatik F00-F09

2 Gangguan mental dan perilaku karena F10-F19

penggunaan Zat psikoaktif

3 Skizofrenia,gangguan skizotipal dan gangguan F20-F29

waham

4 Gangguan suasana perasaan F30-39

5 Gangguan neurotik,gangguan somatoform dan F40-F48

gangguan yang berkaitan dengan stress

6 Sindrom perilaku yang berhubungan dengan F50-F59

gangguan psikologis dan faktor fisik

7 Gangguan kepribadian dan perilaku kedewasaan F60-F69

8 Retardasi mental F70-F79

9 Gangguan perkembangan psikologis F80-F89

10 Gangguan perilaku dan emosi akibat kejadian F90-F98

pada masa kanak-kanak dan remaja

11 Gangguan mental yang tidak di klasifikasikan F99


B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep

D. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana ketepatan kode diagnosis gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM.Soedjarwadi Klaten ?
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif,dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2015) yang dimaksud dengan

penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok

manusia,suatu subjek,suatu kondisi,suatu sistem pemikiran,ataupun suatu

peristiwa pada masa sekarang.Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah

untuk membuat deskripsi,gambaran atau lukisan secara sistematis,factual

dan akurat mengenai fakta-fakta,sifat-sifat serta hubungan antar fenomena

yang diselidiki.

Menurut Machfoedz(2013) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif

pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang akan menggambarkan

seobjektif mungkin seluruh objek dan subjek penelitian atau populasi tanpa

sampling.Jika mengambil sampel maka penelitian itu hanya untuk sampel

itu sendiri.

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional,karena metode ini

sudah cukup lama digunakan sehingga sehingga sudah mentradisi sebagai

metode untuk penelitian.Metode ini disebut sebagai metode positivistik

karena berlandaskan pada filsafat positivisme.Metode ini sebagai metode

ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu


konkrit,obyektif,terukur,rasional dan sistematis.Metode ini disebut metode

kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis

menggunakan statistik.(Sugiyono,2015).

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan menggunakan rancangan cross

sectional Menurut Sumantri (2013), rancangan cross sectional merupakan

penelitian non eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi

antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa penyakit atau ststus

kesehatan tertentu,dengan model pendekatan point time. Variabe yang

termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi

sekaligus pada saat yang sama.Pengertian saat yang sama disini bukan

berarti pada satu saat observasi dilakukan pada semua subjek untuk semua

variabel,tetapi setiap subjek hanya diobservasi satu kali saja,dan faktor

risiko serta efek diukur menurut keadaan atau status waktu observasi.

Rancangan penelitian cross sectional dalam penelitian ini digunakan

untuk mengetahui secara detail bagaimana proses pengkodean diagnosis

yang benar agar dapat menghasilkan suatu kode diagnosis yang tepat.

Khususnya ketepatan kode diagnosis pasien gangguan mental di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.Soedjarwadi Klaten.


C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono,2015). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan

dokumen rekam medis pasien gangguan mental yang dirawat di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten pada tahun 2016.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar,dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semuan yang ada (Sugiyono,2015) Sampel adalah

sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur. Sampel

dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis triwulan I tahun

2016.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Klaten Khususnya di Instalasi Rekam Medis Pada Bulan

April 2017.
E. Variabel Penelitian

Menurut Riwidikdo (2012), variabel merupakan gejala yang menjadi fokus

dalam penelitian.Variabel atribut dari sekelompok orang atau objek yang

mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.

Penelitian ini hanya terdapat satu variabel yaitu Ketepatan Kodefikasi

F. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala


Operasional
1 Ketepatan Hasil ICD -10 Klasifikasi Ordinal
pengkodean volume 1,2 diagnosis
diagnosis dan 3
pada pasien
gangguan
mental

G. Prosedur Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu

diagnosis utama pada lembar masuk keluar(RM1),serta wawancara

langsung pada petugas coding khususnya tentang pelaksanaan

pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Umum Daerah Dr.RM.Soedjarwadi

Klaten.
2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

dengan melakukan pengamatan langsung pada dokumen rekam medis

khususnya pada formulir ringkasan masuk keluar(RM1dan melakukan

wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.

RM. Soedjarwadi Klaten pasien triwulan I tahun 2016.

H. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan :

1. Check-list

Untuk mengetahui jumlah ketepatan kode pada setiap dokumen

rekam medis yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

2. ICD-10 Volume 1,2 dan 3

3. Waancara

I. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pada penelitian ini dilakukan cross check( editing), koding dan

calculating
2. Analisa Data

Proses analisa data dalam penelitian ini adalah dimulai dari seluruh data

yang ada dan berbagai sumber melalui observasi dan

wawancara.Analisa data yang digunakan yaitu statistik deskkriptif

untuk mendeskripsikan data sampel ketepatan kode diagnosis gangguan

jiwa dalam bentuk tabel.


DAFTAR PUSTAKA

Budi,Safitri Citra 2011.Manajemen Unit Kerja Rekam Medis.Yogyakarta : Quantum

Sinergis Media.

Hatta,Gemala R. 2010. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana

Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hatta, Gemala R.2012. Pedoman Manajemen Informasi Di Sarana Pelayanan

Kesehatan. Edisi Revisi 2. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

hhtps:// putriani.world press.com/2014 pengertian diagnosis prognosis mendengar dan

mendengarkan.

Machfoedz,Ircham. 2013.Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta : Fitramaya.

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Pasal 10 Tahun 2012 Tentang Rehabilitasi

terhadap Penderita Gangguan Jiwa Yang Dipasung.

Sugiyono,2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta

Sumantri,Arif H. 2012 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenanda

Media Group.

Rahayu,A.W. 2013. Kode Klasifikasi Penyakit dan Tindakan Medis ICD-10.

Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Rustiyanto,Ery.2015. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan Dalam Manajemen Rekam

Medis dan Informasi Kesehatan. Yogyakarta : Permata Indonesia Press


Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

World Health Organization. 2010. International Statistical Classification ofn Diseases

and Related Health Problems volume 2

www.depkes.go.id > article >view Masalah Kesehatan Jiwa di Indonesia Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia (07 Februari 2017).

www.dinkesjatengprov.go.id Pelayanan Kesehatan di Jawa Tengah (07 Februari

2017)

Anda mungkin juga menyukai