Anda di halaman 1dari 163

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA LAS


DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
KOTA MEDAN TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

APRILYANTI MULARIA
NIM: 141000575

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA LAS
DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
KOTA MEDAN TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

APRILYANTI MULARIA
NIM: 141000575

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
i
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 7 Februari 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes.


Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes.
2. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi.

ii
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las

di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018” beserta seluruh

isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Februari 2019

Aprilyanti Mularia

iii
Abstrak

Kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan
Tahun 2018 masih banyak ditemukan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhinya ialah umur, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap
kerja, tindakan tidak aman, penggunaan APD, lingkungan kerja dan kondisi
peralatan atau mesin dan material. Dari hasil penelitian 87,1% pekerja mengalami
kecelakaan kerja pada pengelasan. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik
dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya
hubungan antara dua variabel atau lebih serta pengaruhnya yang ada diantara
variabel yang diteliti. Lokasi penelitian ini dilakukan pada seluruh bengkel las
listrik yang berada di Kecamatan Medan Selayang berjumlah 22 bengkel las.
Sampel dalam penelitian berjumlah 62 pekerja menggunakan total sampling. Data
primer diperoleh dari hasil kuesioner. Data hasil penelitian dianalisis secara
univariat, bivariat dan multivariat. Analisis bivariat menggunakan uji T dan
korelasi dan dilanjutkan dengan uji regresi linear berganda pada multivariat.
Faktor pekerja las dikatakan bermakna jika nilai signifikannya p value < 0,25.
Hasil analisis data bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan ialah
umur (p value = 0,001), pendidikan (p value = 0,222), pengetahuan (p value =
0,000), lingkungan kerja (p value = 0,081), sikap kerja ( p value = 0,149), masa
kerja (p value = 0,005), tindakan tidak aman (p value = 0,105), dan penggunaan
APD (p value = 0,000). Hasil analisis data multivariat menunjukkan bahwa
variabel yang berpengaruh terhadap kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las
yaitu variabel masa kerja. Variabel tersebut berpengaruh karena nilai p value
dengan uji regresi linear berganda sebesar 0,007. Sehingga saran yang dapat
diberikan ialah dengan meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna
mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las.

Kata kunci: Kecelakaan, masa kerja, pekerja las

iv
Abstract

Work accidents at welders in Medan Selayang, Medan City in 2018 are still
found. The factors that influence it are age, education level, years of service,
knowledge, work attitude, unsafe actions, use of PPE, work environment and
equipment or machine and material condition. The results of the study is 87.1% of
workers experienced work accidents in welding. This type of research is analytic
research with a cross sectional design which aims to determine whether there is a
relationship between two or more variables and their influence between the
variables studied. The location of this research was carried out in all electric
welding workshops located in Medan Selayang Regency, totaling 22 welding
workshops. The sample in this study amounted to 62 workers using total sampling.
Primary data obtained from the results of questionnaires. Data from this study
were analyzed by univariate, bivariate and multivariate. Bivariate analysis used
the T Test and Correlatiion and continued with multivariate multiple linear
regression. Welding worker factors is said to be significant if the significant value
is p <0,25. The results of bivariate data analysis showed that the related variables
were age (p value = 0.001), education (p value = 0.222), knowledge (p value =
0.000), work environment (p value = 0.081), work attitude (p value = 0.149),
work period (p value = 0.005), unsafe action (p value = 0.105) and use of PPE (p
value = 0.000). The results of multivariate data analysis showed that the variables
that influence the incidence of workplace accidents in welders are tenure
variables. The variable is influential because the value of p value with multiple
linear regression test is 0.007. So, the advice that can be given is to improve
Occupational Safety and Health to prevent workplace accidents in weld workers.

Keywords: Accidents, years of work, welders

v
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja

pada Pekerja Las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

sekaligus Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing dan

meluangkan waktu, memberikan saran, dukungan, nasihat serta arahan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ir. Kalsum, M.Kes., dan Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen

Penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

vi
5. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D. selaku Dosen Penasehat Akademik yang

telah membimbing penulis selama masa menjalani perkuliahan di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen dan Staff / Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

7. M. Oddi Anggia Batubara, S.STP. selaku Sekretaris Camat Medan Selayang

dan Mira yang telah memberikan izin penelitian sehingga mendukung penulis

dalam meyelesaikan penelitian ini.

8. Terkhusus dan teristimewa kepada kedua orangtua, Ayahanda Robinson Pane

(+) dan Ibu Ma‟akir Hutagalung, S.E., juga adik saya Cavin Rido Siat Maruli

Pane dan seluruh keluarga penulis yang telah memberikan kasih sayang,

dukungan moril, materil, doa serta motivasi untuk setiap langkah penulis.

9. Rekan-rekan peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan seluruh

teman-teman yang turut memberikan semangat, dukungan dan doa kepada

penulis

Dengan segala keterbatasan kemampuan penulis dirasakan masih banyak

ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan masukan dan saran

yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif

dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Februari 2019

Aprilyanti Mularia

vii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 9
Tujuan umum 9
Tujuan khusus 9
Manfaat Penelitian 10

Tinjauan Pustaka 11
Keselamatan dan Kesehatan Kerja 11
Kecelakaan Kerja 11
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja 16
Tindakan tidak aman 24
Pengelasan 26
Landasan Teori 30
Kerangka Konsep 31
Hipotesis Penelitian 32

Metode Penelitian 33
Jenis Penelitian 33
Lokasi dan Waktu Penelitian 33
Populasi dan Sampel 33
Metode Pengumpulan Data 34
Definisi Operasional 35
Metode Pengukuran 36
Metode Analisis Data 38

viii
Hasil Penelitian 41
Gambaran Umum 41
Hasil Analisis Data Statistik Univariat 43
Hasil Analisis Data Statistik Bivariat 61
Hasil Analisis Data Statistik Multivariat 67
Uji Asumsi Analisis Statistik Multivariat 68

Pembahasan 74
Karakteristik Responden 74
Uji Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecelakaan Kerja 86
Keterbatasan Penelitian 100

Kesimpulan dan Saran 101


Kesimpulan 101
Saran 101

Daftar Pustaka 103


Lampiran 108

ix
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas 36

2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat 37

3 Jumlah Bengkel Las di Kecamatan Medan Selayang 41

4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur 43

5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 44

6 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja 44

7 Distribusi Pertanyaan Pengetahuan 45

8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan 47

9 Distribusi Pertanyaan Sikap Kerja 48

10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Kerja 50

11 Distribusi Pertanyaan Lingkungan Kerja 50

12 Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Kerja 53

13 Distribusi Pertanyaan Kondisi Mesin, Peralatan dan Material 54

14 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Mesin, Peralatan dan


Material 55

15 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD 56

16 Distribusi Pertanyaan Tindakan Tidak Aman 56

17 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tidak Aman 58

18 Distribusi Pertanyaan Kecelakaan Kerja 59

19 Distribusi Responden Berdasarkan Kecelakaan Kerja 61

x
20 Hubungan antara Faktor Umur, Pendidikan Terakhir,
Pengetahuan dan Lingkungan Kerja dengan Kejadian Kecelakaan
Kerja pada Pekerja Las 62

21 Hubungan antara Faktor Masa Kerja dengan Kejadian


Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las 63

22 Hubungan antara Faktor Sikap Kerja dengan Kejadian


Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las 64

23 Hubungan antara Tindakan Tidak Aman dengan Kejadian


Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las 64

24 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Kejadian


Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las 65

25 Hubungan antara Kondisi Mesin/Peralatan lainnya dan Material


dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las 66

26 Model Summary 67

27 Anova 67

28 Analisis Regresi Linear 67

29 Uji Asumsi Eksistensi 69

30 Uji Asumsi Independensi 70

31 Uji Asumsi Linearitas 70

32 Uji Asumsi Multicollinearity 72

xi
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Teori domino heinrich 13

2 Multiple factors theory 14

3 Kerangka konsep 31

4 Uji asumsi homoscedascity 71

5 Uji asumsi normalitas 72

xii
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner 108

2 Surat Izin Penelitian 115

3 Surat Selesai Penelitian 116

4 Master Data 117

5 Output Hasil 122

6 Dokumen Penelitian 143

xiii
Riwayat Hidup

Penulis bernama Aprilyanti Mularia berumur 23 tahun. Penulis lahir di

Jakarta pada tanggal 18 April 1996. Penulis beragama Kristen Protestan, anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Robinson Pane (+) dan Ibu

Maakir Hutagalung, S.E.

Pendidikan formal dimulai pada Tahun 2001 di TK Pelita Harapan,

Jakarta. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Pola 13 Pagi Cilandak, Jakarta

yang selesai pada Tahun 2008. Pada Tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan

menengah pertama di SMP Negeri 226 Jakarta hingga Tahun 2011 dan

melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Swasta 3 PGRI, Jakarta dan

selesai pada Tahun 2014. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Medan, Februari 2019

Aprilyanti Mularia

xiv
Pendahuluan

Latar Belakang

Prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah, karena

semua kecelakaan pasti ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan

maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan. Prinsip ini mendasari

berkembangnya ilmu dalam bidang K3, seperti pengetahuan mengenai berbagai

jenis bahaya, perilaku manusia, kondisi tidak aman, tindakan tidak aman, penyakit

akibat kerja, kesehatan kerja dan hygiene industri. Prinsip bahwa semua

kecelakaan dapat dicegah sangat penting untuk memberi dorongan dalam

melakukan upaya pencegahan (Ramli, 2010).

Secara naluriah, manusia menghindari kecelakaan. Hal ini merupakan sifat

kodrat manusia untuk menjauhi hal-hal yang tidak diinginkan atau disenanginya.

Keinginan ini tidak terbatas pada orang-orang yang memang telah mempersiapkan

diri agar kecelakaan tidak terjadi, melainkan juga berlaku untuk semua orang,

bahkan orang yang perilakunya membahayakan sekalipun tidak menginginkan

kecelakaan menimpa dirinya.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangatlah vital, selain sebagai

salah satu aspek perlindungan terhadap tenaga kerja juga berperan untuk

melindungi aset perusahaan. Undang-Undang RI No.1 Tahun 1970 menjelaskan

tentang “Keselamatan Kerja” bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat

perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan

hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional sehingga

terjaminnya keselamatan. Hak atas jaminan keselamatan ini membutuhkan

1
2

masyarakat di sekitarnya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu

faktor penting dalam kelancaran produksi sehingga program K3 harus diterapkan

di perusahaan dan bukan hanya sekedar wacana. Kecelakaan kerja merupakan

kecelakaan yang terjadi dalam lingkungan kerja yang dapat terjadi karena kondisi

lingkungan kerja yang tidak aman ataupun karena human error.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni, (2013) terdapat

hubungan antara lama paparan dan penggunaan alat pelindung diri terhadap

kejadian cidera mata pada pengelasan yang mengakibatkan mata pedih, merah dan

menurunnya konsentrasi saat bekerja yang dapat berujung hilangnya hari kerja

serta mengurangi produktivitas kerja. Pekerja pengelasan menduduki peringkat

kedua dalam proporsi pekerja yang mengalami cidera mata. Selain itu, dari

sejumlah cidera mata yang telah disebutkan, yaitu sekitar 1390 kasus cidera mata

disebabkan pajanan bunga api pengelasan dan mengakibatkan photokeratitis (BLS

dalam Harris, 2011).

Pekerja Las merupakan kelompok pekerjaan yang penting, terutama di

negara-negara berkembang karena urbanisasi dan industrialisasi yang cepat, yang

menyebabkan pasar berorientasi pada tenaga kerja beralih ke mekanisme yang

lebih banyak. Pekerja Las berhubungan langsung dengan mesin sehingga terluka

oleh percikan api dan partikel logam panas, radiasi ultra violet dan asap logam

yang dapat secara serius mengancam kesehatan.

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2017,

lebih dari 1,8 juta kematian akibat kerja terjadi setiap tahunnya di kawasan Asia

dan Pasifik. Bahkan dua pertiga kematian akibat kerja di dunia terjadi di Asia.

ditingkat global, lebih dari 2,78 juta orang meninggal setiap tahun akibat
3

kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Selain itu, terdapat sekitar 374 juta cedera

dan penyakit akibat kerja yang tidak fatal setiap tahunnya, yang banyak

mengakibatkan absensi kerja.

Sesuai data proyek dari Depnakertrans (Departemen Kesehatan, Tenaga

Kerja dan Kesejahteraan) tahun 2012, setiap tahun hampir 100 orang pekerja di

bagian pengelasan mengalami cidera sewaktu melakukan pekerjaan karena sedikit

saja kelalaian atau tindakan berbahaya dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan

kerja. Tingginya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia dari situs Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat data jumlah

kecelakaan kerja selama tahun 2015 adalah sebesar 105.182 kasus dimana tercatat

2.375 kasus kecelakaan berat (BPJS Ketenagakerjaan, 2016). Data tersebut

tercatat dan telah menyumbang paling tidak 32% kasus kecelakaan kerja yang

salah satunya terjadi di sektor konstruksi pengelasan yang sangat erat kaitannya

dengan tingkat kesadaran dan perilaku para pekerja terhadap penggunaan Alat

pelindung Diri (APD).

Data dari BPJS Ketenagakerjaan wilayah Sumbagut menjelaskan bahwa

data kecelakaan kerja BPJS ketenagakerjaan pada tahun 2016 mencapai rata-rata

226 kasus per hari. Setiap hari ada sekitar 20 orang mengalami cacat, 7 orang

meninggal dunia dan 1 orang cacat total. Laporan sampai 30 Oktober 2017, terjadi

kecelakaan kerja sebanyak 88.000 kasus atau rata-rata 303 kasus perbulan.

Sedangkan untuk wilayah Sumbagut yang meliputi Aceh dan Sumut dengan

memiliki peserta lebih 1,1 juta lebih dan tahun 2017 terdapat 6.217 kasus (BPJS

Ketenagakerjaan, 2017).

Faktor lingkungan kerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja


4

diantaranya suhu, kebisingan, lantai licin, penerangan. Dimana pecahayaan yang

kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan

menimbulkan kantuk dan hal ini berbahaya bila pekerja mengoperasikan mesin-

mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 2017).

Upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari

pencemaran lingkungan adalah menerapkan dan melaksanakan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja bukan saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian, tetapi

juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh dan merusak

lingkungan yang berdampak pada masyarakat luas (UU N0.1 Tahun 1970).

Kecelakaan adalah kejadian akibat ketidakseimbangan hubungan interaktif

antara kelompok variabel kapasitas kerja, lingkungan kerja dan pekerjaannya itu

sendiri, yang terjadi dalam waktu singkat. Kecelakaan di tempat kerja merupakan

penyebab utama penderitaan perorangan dan penurunan produktivitas. Kejadian

kecelakaan merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki dan terasa sebagai sesuatu

yang merugikan. Dampak dari kecelakaan dapat berupa kerugian secara ekonomi,

kehilangan secara sosial, kecacatan individu atau grup, atau sekelompok populasi

(Salami, 2016).

Menurut Heinrich yang dikutip oleh Suma‟mur (2013), 88% tindakan


tidak aman (unsafe act) berkontribusi terhadap kecelakaan kerja, 10% disebabkan
oleh kondisi tidak aman (unsafe condition) dan 2% adalah anavoidable (hal yang

tidak dapat dihindari). Dengan demikian, accident lebih banyak disebabkan oleh

tindakan tidak aman manusia (man) yang meliputi faktor umur, pendidikan, masa
5

kerja, pengetahuan, serta faktor manajemen berupa penggunaan APD saat bekerja.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia

menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu

antara 80–85%.

Kecelakaan kerja pada pekerja las umumnya disebabkan karena kurang

hati-hati pada pengerjaan las dengan tidak sesuai prosedur; banyak yang tidak

memperhatikan keselamatan dan kesehatan pada dirinya sendiri, seperti: tidak

memakai alat pelindung diri khusus untuk pengelasan (safety welding) yaitu

kacamata las berbahan trivex dan tidak memakai masker khusus pengelasan.

Kemudian, perilaku pekerja yang sudah menjadi kebiasaan, bekerja sambil

merokok dan sikap pekerja yang tidak mau diatur, semuanya sendiri (dalam arti

menggunakan APD yang sesuai bahaya oleh pemilik bengkel las). Dan terakhir

ialah latar belakang pendidikan pekerja bengkel las sangat berhubungan besar

dalam melakukan proses pengelasan (Noviandry, 2013).

Bengkel pengelasan merupakan salah satu tempat kerja informal yang

beresiko untuk terjadinya cidera mata dan gangguan kesehatan mata. Selama

proses pengelasan pekerja las dapat terpapar secara langsung oleh benda asing,

percikan bunga api, sinar infra merah dan sinar ultraviolet yang berdampak pada

mata. Kejadian trauma pada pekerja las juga sering terjadi seperti trauma mekanik

yang bisa melukai palpebra, sistem lakrimalis, laserasi konjungtiva, erosi kornea,

trauma kimia dan taruma fisik seperti luka bakar dan luka akibat radiasi.

Kemudian sikap dalam bekerja pada pekerja bengkel las tersebut yang

tidak aman mengakibatkan risiko kecelakaan akibat pengelasan. Kurangnya

motivasi dan semangat dari atasan maupun rekan kerja menjadi kendala dalam
6

berperilaku aman pada saat bekerja. Peran sesama pekerja bengkel las pun masih

terbilang kurang terkait bahaya dan risiko terhadap pekerjaan pengelasan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Albertus Ari Eka Prasetia pada

tahun 2007 sebanyak 21 tenaga pengelas di 10 bengkel las menunjukan bahwa

kecelakaan kerja yang pernah mereka alami diantaranya adalah terpukul, tertusuk

dan tergores pada waktu pemotongan bahan, perakitan, penggerindaan dan

pengamplasan. Selain itu 8 pekerja mengeluh mata merah, pedih pandangan

menjadi gelap dalam waktu tertentu, 9 pekerja mengalami kulit wajah terasa

terbakar serta kulit wajah mengelupas, sedangkan untuk pemakaian APD belum

terlalu diperhatikan oleh tenaga kerja yaitu sebanyak 15 orang (71,4%) pekerja

memakai topeng muka pada saat mengelas karena dianggap merepotkan, 15 orang

(71,4%) tidak memakai sepatu sehingga kaki mereka terluka, 13 orang terluka

(61,9%) tidak memakai masker saat bekerja dan 13 orang (61,9%) tidak memakai

kacamata gelap biasa saat bekerja.

Bengkel las yang diteliti peneliti yaitu bengkel las listrik, pada bengkel las

listrik las ini sumber yang digunakan yaitu listrik. Listrik yang dihasilkan bisa

didapat langsung dari PLN maupun diesel generator. Pada umumnya las listrik

digunakan untuk mengelas pada besi batangan maupun plat yang agak tebal.

Produk yang ditawarkan bengkel las listrik memiliki dua desain utama yang

digemari konsumen, yaitu klasik dan minimalis. Tipe klasik menggunakan besi

jenis tempa, plat dan nako yang kemudian diukir dengan beraneka ragam bentuk

mulai dari tumbuhan, hewan sampai dengan lambang-lambang khusus. Sedangkan

tipe minimalis menggunakan besi jenis holo dengan bentuk kotak lonjong atau

bulat yang disusun secara memanjang atau kotak-kotak sesuai keinginan.


7

Penggunaan produk pengelasan seperti teralis, pagar, rolling door

umumnya berfungsi untuk meningkatkan keamanan rumah. Seiring dengan

kemajuan teknologi dan bertambahnya kreativitas manusia. Fungsi produk

pengelasan yang mulanya hanya untuk meningkatkan keamanan juga

dimanfaatkan untuk menambah keindahan pada bangunan rumah.

Bengkel las listrik di Kecamatan Medan Selayang merupakan salah satu

usaha industri kecil yang dikelola secara perorangan atau usaha sektor informal

melayani konstruksi besi dan sejenisnya, biasanya berupa pagar/pintu besi, teralis

pengamanan/teralis jendela, tangga, kanopi, rangka atap dan lain-lain. Hasil

survey pendahuluan pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang terdapat 6

(enam) kelurahan sebanyak 62 pekerja dengan 22 bengkel las dimana satu tempat

bengkel las terdapat 2-3 pekerja. Hasil survey pendahuluan menemukan sebagian

besar pekerja bengkel las listrik berusia 21-50 tahun yang mengalami terjadinya

kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja tersebut ialah seperti tekontak dengan arus listrik,

terpukul dan terjepit alat kerja, tersayat material, terluka dan tertimpa alat kerja

karena kelalaian. Proses kerja pengelasan diawali dengan pemilihan bahan yang

sesuai dengan kebutuhan, setelah bahan diperoleh dilakukan pemotongan sesuai

dengan kebutuhan adapun alat bantu pengelasan seperti palu, tang dan pemegang

elektoda , setelah ukuran bahan dipotong sesuai dengan kebutuhan maka material

yang telah dipotong tersebut dibentuk sesuai dengan model yang diinginkan

konsumen, setelah pembentukan selesai dilakukan pengelasan untuk

menyambungkan material-material yang telah dibentuk tersebut, setelah

pengelasan, material dipoles untuk bentuk yang menarik dan indah. Dalam proses
8

kerjanya sebuah mesin las yang digunakan adalah las listrik. Proses pembuatan

produk-produk pengelasan menggunakan mesin-mesin yang berhubungan dengan

panas yang berasal dari mesin las, listrik sebagai sumber tenaga mesin, disamping

itu pula ada percikan dan kerak-kerak logam saat pemotongan berbagai logam.

Waktu kerja bengkel las dilakukan selama 6 hari dalam seminggu, kegiatan

pengelasan dimulai pada jam 09:00 – 17:00 WIB.

Kejadian di lapangan dari banyaknya pekerja bengkel las yang diamati,

sebagian besar pekerja bagian pengelasan listrik diantaranya: Tingkat pendidikan

pekerja las pun dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Semakin tinggi

pendidikan yang ditempuh pekerja semakin tinggi pula ilmu/pengetahuan yang

didapatnya mengenai pengelasan. Sikap pekerja dengan kejadian kecelakaan dapat

terjadi dengan lamanya masa kerja. tindakan berbahaya seperti: tidak

menggunakan APD, bercanda ketika bekerja, bekerja secara terburu-buru, acuh

terhadap potensi bahaya dan lain-lain. Kondisi mesin yang digunakan juga

diperhatikan, melihat masih layak pakai alat yang digunakan saat pengelasan.

Sebelumnya penelitian ini belum ada, maka dari itu peneliti merasa

tertarik melakukan penelitian untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan tahun 2018.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian Ini adalah „‟Faktor- Faktor apa sajakah yang Mempengaruhi

Terjadinya Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las di Kecamatan Medan Selayang,

Kota Medan tahun 2018”.


9

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan Umum penelitian ini untuk mengetahui faktor-

faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor umur dengan kejadian kecelakaan kerja

pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor tingkat pendidikan dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2018.

3. Untuk mengetahui pengaruh faktor masa kerja dengan kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun

2018.

4. Untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan dengan kejadian


kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2108.

5. Untuk mengetahui pengaruh faktor sikap kerja dengan kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun

2018.

6. Untuk mengetahui pengaruh tindakan tidak aman pekerja dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2018.

7. Untuk mengetahui penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja

pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.
10

8. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja baik fisika, kimia, biologi

dan ergonomi dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las di

Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

9. Untuk mengetahui kondisi peralatan atau mesin dan material dengan

kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang,

Kota Medan tahun 2018.

Manfaat Penelitian

Bagi peneliti. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

baru kepada penulis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan

tahun 2018.

Bagi peneliti lain. Penelitian ini sebagai masukan bagi peneliti lain untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las.

Bagi pekerja las. Penelitian ini sebagai masukan agar dapat meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.


Tinjauan Pustaka

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

UU RI No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

kerja (pasal 86, ayat (I) a). Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan

dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat (2)); dan perlindungan dimaksud dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 86, ayat (3)).

Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan

keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja/buruh dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat

kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (penjelasan pasal 86, ayat

(2)).

Kecelakaan Kerja

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 kecelakaan kerja adalah suatu kejadian

yang tidak terduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang

telah diatur dari suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban

manusia atau harta benda. Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah

adanya faktor persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar

(substandard). Sebab utama kecelakaan kerja antara lain meliputi faktor manusia

atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe actions) (Tarwaka, 2012).

Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebab yang

ditimbulkan. Oleh karena itu kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemauan

11
12

ditemukan sumber bahaya yang bisa beresiko menimbulkan kecelakaan dan

kerugian, agar untuk selanjutnya dengan usaha koreksi yang ditujukan kepada

penyebab, maka kecelakaan dapat dicegah dan tidak terulang kembali (Suma‟mur,

2013).

Dalam penelitian Aswadi, 2012 ada beberapa pengertian kecelakaan kerja

antara lain:

1. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki atau tidak

diduga semula yang dapat mengganggu aktifitas dan menimbulkan kerugian

baik manusia maupun harta benda (Sastrohadiwirjo, 2002).

2. Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak

dikehendaki, yang mengacukan proses suatu aktivitas yang telah teratur, dan

terdapat empat faktor yang bergerak dalam satu kesatuan yaitu: lingkungan

kerja, bahan, peralatan dan manusia (Gempur, 2004).

3. Filippo mengemukakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu peristiwa yang

tidak direncanakan dan harus dianalisis dari segi biaya dan sebab-sebabnya

(Panggabean, 2002).

Dari definisi diatas dalam penelitian Aswadi, 2012 menyimpulkan bahwa

kecelakaan kerja tidak hanya sebatas pada insiden-insiden yang menyangkut luka-

luka saja, tetapi juga mengakibatkan kerugian fisik dan material. Kecelakaan akan

selalu disertai dengan kerugian material maupun penderitaan dari yang paling

ringan sampai yang paling berat dan bahkan meninggal. Oleh sebab itu, sebelum

terjadi kecelakaan perlu dilakukan tindakan-tindakan dalam mengantisipasi

kecelakaan, karena dengan adanya antisipasi dapat mengurangi dan memperkecil

jumlk kecelakaan kerja pekerja dalam pekerjaannya.


13

kecelakaan, karena dengan adanya antisipasi dapat mengurangi dan

memperkecil jumlk kecelakaan kerja pekerja dalam pekerjaannya

Model teori kecelakaan kerja. Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi

apabila terdapat berbagai faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat

kerja atau proses produksi. Beberapa teori-teori kecelakaan sebagai berikut:

Teori domino heinrich. Heinrich meneliti penyebab-penyebab kecelakaan,

dalam kecelakaan ini terdapat lima faktor yang saling berhubungan yaitu:

Hereditas/keturunan berupa latar belakang seseorang, kelalaian manusia dimana

85% disebabkan oleh faktor manusia, tindakan tidak aman/tindakan berbahaya

yang disertai bahaya mekanik dan fisik juga yang lainnya, kecelakaan yang

menimpa pekerja pada umumnya disertai kerugian dan terakhir cedera/

kecelakaan yang mengakibatkan luka/cacat bahkan kematian. Kelima faktor ini

disusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka

kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama.

Gambar 1. Teori domino heinrich

Menurut Heinrich kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan

menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari kelima faktor

penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak

aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan. Dengan penjelasan ini teori
14

Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya

kecelakaan kerja (Tarwaka, 2012).

Teori multiple factors. Groos menyatakan bahwa kecelakaan kerja

disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang berkontribusi mencakup 4M.

Man atau manusia yakni: usia gender, kemampuan, keterampilan, pelatihan,

motivasi, keadaan emosi dan lain-lain. Machine atau mesin meliputi ukuran,

bentuk, bobot, sumber energi, cara kerja dan bahan mesin itu sendiri. Media

meliputi lingkungan kerja seperti suhu, getaran, kebisingan, ruang kerja dan

sebagainya. Management ialah konteks dimana ketiga faktor berada dan

dijalankan, meliputi gaya manajemen, struktur organisasi, komunikasi, kebijakan

dan prosedur-prosedur lain yang dijalankan di organisasi (Winarsunu, 2008).

Man

Media Machine
ee

Gambar 2. Multiple factors theory

Loss causation model. Loss causation model berisikan petunjuk yang

memudahkan penggunanya untuk memahami bagaimana menemukan faktor

penting dalam mengendalikan betapa meluasnya kecelakaan dan kerugian yang

termasuk persoalan manajemen. Frank E. Bird sebagai pakar ilmu keselamatan

mengemukakan teori penyebab kecelakaan berdasarkan urutan sebagai berikut:

Manajemen yang kurang terkendali (lack of control), Penyebab dasar (basic

causes), Penyebab langsung (immediate causes), Peristiwa kecelakaan (incident)


15

serta Kerugian (loss).

Penyebab kecelakaan kerja. Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja.

Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala

sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri

yang merupakan penyebab kecelakaan. Penelitian menunjukkan, bahwa 85%

penyebab kecelakaan bersumber kepada faktor manusia (Suma‟mur, 2013). Ada

tiga penyebab utama kecelakaan kerja yaitu :

1. Tidak tersedianya alat pengaman dan pelindung bagi tenaga kerja.

2. Keadaan tempat kerja yang tidak memenuhi syarat, seperti faktor fisik dan

faktor kimia yang tidak sesuai dengan persyaratan yang tidak diperkenankan.

3. Pekerja kurangnya pengetahuan dan pengalaman tentang cara kerja dan

keselamatan kerja serta kondisi fisik dan mental pekerja yang kurang baik.

Kecelakaan ada penyebabnya dan dapat dicegah dengan mengurangi faktor

bahaya yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan, dengan demikian akar

penyebabnya dapat diisolasi dan dapat menentukan langkah untuk mencegah

terjadinya kecelakaan kembali. Akar penyebab kecelakaan dapat dibagi menjadi 2

kelompok :

1. Immediate causes

Kelompok ini terdiri dari 2 faktor yaitu:

a. Unsafe Acts (pekerjaan yang tidak aman) misalnya penggunaan alat

pengaman yang tidak sesuai atau tidak berfungsi, sikap dan cara kerja yang

kurang baik, penggunaan peralatan yang tidak aman, melakukan gerakan

berbahaya.
16

b. Unsafe Condition (Lingkungan yang tidak aman) misalnya tidak tersedianya

perlengkapan safety atau perlengkapan safety yang tidak efektif, keadaan

tempat kerja yang kotor dan berantakan, pakaian yang tidak sesuai untuk

kerja, faktor fisik dan kimia dilingkungan kerja tidak memenuhi syarat.

2. Contributing causes

Kelompok ini terdiri dari 3 faktor yaitu:

a. Safety manajemen sistem, misalnya instruksi yang kurang jelas, tidak taat

pada peraturan, tidak ada perencanaan keselamatan, tidak ada sosialisasi

tentang keselamatan kerja, faktor bahaya tidak terpantau, tidak tersedianaya

alat pengaman dan lain-lain.

b. Kondisi mental pekerja, misalnya kesadaran tentang keselamatan kerja

kurang, tidak ada koordinasi, sikap yang buruk, bekerja lamban, perhatian

terhadap keselamatan kurang, emosi tidak stabil, pemarah dan lain-lain.

c. Kondisi fisik pekerja, misalnya sering kejang, kesehatan tidak memenuhi

syarat, tuli, mata rabun, dan lain-lain.

Kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu

faktor manusia, pekerjanya dan faktor lingkungan ditempat kerja.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja

Menurut Triwibowo dkk (2013), mengemukakan bahwa kecelakaan akibat

kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu :

1. Faktor manusia: Umur, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap.

2. Faktor pekerjaannya: jenis pekerjaan.

3. Faktor lingkungan ditempat kerja: lingkungan fisik, lingkungan kima dan

lingkungan biologi.
17

Menurut Pratama (2015), unsafe action terjadi karena dua hal, yaitu karena

kesalahan yang tidak disengaja dan kesalahan aktif atau pelanggaran. Tindakan

tidak aman dipengaruhi oleh faktor internal dari pekerja itu sendiri, diantaranya

adalah karakteristik pekerja.

1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa

kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas

dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan

saja.

2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja

tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang

memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.

3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab

kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.

4. Teori Dua Faktor (Two Main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi

berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).

Adapun karakteristik pekerja pada penelitian faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada pekerja las meliputi:

Faktor manusia. Adapun isi dari faktor manusia ialah:

Umur. Umur merupakan lamanya hidup pekerja yang dinyatakan dalam

tahun. Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan

akibat kerja. Disamping itu, umur mempunyai hubungan yang saling terkait

dengan tindakan tidak aman oleh seorang pekerja, dengan bertambahnya usia akan

berdampak terhadap menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan, kurangnya


18

rangsangan intelektual (Saragih, 2014). Umur harus mendapat perhatian karena

akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab

seseorang. Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti

penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun

atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih

menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua

terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat

kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan seperti terjatuh lebih sering

terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih daripada tenaga kerja berusia

muda, juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti

pertambahan usia. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih

tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan

umur muda karena umur muda mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, kreatif

tetapi cepat bosan dan kurang bertanggung jawab. Namun umur muda pun sering

pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena

kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa.

Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja usia

muda lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang

lebih tua. Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaannya.

Banyak alasan mengapa tenaga kerja golongan umur muda mempunyai

kecenderungan untuk menderita kecelakaan akibat kerja lebih tinggi dibandingkan

dengan golongan umur lebih tua. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya

kejadian kecelakaan akibat kerja pada golongan umur muda antara lain karena
19

kurang perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti kata hati, ceroboh, dan

tergesa-gesa (Triwibowo dkk, 2013).

Tingkat pendidikan. Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir

seseorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu

pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang

diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja.

Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja

dengan tingkat pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak

pernah bersekolah akan bekerja dilapangan yang mengandalkan fisik.

Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban

fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pendidikan adalah

pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap

perilaku pekerja. Namun disamping pendidikan formal, pendidikan non formal

seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam

pekerjaannya (Triwibowo dkk, 2013).

Masa kerja. Menurut Suma‟mur (2013), masa kerja adalah jangka waktu

orang sudah bekerja dari pertama mulai masuk hingga sekarang masih bekerja.

Menurut Triwibowo dkk (2013), masa kerja merupakan keseluruhan pelajaran

yang dipetik dari peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Semakin lama

tenaga kerja bekerja, semakin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang

bersangkutan. Sebaliknya semakin singkat masa kerja, maka semakin sedikit

pengalaman yang diperoleh. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya


20

pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan

kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan

dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan.

Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk-

beluk pekerjaannya. Penelitian dengan studi restropektif di Hongkong dengan

kasus 383 kasus membuktikan bahwa kecelakaan akibat kerja karena mesin

terutama terjadi pada buruh yang mempunyai pengalaman kerja dibawah 6 tahun.

Pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

dan persepsi terhadap objek.Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo,

2010).

Sikap. Menurut Notoatmodjo (2010), sikap adalah respons tertutup

seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,

baik-tidak baik, dan sebagainya). Sedangkan, menurut Maulana (2009) yang

mengutip pendapat Koentjaraningrat, sikap merupakan kecenderungan yang

berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu,

terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaaan terhadap objek tersebut.

Berdasarkan pendapat Mar‟at (1984) yang mengutip pendapat Newcomb,bahwa

sikap merupakan suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan akhirnya
21

berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas, serta senantiasa adanya

kecenderungan, kesediaan dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi

jika telah diketahui sikapnya. Dengan sendirinya tindakan yang diawali melalui

proses yang cukup kompleks dan sebagai titik awal untuk menerima stimulus

adalah melalui alat indera seperti : penglihatan, pendengaran, alat raba, rasa dan

bau. Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan suatu sikap

yang akhirnya melalui ambang batas terjadi tindakan yang bersifat terbuka, dan

inilah yang disebut tingkah laku. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktifitas, akan tetapi berupa “pre-disposisi” tingkah laku.

Faktor pekerjaan. Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap

resiko terjadinya kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat

kerja berbeda-beda di berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses.

Faktor lingkungan. Adapun faktor lingkungan yaitu:

A. Lingkungan fisik, meliputi :

a. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi

keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan

yang tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi

yang maksimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja.

b. Kebisingan

Kebisingan ditempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena

kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi

sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang


22

diberikan, hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja disamping

itu kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sementara

atau menetap. Nilai ambang batas kebisingan adalah 85dB untuk 8 jam kerja

sehari atau 40 jam kerja dalam seminggu.

c. Suhu Udara

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia

akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C-27°C.

Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kakudan kurangnya

koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat mengurangi kelincahan,

mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa

dan motoris.

d. Lantai licin

Lantai dalam tempat kerja licin dapat akibat tumpahan air, minyak atau oli

berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.

e. Percikan bunga api

Percikan bunga api dapat mengenai kulit dan mata pekerja las sehingga

mengganggu proses produksi.

B. Lingkungan Kimia :

Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang

memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan

baku suatu produksi, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi

sendiri ataupun limbah dari suatu produksi. Adapun faktor kimia tersebut dapat

merusak organ tubuh salah satunya debu potongan besi dan silika bebas yang
23

sedang dalam proses pengelasan bila seorang pekerja tidak memakai APD dapat

mengganggu kesehatan pekerja yaitu Siderosilikosis.

C. Lingkungan Biologi :

Bahaya biologi disebabkan oleh gangguan dari serangga maupun binatang

lain, bakteri, jamur dan mikroorganisme lain yang ada ditempat kerja. Berbagai

macam penyakit dapat timbul seperti infeksi, alergi dan sengatan serangga

maupun gigitan binatang berbisa berbagai penyakit serta bisa menyebabkan

kematian.

Faktor ergonomi. Cara kerja harus dilakukan dengan benar, karenanya

sangat perlu mendapat perhatian yang layak ergonomik terutama diharuskan

sebagai perencanaan dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan

peralatan. Ergonomi dapat membuat beban kerja suatu pekerjaan menjadi

berkurang. Dengan evaluasi fisiologis, psikologis atau cara-cara tak langsung,

beban kerja diukur dan dianjurkan modefikasi yang sesuai antara kapasitas fisik

dan mental tenaga kerja dengan beban kerja yang disebabkan oleh pekerjaan dan

beban tambahan dari aneka faktor lingkungan. Suatu lapangan penting dalam

ergonomi adalah posisi tubuh (work posture) dan gerakan seluruh dan anggota

badan (body and limbs movements), yang menentukan besarnya pemakaian energi

dan aktivitas sensorimotoris. Sehubungan dengan itu, tempat duduk memfasilitasi

postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan

dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan

ketidaknyamanan, alat kendali mesin atau peralatan ditempatkan sedemikian baik

sehingga pengoperasiaannya sejalan dengan karakteristika gerakan anggota badan.


24

Faktor peralatan. Adapun faktor dari peralatan tersebut ialah kondisi

mesin dan letak mesin. Kondisi mesin apabila keadaan mesin rusak dan tidak

segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Letak sesin

terdapat hubungan yang timbal balik antar manusia dengan mesin. Mesin dan alat

diatur sehingga cukup aman, efisien dan mudah untuk melakukan pekerjaan.

Termasuk juga dalam tata letak menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak

mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan

lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.

Tindakan Tidak Aman

Pengertian tindakan tidak aman. Tindakan merupakan bagian dari

perilaku.Dalam pengertian umum, perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan

yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui

sikap dan tindakan.Namun demikian tidak berarti bahwa perilaku hanya dapat

dilihat dari sikap dan tindakannya.

Definisi perilaku tidak aman menurut beberapa ahli yang juga dikutip dari

Winarsunu (2008), antara lain :

1. Kavianian (1990) adalah kegagalan (human failure)dalam mengikuti

persyaratan dan prosedur-prosedur kerja yang benar sehingga menyebabkan

terjadi kecelakaan kerja.

2. Ramsey seperti dikutip oleh McCormick (1992) adalah suatu kesalahan

dalam tahap-tahap persepsi, mengenali, memutuskan dan menghindari biaya.

3. Lawton (1998) Mendefinisikan perilaku bahaya adalah kesalahan-kesalahan

dan pelanggaran-pelanggaran yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.


25

Dari keseluruhan definisi menurut para ahli tersebut ,perilaku berbahaya

adalah tindakan tidak aman dalam bekerja yang berpotensial menyebabkan

kecelakaan kerja karena gagal mengikuti prosedur kerja yang telah ditentukan dan

didukung pula dengan ketidakmampuan mengenali dan memutuskan tindakan

untuk menghindari bahaya.

Jenis-jenis tindakan tidak aman. Jenis-jenis tindakan tidak aman

menurut Pratiwi (2012) yang mengutip pendapat Bird dan Germain antara lain:

a. Mengoperasikan peralatan tanpa otoritas.

b. Gagal untuk mengingatkan.

c. Gagal untuk mengamankan.

d. Pengoperasian dengan kecepatan yang tidak sesuai.

e. Membuat peralatan safety menjadi tidak beroperasi.

f. Memindahkan peralatan safety.

g. Menggunakan peralatan yang rusak.

h. Menggunakan peralatan secara tidak benar.

i. Tidak menggunakan alat pelindung diri (APD).

j. Loading barang yang salah.

k. Penempatan barang yang salah.

l. Pengangkutan yang salah.

m. Memperbaiki peralatan saat operasi.

n. Posisi yang salah dalam bekerja.

o. Bercanda.

p. Dibawah pengaruh alkohol dan atau obat-obatan.


26

Jenis-jenis tindakan tidak aman menurut Pratiwi (2012) yang mengutip

pendapat H.W Heinrich, antara lain:

a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai.

b. Mengopersikan peralatan yang bukan haknya.

c. Menggunakan peralatan yang tidak pantas.

d. Menggunakan peralatan yang tidak benar.

e. Membuat peralatan safety tidak berfungsi.

f. Kegagalan untuk memperingatkan karyawan lain.

g. Kegagalan untuk menggunakan alat pelindung diri.

h. Beban, tempat, dan materi yang tidak layak dalam pengangkatan.

i. Mengambil posisi yang salah.

j. Mengangkat yang salah.

k. Tidak disiplin dalam pekerjaan.

l. Menservice peralatan yang sedang bergerak.

m. Meminum minuman yang beralkohol dan mengkonsumsi obat-obatan.

Pengelasan

Pengertian las. Menurut Farida yang dikutip oleh Kusuma (2013),

pengelasan (welding) adalah suatu cara untuk menyambung dua benda padat

dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Tenaga panas ini perlu untuk

mencairkan bahan bakar yang akan disambungkan dari kawat las sebagai bahan

pengisi. Setelah dingin dan membeku, terbentuklah ikatan yang kuat dan

permanen. Pengelasan diartikan sebagai salah satu teknik penyambungan logam

dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau
27

tanpa tekanan dan logam tambahan sehingga menghasilkan sambungan yang

kontinu. Kegiatan pengelasan berorientasi dalam menyatukan logam yang akan

menghasilkan percikan api dan pecahan logam berupa partikel kecil. Menurut

Prabowo yang dikutip oleh Noviandry (2013), berdasarkan proses pengelasan,

maka pengelasan terbagi menjadi dua antara lain :

Las oksi asetilen. Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara

manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung

sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2

dengan atau tanpa logam pengisi. Gas asetilen merupakan salah satu jenis gas

yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan.

Las listrik. Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan

dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan benda yang

akan disambung. Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu dengan

jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang

ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan menimbulkan

panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan disambung.

Potensi bahaya dalam pengelasan. Setiap pekerjaan pastinya berpotensi

menimbulkan bahaya kecelakaan, baik itu dalam jangka pendek maupun jangka

panjang. Begitu juga pada proses pengelasan, potensi bahaya yang dapat muncul

adalah :

Bahaya terpapar radiasi sinar las. Selama proses pengelasan akan timbul
sinar yang bersifat radiasi yang dapat membahayakan pekerja las. Sinar tersebut

meliputi sinar tampak, sinar ultra violet dan sinar inframerah. Radiasi adalah
28

transmisi energi melalui emisi berkas cahaya atau gelombang. Radiasi energi

tinggi (termasuk radiasi sinar ultra violet) disebut radiasi ionisasi karena memiliki

kapasitas melepas elektron dari atom atau molekul yang menyebabkan terjadinya

ionisasi. Radiasi energi rendah disebut radiasi non-ionisasi karena tidak dapat

melepaskan elektron dari atom atau molekul.

Radiasi sinar ultra violet. Sinar ultra violet mempunyai panjang

gelombang antara 240-320nm. Sinar ini mempunyai pengaruh besar terhadap

reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara

menghindari kemungkinan mata terpapar sinar ultra violet dengan menggunakan

alat pelindung wajah atau kacamata las yang tidak tembus sinar tersebut.

Radiasi sinar inframerah. Sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata,

sinar ini lebih berbahaya, sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa.

Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu akan

terjadi pembengkakan pada kelompak mata. Radiasi dapat menimbulkan

kerusakan sel pada lensa mata sehingga sel itu tidak dapat melakukan peremajaan.

Sebagai akibatnya, lensa mata dapat mengalami kerusakan permanen. Kecelakaan

akibat dari radiasi sinar inframerah jauh lebih berbahaya dari pada kedua cahaya

yang lain.

Bahaya terpapar gas dan debu dalam asap las. Menurut Noviandry

(2013), asap las (fume) yang ada selama pengelasan terutama terdiri dari oksida

logam. Asap ini terbentuk ketika uap logam terkondensasi dan teroksidasi.

Komposisi asap ini tergantung pada jenis logam induk, logam pengisi, flux, dalam

permukaan atau kontaminasi pada permukaan logam. Adapun gas-gas berbahaya


29

yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas CO (Karbon Monoksida), CO2

(Karbon Dioksida), NO (Nitrogen Monoksida), NO2 (Nitrogen Dioksida).

Bahaya terkena percikan bunga api dan terak las. Pecahan percikan

bunga api dan terak las dapat masuk ke mata sehingga menimbulkan

pembengkakan. Selain itu percikan las bisa mengenai kulit menyebabkan luka

bakar. Pencegahan dapat menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tanagn,

apron, sepatu tahan api, kacamata las dan alat pelindung wajah (face shield)

(Kusuma, 2013).

Alat pelindung diri las listrik. Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat

yang digunakan untuk melindungi diri saat bekerja. Alat pelindung pekerja las,

meliputi :

Helm Pengaman (Safety Helmet). Alat ini digunakan untuk melindungi

rambut terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari

bahaya terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul

benda yang melayang, percikan bahan kimia korosif, panas sinar matahari dll.

Kacamata Las (Face Googles). Alat ini digunakan untuk melindungi mata

dari percikan bahaya kimia korosif, debu dan partikel kecil yang melayang

diudara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang

elektromagnetik, panas radiasi sinar matahari.

Pelindung Mata (Face Shield)/ Topeng Las. Alat ini digunakan untuk

melindungi wajah dari bahaya sinar tampak, sinar ultraviolet, infarmerah, radiasi

panas las serta percikan bunga api las yang tidak dapat dilindungi dengan hanya

menggunakan alat pelindung mata saja. Apabila wajah pekerja pengelas tidak
30

dilindungi dengan alat ini maka kulit wajah akan terasa terbakar dan sel kulit

wajah akan rusak

Alat Pelindung Pernafasan (Masker). Alat ini digunakan untuk

melindungi masuknya debu atau partikel yang lebih besar ke dalam saluran

pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran tertentu.

Sarung Tangan (Safety Glove). Alat ini digunakan untuk melindungi

tangan dan jari tangan dari pajanan api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik,

sengatan listrik, bahan kimia, pukulan, tergores dan terinfeksi.

Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron). Alat ini digunakan untuk

melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, suhu panas atau dingin,

cairan bahan kimia dan sebagainya. Apron menutupi sebagian tubuh pemakainya

yaitu mulai daerah dada sampai lutut juga seluruh bagian tubuh.

Sepatu Kerja (Safety Shoes). Alat ini digunakan untuk melindungi kaki

dari tertimpa benda berat, tertuang logam panas, bahan kimia korosif,

kemungkinan tersandung, terpeleset dan tergelincir.

Landasan Teori

Kecelakaan kerja meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun faktor

internal pada kecelakaan pada pekerja las tersebut ialah umur, tingkat pendidikan,

masa kerja, pengetahuan dan sikap. Sedangkan faktor eksternal pada kecelakaan

kerja pada pekerja las seperti ergonomi (posisi tubuh) dan lingkungan kerja baik

lingkungan fisik (pencahayaan, kebisingan, suhu udara, lantai licin dan percikan

bunga api) lingkungan kimia dan lingkungan biologi.


31

Kerangka Konsep

Faktor Manusia / Pekerja


1. Umur
2. Tingkat pendidikan
3. Masa Kerja
4. Pengetahuan
5. Sikap kerja
6. Tindakan Tidak aman
7. Penggunaan APD

Faktor Lingkungan Kerja


Terjadinya
1. Fisika : kebisingan, cuaca
kerja panas, lantai licin dan Kecelakaan Kerja
percikan bunga api
2. Kimia : debu, asap
3. Biologi : bakteri
4. Ergonomi

Faktor_Kondisi_Peralatan/
Mesin_dan material
Gambar 3. Kerangka konsep

Sumber : Teori Domino Heinrich, Suma‟mur PK (2013)

Saat bekerja umumnya pekerja ingin selamat, sehat dan terhindar dari

penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja. Adapun fakor yang dapat

mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja ialah faktor manusia yang terdiri dari

umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, masa kerja, sikap, tindakan tidak aman

dan penggunaan APD. Faktor lingkungan yang berasal dari luar diri manusia baik

itu lingkungan fisika, kimia dan biologi. Juga faktor peralatan lainnya, mesin yang

memenuhi syarat apakah alat untuk bekerja masih layak pakai atau tidak serta

material sebagai bahan pendukungnya.


32

Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh umur dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las di

Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

2. Ada pengaruh faktor tingkat pendidikan dengan kejadian kecelakaan kerja

pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

3. Ada pengaruh faktor masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

4. Ada pengaruh faktor pengetahuan dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2108.

5. Ada pengaruh faktor sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

6. Ada pengaruh faktor tindakan tidak aman dengan kejadian kecelakaan kerja

pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

7. Ada pengaruh penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

8. Ada pengaruh faktor lingkungan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

9. Ada pengaruh kondisi peralatan atau mesin dan material dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pakerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2018.


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat kuantitatif

bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan

tahun 2018. Penelitian ini merupakan cross sectional study karena pengambilan

data semua variabel dikumpulkan pada satu kurun waktu saja, yaitu pada saat

melaksanakan praktek penelitian dilapangan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian akan dilaksanakan pada seluruh

bengkel las yang berada di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan. Ada enam

(6) kelurahan pada Kecamatan Medan Selayang, yaitu: Kelurahan Padang Bulan

Selayang I, Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kelurahan Beringin, Kelurahan

Sempakata, Kelurahan Tanjung sari dan Kelurahan Asam Kumbang.

Waktu penelitian. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2018

sampai selesai. Waktu yang digunakan adalah untuk pengambilan data,

pengolahan data, analisis data dan juga penyusunan hasil penelitian.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja las yang berada di

Kecamatan Medan Selayang berjumlah 62 pekerja dengan 22 bengkel las. Adapun

6 Kelurahan tersebut ialah Kelurahan Padang Bulan Selayang I = 1 Bengkel las

terdapat 2 pekerja.

Kelurahan Padang Bulan Selayang II = 6 Bengkel las = 3 pekerja x 6 = 18 pekerja

33
34

Kelurahan Beringin tidak terdapat bengkel las.

Kelurahan Sempakata = 4 Bengkel las = 3 pekerja x 4 = 12 pekerja.

Kelurahan Tanjung sari = 7 Bengkel las = 3 pekerja x 7 = 21 pekerja.

Kelurahan Asam Kumbang = 4 Bengkel las. 3 bengkel las terdapat 2 pekerja dan

1 bengkel las terdapat 3 pekerja jadi total ada 9 pekerja.

Sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek

penelitian. Teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling dimana

seluruh anggota populasi menjadi objek penelitian sebanyak 62 orang.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui

wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kuesinoer merupakan salah satu

metode dalam penyebaran angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan

mengenai penelitian. Angket yaitu penulis membuat daftar pertanyaan sekitar

penelitian ini yang kemudian disebarkan untuk diisi responden agar

memperkuat hasil penelitian. Adapun isi kuesioner tersebut ialah Umur, Masa

Kerja, Pengetahuan (10 butir pertanyaan), Sikap kerja (8 butir pertanyaan),

Penggunaan APD (1 butir pertanyaan), Faktor Lingkungan Kerja (8 butir

pertanyaan), Kondisi keadaan mesin/peralatan las dan material (6 butir

pertanyaan), Tindakan Tidak Aman (8 butir pertanyaan) dan Kecelakaan

pada Pekerja Las (7 Pertanyaan) dapat dilihat di Lampiran 1 Kuesioner

Penelitian. Kuesioner disusun dengan modifikasi dari kuesioner penelitian

Fauzi (2013) menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup sesuai variabel


35

2. Data sekunder digunakan sebagai data penunjang atau pelengkap data primer

yang berhubungan dengan keperluan peneliti. Data diperoleh langsung dari

penelusuran dokumen, catatan serta data pendukung lainnya.

Definisi Operasional

1. Umur adalah lamanya hidup pekerja las listrik yang dinyatakan dalam tahun

2. Tingkat pendidikan merupakan sekolah terakhir pendidikan formal yang

dilalui pekerja (SD,SMP,SMA/SMK/Sederajat/Diploma (D3) atau Strata 1.

3. Masa kerja adalah lamanya bekerja sebagai pekerja las listrik.

4. Pengetahuan merupakan sejauh mana pekerja paham dan mengerti tentang

bahaya lingkungan kerja diantaranya lingkungan fisik, kimia.

5. Sikap merupakan tanggapan atau reaksi pekerja las akan bahaya lingkungan

kerja.

6. Pekerja las listrik merupakan pekerja yang melaksanakan penyambungan

besi, seperti : pembuatan pagar, pintu besi, tangga, jendela dan lain-lain.

7. Kondisi mesin/peralatan lainnya yang dapat atau tidaknya mempengaruhi

terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las.

8. Tindakan tidak aman adalah perbuatan nyata yang dapat membahayakan

pekerja pada saat proses pengelasan.

9. Lingkungan kerja adalah kehidupan manusia dengan keadaan sekitar dalam

melakukan pekerjaan.

10. Penggunaan APD merupakan APD yang digunakan pekerja las selama kerja.
36

Metode Pengukuran

Tabel 1
Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Variabel bebas Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Kategori


Umur Kuesioner Nominal 21 - 30 thn
31 - 40 thn
41 – 50 thn
Tingkat Kuesioner Ordinal 1=SD 1._Sekolah
pendidikan 2=SMP rendah (Tidak
3=SMA SD s/d SMP)
4=D3 2._Sekolah
5=S1(PT) tinggi (SMA s/d
PT)
Masa Kerja Kuesioner Nominal 1. < 5 tahun
2. > 5 tahun
Pengetahuan Kuesioner Ordinal 1._≥75%_ 1. Baik
(10) total_skor 2. Cukup
2._50% -75% 3. Kurang
total skor
3. <50%_
total skor
Sikap kerja Kuesioner Nominal 1._≥75%_ 1. Baik
(8) Total skor 2. Cukup
2._50% -75% 3. Kurang
total skor
3. <50%_
total skor
Penggunaan Kuesioner Nominal 1. bila 1. Lengkap
APD (1) pekerja las 2.Tidak
memakai > 3 lengkap
alat
pelindung
diri
2. bila
pekerja las
memakai 1-3
alat
pelindung
diri
(bersambung)
37

Tabel 1
Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Variabel bebas Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Kategori


Tindakan Kuesioner Nominal 1._> 75%_ 1. Baik
Tidak Aman (8) total_skor 2.Cukup
2._50% -75% 3. Kurang
total skor
3. <50%_
total_
skor
Pengaruh Kuesioner Ordinal 1. > 25% 1.Fisik
Lingkungan (8) total skor 2.Kimia
kerja_fisik,,_ 2. < 25% 3.Biologi
kimia,_biologi total skor 4.Ergonomi
dan ergonomi
Kondisi mesin, Kuesioner Nominal 1._≥ 50% a. Ya
peralatan dan (6) total skor b. Tidak
material 2. < 50%
total skor

Tabel 2
Aspek Pengukuran Variabel Terikat

Variabel Jumlah Bobot Skala


Kriteria Skor
Terikat Pertanyaan Nilai Ukur
Kecelakaan (7) 0 Tidak pernah Apabila Nominal
Kerja_pada pekerja
pekerja las menjawab
“tidak pernah”
dari_seluruh
pertanyaan

1 Pernah Apabila
pekerja
menjawab
“pernah” dari
salah_satu
pertanyaan
atau_seluruh
pertanyaan
38

Metode Analisis Data

Metode pengolahan data. Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui

proses pengolahan data, dengan langkah-langkah, sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data (Editing), adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan

baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register. Kegiatan editing

untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner, apakah jawaban

yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

2. Pemberian kode (Coding), yaitu merupakan kegiatan merubah data berbentuk

huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Kegunaan coding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry

data.

3. Proses data (Processing), setelah semua kuisioner terisi penuh dan benar, dan

telah melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya melakukan processing

data agar dapat dianalisis. Processing data dilakukan dengan cara memasukan

data (data entry) dari kuesioner ke paket program komputer.

4. Pembersihan data (Cleaning), merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah dimasukan (entry),apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan

tersebut dimungkinkan terjadi pada saat meng- entry data ke komputer

(Santoso, 2013).

Teknik analisis data. Adapun analisis data sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis data pada penelitian ini menggunakan Analisis Univariat, yaitu

analisis yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan


39

frekuensi dari setiap variabel penelitian. Pada penelitian ini, analisis data

disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dari masing-

masing variabel dependen dan independen.

2. Analisis Bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat) dapat

diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan dua variabel

tersebut biasanya digunakan prosedur pengujian hipotesis. Analisis Bivariat,

yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui kemaknaan dan besarnya

hubungan dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat

dengan menggunakan Analisis Uji T-Test dan Correlation dengan p <0, 25

(Priyohastono, 2012).

3. Analisis Multivariat

Analisis Multivariat yaitu analisis lanjutan untuk mengetahui variabel

independen yang paling berpengaruh atau paling dominan terhadap variabel

dependen (kecelakaan kerja pada pekerja las). Uji statistik menggunakan

Analisis Regresi Linear Berganda dengan syarat Variabel independennya

berjenis numerik, tetapi dapat pula berupa campuran numerik dan kategorik

dengan ketentuan variabel numeriknya harus lebih dominan (lebih banyak)

dari variabel kategorik untuk masuk ke uji multivariat.

Adapun asumsi yang harus dipenuhi pada regresi linier ganda adalah

a. Asumsi Eksistensi yang mempunyai mean dan sebaran (varian/standar deviasi).

b. Asumsi Independensi dengan uji Durbin watson yang nilai Durbin -2 s/d+2

berarti asumsi terpenuhi sebaliknya nilai Durbin <-2 atau >+2 berarti asumsi
40

berarti asumsi tidak terpenuhi.

c. Asumsi Linearitas diketahui dari Uji ANOVA, asumsi homoscedascity


diketahui dengan melakukan pembuatan plot residual.

d. Asumsi Homoscedascity diketahui dengan melakukan pembuatan plot residual.

e. Asumsi Normalitas, variabel dependen mempunyai distribusi normal untuk

setiap pengamatan variabel Independen dilihat dari normal P- P Plot residual

f. Asumsi Colinearity dengan cara melihat nilai r, jika r<0,8 dan nilai VIP

tolerance <10 maka tidak terjadi kolinearitas.


Hasil Penelitian

Gambaran Umum

Bengkel las listrik di Kecamatan Medan Selayang merupakan salah satu

jenis usaha sektor informal dibidang pengelasan. Pada Kecamatan Medan

Selayang terdapat 22 bengkel las lstrik aktif atau buka dan bersedia untuk

dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk memperoleh data dalam penelitian,

jumlah pekerja pada bengkel tersebut 2 sampai 3 pekerja. Bengkel las listrik

tersebut dimiliki oleh warga yang tinggal pada Kecamatan Medan Selayang.

Adapun bengkel las di Kecamatan tersebut :

Tabel 3

Jumlah Bengkel Las yang Ada di Kecamatan Medan Selayang

Nama Bengkel las Alamat Pekerja


Ora et Labora Jl. Setiabudi Raya, PB Selayang I 2
Rudi Karya Jl. Bunga Cempaka Raya 3
Era Karya Jaya Jl. Bunga Cempaka Raya 3
Karya Lestari Jl. Bunga Kenanga 3
Anugerah Jaya Jl. Teratai Kanan, PB Selayang II 3
Rudi Karya Jaya Jl. Bunga Cempaka Raya 3
Leo Jaya Jl. Bunga Ester, PB Selayang II 3
Andreas Las Jl. Melati Raya, Sempakata 3
Jaya Teknik Agung Jl. Ngumban Surbakti, Sempakata 3
Berkat Karunia Jaya Jl. Ngumban Surbakti, Sempakata 3
Ziana Las Jl. Ngumban Surbakti, Sempakata 3
Sibiung Jaya Jl. Bunga Asoka, Asam Kumbang 3
Las Surya Jl. Bunga Raya, Asam Kumbang 2
Fahmi Jaya Jl. Bunga Raya II, Asam Kumbang 2
Daniel Jaya Jl. Inpres, Asam Kumbang 2
Armaya Jaya Jl. Setiabudi Pasar II, Tanjungsari 3
Fendi Karsa Jl. Setiabudi Pasar I, Tanjungsari 3
Adi Las Jl. Setiabudi Pasar II Ringroad 3
Nuansa Indah Jl. Simpang Bunga Asoka 3
Evan Jaya Jl. Setiabudi Pasar II, Tanjungsari 3
(bersambung)

41
42

Tabel 3

Jumlah Bengkel Las yang Ada di Kecamatan Medan Selayang

Nama Bengkel las Alamat Pekerja


Simanungkalit Jl. Flamboyan, Tanjungsari 3
Andes Listrik Jl. Setiabudi Pasar III, 3
Tanjungsari
Total 62 pekerja
Wilayah-wilayah yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan
Kecamatan Medan Selayang adalah :

1. Sebelah utara : Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal

2. Sebelah selatan : Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Johor

3. Sebelah timur : Kecamatan Medan Polonia

4. Sebelah barat : Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 Kecamatan yang

berada di bagian Barat Daya wilayah kota Medan terbagi menjadi 6 kelurahan

dengan luas wilayah Kecamatan Medan Selayang adalah ± 23,79 Km². Kecamatan

ini mempunyai jumlah penduduk sebesar 84.148 jiwa, dengan jumlah penduduk

laki-laki sebesar 41.837 dan perempuan sebesar 42.311 jiwa. Terdapat berbagai

jenis usaha ekonomi lainnya baik yang berskala besar, sedang dan kecil terdapat

di Kecamatan Medan Selayang semua itu diharapkan agar memberikan kontribusi

bagi peningkatan pendapatan masyarakat baik dari segi tenaga kerja maupun

pendapatan lainnya. Pertumbuhan perekonomian cukup pesat mengalami

kemajuan, seperti doorsmeer kendaraan di sepanjang jalan Ringroad & Ngumban

Surbakti serta kantor-kantor swasta, sarana perbankan, pendidikan, dan kesehatan,

tempat ternak buaya yang terletak di asam kumbang juga warung-warung

makanan bermunculan di segala sudut guna memajukan perekonomiaan


43

masyarakat. Kondisi perdagangan atau perniagaan ini memberikan lapangan

pekerjaan.

Hasil Analisis Statistik Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti. Hasil analisis

univariat berdasarkan hasil penelitian terhadap 50 responden dapat dilihat pada

uaraian berikut :

Umur. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat

distribusi umur pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan

sebagai berikut:

Tabel 4

Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur n %
21-30 24 38,7%
31-40 19 30,6%
41-50 19 30,6%

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa responden yang berusia 21-30 tahun

sebanyak 24 responden (38,7%), sebanyak 19 responden (30,6%) berusia 31-40

tahun, sedangkan sebanyak 19 responden (30,6%) berusia 41-50 tahun.

Pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat

distribusi pendidikan terakhir pekerja las Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan, sebagai berikut :


44

Tabel 5

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir n %
SD – SMP 26 41,9%
SMA – PT 36 58,1%

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat

26 responden (41,9%) berpendidikan terakhir SD - SMP, sedangkan sebanyak 36

responden (58,1%) berpendidikan terakhir SMA - PT.

Masa kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat

distribusi masa kerja pekerja las Kecamatan Medan Selayang Kota Medan,

sebagai berikut :

Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja n %
< 5 tahun 35 56,5%
> 5 tahun 27 43,5%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat

sebanyak 35 responden (56,5%) memiliki lama masa kerja < 5 tahun, dan

sebanyak 27 responden (43,5%) memiliki lama masa kerja > 5 tahun.

Pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat

distribusi pengetahuan pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan, sebagai berikut :


45

Tabel 7

Distribusi Pertanyaan Pengetahuan

Pernyataan Jawaban
Benar % Salah %
Arti kecelakaan kerja 41 66,1 21 33,9
Salah satu penyebab utama 51 82,3 11 17,7
kecelakaan kerja
Yang dimaksud Alat Pelindung 42 67,7 20 32,3
Diri
APD yang dipakai saat 23 37,1 39 62,9
melakukan pengelasan
Bahaya debu dari potongan besi 39 62,9 23 37,1
pengelasan dapat menjadi
penyakit
Untuk mencegah terjadinya 38 61,3 24 38,7
kecelakaan kerja, hal yang
harus dilakukan pekerja las
Pernah merasakan mata lelah 39 62,9 23 37,1
ketika tidak menggunakan
APD (kacamata las) saat
mulai pengelasan
Posisi badan dengan alat kerja 45 72,6 17 27,4
tidak sesuai saat pengelasan
merupakan salah satu bahaya
ergonomi
Salah satu faktor yang 47 75,8 15 24,2
diperlukan oleh pengelasan
untuk mencegah kecelakaan
kerja
Kapan seharusnya alat 9 14,5 53 85,5
pelindung diri harus
digunakan

Pengetahuan responden pada pernyataan nomor satu “Arti kecelakaan

kerja” diketahui sebanyak 41 responden (66,1%) menjawab benar, dan sebanyak

21 responden (33,9%) menjawab salah.

Kemudian pengetahuan responden pada pernyataan nomor dua “Salah satu

penyebab utama kecelakaan kerja “diketahui sebanyak 11 responden ( 17,7%)


46

menjawab salah, dan sebanyak 51 responden ( 82,3%) menjawab salah.

Selanjutnya pengetahuan responden pada pernyataan nomor tiga “Yang dimaksud

dengan alat Pelindung diri” diketahui sebanyak 42 responden (67,7%) menjawab

benar, dan sebanyak 20 responden (32,3%) menjawab salah.

Pengetahuan responden pada pernyataan nomor empat “APD yang dipakai

saat melakukan pengelasan” diketahui sebanyak 23 responden (37,1%) menjawab

benar, dan sebanyak 39 responden (62,9%) menjawab salah.

Kemudian pengetahuan responden pada pernyataan nomor lima “Bahaya

debu dari potongan besi pengelasan dapat menjadi penyakit” diketahui sebanyak

39 responden (62,9%) menjawab benar, dan sebanyak 23 responden (37,1%)

menjawab salah.

Selanjutnya pengetahuan responden pada pernyataan nomor enam “Untuk

mencegah terjadinya kecelakaan kerja, hal yang harus dilakukan pekerja las”

diketahui sebanyak 38 responden (61,3%) menjawab benar, dan sebanyak 24

responden (38,7%) menjawab salah.

Pengetahuan responden pada pernyataan nomor tujuh “Pernah merasakan

mata lelah ketika tidak menggunakan APD ( kacamata las) saat mulai pengelasan”

diketahui sebanyak 39 responden (62,9%) menjawab benar, dan sebanyak 23

responden (37,1%) menjawab salah.

Kemudian pengetahuan responden pada pernyataan nomor delapan “Posisi

badan dengan alat kerja tidak sesuai saat pengelasan merupakan salah satu bahaya

ergonomi” diketahui sebanyak 45 responden (72,6%) menjawab benar, dan

sebanyak 17 responden (27,4%) menjawab salah.


47

Selanjutnya pengetahuan responden pada pernyataan nomor sembilan

“Salah satu faktor yang diperlukan oleh pengelas untuk mencegah kecelakaan

kerja” diketahui sebanyak 47 responden (75,8%) menjawab benar, dan sebanyak

15 responden (24,2%) menjawab salah.

Pengetahuan responden pada pernyataan nomor sepuluh “Kapan harusnya

alat pelindung diri harus digunakan” diketahui sebanyak 9 responden (14,5%)

menjawab benar, dan sebanyak 53 responden (85,5%) menjawab salah.

Tabel 8

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan n %
Baik 31 50,0%
Cukup 22 35,5%
Kurang 9 14,5%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat

sebanyak 31 responden (50,0%) memiliki pengetahuan baik, sebanyak 22

responden (35,5%) memiliki pengetahuan cukup, dan sebanyak 9 responden

(14,5%) memiliki pengetahuan kurang.

Sikap kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat

distribusi sikap pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan, sebagai

berikut :
48

Tabel 9

Distribusi Pertanyaan Sikap Kerja

Pernyataan Jawaban
Setuju % Tidak %
setuju
Fokus dan hati-hati saat 62 100 0 0,00
pengelasan
Perlunya ketangkasan pekerja 60 96,8 2 3,2
saat bekerja
Alat Pelindung Diri harus 56 90,3 6 9,7
digunakan saat bekerja
Pengunaan APD pada saat 60 96,8 2 3,2
bekerja untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja
Adanya potensi bahaya dari 62 100 0 0,00
setiap alat, bahan dan mesin
yang digunakan pada saat
bekerja sehingga harus
waspada
Sesama pekerja saling 62 100 0 0,00
memberikan semangat saat
bekerja sehingga hasil yang
dikerjakan sesuai dengan
permintaan pelanggan
Memakai alat pelindung diri 58 93,5 4 6,5
yang sesuai dan benar
Tidak dibenarkan bersenda 55 88,7 7 11,3
gurau dengan rekan kerja saat
bekerja

Sikap responden pada pernyataan nomor satu “Fokus dan hati-hati saat

pengelasan” diketahui sebanyak 62 responden (100%) memilih sikap setuju,

sedangkan 0 responden (0,00%) memilih sikap tidak setuju.

Kemudian sikap responden pada pernyataan nomor dua “Perlunya

ketangkasan pekerja saat bekerja” diketahui sebanyak 60 responden (96,8%)

memilih sikap setuju, sedangkan 2 responden (3,2%) memilih sikap tidak setuju.

Selanjutnya sikap responden pada pernyataan nomor tiga “alat pelindung


49

diri digunakan saat bekerja” diketahui sebanyak 56 responden (90,3%) memilih

sikap setuju, sedangkan 6 responden (9,7%) memilih sikap tidak setuju.

Sikap responden pada pernyataan nomor empat “Penggunaan APD pada

saat bekerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja” diketahui sebanyak 60

responden (96,8%) memilih sikap setuju, sedangkan 2 responden (3,2%) memilih

sikap tidak setuju.

Kemudian sikap responden pada pernyataan nomor lima “Adanya potensi

bahaya dari setiap alat, bahan dan mesin yang digunakan pada saat bekerja

sehingga harus waspada” diketahui sebanyak 62 responden (100%) memilih sikap

setuju, sedangkan 0 responden (0,00%) memilih sikap tidak setuju.

Selanjutnya sikap responden pada pernyataan nomor enam “Sesama

pekerja saling memberikan semangat saat bekerja sehingga hasil yang dikerjakan

sesuai dengan permintaan pelanggan” diketahui sebanyak 62 responden (100%)

memilih sikap setuju, sedangkan 0 responden (0,00%) responden memilih sikap

tidak setuju.

Sikap responden pada pernyataan nomor tujuh “Memakai Alat Pelindung

diri yang sesuai dan benar” diketahui sebanyak 58 responden (93,5%) memilih

sikap setuju, sedangkan 4 responden (6,5%) memilih sikap tidak setuju.

Kemudian sikap responden pada pernyataan nomor delapan “Tidak

dibenarkan bersenda gurau dengan kerja saat bekerja” diketahui sebanyak 55

responden (88,7%) memilih sikap setuju, sedangkan 7 responden (11,3%)

memilih sikap tidak setuju.


50

Tabel 10

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Kerja

Sikap Kerja n %
Baik 46 74,2%
Cukup 16 25,8%
Kurang 0 0,00%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat responden yang

memiliki sikap baik sebanyak 46 responden (74,2%), sedangkan sebanyak 16

responden (25,8%) memiliki sikap cukup, dan sebanyak 0 responden (0,00%)

memiliki sikap kurang.

Lingkungan kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

terdapat distribusi lingkungan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan

Selayang Kota Medan sebagai berikut :

Tabel 11

Distribusi Pertanyaan Lingkungan Kerja

Jawaban
Fisik Kimia Biologi Ergonomi
Pernyataan
n % n % n % n %
Terpapar sinar las membuat 11 17,7 35 56,5 10 16,1 6 9,7
mata pedih dan lelah
Terhirup debu/asap besi 25 40,3 19 30,6 15 24,2 3 4,8
dalam proses pengelasan
Cara kerja yang baik dapat 2 3,2 0 0,00 21 33,9 39 62,9
mengurangi kelelahan
akibat kerja
Posisi kerja yang salah bikin 9 14,5 0 0,00 14 22,6 39 62,9
pekerja tidak nyaman, rasa
nyeri otot dan kelelahan
fisik
(bersambung)
51

Tabel 11

Distribusi Pertanyaan Lingkungan Kerja

Jawaban
Fisik Kimia Biologi Ergonomi
Pernyataan
n % n % n % n %
Bising yang dikeluarkan 36 58,1 7 11,3 11 17,7 8 12,9
dari alat/mesin las dapat
menyebabkan kelalaian
pendengaran pada pekerja
Terkena percikan bunga api 35 56,5 18 29,0 7 11,3 2 3,2
berisiko mengalami luka
bakar
Apabila penyimpanan alat 12 19,4 5 8,1 39 62,9 6 9,6
atau mesin dengan suhu
udara lembab akan timbul
bakteri, virus dan jamur
sehingga dapat menjadi
agent penyakit pada
pekerja las

Lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor satu “Terkena

percikan bunga api berisiko mengalami luka bakar” diketahui sebanyak 35

responden (56,5%) menjawab fisik, sebanyak 18 responden (29,0%) menjawab

kimia, sebanyak 7 responden (11,3%) menjawab biologi, sedangkan sebanyak 2

responden (3,2%).

Kemudian lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor dua

“Terpapar sinar las membuat mata pedih dan lelah saat pengelasan” diketahui

sebanyak 11 responden (17,7%) menjawab fisik, sebanyak 35 responden (56,5%)

menjawab kimia, sebanyak 10 responden (16,1%) menjawab biologi, sedangkan 6

responden (9,7%) menjawab ergonomi.


52

Selanjutnya lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor tiga

“Terhirup debu dan asap besi dalam proses pengelasan dapat merusak sistem

pernapasan” diketahui sebanyak 25 responden (40,3%) menjawab fisik, sebanyak

19 responden (30,6%) menjawab kimia, sebanyak 15 responden (24,2%)

menjawab biologi, sedangkan 3 reponden (4,8%) menjawab ergonomi.

Lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor empat “Cara kerja

yang baik dapat mengurangi kelelahan akibat kerja” diketahui sebanyak 2

responden (3,2%) menjawab fisik, sebanyak 0 responden (0,00%) menjawab

kimia, sebanyak 21 responden (33,9%) menjawab biologi, sedangkan 39

responden (62,9%) menjawab ergonomi.

Kemudian lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor lima

“Posisi kerja salah membuat pekerja tidak nyaman dan merasakan nyeri dapat

menimbulkan nyeri otot dan kelelahan fisik” diketahui sebanyak 9 responden

(14,5%) menjawab fisik, sebanyak 0 responden (0,00%) menjawab kimia,

sebanyak 14 responden (22,6%) menjawab biologi, sedangkan sebanyak 39

responden (62,9%) menjawab ergonomi.

Selanjutnya lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor enam

“Bising yang dikeluarkan dari alat/mesin las dapat menyebabkan kelainan

pendengaran pada pekerja” diketahui sebanyak 36 responden (58,1%) menjawab

fisik, sebanyak 7 responden (11,3%) menjawab kimia, sebanyak 11 responden

(17,7%) menjawab biologi, sedangkan 8 responden (12,9%) menjawab ergonomi.

Lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor tujuh “Pencahayaan

yang cukup, suhu udara yang normal dan lantai yang bersih serta tidak licin dapat
53

membuat pekerja tidak mengalami kecelakaan kerja” diketahui sebanyak 21

responden (33,9%) menjawab fisik, sebanyak 4 responden (6,5%) menjawab

kimia, sebanyak 35 responden (56,5%) menjawab biologi, sedangkan 2 responden

(3,2%) menjawab ergonomi.

Kemudian lingkungan kerja responden pada pernyataan nomor delapan

“Apabila penyimpanan alat atau mesin dengan suhu udara lembab akan timbul

bakteri, virus, jamur sehingga dapat menjadi agent penyakit pada pekerja las”

diketahui sebanyak 12 responden (19,4%) menjawab fisik, sebanyak 5 responden

(8,1%) menjawab kimia, sebanyak 39 responden (62,9%) menjawab biologi,

sedangkan 6 responden (9,6%) menjawab ergonomi.

Tabel 12

Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Kerja

Lingkungan Kerja n %
Fisik 33 53,2%
Kimia 20 32,3%
Biologi 6 9,7%
Ergonomi 3 4,8%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa lingkungan kerja responden

pada pekerja las yang memilih fisik sebanyak 33 responden (53,2%) , sebanyak

20 responden (32,3%) memilih kimia, sebanyak 6 responden (9,7%) memilih

biologi, sedangkan sebanyak 3 responden (4,8%) memilih ergonomi.

Kondisi Mesin, Peralatan dan Material. Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan, terdapat distribusi kondisi mesin pada pekerja las di

Kecamatan Medan Selayang Kota Medan sebagai berikut :


54

Tabel 13

Distribusi Pertanyaan Kondisi Mesin, Peralatan dan Material

Pernyataan Jawaban
Ya % Tidak %
Peralatan atau mesin yang 8 12,9 54 87,1
sudah tidak layak pakai masih
digunakan untuk pengelasan
Adanya keterkaitan antara mesin 59 95,2 3 4,8
dan perlatan lainnya dalam
pengelasan
Peralatan diletakkan atau 61 98,4 1 1,6
dikembalikan pada tempat
yang aman dan terjangkau
Pemasokan bahan baku sebagai 62 100 0 0,00
bahan pembuatan las tersedia
Bahan baku pernah habis 37 59,7 25 40,3
Ketika menggunakan mesin las,
pekerja memperhatikan 57 91,9 5 8,1
kondisi mesin bergerak/ tidak

Kondisi mesin, peralatan dan material responden pada pernyataan nomor

satu “Peralatan atau mesin yang sudah tidak layak pakai masih digunakan untuk

pengelasan” diketahui sebanyak 8 responden (16,0%) menjawab ya dan sebanyak

54 responden (87,1%) menjawab tidak.

Kemudian kondisi mesin, peralatan, dan material responden pada

pernyataan nomor dua “Adanya keterkaitan antara mesin dan peralatan lainnya

dalam pengelasan” diketahui sebanyak 59 responden (95,2%) menjawab ya,

sedangkan 3 responden (4,8%) menjawab tidak.

Selanjutnya kondisi mesin, peralatan dan material responden pada

pernyataan nomor tiga “Peralatan diletakkan atau dikembalikan pada tempat yang

aman dan terjangkau” diketahui sebanyak 61 responden (98,4) menjawab ya,


55

sedangkan 1 responden (1,6%) menjawab tidak.

Kondisi mesin, peralatan dan material responden pada pernyataan nomor

empat “Ketika menggunakan mesin las perhatikan mesin dalam kondisi bergerak

atau tidak” diketahui sebanyak 57 responden (91,9%) menjawab ya, sedangkan 5

responden (8,1%) menjawab tidak.

Kemudian kondisi mesin, peralatan, dan material responden pada

pernyataan nomor lima “Pemasokan bahan baku sebagai bahan pembuatan las

tersedia” diketahui sebanyak 62 responden (100%) menjawab ya, sedangkan 0

responden (0,00%) menjawab tidak.

Selanjutnya kondisi mesin, peralatan, dan material responden pada

pernyataan nomor enam” Bahan baku (besi) pernah habis karena memang

membutuhkan material yang lebih” diketahui sebanyak 37 responden (59,7%)

menjawab ya, sedangkan 25 responden (40,3%) menjawab tidak.

Tabel 14

Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Mesin, Peralatan dan Material

Kondisi mesin, peralatan dan material n %


Ya 31 50,0%
Tidak 31 50,0%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 31 responden

(50,0%) menjawab ya, dan sebanyak 31 responden (50,0%) menjawab tidak.

Penggunaan APD. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

terdapat distribusi penggunaan APD pada pekerja las di Kecamatan Medan

Selayang Kota Medan sebagai berikut :


56

Tabel 15

Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD

Penggunaan APD n %
Lengkap 22 35.5%
Tidak Lengkap 40 64,5%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat

22 responden (35,5%) memakai APD lengkap saat bekerja, sedangkan sebanyak

40 responden (64,5%) memakai APD tidak lengkap saat bekerja.

Tindakan tidak aman. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

terdapat distribusi tindakan pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan sebagai berikut :

Tabel 16

Distribusi Pertanyaan Tindakan Tidak Aman

Pernyataan Jawaban
Ya % Tidak %
Memakai peralatan pengelasan 60 96,8 2 3,2
sesuai dengan fungsinya
Menempatkan peralatan kerja 61 98,4 1 1,6
dengan benar setelah selesai
bekerja
Menggunakan peralatan kerja 62 100 0 0,00
dengan baik
Bekerja dengan posisi tubuh 49 79,0 13 21,0
yang benar ketika bekerja
Alat Pelindung Diri yang 59 95,2 3 4,8
dikenakan nyaman
Memakai Alat Pelindung 35 56,5 27 43,5
Diri (APD) yang lengkap
dan benar sesuai saat mulai
bekerja
(bersambung)
57

Tabel 16

Distribusi Pertanyaan Tindakan Tidak Aman

Pernyataan Jawaban
Ya % Tidak %
Ada mesin atau alat kerja yang 21 33,9 41 66,1
sudah tidak layak pakai tapi
masih digunakan dalam
proses pengelasan
Mengetahui bahwa bercanda 58 93,5 4 6,5
saat bekerja dapat membuat
kecelakaan kerja
Tindakan responden pada pernyataan nomor satu “Memakai peralatan

pengelasan sesuai dengan fungsinya” diketahui sebanyak 60 responden (96,8%)

menjawab ya, sedangkan 2 responden (3,2%) menjawab tidak.

Kemudian tindakan responden pada pernyataan nomor dua “Menempatkan


perlatan kerja dengan benar setelah selesai bekerja” diketahui sebanyak 61

responden (98,4%) menjawab ya, sedangkan 1 responden (1,6%) menjawab tidak.

Selanjutnya tindakan responden pada pernyataan nomor tiga

“Menggunakan perlatan kerja dengan baik” diketahui sebanyak 62 responden

(100%) menjawab ya, sedangkan 0 responden (0,00%) menjawab tidak.

Tindakan responden pada pernyataan nomor empat “Bekerja dengan posisi

tubuh yang benar ketika bekerja” diketahui sebanyak 49 responden (79,0%)

menjawab ya, sedangkan 13 responden (21,0%) menjawab tidak.

Kemudian tindakan responden pada pernyataan nomor lima “Alat

Pelindung Diri yang dikenakan nyaman” diketahui sebanyak 59 responden

(95,2%) menjawab ya, sedangkan 3 responden (4,8%) menjawab tidak.

Selanjutnya tindakan responden pada pernyataan nomor enam “Memakai


58

alat pelindung diri (APD) yang lengkap dan benar sesuai saat mulai bekerja”

diketahui sebanyak 35 responden (56,5%) menjawab ya, sedangkan 27 responden

(43,5%) menjawab tidak.

Tindakan responden pada pernyataan nomor tujuh “Ada mesin atau alat

kerja yang sudah tidak layak pakai tapi masih digunakan dalam proses

pengelasan” diketahui sebanyak 21 responden (33,9%) menjawab ya, sedangkan

41 responden (66,1%) menjawab tidak.

Kemudian tindakan responden pada pernyataan nomor delapan

“Mengetahui bahwa bercanda saat bekerja dapat membuat kecelakaan kerja”

diketahui sebanyak 58 responden (93,5%) menjawab ya, sedangkan 4 responden

(6,5%) menjawab tidak.

Tabel 17

Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tidak Aman

Tindakan n %
Baik 33 53,2
Cukup 29 46,8
Kurang 0 0,00

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat

sebanyak 33 responden (53,2%) memiliki tindakan baik, sebanyak 29 responden

(46,8%) memiliki tindakan cukup, dan sebanyak 0 responden (0,00%) memiliki

tindakan kurang.

Kecelakaan Kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

terdapat distribusi kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan

Selayang Kota Medan sebagai berikut :


59

Tabel 18

Distribusi Pertanyaan Kecelakaan Kerja

Pernyataan Jawaban
Pernah % Tidak %
Pernah
Pernah mengalami terpotong 52 83,9 10 16,1
(tersayat, tergores, tertusuk) saat
pengelasan
Pernah mengalami terjepit, 40 64,5 22 35,5
terhimpit alat kerja
Pernah tertimpa atau terjatuh alat 32 51,6 30 48,4
kerja las secara tidak sengaja
Pernah mengalami terpukul alat 55 88,7 7 11,7
kerja las tanpa sengaja
Pernah merasakan mata pedih 41 66,1 21 33,9
dan lelah saat pengelasan saat
tidak pakai APD
Pernah merasakan tangan merah, 36 58,1 26 41,9
memar dan panas seperti
terbakar dari alat kerja
Pernah terkontak dengan arus 48 77,4 14 22,6
listrik

Kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor satu “Pernah

mengalami terpotong (tersayat, tergores, tertusuk) saat pengelasan” diketahui

sebanyak 52 responden (83,9%) menjawab pernah mengalami kecelakaan kerja,

sedangkan 10 responden (16,1%) menjawab tidak pernah mengalami kecelakaan

kerja.

Kemudian kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor dua

“Pernah mengalami terjepit, terhimpit alat kerja” diketahui sebanyak 40

responden (64,5%) menjawab pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 22

responden (35,5%) menjawab tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Selanjutnya kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor tiga


60

“Pernah tertimpa atau terjatuh alat kerja las secara tidak sengaja” diketahui

sebanyak 32 responden (51,6%) menjawab pernah mengalami kecelakaan kerja,

sedangkan 30 responden (48,4%) menjawab tidak pernah mengalami kecelakaan

kerja.

Kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor empat “Pernah

mengalami terpukul alat kerja las tanpa sengaja” diketahui sebanyak 55 responden

(88,7%) menjawab pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan sebanyak 7

responden (11,3%)menjawab tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Kemudian kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor lima

“Pernah terkontak dengan arus listrik” diketahui sebanyak 48 responden (77,4%)

menjawab pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan sebanyak 14 responden

(22,6%) menjawab tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Selanjutnya kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor enam

“Pernah merasakan mata terasa pedih dan lelah saat pengelasan bila tidak

memakai APD” diketahui sebanyak 41 responden (66,1%) menjawab pernah

mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 21 responden (33,9%) menjawab tidak

pernah mengalami kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja responden pada pernyataan nomor tujuh” Pernah

merasakan tangan menjadi panas seperti terbakar dari alat kerja sehingga merah

dan memar” diketahui sebanyak 36 responden (58,1%) menjawab pernah

mengalami kecelakaan kerja, sedangkan sebanyak 26 responden (41,9%)

menjawab tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.


61

Tabel 19

Distribusi Responden Berdasarkan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja n %
Pernah 54 87,1
Tidak Pernah 8 12,9

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat

sebanyak 54 responden (87,1%) pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan

sebanyak 8 responden (12,9%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

Hasil Analisis Statistik Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel bebas

(umur, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap kerja, penggunaan

APD, faktor lingkungan kerja, kondisi keadaan mesin/peralatan las, dan tindakan

tidak aman) terhadap variabel terikat (kecelakaan kerja). Dikatakan ada hubungan

dan bermakna secara statistik jika diperoleh hasil uji lebih kecil dari nilai “p”

(signifikan) yang ditentukan yaitu p < 0,25 dengan menggunakan uji statistic T-

Test dan Correlation.Variabel yang dapat masuk ke model multivariat adalah

variabel yang analisis bivariatnya mempunyai nilai p value < 0,25 Secara rinci

dapat di lihat pada tabel berikut :

Hubungan antara faktor umur, pendidikan, pengetahuan dan

lingkungan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las di

Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018. Hubungan antara

faktor umur dengan kejadian kecelakaan kerja untuk menunjukkan variabel mana

yang memiliki hubungan dengan terjadinya kejadian kecelakaan kerja.


62

Tabel 20

Hubungan antara Faktor Umur, Pendidikan Terakhir, Pengetahuan dan


Lingkungan Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las di
Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018

Variabel p value

Umur 0,001
Pendidikan Terakhir 0,222
Pengetahuan 0,000
Lingkungan Kerja 0,081

Berdasarkan tabel diatas hubungan antara faktor umur dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0,001

(p < 0,25) maka ada hubungan antara variabel umur dengan kejadian kecelakaan

kerja pekerja las.

Berdasarkan tabel diatas hubungan antara tingkat pendidikan dengan

kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las menunjukkan bahwa p value 0,222 (p

< 0,25) maka ada hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las.

Berdasarkan tabel diatas hubungan pengetahuan dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las menunjukkan bahwa p value 0,000 (p < 0,25)

maka ada hubungan antara variabel pengetahuan dengan kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las.

Berdasarkan tabel diatas hubungan lingkungan kerja dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las menunjukkan bahwa p value 0,081 (p < 0,25)

maka ada hubungan antara variabel pengetahuan dengan kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las. Sehingga variabel umur, pendidikan, pengetahuan dan

lingkungan kerja masuk kedalam multivariat.


63

Hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

Hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja untuk

menunjukkan variabel mana yang memiliki hubungan dengan terjadinya kejadian

kecelakaan kerja.

Tabel 21

Hubungan antara Masa Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pekerja
Las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018

Masa Kerja Mean SD SE p value n

<5 tahun 5,11 1,906 0,322 0,005 35


>5 tahun 6,00 1,177 0,226 27

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kejadian

kecelakaan kerja dengan masa kerja <5 tahun adalah 5,11 dengan standar deviasi

1,906, sedangkan rata-rata kejadian kecelakaan kerja dengan masa kerja >5 tahun

adalah 6,00 dengan standar deviasi 1,177. Hasil uji t didapatkan nilai p value

sebesar 0,005 (p < 0,25) artinya ada hubungan yang signifikan rata-rata kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las antara masa kerja <5 tahun dan >5 tahun.

Hubungan antara sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

Hubungan antara sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja untuk

menunjukkan variabel mana yang memiliki hubungan dengan terjadinya kejadian

kecelakaan kerja.
64

Tabel 22

Hubungan antara Sikap Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pekerja
Las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018

Sikap Kerja Mean SD SE p value n


Baik 5,72 1,544 0,228 46
Cukup 4,88 1,928 0,482 0,149 16

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kejadian kecelakaan

kerja dengan sikap kerja yang baik adalah 5,72 dengan standar deviasi 1,544,

sedangkan untuk yang memiliki sikap kerja yang sedang adalah 4,88 dengan

standar deviasi 1,928. Hasil uji t didapatkan nilai p value sebesar 0,149 (p < 0,25)

artinya ada hubungan yang signifikan rata-rata kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las antara sikap kerja yang baik dan cukup.

Hubungan antara tindakan tidak aman dengan kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun

2018. Hubungan antara tindakan tidak aman dengan kejadian kecelakaan kerja

untuk menunjukkan variabel mana yang memiliki hubungan dengan terjadinya

kejadian kecelakaan kerja.

Tabel 23

Hubungan antara Tindakan Tidak Aman dengan Kejadian Kecelakaan Kerja


pada Pekerja Las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018

Variabel n Mean SD SE p value


Baik 33 5,73 1,485 0,258 0,105
Cukup 29 5,24 1,864 0,346

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kejadian

kecelakaan kerja dengan tindakan tidak aman yang baik adalah 5,73 dengan

standar deviasi 1,485, sedangkan untuk tindakan tidak aman yang sedang adalah
65

5,24 dengan standar deviasi 1,864. Hasil uji t didapatkan nilai p value sebesar

0,105 (p < 0,25) artinya ada hubungan yang signifikan rata-rata kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las antara sikap kerja yang baik dan cukup.

Hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja

pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan tahun 2018.

Hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja untuk

menunjukkan variabel mana yang memiliki hubungan dengan terjadinya kejadian

kecelakaan kerja.

Tabel 24

Hubungan antara Penggunaan APD dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada


Pekerja Las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2018

Variabel N Mean SD SE p value


Lengkap 22 6,45 0,800 0.171 0,000
Tidak lengkap 40 4,98 1,804 0,285

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kejadian kecelakaan

kerja dengan penggunaan APD lengkap adalah 6,45 dengan standar deviasi 0,800,

sedangkan untuk penggunaan APD tidak lengkap adalah 4,98 dengan standar

deviasi 1,928. Hasil uji t didapatkan nilai p value sebesar 0,000 (p < 0,25) artinya

ada hubungan yang signifikan rata-rata kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las

antara penggunaan APD lengkap dan tidak lengkap.

Hubungan antara kondisi mesin/peralatan las lainnya dengan kejadian

kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2018. Hubungan antara kondisi mesin/peralatan las lainnya dengan
66

kejadian kecelakaan kerja untuk menunjukkan variabel mana yang memiliki

hubungan dengan terjadinya kejadian kecelakaan kerja.

Tabel 25

Hubungan antara Kondisi Mesin/Peralatan Las lainnya dengan Kejadian


Kecelakaan Kerja pada Pekerja Las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan
Tahun 2018

Variabel n Mean SD SE p value


Kondisi mesin/peralatan lainnya
Ya 31 5,90 1,513 0,272 0,502
Tidak 31 5,10 1,758 0,316

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kejadian

kecelakaan kerja dengan menjawab iya ada pengaruh kondisi mesin/peralatan

lainnya adalah 5,90 dengan standar deviasi 1,513, sedangkan untuk yang

menjawab tidak pengaruh kondisi mesin/peralatan lainnya adalah 5,10 dengan

standar deviasi 1,758. Hasil uji t didapatkan nilai p value sebesar 0,502 (p > 0,25)

artinya tidak ada hubungan yang signifikan rata-rata kejadian kecelakaan kerja

pada pekerja las antara iya dan tidaknya kondisi mesin/ peralatan lainnya.

Hasil Analisis Statistik Multivariat

Analisis yang digunakan dengan menggunakan uji regresi linear berganda

untuk melihat pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen.

Regresi linear berganda. Regresi linear adalah alat statistik yang

diperlukan untuk mengetahui pengaruh antara satu atau beberapa variabel

terhadap satu buah variabel. Variabel yang memengaruhi sering disebut variabel

bebas, variabel independen atau variabel penjelas.


67

Tabel 26

Model Summary

Model Rsquare S.E


1 0,114 0,321
Ukuran yang penting dan sering digunakan dalam analisis regresi adalah

koefisien determinasi atau disimbolkan R. Koefisien determinasi berguna untuk

mengetahui seberapa besar variasi dependen dapat dijelaskan oleh variabel

independen atau dengan kata lain R Square menunjukkan seberapa jauh variabel

independen dapat memprediksi variabel dependen. Semakin besar nilai R Square

semakin baik/semakin tepat variabel independen memprediksi variabel dependen.

Tabel 27

Anova

Model Df F P
Regression 1 7,742 0,007
Residual 60
Dari tabel di atas, dapat dilihat nilai p value < 0,05, artinya pada α = 5%

dapat disimpulkan regresi cocok (fit) dengan data.

Tabel 28

Analisis Regresi Linear

Model B S.E T P
Constant 1,457 0,125 11,680 0,000
Masa kerja -0,229 0,082 -2,782 0,007

Dari tabel diatas, dapat dilihat variabel yang secara signifikan

dengan kejadian kecelakaan kerja. Variabel masa kerja secara signifikan

berpengaruh terhadap kejadian kecelakaan kerja (p value < 0,05). Dari tabel
68

diatas diperoleh persamaan linear untuk memprediksi kejadian kecelakaan kerja

yaitu :

Kejadian Kecelakaan Kerja = 1,457 – 0,229 Masa Kerja

Dengan model persamaan yang didapatkan, maka dapat diprediksi

kejadian kecelakaan kerja dengan menggunakan variabel masa kerja. Kolom beta

dapat digunakan untuk mengetahui variabel mana yang paling besar peranannya

(pengaruhnya) dalam menentukan variabel dependennya (kejadian kecelakaan

kerja). Semakin besar nilai beta semakin besar pengaruhnya terhadap variabel

dependennya. Pada hasil diatas berarti variabel yang paling besar pengaruhnya

terhadap kejadian kecelakaan kerja adalah variabel masa kerja.

Uji Asumsi Analisis Statistik Multivariat

Asumsi eksistensi (variabel random). Untuk setiap nilai dari variabel X

(variabel independen), variabel Y (dependen) adalah variabel random yang

mempunyai mean dan varian tertentu. Asumsi ini berkaitan dengan teknik

pengambilan sampel. Untuk memenuhi asumsi ini, sampel yang asumsi eksitentsi

dengan cara melakukan analisis deskriptif variabel residual dari model, bila

residual menunjukkan adanya mean mendekati nilai nol dan ada sebaran (varian

atau standar deviasi) maka asumsi eksistensi terpenuhi.

Hasil analisis sebagai berikut :


69

Tabel 29

Uji Asumsi Eksistensi

Minimum Maximum Mean Std. n


Deviation

Predicted Value 1.00 1.23 1.13 .114 62


Std. Predicted -1.129 .871 .000 1.000 62
Value .054 .062 .057 .004
Standard Error of
Predicted Value 1.00 1.24 1.13 .115 62
Adjusted
Predicted Value -.229 .771 .000 .318 62
Residual
Std. Residual -.713 2.405 .000 .992 62
Stud. Residual -.723 2.440 .000 1.006 62
Deleted Residual -.235 .794 .000 .327 62
Stud. Deleted -.720 2.550 .015 1.040 62
Residual
Mahal. Distance .759 1.275 .984 .258 62
Cook's Distance .000 .088 .015 .029 62
Centered .012 .021 .016 .004 62
Leverage Value

Hasil analisis output diatas menunjukkan angka residual dengan mean

0,000 dan standar deviasi 0,318. Dengan demikian asumsi eksistensi terpenuhi.

Asumsi independensi. Suatu keadaan dimana masing-masing nilai Y

bebas satu sama yang lain. Jadi nilai dari tiap-tiap individu saling berdiri sendiri.

Tidak diperbolehkan nilai observasi yang berbeda yang diukur dari satu individu

diukur dua kali. Untuk mengetahui asumsi ini dilakukan dengan cara

mengeluarkan uji Durbin Watson, bila nilai Durbin -2 s.d +2 berarti asumsi

independensi terpenuhi, sebaliknya bila nilai Durbin < -2 atau > +2 berarti asumsi

tidak terpenuhi.

Hasil analisis sebagai berikut :


70

Tabel 30

Uji Asumsi Independensi

Std. Error
Adjusted R Durbin-
Model R R Square of the
Square Watson
Estimate
1 .338a .114 .100 .321 1.847

Dari hasil uji didapatkan Coeffisien Durbin Watson 1,847 berarti asumsi

independensi terpenuhi.

Asumsi linearitas. Nilai mean dari variabel Y untuk suatu kombinasi X1,

X2, X3,.....,Xk terletak pada garis/ bidang linear yang dibentuk dari persamaan

regresi. Untuk mengetahui asumsi linearitas dapat diketahui dari uji Anova

(0verall F Test) bila hasilnya signifikan (p value < alpha) maka model berbentuk

linear.

Hasil uji asumsi sebagai berikut :

Tabel 31

Uji Asumsi Linearitas

Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
Regression .796 1 .796 7.742 .007
Residual 6.171 60 .103
Total 6.968 61

Dari output diatas menghasilkan uji Anova = 0,007, berarti asumsi

linearitas terpenuhi.

Asumsi homoscedascity. Varian nilai variabel Y sama untuk semua nilai

variabel X. Homoscedascity dapat diketahui dengan melakukan pembuatan plot

residual. Bila titik tebaran tidak berpola tertentu dan menyebar merata disekitar
71

garis titik nol, maka dapat disebut varian homogen pada setiap nilai X dengan

demikian asumsi homoscedascity terpenuhi. Sebaliknya bila titik tebaran

membentuk pola tertentu misalnya mengelompok di bawah atau diatas garis

tengah nol, maka diduga variannya menjadi heteroscedascity.

Hasil uji sebagai berikut :

Gambar 4. Uji asumsi homoscedascity

Dari hasil plot diatas terlihat tebaran titik mempunyai pola yang sama

antara titik-titik diatas dan dibawah garis diagonal 0. Dengan demikian asumsi

homoscedascity terpenuhi.

Asumsi normalitas. Variabel Y mempunyai distribusi normal untuk

setiap pengamatan variabel X. Dapat diketahui darsi Normal P-P Plot residual,

bila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,

maka model

memenuhi asumsi regresi atau diagram seperti lonceng maka asumsi terpenuhi.

Hasil uji sebagai berikut :


72

Gambar 5. Uji asumsi normalitas

Dari grafik normal P-P Plot terbukti bahwa bentuk distribusi tidak normal,

berarti asumsi normality tidak terpenuhi.

Diagnostik multicollinearity. Dari regresi linear tidak boleh terjadi

sesama variabel independen berkorelasi secara kuat (multicollinearity). untuk

mendeteksi collinearity dapat diketahui dari nilai VIF (varian inflation factor),

bila nilai VIF lebih dari 10 maka mengindikasikan telah terjadi collinearity.

Tabel 32

Uji Asumsi Multicollinearity

Mode Unstandardized Standardize t Sig. Collinearity


l Coefficients d Statistics
Coefficients

B Std. Beta Tolera VIF


Error nce
(Constant) .125 11.68 .000
1.457 0
Masa kerja .082 -.338 .007 1.000 1.000
-.129 -2.782
73

Dari uji asumsi didaptkan nilai VIF tidak lebih dari 10, dengan demikian

tidak ada multicollinearity (collinearitas) antara sesama variabel independen.

Dari hasil uji asumsi dan uji kolinearitas ternyata semua asumsi terpenuhi

sehingga model dapat digunakan untuk memprediksi kejadian kecelakaan kerja.


Pembahasan

Karakteristik Responden

Gambaran umum karakteristik responden yang akan digambarkan dalam

penelitian ini adalah faktor manusia yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, masa kerja, sikap, tindakan tidak aman dan penggunaan APD.

Faktor lingkungan yang berasal dari luar diri manusia baik itu lingkungan fisika,

kimia dan biologi. Juga faktor peralatan lainnya, mesin yang memenuhi syarat

apakah alat untuk bekerja masih layak pakai atau tidak dan juga material sebagai

bahan pendukungnya.

Karakteristik responden berdasarkan umur. Proses seseorang menjadi

semakin tua akan disertai dengan kurangnya kemampuan kerja oleh karena

perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskuler, dan hormonal. Umur seseorang

berhubungan dengan kapasitas fisik dimana kekuatannya terus bertambah sampai

batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60

tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris-motoris menurun

sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur > 60

tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang yang berumur 25 tahun.

Bertambahnya umur setelah seseorang mencapai puncak kekuatan fisik (25 tahun)

akan diikuti penurunan VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan

membedakan sesuatu, membuat keputusan, dan kemampuan mengingat jangka

pendek. Pemberian pekerjaan kepada seseorang harus selalu mempertimbangkan

pengaruh umur (Tarwaka, 2014).

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa mayoritas responden yang berusia

74
75

21-30 tahun sebanyak 24 responden (38,7%), sebanyak 19 responden (30,6%)

berusia 31-40 tahun, sedangkan sebanyak 19 responden (30,6%) berusia 41-50

tahun.

Hasil penelitian ini selaras dengan yang dilakukan Januar Atiqoh, dkk.

(2014) yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara usia dengan kelelahan kerja

pada pekerja bagian penjahitan CV. Aneka Garment Gunungpati Semarang.

Pekerja dengan usia lebih muda secara psikologi akan cenderung lebih cepat,

agresif, tergesagesa dan terburu-buru dalam bekerja sehingga cenderung

melakukan unsafe action yang berpotensi mengurangi kinerja bahkan

mengakibatkan kecelakaan kerja. Hal tersebut dapat terjadi karena Usia dapat

mempengaruhi unsafe action, namun perlu ditekankan bahwa usia termasuk

karakteristik yang dimiliki seseorang yang dapat mempengaruhi unsafe action

meskipun masih ada beberapa faktor lain yang mendominasi timbulnya unsafe

action tersebut (Pratama, 2015).

Usia muda sering mengalami kecelakaan kerja bila dibandingkan dengan

umur yang lebih tua. Pada pekerjaan yang memerlukan banyak tenaga kerja,

biasanya dipilih tenaga kerja yang masih muda karena fisiknya yang kuat, akan

tetapi usia muda biasanya masih penuh dengan emosi, ceroboh dan kurang

berpengalaman sehingga sering menyebabkan timbulnya tindakan yang dapat

membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja (Suma‟mur, 2009).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi pendidikan terakhir pekerja las

Kecamatan Medan Selayang Kota Medan menunjukkan bahwa dari 62 responden


76

terdapat 26 responden (41,9%) berpendidikan terakhir SD - SMP, sedangkan

sebanyak 36 responden (58,1%) berpendidikan terakhir SMA - PT.

Pendidikan seseorang penting dan harus diperhatikan untuk meningkatkan

kesadaran akan arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (Permana, 2014).

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses

sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yangterpilih dan

terkontrol sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan

kemampuansosial dan kemampuan individu yang optimal (Munib, 2004).

Sehingga semakin tinggi pendidikan normal yang dicapai, maka semakin baik

pula proses pemahaman seseorang dalam menerima sebuah informasi baru

(Notoatmodjo, 2003). Namun menurut Pratama (2015), terdapat jenis pekerjaan

tertentu yang lebih membutuhkan keterampilan, fisik dan skill dibandingkan

dengan kemampuanpendidikan formal.

Pendidikan seorang tenaga kerja mempengaruhi cara berpikirnya dalam

menghadapi pekerjaannya, termasuk cara pencegahan kecelakaan maupun

menghindari kecelakaan saat ia melakukan pekerjaannya (Helda, 2007). Hal ini

dapat disebabkan oleh adanya faktor lain yang mempengaruhi terjadinya

kecelakaan kerja seperti tingkat pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja serta

sikap tenaga kerja itu sendiri dalam melakukan pekerjaannya (Harianto dkk,

2014).

Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam

menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga


77

menghadapi pekerjaanyang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga

akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam

rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Pada kenyataannya,

pendidikan SLTA lebih terlatih dalam penyelenggaraan keselamatan kerja di

tempat kerja karena telah mendapatkan materi pelajaran yang menyangkut

keselamatan kerja dibanding dengan pendidikan SD dan SLTP (Maulidhasari dkk,

2011) Sehingga diperlukan pelatihan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) juga diperlukan untuk memberikan informasi serta meningkatkan

pengetahuan pekerja mengenai bahaya dan risikoditempat kerja. Hal tersebut

diperlukan agar pekerja menjadi lebih berhati-hati dalam bekerja. Selain itu,

perbaikan ketidaksesuaian desain peralatan diperlukan untuk meningkatkan

kenyamanan pekerja dan mengurangi kelelahan yang dapat menimbulkan

tindakan tidak aman (Hidayat dkk, 2014).

Karakteristik responden berdasarkan masa kerja. Masa kerja adalah

suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja

dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh

positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin

berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan

pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul

kebiasaan pada tenaga kerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi masa

kerja pekerja las Kecamatan Medan Selayang Kota Medan dari 62 responden

terdapat sebanyak 35 responden (56,5%) memiliki lama masa kerja < 5 tahun
78

dan sebanyak 27 responden (43,5%) memiliki lama masa kerja > 5 tahun.

Menurut Winarsunu (2008), orang-orang yang masih menetap di

perusahaan memiliki pengalaman kerja yang lebih lama, itu karena mereka

memang tidak memiliki alasan untuk keluar dari perusahaan kecuali karena usia

atau mengalami kecelakaan kerja. Sehingga masa kerja atau pengalaman kerja

yang lama bukan merupakan faktor penentu bahwa pekerja dapat berperilaku

aman selama bekerja (Pratama, 2015). Menurut Suma‟mur (2009), masa kerja

dapat menjadi penyebab dari terjadinya kecelakaan pada suatu pekerjaan karena

tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam tentang pekerjaan

dan keselamatannya. Sementara itu, masa kerja yang lama ditambah dengan

praktik yang terus-menerus akan dapat menambah pengetahuan serta

meningkatkan kecakapan seseorang,pekerjaan juga akan semakin bermutu dan

cepat selesai (Paskarini, 2014).

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku manusia adalah suatu keadaan

yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan penahan.

Kekuatan pendorong dalam hal ini adala faktor yang mendorong motivasi pekerja

dan penahannya adalah faktor yang menyebabkan ketidakpuasan pekerja. Oleh

karena itu, sebaiknya pekerja diberikan reward sebagai bentuk penghargaan dari

perilakua man yang telah diterapkan sebagai bentuk dukungan kepada perusahaan

dalam mengurangi frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Sebagaimana yang

dipaparkan oleh Geller (2001) bahwa penghargaan merupakan konsekuensi positif

yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan untuk

mengembangkan, mendukung, dan memelihara perilaku yang diharapkan.


79

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan. Berdasarkan Tabel

7 menunjukkan bahwa dari 62 responden terdapat sebanyak 31 responden (50,0%)

memiliki pengetahuan baik, sebanyak 22 responden (35,5%) memiliki

pengetahuan cukup, dan sebanyak 9 responden (14,5%) memiliki pengetahuan

kurang . Menurut Green menganalisis bahwa perilaku kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour

causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Perilaku dibentuk

oleh tiga faktor penting, yaitu :

1) Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors). Tercermin dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai.

2) Faktor–faktor pendukung (enabling factors). Tercermin dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan

misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, dan jamban.

3) Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors). Tercermin dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan yang merupakan contoh dari perilaku masyarakat

(Notoatmodjo, 2003)

Faktor-faktor predisposisi sangat berkaitan dalam terbentuknya perilaku

seseorang dalam hal pelaksanaan K3 karena didalamnya tercermin pengetahuan,

sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dianut seseorang. Apabila faktor-faktor

ini baik, maka pelaksanaan K3 akan baik dan apabila faktor-faktor ini buruk,

maka pelaksanaan K3 akan buruk (Waruwu dan Yuamita, 2016).

Karakteristik responden berdasarkan sikap kerja. Berdasarkan Tabel 8

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi sikap


80

pekerja las Kecamatan Medan Selayang Kota Medan dari 62 responden yang

memiliki sikap baik sebanyak 46 responden (74,2%), sedangkan sebanyak 16

responden (25,8%) memiliki sikap cukup, dan tidak ada responden (0,00%) yang

memiliki sikap kurang. Sikap adalah salah satu di antara faktor individual yang

mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan

praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih

banyak persoalan yangdisebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan

dengan mesin-mesin atau karenaketidak pedulian karyawan. Pada satu waktu,

pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat

kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Sikap kerja yang statis harus dihindarkan

untuk mengurangi tingkat kelelahan dan diupayakan sikap kerja yang lebih

dinamis. Hal yang dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis

menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah

dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh (Tarwaka, 2014).

Karakteristik responden berdasarkan lingkungan kerja. Lingkungan

kerja adalah suatu lokasi atau tempat untuk melakukan aktifitas kegiatan atau

pekerjaan. Suatu tempat atau lokasi bekerja yang dimana hendaknya membuat

pekerja merasa aman dan tidak merasa canggung dalam melakukan pekerjaaan

(Andi, dkk, 2005). Lingkungan kerja yang kondusif dapat mendukung penerapan

program keselamatan kerja dengan optimal atau dapat mengurangi kecelakaan

kerja yang terjadi di tempat kerja. Hal ini bisa optimal bila seluruh pekerja

mengutamakan program keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang lebih

kondusif diharapkan akan meningkatkan motivasi dalam bekerja di tempat kerja


81

(Andi, dkk, 2005). Lingkungan kerja yang baik dan aman dapat dimulai dari

individual masing-masing pekerja dan juga kebijakan manajemen dalam

menerapkan standart keselamatan dalam bekerja di proyek, baik itu berupa

prosedur-prosedur maupun larangan yang sudah disepakati bersama. Berdasarkan

Tabel 9 menunjukkan bahwa lingkungan kerja responden pada pekerja las yang

memilih fisik sebanyak 33 responden (53,2%) , sebanyak 20 responden (32,3%)

memilih kimia, sebanyak 6 responden (9,7%) memilih biologi, sedangkan

sebanyak 3 responden (4,8%) memilih ergonomi.

Karakteristik responden berdasarkan kondisi mesin/peralatan

lainnya dan material. Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 31

responden (50,0%) menjawab ya (ada pengaruh kecelakaan kerja dengan kondisi

mesin/peralatan lainnya dalam pengelasan), dan sebanyak 31 responden (50,0%)

menjawab tidak. Kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana

dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurun atau rendahnya

produktivitas kerja tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi

lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman, dan selamat akan memicu

timbulnyakelelahan pada tenaga kerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003).

Faktor kondisi mesin dapat berupa konstruksi mesin, sikap dan cara kerja

yang salah di tempat kerja dan kelelahan. Faktor-faktor yang bisa menyebabkan

kecelakaan kerjakerja bisa berasal dari keadaan di lingkungan kerja, mulai dari

aspek suhu udara, penerangan, peralatan kerja, hingga pada kondisi fisik dan

mental karyawan itu sendiri. Belum lagi sejumlah peralatan berat yang menjadi

sarana kerja yang menyimpan potensi bahaya berupa terjepit, terlindas, tertimpa
82

dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut cukup menggambarkan bagaimana

lingkungan kerja yang dihadapi oleh karyawan menyimpan sejumlah potensi

permasalahan bagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). setiap bagian produksi

memiliki cara melakukanpekerjaan yang berbeda yang dimiliki oleh karyawan.

Cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktivitas

pekerjaan, misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung

diri secaratepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan

memahamicara mengoperasionalkan mesin. Dengan mesin dan alat mekanik,

produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor

manusia dikurangi dan pekerjaan dapatlebih berarti (Suma‟mur PK., 1989).

Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Suatu pencegahan kecelakaan yang

efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik oleh setiap orang ditempat

kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahayadari bahan dan peralatan yang

mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaanserta cara pengendaliannya.

Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja

mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satupaket dengan

pelatihan lain. Alat pengaman mesin sangat dibutuhkan oleh karyawan yang

bekerja padaproses produksi agar terhindar dari berbagai sumber risiko

kecelakaan kerja.

Berdasarkan teori Syukri sahib (1997) dalam penelitian Ade Irma tahun

2012, yang mengungkapkan bahwa dalam instalasi digunakan berbagai peralatan

yang mengandung bahaya. Apabila tidak dipergunakan dengan semestinya serta


83

tidak dilengkapi pelindung dan pengaman, peralatan tersebut dapat menimbulkan

berbagai macam bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, ledakan luka-luka

ataupun cedera.

Agar peralatan ini aman dipakai maka harus diberi pengaman yang sesuai

dengan peraturan dibidang keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit perlu

disediakan petunjuk pengoperasiannya. Dalam teori Tarwaka pada tahun 2008

dalam penelitian Ade Irma pada tahun 2012 yaitu setiap proses produksi,

peralatan atau mesin di tempat kerja yangdigunakan untuk menghasilkan suatu

produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapat

perhatian secara khusus akan dapat menimbulkankecelakaan kerja.

Karakteristik responden berdasarkan penggunaan APD. Kepatuhan

penggunaan APD yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah responden yang

menggunakan APD berupa safety helmet secara konsisten selama bekerja di

pengelasan. Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 62 responden

terdapat 22 responden (33,5%) memakai APD lengkap saat bekerja, sedangkan

sebanyak 40 responden (64,5%) memakai APD tidak lengkap saat bekerja.Praktik

penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam penelitian ini yaitu suatu tindakan

untuk menggunakan seperangkat alat keselamatan yang oleh pekerja untuk

melindungi seluruh atau sebagian anggota tubuh dari kemungkinan adanya

pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit

akibat kerja. APD belum menjamin seorang pekerja untuk tidak celaka karena

fungsinya hanya mengurangi akibat dari ecelakaan. Pemakaian APD yang tidak

tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang memakainya, bahkan mungkin lebih
84

membahayakan dibandingkan tanpa memakai APD. Oleh karena itu agar dapat

memilih APD yang tepat, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi

potensibahaya yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun

dikendalikan.

Perilaku pemakaian APD pada pekerja pada umumnya ada beberapa

permasalahan seperti menurut Gempur Santoso (2004:28) yaitu: (1) Pekerja tidak

mau memakai dengan alasan: tidak sadar atau tidak mengerti, panas, sesak, tidak

enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, tidak sesuai

dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi dan atasan juga tidak memakai; (2)

Tidak disediakan oleh perusahaan yaitu ketidakmengertian, sengaja tidak

memperdulikan, alasan bahaya dan dianggap percuma; (3) Pengadaan oleh

perusahaan yaitu tidak sesuai dengan bahaya yang ada dan asal beli.

Alat Pelindung Diri (APD) menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigras tahun 2010 adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh

dari potensi bahaya di tempat kerja. Penggunaan APD merupakan tahap akhir

dari pengendalian kecelakaan kerja, penggunaannya akan menjadi penting apabila

potensi risiko kecelakaan kerja masih tergolong tinggi walaupun pengendalian

secara teknis dan administratif telah dilakukan secara maksimal. Akan tetapi, pada

kenyataannya masih banyak tenaga kerja yang tidak menggunakannya walaupun

telah mengetahui besarnya manfaat penggunaan APD (Rudyarti, 2015).

Kurangnya kesadaaran yang dimiliki pekerja tentang risiko-risiko

penyebab kecelakaan kerja dan cara pencegahannya. Perilaku tenaga kerja yang
85

mengabaikan penggunaan APD dan menganggap risiko di tempat kerja sebagai

tantangan yang harus dihadapi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suma‟mur yang

mengemukakan bahwa pekerja mengorbankan persyaratan K3 dengan

menggunakan APD dan mengambil risiko terjadinya kecelakaan demi

meningkatan produktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja masih terfokus

pada hasil pekerjaan bukan pada keselamatan (Vesta, Lubis dan Sinaga, 2012).

Karakteristik responden berdasarkan tindakan tidak aman. Tindakan

tidak aman (Unsafe action) adalah suatu perilaku membahayakan atau tidak aman

yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja yang menimbulkan kerugian cedera

hingga kematian. Sebanyak 85% kecelakaan kerja disebabkan oleh unsafe action

atau tindakan tidak aman. Kecelakaan yang diakibatkan tindakan tidak aman

(Unsafe Action) dianggap sebagai hasil dari perilaku manusia dan pihak

manajemen perusahaan. Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 62

responden terdapat sebanyak 33 responden (53,2%) memiliki tindakan baik,

sebanyak 29 responden (46,8%) memiliki tindakan cukup, dan sebanyak 0

responden (0,00%) memiliki tindakan kurang.

Menurut Anizar (2009) kondisi tidak aman (unsafe condition) meliputi :

Peralatan yang sudah tidak layak pakai atau rusak, pelindung atau pembatas tidak

memadai, alat pelindung diri tidak memadai, ada api di tempat bahaya,

pengamanan gedung yang kurang memadai, terpapar bising, terpapar radiasi,

pencahayaan atau ventilasi yang kurang atau terlalu berlebihan, kondisi suhu yang

membahayakan, dalam pengamanan yang berlebihan, sistem peringatan yang

berlebihan, sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.


86

Ada dua faktor penting yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja

yaitu tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition).

Unsafe act adalah perilaku menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan yang

menyebabkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan unsafe condition

adalah sebuah kondisi yang menyebabkan bahaya bagi lingkungan maupun diri

sendiri (Pratiwi dan Hidayat, 2014).

Uji faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecelakaan Kerja


dengan Uji T-Test dan Correlation

Dalam penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor independen yaitu

faktor manusia yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, masa

kerja, sikap, tindakan tidak aman dan penggunaan APD. Faktor lingkungan yang

berasal dari luar diri manusia baik itu lingkungan fisika, kimia dan biologi. Juga

faktor peralatan lainnya, mesin yang memenuhi syarat apakah alat untuk bekerja

masih layak pakai atau tidak dan juga material sebagai bahan pendukungnya yang

berhubungan dengan faktor dependen (kejadian kecelakaan kerja) dengan asumsi

bahwa data berupa kategori, dengan ketentuan yaitu :

1. Jika nilai p < 0,25, maka terdapat hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen.

2. Jika nilai p > 0,25, maka tidak terdapat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan uji T-Test dan

Correlation untuk melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2018 dapat dilihat sebagai berikut:


87

Hubungan umur dengan kejadian kecelakaan kerja. Hasil tabel dengan

uji korelasi antara faktor umur dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las

menunjukkan bahwa pekerja las yang berusia 21-30 tahun , pekerja las yang

berusia 31-40 tahun , pada pekerja las yang berusia 41-50 tahun pernah

mengalami kecelakaan kerja. Hasil uji bivariat nilai p < 0,25 yaitu 0,001

menunjukkan bahwa faktor umur memiliki hubungan terhadap kejadian

kecelakaan kerja.

Menurut Depnaker RI mengatakan bahwa kemampuan kerja seorang

tenaga kerja berbeda satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung pada

berbagai faktor, salah satunya adalah faktor usia. Tenaga kerja yang masih muda

mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua.

Hal ini berkaitan dengan berkurangnya kemampuan kerja dari tenaga kerja sejalan

dengan pertambahan usia, karena perubahan pada alat-alat tubuh. Namun umur

yang masih muda juga mempunyanyi kecerobohan juga sikap tergesa-gesa dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yang menimbulkan penderitaan.

Hubungan pendidikan dengan kejadian kecelakaan kerja. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan dan perilaku pekerja terhadap

kecelakaan. Menurut hasil penelitian Jantriana (2008) menyebutkan bahwa

pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam bekerja. Hal ini

disebabkan karena latar belakang pendidikan mencerminkan kecerdasan dan

ketrampilan tertentu sehingga kesuksesan seseorang yang akan berpengaruh pada

penampilan kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin

cenderung sukses dalam bekerja (Egriana Handayani, 2010).


88

Hasil tabel dengan uji Correlation antara tingkat pendidikan dengan

kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las menunjukkan bahwa pekerja las yang

menempuh pendidikan SD-SMA pernah mengalami kecelakaan kerja. Pada

pekerja las yang menempuh pendidikan tingkat SMA-PT juga pernah mengalami

kecelakaan kerja. Hasil uji bivariat nilai p < 0,25 yaitu 0,222 menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan memiliki hubungan terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Pendidikan seseorang sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan kesadaran

akan arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (Helda, 2007).

Berdasarkan analisis data yang dilakukan oleh Depkes RI diperoleh hasil

bahwa tingkat pendidikan responden tidak berhubungan dengan kecelakaan kerja.

Hal ini tidak sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa pendidikan seorang

tenaga kerja mempengaruhi cara berpikirnya dalam menghadapi pekerjaannya,

termasuk cara pencegahan kecelakaan maupun menghindari kecelakaan saat ia

melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya faktor lain yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja seperti tingkat pengetahuan dan

keterampilan tenaga kerja serta sikap tenaga kerja itu sendiri dalam melakukan

pekerjaannya.

Hubungan masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Masa kerja

adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat.

Masa kerja dapat mempengaruhi baik kinerja positif maupun negatif, akan

memberi pengaruh positif pada kinerja personal karena dengan bertambahnya

masa kerja maka pengalaman dalam melaksanakan tugasnya semakin bertambah.


89

Sebaliknya akan memberi pengaruh negatif apabila semakin bertambahnya masa

kerja maka akan muncul kebiasaan pada tenaga kerja (Suma‟mur P.K., 2014).

Hasil uji t antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las menunjukkan bahwa pekerja las yang bekerja selama < 5 tahun dan >

5 tahun pernah mengalami kecelakaan kerja. Hasil uji bivariat nilai p < 0,25 yaitu

0,005 menunjukkan bahwa masa kerja memiliki hubungan terhadap kejadian

kecelakaan kerja. Pekerja baru biasanya belum mengetahui dan mengenal

lingkungan kerja tempat mereka bekerja.

Teori dari Max Weber dalam Nurhayati (1997), yang menyatakan bahwa

seseorang individu akan melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalamannya.

Petugas kesehatan yang berpengalaman akan melakukan tindakan sesuai

kebiasaan yang telah diterapkan setiap harinya berdasarkan dari pengalaman yang

didapat selama bekerja. Hal ini sesuai dengan Siagian (1987) yang menyatakan

bahwa kualitas dan kemampuan kerja seseorang bertambah dan berkembang

melalui dua jalur utama yaitu pengalaman kerja yang didapat mendewasakan

seseorang dari pelatihan dan pendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa masa

kerja dengan kecelakaan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kecelakaan kerja pada pekerja las.

Hubungan pengetahuan dengan kejadian kecelakaan kerja. Hasil uji

bivariat dengan uji t antara pengetahuan dengan kejadian kecelakaan ke memiliki

nilai p < 0,25 yaitu 0,000 menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki hubungan

terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Menurut penelitian Sholihah dan Djohan, 2013 yang menyatakan bahwa


90

80%-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesahan manusia. Kelalaian

atau kesalahan faktor manusia adalah salah satunya disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan, yang membutuhkan usaha untuk meningkatkan kemampuan

pengetahuan termasuk kesehatan dan keamanan sehingga mengurangi kejadian

angka kecelakaan kerja. Selain itu penyebab tidak aman adalah tindakan dengan

kecenderungan sikap dalam perilaku yang tidak diinginkan dalam membawa

keluar dari pekerjaan. Menurut Skinner sebagaimana dikutip oleh Soekidjo

Notoatmodjo (2007:133) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap rangsangan dari luar (stimulus). Respon yang bersifat pasif

(pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata dan praktis).

Stimulus yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa

pengetahuan berhubungan dengan kecelakaan kerja. Hal ini sejalan dengan teori

yang mengatakan bahwa pengetahuan seorang tenaga kerja mempengaruhi cara

berpikirnya dalam menghadapi pekerjaannya, termasuk cara pencegahan

kecelakaan maupun menghindari kecelakaan saat ia melakukan pekerjaannya. Hal

ini dapat disebabkan oleh adanya faktor lain yang mempengaruhi terjadinya

kecelakaan kerja seperti keterampilan tenaga kerja serta sikap tenaga kerja itu

sendiri dalam melakukan pekerjaannya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sunaryo mengatakan bahwa perilaku
91

yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Kognitif atau pengetahuan merupakan domai

terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan

sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari,

sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap

tindakan seseorang.

Hubungan sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Hasil uji t

antara sikap kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las dari 62

responden yang memiliki sikap baik sebanyak 46 responden (74,2%), sedangkan

sebanyak 16 responden (25,8%) memiliki sikap cukup pernah mengalami

kecelakaan kerja dengan hasil uji bivariat nilai p < 0,25 yaitu 0,149 menunjukkan

bahwa sikap kerja memiliki hubungan terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Menurut Griffin dan Neal (2001), kinerja keselamatan dibedakan menjadi

dua tipe yaitu safetycompliance dan safety participant. Safety compliance

digambarkan sebagai aktivitas-aktivitas inti yang perlu dilaksanakan oleh

individu-individu untuk memelihara keselamatan di tempat kerja, seperti

mengikuti standar prosedur kerja dan menggunakan alat pelindung diri dengan

baik. Sedangkan safety participant digambarkan sebagai perilaku yang tidak

secara langsung berkontribusi kepada keselamatan individu tetapi dapat

membantu mengembangkan suatu lingkungan yang mendukung keselamatan,

seperti secara sukarela berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas keselamatan.

Sikap manusia dalam bekerja dapat menciptakan munculnya risiko yang

berkaitan dengan keselamatan kerja. Sikap yang tidak aman dianggap sebagai
92

hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara

langsung (Wibisono, 2013). Menurut Geller (2001), faktor sikap merupakan aspek

manusia dan faktor tersebut lebih sedikit diperhatikan dari faktor lingkungan.

Sikap tidak aman (unsafe behavior) merupakan penyebab dasar pada sebagian

besar kejadian hampir celaka dan kecelakaan di tempat kerja. Oleh karena itu,

perlu dilakukan observasi mendalam terhadap kalangan pekerja mengenai

perilaku kerja tidak aman. Umpan balik mengenai observasi terhadap sikap telah

terbukti sukses dalam mengurangi sikap tidak aman para pekerja. Umpan balik

yangdiberikan dapat berupa lisan, grafik, tabel dan bagan, atau melalui tindakan

perbaikan. Menurut Tarwaka (2015), setiap organisasi perusahaan memiliki

pendekatan yang berbeda-beda dalam penerapan perilaku K3 di tempat kerjanya,

tetapi sebagian besar pendekatan yangdigunakan pada prinsipnya sangat

fleksibel, dan dapat disesuaikan dengan jenis organisasi perusahaandan situasi

yang terjadi di perusahaan masing-masing.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa adanya

hubungan sikap dengan kecelakaan kerja. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang

mengatakan bahwa sikap seorang tenaga kerja mempengaruhi cara berpikirnya

dalam menghadapi pekerjaannya, termasuk cara pencegahan kecelakaan maupun

menghindari kecelakaan saat ia melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat

disebabkan oleh adanya faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan

kerja seperti keterampilan tenaga kerja serta pengetahuan tenaga kerja itu sendiri

dalam melakukan pekerjaannya. Rendahnya kesadaran akan membuat pekerja

lebih rentan terhadap kecelakaan saat bekerja. Pembentukan sikap dapat


93

dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

pengaruh kebudayaan dan media informasi. Sikap terhadap kondisi kerja,

kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang penting karena

ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh

dibandingkan dengan peralatan atau mesin atau keran ketidakpedulian pekerja.

Hubungan tindakan tidak aman dengan kejadian kecelakaan kerja.

Hasil uji t antara tindakan tidak aman dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las dari 62 responden menunjukkan bahwa sebanyak 33 responden

(53,2%) memiliki tindakan baik, sebanyak 29 responden (46,8%) memiliki

tindakan cukup, dan sebanyak 0 responden (0,00%) memiliki tindakan kurang

denan nilai p < 0,25 yaitu 0,105 menunjukkan bahwa ada hubungan tindakan

tidak aman terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Jenis-jenis tindakan tidak aman (unsafe action) yang dapat menyebabkan kerugian

atau kecelakaan, antara lain:

a. Gagal memperingatkan, kecepatan tidak layak atau berbahaya, memakai

alat tidak layak pakai, tidak menggunakan APD dengan semestinya, gagal

mengikuti prosedur, mengoperasikan mesin yang tidak sesuai dengan

keahliannya.

b. Operasi tanpa otorisasi, membuat alat pengaman tidak berfungsi,

menghilangkan alat pengaman, servis alat yang sedang beroperasi, beban

kerja yang berlebihan.

c. Penempatan tidak tepat, pengangkatan yang tidak sesuai prosedur, posisi

tidak aman, bercanda, main-main, bersenda guru berlebihan, mabok


94

alkohol dan obat-obatan terlarang, mengangkut beban yang berlebihan.

Penyebab Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action) Unsafe action atau

tindakan tidak aman merupakan kesalahanmanusia dalam suatu pengambilan

sikap dan tindakan.

Menurut John Ridley (2004), faktor manusia dibagi menjadi empat garis besar:

1.Cakupan faktor-faktor manusia.

2.Faktor positif tentang beberapa faktor dapat memperbaiki sikap kerja.

3.Faktor negatif tentang beberapa faktor yang kemungkinan akan meningkatkan

resiko kerja.

4.Faktor individu.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Hidayat (2014)

mengenai pengaruh perilaku tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman

(unsafe condition) terhadap keselamatan kerja karyawan di lingkungan PT.

Freyabadi Indotama yang memberikan kesimpulan bahwa perilaku tidak aman

(Unsafe Action) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecelakaan kerja.

Hubungan penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja. Hasil

hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja

las menunjukkan bahwa pekerja las yang penggunaan APD lengkap adalah 6,45

dan APD tidak lengkap adalah 4,98 hasil uji bivariat nilai p < 0,25 yaitu 0,052

menunjukkan bahwa ada hubungan penggunaan APD dengan kecelakaan kerja.

Pekerja las tidak menggunakan APD tersebut dikarenakan berbagai macam alasan

seperti pembagian APD tersebut tidak merata sehingga masih terdapat pekerja las
95

yang tidak menggunakan APD, kurang nyaman saat menggunakan APD ketika

bekerja merupakan alasan lain dari tidak kepatuhan pekerja las dalam

menggunakan APD.

Menurut Reason (1997) dalam Halimah (2010) pekerja hendaknya

memiliki kesadaran atas keadaan yang berbahaya sehingga risiko terjadinya

kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Kesadaran terhadap bahaya yang

mengancam dapat diwujudkan dengan mematuhi prosedur dan peraturan yang

berlaku dan bekerja sesuai dengan tanggung jawab. Penelitian ini sesuai dengan

pendapat Geller (2001) kepatuhan adalah salah satu bentuk perilaku yang

dipengaruhi faktor internal maupun faktor eksternal yang sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Kepatuhan menggunakan APD memiliki peranan penting dalam

menciptakan keselamatan di tempat kerja dan mengurangi angka kejadian

kecelakaan kerja. Selanjutnya pekerja yang patuh memiliki pengetahuan dan

kesadaran untuk melindungi dirinya terhadap bahaya keselamatan kerja karena

mereka mengerti risiko yang diterima jika berperilaku patuh ataupun tidak patuh

terhadap peraturan yang ada.

Pekerja yang patuh akan selalu berperilaku aman dalam melaksanakan

pekerjaannya, sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan kerja. Sebaliknya

pekerja yang tidak patuh akan cenderung melakukan kesalahan dalam setiap

proses kerja karena tidak mematuhi standar dan peraturan yang ada. Mereka

merasa bahwa peraturan yang ada hanya akan membebani dan menjadikan

pekerjaan menjadi lebih lama selesai. Pekerja yang tidak patuh akan berperilaku

tidak aman karena merasa menyenangkan dan memudahkan pekerjaan. Misalnya


96

pekerja tidak memakai alat pelindung diri berupa safety helmet dan safety shoes

karena merasa tidak nyaman dan mengganggu proses kerja yang ada. Mereka

merasa tahu seluk beluk pekerjaan sehingga tidak perlu adanya safety helmet dan

safety shoes yang menurut mereka memberatkan. Hal inilah yang dapat

meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan kerja ringan bahkan kecelakaan

kerja yang lebih berat.

Sebagian besar pekerja bangunan tidak patuh dalam menggunakan APD

baik safety helmet dan safety shoes pada saat bekerja di area proyek. Berbagai

macam alasan yang telah diungkapkan oleh pekerja antara lain ketidaknyamanan

dalam penggunaan APD selama bekerja. Ini merupakan alasan yang banyak

dikemukakan oleh pekerja. Ketidaknyamanan disini diantaranya adalah panas,

berat, berkeringat atau lembab, sakit, pusing, sesak dan sebagainya. Alasan

lainnya yaitu merasa bahwa pekerjan tersebut tidak berbahaya atau berdampak

pada keselamatan dan kesehatannya. Terutama bagi para pekerja yang sudah

bertahun-tahun melakukan pekerjaan tersebut. Kesalahpahaman terhadap fungsi

APD akibat kurangnya pengetahuan akan fungsi dan kegunaan APD, APD

mengganggu kelancaran dan kecepatan pekerjaan adalah alasan lain pekerja tidak

patuh dalam menggunakan APD di tempat kerja.

Occcupational Safety and Health Administration (OSHA) menyatakan

bahwa APD diciptakan untuk melindungi pekerja dari cedera dan penyakit akibat

kerja yang berasal dari kontak dengan bahan kimia, radiologi, fisik, elektrik,

mekanis, atau bahaya di tempat kerja lainnya. Mengontrol pajanan bahaya dan

sumbernya merupakan cara terbaik untuk melindungi pekerja. Ketika kontrol


97

engineering, work practice, dan administratif sudah tidak feasible untuk dibuat

proteksi yang cukup, perusahaan harus menyediakan APD kepada tenaga kerjanya

dan memastikan pemakaiannya sehingga APD dapat digunakan untuk

meminimalisasi berbagai risiko pajanan (Agustine, 2015).

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa

penggunaan APD berhubungan dengan kecelakaan kerja. Hal ini sejalan dengan

teori yang mengatakan bahwa penggunaan APD seorang tenaga kerja

mempengaruhi cara berpikirnya dalam menghadapi pekerjaannya, termasuk cara

pencegahan kecelakaan maupun menghindari kecelakaan saat ia melakukan

pekerjaannya.

Hubungan sikap lingkungan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja.

Hasil hubungan antara lingkungan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada

pekerja las menunjukkan bahwa hasil uji bivariat nilai p < 0,25 yaitu 0,081

menunjukkan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan terhadap kejadian

kecelakaan kerja.Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.

Menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2007) tindakan atau praktik merupakan perilaku

terbuka. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas.

Lingkungan kerja yang aman dan sehat akan membawa dampak yang

positif bagi orang-orang yang berada di dalamnya. Manfaat lingkungan kerja yang

aman dan sehat akan meningkatkan produktivitas, karena menurunnya jumlah hari
98

yang hilang, meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen,

menurunkan biaya-biaya kesehatan dan asuransi, tingkat kompensasi pekerja dan

pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim,

fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya

partisipasi dan rasa kepemilikan, serta rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik

(Narianggono, dkk. 2014).

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa

lingkungan kerja berhubungan dengan kecelakaan kerja. Hal ini sejalan dengan

teori yang mengatakan bahwa lingkungan kerja seorang tenaga kerja

mempengaruhi cara berpikirnya dalam mengahadapi pekerjaannya, termasuk cara

pencegahan kecelakaan maupun menghindari kecelakaan saat ia melakukan

pekerjaannya. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya faktor lain yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja seperti keterampilan tenaga kerja serta

sikap tenaga kerja itu sendiri dalam melakukan pekerjaannya.

Hubungan kondisi mesin/peralatan las lainnya dengan kejadian

kecelakaan kerja. Hasil hubungn antara faktor umur dengan kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las menunjukkan bahwa hasil uji bivariat nilai p> 0,25 yaitu

0,502 menunjukkan bahwa kondisi mesin/peralatan lainnya tidak memiliki

hubungan terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Penerapan kondisi mesin yang berkaitan dengan perlengkapan dan

peralatan kerja, cara kerja serta pengelolaan lingkungan kerja yang memenuhi

persyaratan fisiologi dan psikologi kerja merupakan upaya yang sangat membantu

mencegah timbulnya kelelahan. Selain itu, upaya perlu ditujukan kepada


99

pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang

kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat kerja dengan menggunakan

standar yang bukan NAB melainkan standar yang lebih memberikan kesejukan

bahkan kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan pekerjaannya

(Suma‟mur P.K., 2014). Faktor yang dihadapi, misalnya kurang

pemeliharaan/perawatan mesin-mesin/ peralatan sehingga tidak bisa bekerja

dengan sempurna.

Pemakaian suatu penyediaan alat-alat kerja, apakah sudah sesuai dengan

keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan kenyamanan saat bekerja,

ergonomi terutama diharuskan sebagai perencanaan dari cara kerja yang baik

meliputi tata cara bekerja dan peralatan. Kecelakaan kerja merupakan suatu

kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki, yang mengacukan proses

suatu aktivitas yang telah teratur, dan terdapat empat faktor yang bergerak dalam

satu kesatuan yaitu : lingkungan kerja, bahan, peralatan, dan manusia (Gempur,

2004). Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh faktor manusia (unsafe action) dan

faktor lingkungan (unsafe condition) (Anizar, 2009). Faktor unsafe action dapat

disebabkan oleh berbagai hal seperti ketidak seimbangan fisik tenaga kerja

(cacat), kurang pendidikan, mengangkut beban berlebihan, bekerja berlebihan atau

melebihi jam kerja.

Faktor unsafe condition disebabkan oleh berbagai hal yaitu peralatan yang

sudah tidak layak pakai, ada api di tempat bahaya, pengamanan gedung yang

kurang standar, terpapar bising, terpapar radiasi, pencahayaan dan ventilasi yang

kurang atau berlebihan, kondisi suhu yang membahayakan, dalam keadaan


100

pengamanan yang berlebihan, sistem peringatan yang berlebihan dan sifat

pekerjaan yang mengandung potensi bahaya. Sedangkan kondisi dan kelayakan

mesin bagian produksi (proses pengelasan) masih layak dan baik digunakan

karena setiap operator melakukan pemeriksaan awal, sebelum peralatan digunakan

oleh responden untuk mencegah terjadinya kejadian kecelakaan kerja, sehingga

dalam penelitian ini, untuk kondisi mesin tidak memiliki hubungan dengan

kejadian kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan tahun 2018.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini yaitu terdapat responden yang merasa

takut diwawancari akan pertanyaan-pertanyaan yang tak diduga, sebelumnya

peneliti sudah memberikan penjelasan bahwa tidak ada hal-hal yang perlu ditakuti

karena pertanyaannya umum tentang pengelasan. Selain itu, sampel pada

pengelasan juga tidak begitu banyak di wilayah kerja Medan Selayang karena

banyak bengkel las yang sudah tidak aktif lagi.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan tahun 2018 diperoleh kesimpulan :

1. Variabel yang berhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian kecelakaan

kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2018

yaitu masa kerja (p value <0,05).

2. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap kejadian kecelakaan kerja yaitu

variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap kerja, tindakan tidak

aman, lingkungan kerja dan kondisi peralatan atau mesin.

3. Hasil analisis menggunakan regresi linear berganda menunjukkan bahwa

variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian kecelakaan kerja

adalah variabel masa kerja terbukti dari hasil uji nilai beta pada variabel

penggunaan APD lebih besar daripada variabel masa kerja (persamaan linear

pada Tabel 22).

Saran

Pada penelitian dan uji statistik tentang faktor-faktor yang memengaruhi

terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan tahun 2018 memberikan saran yaitu :

1. Kepada pekerja las sebagai masukan agar dapat meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja dengan cara menumbuhkan rasa percaya

diri yang kuat dari dalam diri pekerja sehingga dapat fokus dan hati-hati

101
102

dalam pengelasan juga bagi pekerja dengan masa kerja >5 tahun bisa

berbagi pengalaman dengan pekerja yang <5 tahun agar tau apa yang

harus dilakukan pekerja yang kurang berpengalaman selama bekerja guna

mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja las di Kecamatan

Medan Selayang Kota Medan tahun 2018.

2. Kepada pihak yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini diharapkan

dapat meneliti variabel lainnya yang belum terbukti dapat memengaruhi

kejadian saat melakukan pekerjaan pengelasan, sehingga kejadian

kecelakaan kerjapada pekerja las di Kecamatan Medan Selayang Kota

Medan tahun 2018 semakin berkurang.

3. Kepada institusi pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan manfaat dan menjadi bahan evaluasi atau referensi bagi

mahasiswa khususnya Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di

Universitas Sumatera Utara.


Daftar Pustaka

Achmadi, U. F. (2013). Kesehatan masyarakat: Teori dan aplikasi. Depok: Raja


Grafindo Persada.

Agustine, S. (2015). Perilaku penggunaan alat pelindung diri dan faktor-faktor


yang berpengaruh pada pekerja perusahaan jasa konstruksi sebuah studi
dengan pendekatan fenomenologis (Disertasi, Universitas Indonesia).
Diakses dari https://docplayer.info/amp/46040384-Universitas-
indonesia.html&ved=2ahUKEwjDp_fJ1d_jAhXLto8KHWA3CdwQFjAEe
gQIAxAB&usg=AOvVaw3JO6QAcEGIMG7SOT3d7iZF&ampcf=1

Arikunto, S. (2009). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.


Arsanjani. (2017). Faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom
photokeratitis pada pekerja las listrik di Kelurahan Romang Polong
Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa (Skripsi, Universitas Islam
Negeri Alaudin). Diakses dari http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/8141/1/arsanjani.pdf&ved=2ahUKEwiRv5CX2_TjAhV84H
MBHUJ8BoMQFjAAegQIBRAC&usg=AOvVaw2tyQH7UT9BJAL4GV
Aswadi. (2012). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja
karyawan bagian drilling pada PT. Saripari Pertiwi Abadi (SPA)
Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis (Skripsi, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim). Diakses dari http://repository.uin-
suska.ac.id/1534/&ved=2ahUKEwjXr4qw3PTjAhX__XMBHQwJBmsQF
jAAegQIAhAB&usg=AovVaw1whg6nO2C_F7CnJhqoyv6c
BPJS Ketenagakerjaan. (2016). Jumlah Kecelakaan Kerja di Indonesia masih
tinggi._Diakses_dari_http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/5769/J
umlah-kecelakaan-kerja-di-Indonesiamasih-tinggi.html
Daryanto. (2007). Keselamatan dan kesehatan kerja bengkel (Cetakan ke-2).
Jakarta: Rineka Cipta.
Depnaker RI. (2017). Kecelakaan Industri. Diakses dari
http://www.depnaker.go.id
Dzulfiqar, A & Handayani, P. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku keselamatan pada pekerja bengkel las di Wilayah Pejompongan
Kelurahan Bendungan Hilir Jakarta Pusat tahun 2016 (Skripsi,
Universitas_Esa_Unggul)._Diakses_dari_https://digilib.esaunggul.ac.id/fa
ktor-faktor-yang-berhubungan-dengan-keselamatan-pada-pekerja-bengkel-
las-di-wilayang-pejompongan-jakarta-pusat-tahun-2016-8330.html&ved
Fauzi, A. (2017). Hubungan karakteristik pekerja dengan perilaku berbahaya
pada pekerja las listrik di Kelurahan Padang Bulang Selayang II

103
Kecamatan Medan Selayang (Skripsi, Universitas Sumatera Utara).
Diakses_dari_reposistori.usu.ac.id/handle/123456789/2177&ved=2ahUKE
wj_6Pji3_TjAhUO6XMBHUB4A7gQFjAAegQIBxAC&usg=AovVaw1R
Handoko, H. (2010). Manajemen personalia & sumberdaya manusia (Edisi ke-2).
Yogyakarta: BPFE UGM.
Harianto, F., Wardani, K.M., & Wulandari, D.C. (2014). Pengaruh perilaku
tenaga kerja dan lingkungan kerja yang dimoderasi faktor pengalaman
kerja dan tingkat pendidikan terhadap kecelakaan kerja konstruksi di
Surabaya (Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember). Diakses dari
http://jurnal.itats.ac.id/wp-content/uploads/2015/02-Surabaya.pdf&ved

Harris, P. M. (2011). Workplace injuries involving the eyes 2008. Diakses 23


Oktober 2016, dari https:/ /www.bls.gov/opub/mlr/cwc/workplace-
injuries-involving-the-eyes-2008
Hidayat, D. (2014). Pengaruh perilaku tidak aman (unsafe action) dan kondisi
tidak aman (unsafe condition) terhadap kecelakaan kerja karyawan di
lingkungan PT. Freyabadi Indotama (Skripsi, Sekolah Tinggi Teknologi
Wastukancan_Purwakarta)._Diakses_dari_https://www.sttwastukancana.a
c.id/jurnal/download/3.-doni-r-hidayat.pdf&ved=2ahUKEwiO6ly94fTjAh
Helda. (2007). Hubungan karakteristik tenaga kerja dan faktor pekerjaan dengan
kecelakaan kerja di Perusahaan Meuble Kayu Kelurahan Oesapa Kota
Kupang. Jurnal Kecelakaan Kerja, 2(1), 2-3.

Hutaganol, F. (t.t). Penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat


kerja._Diakses_19_Mei_2017,_dari http://tuloe.wordpress.com.com/2010
/02/20/penyebab-kecelakaan-kerja

ILO. (2017). Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017. Diakses_dari


https//www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro/---ilo-jakarta
Jamsostek._(2015)._Kecelakaan_Kerja._Diakses_dari_http://www.jamsostek.go.i
d/berita/5841/tahun-2015,-terj%2520adi-105.182-kecelakaan-kerja.html
Kusuma, Y. R. (2013). Hubungan antara pengetahuan, sikap dan kenyamanan
dengan penggunaan alat pelindung wajah pada pekerja las listrik
kawasan Simongan Semarang (Skripsi, Universitas Negeri Semarang).
Diakses dari lib.unnes.ac.id/18513/1.pdf&ved=2ahUKEwiegvl94=AOv
Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M. E. (2011). Buku ajar metodologi penelitian
kesehatan: konsep pembuatan karya tulis dan thesis untuk mahasiswa
kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

104
105

Norianggono, Y.C.P, dkk. (2014). Pengaruh lingkungan fisik dan non fisik
terhadap kinerja karyawan pada PT. Telkomsel Area III Jawa-Bali Nusra
di Surabaya. Jurnal Administrasi Bisnis, 8(2), 2-3.

Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Noviandry, I. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) pada industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
(Skripsi,_UIN_Syarif_Hidayatullah)._Diakses_dari_repository.uinjkt.ac.id
/dspace/bitstream/123456789/1/ilham%2520noviandry-fkik.pdf&ved
Panggabean, M. S. (2002). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Paskarini, I., & Rinanda, F. (2014). Faktor yang berhubungan dengan perilaku
selamat pada pengemudi pengangkut bahan kimia berbahaya PT. Aneka
Gas Industri, Sidoarjo. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Indonesia, 3(1), 60-62.
Permana, A. S. (2014). Hubungan personal faktor dengan unsafe action proses
pemasangan pipa baja oleh PT. Putra Negara Surabaya (Skripsi,
Universitas_Airlangga)._Diakses_dari_repository.unair.ac.id/22705/&ved
=2ahUKEwis0Ol58PtjAhVGfX0KhfjYA1AQFAAegQIAhAB&usg=Aov
Vaw292DtARBiSLi4x3v0mrcXs

Prasetya, A. E. (2007). Faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat


pelindung masker pada tenaga pengelas di Wilayah Karangrejo Kota
Semarang (Skripsi, Universitas Diponegoro). Diakses dari
epirints.undip.ac.id/18513/1.pdf&ved=2ahUKEwjo1e6U5=AovVaw142
Pratama, A. (2015). Hubungan karakteristik individu dan tipe kepribadian dengan
tindakan tidak aman pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan
Peikemas Surabaya (Skripsi, Universitas Airlangga). Diakses dari
https://e-_journal.unair.ac.id/IJOSH/article/1647/1268&ved=2ahUKEwi9s
qvu7_TjAhUf_XMBHQBADc4QFjAAegQICBAC&usg=AOvVaw20Pm
O1ykk7rl8L_TsFn1yq
Pratiwi, A. (2012). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan tidak
aman (unsafe act) pada pekerja di PT X ( Skripsi, Universitas Indonesia).
Diakses_dari_lontar.ui.ac.id/file%3File/3Digital/20288800-S-_Ayu_%252
0Pratiwi.pdf&ved=2ahUKEwjr3erN7vTjAhUleisKHat6CesQFAAegQIAx
AB&usg=AovVaw3eiRsocQAzk_QbyEtcoavF

Pusparini, D.A., Setiani,O., & Yusniar. (2016). Hubungan masa kerja dan lama
kerja dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada bagian pengecatan
106

industri karoseri Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal), 4


(3), 2-3.
Ramli, S. (2010). Pedoman praktis manajemen resiko dalam perspektif K3 OHS
risk management. Jakarta: Dian Agung.
Ramli, S. (2010). Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja OHSAS
18001 (Edisi ke-2). Jakarta: Dian Agung.
Republik Indonesia, Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Ridley, J. (2008). Kesehatan dan keselamatan kerja ikhtisar (Edisi ke-3). Jakarta:
Erlangga.
Riyanto, A. (2012). Penerapan analisis multivariat dalam penelitian kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rudyarti, E. (2015). Hubungan pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja
dan sikap penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian kecelakaan
kerja pada pengrajin pisau batik Krengseng di Desa Bangunjiwo
Kabupaten Bantul (Tesis, Universitas Gadjah Mada). Diakses dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php
Salami, I.R.S. (2016). Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Santoso, L. (2013). Manajemen data untuk analisis data penelitian kesehatan.
Yogyakarta: Andi Offiser.
Santoso, Gempur. (2004). Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (Cetakan
ke-1). Jakarta: Prestasi Pustaka.
Saragih, F. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman
pada pekerja lapangan PT. TELKOM Cabang Sidikalang Kabupaten
Dairi (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/view/8592&ved=2ahUKEwjt9Z-
47fTAhXDmuYKHRspD4YQFjAAegQIBRAB&usg=AOvVaw2Bhl4dlhl
HHP-nFB-f2N2k
Sastrohadiwirjo, S. (2002). Manajemen tenaga kerja Indonesia. Jakarta: PT. Bumi
Akasia.
Simarmata, Juni. (2017). Gambaran kelelahan mata pada pekerja bengkel las di
jalan mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan (Skripsi,
Universitas_Sumatera_Utara)._Diakses_dari_repositori.usu.ac.id/handle/1
23456789/1474&ved=2ahUKEwio4Ohi7PtjAhXF4nMBHWVnADEQFjA
AegQIBxAC&usg=AovVaw0ha-ASLLVDDK-k84iMaEKz
Sinulingga, S. (2013). Metode penelitian. Medan: USU Press.
107

Sucipto, C. D. (2014). Keselamatan dan kesehatan kerja. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sulhinayatillah. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
kecelakaan kerja bagian produksi di PT.PP London Sumatra Indonesia
Tbk, Palangisang Crumb Rubber Factory, Bulukumba Sulawesi Selatan
(Skripsi, Universitas Islam Negeri Alauddin). Diakses dari repositori.uin-
alauddin.ac.id/8104/1/sulhinayatillah.pdf&ved=2ahUKEwiAxuiK7PtjAhV
p6nMBHfnSALIQFjAAegQIBxAC&usg=AovVaw0VvpFQeLik2pEiOoc
4ZQ0E
Suma‟mur, P. K. (2013). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES),
(Edisi ke-2). Jakarta: CV Sagung Seto.
Tarwaka. (2008). Kesehatan dan keselamatan kerja, manajemen dan
implementasi K3 di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. (2012). Dasar-dasar keselamatan kerja serta pencegahan kecelakaan di
tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.
Triwibowo, C. & Puspihandani, E. M. (2013). Kesehatan lingkungan dan K3.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Vaughan. (2010). Oftamologi umum. Jakarta: EGC.
Vesta, E., Lubis. H.S., Makmur. (2012). Gambaran persepsi pekerja tentang
risiko kecelakaan kerja di Departemen Produksi dan Utility P.T Wilmar
Nabati Indonesia, Dumai (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses
dari_https://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/view/351&ved=2ahUKEwjQj8F
_6vTjAhVs7HMBH=AovVaw06gl-6Dd-YosTXLbh5xl4e
Wahyuni, T. (2013). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
konjungtivitis fotoelektrik pada pekerja pengelasan di Kecamatan Cilacap
Tengah Kabupaten Cilacap. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1), 5-6.
Wawan, A. & Dewi. (2010). Teori & pengukuran pengetahuan, sikap dan
perilaku manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Winarsunu, T. (2008). Psikologi keselamatan kerja. Malang: UPT Penerbit
Universitas Muhammdiyah Malang Press.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA


KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA LAS
DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
KOTA MEDAN PADA TAHUN 2018

Nama Responden :

Umur :

Tingkat Pendidikan :

Masa Kerja :

Petunjuk Pengisian

1. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan


jujur dan jelas.
2. Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x). Jika, Benar=1,
Salah=0
A. Pengetahuan
1. Apa arti kecelakaan kerja menurut saudara?
a. Suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga yang
mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau
kerugian waktu dan ada upaya mencegah terjadinya kecelakaan sedikit
mungkin .
b. Dimana seorang pekerja harus berhati-hati, memperlihatkan dan
berjaga-jaga serta bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
c. Peristiwa yang tidak diduga dan tidak dikehendaki.
2. Menurut pengetahuan saudara, salah satu penyebab utama kecelakaan
kerja adalah :
a. Faktor manusia yaitu tindakan tidak aman saat bekerja.
b. Faktor lingkungan kerja yang aman.

108
109

c. Menggunakan alat pelindung diri (APD) secara lengkap.


3. Menurut saudara, apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri?
a. Alat yang digunakan untuk meminimalisasi tingkat paparan bahan
berbahaya dan menghindari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
b. Alat yang digunakan untuk mencegah penyakit.
c. Alat pelindung kerja yang dipakai bagi siapa aja saat bekerja.
4. APD apa yang saudara pakai saat melakukan pengelasan?
a. Helm, sarung tangan las, masker las, kacamata las dan tameng/topeng
las .
b. Masker las, kacamata las, sarung tangan.
c. Kacamata las.
5. Apakah saudara mengetahui bahwa bahaya debu dari potongan besi
pengelasan dapat menjadi penyakit?
a. Iya, saya tahu.
b. baru tahu.
c. Tidak tahu.
6. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, hal yang harus dilakukan
pekerja las adalah sebagai berikut, kecuali :
a. Bekerja berlebihan.
b. Bekerja sesuai aturan.
c. Bekerja sesuai keahlian/kemampuan.
7. Apakah saudara pernah merasakan mata lelah ketika tidak menggunakan
APD (kacamata las) saat mulai pengelasan?
a. Iya pernah.
b. Kadang-kadang.
c. Tidak pernah.
8. Apakah saudara mengetahui jika posisi badan dengan alat kerja tidak
sesuai saat pengelasan merupakan salah satu bahaya ergonomi ?
a. Sangat tahu.
b. Tahu.
c. Tidak tahu.
110

9. Menurut saudara, salah satu faktor yang diperlukan oleh pengelas untuk
mencegah kecelakaan kerja?
a. Pengetahuan dan tindakan yang baik.
b. Pengalaman kerja yang kurang.
c. Keterampilan yang kurang.
10. Kapan seharusnya alat pelindung diri harus digunakan?
a. Saat bekerja.
b. Sebelum dan setelah bekerja.
c. Setelah bekerja.
B. Sikap Kerja
Petunjuk Pengisian:
1. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan
jujur dan jelas.
2. Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x) pada kolom.
S = Setuju = 2
TS = Tidak Setuju = 1
NO. Pernyataan S TS
1. Fokus dan hati-hati saat pengelasan.
2. Perlunya ketangkasan pekerja saat bekerja.
3. Alat Pelindung Diri harus digunakan saat bekerja.
4. Penggunaan APD pada saat bekerja untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja
5. Adanya potensi bahaya dari setiap alat, bahan dan
mesin yang digunakan pada saat bekerja sehingga
harus waspada.
6. Sesama pekerja saling memberikan semangat saat
bekerja sehingga hasil yang dikerjakan sesuai
dengan permintaan pelanggan.
7. Memakai Alat Pelindung Diri yang sesuai dan
benar.
8. Tidak dibenarkan bersenda gurau dengan rekan
kerja saat bekerja.
111

C. Lingkungan Kerja
Petunjuk Pengisian :

1. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan


jujur dan jelas.
2. Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x) pada kolom.
1= skor jawaban benar 0= skor jawaban salah
NO. Pernyataan Fisik Kimia Biologi Ergonomi
1. Terkena percikan bunga api
berisiko mengalami luka bakar.
2. Terpapar sinar las membuat mata
pedih dan lelah saat pengelasan.
3. Terhirup debu dan asap besi dalam
proses pengelasan dapat merusak
sistem pernafasan.
4. Cara kerja yang baik dapat
mengurangi kelelahan akibat kerja.
5. Posisi kerja salah membuat pekerja
tidak nyaman dan merasakan nyeri
dapat menimbulkan keluhan nyeri
otot dan kelelahan fisik.
6. Bising yang dikeluarkan dari
alat/mesin las dapat menyebabkan
kelainan pendengaran pada pekerja.
7. Pencahayaan yang cukup, suhu
udara yang normal dan lantai yang
bersih dan tidak licin dapat
membuat pekerja tidak mengalami
kecelakaan kerja.
8. Apabila penyimpanan alat atau
mesin dengan suhu udara lembab
akan timbul bakteri, virus, jamur
sehingga dapat menjadi agent
penyakit pada pekerja las.
112

D. Kondisi Mesin, Peralatan lainnya dan Material


Petunjuk Pengisian

1. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan


jujur dan jelas.
2. Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x) pada kolom.
NO. Pertanyaan/Pernyataan YA TIDAK
1. Apakah peralatan atau mesin yang sudah tidak
layak pakai masih digunakan untuk pengelasan?
2. Adanya keterkaitan antara mesin dan peralatan
lainnya dalam pengelasan.
3. Peralatan diletakkan atau dikembalikan pada
tempat yang aman dan terjangkau.
4. Ketika menggunakan mesin las perhatikan apakah
mesin dalam kondisi bergerak atau tidak.
5. Pemasokan bahan baku sebagai bahan pembuatan
las tersedia.
6. Bahan baku (besi) pernah habis karena memang
membutuhkan material yang lebih.

Petunjuk Pengisian :

1. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan


jujur dan jelas dengan memberi tanda silang (x)
E. Penggunaan APD
1. Jenis APD apa yang saudara gunakan saat bekerja?
(jawaban bisa lebih dari 1 (satu)
a. Helm Pengaman (Safety Helmet)
b. Kacamata las (Face googles)
c. Pelindung mata (Face Shield)
d. Masker Las
e. Sarung tangan (Safety Gloves)
f. Pakaian pelindung (Apron)
g. Sepatu kerja (Safety Shoes)
h. Dan lain-lain, sebutkan...
113

F. Tindakan Tidak Aman


1. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan
jujur dan jelas.
2. Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x) pada kolom.
NO. Pertanyaan YA TIDAK
1. Apakah saudara memakai peralatan pengelasan
sesuai dengan fungsinya?
2. Apakah saudara menempatkan peralatan kerja
dengan benar setelah selesai bekerja?
3. Apakah saudara menggunakan peralatan kerja
dengan baik?
4. Apakah saudara bekerja dengan posisi tubuh
yang benar ketika bekerja?
5. Apakah Alat Pelindung Diri yang saudara
kenakan nyaman?
6. Apakah saudara memakai Alat Pelindung Diri
(APD) yang lengkap dan benar sesuai saat
mulai bekerja?
7. Apakah ada mesin atau alat kerja yang sudah
tidak layak pakai tapi masih saudara gunakan
dalam proses pengelasan?
8. Apakah saudara mengetahui bahwa bercanda
saat bekerja dapat membuat kecelakaan kerja?

G. Kecelakaan kerja pada Pekerja Las


a. Jawab pertanyaan sesuai dengan keadaan dan pendapat saudara dengan
jujur dan jelas.
b. Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (x).
Pernah = 1 Tidak pernah= 0
1. Apakah saudara pernah mengalami terpotong (tersayat, tergores, tertusuk)
saat pengelasan?
a. Pernah b. Tidak pernah
2. Apakah saudara pernah mengalami terjepit, terhimpit alat kerja?
a. Pernah b. Tidak pernah
3. Apakah saudara pernah tertimpa atau terjatuh alat kerja las secara tidak
disengaja?
114

a. Pernah b. Tidak pernah


4. Apakah saudara pernah mengalami terpukul alat kerja las tanpa sengaja?
a. Pernah b. Tidak pernah
5. Apakah saudara pernah terkontak dengan arus listrik?
a. Pernah b. Tidak pernah
6. Apakah saudara pernah merasakan mata terasa pedih dan lelah saat
pengelasan bila tidak memakai APD?
a. Pernah b. Tidak pernah
7. Apakah saudara pernah merasakan tangan menjadi panas seperti terbakar
dari alat kerja sehingga merah dan memar?
a. Pernah b. Tidak pernah
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

115
Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

116
Lampiran 4. Master Data

M Sik L Kondisi P_AP Tindak


Umur K_umur Pddkan K K_MK P ap K Mesin D an KK
42 41-50 SMP 6 > 5 tahun 9 8 6 4 5 6 6
39 31-40 SMP 4 < 5 tahun 7 6 7 4 2 7 3
44 41-50 SMP 7 > 5 tahun 9 8 5 6 5 7 5
50 41-50 SMP 10 > 5 tahun 8 8 5 4 5 7 5
36 31-40 SMP 7 > 5 tahun 7 8 3 4 2 6 4
40 31-40 SMP 7 > 5 tahun 6 8 4 5 3 7 7
29 21-30 SMP 6 > 5 tahun 6 8 5 6 2 6 4
40 31-40 SMP 5 < 5 tahun 8 8 4 5 4 6 7
25 21-30 SMA 1 < 5 tahun 8 8 4 4 3 6 1
40 31-40 SMP 7 > 5 tahun 6 8 4 4 3 6 7
40 31-40 SMP 5 < 5 tahun 8 8 4 5 2 6 7
43 41-50 SMP 8 > 5 tahun 9 8 7 3 5 7 7
25 21-30 SMA 2 < 5 tahun 5 8 7 5 2 6 2
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 9 8 6 5 5 6 7
30 21-30 SMP 4 < 5 tahun 7 8 5 5 2 7 7
29 21-30 SMA 3 < 5 tahun 5 8 4 5 3 8 3
35 31-40 SMA 2 < 5 tahun 5 8 7 4 3 5 4
33 31-40 SMP 1 < 5 tahun 4 8 4 5 2 6 6
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 8 7 4 5 6 8 7
47 41-50 SMA 9 > 5 tahun 6 8 6 4 5 7 6
32 31-40 SMA 4 < 5 tahun 3 7 4 4 1 5 2
22 21-30 SMP 3 < 5 tahun 1 7 5 4 0 7 2
30 21-30 SMA 6 > 5 tahun 7 8 7 4 2 5 4
28 21-30 SMA 3 < 5 tahun 2 6 4 4 2 6 5
27 21-30 SMP 2 < 5 tahun 5 8 7 4 3 7 5
35 31-40 SMA 5 < 5 tahun 3 6 6 3 2 6 6
26 21-30 SMA 2 < 5 tahun 5 7 7 4 3 5 4
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 4 8 5 5 3 5 4
47 41-50 SMP 8 > 5 tahun 8 8 7 4 5 5 7
28 21-30 SMA 10 > 5 tahun 9 8 6 5 5 7 6
21 21-30 SMP 4 < 5 tahun 5 8 1 3 5 8 7
50 41-50 SMP 10 > 5 tahun 7 8 1 6 5 7 7
43 41-50 SMP 10 > 5 tahun 5 7 5 5 5 6 7
21 21-30 SMA 6 > 5 tahun 3 7 6 5 2 8 4
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 5 7 2 5 3 6 7
38 31-40 SMA 2 < 5 tahun 7 8 4 5 1 8 7
29 21-30 SMA 3 < 5 tahun 7 8 4 4 1 8 7
28 21-30 SMA 5 < 5 tahun 6 8 2 5 2 7 7
38 31-40 SMA 6 > 5 tahun 8 8 4 5 2 8 7
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 6 8 1 5 2 6 6
45 41-50 SMA 5 < 5 tahun 8 8 3 5 3 7 7
28 21-30 SMA 3 < 5 tahun 7 8 5 6 2 8 6
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 7 8 5 6 2 7 6
24 21-30 SMA 2 < 5 tahun 7 8 5 6 5 8 7

117
118

M Sik L Kondisi P_AP Tindak


Umur K_umur Pddkn K K_MK P ap K Mesin D an KK
30 21-30 SMA 3 < 5 tahun 3 7 3 6 1 8 4
48 41-50 SMP 9 > 5 tahun 8 8 5 5 1 8 5
31 31-40 SMA 2 < 5 tahun 8 8 5 5 7 6 7
36 31-40 SMA 4 < 5 tahun 4 7 2 4 5 6 7
29 21-30 SMP 5 < 5 tahun 8 8 5 4 6 7 5
28 21-30 SMA 2 < 5 tahun 8 8 6 4 5 7 7
40 31-40 SMP 7 > 5 tahun 6 8 4 4 3 6 7
40 31-40 SMP 5 < 5 tahun 8 8 4 5 2 6 7
43 41-50 SMP 8 > 5 tahun 9 8 7 3 5 7 7
29 21-30 SMA 3 < 5 tahun 5 8 4 5 3 8 3
35 31-40 SMA 2 < 5 tahun 5 8 7 4 3 5 4
50 41-50 SMA 10 > 5 tahun 8 7 4 5 6 8 7
47 41-50 SMA 9 > 5 tahun 6 8 6 4 5 7 6
32 31-40 SMA 4 < 5 tahun 3 7 4 4 1 5 2
28 21-30 SMA 3 < 5 tahun 2 6 4 4 2 6 5
27 21-30 SMP 2 < 5 tahun 5 8 7 4 3 7 5
35 31-40 SMA 5 < 5 tahun 3 6 6 3 2 6 6
29 21-30 SMP 5 < 5 tahun 8 8 5 4 6 7 5

KP KS KM K_APD K_T K_KK K_LK


Baik Baik Tidak Lengkap Cukup Pernah Kimia
Baik Cukup Tidak Tidak lengkap Baik Tidak pernah Kimia
Baik Baik Ya Lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Biologi
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Ya Lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Tidak pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Kimia
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Cukup Tidak pernah Kimia
Baik Baik Ya Lengkap Cukup Pernah Kimia
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Baik Tidak pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Kimia
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Cukup Ya Lengkap Baik Pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Kimia
Kurang Cukup Tidak Tidak lengkap Cukup Tidak pernah Fisik
Kurang Cukup Tidak Tidak lengkap Baik Tidak pernah Fisik
Baik Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Kimia
119

KP KS KM K_APD K_T K_KK K_LK


Kurang Cukup Tidak Tidak Lengkap Cukup Pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Tidak lengkap Baik Pernah Kimia
Kurang Cukup Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Kimia
Cukup Cukup Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Kimia
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Lengkap Cukup Pernah Kimia
Baik Baik Ya Lengkap Baik Pernah Kimia
Cukup Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Ergonomi
Baik Baik Ya Lengkap Baik Pernah Ergonomi
Cukup Cukup Ya Lengkap Cukup Pernah Fisik
Kurang Cukup Ya Tidak lengkap Baik Pernah Kimia
Cukup Cukup Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Biologi
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Biologi
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Ergonomi
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Biologi
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Ya Lengkap Baik Pernah Fisik
Kurang Cukup Ya Tidak lengkap Baik Pernah Biologi
Baik Baik Ya Tidak lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Ya Lengkap Cukup Pernah Fisik
Cukup Cukup Tidak Lengkap Cukup Pernah Biologi
Baik Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Kimia
Cukup Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Ya Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Baik Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Kimia
Cukup Baik Ya Tidak lengkap Baik Tidak pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Kimia
Baik Cukup Ya Lengkap Baik Pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Kimia
Kurang Cukup Tidak Tidak lengkap Cukup Tidak pernah Fisik
Kurang Cukup Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Fisik
Cukup Baik Tidak Tidak lengkap Baik Pernah Kimia
Kurang Cukup Tidak Tidak lengkap Cukup Pernah Kimia
Baik Baik Tidak Lengkap Baik Pernah Fisik
Keterangan :

1. K_umur = kategori umur, terbagi menjadi 3 yaitu:


1. 21-30 tahun
120

2. 31-40 tahun
3. 41-40 tahun
2. K_MK = kategori masa kerja, terbagi menjadi 2 yaitu :
1. < 5 tahun
2. > 5 tahun
3. LK = Lingkungan kerja
4. P_APD = Penggunaan Alat Pelindung Diri
5. KK = Kecelakaan kerja
6. KP = Kategori pengetahuan, terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Pengetahuan baik
2. Pengetahuan cukup
3. Pengetahuan kurang
7. KS = Kategori sikap, terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Sikap baik
2. Sikap cukup
3. Sikap kurang
8. KM = Kategori Kondisi Mesin, terbagi menjadi 2 kategori yaitu:
1. Tidak
2. Ya
9. K_APD = Kelengkapan penggunaan alat pelindung diri, terbagi menjadi 2
kategori yaitu:
1. Lengkap
2. Tidak lengkap
10. K_T = Kategori tindakan, terbagi menjadi 3 kategori yaitu :
1. Tindakan baik
2. Tindakan cukup
3. Tindakan kurang
11. K_KK = Kategori kecelakaan kerja, terbagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Pernah
2. Tidak pernah
12. K_LK = Kategori lingkungan kerja, terbagi menjadi 4 kategori yaitu :
1. Fisik
2. Kimia
3. Biologi
4. Ergonomi
13. MK = Masa Kerja
121

Statistics
Masa_kerja
Valid 62
N
Missing 0
Mean 5.56
Median 5.00
Mode 10
Std. Deviation 2.991
Variance 8.945
Range 9
Minimum 1
Maximum 10
Statistics
Umur
Valid 62
N
Missing 0
Mean 36.18
Median 35.050
Mode 62
Std. Deviation 260
Variance 85.724
Range 29
Minimum 21
Maximum 62
Lampiran 5. Output Hasil
Frequencies

Statistics
U Pendid Mas Pen Sikap Kon Keleng Tin Kecel Lingku
m ikan a geta disi kapan dak akaan ngan
u terakhi kerj hua Mes APD an Kerja Kerja
r r a n in
Valid 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
N Missi
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
21-30 24 38.7 38.7 38.7
31-40 19 30.6 30.6 69.4
Valid
41-50 19 30.6 30.6 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pendidikan terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
SMP 26 41.9 41.9 41.9
Valid SMA 36 58.1 58.1 100.0
Total 62 100.0 100.0

Masa kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
< 5 tahun 35 56.5 56.5 56.5
Valid > 5 tahun 27 43.5 43.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

122
123

Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Baik 31 50.0 50.0 50.0
Cukup 22 35.5 35.5 85.5
Valid
Kurang 9 14.5 14.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Baik 46 74.2 74.2 74.2
Valid Cukup 16 25.8 25.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kondisi Mesin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 31 50.0 50.0 50.0
Valid Tidak 31 50.0 50.0 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kelengkapan APD
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Lengkap 22 35.5 35.5 35.5
Valid Tidak lengkap 40 64.5 64.5 100.0
Total 62 100.0 100.0
124

Tindakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Baik 33 53.2 53.2 53.2
Valid Cukup 29 46.8 46.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kecelakaan Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Pernah 54 87.1 87.1 87.1
Vali
Tidak pernah 8 12.9 12.9 100.0
d
Total 62 100.0 100.0

Lingkungan Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Fisik 33 53.2 53.2 53.2
Kimia 20 32.3 32.3 85.5
Valid Biologi 6 9.7 9.7 95.2
Ergonomi 3 4.8 4.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

T-Test
Group Statistics

Masa kerja N Mean Std. Std. Error


Deviation Mean
Kecelakaan_ < 5 tahun 35 5.11 1.906 .322
kerja > 5 tahun 27 6.00 1.177 .226

Independent Samples Test


Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
125

F Sig. t df Sig. Mea Std. 95%


(2- n Error Confidence
taile Diffe Diffe Interval of the
d) renc rence Difference
e Lower Upper
Equal -
variances 8.418 .005 2.12 60 .038 -.886 .418 -1.721 -.050
Kecela assumed 1
kaan_ Equal
- 57.
kerja variances
2.24 52 .028 -.886 .394 -1.674 -.097
not
9 9
assumed

T-Test
Group Statistics
Sikap N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
Kecelakaan_ Baik 46 5.72 1.544 .228
kerja Cukup 16 4.88 1.928 .482

Independent Samples Test


Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mea Std. 95%
(2- n Error Confidence
taile Diff Diffe Interval of the
d) eren rence Difference
ce Lower Upper
Equal
variances 2.139 .149 1.761 60 .083 .842 .478 -.115 1.800
Kecela assumed
kaan_ Equal
22
kerja variances
1.580 .0 .128 .842 .533 -.263 1.948
not
77
assumed
126

T-Test

Group Statistics
Kondisi Mesin N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
Kecelakaan_ Ya 31 5.90 1.513 .272
kerja Tidak 31 5.10 1.758 .316

Independent Samples Test


Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mea Std. 95%
(2- n Error Confidence
taile Diffe Diffe Interval of the
d) rence rence Difference
Lower Upper

Equal
1.93
variances .456 .502 60 .058 .806 .417 -.027 1.640
6
Kecela assumed
kaan_
Equal
kerja
variances 1.93 58.7
.058 .806 .417 -.027 1.640
not 6 02
assumed

T-Test
Group Statistics

Kelengkapan N Mean Std. Std. Error


APD Deviation Mean

Kecelakaan_ Lengkap 22 6.45 .800 .171


kerja Tidak lengkap 40 4.98 1.804 .285
127

Independent Samples Test


Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Diffe Error Confidence
taile rence Diffe Interval of the
d) rence Difference
Lower Upper
Equal
variances 16.319 .000 3.644 60 .001 1.480 .406 .667 2.292
Kecela assumed
kaan_ Equal
58
kerja variances
4.451 .0 .000 1.480 .332 .814 2.145
not
90
assumed

T-Test

Group Statistics
Tindakan N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean

Kecelakaan_ Baik 33 5.73 1.485 .258


kerja Cukup 29 5.24 1.864 .346

Independent Samples Test


Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mea Std. 95%
(2- n Error Confidence
tailed Diffe Diffe Interval of
) rence rence the
Difference
128

Low Upp
er er
Equal
1.33
variances 2.712 .105 1.141 60 .258 .486 .426 -.366
7
Kecela assumed
kaan_ Equal
kerja variances 53.3 1.35
1.125 .266 .486 .432 -.380
not 99 2
assumed

Correlations
Correlations
Umu Pendidika Pengeta Lingkung Kecelakaa
r n terakhir huan an_kerja n_kerja
Pearson
1 -.114 .401** -.114 .418**
Correlation
Umur Sig. (2-
.376 .001 .377 .001
tailed)
N 62 62 62 62 62
Pearson
-.114 1 -.270* -.047 -.157
Correlation
Pendidikan
Sig. (2-
terakhir .376 .034 .715 .222
tailed)
N 62 62 62 62 62
Pearson .401*
* -.270* 1 .117 .439**
Correlation
Pengetahuan Sig. (2-
.001 .034 .364 .000
tailed)
N 62 62 62 62 62
Pearson
-.114 -.047 .117 1 -.224
Correlation
Lingkungan_
Sig. (2-
kerja .377 .715 .364 .081
tailed)
N 62 62 62 62 62
Pearson .418*
* -.157 .439** -.224 1
Correlation
Kecelakaan_
Sig. (2-
kerja .001 .222 .000 .081
tailed)
N 62 62 62 62 62
129

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Masa kerjaa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Kecelakaan Kerja

Model Summaryb
Std. Change Statistics
Error of
Adjuste the
Mo R d R Estimat R Square F Sig. F Durbin-
del R Square Square e Change Change df1 df2 Change Watson
1 .338a .114 .100 .321 .114 7.742 1 60 .007 1.847
a. Predictors: (Constant), Masa kerja
b. Dependent Variable: Kecelakaan Kerja

ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .796 1 .796 7.742 .007a
Residual 6.171 60 .103
Total 6.968 61
a. Predictors: (Constant), Masa kerja
b. Dependent Variable: Kecelakaan Kerja
130

Coefficientsa
Standard
ized 95,0%
Unstandardized Coefficie Confidence Collinearity
Coefficients nts Interval for B Statistics
Std. Lower Upper Toler
Model B Error Beta t Sig. Bound Bound ance VIF
1 (Const 1.457 .125 11. .000 1.208 1.707
ant) 680
Masa -.229 .082 -.338 - .007 -.393 -.064 1.000 1.000
kerja 2.7
82
a. Dependent Variable: Kecelakaan Kerja

Collinearity Diagnosticsa

Dimensi Variance Proportions


Model on Eigenvalue Condition Index (Constant) Masa kerja
1 1 1.945 1.000 .03 .03
2 .055 5.958 .97 .97
a. Dependent Variable: Kecelakaan Kerja

Residuals Statisticsa
Maximu Std.
Minimum m Mean Deviation N
Predicted Value 1.00 1.23 1.13 .114 62
Std. Predicted Value -1.129 .871 .000 1.000 62
Standard Error of .054 .062 .057 .004 62
Predicted Value
Adjusted Predicted 1.00 1.24 1.13 .115 62
Value
Residual -.229 .771 .000 .318 62
Std. Residual -.713 2.405 .000 .992 62
Deleted Residual -.235 .794 .000 .327 62
131

Stud. Deleted Residual -.720 2.550 .015 1.040 62


Mahal. Distance .759 1.275 .984 .258 62
Cook's Distance .000 .088 .015 .029 62
Centered Leverage .012 .021 .016 .004 62
Value
a. Dependent Variable: Kecelakaan Kerja
132

Frequencies
Statistics

Peng Peng Peng Peng Peng Peng Peng Peng Peng Peng
etah etahu etahu etahu etahu etahu etahu etahu etahu etahu
uan1 an2 an3 an4 an5 an6 an7 an8 an9 an10

Valid 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
N
Missi
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table
Pengetahuan1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 21 33.9 33.9 33.9
Valid 1 41 66.1 66.1 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 11 17.7 17.7 17.7
Valid 1 51 82.3 82.3 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 20 32.3 32.3 32.3
Valid 1 42 67.7 67.7 100.0
Total 62 100.0 100.0
133

Pengetahuan4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 39 62.9 62.9 62.9
Valid 1 23 37.1 37.1 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 23 37.1 37.1 37.1
Valid 1 39 62.9 62.9 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 24 38.7 38.7 38.7
Valid 1 38 61.3 61.3 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 23 37.1 37.1 37.1
Valid 1 39 62.9 62.9 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 17 27.4 27.4 27.4
Valid 1 45 72.6 72.6 100.0
Total 62 100.0 100.0
134

Pengetahuan9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 15 24.2 24.2 24.2
Valid 1 47 75.8 75.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Pengetahuan10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 53 85.5 85.5 85.5
Valid 1 9 14.5 14.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

Frequencies
Statistics
Sikap1 Sikap2 Sikap3 Sikap4 Sikap5 Sikap6 Sikap7 Sikap8

Valid 62 62 62 62 62 62 62 62
N Missi
0 0 0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table

Sikap1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 1 62 100.0 100.0 100.0

Sikap2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 2 3.2 3.2 3.2
Valid 1 60 96.8 96.8 100.0
Total 62 100.0 100.0
135

Sikap3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 6 9.7 9.7 9.7
Valid 1 56 90.3 90.3 100.0
Total 62 100.0 100.0

Sikap4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 2 3.2 3.2 3.2
Valid 1 60 96.8 96.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Sikap5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 1 62 100.0 100.0 100.0

Sikap6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 1 62 100.0 100.0 100.0

Sikap7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 4 6.5 6.5 6.5
1 58 93.5 93.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

Sikap8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
136

Valid 0 7 11.3 11.3 11.3

1 55 88.7 88.7 100.0


Total 62 100.0 100.0

Frequencies
Statistics

Lingk Lingk Lingk Lingk Lingk Lingk Lingk Lingk


ungan ungan ungan ungan ungan ungan ungan ungan
kerja1 kerja2 kerja3 kerja4 kerja5 kerja6 kerja7 kerja8

Valid 62 62 62 62 62 62 62 62
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table
Lingkungankerja1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 28 45.2 45.2 45.2
Valid 1 34 54.8 54.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Lingkungankerja2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 15 24.2 24.2 24.2
Valid 1 47 75.8 75.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Lingkungankerja3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 36 58.1 58.1 58.1
Valid 1 26 41.9 41.9 100.0
Total 62 100.0 100.0
137

Lingkungankerja4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 20 32.3 32.3 32.3
Valid 1 42 67.7 67.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Lingkungankerja5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 22 35.5 35.5 35.5
Valid 1 40 64.5 64.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

Lingkungankerja6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 15 24.2 24.2 24.2
Valid 1 47 75.8 75.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Lingkungankerja7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 48 77.4 77.4 77.4
Valid 1 14 22.6 22.6 100.0
Total 62 100.0 100.0

Lingkungankerja8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 13 21.0 21.0 21.0
Valid 1 49 79.0 79.0 100.0
Total 62 100.0 100.0
138

Frequencies
Statistics
Kondisi_ Kondisi_ Kondisi_ Kondisi_ Kondisi_ Kondisi_
mesin1 mesin2 mesin3 mesin4 mesin5 mesin6
Valid 62 62 62 62 62 62
N Missi
0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table
Kondisi_mesin1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 54 87.1 87.1 87.1
Valid 1 8 12.9 12.9 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kondisi_mesin2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 3 4.8 4.8 4.8
Valid 1 59 95.2 95.2 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kondisi_mesin3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 1 1.6 1.6 1.6
Valid 1 61 98.4 98.4 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kondisi_mesin4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 5 8.1 8.1 8.1
Valid 1 57 91.9 91.9 100.0
Total 62 100.0 100.0
139

Kondisi_mesin5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 1 62 100.0 100.0 100.0

Kondisi_mesin6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 25 40.3 40.3 40.3
Valid 1 37 59.7 59.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Frequencies
Statistics
Tindak Tindak Tindak Tindak Tindak Tindak Tindak Tindak
an1 an2 an3 an4 an5 an6 an7 an8
Valid 62 62 62 62 62 62 62 62
N Missi
0 0 0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table
Tindakan1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 2 3.2 3.2 3.2
Valid 1 60 96.8 96.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Tindakan2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 1 1.6 1.6 1.6
Valid 1 61 98.4 98.4 100.0
Total 62 100.0 100.0
140

Tindakan3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 1 62 100.0 100.0 100.0

Tindakan4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 13 21.0 21.0 21.0
Valid 1 49 79.0 79.0 100.0
Total 62 100.0 100.0

Tindakan5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 3 4.8 4.8 4.8
Valid 1 59 95.2 95.2 100.0
Total 62 100.0 100.0

Tindakan6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 27 43.5 43.5 43.5
Valid 1 35 56.5 56.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

Tindakan7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 41 66.1 66.1 66.1
Valid 1 21 33.9 33.9 100.0
Total 62 100.0 100.0
141

Tindakan8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 4 6.5 6.5 6.5
Valid 1 58 93.5 93.5 100.0
Total 62 100.0 100.0

Frequencies
Statistics
Kecelak Kecelak Kecelak Kecelak Kecelak Kecelak Kecelak
aan_ker aan_kerj aan_kerj aan_kerj aan_kerj aan_kerj aan_ker
ja1 a2 a3 a4 a5 a6 ja7
Valid 62 62 62 62 62 62 62
N Missi
0 0 0 0 0 0 0
ng

Frequency Table
Kecelakaan_kerja1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 10 16.1 16.1 16.1
Valid 1 52 83.9 83.9 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kecelakaan_kerja2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 22 35.5 35.5 35.5
Valid 1 40 64.5 64.5 100.0
Total 62 100.0 100.0
142

Kecelakaan_kerja3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 30 48.4 48.4 48.4
Valid 1 32 51.6 51.6 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kecelakaan_kerja4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 7 11.3 11.3 11.3
Valid 1 55 88.7 88.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kecelakaan_kerja5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 14 22.6 22.6 22.6
Valid 1 48 77.4 77.4 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kecelakaan_kerja6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 21 33.9 33.9 33.9
Valid 1 41 66.1 66.1 100.0
Total 62 100.0 100.0

Kecelakaan_kerja7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 26 41.9 41.9 41.9
Valid 1 36 58.1 58.1 100.0
Total 62 100.0 100.0
Lampiran 6. Dokumen Penelitian

Gambar 1. Alat Penggerindaan

Gambar 2.Trafo

143
144

Gambar 3. Alat Pemotongan Besi dan Pekerja Tidak Menggunakan APD

Gambar 4. Proses Penggerindaan dan Pekerja Tidak Menggunakan APD


145

Gambar 5. Proses Pengelasan dalam pemasangan kerangka atap pada siang hari
dan Pekerja hanya memakai Kacamata las
146

Gambar 6. Wawancara Pekerja Las

Gambar 7. Pengecatan Barang tanpa menggunakan APD


147

Gambar 8. Lokasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai