GAUDETE ET EXULTATE
Pendahuluan
Anjuran atau nasehat apostolik adalah suatu bentuk komunikasi dari Paus Gereja
Katolik Roma. Dokumen ini mendorong komunitas Gereja Katolik di seluruh dunia untuk
melakukan aktivitas tertentu namun anjuran ini tidak menjadi sebuah ajaran resmi Gereja yang
sifatnya mengharuskan seperti dogma.
Nasehat apostolik Paus Fransiskus yang ketiga ini mengusung satu tema utama yaitu
kekudusan. Paus tidak menulis risalah teologis yang berisi definisi-defenisi tentang kekudusan.
Ia menulis hal-hal yang praktis tentang kekudusan di zaman ini dengan segala risiko, tantangan
dan peluangnya. Alasannya karena Allah yang menghendaki kita menjadi kudus, dan “di dalam
Kristus Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapan-Nya” (Ef 1:4). Surat Paus ini alat yang membantu saya dan semua orang katolik di
dunia untuk kembali pada kehendak dan panggilan Allah itu.
To Be Yourself
Gereja memiliki segudang contoh hidup orang kudus, baik yang sudah ada di surga
maupun yang sekarang masih hidup di dunia. Teladan hidup yang mereka tunjukkan sungguh
luar biasa, sebut saja orang tua rohani kami di OCD, Santa Teresa Avila, Santu Yohanes dari
Salib, Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus atau mama saya Veronika dan bapa saya
Hilarius. Saya tentu tidak bisa seperti Santu Yohanes dari Salib karena hidup kami berbeda,
tetapi saya bisa menjadi kudus seperti dia dengan sungguh-sungguh menghidupi hidup
panggilan saya, setia pada komitmen hidup sebagai biarawan dengan sukacita(14). Saya
melakukan apa yang bisa dan harus saya lakukan dalam hidup harian baik di komunitas, di
kampus, di Gereja dan masyarakat.
Kekudusan itu bukan soal melakukan hal besar tetapi setia melakukan yang kecil-kecil
(16) dengan cara yang besar, yakni dengan cinta dan ketulusan hati, “I will accomplish ordinary
actions in an extraordinary way” (Kata Kardinal Francis X. Nguyen ketika berada dalam
penjara) (10). Cinta Kristus pada kita itu tanpa batas, dan sekali diberikan tak akan pernah
diambil kembali. Itulah contoh cinta yang tanpa syarat dan selalu setia. Mencintai seperti itu
tidak mudah karena kita sering begitu lemah dan rapuh tetapi cobalah untuk mencintai seperti
Kristus mencintai kita(18).
Misi Kita
Kehidupan kita setiap hari apa pun bentuknya dapat menuntun kita kepada kekudusan
(14). Kekudusan itu terbuka bagi bentuk hidup apapun entah itu awam, klerus atau biarawan-
biarawati. Status hidup bukanlah penentu kekudusan, tetapi tindakan kasih yang membuat
status hidup itu menjadi kudus. Kita bisa saja lemah dan rapuh karena kita manusia tetapi
rahmat Tuhan, bantuan Tuhan membuat kita mampu dan kuat untuk setia dalam berbuat kasih.
“Lord, I am poor sinner, but you can work the miracle of making me a little bit better” (15).
“Life does not have a mission, but is a mission” (27). Hidup kita sendiri adalah misi untuk
bersama Tuhan membangun kerajaan Allah di dunia, kerajaan cinta, keadilan dan kedamaian
(25).
Dalam Komunitas
Bertumbuh dalam kekudusan adalah juga sebuah perjalanan dalam kebersamaan
dengan orang lain entah itu dalam keluarga maupun dalam komunitas-komunitas hidup religius
(141). Allah berkehendak menyelamatkan kita semua agar tidak ada seorang pun dari kita yang
dibiarkan binasa. Dengan demikian perjuangan menuju kekudusan tidak saja menjadi tanggung
jawab pribadi tetapi tanggung jawab bersama. Orang lain menjadi penting dalam hal kekudusan
karena merekalah yang membantu kita dengan caranya masing-masing agar kita menjadi
kudus. Kekudusan tidak ditentukan oleh sikap kita terhadap diri sendiri tetapi sikap kita
terhadap orang lain. Santo Yohanes dari Salib berkata, “You are living with others in order to
be fashioned and tried” (141).
Penutup
Kita mengusahakan kekudusan dalam hidup pribadi, keluarga dan kelompok kategorial
dengan tutur kata dan tindakan yang baik, yang sederhana tetapi dengan cinta yang besar. Allah
yang memanggil dan menghendaki kekudusan kita akan setia membantu segala usaha dan
perjuangan kita.