Anda di halaman 1dari 117

HUBUNGAN POSISI KERJA DENGAN KELUHAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS)


PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI
DI PABRIK KARET PT. ADEI
TEBING TINGGI TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

ARDHIA DWIVARISKA ASTRINIKKO


NIM. 151000536

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
HUBUNGAN POSISI KERJA DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS)
PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI
DI PABRIK KARET PT. ADEI
TEBING TINGGI TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARDHIA DWIVARISKA ASTRINIKKO


NIM. 151000536

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
i
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 27 Januari 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Kalsum, M.Kes.


Anggota : 1. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S.
2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes.

ii
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Hubungan Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

pada Karyawan Bagian Produksi di Pabrik Karet PT. ADEI Tebing Tinggi

Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2020

Ardhia Dwivariska Astrinikko

iii
Abstrak

Tenaga kerja bagian produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi dalam
aktivitas kerja nya banyak mengandung risiko terhadap kesehatan, salah satunya
adalah musculoskeletal dirorders. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
posisi kerja para tenaga kerjadan hubungannya dengan keluhan musculoskeketal
dirorders. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik
pengampilan sampel menggunakan quota sampling dengan kriteria inklusi
responden hanya bekerja pada satu bagian kerja tertentu dari proses produksi,
bekerja pada satu shift dan tidak memiliki keterbatasan komunikasi. Kriteria
eksklusi responden tidak bersedia untuk diwawancara. Sampel sebanyak 25 orang
dengan kuota masing-masing bagian diambil sebanyak 5 orang meliputi bagian
pembersihan, penggilingan, penjemuran, pengeringan dan pengempaan. Teknik
pengambilan data dilakukan dengan pengukuran risiko posisi kerja menggunakan
metode REBA dan pengukuran keluhan musculoskeletal menggunakan kuesioner
Nordic Body Map. Berdasarkan hasil pengukuran posisi kerja diperoleh hasil
bahwa seluruh tenaga kerja memiliki posisi kerja tidak ergonomi. Bagian
pembersihan dan penjemuran memiliki risiko tertinggi dengan masing masing
terdapat 2 tenaga kerja (40%) berisiko sangat tinggi dan 3 tenaga kerja (60%)
berisiko tinggi. Tingkat keluhan MSDs tertinggi dirasakan pada bagian lengan
atas oleh 24 tenaga kerja (98%). Keluhan tertinggi kedua berikutnya dirasakan
pada 23 tenaga kerja (92%) di bagian bahu, lengan bawah, siku, punggung,
pinggang dan lutut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara posisi kerja keluhan musculoskeletal pada tenaga kerja sehingga
perlu dilakukan intervensi berupa edukasi posisi kerja yang baik dan benar.

Kata kunci: Ergonomi, posisi kerja, musculoskeletal disorders

iv
Abstract

Production section manpower at the rubber factory PT. ADEI Tebing Tinggi in its
work activities contains many risks to health, one of which is musculoskeletal
disorders. This study aims to determine the work position of workers and their
relations with complaints of musculoskeletal disorders. This study uses cross
sectional designwith sampling techniques using quota sampling with respondent’s
inclusion criteria are only working in one particular part of the production process,
working on one shift and not having communication limitations. Criteria for
exclusion of respondents are not willing to be interviewed. A sample of 25 people
with a quota of each section is taken as a sample of 5 people,which is part of the
cleaning, grinding, drying, drying by dryer machine and pressing sections. The data
collection technique was carried out by measuring work position risk using the REBA
method and measuring musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map
questionnaire. Based on the result of work position measurements, it is obtained all
workers have non-ergonomic work position. The cleaning and drying section has the
highest risk with each section has 2 workers (40%) having a very high risk and 3
workers (60%) having a high risk. The highest musculoskeletal complaint rate was
felt in the upper arm by 24 workers (98%). The second highest complaint was felt
in 23 workers (92%) in the shoulders, forearms, elbows, back, waist and knees.
Thus it can be concluded that there is a relation between the work position of
musculoskeletal complaints in the production section workers so that intervention
is needed in the form of education of good and correct work positions.
Keywords: Ergonomics, workposition, musculoskeletal disorders

v
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah

yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) pada Karyawan Bagian Produksi di Pabrik Karet PT. ADEI Tebing

Tinggi Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada

kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

dan sebagai Dosen Penguji II.

4. Ir. Kalsum, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu

dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada

penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S. selaku Dosen Penguji I yang telah

meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

vi
6. Dr. Drs., Zulfendri, M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah

diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Manajer PT. ADEI Tebing Tinggi yang telah mengizinkan penulis melakukan

penelitian.

10. Teristimewa untuk orang tua (Sukardi dan Nuriati) yang telah memberikan

kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi

dukungan kepada penulis.

11. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Yudhistira Ardhi Nugraha, Ade

Ardiansyah Putra, Karla Aulia Maharani dan Aurel Cassandra Novaria) yang

selalu memberikan semangat kepada penulis.

12. Teman-teman seperjuangan skripsi (Abelina, Hafizha Astia, Titi Natalia

Lubis, Syifa Syafitri, Ustri Yuli Sirait, Chichi Khairunisa, dan Alfitri Jannati)

yang selalu menyemangati satu sama lain dalam penyelesaian skripsi.

13. Teman-teman masa SMA (Nuraina Ramadhani Purba, Nona Pratiwi, Silatul

Hokaryah, Irene Antonina Aritonang dan Baharsyah Pratama Lubis) yang

selalu memberikan nasehat dan menyemangati penulis dalam penyelesaian

skripsi.

vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi pembaca.

Medan, Januari 2020

Ardhia Dwivariska Astrinikko

viii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 8
Tujuan umum 8
Tujuan khusus 8
Manfaat Penelitian 8
Manfaat bagi instansi 8
Manfaat bagi ilmiah 8
Manfaat bagi peneliti 8

Tinjauan Pustaka 9
Ergonomi 9
Pengertian ergonomi 9
Tujuan ergonomi 9
Prinsip ergonomi 10
Posisi Kerja 12
Sikap tubuh dalam bekerja 12
Musculoskeletal Disorders (MSDs) 13
Jenis-jenis MSDs 13
Hubungan Posisi Kerja dengan Otot Skeletal 15
Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Musculoskeletal 16
Rekayasa teknik 16
Rekayasa manajemen 17
Penilaian Tingkat Risiko Gangguan Musculoskeletal 17
Rapid entire body assesment (REBA) 17
Nordic body map (NBM) 31
Landasan Teori 33

ix
Kerangka Konsep 34
Hipotesis Penelitian 34

Metode Penelitian 35
Jenis Penelitian 35
Lokasi dan Waktu Penelitian 35
Lokasi 35
Waktu penelitian 35
Populasi dan Sampel 35
Populasi 35
Sampel 35
Variabel dan Definisi Operasional 36
Metode Pengumpulan Data 37
Observasi 37
Pengisian kuesioner 37
Metode Pengukuran 37
REBA (reba entire body assesment) 37
NBM (nordic body map) 38
Metode Analisis Data 38
Editing 38
Coding 38
Tabulating 39
Analisis data 40

Hasil Penelitian 41
Profil Perusahaan 41
Sejarah dan perkembangan PT. ADEI Tebing Tinggi 41
Visi dan misi 42
Struktur organisasi 43
Proses Produksi 43
Pembersihan 43
Penggilingan 44
Penjemuran 44
Pengeringan 45
Pengempaan 45
Analisis Univariat 45
Umur 46
Masa kerja 46
Posisi kerja 48
Skor nordic body map (NBM) 48
Keluhan musculoskeletal leher 49
Keluhan musculoskeletal bahu 50
Keluhan musculoskeletal lengan 50
Keluhan musculoskeletal siku 51
Keluhan musculoskeletal tangan 52
Keluhan musculoskeletal punggung 53

x
Keluhan musculoskeletal pinggang 53
Keluhan musculoskeletal pantat 53
Keluhan musculoskeletal paha 54
Keluhan musculoskeletal lutut 55
Keluhan musculoskeletal betis 55
Keluhan musculoskeletal kaki 56
Analisis Bivariat 57
Hubungan antara posisi kerja dengan keluhan musculoskeletal
pada tenaga kerja bagian produksi di pabrik karet PT. ADEI
Tebing Tinggi 57
Hubungan antara posisi kerja dengan keluhan musculoskeletal
Berdasarkan tahap produksi pada tenaga kerja di pabrik karet
PT. ADEI Tebing Tinggi 58

Pembahasan 60
Hubungan antara Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal
pada Pekerja Bagian Produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing
Tinggi 60
Hubungan antara Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal
Berdasarkan Tahap Produksi pada Pekerja Bagian Produksi
PT. ADEI Tebing Tinggi 62
Keterbatasan Penelitian 66

Kesimpulan dan Saran 67


Kesimpulan 67
Saran 67

Daftar Pustaka 69
Lampiran 70

xi
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Skor Awal untuk Grup A 27

2 Skor Awal untuk Grup B 28

3 Skor untuk Pembebanan atau Force 28

4 Skoring untuk Jenis Pegangan Kontainer 29

5 Skor C terhadap Skor A dan Skor B 29

6 Skoring untuk Jenis Aktivitas Otot 30

7 Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir 31

8 Definisi Operasional Skala Liker Kuesioner 32

9 Klasifikasi Subjektivitas Tingkat Risiko Sistem Musculoskeletal


Berdasarkan Total Skor Individu 33

10 Definisi Operasional 36

11 Distribusi Responden berdasarkan Umur 46

12 Distribusi Responden berdasarkan Masa Kerja 46

13 Distribusi Posisi Kerja 48

14 Distribusi Responden berdasarkan Skor NBM 48

15 Distribusi Keluhan Leher Bagian Atas 49

16 Distribusi Keluhan Leher Bagian Bawah 59

17 Distribusi Keluhan Bahu 50

18 Distribusi Keluhan Lengan Atas 50

19 Distribusi Keluhan Lengan Bawah 51

20 Distribusi Keluhan Siku 51

xii
21 Distribusi Keluhan Pergelangan Tangan 52

22 Distribusi Keluhan Tangan 52

23 Distribusi Keluhan Punggung 53

24 Distribusi Keluhan Pinggang 53

25 Distribusi Keluhan Buttock 54

26 Distribusi Keluhan Buttom 54

27 Distribusi Keluhan Paha 55

28 Distribusi Keluhan Lutut 55

29 Distribusi Keluhan Betis 56

30 Distribusi Keluhan Pergelangan Kaki 56

31 Distribusi Keluhan Kaki 57

32 Tabulasi Silang Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal 57

33 Tabulasi Silang Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal


Berdasarkan Tahap Produksi 58

xiii
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Proses Metode REBA 19

2 Ilustrasi Posisi Badan dan Skoring 20

3 Ilustrasi Posisi Badan yang dapat Mengubah Skor 21

4 Ilustrasi Posisi Leher dan Skoring 21

5 Ilustrasi Posisi Leher yang dapat Mengubah Skor 22

6 Ilustrasi Posisi Kaki dan Skoring 22

7 Ilustrasi Posisi Kaki yang dapat Mengubah Skor 23

8 Ilustrasi Posisi Lengan dan Skoring 24

9 Ilustrasi Posisi Lengan yang dapat Mengubah Skor 25

10 Ilustrasi Posisi dan Kisaran Sudut Lengan Bawah dan Skoring 25

11 Ilustrasi Posisi dan Kisaran Sudut Pergelangan Tangan dan Skoring 26

12 Ilustrasi Posisi Pergelangan Tangan yang dapat Mengubah Skor 27

13 Nordic Body Map (NBM) 32

14 Landasan Teori 34

15 Kerangka Konsep 34

16 Struktur Organisasi PT. ADEI Tebing Tinggi 43

xiv
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Surat Izin Penelitian 70

2 Surat Selesai Penelitian 71

3 Dokumentasi 72

4 Kuesioner Nordic Body Map 77

5 Master Data 79

6 Hasil Analisa REBA 81

7 Contoh Penilaian dalam Menentukan Tingkat Risiko


Posisi Kerja dengan Metode REBA 90

8 Uji Statistik (Analisis Univariat) 92

9 Uji Statistik (Analisis Bivariat) 97

xv
Daftar Istilah

BLS The Bureau of Labour Statistic


Bokar Bahan Olah Karet
CTS Carpal Tunnel Syndrome
MSDs Musculoskeletal Disorders
NBM Nordic Body Map
OSHA Occupational Safety and Health Administration
PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri
PT Perseroan Terbatas
REBA Rapid Entire Body Assesment
SDM Sumber Daya Manusia
SIUP Surat Izin Usaha Perdagangan

xvi
Riwayat Hidup

Penulis bernama Ardhia Dwivariska Astrinikko berumur 22 tahun,

dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 10 Juli 1997. Penulis beragama Islam,

anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Sukardi dan Nuriati.

Pendidikan formal dimulai di TK RA.Al-Miftahu Rohaniyah Tebing

Tinggi Tahun 2002-2003. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 163080 Tebing

Tinggi Tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Tebing

Tinggi Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tebing Tinggi

Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi

S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Medan, Januari 2020

Ardhia Dwivariska Astrinikko

xvii
Pendahuluan

Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara dengan lahan perkebunan yang luas.

Hasil perkebunan tersebut memiliki peran penting dalam perekonomian

Indonesia, salah satunya yaitu komoditi karet sebab ekspor karet Indonesia

berperan besar sebagai penghasil devisa negara. Lahan perkebunan Indonesia

yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan area perkebunan karet alami

lebih besar. Pada tahun 2017, luas areal perkebunan karet di Indonesia yakni

sebesar 37.812,60 hektar dimana sebagian besar terdapat di wilayah Sumatera

yaitu seluas 2.585,6 hektar dan Kalimantan dengan luas 911,8 hektar.

Di Sumatera Utara terdapat beberapa perusahaan yang mengelola hasil

perkebunan karet, salah satunya adalah PT. ADEI Tebing Tinggi yang bergerak

dibidang produksi Crumb Rubber atau karet remah. Setiap harinya perusahaan ini

mampu memproduksi karet sebanyak 63 ton dan hasil produksinya di ekspor ke

luar negeri seperti Korea, Jepang, Singapore dan India.

Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia ke arah yang lebih

modern, beragam peralatan yang bersifat elastis dan tidak mudah pecah lebih

banyak diminati karena lebih efisien dan tahan lama, dengan meningkatnya

kebutuhan tersebut berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia terhadap

karet. Selain itu karet juga berperan penting dalam berbagai industri, seperti

industri otomotif, elektronik, alat kesehatan, kebutuhan rumah tangga, dan

sebagainya. Hal ini tentu berpengaruh terhadap jumlah produksi yang terus

meningkat sejalan dengan kebutuhan pasar. Dengan jumlah produksi tersebut,

1
2

selain dengan bantuan teknologi mesin, perusahaan juga membutuhkan sumber

daya manusia (SDM) yang mengolahnya. Tercapainya target produksi juga

dipengaruhi oleh produktivitas para karyawan yang bertugas mengolah karet

menjadi crumb rubber.

Menurut Suma’mur (2014), terdapat dua pengertian produktivitas yaitu

secara filosofis dan teknis. Secara filosofis produktivitas merupakan sikap mental

yang berprinsip bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok hari harus

lebih baik dari hari ini. Sedangkan secara teknis produktivitas dinilai dari

perbandingan antara keluaran (output) terhadap masukan (input). Produktivitas

dapat dikatakan meningkat apabila perbandingan keluaran terhadap masukan

sesudah intervensi menunjukkan nilai yang lebih besar dari perbandingan

keluaran terhadap masukan sebelum memperoleh intervensi.

Faktor penting produktivitas karyawan sebagai sumber daya manusia

adalah kesehatan. Kondisi kesehatan karyawan yang baik merupakan potensi

untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula. Apabila kondisi kesehatan

karyawan mengalami penurunan atau dalam keadaan sakit, karyawan yang

bersangkutan menjadi tidak produktif selama bekerja dikarenakan menurunnya

kemampuan bekerja baik secara fisik maupun psikis. Tidak jarang bahwa masalah

gangguan kesehatan dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja.

Bekerja secara produktif dapat dilakukan dengan cara kerja serta berada di

lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan

tersebut adalah ergonomi, yaitu bekerja pada suatu sistem dengan baik secara

efektif, aman dan nyaman dan menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi tubuh
3

manusia. Pekerjaan yang tidak dilakukan secara ergonomis dapat meningkatkan

risiko cedera hingga menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

Salah satu penyakit akibat kerja yaitu musculoskeletal disorders (MSDs).

MSDs merupakan sebuah kondisi terganggunya fungsi sendi, otot, saraf,

tendon, dan tulang belakang akibat posisi kerja yang salah dan tidak sesuai

dengan antropometri (ukuran tubuh). Keluhan musculokskeletal berada pada

bagian otot skeletal atau otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari

keluhan ringan hingga sangat sakit. Keluhan ini dapat muncul apabila dalam

jangka waktu yang lama otot menerima beban statis secara berulang sehingga

dapat menyebabkan kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Salah satu hal

yang mempengaruhi hal tersebut adalah posisi kerja, yaitu kondisi yang mengacu

pada bagaimana postur tubuh dilakukan pada saat sedang melakukan pekerjaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ulfah, Siti dan Panuwun pada tahun

2012 menunjukkan bahwa sebanyak 24 orang (80%) pekerja laundry bagian

pencucian mengalami keluhan MSDs akibat posisi kerja yang tidak ergonomis,

yaitu dengan posisi punggung membungkuk dan cara mengangkat beban tidak

didekatkan dengan tubuh saat pekerja mengeluarkan cucian dari mesin cuci. Sikap

kerja tidak alamiah tersebut terjadi akibat karakteristik pekerjaan, alat kerja dan

stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Pada

penelitian yang dilakukan oleh F. Meilani, Andi dan Anissatul tahun 2018

menunjukkan bahwa sebanyak 75 responden (82,4%) pada pekerja operator

sewing di PT. Dasan Pan Fasifik Indonesia mengalami keluhan MSDs akibat

bekerja dalam postur janggal dimana sebagian besar responden (48 responden /
4

52,7%) mengalami keluhan pada leher bagian atas akibat bekerja dengan posisi

duduk membungkuk dan menunduk yang menyebabkan cidera pada tulang

belakang, otot, ligamen, tendon dan syaraf yang dapat menjadi penyebab nyeri

pinggang. Berikutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Sujono, Widi Raharjo

dan Agus Fitriangga pada pekerja karet bagian produksi di Pontianak, terdapat 27

orang (75%) dari total 36 orang responden mengalami low back pain akibat posisi

kerja membungkuk dalam waktu yang lama sehingga terjadi pembebanan

abnormal pada tulang belakang.

Hasil studi MSDs yang telah banyak dilakukan pada berbagai jenis

industri menunjukan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka

meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot

bagian bawah. Keluhan MSDs yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah

otot bagian pinggang (low back pain). Berdasarkan laporan yang dipublikasilan

pada tahun 1982 oleh The Bureau of Labour Statistic (BLS) Departemen Tenaga

Kerja Amerika Serikat menunjukkan hampir 20% dari semua kasus kerja dan 25%

biaya kompensasi dikeluarkan akibat adanya keluhan sakit pinggang. Sementara

National Council melaporkan bahwa pada tahun 1996 frekuensi kejadian paling

tinggi yang disebabkan oleh sakit akibat kerja sebesar 22% dari 1.700.000 kasus

(Tarwaka, 2015).

PT. ADEI Tebing Tinggi merupakan suatu perusahaan yang bergerak di

bidang pengolahan crumb rubber atau karet remah. Pada prinsipnya tahap

pengolahan bahan olah karet dalam proses produksi terdiri pembersihan,

penggilingan, penjemuran, pengeringan, dan pengempaan. Pekerjaan di bidang ini


5

tidak lepas dari bantuan peralatan mesin pengolahan yang dalam penggunaannya

karyawan harus mampu menyesuaikan posisi tubuhnya agar dapat bekerja secara

efisien. Dalam beberapa tahap produksi, yaitu tahap pembersihan dan

penggilingan, pekerja diharuskan siaga memantau pergerakan mesin, seperti

mesin Conveyer Bucket, Hammer Mill, Blending Tank dan Washing Tank,

sehingga pekerja harus berada pada posisi berdiri dalam kurun waktu yang cukup

lama, posisi tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot kaki hingga

menyebabkan kesemutan. Pada tahap pengeringan, karyawan harus siaga

memantau mesin dryer dan mendorong talang yang memiliki berat ±1.000 kg ke

dalam mesin tersebut setiap 10 menit sekali.

Salah satu tahap produksi yang memiliki risiko keluhan MSDs paling

tinggi adalah tahap penjemuran. Pada tada tahap penjemuran dilakukan weighing

scale atau penimbangan terlebih dahulu dimana pekerja harus mendorong

gulungan lembaran bahan olah karet basah dari gilingan krep seberat ±200 kg

menggunakan bantuan alat berupa troli dengan posisi tubuh bagian atas sedikit

membungkuk dan condong ke depan. Gulungan tersebut kemudian dibawa ke

kamar pengeringan dengan menggunakan lift barang untuk selanjutnya dijemur

selama 8-14 hari. Secara teknis, pengeringan dilakukan dengan sistem

pengeringan gantung, yaitu penjemuran dilakukan dengan cara menyusun

lembaran bahan olah karet basah pada sekat yang tersedia di dasar lantai kamar

pengeringan sehingga lembaran dapat menggantung ke bawah. Proses penjemuran

tersebut dilakukan secara manual dalam posisi jongkok. Setelah proses

penjemuran, proses selanjutnya adalah dryer atau pengeringan, pada proses ini
6

pekerja harus mendorong talang berisi bahan olah karet seberat ± 1.000 kg. Selain

tahap penjemuran, tahap pengempaan juga memiliki risiko keluhan MSDs yang

tinggi. Saat melakukan proses pengempaan tersebut para pekerja harus berada

pada posisi berdiri dan sedikit membungkuk dalam waktu bersamaan saat

memindahkan bahan olah karet kering seberat 35 kg secara kontinyu untuk di

packing. Keseluruhan proses produksi tersebut berlangsung selama 8 jam dalam

satu hari dengan 1 jam waktu istirahat dan 6 hari dalam seminggu, dengan beban

kerja dan pembagian shift kerja yang berbeda-beda di tiap tahapannya. Tahap

pembersihan memiliki satu shift kerja yang dimulai dari pukul 08.00-15.30 WIB.

Tahap penggilingan dan penjemuran memiliki satu shift kerja yang dimulai dari

pukul 07.00-14.30 WIB. Tahap pengeringan terdiri dari dua shift kerja, shift

pertama pada pukul 05.00-12.00 WIB dan shift kedua pada pukul 12.00-19.00

WIB. Tahap pengempaan terdiri dari satu shift yang dimulai pada pukul 08.00-

16.00 WIB. Berdasarkan hal-hal tersebut maka peluang terjadinya keluhan MSDs

pada karyawan tergolong besar.

Dari hasil observasi lapangan yang dilakukan pada 18 Maret 2019,

umumnya pekerja berada pada posisi berdiri dan jongkok. Pekerja kerap

mengeluhkan rasa nyeri pada tubuh bagian bahu, lengan dan punggung pada saat

dan setelah melakukan pekerjaan. Hal tersebut terjadi karena desain

peralatan/mesin yang mengharuskan karyawan berada pada posisi berdiri serta

tidak adanya tempat duduk pada saat proses penjemuran sehingga pekerja harus

melakukannya dalam posisi jongkok. Posisi kerja tersebut dapat menyebabkan

karyawan cepat merasa lelah sehingga menambah beban kerja yang berakhir pada
7

menurunnya produktivitas kerja. Dengan menerapkan posisi kerja ergonomis,

seperti menyediakan tempat duduk dan memberi kesempatan untuk duduk,

mengatur arah penglihatan 23-37o kebawah pada saat melakukan pekerjaan

dengan posisi berdiri sehingga posisi kepala berada pada keadaan istirahat

(relaxed), akan mampu memberikan rasa nyaman kepada karyawan terutama pada

pekerjaan dengan gerakan monoton dan berlangsung lama, sehingga kelelahan

dan masalah kesehatan yang berkaitan dengan postur kerja dapat berkurang secara

signifikan (Suma’mur, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul: “Hubungan Posisi Kerja dengan Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Karyawan Bagian Produksi di Pabrik

Karet PT. ADEI Tebing Tinggi Tahun 2019”.

Perumusan Masalah

Proses kerja dalam produksi crumb rubber yang dilakukan dengan bantuan

peralatan mesin menyebabkan karyawan berada pada posisi statis dalam waktu

yang lama. Posisi statis tersebut dapat menyebabkan gangguan pada otot sehingga

menimbulkan kelelahan dan masalah kesehatan.

Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas

pada penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan antara posisi kerja dengan

keluhan musuculoskeletal disorders (MSDs) pada karyawan bagian produksi di

pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi”.


8

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara posisi

kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada karyawan bagian

produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi tahun 2019.

Tujuan khusus. Untuk mengetahui tahap produksi mana yang memiliki

risiko tertinggi dalam menyebabkan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs)

pada karyawan bagian produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi Tahun

2019.

Manfaat Penelitian

Manfaat bagi instansi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi bagi perusahaan, yaitu PT. ADEI Tebing Tinggi mengenai ergonomi

serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk meningkatkan

penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di lingkungan kerja.

Manfaat ilmiah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan wawasan ilmu pengetahuan terutama di bidang K3 (Keselamatan dan

Kesehatan Kerja) dan dapat dijadikan referensi sebagai bahan pertimbangan untuk

penelitian selanjutnya.

Manfaat bagi peneliti. Melalui penelitian ini, peneliti dapat menambah

wawasan dan pengalaman mengenai ilmu K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

sehingga diharapkan untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di

lingkungan kerja, masyarakat, dan kehidupan sehari-hari.


Tinjauan Pustaka

Ergonomi

Pengertian ergonomi. Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ERGON

yang artinya KERJA, dan NOMOS yang artinya HUKUM ALAM. Ergonomi

merupakan studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang

ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, dengan optimalisasi, efisiensi,

kesehatan keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan

tempat rekreasi (E. Nurmianto, 2004).

Menurut Suma’mur (2014), ergonomi merupakan perpaduan dari berbagai

ilmu seperti antropologi, biometrika, fisiologi kerja, higiene perusahaan dan

kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset terpakai, dan sibernatika (cybernatics).

Kekhususan utama dalam ergonomi adalah perencanaan tata kerja yang

dilaksanakan dengancara yang baik dalam hal metoda kerja dan peralatan serta

perlengkapannya. Sedangkan menurut Tarwaka (2015), ergonomi merupakan

suatu ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyesuaikan atau

menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan dengan segala

kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun

mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik.

Tujuan ergonomi. Ergonomi memiliki peranan penting dalam proses

industrialisasi sebab tujuan utama ergonomi adalah menjamin keselamatan,

kesehatan dan kepuasan kerja sehingga produktivitas, efisiensi efektivitas

pekerjaan dapat ditingkatkan. Tujuan dari penerapan ergonomi menurut Tarwaka

(2015) adalah:

9
10

1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja mental dan fisik,

mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak

sosial, mengelola dan mengoordinir kerja secara tepat guna dan

meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun

setelah tidak produktif.

3) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,

aspek ekonomis, aspek antropologis, dan aspek budaya dari setiap sistem

kerja sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Prinsip ergonomi. Untuk mencapai tujuan dari ergonomi maka diperlukan

adanya penerapan prinsip ergonomi di lingkungan kerja. Anies (2014)

mengemukakan beberapa prinsip ergonomi sebagai berikut:

1) Sikap tubuh saat melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh bentuk, susunan,

ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat, dan cara-cara menggunakan

peralatan seperti gerak, arah, dan kekuatan.

2) Dalam desain ukuran peralatan, ukuran yang menjadi acuan adalah ukuran

terbesar, selanjutnya dapat diatur seperti memperbesar atau memperkecil,

mengatur arah peralatan (naik / turun, maju / mundur), dan sebagainya.

3) Prinsip antropometri harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan

ukuran-ukuran kerja, seperti:

a. Apabila bekerja dengan posisi berdiri, tinggi pekerjaan sebaiknya berada

5 – 10 cm di bawah tinggi siku.


11

b. Apabila bekerja dengan posisi berdiri dengan pekerjaan diatas meja dan

jika dataran tinggi siku disebut 0, maka dataran kerja yang memerlukan

ketelitian harus 0+(5-10) cm. Sementara untuk pekerjaan berat yang

memerlukan kerja otot punggung seperti mengangkat beban adalah 0-

(10-2) cm.

4) Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk.

Namun dari sudut tulang, lebih baik tegak agar punggung tidak bungkuk dan

otot perut tidak lemas. Untuk itu, dianjurkan untuk melakukan pekerjaan

dengan sikap duduk tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk.

5) Sudut arah penglihatan untuk pekerjaan dalam posisi berdiri adalah 23-37

derajat ke bawah. Arah penglihatan disesuaikan dengan sikap kepala istirahat

sehingga tidak mudah lelah.

6) Gerakan ritmis seperti memutar roda, mengayuh, mendayung, memerlukan

frekuensi optimal, yaitu 60 x/menit.

7) Beban tambahan akibat lingkungan harus ditekan sekecil mungkin.

8) Batas kesanggupan kerja tercapai apabila detak nadi kerja menjadi 30/menit

di atas nadi istirahat, dimana nadi kerja tersebut tidak terus menerus

menanjak dan sehabis bekerja pulih kembali pada nadi istirahat setelah lebih

kurang 15 menit.

9) Batas kemampuan bekerja seseorang dalam 1 hari adalah 8-10 jam. Melebihi

dari batas tersebut akan menurunkan efisiensi dan kualitas kerja seseorang.

10) Kondisi mental psikologis dipertahankan dengan motivasi, iklim kerja yang

baik, dan lain-lain.


12

Posisi Kerja

Posisi kerja merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap

timbulnya kejadian musculoskeletal disorders (MSDs) pada tenaga. Posisi kerja

(work posture) dan gerakan seluruh dan anggota tubuh (body and limbs

movements) merupakan hal penting dalam ergonomi. Kedua hal tersebut yang

menentukan besarnya energi yang dikeluarkan dan aktivitas sensorimotoris pada

tenaga kerja. Biomekanik adalah ilmu mengenai postur kerja dan gerakan seluruh

atau sebagian anggota tubuh. Berdasarkan ilmu biomekanik, dalam melakukan

pekerjaannya seorang tenaga kerja dikategorikan memenuhi persyaratan

biomekanis apabila postur kerja dan gerakan-gerakan yang dilakukan saat bekerja

telah sesuai dengan kondisi alami tubuh serta anggota tubuh.

Sikap tubuh dalam bekerja. Menurut Anies (2014), saat bekerja terdapat

beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh, yaitu:

1) Semua pekerjaan dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara

bergantian.

2) Sikap tubuh tidak alami harus dihindari. Apabila hal tersebut tidak

memungkinkan, usahakan untuk memperkecil beban statik.

3) Tempat duduk didesain sedemikian rupa sehingga tidak membebani tubuh,

dapat memberi efek relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak digunakan

untuk bekerja, dan tidak menimbulkan tekanan pada bagian tubuh seperti

paha. Tujuannya yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah

dan sensibilitas pada paha, serta mencegah kesemutan.


13

Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan suatu kelainan pada otot

rangka dalam jangka panjang akibat pembebanan yang berlebih secara berulang

dan terus menerus. Kelainan tersebut mengacu pada kelainan yang terjadi pada

jaringan tubuh seperti otot, tendon, ligamen, saraf, atau sendi tulang belakang.

Empat faktor utama penyebab MSDs yaitu kerja otot yang berat, aktivitas kerja

yang berulang-ulang, durasi waktu yang lama, dan istirahat yang kurang.

Gangguan ini biasanya diawali dengan keluhan rasa nyeri yang apabila tidak

segera ditangani dan terjadi secara terus menerus, akan menimbulkan rasa sakit

yang berlebihan dan berakhir pada cedera hingga perubahan anatomi tubuh.

Menurut Tarwaka (2015), secara garis besar keluhan otot dikelompokkan

menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Keluhan sementara (reversible) yang terjadi pada saat otot menerima beban

statis, namun keluhan dapat segera hilang apabila pemberian beban

dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent) dimana rasa sakit pada otot masih terus

berlanjut walau pembebanan otot telah dihentikan.

Jenis-jenis MSDs. Menurut Anies (2014), gangguan MSDs dapat

dibedakan menjadi empat jenis, yaitu gangguan pada tendon, sendi, jaringan saraf,

dan jaringan neurovaskular.

Gangguan MSDs pada tendon. Peradangan akibat gerakan kerja yang

berulang-ulang dan secara terus-menerus membebani suatu tendon tanpa istirahat

yang cukup merupakan gangguan yang biasa terjadi pada tendon. Nama lain dari
14

peradangan tersebut adalah Tendinitis. Bagian tubuh yang sering mengalami

tendinitis adalah bahu, siku, pergelangan tangan dan tumit. Gejala tendinitis

diawali dengan rasa nyeri akibat peradangan jaringan tendon.

Gangguan MSDs pada sendi. Bursitis merupakan suatu peradangan pada

bursa (cairan sendi). Bursa memiliki fungsi untuk mengurangi gesekan ketika

ligamen bergeser. Bursitis biasanya terjadi pada lutut akibat tekanan berlebih dan

berulang, seperti berlutut terlalu lama, yang mengakibatkan pembengkakan dan

rasa nyeri.

Gangguan MSDs pada jaringan saraf. Nyeri punggung merupakan

gangguan jaringan saraf yang paling sering dialami oleh tenaga kerja, terutama

pada bagian bawah punggung yang dikenal dengan low back pain. Salah satu

penyebabnya adalah bergesernya bantalan tulang belakang yang menyebabkan

saraf belakang tertekan. Komponen inti sendi atau ruas tulang belakang yang

disebut nucleus berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut. Akibat

pembebanan secara terus-menerus, nucleus akan tertekan atau pecah dan menekan

ujung saraf atau sumsum tulang belakang sehingga menimbulkan rasa sakit yang

luar biasa.

Penyebab lain dari nyeri punggung adalah kerusakan pada sendi tulang

belakang atau spondilosis yang disebabkan karena aus atau terkikisnya tulang

rawan yang melindungi ruas tulang belakang.

Selain nyeri punggung, carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan

gangguan saraf yang mulai banyak dikeluhkan oleh pekerja di industri. CTS

terjadi pada pergelangan tangan akibat pembengkakan tendon pada bagian


15

pergelangan tangan menerima tekanan secara terus-menerus sehingga saraf di

tertekan. Gejala awal dari CTS berupa rasa pegal atau nyeri pada pergelangan

tangan dan jari. Apabila tidak segera ditangani, rasa nyeri tersebut dapat

mengakibatkan sakit berkepanjangan dan mengurangi kekuatan otot.

Gangguan MSDs pada jaringan neurovaskular. Jaringan neurovaskular

merupakan susunan dari dua jaringan tubuh yaitu jaringan neurulogi atau saraf

dan vaskuler atau pembuluh darah. Salah satu bentuk dari gangguan ini adalah

Reynauld’s syndrome atau white finger, yaitu kondisi dimana jari penderita akan

berwarna putih dan disertai rasa nyeri berlebihan dan hilangnya sensitivitas

peraba. Hal tersebut terjadi karena menurunnya aliran darah. Suhu udara yang

dingin dan paparan getaran secara terus-menerus juga menjadi faktor risiko dari

gangguan ini.

Hubungan Posisi Kerja dengan Otot Skeletal

Dalam melakukan pekerjaan, tenaga kerja kerap berada pada posisi tubuh

statis dalam kurun waktu yang cukup lama. Kondisi yang paling alamiah

dilakukan pada saat bekerja adalah posisi netral (duduk dan berdiri normal),

dimana usaha otot dan tekanan pada sendi, ligamen, dan tendon paling minimum.

Namun pada kenyataanya banyak tenaga kerja yang melakukan pekerjaannya

dengan posisi bungkuk, jongkok, menekuk pergelangan tangan, mendongakkan

leher, dan sebagainya. Sikap kerja tersebut sering menyebabkan keluhan pada

tenaga kerja yang dalam jangka panjang berisiko berdampak pada gangguan

sistem otot rangka / skeletal.


16

Tak hanya posisi tubuh statis, sikap kerja menahan beban secara statis

(sustained/static exertions) lebih berisiko menyebabkan gangguan kesehatan

dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Ketika anggota tubuh menahan beban,

terjadi kenaikan pada tekanan internal otot sehingga mengakibatkan peredaran

darah dan suplai oksigen terganggu. Kekurangan suplai oksigen akan

menghambat metabolisme karbohidrat sehingga terjadi penimbunan asam laktat di

otot. Hal tersebut dapat mengakibatkan rasa nyeri pada otot dan dalam jangka

panjang dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh (Hardianto, 2014).

Langkah – Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal

Untuk mencegah adanya sumber penyakit berdasarkan tindakan

ergonomik, Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 2000)

merekomendasikan dua cara pencegahan, yaitu rekayasa teknik dan rekayasa

manajemen.

Rekayasa teknik. Rekayasa teknik terkait dengan desain stasiun kerja dan

alat kerja. Umumnya rekayasa teknik dapat dilakukan dengan pemilihan empat

alternatif sebagai berikut:

1. Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada.

2. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang

aman dan penyempurnaan proses produksi dan prosedur penggunaan alat.

3. Pasrtisi, yaitu memisahkan antara sumber bahaya dengan pekerja, seperti

mendesain ruangan kedap suara dengan tujuan memisahkan ruang mesin

yang bising sehingga tidak mengganggu ruang kerja lainya.


17

4. Ventilasi, dengan menambahkan ventilasi pada ruang kerja dapat mengurangi

risiko sakit, misal akibat suhu udara yang terlalu panas dan sirkulasi udara

yang minim.

Rekayasa manajemen. Rekayasa manajemen terkait dengan kriteria,

administrasi dan organisasi kerja, dapat dilakukan melalui beberapa tindakan

seperti berikut:

1. Pendidikan dan Pelatihan. Dengan melakukan edukasi dan melatih responden

akan meningkatkan pemahaman lingkungan dan alat kerja sehingga upaya-

upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja dapat dilaksanakan

dengan melakukan penyesuaian terhadap lingkungan kerja.

2. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang yang disesuaikan dengan

karakteristik pekerjaan dan kondisi lingkungan kerja, sehingga paparan

berlebihan terhadap sumber bahaya dapat lebih ditekan.

3. Pengawasan intensif yang dilakukan oleh para ahli yang berkaitan.

Penilaian Tingkat Risiko Gangguan Musculoskeletal

Rapid entire body assesment (REBA). Metode REBA diperkenalkan oleh

Sue Hignett dan Lynn McAtamney pada tahun 2000 dan diterbitkan dalam jurnal

Applied Ergonomics. Metode REBA merupakan suatu metode dalam bidang ilmu

ergonomi yang digunakan sebagai alat analisa postural untuk menilai postur tubuh

pada saat melakukan pekerjaan. Tarwaka (2015) menyebutkan beberapa

keistimewaan dari metode REBA sebagai berikut:

1. Metode REBA sangat sensitif untuk mengevaluasi risiko, khususnya pada

sistem musculoskeletal.
18

2. Membagi segmen-segmen tubuh dengan memberi kode pada tiap bagian

anggota tubuh, dan mengevaluasi anggota tubuh secara keseluruhan (anggota

tubuh bagian atas, badan, leher dan kaki).

3. Dapat menganalisa pengaruh beban postural selama penggunaan kontainer

yang dilakukan dengan tangan atau bagian tubuh lainnya.

4. Relevan untuk jenis kontainer yang memiliki pegangan.

5. Dapat digunakan untuk penilaian aktivitas otot yang disebabkan oleh posisi

tubuh statis, dinamis, maupun karena posisi tubuh yang mengalami

perubahan postur secara mendadak atau tiba-tiba.

6. Hasil penilaian dapat digunakan untuk menentukan tingkat risiko cedera

dengan menetapkan tingkat tindakan korektif yang selanjutnya dapat

digunakan sebagai dasar pertimbangan intervensi untuk perbaikan.

Input metode REBA terdiri dari pengambilan data postur pekerja

menggunakan handicam, penentuan sudut pada batang tubuh, leher, kaki, lengan

atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Proses metode REBA dapat dilihat

pada gambar berikut:


19

Mulai

Merekam postur dengan kamera

Menentukan sudut pada postur pekerja

Menentukan berat beban, coupling dan aktivitas

Perhitungan skor REBA berdasarkan tabel REBA

Mengelompokkan ke action level metode REBA

Selesai

Gambar 1. Proses metode REBA

Tahapan aplikasi metode REBA adalah sebagai berikut:

1. Skoring dilakukan dengan membagi segmen tubuh ke dalam dua grup: grup

A (badan, leher dan kaki) dan grup B yang meliputi tubuh bagian atas

(lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan).

2. Untuk menentukan skor awal pada grup A, lihat pada Tabel 1.

3. Untuk menentukan menentukan skor pada grup B, lihat pada Tabel 2.

4. Modifikasi skor dari grup A tergantung pada beban atau force yang dilakukan

(lihat Tabel 3), yang selanjutnya disebut “Skor A”.

5. Koreksi pada skor grup B berdasar'kan jenis pegangan kontainer (lihat Tabel

4), yang selanjutnya disebut “Skor B”.

6. “Skor A” dan “Skor B” selanjutnya ditransfer ke dalam Tabel 5 untuk

menentukan skor baru yang selanjutnya disebut “Skor C”.


20

7. Untuk memodifikasi “Skor C” tergantung pada jenis aktivitas otot yang

dikerahkan (lihat Tabel 6) untuk mendapatkan skor akhir.

8. Periksa tingkat aksi (action level), risiko dan tindakan perbaikan yang harus

dilaksanakan berdasarkan nilai akhir perhitungan (lihat Tabel 7).

Grup A: Penilaian anggota tubuh bagian badan, leher dan kaki. Metode

REBA dimulai dengan melakukan skoring untuk Grup A yang meliputi badan

(trunk), leher dan kaki.

Skoring pada badan (trunk). Evaluasi pada badan dilakukan untuk

menentukan apakah pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi badan tegak atau

tidak, kemudian menentukan besar kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan

yang diamati, dan memberi skor berdasarkan posisi badan, seperti diilustrasikan

pada Gambar 2.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 2. Ilustrasi posisi badan dan skoring

Keterangan:

Skor 1 = posisi badan tegak lurus

Skor 2 = posisi badan fleksi: antara 0o – 20o dan ekstensi: antara 0o – 20o

Skor 3 = posisi badan fleksi; antara 200 – 60o dan ekstensi: >20o

Skor 4 = posisi badan membungkuk fleksi >60o


21

Skor pada badan akan meningkat jika terdapat posisi badan membungkuk

atau memuntir secara lateral sehingga skor pada badan harus dimodifikasi sesuai

dengan posisi yang terjadi, seperti diilustrasikan pada Gambar 3.

Sumber : Tarwaka (2015)

Gambar 3. Ilustrasi posisi badan yang dapat mengubah skor

Keterangan:

Skor +1 = posisi badan membungkuk dan atau memuntir secara lateral

Skoring pada leher. Langkah kedua adalah menilai posisi leher dengan

mempertimbangkan kemungkinan dua posisi leher yaitu posisi leher menekuk

fleksi antara 0o – 20o dan posisi leher menekuk fleksi atau ekstensi >20 o.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 4. Ilustrasi posisi leher dan skoring

Keterangan:

Skor 1 = posisi leher fleksi: 0 o – 20o

Skor 2 = posisi leher fleksi atau ekstensi >20o


22

Skor hasil perhitungan tersebut kemungkinan dapat ditambah apabila

posisi leher membungkuk atau memuntir secara lateral seperti yang diilustrasikan

pada Gambar 5.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 5. Ilustrasi posisi leher yang dapat mengubah skor

Keterangan:

Skor +1 = posisi leher membungkuk dan atau memuntir secara lateral

Skor pada kaki. Langkah terakhir untuk melengkapi alokasi skor pada grup

A adalah mengevaluasi posisi kaki. Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 6

memungkinkan dilakukan penilaian awal pada kaki berdasarkan distribusi berat

badan.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 6. Ilustrasi posisi kaki dan skoring

Keterangan:

Skor 1 = posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai dalam keadaan

berdiri maupun berjalan


23

Skor 2 = salah satu kaki tidak tertopang di lantai demgan baik atau

terangkat

Skor pada kaki akan meningkat jika salah satu atau kedua lutut fleksi

ditekuk. Kenaikan dapat terjadi sampai dengan 2 (+2) apabila lutut menekuk >60 o,

seperti diilustrasikan pada Gambar 7. Namun apabila pekerja duduk, maka

keadaan tersebut tidak dianggap menekuk dan tidak meningkatkan skor pada kaki.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 7. Ilustrasi posisi kaki yang dapat mengubah skor

Keterangan:

Skor +1 = salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara 30 o – 60o

Skor 2+ = salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara > 60 o

Grup B: Penilaian anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah

dan pergelangan tangan). Tahap selanjutnya setelah selesai melakukan penilaian

terhadap anggota tubuh grup A adalah menilai anggota tubuh bagian atas (lengan,

lengan bawah dan pergelangan tangan) pada kedua sisi kiri dan kanan.

Skor pada lengan. Untuk menentukan skor lengan atas maka harus

dilakukan pengukuran sudut antara lengan dan badan. Ilustrasi pada Gambar 8

menunjukkan posisi lengan yang dianggap berbeda, yang bertujuan untuk

memberikan pedomaan pada saat melakukan pengukuran. Besar kecilnya sudut


24

yang terbentuk antara lengan dan badan selama pekerja melakukan pekerjaannya

sangat mempengaruhi skor yang akan diperoleh.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 8. Ilustrasi posisi lengan dan skoring

Keterangan:

Skor 1 = posisi lengan fleksi atau ekstensi antara 0o – 20o

Skor 2 = posisi lengan fleksi antara 21o – 45o atau ekstensi >20o

Skor 3 = posisi lengan fleksi antara 46o – 90o

Skor 4 = posisi lengan fleksi >90o

Jika bahu pekerja terangkat, lengan diputar atau dirotasi dan lengan

diangkat menjauh dari badan, maka skor harus dimodifikasi dengan ditambah 1.

Jika lengan ditopang selama bekerja maka skor dikurangi 1, seperti diilustrasikan

pada Gambar 9. Jika tidak terdapat situasi lengan seperti yang telah disebutkan/

diilustrasikan, maka skor pada Gambar 8 diatas dapat langsung digunakan tanpa

dimodifikasi.
25

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 9. Ilustrasi posisi lengan yang dapat mengubah skor

Keterangan:

Skor +1 = jika bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi

Skor +1 = jika lengan diangkat menjauh dari badan

Skor -1 = jika berat lengan ditopang untuk menahan gravitasi

Skoring pada lengan bawah. Skor postur untuk lengan bawah juga

tergantung pada sudut yang dibentuk oleh lengan bawah selama melakukan

pekerjaan. Perbedaan kisaran sudut yang mungkin terjadi diilustrasikan pada

Gambar 10. Setelah penilaian kisaran sudut pada lengan bawah dilakukan, maka

skor postur pada lengan bawah dapat langsung dihitung.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 10. Ilustrasi posisi dan kisaran sudut lengan bawah dan skoring

Keterangan:

Skor 1 = posisi lengan bawah fleksi antara 60o – 100o


26

Skor 2 = posisi lengan bawah fleksi <60o atau >100o

Skor pada pergelangan tangan. Langkah terakhir dari pengukuran pada

grup B adalah menilai posisi pergelangan tangan. Ilustrasi pada Gambar 11 di

bawah menunjukkan dua posisi yang perluu dipertimbangkan dalam metode ini.

Setelah mempelajari sudut menekuk pada pergelangan tangan, maka dilanjutkan

dengan penentuan berdasarkan besar kecilnya sudut yang dibentuk oleh

pergelangan tangan.

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 11. Ilustrasi posisi dan kisaran sudut pergelangan tangan dan skoring

Keterangan:

Skor 1 = posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi antara 0 o – 15o

Skor 2 = posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi >15 o

Jika pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami torsi atau deviasi

baik ulnar maupun radikal (menekuk ke atas maupun ke bawah) maka skor

ditambah dengan 1 (+1), seperti diilustrasikan pada Gambar 12 berikut.


27

Sumber: Tarwaka (2015)

Gambar 12. Ilustrasi posisi pergelangan tangan yang dapat mengubah skor

Keterangan:

Skor +1 = pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami torsi atau

deviasi baik ulnar maupun radikal

Skoring grup A dan grup B. Skor individu yang diperoleh dari grup A

(posisi badan, leher, dan kaki) akan memberikan skor pertama berdasarkan Tabel

1.

Tabel 1

Skor Awal untuk Grup A

TABEL A
Leher
1 2 3
Badan
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Selanjutnya, skor awal untuk grup B berasal dari skor posisi lengan,

lengan bawah dan pergelangan tangan berdasarkan Tabel 2 berikut.


28

Tabel 2

Skor Awal untuk Grup B

TABEL B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 4 6 7
5 6 7 8 7 8 8

Skoring untuk beban atau force. Besar kecilnya skor untuk pembebanan

atau force sangat tergantung dari berat ringannya beban yang dikerjakan oleh

pekerja. Penentuan skor didasarkan pada Tabel 3 berikut yang selanjutnya disebut

“Skor A”.

Tabel 3

Skor untuk Pembebanan atau Force

Skor Posisi
+0 Beban atau force < 5 kg
+1 Beban atau force antara 5 – 10 kg
+2 Beban atau force > 10 kg
+3 Pembebanan atau force secara tiba-tiba atau mendadak

Skoring untuk jenis pegangan. Jenis pegangan dapat meningkatkan skor

pada grup B, kecuali apabila dipertimbangkan bahwa jenis pegangan pada

kontainer adalah baik. Tabel 4 berikut menunjukkan kenaikan untuk penerapan

pada jenis pegangan. Skor grup B dapat dimodifikasi berdasarkan jenis pegangan,

yang selanjutnya disebut “Skor B”.


29

Tabel 4

Skoring untuk Jenis Pegangan Kontainer

Skor Posisi
Pegangan Bagus
Pegangan kontainer baik dan kekuatan pegangan berada pada
+0
posisi tengah

Pegangan Sedang
Pegangan tangan dapat diterima, tetapi tidak ideal atau pegangan
+1 optimum yang dapat diterima untuk menggunakan bagian tubuh
lainnya

Pegangan Kurang Baik


+2 Pegangan ini mungkin dapat digunakan tetapi tidak diterima

Pegangan Jelek
Pegangan ini terlalu dipaksakan, atau tidak ada pegangan atau
+3 genggaman tangan, pegangan bahkan tidak dapat diterima untuk
menggunakan bagian tubuh lainnya.

Penentuan dan perhitungan skor C. Nilai untuk “Skor C” yang

didasarkan pada hasil perhitungan dari Skor A dan Skor B akan ditunjukkan pada

Tabel 5 berikut.

Tabel 5

Skor C terhadap Skor A dan Skor B

TABEL C
SKOR SKOR B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
(bersambung)
30

Tabel 5

Skor C terhadap Skor A dan Skor B

TABEL C
SKOR SKOR B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Penentuan dan perhitungan final skor REBA. Final skor dari metode

REBA adalah hasil penambahan antara “Skor TABEL C” dengan peningkatan

jenis aktivitas otot yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6

Skoring untuk Jenis Aktivitas Otot

Skor Posisi
Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang
+1 untuk lebih dari 1 menit

Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4 kali


+1 per menit (tidak termasuk berjalan)

Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur


+1 tidak stabil selama kerja.

Selanjutnya, metode REBA mengklasifikasikan skor akhir ke dalam 5

kategori atau tingkatan. Setiap kategori/tingkatan aksi akan menentukan tingkat

risiko dan tindakan korektif yang disarankan pada posisi yang dievaluasi.

Semakin besar nilai dari hasil yang diperoleh maka akan lebih besar risiko yang
31

dihadapi untuk posisi yang bersangkutan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7

berikut.

Tabel 7

Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir

Skor Tingkat
Kategori Risiko Tindakan
Akhir Risiko
Tidak ada tindakan yang
1 0 Sangat rendah
diperlukan
2–3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan
4–7 2 Sedang Diperlukan tindakan
8 – 10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera
Diperlukan tindakan sesegera
11 – 15 4 Sangat tinggi
mungkin

Nordic body map (NBM). Tingkat keluhan atau keparahan (severity)

gangguan pada sistem musculoskeletal dapat diukur dengan menggunakan Nordic

Body Map. Metode NBM bersifat subjektif dikarenakan keberhasilan aplikasi

metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada

saat penilaian dilakukan dan juga tergantung dari keahilan dan pengalaman dari

observer. Namun demikian, metode ini memiliki validitas dan reliabilitas yang

cukup baik karena dapat menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem

musculoskeletal yang meliputi 28 bagian otot tubuh.

Penilaian NBM dibagi atas 28 bagian otot pada sistem musculoskeletal

yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan

bagian paling bawah yaitu otot kaki, meliputi kedua sisi tubuh kanan dan kiri

(Gambar 13). Melalui metode ini dapat diketahui bagian otot mana saja yang

mengalami gangguan mulai dari tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai

dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit).


32

Gambar 13. Nordic body map (NBM)

Penentuan skoring pada kuesioner Nordic Body Map menggunakan desain

skala likert yang terdiri dari 4 skala. Definisi operasional dari skala tersebut dapat

dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8

Definisi Operasional Skala Likert Kuesioner NBM

Skala Kriteria
Skor 0 Tidak sakit (tidak ada keluhan/kenyerian pada otot-otot
atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh
pekerja selama melakukan pekerjaan).

Skor 1 Agak sakit (dirasakan sedikit adanya keluhan/kenyerian


pada bagian otot, tetapi belum mengganggu pekerjaan).

Skor 2 Sakit (dirasakan adanya keluhan/kenyerian atau sakit pada


bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaan, tetapi rasa
kenyerian segera hilang setelah istirahat dari pekerjaan)

Skor 3 Sangat sakit (dirasakan keluhan sangat sakit atau sangat


nyeri pada bagian otot dan kenyerian tidak segera hilang
meskipun telah beristirahan yang lama atau bahkan
diperlukan obat pereda nyeri otot).
33

Setelah melakukan wawancara dan pengisian kuesioner, maka selanjutnya

adalah menghitung total skor individu dari seluruh sistem musculoskeletal (28

bagian sistem musculoskeletal). Pada desain 4 skala likert ini, maka akan

diperoleh skor individu terendah adalah sebesar 0 dan skor tertinggi 84. Berikut

adalah klasifikasi subjektivitas tingkat risiko sistem musculoskeletal.

Tabel 9

Klasifikasi Subjektivitas Tingkat Risiko Sistem Musculoskeletal Berdasarkan


Total Skor Individu

Total Skor Keluhan Tingkat Kategori


Tindakan Perbaikan
Individu Risiko Risiko
0 – 20 0 Rendah Belum diperlukan adanya
tindakan perbaikan
21 – 41 1 Sedang Mungkin diperlukan
tindakan dikemudian hari
42 – 62 2 Tinggi Diperlukan tindakan segera
63 – 84 3 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan
sesegera mungkin

Landasan Teori

Berdasarkan penelaahan kepustakaan dan mengacu konsep dasar tentang

determinan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs), maka kerangka konsep

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 14 sebagai berikut:

ERGONOMI:
(Tarwaka, 2015) Keluhan Musculoskeletal:
Posisi kerja (Anies, 2014)
(Anies, 2014)

Gambar 14. Landasan teori


34

Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui

penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini terdapat satu

variabel bebas (independen) yaitu posisi kerja dan satu variabel terikat (dependen)

yaitu keluhan MSDs atau musculoskeletal disorders. (Gambar 15).

Variabel bebas Variabel terikat

Posisi kerja Keluhan MSDs


(Metode REBA) (Nordic Body Map)

Gambar 15. Kerangka konsep

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis yang dapat

dirumuskan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara posisi kerja

dengan keluhan musuculoskeletal disorders (MSDs) pada karyawan bagian

produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi tahun 2019.


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

menggambarkan hubungan antara variabel yang diteliti dengan menguji hipotesa

yang telah ditetapkan dengan menggunakan desain cross sectional, dimana

variabel dependen dan variabel independen pada objek penelitian diukur atau

dikumpulkan secara stimulan atau dalam waktu yang bersamaan (Soekidjo

Notoadmodjo, 2005).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi. Penelitian dilakukan di Pabrik Karet PT. ADEI Tebing Tinggi

yang beralamat di Jalan Imam Bonjol No. 239 Kel. Satria, Kec. Padang Hilir,

Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Waktu penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2019.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dari penelitian ini adalah karyawan bagian produksi di

Pabrik Karet PT. ADEI Tebing Tinggi yang berjumlah 196 orang.

Sampel. Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2005) sampel adalah sebagian

yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

quota sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan apabila sampel diambil

dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang

diinginkan (Sugiyono, 2010).

35
36

Kriteria inklusi responden yaitu hanya bekerja pada satu bagian kerja

tertentu dari proses produksi, bekerja pada satu shift kerja dan tidak memiliki

keterbatasan komunikasi. Kriteria eksklusi responden yaitu tidak bersedia untuk

diwawancara. Berdasarkan kriteria tersebut dan tahap proses produksi PT. ADEI

Tebing Tinggi (lihat Lampiran 3), diperoleh sampel sebanyak 25 orang, meliputi 5

orang bagian pembersihan, 5 orang bagian penggilingan, 5 orang bagian

penjemuran, 5 orang bagian pengeringan dan 5 orang bagian pengempaan.

Variabel dan Definisi Operasional

Penelitian ini terdiri dari variabel bebas (posisi kerja) dan variabel terikat

(keluhan MSDs). Definisi operasional akan ditunjukkan pada Tabel 10 sebagai

berikut:

Tabel 10

Definisi Operasional

Definisi
Variabel Cara Ukur Instrumen Kategori Skala
Variabel
Posisi Kerja Sikap atau Observasi Lembar 1. 1 = Sangat Ordinal
kondisi tubuh Dokumentasi penilaian Rendah
pada saat Pengukuran REBA, 2. 2-3 = Rendah
melakukan kamera, 3. 4-7 = Sedang
pekerjaan busur 4. 8-10 = Tinggi
5. 11-15 =
Sangat tinggi

Keluhan Keluhan pada Wawancara Nordic 1. 0 = Tidak Ordinal


Musculoskeletal bagian-bagian Pengisian Body Map sakit
otot rangka kuesioner 2. 1 = Agak sakit
yang dirasakan 3. 2 = Sakit
oleh para 4. 3 = Sangat
responden sakit
37

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Adapun data

yang dikumpulkan berupa posisi kerja, beban kerja dan data frekuensi keluhan

MSDs. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data langsung pada

responden melalui observasi dan pengisian kuesioner.

Observasi. Observasi meliputi pengamatan terhadap posisi tubuh

responden, mencatat beban kerja, merekam aktivitas responden yang dilakukan

pada saat responden melakukan pekerjaannya. Hasil observasi akan menjadi

acuan dalam penilaian risiko posisi tubuh menggunakan metode REBA.

Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah kamera.

Pengisian kuesioner. Dalam pengambilan data, instrumen yang

digunakan adalah lembar Nordic Body Map (NBM). Pengambilan data dilakukan

dengan teknik wawancara untuk mengetahui tingkat keluhan musculoskeletal

disorders responden. Wawancara dan pengisian lembar NBM dilakukan pada saat

jam istirahat agar tidak mengganggu aktivitas responden saat bekerja.

Metode Pengukuran

Penelitian ini menggunakan 2 tahap pengukuran. Tahap pertama adalah

mengukur risiko posisi kerja dengan menggunakan metode REBA (Rapid Entire

Body Assessment). Tahapan selanjutnya yaitu mengidentifikasi keluhan

musculoskeletal dengan menggunakan kuesioner NBM (Nordic Body Map).

REBA (rapid entire body assesment). Metode REBA digunakan untuk

menganalisa posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan

bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki secara bersamaan serta
38

menganalisa postur tubuh statis maupun dinamis yang terdapat perubahan cepat

atau stabil. Hal ini sesuai dengan posisi kerja karyawan PT. ADEI Tebing Tinggi

yang bekerja dalam berbagai posisi, yaitu berdiri, membungkuk, jongkok, dan

dengan postur yang dinamis. Proses penilaian risiko posisi kerja dilakukan dengan

cara merekam aktivitas responden pada saat melakukan pekerjaannya kemudian

dilakukan skoring atau menentukan nilai pada masing-masing anggota tubuh.

NBM (nordic body map). Dalam aplikasinya, metode NBM menggunakan

lembar kerja berupa kuesioner yang menggambarkan bagian-bagian tubuh yang

mungkin dikeluhkan oleh karyawan, meliputi 28 bagian otot pada sistem

musculoskeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri mulai dari leher hingga

pergelangan kaki. Melalui kuesioner ini dapat diketahui gambaran persepsi

pekerja terkait keluhan yang dirasakan pada bagian-bagian otot tubuh yang

berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

Editing. Melakukan pengecekan terhadap kemungkinan kesalahan

pengisian daftar pertanyaan dan ketidakserasian informasi.

Coding. Memberikan kode-kode tertentu untuk mempermudah

pengolahan terutama jika diolah dengan komputer.

a. Untuk variabel posisi kerja / risiko pekerjaan, pemberian kode dikategorikan

berdasarkan skor akhir REBA yaitu skor 11-15 = sangat tinggi (kode 1), skor

8-10 = tinggi (kode 2), skor 4-7 = sedang (kode 3), skor 2-3 = rendah (kode

4), dan skor 1 = sangat rendah (kode 5).


39

b. Untuk variabel Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) diberi kode 1

jika responden tidak mengalami keluhan / tidak sakit (skor = 0), kode 2 jika

responden sedikit mengalami keluhan / agak sakit (skor = 1), kode 3 jika

responden mengalami keluhan / sakit (skor = 2) dan kode 4 jika responden

sangat merasakan keluhan / sangat sakit (skor = 3).

c. Kriteria atau kategori skor jawaban responden atas pengukuran risiko kerja

dan kuesioner penelitian dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Variabel posisi kerja. Jika hasil pengukuran responden menunjukkan

skor 1 atau sangat rendah (kode 5) maka diberi kode 1. Artinya posisi

kerja tidak berisiko mengakibatkan keluhan MSDs. Sementara jika

hasil pengukuran menunjukkan skor 2-3 atau rendah (kode 4), skor 4-

7 atau sedang (kode 3), skor 8-10 atau tinggi (kode 2) dan skor 11-15

atau tinggi (kode 1) maka diberi kode 2. Artinya posisi kerja berisiko

mengakibatkan keluhan MSDs.

2) Variabel keluhan musculoskeletal disorders. Jika tingkat risiko hasil

perhitungan total skor NBM 0 (rendah) maka diberi kode 1. Artinya

tidak ada keluhan musculoskeletal. Sementara jika tingkat risiko 1

(sedang), 2 (tinggi) dan 3 (sangat tinggi) maka diberi kode 2. Artinya

terdapat keluhan musculoskeletal.

Tabulating. Mengorganisir data sedemikian rupa hingga mudah dijumlah,

disusun dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

Analisis data. Analisis data dilakukan dengan 2 cara yaitu analisis

univariat dan analisis bivariat.


40

Analisis univariat. Analisis univariat ini dilakukan dengan menggunakan

uji deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan variabel posisi kerja dan keluhan

musculoskeletal dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Analisis bivariat. Analisis digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik chi-square

dengan bantuan program komputer. Taraf signifikansi atau Confident Interval (CI)

yang digunakan adalah 95%, dengan derajat kebebasan (df= 1), dan nilai

kemaknaan α 0,05 (α = 5%). Kriteria hubungan berdasarkan nilai P value, jika P

value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan

antara kedua variabel. Sebaliknya, jika P value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha

diterima yang artinya terdapat hubungan antara kedua variabel.


Hasil Penelitian

Profil Perusahaan

PT. ADEI Tebing Tinggi adalah sebuah perseroan terbatas yang di dirikan

tanggal 20 Februari 1954 berdasarkan Akta No. 8 Tanggal 07/04/2008, Notaris

Hasan Gelar Soetan Pane Parohoem serta telah memiliki Surat Izin Usaha

Perdagangan (SIUP) Nomor: 4752/4670/1.1/0601/09/2014. Perusahaan ini

bergerak dalam industri karet remah (crumb rubber).

Sejarah dan perkembangan PT. ADEI Tebing Tinggi. PT. ADEI

Tebing Tinggi adalah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang industri

pengolahan karet dan eksportir karet remah. Perusahaan ini didirikan pada tahun

1954, dengan akta notaris berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN).

Perusahaan ini pada awal berdiri bernama ADEI Trading Company

Limited yang didirikan pada tanggal 20 Februari 1954, kemudian pada tanggal 15

Mei 1954 terjadi perubahan nama lagi menjadi PT. ADEI Crumb Factory.

Selanjutnya pada tahun 1994 perusahaan berubah nama menjadi PT ADEI

Plantation and Industry, dimana perusahaan ingin membuka perkebunan di

provinsi Riau namun tidak terealisasi karena ditinjau tidak memberikan hasil yang

baik.

Perkembangan zaman menyebabkan perusahaan berubah nama lagi

menjadi PT ADEI Crumb Rubber Industry pada tahun 1997 sampai sekarang. PT

ADEI Crumb Rubber Industry berkedudukan di Jalan Ahmad Yani No. 82 Medan

sebagai kantor administrasi perusahaan dan pabrik pengolahan berlokasi di Jalan

41
42

Imam Bonjol, Kel. Satria, Kec. Padang Hilir, Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Luas lahan yang dimiliki ± 10 Ha.

PT. ADEI mengekspor produksinya ke negara Korea, Jepang, China,

Jerman, dan negara-negara lainnya. Perusahaan memiliki 304 orang karyawan

yang artinya jumlah pekerja dan keluarga yang tergantung penghidupannya

kepada perusahaan berjumlah ± 8.000 orang.

Visi dan misi. Adapun visi dan misi PT. ADEI Tebing Tinggi adalah

sebagai berikut.

Visi. Menjadi perusahaan Crumb Rubber berkelas Internasional yang

mampu bersaing dan memuaskan pelanggan serta memenuhi persyaratan

perundangan-undangan yang berlaku.

Misi. Misi PT. ADEI Tebing Tinggi adalah sebagai berikut:

1. Memberlakukan sistem manajemen mutu SNI ISO 9001 : 2015 yang

mengacu pada standar internasional serta perundang-undangan yang

berlaku.

2. Meningkatkan produktivitas dengan menjaga konsistensi mutu secara

efektif dan kompetitif.

3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan secara

berkala dan berkesinambungan.

4. Menjadi lingkungan kerja yang kondusif dan produktif bagi karyawan.

5. Menangani resiko dan peluang untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

6. Menggunakan sumber daya dengan efisien dan efektif untuk

meningkatkan kepuasan dan harapan pelanggan.


43

7. Menjalankan tanggung jawab sosial bagi masyarakat dan menguntungkan

perusahaan.

Struktur organisasi. Struktur organisasi PT. ADEI Tebing Tinggi dapat

dilihat pada Gambar 17 berikut.

Gambar 16. Struktur organisasi PT. ADEI Tebing Tinggi

Proses Produksi PT. ADEI Tebing Tinggi

Proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi dilakukan melalui

proses pabrikasi dengan menggunakan mesin pengolahan. Standar proses

pengolahan bahan olah karet (bokar) terdiri dari penerimaan bahan olah,

penyimpanan bahan olah, pencacahan dan pencampuran, pengujian produk jadi,

pengemasan, penyimpanan produk jadi dan pendistribusian. Tahapan pengolahan

bahan dalam proses produksi adalah sebagai berikut.

Pembersihan. Tahap awal setelah bahan baku dibeli dari pedagang

perantara adalah pembersihan. Pada proses ini semua bahan baku karet mentah
44

atau lumbs disortir terlebih dahulu untuk memisahkan sampah-sampah yang

tercampur di dalam bahan baku dengan menggunakan mesin pembersih

hammermill atau mesin giling paku. Setelah dilakukan penyortiran, bahan baku

karet tersebut dimasukkan ke mesin pencacah hingga membentuk butiran. Karet

kemudian dialirkan melalui ban berjalan dan dimasukkan ke dalam mesin

granulator dengan bantuan air mengalir agar karet lebih bersih. Selanjutnya karet

dialirkan ke mesin prebreaker untuk memperoleh karet yang bersih dari kototran

sebelum dilakukan penggilingan.

Penggilingan. Setelah melalui tahap pembersihan, bahan olah yang telah

berbentuk cacahan kemudian dicampur secara makro (macro blending) untuk

memperoleh keseragaman. Lalu dilanjutkan dengan pencampuran secara mikro

(micro blending) dengan gilingan krep untuk memperbaiki keseragaman hasil dan

mempersingkat waktu pengeringan. Hasil gilingan berbentuk selendang atau

lembaran panjang dengan ketebalan antara 8-10 mm selanjutnya digulung dan

dilakukan penimbangan. Masing-masing gulungan memiliki berat ± 200 kg.

Penjemuran. Lembaran karet hasil penggilingan kemudian dijemur

dengan sistim pengeringan gantung, yaitu menggantung lembaran basah dari

gilingan krep di dalam kamar pengeringan selama 8-14 hari. Setelah melalui tahap

penjemuran, lembaran-lembaran karet tersebut dicincang halus hingga berbentuk

butiran remah. Proses pencincangan juga disebut dengan proses peranjangan yang

dilakukan dengan mesin shredder. Ukuran pecahan getah setelah diranjang harus

di bawah 8 mm. Selanjutnya remahan karet hasil peranjangan diisi merata ke


45

dalam cetakan yang disebut talang untuk melalui proses pengeringan dengan

mesin dryer.

Pengeringan. Proses pengeringan dengan mesin dryer diawasi dan

dikendalikan oleh operator. Butiran remah karet yang telah diisi ke dalam talang

selanjutnya dimasukkan ke dalam dryer untuk dimasak hingga matang dengan

suhu 120-125oC dengan waktu 10-12 menit. Di dalam dryer terdapat tiga tahapan,

yaitu tahap pengeringan, tahap pemasakkan atau pengapian dan tahap

pendinginan. Dengan demikian karet yang telah keluar dari dryer merupakan

karet matang yang siap untuk dikepak.

Pengempaan. Karet yang sudah matang kemudian ditimbang dan dipress

(pengempaan) hingga berbentuk bal-bal. Setiap bal memiliki berat ± 35 kg dengan

ketinggian kurang dari 7 inchi. Untuk mengempa karet hingga berbentuk bal

digunakan mesin twin chamber. Sebelum proses pengempaan karet harus

dipastikan dalam keadaan cukup dingin (dibawah 45 oC). Setiap bal diperiksa

secara manual dan visual untuk memastikan tidak ada kontaminasi bahan asing

atau mengandung white spot dengan mengambil sampel dari setiap bal untuk

diperiksa. Setiap bal yang mengandung white spot akan dipisahkan untuk

diidentifikasi dan diambil tindakan segera agar hal yang sama tidak terjadi lagi

dengan tujuan agar kualitas produk tetap terjaga.

Analisis Univariat

Responden dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT.

ADEI Tebing Tinggi yang berjumlah 25 orang dengan keseluruhan responden

berjenis kelamin laki-laki, meliputi 5 orang bagian pembersihan, 5 orang bagian


46

penggilingan, 5 orang bagian penjemuran, 5 orang bagian pengeringan dan 5

orang bagian pengempaan dengan deskripsi sebagai berikut:

Umur. Distribusi responden berdasarkan umur adalah sebagai berikut

(Tabel 11).

Tabel 11

Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)


23 – 27 4 16,0
28 – 32 3 12,0
33 – 37 3 12,0
38 – 42 2 8,0
43 – 47 4 16,0
48 – 52 7 28,0
53 – 57 2 8,0
Total 25 100,0

Pengelompokan umur menggunakan metode klasifikasi stugers.

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat 4 orang (16,0%) yang berada

pada kelompok umur 23 sampai 27 tahun, pada kelompok umur 28 sampai 32

tahun sebanyak 3 orang (12,0 %), pada kelompok umur 33 sampai 37 tahun

sebanyak 3 responden (12,0%) dan sebanyak 2 orang (8,0%) berada di rentang

usia 53 sampai 57 tahun.

Masa kerja. Distribusi responden berdasarkan masa kerja adalah sebagai

berikut (Tabel 12).


47

Tabel 12

Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja (Tahun) Frekuensi Persentase (%)


5 1 4,0
7 5 20,0
8 1 4,0
9 1 4,0
10 2 8,0
13 1 4,0
15 1 4,0
23 2 8,0
24 1 4,0
25 2 8,0
26 1 4,0
27 2 8,0
29 1 4,0
30 1 4,0
32 1 4,0
34 1 4,0
35 1 4,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa masa kerja paling rendah yang

dimiliki oleh orang adalah 5 tahun dan paling lama yaitu 35 tahun. Terdapat 1

orang (4,0%) yang memiliki masa kerja 5 tahun, sebanyak 5 orang memiliki masa

kerja 7 tahun (20,0 %), sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 8 tahun (4,0%),

sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 9 tahun (4,0%), sebanyak 2 orang memiliki

masa kerja 10 tahun (8,0%), sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 13 tahun

(4,0%), sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 15 tahun (4,0%), sebanyak 2 orang

memiliki masa kerja 23 tahun (8,0%), sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 24

tahun (4,0%), sebanyak 2 orang memiliki masa kerja 25 tahun (8,0%), sebanyak

1 orang memiliki masa kerja 26 tahun (4,0%), sebanyak 2 orang memiliki masa

kerja 27 tahun (8,0%), sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 29 tahun (4,0%),
48

sebanyak 1 responden orang masa kerja 30 tahun (4,0%), sebanyak 1 orang

memiliki masa kerja 32 tahun (4,0%), sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 34

tahun (4,0%), dan sebanyak 1 orang memiliki masa kerja 35 tahun (4,0%)

Posisi kerja. Distribusi responden berdasarkan posisi kerja adalah sebagai

berikut.

Tabel 13

Distribusi Responden Berdasarkan Posisi Kerja

Posisi Kerja Frekuensi Persentase (%)


Ergonomis 0 0
Tidak Ergonomis 25 100,0
Total 25 100,0

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa seluruh responden yang

berjumlah 25 orang (100%) memiliki posisi kerja tidak ergonomis.

Skor nordic body map (NBM). Distribusi responden berdasarkan skor

nordic body map adalah sebagai berikut.

Tabel 14

Distribusi Responden Berdasarkan Skor NBM

Kategori Risiko Frekuensi Persentase (%)


Rendah 1 4,0
Sedang 17 68,0
Tinggi 6 24,0
Sangat Tinggi 1 4,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang (4,0%)

memiliki skor NBM rendah, 17 orang (68,0%) memiliki skor NBM sedang, 6

orang (24,0%) memiliki skor NBM tinggi dan 1 orang (4,0%) memiliki skor
49

NBM sangat tinggi. Dengan demikian dapat dikategorikan bahwa sebanyak 1

orang (4,0%) tidak mengalami keluhan MSDs dan sebanyak 24 orang (96%) yang

terdiri dari kategori risiko sedang, tinggi dan sangat tinggi, mengalami keluhan

MSDs.

Keluhan musculoskeletal pada leher. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada leher adalah sebagai berikut.

Tabel 15

Distribusi Keluhan pada Leher Bagian Atas

Keluhan Leher Bagian Frekuensi Persentase (%)


Atas
Tidak Sakit 10 40,0
Sakit 15 60,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada leher bagian atas sebanyak 10 orang

(40%), sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada leher

bagian atas sebesar 15 orang (60%).

Tabel 16

Distribusi Keluhan pada Leher Bagian Bawah

Keluhan Leher Bagian Frekuensi Persentase (%)


Bawah
Tidak Sakit 10 40,0
Sakit 15 60,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada leher bagian bawah sebanyak 10 orang


50

(40%), sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada leher

bagian bawah sebesar 15 orang (60%).

Keluhan musculoskeletal pada bahu. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada bahu adalah sebagai berikut.

Tabel 17

Distribusi Keluhan pada Bahu

Keluhan Bahu Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 2 8,0
Sakit 23 92,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada bahu sebanyak 2 orang (8%), sedangkan

responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada bahu sebesar 23 orang

(93%).

Keluhan musculoskeletal pada lengan. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskletal pada lengan adalah sebagai berikut.

Tabel 18

Distribusi Keluhan pada Lengan Atas

Keluhan Lengan Atas Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 1 4,0
Sakit 24 96,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada lengan atas sebanyak 1 orang (4%),


51

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada lengan atas

sebesar 24 orang (96%).

Tabel 19

Distribusi Keluhan pada Lengan Bawah

Keluhan Lengan Bawah Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 2 8,0
Sakit 23 92,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada lengan bawah sebanyak 2 orang (8%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada lengan

bawah sebesar 23 orang (92%).

Keluhan musculoskeletal pada siku. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada siku adalah sebagai berikut.

Tabel 20

Distribusi Keluhan pada Siku

Keluhan Siku Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 2 8,0
Sakit 23 92,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada siku sebanyak 2 orang (8%), sedangkan

responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada siku sebesar 23 orang

(92%).
52

Keluhan musculoskeletal pada tangan. Distribusi responden

berdasarkan keluhan musculoskeletal pada tangan adalah sebagai berikut.

Tabel 21

Distribusi Keluhan pada Pergelangan Tangan

Keluhan Pergelangan Frekuensi Persentase (%)


Tangan
Tidak Sakit 14 56,0
Sakit 11 44,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada pergelangan tangan sebanyak 14 orang

(56%), sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal

pergelangan pada tangan sebesar 11 orang (44%).

Tabel 22

Distribusi Keluhan pada Tangan

Keluhan Tangan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 18 72,0
Sakit 7 28,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada tangan sebanyak 18 orang (72%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada tangan

sebesar 7 orang (28%).

Keluhan musculoskeletal pada punggung. Distribusi responden

berdasarkan keluhan musculoskeletal pada punggung adalah sebagai berikut.


53

Tabel 23

Distribusi Keluhan pada Punggung

Keluhan Punggung Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 2 8,0
Sakit 23 92,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada punggung sebanyak 2 orang (8%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada punggung

sebesar 23 orang (92%).

Keluhan musculoskeletal pada pinggang. Distribusi responden

berdasarkan keluhan musculoskeletal pinggang adalah sebagai berikut.

Tabel 24

Distribusi Keluhan pada Pinggang

Keluhan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 2 8,0
Sakit 23 92,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada pinggang sebanyak 2 orang (8%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada pinggang

sebesar 23 orang (92%).

Keluhan musculoskeletal pada pantat. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada pantat adalah sebagai berikut.


54

Tabel 25

Distribusi Keluhan pada Buttock

Keluhan Buttock Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 10 40,0
Sakit 15 60,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada buttock sebanyak 10 orang (40%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal buttock sebesar

15 orang (60%).

Tabel 26

Distribusi Keluhan pada Buttom

Keluhan Buttom Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 21 84,0
Sakit 4 16,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada buttom sebanyak 21 orang (84%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada buttom

sebesar 4 orang (16%).

Keluhan musculoskeletal pada paha. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada paha adalah sebagai berikut.


55

Tabel 27

Distribusi Keluhan pada Paha

Keluhan Paha Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 6 24,0
Sakit 19 76,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada paha sebanyak 6 orang (24%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada paha sebesar

19 orang (76%).

Keluhan musculoskeletal pada lutut. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada lutut adalah sebagai berikut.

Tabel 28

Distribusi Keluhan pada Lutut

Keluhan Lutut Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 2 8,0
Sakit 23 92,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada lutut sebanyak 2 orang (8%), sedangkan

responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada lutut sebesar 23 orang

(92%).

Keluhan musculoskeletal pada betis. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada betis adalah sebagai berikut.


56

Tabel 29

Distribusi Keluhan pada Betis

Keluhan Betis Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 4 16,0
Sakit 21 84,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada betis sebanyak 4 orang (16%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada betis sebesar

21 orang (84%).

Keluhan musculoskeletal pada kaki. Distribusi responden berdasarkan

keluhan musculoskeletal pada kaki adalah sebagai berikut.

Tabel 30

Distribusi Keluhan Pergelangan pada Kaki

Keluhan Pergelangan Frekuensi Persentase (%)


Kaki
Tidak Sakit 14 56,0
Sakit 11 44,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada pergelangan kaki sebanyak 14 orang

(56%), sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada

pergelangan kaki sebesar 11 orang (44%).


57

Tabel 31

Distribusi Keluhan pada Kaki

Keluhan Kaki Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sakit 16 64,0
Sakit 9 36,0
Total 25 100,0

Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa responden yang tidak

mengalami keluhan musculoskeletal pada kaki sebanyak 16 orang (64%),

sedangkan responden yang mengalami keluhan musculoskeletal pada kaki sebesar

9 orang (36%).

Analisis Bivariat

Hubungan antara posisi kerja dengan keluhan musculoskeletal pada

karyawan bagian produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi.

Tabel 32

Tabulasi Silang Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal

Keluhan MSDs
Tidak Ada Total
Posisi Kerja Ada Keluhan
Keluhan
n % n % n %
Tidak Ergonomis 1 4,0 14 96,0 25 100,0
Ergonomis 0 0 0 0 0 0

Hasil pengukuran posisi kerja yang didapat dengan menggunakan metode

REBA bernilai konstan (seluruh responden berada pada posisi kerja tidak

ergonomis) sehingga tidak dapat dilakukan analisis data.

Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang (4,0%) berada

pada posisi kerja tidak ergonomis tidak mengalami keluhan musculoskeletal dan
58

sebanyak 24 orang (96,0%) yang berada pada posisi kerja tidak ergonomis

mengalami keluhan musculoskeletal.

Hubungan antara posisi kerja dengan keluhan musculoskeletal

berdasarkan tahap produksi pada karyawan di pabrik karet PT. ADEI

Tebing Tinggi

Tabel 33

Tabulasi Silang Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Berdasarkan


Tahap Produksi

Keluhan MSDs
Posisi Kerja Tidak Ada
Bagian Ada keluhan
Keluhan
n % n %
Pembersihan Tidak ergonomis 5 100,0 0 0
Ergonomis - - - -
Penggilingan Tidak ergonomis 4 80,0 1 20,0
Ergonomis - - - -
Penjemuran Tidak ergonomis 5 100,0 0 0
Ergonomis - - - -
Pengeringan Tidak ergonomis 5 100,0 0 0
Ergonomis - - - -
Pengempaan Tidak ergonomis 5 100,0 0 0
Ergonomis - - - -

Berdasarkan Tabel 33, dapat dilihat bahwa pada tahap pembersihan

terdapat 5 orang (100,0%) dengan posisi kerja tidak ergonomis dan mengalami

keluhan MSDs. Pada tahap penggilingan terdapat 5 orang (100,0%) dengan posisi

kerja tidak ergonomis dimana sebanyak 4 orang (80,0%) mengalami keluhan

MSDs dan 1 orang (20,0%) tidak mengalami keluhan MSDs. Pada tahap

penjemuran terdapat 5 orang (100,0%) dengan posisi kerja tidak ergonomis dan

mengalami keluhan MSDs. Pada tahap pengeringan terdapat 5 orang (100,0%)

dengan posisi kerja tidak ergonomis dan mengalami keluhan MSDs. Pada tahap
59

pengempaan terdapat 5 orang orang (100,0%) dengan posisi kerja tidak ergonomis

dan mengalami keluhan MSDs.


Pembahasan

Hubungan antara Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal pada


Karyawan Bagian Produksi di Pabrik Karet PT ADEI Tebing Tinggi

Hasil pengukuran posisi kerja yang didapat dengan menggunakan metode

REBA bernilai konstan dimana sebanyak 25 orang karyawan (100%) berada pada

posisi kerja tidak ergonomi sehingga tidak dapat dilakukan analisis bivariat

terhadap dua variabel (posisi kerja dengan keluhan MSDs). Dengan demikian

dapat diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara posisi kerja dengan keluhan

musculoskeletal pada karyawan bagian produksi di pabrik karet PT. ADEI Tebing

Tinggi.

Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang (4,0%) yang

berada pada posisi kerja tidak ergonomis tidak mengalami keluhan

musculoskeletal dan sebanyak 24 orang (96,0%) yang berada pada posisi kerja

tidak ergonomis mengalami keluhan musculoskeletal. Berdasarkan hasil kuesioner

nordic body map diketahui bahwa keluhan terbanyak dirasakan pada bagian

lengan atas sebanyak 24 orang (98%), diikuti dengan keluhan pada bahu, lengan

bawah, siku, punggung, pinggang dan lutut yaitu sebanyak 23 orang (92%),

keluhan ketiga terbanyak adalah pada betis yang dirasakan oleh 21 orang (84%),

serta keluhan yang paling sedikit dirasakan yaitu pada pantat/buttom sebanyak 4

orang (16%).

Berdasarkan hasil observasi pada proses pembersihan, penggilingan,

pengeringan dan pengempaan, karyawan melakukan pekerjaannya dengan posisi

berdiri secara dinamis selama 7 jam kerja. Hal ini diduga menjadi penyebab

60
61

timbulnya keluhan musculoskeletal lutut sebab sendi pada lutut berfungsi

menopang bobot tubuh selama berdiri dan berjalan. Sedangkan pada tahap

penjemuran dilakukan dengan posisi jongkok. Menurut Tarwaka (2015), posisi

jongkok > 4 jam/hari dapat menimbulkan potensi bahaya ergonomi sebab terjadi

penumpukan asam laktat pada otot lutut yang menimbulkan rasa nyeri dan pegal.

Proses angkat bokar (bahan olah karet) selama tahap pembersihan

dilakukan dengan alat bantu gancu dimana bahan tersebut berada di dasar lantai

sehingga karyawan harus membungkukkan punggungnya agar dapat menjangkau

dan memindahkannya ke meja pemotong bokar. Pada tahap penggilingan dan

pengeringan, proses memindahkan bokar dilakukan dengan posisi membungkuk

agar dapat menjangkau bokar dan memindahkannya ke mesin penggilingan.

Menurut Tarwaka (2015) bekerja dengan membungkukkan badan ke depan (tanpa

menopang atau variasi sikap tubuh) > 30o untuk > 4 jam/hari, atau > 45o untuk > 2

jam/hari dapat menimbulkan potensi bahaya ergonomi sehingga hal tersebut

memungkinkan menjadi penyebab timbulnya keluhan musculoskeletal punggung

dan pinggang.

Bokar yang harus di angkat selama tahap pembersihan memiliki bobot

bervariasi mulai dari 1kg hingga >20 kg, setiap bokar yang memiliki bobot >10

kg diangkat oleh dua hingga tiga orang dengan frekuensi angkat secara repetitif ≤

2 kali per menit. Selama tahap penggilingan, penjemuran, dan pengeringan, bokar

dipindahkan dengan cara didorong menggunakan alat bantu dorong berupa troli.

Bobot setiap troli > 200 kg dan didorong oleh satu orang. Sedangkan pada tahap

pengempaan, karet yang sudah matang dipindahkan untuk ditimbang dan dipress
62

hingga berbentuk bal-bal, setiap bal karet memiliki bobot ± 35 kg dan diangkut oleh

satu orang. Pada saat menggangkat beban, posisi siku berada diatas bahu. Posisi

tersebut memungkinkan menjadi salah satu penyebab adanya keluhan MSDs pada

lengan, bahu dan siku sebab menurut Tarwaka (2015), mengangkat beban yang

berat dengan frekuensi tinggi dan posisi tangan di atas kepala atau siku di atas

bahu secara repetitif > 1 kali/menit, > 4 jam/hari dapat menimbulkan potensi

bahaya ergonomi.

Hubungan antara Posisi Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal


Berdasarkan Tahap Produksi pada Karyawan Bagian Produksi PT. ADEI
Tebing Tinggi

Sebanyak 25 orang karyawan (100%) memiliki posisi kerja tidak

ergonomis. Analisis bivariat terhadap dua variabel (risiko posisi kerja dengan

keluhan MSDs) tidak dapat dilakukan sehingga tidak dapat diperoleh hasil tahap

produksi mana yang memiiliki risiko tertinggi dalam menyebabkan keluhan

MSDs. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa seluruh tahap produksi, yaitu

tahap pembersihan, penggilingan, penjemuran, pengeringan, dan pengempaan

pada pabrik karet PT. ADEI Tebing Tinggi berisiko dalam menyebabkan keluhan

musculoskeletal.

Berdasarkan Tabel 33, dapat dilihat bahwa pada tahap pembersihan

terdapat 5 orang karyawan (100,0%) dengan posisi kerja tidak ergonomis dan

mengalami keluhan MSDs. Pengukuran sampel dilakukan pada saat karyawan

melakukan aktivitas membersihkan bahan baku karet. Hasil pengukuran posisi

kerja menunjukkan bahwa pada proses ini terdapat sebanyak 2 orang (40%)

memiliki risiko posisi kerja sangat tinggi dan 3 orang (60%) berisiko tinggi. Pada
63

proses ini mayoritas karyawan bekerja dalam posisi berdiri dengan membentuk

sudut badan 200-600 ke depan sehingga menyebabkan keluhan MSDs punggung

dan pinggang pada 5 responden (100%). Bagian tubuh selanjutnya yaang sering

mengalami keluhan adalah lutut dan betis yang dirasakan oleh 5 orang (100%)

karena berfungsi untuk menopang tubuh saat berdiri dan berjalan. Tangan banyak

melakukan pergerakan untuk mengambil dan memindahkan bahan baku sehingga

keluhan MSDs bahu dan lengan adalah keluhan MSDs berikutnya yang banyak

dirasakan yaitu sebanyak 4 orang (80%).

Pada tahap penggilingan terdapat 5 orang karyawan (100,0%) dengan

posisi tidak ergonomis dimana sebanyak 4 orang (80,0%) mengalami keluhan

MSDs dan 1 orang (20,0%) tidak mengalami keluhan MSDs. Pengukuran sampel

dilakukan pada saat melakukan aktivitas penggilingan bahan olah karet, yaitu

pada saat karyawan memantau karet yang di giling secara macro blending

menggunakan mesin, dan pada saat karyawan memindahkan karet yang telah

keluar dari proses macro blending untuk dilanjutkan ke proses micro blending

dengan bantuan mesin. Hasil pengukuran posisi kerja menunjukkan bahwa pada

proses ini terdapat sebanyak 2 orang (40%) memiliki risiko posisi kerja sangat

tinggi dan 3 orang (60%) berisiko rendah. Pada proses ini, tangan banyak

melakukan gerakan untuk mengambil dan memindahkan bahan baku. Pada saat

melakukan aktivitas tersebut, lengan atas membentuk sudut 46 0-900 sedangkan

lengan bawah membentuk sudut >1000 sehingga sebanyak 5 orang (100%)

merasakan keluhan MSDs pada lengan atas, siku dan lengan bawah. Keluhan

terbanyak berikutnya yang dirasakan oleh seluruh karyawan di tahap ini adalah
64

pada bagian lutut dan betis yang berfungsi untuk menopang tubuh pada saat

berdiri dan berjalan.

Pada tahap penjemuran terdapat 5 orang karyawan (100,0%) dengan posisi

kerja tidak ergonomis dan mengalami keluhan MSDs. Pengukuran sampel

dilakukan pada saat karyawan melakukan aktivitas pemindahan karet basah ke

ruang penjemuran dan pada saat proses penjemuran berlangsung. Hasil

pengukuran posisi kerja menunjukkan bahwa pada proses ini terdapat sebanyak 2

orang (40%) memiliki risiko posisi kerja sangat tinggi dan 3 orang (60%) berisiko

tinggi. Pada proses ini mayoritas karyawan bekerja dalam posisi berdiri dan

jongkok, dengan membentuk sudut badan 200-600 ke depan pada saat mendorong

troli yang berisi karet basah, dan membentuk sudut 20 0-600 ke depan pada saat

berjongkok untuk melakukan penjemuran sehingga menyebabkan keluhan MSDs

punggung dan pinggang pada kelima responden (100%). Bagian tubuh selanjutnya

yang banyak dirasakan keluhan MSDs oleh seluruh responden tahap ini adalah

lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan karena pada saat menahan

troli yang di dorong dan memindahkan lembaran karet basah ke alat penjemuran,

lengan atas membentuk sudut 210-450 sedangkan lengan bawah membentuk sudut

>1000. Keluhan pada lutut dan betis juga menjadi yang tertinggi karena berfungsi

untuk menopang tubuh pada saat berdiri, berjongkok dan berjalan.

Pada tahap pengeringan terdapat 5 orang karyawan (100,0%) dengan

posisi kerja tidak ergonomis dan mengalami keluhan MSDs. Pengukuran sampel

dilakukan pada saat karyawan melakukan aktivitas pemindahan karet kering dari

ruang penjemuran ke ruang pengeringan. Hasil pengukuran posisi kerja


65

menunjukkan bahwa pada proses ini terdapat sebanyak 2 orang (40%) memiliki

risiko posisi kerja sangat tinggi dan 1 orang (20%) berisiko tinggi dan 2 orang

(40%) berisiko rendah. Pada proses ini mayoritas karyawan bekerja dalam posisi

berdiri dengan membentuk sudut badan > 600 ke depan pada saat memindahkan

karet kering ke dalam mesin pencacah sehingga menyebabkan keluhan MSDs

leher, punggung dan pinggang seluruh karyawan. Bagian tubuh yang banyak

melakukan gerakan adalah tangan yang berfungsi untuk memindahkan karet ke

dalam mesin pencacah dan mengisi butiran remah karet yang mengalir dari mesin

pencacah ke dalam talang yang selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin dryer.

Pada saat melakukan aktivitas tersebut, lengan atas membentuk sudut 46 0-900

sedangkan lengan bawah membentuk sudut >100 0 sehingga menyebabkan

keluhan pada bahu, lengan atas, siku dan lengan bawah. Selain tangan, paha dan

lutut juga menjadi keluhan yang dirasakan oleh seluruh karyawan karena

berfungsi untuk menopang tubuh saat berdiri.

Pada tahap pengempaan terdapat 5 orang karyawan (100,0%) dengan

posisi kerja tidak ergonomis dan mengalami keluhan MSDs. Pengukuran sampel

dilakukan pada saat karyawan melakukan aktivitas pengepressan karet matang

yang keluar dari mesin dryer dan melakukan pemeriksaan manual karet bal. Hasil

pengukuran posisi kerja menunjukkan bahwa pada proses ini terdapat sebanyak 2

orang (40%) memiliki risiko posisi kerja sangat tinggi dan 2 orang (40%) berisiko

tinggi dan 1 orang (20%) berisiko rendah. Pada proses ini mayoritas karyawan

bekerja dalam posisi berdiri dengan membentuk sudut badan 200-600 ke depan

pada saat memindahkan karet kering ke dalam mesin twin chamber dan
66

melakukan pemeriksaan manual, sehingga menyebabkan keluhan MSDs

punggung dan pinggang pada seluruh karyawan. Bagian tubuh yang banyak

melakukan gerakan adalah tangan yang berfungsi untuk mengangkat dan

memindahkan karet serta memeriksa bagian-bagian karet dari benda asing. Pada

saat melakukan aktivitas tersebut, lengan atas membentuk sudut 210-450

sedangkan lengan bawah membentuk sudut <600 sehingga keluhan MSDs lengan

atas, siku dan lengan bawah menjadi keluhan yang banyak dirasakan berikutnya.

Selain tangan, kaki juga banyak melakukan gerakan berjalan sehingga keluhan

pada lutut dirasakan oleh seluruh karyawan pada tahap ini.

Keterbatasan Penelitian

Selama melakukan penelitian ini, peneliti mengalami kendala ketika akan

melakukan survey karena perizinan ke pihak perusahaan yang cukup sulit.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara posisi kerja dengan

keluhan musculoskeletal pada karyawan bagian produksi di pabrik karet PT.

ADEI Tebing Tinggi, dapat disimpulkan bahwa:

1. Sebanyak 25 karyawan (100%) bekerja pada posisi yang tidak ergonomis dan

sebanyak 24 karyawan (80%) mengalami keluhan musculoskeletal. Data

posisi kerja bernilai konstan sehingga tidak dapat dilakukan analisis data.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara posisi

kerja dengan keluhan musculoskeletal.

2. Seluruh tahap produksi berisiko menyebabkan keluhan MSDs, dengan risiko

tertinggi ada pada tahap pembersihan dan penjemuran dengan masing-masing

tahap terdapat 2 karyawan (40%) berisiko sangat tinggi dan 3 karyawan

(60%) berisiko tinggi.

Saran

Karyawan diharapkan lebih memperhatikan posisi kerja dan melakukan

perubahan dalam hal aktivitas kerja yang disesuaikan dengan kenyamanan tubuh

saat bekerja, seperti; meletakkan objek dengan tepat di dalam jangkauan lengan

agar tidak perlu membungkuk dalam menjangkau objek; melakukan variasi

gerakan apabila mulai merasa lelah seperti membungkuk, duduk, berlutut, dan

jongkok; dan bekerja secara berpasangan untuk mengangkat objek yang berat.

Jika dimungkinkan menyediakan peralatan kerja yang dapat diatur untuk

setiap pekerjaan yang berbeda-beda. Pada tahap penjemuran dapat menyediakan

67
68

kursi pendek untuk pekerjaan yang dilakukan di lantai atau dengan posisi jongkok

pada saat proses penjemuran.

Edukasi mengenai posisi kerja yang baik dan bagaimana melakukan

peregangan otot yang benar juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran

para karyawan terhadap potensi bahaya akibat posisi kerja yang tidak ergonomis

demi meningkatkan kesehatan personal dan mengurangi risiko terjadinya penyakit

akibat kerja seperti keluhan musculoskeletal.


Daftar Pustaka

Anies. (2014). Kedokteran okupasi: berbagai penyakit akibat kerja dan upaya
penanggulangan dari aspek kedokteran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. (2018). Luas Tanaman Perkebunan


Menurut Propinsi dan Jenis Tanaman Indonesia (000 Ton), 2012-2017*).
Diakses dari https://www.bps.go.id/-dynamictable/2015/09/04/838/luas-
tanaman-perkebunan-menurut-prop-insi-dan-jenis-tanaman-indonesia-
000-ha-2011-2017-.html

Budiman, E., & Setyaningrum, R. (2012). Perbandingan metode-metode


biomekanika untuk menganalisis postur pada aktivitas manual material
handling (MMH) kajian pustaka. JATI Undip: Jurnal Teknik Industri, 1(3),
46-52. Diakses dari https://doi.org/10.12777/jatii.1.3.46-55

Iridiasti, H. (2014). Ergonomi : suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya Offset.

Meilani, F., Asnifatima, A., & Fatimah, A. (2018). Faktor-faktor yang


mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja
operator sewing di PT. Dasan Pan Fasific Indonesia Tahun 2018. Jurnal
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 1(1),65. Diakses dari
http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/PROMOTOR/article/view/1429

Notoadmojo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurmianto, E. (2004). Ergonomi : konsep dasar dan aplikasinya. Surabaya: Guna


Widya.

Sujono, Raharjo, W., Fitriangga, A. (2018). Hubungan antara posisi kerja


terhadap low back pain pada pekerja karet bagian produksi di PT. X
Pontianak. Jurnal Cerebellum, 4(2), 1037-1051.

Suma’mur, P. K. (2014). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES).


Jakarta: CV. Sagung Seto.

Tarwaka. (2015). Ergonomi industri: dasar dasar pengetahuan ergonomi dan


aplikasi di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.

Ulfah, N., Harwanti, S., & Nurcahyo, P. (2014). Sikap kerja dan risiko
musculoskeletal disorders pada pekerja laundry. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 8(7), 313-318.

69
70

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian


71

Lampiran 2. Surat Selesai Penelitian dari PT. ADEI Tebing Tinggi


72

Lampiran 3. Dokumentasi

Proses Pembersihan

Gambar 1. Proses penyortiran bahan baku karet

Gambar 2. Proses pengambilan data oleh petugas Balai K3 Medan


73

Proses Penggilingan

Gambar 3. Proses penggilingan macro blending

Gambar 4. Proses penggilingan micro blending


74

Proses Penjemuran

Gambar 5. Proses pemindahan lembaran karet basah yang akan di jemur

Gambar 6. Proses penjemuran lembaran karet basah dengan sistim pengeringan


gantung
75

Proses Pengeringan

Gambar 7. Proses pengambilan data oleh petugas Balai K3 Medan didampingi


koordinator lapangan PT. ADEI Tebing Tinggi

Gambar 8. Proses pemindahan talang berisi karet hasil peranjangan ke mesin


dryer
76

Proses Pengempaan

Gambar 9. Proses pengempaan karet matang hingga berbentuk bal

Gambar 10. Proses pemeriksaan bal karet secara manual dan visual
77

Lampiran 4. Kuesioner Nordic Body Map

KUESIONER
NORDIC BODY MAP
No Pekerja : ____________________
Nama : ____________________
Beban Kerja : ____________________
Melalui kuesioner ini, anda diminta untuk menilai apa yang anda rasakan pada bagian
tubuh yang ditunjukkan pada gambar. Apakah bagian tubuh mengalami rasa sakit/nyeri
setelah melakukan pekerjaan.
Skoring
No Keluhan Peta Bagian Tubuh
0 1 2 3
0 Sakit pada leher bagian atas
1 Sakit pada leher bagian bawah
2 Sakit pada bahu kiri
3 Sakit pada bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit pada punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada pantat (buttock)
9 Sakit pada pantat (bottom)
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Sumber: Tarwaka, 2015
78

Keterangan:

1. Skor 0 = Tidak sakit (tidak ada keluhan/kenyerian pada otot-otot atau

tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja selama

melakukan pekerjaan).

2. Skor 1 = Agak sakit (dirasakan sedikit adanya keluhan/kenyerian pada

bagian otot, tetapi belum mengganggu pekerjaan).

3. Skor 2 = Sakit (dirasakan adanya keluhan/kenyerian atau sakit pada

bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaan, tetapi rasa kenyerian segera

hilang setelah istirahat dari pekerjaan).

4. Skor 3 = Sangat sakit (dirasakan keluhan sangat sakit atau sangat nyeri

pada bagian otot dan kenyerian tidak segera hilang meskipun telah

beristirahat yang lama atau bahkan diperlukan obat pereda nyeri otot).
79

Lampiran 5. Master Data

Sko Keluhan MSDs


Umu Ma Pos
r Len Perge
Respo r sa isi Len Pergela
RE Le Ba gan Si Tan Pungg Pingg Butt Butt Pa Lu Be langa Ka
nden (Tah Ke Ke gan ngan
BA her hu Baw ku gan ung ang ock om ha tut tis n ki
un) rja rja Atas Tangan
ah Kaki
R-01 53 26 B 12 TS S S S S S S S S TS TS TS S S S S
R-02 52 27 B 9 S S S S S TS TS S S TS TS S S S TS TS
R-03 45 30 B 8 S S S S S TS TS S S TS TS S S S TS TS
R-04 48 25 B 8 S TS TS TS TS TS TS S S TS TS S S S S S
R-05 48 34 B 12 TS S S S S TS TS S S S S S S S TS TS
R-06 49 23 B 5 TS TS S S S TS TS TS TS TS TS TS S S TS TS
R-07 36 10 B 4 TS S S S S TS TS TS TS TS TS TS S S S S
R-08 23 7 B 11 S S S S S TS TS S S TS TS TS S S TS TS
R-09 53 35 B 6 TS S S S S TS TS S S S S S S S S TS
R-10 31 15 B 12 S S S S S S S S S S S S S S S S
R-11 37 7 B 12 S S S S S S S S S S S S S S S TS
R-12 26 7 B 9 TS S S TS TS TS TS S S S S S S S TS TS
R-13 33 10 B 12 TS S S S S S S S S S S S S S TS TS
R-14 38 8 B 9 TS S S S S S S S S S S S S S TS TS
R-15 52 32 B 9 TS S S S S S S S S S S S S TS TS TS
R-16 48 29 B 11 S S S S S TS TS S S S S S S S TS TS
R-17 47 23 B 11 S S S S S TS TS S S S S S S S TS TS
R-18 29 9 B 6 S S S S S S TS S S S S S TS S TS TS
R-19 29 7 B 6 S S S S S TS TS S S TS TS S TS TS S S
R-20 24 7 B 8 S S S S S S S S S S S S S S S S
R-21 51 25 B 11 TS S S S S TS TS S S TS TS TS S TS S S
R-22 46 27 B 11 S S S S S S TS S S S S S S S S S
R-23 24 5 B 9 S S S S S S TS S S S TS TS S S TS TS
R-24 45 24 B 9 S S S S S S TS S S S TS S S S S S
R-25 42 13 B 7 S S S S S TS TS S S TS TS S S TS TS TS
80

Keterangan
TB : Tidak berisiko
B : Berisiko
TS : Tidak sakit
S : Sakit
81

Lampiran 6. Hasil Analisa REBA


82
83
84
85
86
87
88
89
90

Lampiran 7. Contoh Penilaian dalam Menentukan Tingkat Risiko Posisi Kerja


dengan Metode REBA

Penilaian Tingkat Risiko Posisi Kerja dengan Metode REBA.

Berikut merupakan contoh penilaian dalam menentukan tingkat risiko

posisi kerja yang sering dilakukan oleh responden. Untuk responden 01 dapat

diperhatikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Responden 01 bagian pembersihan

Berdasarkan perhitungan REBA Gambar 1 dianalisis bahwa gerakan

badan membentuk sudut 200-600 ke depan maka diberi skor 3, dikarenakan posisi

badan membungkuk maka ditambahkan skor perubahan berjumlah 1. Untuk

pemberian skor pada badan didapatkan skor 4.Posisi leher berada fleksi >20 0

maka diberi skor 2 dengan penambahan skor 1 karena posisi leher membungkuk,

sehingga didapatkan skor leher 3.Posisi kedua kaki tertopang baik di lantai maka

diberi skor 1 dengan penambahan 1 skor karena salah satu kaki membentuk sudut

fleksi 300-600, sehingga didapatkan skor untuk kaki 2. Hasil yang didapatkan dari

penilaian badan, leher dan kaki selanjutnya dikonversikan ke dalam Grup A dan

menghasilkan skor 7.
91

Pada lengan bagian atas diperoleh skor 3 karena berada pada posisi antara

460-900 ke arah depan dengan posisi bahu naik maka ditambahkan adanya

perubahan skor berjumlah 1. Untuk pemberian skor lengan atas didapatkan skor

4.Posisi lengan bawah berada pada skor 2 karena membentuk sudut <60 0 atau

>1000 ke depan. Pada pergelangan tangan memiliki skor 2 karena posisi

pergelangan tangan >150 dengan penambahan skor 1 karena mengalami

pergerakan ke atas dan ke bawah, sehingga didapatkan skor untuk tangan 3. Hasil

dari penilaian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan dikonversikan

menjadi Grup B dengan menghasilkan skor 7.

Skor yang didapatkan dari Grup A ditambahkan 2 untuk beban yang

diangkat > 10 kg, skor Grup A menjadi 9. Skor dari Grup B ditambahkan dengan

skor 0 karena jenis pegangan baik dan kekuatan pegangan berada pada posisi

tengah, skor Grup B menjadi 7.

Skor Grup A dan Grup B kemudian dikonversikan ke dalam tabel Grup C

lalu ditambahkan dengan skor jenis aktivitas otot. Skor Grup C yang diperoleh

adalah 11, ditambah 1 untuk jenis aktivitas otot karena terdapat gerakan berulang-

ulang. Dengan demikian diperoleh skor akhir REBA menjadi 12 yang tergolong

pada tingkat risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan perbaikan posisi

kerja sesegera mungkin demi mencegah terjadinya keluhan musculoskeletal pada

pekerja.
92

Lampiran 8. Uji Statistik (Analisis Univariat)

UJI STATISTIK (ANALISIS UNIVARIAT)


Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 23-27 tahun 4 16,0 16,0 16,0

28-32 tahun 3 12,0 12,0 28,0

33-37 tahun 3 12,0 12,0 40,0

38-42 tahun 2 8,0 8,0 48,0

43-47 tahun 4 16,0 16,0 64,0

48-52 tahun 7 28,0 28,0 92,0

53-57 tahun 2 8,0 8,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Masa_kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 5 1 4,0 4,0 4,0

7 5 20,0 20,0 24,0

8 1 4,0 4,0 28,0

9 1 4,0 4,0 32,0

10 2 8,0 8,0 40,0


13 1 4,0 4,0 44,0

15 1 4,0 4,0 48,0

23 2 8,0 8,0 56,0

24 1 4,0 4,0 60,0

25 2 8,0 8,0 68,0

26 1 4,0 4,0 72,0

27 2 8,0 8,0 80,0

29 1 4,0 4,0 84,0

30 1 4,0 4,0 88,0

32 1 4,0 4,0 92,0

34 1 4,0 4,0 96,0

35 1 4,0 4,0 100,0


Total 25 100,0 100,0
93

Posisi_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Ergonomi 25 100,0 100,0 100,0

Kategori_NBM

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 1 4,0 4,0 4,0

Sedang 17 68,0 68,0 72,0

Tinggi 6 24,0 24,0 96,0

Sangat Tinggi 1 4,0 4,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_leher_atas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 10 40,0 40,0 40,0

Sakit 15 60,0 60,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_leher_bawah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 10 40,0 40,0 40,0

Sakit 15 60,0 60,0 100,0

Total 25 100,0 100,0


94

Keluhan_bahu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 2 8,0 8,0 8,0

Sakit 23 92,0 92,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_lengan_atas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 1 4,0 4,0 4,0

Sakit 24 96,0 96,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_punggung

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 2 8,0 8,0 8,0

Sakit 23 92,0 92,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_pinggang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 2 8,0 8,0 8,0

Sakit 23 92,0 92,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_pantat_buttock

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 10 40,0 40,0 40,0

Sakit 15 60,0 60,0 100,0

Total 25 100,0 100,0


95

Keluhan_pantat_butttom

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 21 84,0 84,0 84,0

Sakit 4 16,0 16,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_siku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 2 8,0 8,0 8,0

Sakit 23 92,0 92,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_lengan_bawah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 2 8,0 8,0 8,0

Sakit 23 92,0 92,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_pergelangan_tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 14 56,0 56,0 56,0

Sakit 11 44,0 44,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 18 72,0 72,0 72,0

Sakit 7 28,0 28,0 100,0

Total 25 100,0 100,0


96

Keluhan_paha

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 6 24,0 24,0 24,0

Sakit 19 76,0 76,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_lutut

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 2 8,0 8,0 8,0

Sakit 23 92,0 92,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_betis

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 4 16,0 16,0 16,0

Sakit 21 84,0 84,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_pergelangan_kaki

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 14 56,0 56,0 56,0

Sakit 11 44,0 44,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Keluhan_kaki

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sakit 16 64,0 64,0 64,0

Sakit 9 36,0 36,0 100,0

Total 25 100,0 100,0


97

Lampiran 9. Uji Statistik (Analisis Bivariat)

UJI STATISTIK (ANALISIS BIVARIAT)

Posisi_kerja * Keluhan_MSDs Crosstabulation

Keluhan_MSDs

Tidak ada Ada


keluhan keluhan Total

Posisi_kerja Tidak Count 1 24 25


Ergonomis % within

Risiko_posisi 4,0% 96,0% 100,0%


_kerja
Total Count 1 24 25

% within
Risiko_posisi 4,0% 96,0% 100,0%
_kerja

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 25

a. No statistics are computed


because Posisi_kerja is a constant.

Bagian * Keluhan_MSDs
Crosstab

Keluhan_MSDs

Tidak ada
keluhan Ada keluhan Total

Bagian Pembersih getah Count 0 5 5

% within Bagian 0,0% 100,0% 100,0%

Penggilingan Count 1 4 5

% within Bagian 20,0% 80,0% 100,0%

Penjemuran Count 0 5 5

% within Bagian 0,0% 100,0% 100,0%

Pengeringan Count 0 5 5

% within Bagian 0,0% 100,0% 100,0%


Pengempaan Count 0 5 5
98

% within Bagian 0,0% 100,0% 100,0%


Total Count 1 24 25

% within Bagian 4,0% 96,0% 100,0%

Bagian * Posisi_kerja
Crosstab

Posisi_kerja

Tidak Ergonomi Total

Bagian Pembersih getah Count 5 5

% within Bagian 100,0% 100,0%

Penggilingan Count 5 5

% within Bagian 100,0% 100,0%


Penjemuran Count 5 5

% within Bagian 100,0% 100,0%

Pengeringan Count 5 5

% within Bagian 100,0% 100,0%

Pengempaan Count 5 5

% within Bagian 100,0% 100,0%


Total Count 25 25

% within Bagian 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 25

a. No statistics are computed


because Posisi_kerja is a constant.

Anda mungkin juga menyukai