Anda di halaman 1dari 4

Tugas Akhir : Sejarah Doktrin Gereja

Nama : Theodorus G. Ruing ( FT. 3719)

GAUDETE ET EXULTATE

Pendahuluan
Anjuran atau nasehat apostolik adalah suatu bentuk komunikasi dari Paus Gereja
Katolik Roma. Dokumen ini mendorong komunitas Gereja Katolik di seluruh dunia untuk
melakukan aktivitas tertentu namun anjuran ini tidak menjadi sebuah ajaran resmi Gereja yang
sifatnya mengharuskan seperti dogma.
Nasehat apostolik Paus Fransiskus yang ketiga ini mengusung satu tema utama yaitu
kekudusan. Paus tidak menulis risalah teologis yang berisi definisi-defenisi tentang kekudusan.
Ia menulis hal-hal yang praktis tentang kekudusan di zaman ini dengan segala risiko, tantangan
dan peluangnya. Alasannya karena Allah yang menghendaki kita menjadi kudus, dan “di dalam
Kristus Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapan-Nya” (Ef 1:4). Surat Paus ini alat yang membantu saya dan semua orang katolik di
dunia untuk kembali pada kehendak dan panggilan Allah itu.

The Saints “Next Door”


Paus mengingatkan bahwa kekudusan itu ada dekat di sekitar kehidupan kita, dalam
hidup nyata orang-orang di sekitar kita, teristimewah dalam teladan hidup mereka setiap hari.
Kekudusan itu ada dalam diri para orang tua yang membesarkan anak-anak mereka dengan
cinta yang besar, dalam diri orang-orang yang bekerja keras siang malam untuk kehidupan
keluarganya, dalam diri para orang tua yang senantiasa tersenyum dengan jiwa yang bernyala
walaupun raganya mulai meredup (7). Kekudusan adalah kesetiaan dalam melakukan hal-hal
baik yang menjadi tanggung jawab dalam panggilan hidup setiap orang. Dengan demikian
kalau saya setia dengan tugas dan panggilan hidup saya berarti kekudusan itu tidak lagi dekat
tetapi menjadi milik saya.

To Be Yourself
Gereja memiliki segudang contoh hidup orang kudus, baik yang sudah ada di surga
maupun yang sekarang masih hidup di dunia. Teladan hidup yang mereka tunjukkan sungguh
luar biasa, sebut saja orang tua rohani kami di OCD, Santa Teresa Avila, Santu Yohanes dari
Salib, Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus atau mama saya Veronika dan bapa saya
Hilarius. Saya tentu tidak bisa seperti Santu Yohanes dari Salib karena hidup kami berbeda,
tetapi saya bisa menjadi kudus seperti dia dengan sungguh-sungguh menghidupi hidup
panggilan saya, setia pada komitmen hidup sebagai biarawan dengan sukacita(14). Saya
melakukan apa yang bisa dan harus saya lakukan dalam hidup harian baik di komunitas, di
kampus, di Gereja dan masyarakat.
Kekudusan itu bukan soal melakukan hal besar tetapi setia melakukan yang kecil-kecil
(16) dengan cara yang besar, yakni dengan cinta dan ketulusan hati, “I will accomplish ordinary
actions in an extraordinary way” (Kata Kardinal Francis X. Nguyen ketika berada dalam
penjara) (10). Cinta Kristus pada kita itu tanpa batas, dan sekali diberikan tak akan pernah
diambil kembali. Itulah contoh cinta yang tanpa syarat dan selalu setia. Mencintai seperti itu
tidak mudah karena kita sering begitu lemah dan rapuh tetapi cobalah untuk mencintai seperti
Kristus mencintai kita(18).

Misi Kita
Kehidupan kita setiap hari apa pun bentuknya dapat menuntun kita kepada kekudusan
(14). Kekudusan itu terbuka bagi bentuk hidup apapun entah itu awam, klerus atau biarawan-
biarawati. Status hidup bukanlah penentu kekudusan, tetapi tindakan kasih yang membuat
status hidup itu menjadi kudus. Kita bisa saja lemah dan rapuh karena kita manusia tetapi
rahmat Tuhan, bantuan Tuhan membuat kita mampu dan kuat untuk setia dalam berbuat kasih.
“Lord, I am poor sinner, but you can work the miracle of making me a little bit better” (15).
“Life does not have a mission, but is a mission” (27). Hidup kita sendiri adalah misi untuk
bersama Tuhan membangun kerajaan Allah di dunia, kerajaan cinta, keadilan dan kedamaian
(25).

Dua Musuh Kekudusan


Musuh pertama adalah Gnostisisme. Paham ini berasal dari kata Yunani “gnosis”,
berarti “mengetahui”. Dalam sejarah Gereja, Gnostisisme adalah ajaran sesat yang mengatakan
bahwa yang paling penting adalah apa yang kita ketahui. Paham ini menolak tindakan amal
atau perbuatan baik. Paham ini menegaskan bahwa yang kita butuhkan hanyalah pendekatan
intelektual yang benar. Kekudusan seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya pengetahuan
yang ada dalam otaknya, tetapi pada kedalaman tindakan belas kasihnya (37).
Paus Fransiskus mengatakan dewasa ini Gnostisisme menggoda orang untuk berpikir
bahwa mereka dapat membuat iman sepenuhnya dapat dipahami dan mereka memaksa orang
lain mengadopsi cara berpikir mereka (39). “Ketika seseorang memiliki jawaban untuk setiap
pertanyaan,” kata Paus “itu adalah tanda bahwa mereka tidak berada di jalan yang benar” (41).
Dengan kata lain, menjadi orang yang tahu segalanya tidak selalu akan menyelamatkan Anda.
Musuh kedua yang harus dihindari adalah Pelagianisme. Pelagianisme adalah paham
yang mengatakan bahwa kita dapat mencapai keselamatan melalui upaya kita sendiri. Pelagian
mempercayai kekuatan diri sendiri, tidak merasa membutuhkan rahmat Tuhan (49). Ini adalah
bahaya nyata bagi kekudusan, karena itu merampok kita dari kerendahan hati, menempatkan
kita di atas orang lain, dan kurang memberi ruang untuk peranan rahmat Allah (57).
Penunjuk Jalan Menuju Kekudusan
Tentu ada banyak teori dan penjelasan tentang bagaimana cara untuk mencapai
kekudusan. Teori dan penjelasan mungkin berguna tetapi yang lebih penting dari itu adalah
memperhatikan teori dan penjelasan dari Yesus sendiri. Menurut Yesus ada delapan jalan untuk
menuju kekudusan (Mat 5:3-12) dan itu menjadi kartu identitas bagi orang Kristen (63).
Jalan pertama adalah dengan menjadi miskin di hadapan Allah. Miskin secara spiritual
dengan menaruh pengharapan sepenuhnya pada Allah. Jalan kedua, bereaksi terhadap orang
lain dengan kelembutan dan kerendahan hati adalah. Jalan ketiga, tahu bagaimana merasakan
kesedihan orang lain. Jalan keempat, merasa haus dan lapar akan kebenaran. Jalan kelima,
mencari dan bertindak dengan penuh belas kasih. Jalan keenam, menjaga hati agar tetap murni
dan bersih. Jalan ketujuh, senantiasa membawa kedamaian bagi diri dan orang-orang sekitar.
Jalan kedelapan, setia pada kebenaran Injil walaupun tantangan dan kesulitannya banyak.
Inilah yang Yesus minta, cara-cara hidup yang terkadang bertentangan dengan arus zaman.

Dalam Komunitas
Bertumbuh dalam kekudusan adalah juga sebuah perjalanan dalam kebersamaan
dengan orang lain entah itu dalam keluarga maupun dalam komunitas-komunitas hidup religius
(141). Allah berkehendak menyelamatkan kita semua agar tidak ada seorang pun dari kita yang
dibiarkan binasa. Dengan demikian perjuangan menuju kekudusan tidak saja menjadi tanggung
jawab pribadi tetapi tanggung jawab bersama. Orang lain menjadi penting dalam hal kekudusan
karena merekalah yang membantu kita dengan caranya masing-masing agar kita menjadi
kudus. Kekudusan tidak ditentukan oleh sikap kita terhadap diri sendiri tetapi sikap kita
terhadap orang lain. Santo Yohanes dari Salib berkata, “You are living with others in order to
be fashioned and tried” (141).

Senantiasa Berkanjang dalam Doa


Paus mengatakan bahwa, “I do not believe in holiness without prayer, even though that
prayer need not be lengthy or involve intense emotions” (147). Doa memang tidak harus
panjang dan bertele-tele, tetapi harus otentik, keluar dari hati. Santo Yohanes dari Salib
menasehati untuk berusaha selalu tinggal dalam Tuhan entah itu secara nyata, atau dengan
imajinasi, entah itu dalam berbagai aktivitas dan kesibukan karena pada akhirnya kerinduan
kita pada Allah akan terungkap dalam kehidupan kita setiap hari (148). Kekudusan merupakan
bagian dari kebiasaan untuk terbuka kepada Allah yang terungkap dalam doa dan adorasi (147).

Penutup
Kita mengusahakan kekudusan dalam hidup pribadi, keluarga dan kelompok kategorial
dengan tutur kata dan tindakan yang baik, yang sederhana tetapi dengan cinta yang besar. Allah
yang memanggil dan menghendaki kekudusan kita akan setia membantu segala usaha dan
perjuangan kita.

Anda mungkin juga menyukai