Anda di halaman 1dari 102

PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN

(PATIENT SAFETY GOALS) DI RUANG RAWAT


INAP RUMAH SAKIT UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

JENNICA DESTIANI
NIM. 151000369

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
(PATIENT SAFETY GOALS) DI RUANG RAWAT
INAP RUMAH SAKIT UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

JENNICA DESTIANI
NIM. 151000369

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 29 Januari 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Isyatun Mardhiyah Syahri, S.K.M., M.Kes.


Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.
2. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak

Keselamatan pasien (patient safety) saat ini telah menjadi isu yang
diperbincangkan di berbagai negara. Isu ini berkembang karena masih banyaknya
kejadian yang tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera yang masih sering
terjadi di rumah sakit. Diketahui bahwa rumah sakit universitas sumatera utara
sudah menerapkan sistem pelayanan keselamatan pasien namun kejadian-kejadian
yang tidak diharapkan berkaitan dengan kesalahan medis masih terjadi. Pada
tahun 2018 terdapat 5 kasus KTD, 12 kasus kejadian potensial cedera (KPC), 4
kasus KNC dan 1 kasus sentinel. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
analisis tematik bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sasaran
keselamatan pasien (patient safety goals) di ruang rawat inap Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2019. Informan penelitian adalah 4
kepala perawat dan 4 perawat pelaksana di ruang rawat inap. Hasil penelitian
yaitu pelaksanaan sasaran ketiga yaitu peningkatan keamanan obat-obatan yang
harus diwaspadai sudah sesuai dengan standar sasaran keselamatan pasien.
Pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien belum sesuai standar sasaran
keselamatan pasien, karena masih rendahnya kesadaran dan kepatuhan perawat
untuk melaksanakan tugas sesuai dengan SOP identifikasi pasien yang berlaku.
Pelaksanaan komunikasi antara dokter dan perawat belum sesuai standar sasaran
keselamatan pasien, karena masih ditemukan perawat yang lupa melaksanakan
read back yang menyebabkan penyebaran informasi kurang meluas. Pelaksanaan
pengurangan resiko infeksi dengan hand hygiene belum sesuai standar sasaran
keselamatan pasien, karena masih banyaknya petugas yang belum menjaga hand
hygiene saat sebelum / sesudah memberikan tindakan pada pasien. Dan
terbatasnya sarana berupa wastafel di konter perawat. Pelaksanaan pengurangan
resiko pasien jatuh belum sesuai standar sasaran keselamatan pasien, karena
kurangnya pelatihan dan sosialisasi terkait pengurangan resiko pasien jatuh. Pihak
manajemen rumah sakit universitas sumatera utara diharapkan meningkatkan
evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sesuai
SOP yang berlaku.

Kata kunci : Keselamatan pasien

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract

Patient safety now has become a concern in various countries in the country. This
issue evolved due to the many unexpected events and the almost-injured incident
that still occurs frequently in hospitals. It is noted that the University Hospital of
North Sumatera has implemented a patient safety Service system but unexpected
events related to medical errors are still occurring. In 2018 there were 5 cases of
KTD, 12 cases of potential incidence of injuries (KPC), 4 cases of KNC and 1
Sentinel case. This research is a qualitative study with thematic analysis aims to
know how to implement patient safety goals in the hospitalisation of North
Sumatra University of Medan in 2019. The research informant is 4 nurse heads
and 4 executive nurses in the hospitalization room. The results of the research,
namely the implementation of the third goal is increased safety of medicines to be
aware of the patient's safety target standards. The implementation of the patient's
identification is not appropriate to the patient's safety target standards, due to the
low awareness and compliance of nurses to perform their duties in accordance
with the patient identification SOP. The implementation of communication
between doctors and nurses has not been in accordance with the target safety
standards, because still found nurses who forget to carry out read backs that
cause information dissemination is less widespread. The implementation of risk
reduction of infection with hand hygiene is not appropriate to the patient's safety
standards, because there are still many officers who have not kept the hand
hygiene before/after giving action in patients. And the limited means of the sink in
the nurse counter. The implementation of risk reduction of the patient falls not to
the standards of patient safety, due to lack of training and socialization regarding
risk reduction of patients falling. The management of North Sumatera University
Hospital is expected to improve evaluation and monitoring on the implementation
of patient safety objectives in accordance with the applicable SOP.

Keywords: Patient safety

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan

Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019” sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis

baik secara moril maupun materil selama masa perkuliahan dan penyelesaian

skripsi ini, yaitu :

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Kepala Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Isyatun Mardhiyah Syahri, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan pikirannya membimbing, memberikan saran,

dukungan, nasihat, serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

5. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K., selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan masukkan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan masukkan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Namora Lumongga Lubis M.Sc, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

8. Dosen, dan seluruh staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan

skripsi.

9. Direktur Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dan Kepala Instalasi Rawat

Inap beserta pegawai yang telah membantu menyelesaikan penelitian.

10. Untuk orang tua penulis tersayang, (Drs. Indra Gunawan Surbakti dan

Rintawati Sembiring, S.Pd.,) yang memberikan dukungan, dorongan dan doa

dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Saudara tersayang, Anggraini Agustina, A.Md dan Irwanta Apri Naldi yang

selalu mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Andika Pranata Tarigan yang selalu siap membantu dan memberikan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat dari awal perkuliahan sampai saat ini yaitu Angelica

Nathasya, Tannia Nuril Kartika, Rosyalina Usman Lubis dan Veralica Selvia

selalu turut membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan

skripsi ini.

14. Sahabat-sahabat dari kampung halaman yang berjuang di perantauan yaitu

Meike Florence, Treicy Putri Hagana Ginting, Yolanda Debora Singarimbun,

Indah Riana Lumbangaol, Fitri Andani Simarmata, Ririn Saudiah Br

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi

Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8
Patient Safety 8
Standar keselamatan pasien 8
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien 13
Sasaran keselamatan pasien 17
Rumah Sakit 28
Definisi rumah sakit 28
Tugas dan fungsi rumah sakit 29
Asas dan tujuan rumah sakit 30
Klasifikasi rumah sakit 30
Rumah sakit umum kelasC 31
Syarat dan ciri-ciri rumah sakit tipe C 31
Peran dan fungsi perawat di rumah sakit tipe C 33
Peran perawat 33
Fungsi perawat 35
Kerangka Pikir 36

Metode Penelitian 37
Jenis Penelitian 37
Lokasi dan Waktu Penelitian 37
Lokasi 37
Waktu 38

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Informan Penelitian 38
Definisi Konsep 38
Metode Pengumpulan Data 40
Metode Analisis Data 40

Hasil Penelitian dan Pembahasan 41


Hasil Penelitian 41
Gambaran Umum RS USU 41
Sejarah RS USU 41
Visi RS USU 42
Misi RS USU 43
Struktur organisasi RS USU 43
Karateristik Informan 44
Hasil analisis tematik 45

Pembahasan 51
Pelaksaaan Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals)
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Tahun 2019 51
Identifikasi pasien dalam sasaran keselamatan pasien 51
Pelaksanaan komunikasi dalam sasaran keselamatan pasien. 54
Pelaksanaan peningkatan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai dalam sasaran keselamatan pasien 59
Pelaksanaan hand hygiene dalam sasaran keselamatan pasien 62
Pelaksanaan pengurangan resiko pasien jatuh dalam sasaran
keselamatan pasien 65
Keterbatasan Skripsi 69

Kesimpulan dan Saran 70


Kesimpulan 70
Saran 71

Daftar Pustaka 72
Lampiran 74

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1. Karateristik Informan 44

2. Perincian Tema Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi Pasien 45

3. Perincian Tema Pelaksanaan Komunikasi yang Efektif 46

4. Perincian Tema Pelaksanaan Penyimpanan Obat-obatan


yang Diwaspadai 47

5. Perincian Tema Pelaksanaan Hand Hygiene 48

6. Perincian Tema Pelaksanaan Pengurangan Risiko Pasien Jatuh 49

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1. Kerangka berpikir 36

2. Struktur organisasi RS USU Tahun 2019 43

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran

No Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara Mendalam 74

2. Surat Izin Penelitian 75

3. Surat Selesai Penelitian 76

4. Matriks Hasil Wawancara 77

5. Dokumentasi Penelitian 82

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Istilah

Bappenas Badan Penyelenggaraan Pembangunan Nasional


CSSD Central Sterile Supply Departemen
Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional
HBV Hepatitis B Virus
HCV Hepatitis C Virus
HIV Human Immunodeficiency Virus
ICU Intensive Care Unit
JCI Joint Commission International
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K3RS Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Kemenristek Dikti Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
KKPRS Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
KTD Kejadian Tidak Diharapkan
KNC Kejadian Nyaris Cidera
KPC Kejadian Potensi Cidera
Mendiknas Menteri Pendidikan Nasional
Menkes Menteri Kesehatan
NaPSIRs National patient safety incident reports
No Nomor
PAK Penyakit Akibat Kerja
PERMENKES RI Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
PNS Pegawai Negeri Sipil
PP Peraturan Pemerintah
PPDK Pusat Penelitian dan Diagnostik Kesehatan
PPI Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPPK/P3K Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
RSP Rumah Sakit Pendidikan
RS USU Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
SBAR Situation Background Assesment Recommendation
SOP Standar Operasional Prosedur
TKPRS Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
UU Undang-Undang
UUD Undang-Undang Dasar
WHO World Health Organization

xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pendahuluan

Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan

yang mempunyai dampak besar dalam menaikkan derajat kesehatan. Rumah sakit

memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan

perawatan. Dan pelaksanaannya melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan

unit rawat inap (Suyatyo, 2016).

Ketentuan undang-undang republik Indonesia (UU RI) nomor 44 tahun

2009 tentang rumah sakit yang diantaranya dalam pasal 3 huruf (b) yang

menyatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk

memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan

rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit. Perhatian terhadap

keselamatan pasien sekarang ini sudah menjadi begitu penting dalam pemberian

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Pada pasal 13 ayat (3) menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang

bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar

pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,

menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Selain itu dalam

pasal 43 ayat (1) menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar

keselamatan pasien.

Keselamatan pasien (patient safety) saat ini telah menjadi isu yang

diperbincangkan di berbagai negara. Isu ini berkembang karena masih banyaknya

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

kejadian yang tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera yang masih sering

terjadi di rumah sakit. Rumah sakit memiliki peran yang strategis dalam upaya

mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Tiap-tiap rumah sakit

dituntut untuk meningkatkan kualitas dan mutu pelayanannya. Untuk dapat

menghasilkan mutu pelayanan kesehatan yang optimal maka rumah sakit

membutuhkan tenaga kesehatan yang produktif (Suyatyo, 2016).

Tenaga kesehatan yang produktif tersebut prinsip dasarnya berorientasi

pada pelayanannya terhadap keselamatan pasien. Keselamatan pasien menjadi

salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Hal-hal berupa penghindaran,

pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan juga mengatasi

cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan adalah peran dari patient safety

(Cecep, 2013).

Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 11 tahun

2017 (PERMENKES RI) keselamatan pasien merupakan suatu bagian sistem

yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi

dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden dan tindak lanjutnya,

serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan tindakan

atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Sistem pelayanan keselamatan pasien adalah sebuah kegiatan dalam

menurunkan angka insiden keselamatan pasien (IKP). IKP adalah suatu kejadian

atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera

pada pasien. IKP meliputi kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

cedera (KNC), kejadian potensial cedera (KPC), dan kejadian KTD yang dapat

menyebabkan kematian atau cedera serius (sentinel). Untuk meminimalisir IKP

dapat dengan melaksanakan sistem pelayanan keselamatan pasien berupa

penerapan enam sasaran keselamatan pasien (patient safety goals) pada rumah

sakit tersebut.

Sasaran keselamatan pasien yang perlu diperhatikan untuk menghindari

cedera pada pasien berupa mengindetifikasi pasien dengan benar, komunikasi

yang baik terjalin antara tenaga kesehatan dan pasien, peningkatan keamanan obat

yang perlu diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur

yang benar, pembedahan pada pasien yang benar, pengurangan resiko infeksi

terkait pelayanan kesehatan dengan menjaga kebersihan tangan dengan hand

hygiene, dan pengurangan resiko jatuh (Cecep,2013).

Penelitian yang dilakukan oleh IOM (Institute of Medicine) pada tahun

1999 yang dilakukan di Washington DC, dilaporkan bahwa sebanyak 44.000

sampai dengan 98.000 orang meninggal setiap tahunnya di rumah sakit karena

kesalahan medis (Institute of Medicine, 2001). Pada tahun 2000 Institute of

Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan to err is human, building a

safer health system. Laporan itu mengutarakan penelitian di rumah sakit di Utah

dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar

2,9%, dimana 6,6% diantaranya meninggal dunia. (Institute of Medicine, 2000).

Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan sasaran keselamatan pasien (patient

safety goals) di negara maju seperti Amerika Serikat belum berjalan dengan baik

karena masih ditemukannya kejadian kasus yang tidak diharapkan (KTD).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Pelaksanaan program keselamatan pasien di Indonesia juga belum bias

dikatakan berjalan dengan baik karena masih terjadi kesalahan medis, yang

dilakukan tenaga kesehatan berujung pada resiko infeksi/cedera pada pasien

sesuai dengan laporan komite keselamatan pasien rumah sakit (KKP-RS). Yaitu

masih ditemukan insiden keselamatan pasien di Indonesia berdasarkan provinsi

sebanyak 145 insiden. Dari 145 insiden yang dilaporkan sebanyak 55 kasus

insiden (37,9%) terjadi di wilayah DKI Jakarta. Sedangkan berdasarkan jenisnya

dari 145 insiden yang dilaporkan tersebut didapatkan KNC sebanyak 69 kasus

(47,6%), KTD sebanyak 67 kasus (46,2%), dan lain-lain sebanyak 9 kasus (6,2%).

Data ini ada di Indonesia namun secara umum catatan kejadian yang

berhubungan dengan patient safety di rumah sakit belum dikembangkan dengan

menyeluruh oleh semua rumah sakit sehingga perhitungan kejadian yang

berhubungan dengan keselamatan pasien masih sangat terbatas.

Menurut penelitian Maria Ariani (2018) tentang lima momen cuci tangan

sebagai perlindungan hak pasien mengatakan bahwa rumah sakit merupakan

tempat yang beresiko tinggi akan terjadinya infeksi nosokomial atau infeksi baru

yang didapatkan selama perawatan berlangsung, sehingga menjaga kebersihan

tangan dengan mencuci tangan (hand hygiene) sangatlah penting perannya dalam

menurunkan 20%-40% resiko kejadian infeksi nosokomial dan memaksimalkan

pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit.

Berdasarkan penelitian Angelita, dkk (2016) tentang perilaku perawat

dengan kemampuan perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien di RSUP

Prof. Dr. D Kandou Manado menyebutkan bahwa insiden pelanggaran dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

pelaksanaan keselamatan pasien sebagian besar dilakukan oleh perawat karena

perawat adalah petugas kesehatan dengan jumlah yang paling mendominasi di

instansi rumah sakit, dan perawat juga adalah petugas kesehatan yang paling

sering melakukan tindakan serta berinteraksi langsung dengan pasien khususnya

pasien ruang rawat inap.

Berdasarkan hasil penelitian Angella, dkk (2012) tentang pelaksanaan

standar sasaram keselamatan pasien di rumah sakit Sam Ratulangi Tondano

mengatakan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana sangat penting perannya

dalam memaksimalkan pelaksanaan program keselamatan pasien. Namun, sasaran

keselamatan pasien masih banyak yang belum tercapai dengan maksimal karena

masih minimnya ketersediaan sarana dan prasana.

Berdasarkan survei pendahuluan, diketahui bahwa rumah sakit universitas

sumatera utara (RS USU) tersebut sudah menerapkan sistem pelayanan

keselamatan pasien namun kejadian-kejadian yang tidak diharapkan berkaitan

dengan kesalahan medis masih terjadi. Pada tahun 2018 terdapat 5 kasus KTD, 12

kasus kejadian potensial cedera (KPC), 4 kasus KNC dan 1 kasus sentinel.

Kasus KTD yang terjadi berupa 2 kasus tirai jatuh, 1 kasus pasien jatuh, 1

kasus pasien kabur di ruang mahoni dan di ruang meranti terdapat 1 kasus yaitu

hasil baca belum ada sampai pasien pulang. Kasus KPC berupa 4 kasus tidak

pakai gelang identifikasi pada pasien di ruang cendana bulan april, pada bulan

juni diruang yang sama terdapat 4 kasus yaitu pasien tidak memakai gelang

identifikasi, 1 kasus yaitu adanya orang mencurigakan yang memasuki ruang

rawat inap dan di ruang zaitun terdapat 1 kasus yaitu pasien do not resuscitate

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

(DNR) tidak memilki form DNR, 1 kasus yaitu operasi ditunda, 1 kasus di ruang

cendana yaitu suction belum dipersiapkan.

Kasus KNC berupa 1 kasus yaitu pasien kabur di ruang mahoni, 1 kasus

yaitu pasien tertunda operasi adanya kesalahan komunikasi antara perawat di

ruang cendana, 1 kasus yaitu pasien tidak pakai gelang identifikasi di ruang

meranti, di ruang mahoni terdapat 1 kasus yaitu operasi ditunda. Kasus sentinel

terdapat 1 kasus yaitu pasien keluar sebelum waktu penentuan keluar dari RS

USU di ruang zaitun.

Saat survei juga ditemukan bahwa perawat ataupun dokter sangat jarang

bahkan nyaris tidak pernah terlihat mencuci tangan dengan hand sanitizer yang

telah tersedia di lorong ruang rawat inap sebelum ataupun sesudah memberikan

tindakan kepada pasien. Kejadian yang tidak diharapkan dan kejadian nyaris

cedera masih terjadi di rumah sakit Universitas Sumatera Utara tersebut

diasumsikan karena pelaksanaan sasaran keselamatan pasien belum berjalan

dengan baik khususnya di ruang rawat inap.

Peneliti ingin melihat bagaimana pelaksanaan sasaran keselamatan pasien

(patient safety goals) di rumah sakit tersebut karena masih terjadi kasus KTD dan

KNC yang terjadi sepanjang tahun 2018. Dengan judul penelitian “Pelaksanaan

Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) di Ruang Rawat Inap Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2019”.

Perumusan Masalah

Bagaimana pelaksanaan sasaran keselamatan pasien (patient safety goals)

di ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2019.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien (patient safety goals) di ruang rawat inap Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2019.

Tujuan khusus.

1. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan identifikasi pasien di ruang rawat

inap RS USU,

2. Untuk mengidentifikasi implementasi komunikasi antara dokter dan

perawat di ruang rawat inap RS USU,

3. Untuk mengindentifikasi ketepatan petugas dalam meningkatkan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai,

4. Untuk mengidentifikasi implementasi hand hygiene petugas kesehatan

untuk pengurangan resiko infeksi di ruang rawat inap RS USU dan

5. Untuk mengidentifikasi implementasi pengurangan resiko pasien jatuh di

ruang rawat inap RS USU.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit agar pelayanan patient

safety rumah sakit khususnya ruang rawat inap dapat berjalan dengan baik

dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.

2. Sebagai masukan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian sejenis.

3. Dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang

pelaksanaan pelayanan patient safety di ruang rawat inap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tinjauan Pustaka

Keselamatan Pasien (Patient Sefety)

Keselamatan (safety) sekarang ini sudah menjadi isu global, hal ini

termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima aspek penting yang dapat dikaitkan

dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu keselamatan pasien (patient

safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan

peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan

petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap

pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan

kelangsungan hidup rumah sakit.

Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting perannya untuk

dilaksanakan di setiap rumah sakit. Karena semua kegiatan dan program dapat

berjalan dan dilaksanakan dengan baik apabila didukung dengan adanya pasien.

Karena itu keselamatan pasien adalah prioritas utama yang harus dilaksanakan

karena hal ini terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit itu sendiri.

Adapun tujuan dari dilaksanakannya keselamatan pasien di rumah sakit

yaitu menurut Depkes RI tahun 2011 adalah agar terciptanya budaya keselamatan

pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien

dan masyarakat, menurunnya angka KTD di rumah sakit, terlaksananya program–

program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD di rumah sakit itu

sendiri.

Standar keselamatan pasien. Karena begitu pentingnya keselamatan

pasien dirumah sakit sekarang ini, maka dibuatlah standar keselamatan pasien

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

dirumah sakit. Standar keselamatan pasien dirumah sakit ini akan menjadi acuan

atas setiap pelayanan yang akan diberikan oleh petugas kepada pasien. Menurut

Depkes RI, (2011) ada tujuh standar keselamatan pasien yaitu: hak pasien,

mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,

penggunaan metode-metode peningkatan kinerja, peran kepemimpinan dalam

meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan

komunikasi adalah kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Pertama hak pasien. Pasien dan keluarga pasien memiliki hak untuk

memperoleh informasi tentang rencana dan hasil pelayanan yang telah

diterimanya, termasuk risiko yang memungkinkan terjadinya KTD. Hal ini

disebabkan karena tujuan utamanya yang ganda, yaitu preventif kuratif, promotif

dan rehabilitatif. Hubungan diantara dokter dan pasien pada dasarnya bertumpu

pada hak menentukan nasib sendiri dan hak informasi.

Dokter memiliki kewajiban untuk memastikan informasi dan penjelasan

secara rinci kepada pasien serta keluarga pasien tentang rencana dan hasil

pelayanan, serta rencana pengobatan sehingga pasien mengerti dengan benar

bagaimana progress pengobatan yang sedang ia jalani. Pasien berhak untuk tau

informasi lengkap tentang ada atau tidaknya kemungkinan-kemungkinan yang

dapat terjadi yang berkaitan dengan kejadian tidak diharapkan.

Kedua mendidik pasien dan keluarga. Rumah sakit wajib memberi

pendidikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kewajiban dan tanggung

jawab pasien dalam keselamatan pasien. Keterlibatan pasien sangat besar

pengaruhnya dalam peningkatan keselamatan pelayanan. Oleh sebab itu rumah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

sakit wajib mengadakan sistem dan mekanisme dalam mendidik pasien dan

keluarganya. Oleh karena didikan tersebut diharapkan keluarga dapat memberi

informasi yang benar, jelas lengkap dan jujur, tahu akan kewajiban dan tanggung

jawab pasien dan keluarga, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan untuk sesuatu

yang tidak dimengerti, mengetahui dan menerima konsekuensi pelayanan juga

patuh terhadap instruksi dan menaati peraturan rumah sakit, serta menunjukkan

sikap menghormati dan tenggang rasa.

Ketiga keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. Rumah sakit

memberi jaminan akan kesinambungan pelayanan dan jaminan koordinasi antar

tenaga dan antar unit pelayanan. Terdapat kriterianya berupa koordinasi pelayanan

secara keseluruhan mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis,

perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari

rumah sakit. Adanya koordinasi pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien

dan kelayakan sumber daya secara berkelanjutan sehingga pada semua tahap

pelayanan transisi antara unit pelayanan dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Ada koordinasi pelayanan yang merangkum peningkatan komunikasi untuk

memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan pelayanan sosial,

konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.

Juga dengan ada komunikasi dan transfer informasi antara profesi kesehatan

sampai dengan tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Keempat penggunaan metode-metode peningkatan kinerja. Rumah sakit

wajib merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, mengawasi dan

menilai kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

mengadakan perubahan untuk menaikkan kinerja serta keselamatan pasien. Tiap-

tiap rumah sakit memiliki kriteria yaitu wajib melaksanakan proses perancangan

yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,

petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan

faktor-faktor lain yang memiliki potensi risiko bagi pasien sejalan dengan tujuh

langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

Tiap-tiap rumah sakit wajib melaksanakan pengumpulan data kinerja yang

terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu

pelayanan, keuangan. Tiap-tiap rumah sakit wajib melaksanakan penilaian intensi

terkait semua kejadian yang tidak diharapkan, dan dengan proaktif melaksanakan

penilaian satu proses kasus dengan risiko tinggi. Tiap-tiap rumah sakit wajib

memakai semua data dan informasi hasil analisis untuk memutuskan perubahan

sistem yang diperlukan agar kinerja dan keselamatan pasien mendapat jaminan.

Kelima peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

Adanya tim antara disiplin untuk mengurus program keselamatan pasien. Terdapat

program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program

meminimalkan insiden, yang merangkum jenis-jenis Kejadian yang membutuhkan

perhatian mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” sampai dengan “Kejadian Tidak

Diharapkan”. Ada mekanisme kerjaan untuk memberi jaminan kepada semua

komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program

keselamatan pasien. Terdapat prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden,

termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

orang lain dan menyampaikan informasi dengan benar dan jelas untuk keperluan

analisis.

Terdapat mekanisme pelaporan internal dan eksternal terkait dengan

insiden juga termasuk adanya informasi yang benar dan jelas tentang Analsis

Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” dan “Kejadian Sentinel” pada saat

program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.

Keenam mendidik pegawai tentang keselamatan pasien. Rumah sakit

mempunyai proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk tiap-tiap jabatan

mengenai keselamatan pasien. Rumah sakit mengadakann pendidikan dan

pelatihan yang berkelanjutan untuk peningkatan dan pemeliharaan kompetensi

staf serta mendukung pendekatan interdisiplin pelayanan pasien. Tiap-tiap rumah

sakit wajib mempunyai program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru

yang mengandung topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-

masing. Tiap-tiap rumah sakit wajib menenyatukan topik keselamatan pasien

dalam kegiatan inservice training dan memberi penjelasan pedoman tentang

pelaporan insiden. Tiap-tiap rumah sakit wajib mengadakan pelatihan tentang

kerjasama kelompok untuk mendukung pendekatan antara disiplin.

Ketujuh komunikasi merupakan kunci bagi pegawai untuk mencapai

keselamatan pasien. Rumah sakit merencanakan dan merancang proses

manajemen informasi keselamatan pasien guna memenuhi kebutuhan informasi

internal dan eksternal. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Diperkukan anggaran untuk merencanakan dan merancang proses manajemen

untuk mendapatkan data dan informasi mengenai keselamatan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Terdapatnya mekanisme dan kendala komunikasi untuk memperbaharui

manajemen informasi yang ada.

Tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. Rumah sakit

wajib merancang proses baru atau memperbaharui proses yang ada, mengawasi

dan menilai kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif

insiden, dan melaksanakan perubahan guna peningkatan kinerja serta keselamatan

pasien. Proses perancangan itu bertumpu pada visi dan misi rumah sakit,

kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik

bisnis yang sehat serta faktor-faktor lain yang memiliki potensi risiko bagi pasien

(Permenkes No.11 Tahun 2017).

Dalam rangka mempraktikkan standar keselamatan pasien, rumah sakit

melakukan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit yang terdiri dari

(Permenkes No. 11 Tahun 2017):

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;

2. Memimpin dan mendukung pegawai;

3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;

4. Mengembangkan sistem pelaporan;

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tahun 2007 resmi

mengeluarkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi

Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

(KKPRS) mendorong rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan “Sembilan

Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”, langsung atau bertahap, sesuai dengan

kemampuan dan kondisi rumah sakit.

Pertama, memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip. Nama obat

rupa dan ucapan mirip (NORUM) yang membingungkan pegawai pelaksana

adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat dan ini

merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Ada puluhan ribu obat yang saat

ini beredar di pasar, maka sangat berpotensi terjadinya kesalahan akibat bingung

terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM dikhususkan

pada penggunaan protokol guna pengurangan risiko dan memastikan terbacanya

resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak terlebih dulu, maupun

pembuatan resep secara elektronik.

Kedua, memastikan identifikasi pasien. Pelaksanaan prosedur yang keliru

orang, penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, kesalahan pengobatan,

transfusi maupun pemeriksaan merupakan kegagalan yang sering terjadi saat

mengidentifikasi pasien.

Penekanan rekomendasi didasarkan pada metode guna verifikasi terhadap

identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi

metode identifikasi di setiap rumah sakit dengan suatu sistem layanan kesehatan,

dan ikut serta pasien dalam memberikan informasi diri serta penggunaan protokol

guna membedakan pasien dengan nama yang sama.

Ketiga, komunikasi dilakukan dengan benar saat serah terima atau

pengoperan pasien. Adanya kesalahan dalam komunikasi bisa mengakibatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

terputusnya kelanjutan layanan, pengobatan yang tidak tepat dan dapat

mengakibatkan cedera terhadap pasien. Dimaksudkan rekomendasi untuk

memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk

mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberi kesempatan bagi

para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat

serah terima dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

Keempat, memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

Kesalahan pada hal ini sebenarnya dapat dicegah. Tiap-tiap kasus dengan

pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian

besar adalah akibat kesalahan komunikasi dan tidak adanya informasi atau

informasi tidak benar. Dan faktor yang paling utama adalah kesalahan-kesalahan

seperti tidak ada atau kurangnya proses prabedah yang telah distandardisasi.

Dibutuhkan rekomendasi berupa pencegahan jenis-jenis kekeliruan yang

bergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan, pemberian tanda

pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melakukan prosedur dan

adanya tim yang terlibat dalam prosedur “time out” sesaat sebelum memulai

prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan

dibedah.

Kelima, mengendalikan cairan elektrolit pekat. Seluruh obat-obatan,

vaksin dan media kontras mempunyai profil risiko cairan elektrolit pekat yang

berguna untuk injeksi khusus adalah cairan berbahaya. Membuat rekomendasinya

yaitu standardisasi dari dosis, unit ukuran, istilah dan pencegahan atas campur

aduk tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Keenam, memastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

Kesenjangan pemberian obat terjadi paling sering pada saat pengalihan.

Penuntasan perbedaan medikasi merupakan proses yang dirancang guna

mencegah salah obat pada saat pengalihan pasien. Membuat rekomendasi berupa

pembuatan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat serta semua medikasi

yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”.

Ketujuh, menghindari salah kateter dan salah sambung slang. Hal-hal

seperti slang, kateter dan spuit yang digunakan wajib dirancang sedemikian rupa

agar dapat mencegah terjadinya KTD yang dapat penyebab cedera atas pasien

melalui sambungan spuit dan slang yang salah, serta memberi medikasi atau

cairan melalui jalur yang keliru. Membuat rekomendasi berupa penganjuran perlu

perhatian atas medikasi dengan rinci jika sedang pemberian medikasi serta

pemberian makan dengan misalnya slang yang benar.

Kedelapan, menggunakan alat injeksi sekali pakai. Merupakan salah satu

kekhawatiran global terbesar yaitu penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang

merupakan akibat dari pakai ulang jarum suntik. Diperlukan rekomendasi berupa

larangan memakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan para

petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya mengenai prinsip-

prinsip mengendalikan infeksi, edukasi kepada pasien dan keluarga mereka

tentang penularan infeksi melalui darah dan praktek jarum sekali pakai yang

aman.

Kesembilan meningkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk

pencegahan infeksi nosokomial. Dengan perolehan data bahwa lebih dari 1,4 juta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

orang di seluruh dunia mendapat infeksi yang diperoleh dari rumah sakit. Dan

kebersihan tangan yang efektif merupakan ukuran preventif yang pimer untuk

menghindari masalah ini. Membuat rekomendasi yakni mendorong implementasi

penggunaan cairan “alcohol based hand rubs”, terdapatnya sumber air pada

seluruh kran, pendidikan pegawai tentang cara membersihkan tangan yang benar,

penggunaan tangan bersih di tempat kerja dan mengevaluasi kepatuhan penerapan

kebersihan tangan melalui pemantauan.

Sasaran keselamatan pasien. Sejalan dengan standar keselamatan, ada

lagi yang menjadi hal penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien yaitu

sasaran keselamatan pasien atau patient safety goals. Sasaran keselamatan pasien

merupakan syarat yang wajib diterapkan di setiap rumah sakit dan yang akan

diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit. Susunan sasaran ini diambil

berdasarkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

(2007) yang dipakai juga oleh komite keselamatan pasien rumah sakit persi

(KKPRSI), dan joint commission international (JCI). Menurut JCI (2013), sasaran

keselamatan pasien sendiri terdiri dari atas identifikasi pasien dengan benar,

meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanan obat-obatan

yang harus diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur

yang benar, pembedahan pada pasien yang benar, pengurangan resiko infeksi

terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan resiko pasien cidera karena jatuh.

Pertama, mengidentifikasi pasien dengan benar. Hal-hal yang berkaitan

dengan identifikasi pasien dimaksudkan yakni suatu rangkaian pemberian tanda

pengenal atau pembeda yang merangkum nomor rekam medis dan identitas pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

dengan tujuan guna memberi perbedaan antara pasien satu dengan pasien yang

lainnya sehingga mempermudahkan dalam proses pemberian pelayanan kesehatan

kepada pasien yang datang berobat, serta guna pencegahan kesalahan dan

kekeliruan dalam rangkaian pemberian pelayanan, pengobatan, tindakan atau

prosedur. Elemen- elemen penting dalam penilaian antara lain pasien

diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomer

kamar atau lokasi pasien, pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah,

atau produk darah. Terlebih dahulu pasien diidentifikasi sebelum mengambil

darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, pasien diidentifikasi sebelum

pemberian pengobatan dan tindakan atau prosedur. Prosedur juga kebijakan

memberi arahan terhadap pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada tiap situasi

dan lokasi. Yang berupa prosedur identifikasi pasien meliputi penulisan nomor

rekam medis, penulisan identitas pasien yang disesuaikan dengan KTP / SIM /

KK / Paspor yang berlaku. Penulisan identitas pasien meliputi nama lengkap,

tempat / tanggal lahir, jenis kelamin, alamat lengkap, agama, pekerjaan, nama

suami / istri, nama ibu / ayah, penanggung jawab, tanggal registrasi. Jika ada

perubahan data identitas pasien pada kunjungan berikutnya maka identitas

pertama harus diganti dengan identitas yang baru.

Hal yang dicantumkan pada gelang pasien, meliputi pencantuman nomor

rekam medis, nama lengkap, tanggal lahir. Adapun warna gelang disesuaikan

dengan kondisi pasien, warna biru untuk pasien laki-laki, warna pink untuk pasien

perempuan, warna merah untuk pasien alergi, warna kuning untuk pasien resiko

jatuh, dan warna ungu untuk pasien yang tidak boleh diresusitasi. Tiap-tiap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

pemasangan gelang, yang bertugas wajib memeberitahukan manfaat gelang pasien

dan bahaya jika menolak, melepas, dan menutupi gelang. Dan sebelum pemberian

pelayanan kesehatan kepada pasien, petugas wajib mengidentifikasi pasien

terlebih dahulu, seperti sebelum pemberian obat, darah atau produk darah,

mengambil darah dan spesimen lain guna pemeriksaan klinis serta pemberian

tindakan, petugas wajib memeriksa gelang pasien secara teliti dan terperinci.

Kedua, komunikasi yang efektif. Sasaran kunci utama yaitu komunikasi

efektif karena komunikasi merupakan penyebab utama terjadinya kesalahan-

kesalahan dalam keselamatan pasien. Komunikasi yang efektif adalah yang tepat

waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima bisa membantu

pengurangan kesalahan mengenai hal memberikan pelayanan dan juga membantu

peningkatan keberhasilan dalam melakukan program keselamatan pasien. Oleh

sebab itu dalam melakukan komunikasi efektif harus didasarkan aspek kejelasan,

ketepatan, sejalan dengan konteks baik bahasa maupun informasi, alur yang

sistematis, dan budaya.

Kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien merupakan

risiko yang timbul akibat komunikasi yang tidak efektif. Dapat diambil contoh

yaitu terjadinya kesalahan dalam pemberian obat ke pasien, kesalahan melakukan

prosedur tindakan perawatan. Pencengahan terjadinya risiko kesalahan pemberian

asuhan keperawatan yaitu perawat wajib melalukan sasaran keselamatan pasien

komunikasi efektif di ruang rawat inap. Dapat dilaksanakan antara teman sejawat

yaitu dokter dengan dokter atau perawat dengan perawat dan antar profesi yaitu

perawat dengan dokter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Penyusunan kebijakan atau prosedur perlu dilakukan oleh rumah sakit

guna mengatur pemberian perintah atau pesan secara lisan dan lewat telepon.

Kebijakan atau prosedur tersebut wajib berisikan perintah lengkap, lisan dan lewat

telepon, atau hasil tes dicatat si penerima. Perintah lengkap, lisan dan lewat

telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si penerima. Kemudian perintah dan hasil tes

akan dikonfirmasi oleh individu si pemberi perintah atau hasil tes.

Di lingkungan perawatan, komunikasi yang efektif memerlukan

pengetahuan, keterampilan dan empati. Hal-hal tersebut merangkum mengenai

tahu kapan harus berbicara, apa yang harus dikatakan dan bagaimana

mengatakannya serta mempunyai kepercayaan diri juga berkemampuan guna

memeriksa bahwa pesan telah diterima dengan benar.

Keterampilan komunikasi harus dipelajari, dipraktikkan dan

disempurnakan oleh seluruh perawat sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan

jelas, singkat dan tepat dalam lingkungan yang serba cepat dan menegangkan.

Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang sistematik guna mempebaharui

komunikasi tersebut salah satunya dengan cara komunikasi teknik SBAR (Rina,

2012).

Kerangka teknik guna komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit

merupakan komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment,

Recommendation), metode komunikasi biasanya digunakan pada saat perawat

melaksankan serah terima ke pasien. Komunikasi SBAR yakni kerangka teknik

komunikasi yang disediakan guna petugas kesehatan dalam hal penyampaian

kondisi pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Metode terstruktur berguna mengkomunikasikan informasi penting yang

membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang

efektif dan meningkatkan keselamatan pasien merupakan pengertian SBAR.

SBAR juga bisa digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara

shift atau antara petugas di daerah klinis yang sama atau berbeda.

Ketiga, meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.

Obat-obatan merupakan bagian dari rencana pengobatan pasien, oleh karena itu

pelaksanaan manajemen keamanan obat-obatan yang benar penting guna

memastikan keselamatan pasien. Obat yang persentasinya tinggi penyebab

terjadinya kesalahan atau kejadian sentinel, obat yang berisiko tinggi penyebab

dampak yang tidak diinginkan dan juga obat-obat NORUM merupakan obat-

obatan yang perlu diwaspadai.

Kesalahan pemberian obat dapat terjadi bila petugas tidak memperoleh

sosialisasi atau pelatihan dengan baik di unit asuhan pasien, apabila perawat

kontrak tidak disosialisasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien,

atau pada keadaan gawat darurat. Yang paling efektif dalam pengurangan

kesalahan tersebut adalah dengan mengembangkan tata rangkaian pengelolaan

obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan obat-obatan berbahaya

dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Pelayanan kesehatan merangcang suatu

kebijakan atau prosedur guna menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai

berdasarkan datanya sendiri.

Kebijakan atau prosedur juga dibutuhkan untuk mengidentifikasi area

mana yang membutuhkan obat-obatan yang sesuai secara klinis sebagaimana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

dikhususkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar

operasi, serta memberi acuan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana

cara menyimpannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk pencegahan

pemberian yang tidak disengaja atau kurang hati-hati kepada pasien.

Keempat, memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang

benar, pembedahan pada pasien yang benar. Pelayanan kesehatan wajib

merancang sebuah pendekatan guna memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan

tepat pasien operasi. Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah

kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat

antara anggota tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam

penandaan lokasi dan tidak ada prosedur untuk mengkonfirmasi lokasi operasi.

Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang

catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka

antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang

tidak terbaca dan memakai singkatan merupakan faktor penyebab yang sering

terjadi kesalahan. Fasilitas pelayanan kesehatan memerlukan rancangan suatu

kebijakan atau prosedur yang efektif dalam pengurangan masalah yang

mengkhawatirkan ini.

Kebijakan atau prosedur berupa tata cara yang efektif dalam rangkaian

pembedahan. Kebijakan berlaku di setiap lokasi fasilitas pelayanan kesehatan

dimana prosedur ini dijalankan. Memberikan tanda-tanda di lokasi operasi juga

melibatkan pasien dan dilaksanakan dengan pemberian tanda yang mudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

dikenali. Tanda itu harus berlaku secara konsisten di seluruh fasilitas pelayanan

kesehatan, dan harus dirancang oleh petugas yang akan melaksanakan tindakan,

harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar, jika memungkinkan harus terlihat

sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus

termasuk sisi, struktur multipel yaitu jari tangan, jari kaki, lesi serta multipel level

atau tulang belakang.

Melakukan pembedahan diperlukan prosedur verifikasi praoperatif.

Tujuan dari rangkaian memverifikasi praoperatif adalah guna memverifikasi

lokasi, prosedur, dan pasien yang benar, memastikan bahwa semua dokumen,

foto, dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan

dipampang; serta memverifikasi keberadaan peralatan khusus atau implant-

implant yang dibutuhkan. Tahap sebelum insisi atau time out harus memuat setiap

pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpangsiuran terlebih dahulu

dibereskan. Time out dilaksanakan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat

sebelum dilakukan tindakan.

Kelima, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi

nosokomial merupakan infeksi yang diperoleh pasien di rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya. Biasanya infeksi ini tidak hanya terjadi kepada

pasien, namun dapat juga terjadi pada semua tenaga kesehatan yang bekerja

didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002). Penyebab infeksi

nosokomial yaitu patogen yang mudah menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada

pasien rumah sakit yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah , sehingga

tidak mampu untuk melawan infeksi tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Pasien dapat mengalami infeksi diakibatkan kondisi atau fasilitas

kesehatan di rumah sakit yang buruk, dan atau karena petugas rumah sakit tidak

mengikuti prosedur yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar walaupun

hanya beberapa kasus yang seperti ini (WHO,2009).

Kebersihan tangan (hand hygiene) yaitu kegiatan membersihkan tangan

dengan sabun dan air (handwash) atau handrub berbasis alkohol yang bertujuan

pengurangan dan pencegahan berkembangnya mikroorganisme ditangan (WHO,

2009). Kegiatan ini merupakan teknik dasar yang paling penting dalam hal

pencegahan dan pengendalian infeksi (Zulpahiyana, 2013). Hand hygiene

dilakukan untuk mentiadakan kotoran bahan organik dan membunuh

mikroorganisme yang terkontaminasi di tangan yang didapat karena kontak

dengan pasien terinfeksi atau kolonisasi dan kontak dengan permukaan

lingkungan yang buruk.

Berdasarkan pendapat Zulpahiyana (2013), maksud dilaksanakannya hand

hygiene yakni guna menekan atau mengurangi jumlah dan pertumbuhan bakteri

pada tangan, menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan,

mengurangi risiko transmisi mikroorganisme ke perawat dan pasien serta

kontaminasi silang kepada pasien lain, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan

lain dan memberikan perasaan segar dan bersih.

Waktu mencuci tangan yang benar dan hal-hal yang dilakukan dalam

mencuci tangan yakni sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan

memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan

bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus. Setelah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat

bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa

(Depkes RI, 2008).

Five moments hand hygiene diperkenalkan oleh WHO sebagai konsep

guna pencegahan penyebaran infeksi nosocomial dan harus dilakukan sejalan

dengan seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa memperhatikan apakah

petugas kesehatan menggunakan sarung tangan atau tidak. Tiga momen terjadi

setelah kontak, hal ini ditujukan untuk mencegah risiko transimisi mikroba ke

petugas kesehatan, perawat, dan lingkungan pasien. Dan dua dari lima momen

untuk kebersihan tangan terjadi sebelum kontak. Indikasi “sebelum” momen

ditujukan untuk mencegah resiko penularan mikroba untuk pasien.

Indikasi five moments hand hygiene yang dimaksud meliputi sebelum

menyentuh pasien melakukan hand hygiene yang bertujuan untuk melindungi

pasien dengan melawan mikroorganisme, dan di beberapa kasus melawan infeksi

dari luar, oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Sebelum melakukan

prosedur bersih atau aseptik (membersihkan luka). Hand hygiene yang dilakukan

sebelum melakukan prosedur bersih atau aseptik bertujuan untuk melindungi

pasien dengan melawan infeksi kuman berbahaya, termasuk kuman yang berada

di dalam tubuh pasien. Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan

cairan tubuh pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari infeksi

oleh kuman berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah penyebaran kuman di

lingkungan perawatan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Setelah menyentuh pasien melakukan hand hygiene yang bertujuan untuk

melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien dan

melindungi lingkungan perawatan pasien dari penyebaran kuman. Hand hygiene

yang dilakukan setelah menyentuh peralatan di sekitar pasien bertujuan untuk

melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien yang

kemungkinan juga berada di permukaan/benda-benda di sekitar pasien dan untuk

melindungi lingkungan perawatan dari penyebaran kuman.

Keenam, pengurangan resiko pasien cidera karena jatuh. Peristiwa jatuh

merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat

kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka

(Darmojo, 2004).

Peristiwa jatuh yakni pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk

terjadinya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada seseorang pada saat

istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau kejadian jatuh yang tidak dapat

dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti stroke, pingsan, dan lainnya.

Adapun faktor-faktor resiko penyebab resiko jatuh adalah faktor intrinsik dan

ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa

seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang

sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006).

Setiap perawat penanggung jawab pelayanan yang bertugas berkewajiban

mengidentifikasi dan menerapkan “prosedur pencegahan jatuh” berdasarkan pada

kategori risiko jatuh yaitu rendah, sedang, tinggi, kebutuhan dan keterbatasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

pasien, riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman, asesmen klinis

harian. Intervensi pencegahan jatuh yaitu dimulai dari tindakan pencegahan umum

untuk semua kategori yaitu lakukan orientasi kamar inap kepada pasien, posisikan

tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur

terpasang dengan baik, ruangan rapi, benda-benda pribadi berada dalam

jangkauan seperti telepon genggam, tombol panggilan, air minum. Pencahayaan

yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien, alat bantu berada dalam jangkauan

sperti tongkat dan alat penopang, mengoptimalkan penggunaan kacamata dan alat

bantu dengar atau pastikan bersih dan berfungsi, pantau efek obat-obatan, anjuran

ke kamar mandi secara rutin, sediakan dukungan emosional dan psikologis dan

memberikan informasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga.

Setiap pasien dan keluarga wajib diberi informasi mengenai faktor resiko

jatuh dan setuju guna mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan.

Pasien dan keluarga juga wajib diberi didikan mengenai faktor risiko jatuh di

lingkungan rumah sakit dan bersedia ikut serta sepanjang keperawatan pasien.

Pemberian informasi pada pasien dan keluarga dalam semua aktivitas sebelum

memulai penggunaan alat bantu, beri pemahaman kepada pasien guna memakai

pegangan dinding, berikan informasi kepada pasien mengenai dosis dan juga

frekuensi pemakaian atau konsumsi obat-obatan, efek samping, serta interaksinya

dengan makanan atau obat-obatan lain. Perlu dibuat dokumentasikan semua

kegiatan pencegahan risiko jatuh pada catatan keperawatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Rumah Sakit

Definisi rumah sakit. Menurut UU RI nomor 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit yaitu suatu institusi penyedia layanan kesehatan yang

melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi

pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat bagi yang membutuhkan

tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih

lanjut.

Salah satu pelayanan kesehatan yaitu pelayanan kesehatan promotif

merupakan serangkaian kegiatan layanan yang lebih mengutamakan kegiatan

yang bersifat promosi kesehatan. Berikutnya pelayanan kesehatan preventif

merupakan kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan ataupun

penyakit.

Pelayanan kesehatan kuratif merupakan serangkaian kegiatan berupa

pengobatan yang ditujukan guna menyembuhkan penyakit, meminimalkan

penderitaan akibat penyakit, mengendalikan penyakit, atau mengendalikan

kecacatan supaya kualitas kesehatan penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

Adapun pelayanan kesehatan rehabilitatif merupakan serangkaian kegiatan guna

mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berbaur

kembali sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat

seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Menurut UU RI nomor 36 tahun 2009 disebutkan upaya kesehatan yakni

serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

berkesinambungan guna pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan

masyarakat dalam bentuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan,

mengobati penyakit, dan memulihkan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat.

Terdapat dua golongan pelayanan yang diberikan rumah sakit yakni

pelayanan utama dan pelayanan pendukung. Pelayanan utama terdiri atas

pelayanan medis, pelayanan keperawatan, dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan

pendukung meliputi pelayanan laboraturium, pelayanan gizi dan makanan, rekam

medis, bank darah, sentra sterilsasi, pemeriksaan sinar-X, dan layanan sosial.

Pelayanan utama di rumah sakit tidak mampu dilaksanakan sesuai fungsinya tanpa

pelayanan pendukung tersebut.

Tugas dan fungsi rumah sakit. Dilihat dari pasal 4 UU RI nomor 44

tahun 2009 mengenai rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit memiliki tugas

guna memberi layanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dalam

menjalankan tugas tersebut sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 4, rumah

sakit dapat berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna

tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. Penyelenggaraan pendidikan

dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan, serta penyelenggaraan penelitian dan

pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan

bidang kesehatan.

Asas dan tujuan rumah sakit. Pada pasal 2 UU RI nomor 44 tahun 2009

dinyatakan bahwa rumah sakit dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan

kepada nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,

persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan

pasien, serta mempunyai fungsi social.

Tujuan dari didirikan rumah sakit yaitu berdasarkan ketentuan bahwa

masyarakat berhak atas kesehatan sebagaimana diungkapkan dalam berbagai

ketentuan undang-undang, salah satunya dalam UU RI nomor 36 tahun 2009

mengenai kesehatan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban dalam mewujudkan

derajat kesehatan yang setinggi-tinginya, diantaranya dengan penyediaan fasilitas

kesehatan sesuai kebutuhan, dan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan adalah

rumah sakit.

Klasifikasi rumah sakit. Jenis-jenis rumah sakit bisa dilihat dari jenis

pelayanan dan pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit terbagi

atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum sendiri

merupakan pelayanan kesehatan yang disediakan merangkum semua bidang dan

jenis penyakit, sedangkan rumah sakit khusus hanya penyedia layanan kesehatan

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit

publik dan rumah sakit privat. Yang dimaksud dari rumah sakit publik yakni yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum yang bersifat nirlaba,

sedangkan rumah sakit privat biasanya dikelola oleh badan hukum yang bersifat

profit dan yang berbentuk perseroan terbatas.

Dapat dilihat melalui peraturan menteri kesehatan republik indonesia

(PERMENKES RI) nomor 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah

sakit, berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, klasifikasi rumah sakit

dapat dibedakan sebagai berikut, klasifikasi rumah sakit umum dan klasifikasi

rumah sakit khusus. RS USU merupakan rumah sakit umum kelas (tipe) C.

Rumah sakit umum tipe C. Pengertian rumah sakit umum tipe C yakni

rumah sakit yang dapat memberi layanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu

pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak dan

pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah sakit tipe C biasanya akan didirikan

di setiap ibukota kabupaten yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

Syarat dan ciri-ciri rumah sakit tipe C. Syarat dan ciri-ciri tersebut

diantaranya, memiliki fasilitas pelayanan medik, pelayanan spesialis penunjang

medik, ketersediaan tenaga kesehatan, sarana maupun prasarana dan adanya tata

laksana. Pertama memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialis

dasar dan pelayanan spesialis penunjang medik. Pelayanan medik spesialis dasar

meliputi pelayanan medik umum diantaranya pelayanan medik dasar, pelayanan

medik gigi mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak atau keluarga berencana.

Pelayanan spesialisasi dasar seperti pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak,

bedah, obstetri dan ginekologi, pelayanan gawat darurat, dan pelayanan medik

spesialis gigi mulut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Kedua yaitu pelayanan spesialis penunjang medik meliputi pelayanan

keperawatan seperti asuhan keperawatan, pelayanan kebidanan seperti asuhan

kebidanan, pelayanan penunjang klinik seperti perawatan intensif, pelayanan

darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik, pelayanan penunjang

non klinik seperti laundry, jasa boga atau dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas,

pengelolaan limbah, gudang, ambulance, komunikasi, kamar jenazah, pemadam

kebakaran, pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih.

Ketiga yaitu terdapat tenaga kesehatan di rumah sakit tipe C disesuaikan

dengan jenis dan tingkat pelayanan. Dalam pelayanan medik dasar minimal wajib

ada sembilan orang dokter umum dan dua orang dokter gigi sebagai tenaga

tetap. Dalam pelayanan medik spesialis dasar wajib ada masing-masing minimal

dua orang dokter spesialis pada setiap pelayanan dengan dua orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda. Dalam pelayanan

spesialis penunjang medik masing-masing minimal seorang dokter spesialis

dengan dua orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang

berbeda. Dengan perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur di rumah

sakit tipe C yaitu 2:3 sesuai kualifikasi tenaga keperawatan dengan pelayanan di

rumah sakit. Untuk tenaga penunjang biasanya disesuaikan menurut kebutuhan

rumah sakit.

Keempat yaitu memiliki sarana maupun prasarana rumah sakit tipe C

wajib memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Berupa alat-alat medis

maupun non medis dan bangunan dari rumah sakit tersebut. Juga peralatan

radiologi wajib memenuhi standar sesuai ketentuan peraturan perundang-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

undangan. Jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Administrasi dan manajemen

terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur organisasi tersebut

memuat kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis,

unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan

internal, serta administrasi umum dan keuangan.

Syarat kelima yaitu tata laksana rumah sakit umum tipe C berupa

tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP),

sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMS) dan hospital by laws dan

medical staff laws.

Peran dan fungsi perawat di rumah sakit tipe C. Melakukan asuhan

keperawatan perawat tidak serta merta melakukan apapun sesuai dengan

kehendak pribadi, melainkan wajib sesuai dengan SOP dan juga sesuai dengan

peran dan fungsinya.

Peran perawat. Pertama pemberi perawatan, peran utama perawat yakni

memberi layanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat terkait masalah yang terjadi dimulai dari masalah yang bersifat

sederhana sampai yang rumit.

Kedua yaitu sebagai advocat keluarga, perawat memiliki tanggung jawab

guna memberi bantuan kepada pasien dan keluarga dalam memberi pengertian

informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan informasi yang diperlukan untuk

mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.

Peran perawat sebagai advocate keluarga dapat ditunjukkan melalui pemberian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

penjelasan tentang prosedur operasi yang akan di lakukan sebelum pasien

melakukan operasi.

Ketiga yaitu pendidik, perawat memiliki tanggung jawab dalam

pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan kepada pasien, tenaga keperawatan

maupun tenaga kesehatan lainya. Merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam

keperawatan yaitu aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku adalah salah

satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Diharapkan perawat berperan sebagai

pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan

kesehatan tentang penanganan diare merupakan salah satu contoh peran perawat

sebagai pendidik.

Keempat adalah konseling, tugas utama perawat yaitu mengidentifikasi

perubahan pola interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya. Dengan

perubahan pola interaksi ini adalah dasar dalam perencanaan tindakan

keperawatan. Maka diperlukan konseling kepada individu, keluarga dalam

mengamati pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu.

Kelima yaitu terdapat kolaborasi, ini merupakan kolaborasi antara perawat

dengan pasien, keluarga, tim kesehatan lain dalam berusaha mengidentfikasi

pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan

yang diperlukan pasien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan

dari berbagai professional pemberi palayanan kesehatan.

Keenam yaitu peneliti, perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu

dalam ilmu keperawatan karena memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap

terhadap rangsangan dari lingkunganya dengan cara meneliti. Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

merupakan melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan

mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah

diberikan. Dengan hasil penelitian tersebut, perawat bisa mengajak orang lain

untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat perlu melakukan

penelitian dalam pengembangan ilmu keperawatan dan meningkatkan praktek

profesi keperawatan.

Fungsi perawat. Pertama yaitu independen, fungsi ini adalah tindakan

perawat bersifat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat

mandiri berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Dalam hal ini perawat

menentukan bahwa pasien membutuhkan intervensi keperawatan yang pasti, salah

satunya adalah membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh sebab itu,

perawat memiliki tanggung jawab pada akibat yang dapat timbul dari tindakan

atau keputusan yang diambil.

Kedua yaitu interindependen, fungsi ini tampak ketika perawat bersama

tenaga kesehatan lain berkerjasama mengusahakan kesembuhan pasien. Mereka

biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter.

Ketiga yaitu dependen, fungsi ini berupa perawat bertindak memberi

bantuan kepada dokter dalam pelayanan medis. Perawat membantu dokter

memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi

kewenangan dokter. Setiap kesalahan tindakan medis yang dilakukan merupakan

tanggung jawab dokter, kecuali bila perawat tersebut yang melakukan tindakan

tidak sesuai dengan prosedur dan ketetapan yang telah ditentukan oleh dokter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Kerangka Berpikir

Pelaksanaan Sasaran
Keselamatan Pasien
(Patient Safety Goals)

Mengidentifi Meningkatkan Meningkatkan Mengurangi Mengurangi


-kasi pasien komunikasi keamanan risiko risiko cedera
dengan benar yang efektif obat-obatan infeksi pasien akibat
yang harus akibat terjatuh
diwaspadai perawatan
kesehatan
1. Standard 1. Penggunaan
Operating 1. SOP
metode
Procedure SBAR 1. Sarana/ 1. Sarana/
2. Sosialisasi
(SOP) fasilitas fasilitas
2. Pelatihan 3. Sarana
2. Sosialisasi komunikasi 2. SOP 2. Sosialisasi
/fasilitas
SBAR 3. SOP

Gambar 1. Kerangka berpikir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang dapat digunakan untuk

mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat

tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi (Sugiyono, 2011).

Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan

dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam

suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, hubungan antar

variabel yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta pengaruhnya terhadap

suatu kondisi yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam

tentang pelaksanaan sasaran keselamatan pasien (patient safety goals) di ruang

rawat inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara tahun 2019.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara dengan alasan lokasi adalah Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

adalah rumah sakit negeri dibawah universitas dan kemenristek dikti yang aktif

memberikan pelayanan kesehatan dan tempat pendidik atau penelitian tenaga

professional dan penelitian kesehatan atau kedokteran. Berdasarkan hasil survey

pendahuluan diketahui bahwa masih terjadi kasus kejadian yang tidak diharapkan

dan kejadian nyaris cedera di ruang rawat inap rumah sakit universitas sumatera

utara.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Waktu. Penelitian akan dilakukan pada bulan September 2019 sampai

dengan selesai.

Informan Penelitian

Metode pengambilan informan menggunakan metode purposive sampling.

Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011).

Informan dalam penelitian ini adalah yang mengetahui permasalahan

dengan jelas, mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar, dapat

dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta bersedia dan mampu

memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu pelaksanaan

sasaran keselamatan pasien (patient safety goals) di ruang rawat inap. Yaitu

Perawat pelaksana di ruang rawat inap di RS USU sebanyak delapan orang

perawat, yang bertugas diruang rawat inap yang berbeda yaitu ruang zaitun,

mahoni, cendana dan meranti.

Definisi Konsep

1. Identifikasi Pasien adalah suatu rangkaian pemberian tanda pengenal atau

pembeda yang merangkum nomor rekam medis dan identitas pasien dengan

tujuan guna memberi perbedaan antara pasien satu dengan pasien yang

lainnya.

2. Komunikasi efektif adalah suatu proses komunikasi yang dilakukan tepat

waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima bisa membantu

pengurangan kesalahan mengenai hal memberikan pelayanan dan juga

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membantu peningkatan keberhasilan dalam melakukan program keselamatan

pasien.

3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai adalah suatu

penyimpanan obat-obatan yang merupakan bagian dari rencana pengobatan

pasien, oleh karena itu pelaksanaan manajemen keamanan obat-obatan yang

benar penting guna memastikan keselamatan pasien.

4. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan dengan hand hygiene

adalah suatu kegiatan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam hal

pencegahan dan pengendalian infeksi pada pasien dengan cara menjaga

kebersihan tangan.

5. Pengurangan resiko pasien jatuh adalah suatu proses mengidentifikasi dan

menerapkan “prosedur pencegahan jatuh” berdasarkan pada kategori risiko

jatuh yaitu rendah, sedang, tinggi, kebutuhan dan keterbatasan pasien, riwayat

jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman, asesmen klinis harian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan antara lain:

1. Wawancara mendalam. Tujuannya adalah untuk menemukan permasalahan

secara mendalam, dimana subjek diminta pendapat dan ide-idenya. Untuk

memperoleh hasil wawancara yang utuh dan murni maka teknik wawancara

menggunakan alat perekam suara sehingga data asli lapangan dapat sesuai

dengan apa yang dirasakan oleh subjek penelitian. Wawancara ini

menggunakan pedoman wawancara yang sudah disiapkan terlebih dahulu.

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Dokumentasi. Dokumen yang dimaksud adalah catatan tertulis tentang

berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu, bisa berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya. Dokumen yang berhubungan dengan penelitian

adalah profil rumah sakit, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

sasran keselamatan pasien di ruang rawat inap di RS USU.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah

dengan menggunakan analisis tematik. Analisis ini dikodekan secara induktif

yaitu dimulai dari melihat dokumentasi dan juga hasil wawancara mendalam yang

akan memunculkan tema dan sub tema, selanjutnya data-data yang sudah

terkumpul akan diolah dan disajikan dalam bentuk narasi menurut variabel yang

diteliti.

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Gambaran umum RS USU

Sejarah RS USU. Sejarah berdirinya Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara (RS USU) dimulai sejak Tahun 2003. Dengan adanya pengajuan ke Badan

Penyelenggaraan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentang usulan proyek

pembagunan Pusat Penelitian dan Diagnostik Kesehatan (PPDK) USU yang

selanjutnya direvisi menjadi usulan Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan (RSP)

USU.

Bappenas memperoleh rekomendasi pada Tahun 2004 dari Menteri

Pendidikan Nasional (Mendiknas) untuk mendirikan RSP USU. Rektor USU

memperoleh rekomendasi serta dukungan Menteri Kesehatan (Menkes) pada

Tahun 2005. Pada tanggal 19 Juli 2009 PT Waskita Karya ditetapkan sebagai

pelaksana dalam pembangunan RSP USU. Selama Tahun 2009 – 2011

pembangunan RSP USU berlangsung dan mulai penyusunan usulan rancangan

pengadaan alat-alat kesehatan dan non alat kesehatan serta ketenagaan.

Sejumlah tenaga berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dialokasikan untuk

ditempatkan sebagai tenaga kerja di RSP USU oleh Departement Pendidikan

Nasional (Depdiknas). RS USU dibangun diatas lahan seluas 38.000 dengan

bangunan berlantai 5 serta keseluruhan luas bangunan 52.000 .

Bangunan rumah sakit awalnya terdiri dari beberapa instalasi diantaranya

instalasi endoskopi, instalasi CSSD (Central Sterile Supply Departement), unit

hemodialisis, gawat darurat, instalasi rawat jalan.

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42

Rumah sakit awalnya instalasi rawat inap untuk sementara masih tersedia

100 tempat tidur terdiri dari kelas I, kelas II, kelas III, kamar bedah sentral, kamar

bersalin, instalasi rawat perawatan intensif (ICU, NICU, PICU).

Unit instalasi radiologi, instalasi radioterapi, laboratorium (patalogi klinik,

patalogi anatomi, mikrobiologi), unit transfusi darah, instalasi farmasi, instalasi

gizi, kantor, kamar mandi atau kamar cuci, bagian pendaftaran pasien, kamar jaga

dokter dan kamar mayat.

Sejak tanggal 23 September 2013, kegiatan poliklinik USU telah

beroperasi di RS USU. Aktivitas poliklinik USU telah berlangsung untuk

memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan internal kampus USU.

Pelayanan yang tersedia meliputi pelayanan dokter umum, dokter gigi,

spesialis THT (telinga, hidung dan tenggorokkan), spesialis kulit dan kelamin,

spesialis anak, pelayanan pap smear, laboratorium sederhana, dispensing obat,

pelayanan lainnya (test kesehatan, posyandu spesialis manula, donor darah).

RS USU merupakan rumah sakit universitas negeri dibawah Universitas

dan Kemenristek Dikti yang melayani tidak hanya masyarakat umum, pegawai

USU tetapi juga pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta BPJS kesehatan

(profil RS USU Medan, 2016).

Visi RS USU. Rumah Sakit USU memiliki visi yaitu sebagai Pusat

pengembangan IPTEKDOK 2025 di wilayah Indonesia Barat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Misi RS USU. Adapun misi dari RS USU adalah meningkatkan mutu

dokter, dokter spesialis dan tenaga kesehatan serta mutu pelayanan kesehatan

khususnya di Sumatera Bagian Utara dan mengembangkan IPTEKDOK secara

terpadu antara berbagai cabang ilmu kedokteran dan kesehatan maupun ilmu-ilmu

lain yang menunjang.

Struktur organisasi RS USU. Sesuai dengan fungsinya sebagai rumah

sakit pendidikan dibawah pengelolaan USU. Berikut ini struktur organisasi RS

USU:

REKTOR

Dewan Pengawas

Direktur Utama

KOMITE AKADEMIK KOMITE MEDIK KOMITE KEPERAWATAN SATUAN BADAN


Sub Komite Pendidikan Sub Komite Krudential Sub Komite Krudential PEMERIKSA PERENCANAAN &
Sub Komite Pelatihan Sub Komite Etik & disiplin Sub Komite Etik & disiplin INTERNAL RS PENGEMBANGAN
Sub Komite Penelitian Sub Komite Penjaminan mutu Sub Komite Penjaminan USU
mutu

DIREKTUR DILKAT DIREKTUR PELAYANAN DIREKTUR SAPRAS MEDIK DIREKTUR ADMINISTRASI


PENELITIAN & KERJASAMA MEDIK & KEPERAWATAN & PELAYANAN PENUNJANG UMUM & KEUANGAN

KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG KABAG


PENDIDIKAN PENELITIAN & PELAYANAN KEPERAWAT SAPRAS PELAYANAN ADM. SDM KEUANG
& PELATIHAN KERJASAMA MEDIK AN MEDIK PENUNJANG UMUM AN

Instalasi Gawat Darurat


Instalasi Rawat Jalan Garis Komando
Instalasi Rawat Inap
Instalasi Rawat Intensif Garis Koordinasi
Instalasi Bedah Pusat
Unit Rehabilitasi Medik
Unit Kamar Persalinan
Unit Hemodialisis
Unit Transfusi Darah
Unit Home Care
Unit Pemusalaran Jenazah
Unit Rekam Medik

Gambar 2. Struktur organisasi RS USU Tahun 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Karateristik informan. Informan dalam penelitian ini adalah yang

mengetahui permasalahan dengan jelas, mampu mengemukakan pendapat secara

baik dan benar, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta

bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik

penelitian yaitu pelaksanaan sasaran keselamatan pasien (patient safety goals) di

ruang rawat inap.

Yaitu empat orang kepala ruang dan empat orang perawat pelaksana yang

direkomendasikan oleh kepala ruang di ruang rawat inap di RS USU. Total

informan sebanyak delapan orang perawat, yang bertugas diruang rawat inap yang

berbeda yaitu ruang zaitun, mahoni, cendana dan meranti.

Tabel 1

Karateristik Informan

Informan Umur Jenis Pendidikan / Jabatan


(Tahun) Kelamin Nomor Rekam
Medis
Informan 1 42 Perempuan S1 Kepala Ruang
Zaitun
Informan 2 27 Perempuan S1 / Ners Perawat di ruang
Zaitun
Informan 3 34 Perempuan S1 Kepala Ruang
Mahoni
Informan 4 26 Perempuan S1 Perawat di ruang
Mahoni
Informan 5 35 Perempuan S1 / Ners Kepala Ruang
Cendana
Informan 6 29 Perempuan DIII Perawat di ruang
Keperawatan Cendana
Informan 7 41 Perempuan S1 / Ners Kepala Ruang
Meranti
Informan 8 28 Laki-laki S1 / Ners Perawat di ruang
Meranti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Hasil analisis tematik. Dari 6 program sasaran keselamatan pasien hanya

di teliti 5 sasaran. Sasaran keempat yaitu memastikan lokasi pembedahan yang

benar, prosedur yang benar, dan pembedahan pada pasien yang benar dihilangkan

dengan alasan menyamakan (homogen) karateristik atau penilaian penelitian. Dari

hasil wawancara mendalam diperoleh 5 tema pada penelitian ini, yaitu :

pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien, pelaksanaan komunikasi yang efektif,

pelaksanaan peningkatan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai,

pelaksanaan hand hygiene, dan pelaksanaan pengurangan resiko pasien jatuh.

Berikut penjelasan lebih rinci mengenai tema tersebut.

Tabel 2

Perincian Tema Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi Pasien

Subtema Pernyataan Informan


Kesesuaian SOP “Itu yang dilaksanakan harus sesuai SOP. Contohnya semua pasien rawat
saat melaksana- inap harus menggunakan gelang identitas yang sesuai dengan SOP kami.
kan identifikasi Identifikasi dilakukan sebelum tindakan, pemberian terapi, dan dilakukan
pasien untuk memastikan kesesuaian antara nama dan tanggal lahir serta nomor
ruang yang ada di gelang identitas harus sesuai form atau label.”(Informan 1)
“Sudah dilaksanakan sesuai SOP , identifikasi pasien dilakukan dengan
menanyakan nama dan tanggal lahir pasien disesuaikan dengan warna gelang
yang akan digunakan.” (Informan 3)
“Sejauh ini untuk pelaksanaan identifikasi pasien berjalan dengan baik
karena kami melaksanakannya sesuai SOP.” (Informan 6)
“Pelaksanaan identifikasi pasien disini sesuai SOP. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah menanyakan nama dan tanggal lahir sambil memasangkan
gelang identitas yang sesuai.” (Informan 7)
Adanya “Disini sosialisasi rutin dek dilaksanakannya. Kayak training-training gitu
sosialisasi terkait pun sering dek.” (Informan 2)
pelaksana-an “Oh iya kalo soal sosialisasi sebenarnya sosialisasi sih udah sering dek tapi
identifikasi ya gitu kami perawat udah pada tau sih dek biasanya tentang keselamatan
pasien pasien ini. Kayak pelatihan dan training kepada perawat sudah sering
dilaksanakan dek.” (Informan 4)
Hambatan yang “Hambatan nya yaitu apabila kami menghadapi pasien dengan penurunan
dihadapi saat kesadaran, bayi, anak-anak, pasien dengan gangguan psikologi kami harus
melaksana-kan lebih cermat dan hati-hati dalam mengidentifikasinya.” (Informan 1)
identifikasi “Hambatan yang dihadapi tidak ada sih paling hanya sering tidak dilakukan
pasien pengecekan kembali gelang identitas pasiennya."(Informan 2)
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Tabel 2

Perincian Tema Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi Pasien

Subtema Pernyataan Informan


Hambatan yang “Banyak perawat yang kurang tanggap dek kayak misalnya merasa udah hapal
dihadapi saat dan merasa engga perlu mengecek kembali identitas pasiennya dek.”
melaksana-kan (Informan 4)
identifikasi “Pemasangan pertama gelang identitas biasanya kami laksanakan dengan baik
pasien dek cuma pengecekan kembali gelang saat kami memasuki ruangan masih
kurang sih dek. Apalagi kalo udh pasien lama udh hapal gitu kami namanya
dek ga perlu dicek lagi sih kalo itu dek.” (Informan 5)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mengenai identifikasi

pasien sudah ada SOP yang berlaku di ruang rawat inap tersebut. Sosialisasi

mengenai identifikasi pasien juga sudah dilakukan di ruang rawat inap tersebut

sesuai dengan pernyataan informan diatas. Namun masih terdapat hambatan

dalam melaksanakan ketepatan identifikasi pasien yaitu masih ditemukan perawat

yang kurang cermat dan kurang berhati-hati saat bertemu dengan pasien dengan

penurunan kesadaran, bayi, anak-anak, pasien dengan gangguan psikologi. Dan

hambatan lainnya adalah masih terdapatnya perawat yang tidak melakukan

pemeriksaan kembali gelang identitas pasien.

Tabel 3

Perincian Tema Pelaksanaan Komunikasi Yang Efektif

Subtema Pernyataan Informan


1. Metode “Kami pakai metode SBAR dek. Sistem komunikasi disini itu tulis, baca
yang kembali dan konfirmasi ulang dek biasanya kalau proses transfer pasien
digunakan dilaksanakan secara verbal. Hambatan sih menurut saya tidak ada dek.”
dalam (Informan 2)
melaksana “Kalau dari sistem komunikasi antara dokter dan perawat, disini menggunakan
-kan sistem SBAR dek dan dan perawat biasanya udah pada paham sama metode itu
komunika- sih dek.” (Informan 4)
si yang “Seperti biasa yang kami lakukan adalah melaporkan kondisi pasien kepada
efektif dokter dengan teknik SBAR baik via telepon/w.a (jika dokter tidak sedang di
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Tabel 3

Perincian Tema Pelaksanaan Komunikasi Yang Efektif

Subtema Pernyataan Informan


rumah sakit) kemudian percakapan ditulis di formyang disediakan dan
distempel readback kemudian saat dokter visite (memeriksa pasien) harus
dikonfirmasi dan ditandatangani sebagai bukti sudah sesuai yang dilakukan.”
(Informan 5)
“Proses transfer pasien dilakukan dengan cara lisan dan tulisan menggunakan
form transfer pasien dengan teknik SBAR.” (Informan 6)
Adanya “Sosialisasi atau pelatihan sering dek dilakukan, kadang gabung sama
pelatihan terkait sosialisasi keselamatan pasien kadang sosialisasi khusus metode itu dek.”
metode tersebut (Informan 3)
“Untuk training-training atau pelatihan mengenai SBAR sering ada sih dek
juga banyak sosialisasi mengenai hal itu. Dan rata- rata perawat disini sudah
paham kok dek mengenai metode SBAR tersebut.” (Informan 6)
“Pelatihan diadakan diadakan secara rutin sih dek dan disini menggunakan
metode SBAR.” (Informan 8)
Hambatan yang “Hambatannya selalu dimasalah waktu sih dek karena terburu-buru terkadang
dihadapi saat informasi yang diterima agak kurang jelas.” (Informan 1)
melaksana-kan “Kendala ya dek hmmm kendala atau hambatan sama kan ya dek.
komunika-si Hambatannya yak karena terkadang karena berlomba dengan waktu, dan
terburu-buru. Komunikasi tidak terjadi dua arah jadinya dek. Hanya sebatas
membaca ga sempat tanya jawab dan tidak sempat juga nanya hal yang
misalnya kurang paham. Kalo ada hal-hal penting ajalah baru dikasih tau
secara lisan.” (Informan 5)
“Nah yang jadi hambatan juga adalah seringnya terjadi miss komunikasi antara
mahasiswa keperawatan/ co-ass dengan perawat yang bertugas karena terburu-
buru menyampaikan informasi.” (Informan 6)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui metode yang digunakan oleh

perawat di ruang rawat inap adalah metode SBAR (Situation, Background,

Assessment, Recommendation), metode komunikasi biasanya digunakan pada saat

perawat melaksankan serah terima ke pasien. Pelatihan terkait metode SBAR

juga sudah dilaksanakan di ruang rawat inap tersebut. Hambatan yang ditemukan

yaitu pelaksanaan komunikasi antara dokter dan perawat masih terkendala dari

segi waktu, sehingga perawat tidak terlalu leluasa untuk bertanya mengenai

perintah yang diterima melalui telepon yang menyebabkan penyebaran informasi

kurang meluas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Tabel 4

Perincian Tema Pelaksanaan Peningkatan Keamanan Obat-obatan yang harus


Diwaspadai

Subtema Pernyataan Informan


Kelengkapan “Sarana atau fasilitas sih pasti berupa tempat penyimpanannya kan dek.
sarana/ fasilitas Tempat penyimpanan obat disini sudah baik dek udah terpisah antara yang
dalam berbahaya dan tidak berbahaya.Juga obat-obat yang tersedia juga lengkap
meningkatan sehingga jika sewaktu-waktu pasien membutuhkan obat segera kami engga
keamanan obat- kelabakan karena ya emang lengkap kalo soal obat-obatan disini dek.”
obatan yang (Informan 3)
diwaspadai “Mengenai penyimpanan obat-obatan yang perlu diwaspadai disini sudah
dilakukan dengan baik dek. Lengkaplah dek sarananya disini.” (Informan 5)
“Setau saya penyimpanan obat disini sudah baik dek sudah terpisah-pisah
juga sih. Memang ada tempat-tempat penyimpanannya khusus
dek.”(Informan 6)
Kesesuaian SOP “Sudah ada peraturan yang berlaku juga mengenai cara penyimpanannya dan
saat melakukan itu sudah sesuai dek.” (Informan 1)
penyimpan-an “Cara penyimpanannya juga sudah dilaksanakan sesuai SOP yang berlaku,
obat-obatan yang biasanya terpisah antara obat yang berbahaya dan kurang berbahaya.”
diwaspadai (Informan 3)
“Penyimpanannya sudah bagus difarmasi dan terpisah antara yang berbahaya
dan tidak terlalu berbahaya. Sudah ada peraturan yang berlaku atau SOP gitu
dek juga mengenai cara penyimpanannya dan itu sudah sesuai SOP dek.”
(Informan 4)
Hambatan yang “Untuk hambatan sampai saat ini tidak ada hambatan sih dek soalnya kami
dihadapi saat belum pernah ada kasus karena kesalahan penyimpanan obat sih dek.”
melakukan (Informan 3)
penyimpan-an “Ya karena sudah ada petugas farmasi juga yang menangani hal tersebut
kami tinggal bekerja sama aja dengan mereka kalau sewaktu-waktu butuh
obat.” (Informan 5)
“Kami bekerjasama dengan petugas farmasi sih dek, jadi soal kendala atau
hambatan-hambatan kekgitu tidak ada dek soalnya belum ada terjadi masalah
salah penyimpanan obat berbahaya disini.” (Informan 8)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sarana / fasilitas terkait

penyimpanan obat-obatan yang diwaspadai sudah lengkap dan memadai. Proses

penyimpanan sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang berlaku. Menurut

pernyataan informan tidak ditemukannya hambatan terkait penyimpanan obat-

obatan yang diwaspadai tersebut.

Tabel 5

Perincian Tema Pelaksanaan Hand Hygiene

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Subtema Pernyataan Informan


Kelengkapan “Kalo disini sarana cuci tangan ya ngandalkan hand sanitizer berupa hand
sarana/ fasilitas rub disetiap pintu, tapi wastafel masih terbatas di ruangan dan nurse station
dalam melaksana- hanya ada di kamar pasien, dapur dan utilitas kotor.” (Informan 2)
kan hand hygiene “Bentar saya jelasin dulu ya disini ada tersedia hand sanitizer, kalau
wastafel terbatas.” (Informan 4)
“Hand santitizer baik tapi hand washing tidak baik dek soalnya wastafel
masih minim dek beda dengan hand sanitizer yang emang sudah tersedia
disetiap pintu kamar pasien dek.” (Informan 6)
Adanya sosialisasi “Dan untuk sosialisasi mungkin jarang tapi sudah tersedia dek poster-poster
terkait cara cuci tangan yang benar juga kan dek disini.” (Informan 2)
pelaksanaan hand “Sosialisasi atau pelatihan lah itu kan dek masih jarang sih dek soalnya kan
hygiene udah pada tau sih biasanya perawatnya. Tapi menurut saya memang perlu di
lakukan rapat untuk 1 kali dalam 1 semester agar bisa lebih di sosialisasikan
oleh pimpinan rumah sakit untuk selalu melakukan cuci tangan sebelum
melakukan pemeriksaan. Kalau bisa dibuat strukturnya atau platformnya di
rumah sakit. Karena kan mungkin kita sudah pada lupa. Mungkin karena
sudah lama juga. Harapannya ya kalo bisa ditingkatkan lah pelatihan dan
sosialisasi tentang cuci tangan ini, dan sarananya diperhatikan ditingkatkan
jumlahnya.” (Informan 7)
“Sosialisasi terkait hand hygiene aja sih masih jarang biasanya digabung aja
dengan sosialisasi keselamatan pasien dek.” (Informan 8)
Kesesuaian SOP “Secara keseluruhan ya baik dek soal hand hygiene ini sudah tau
saat melaksana- prosedurnya juga para perawat disini dengan five moment dek biasanya.”
kan hand hygiene (Informan 3)
“Hand santitizer baik tapi hand washing tidak baik dek. Setau saya hand
hygiene itu dua sebelum dan tiga sesudah dek five moment sudah paham
betul kami itu dek sesuai prosedur juga kami ngelakuinnya dek.” (Informan
6)
“Sudah dilaksanakan dengan baik dengan five moment dek.” (Informan 7)
Hambatan yang “Saya pribadi sih memang jarang makenya hand sanitizer itu dek. Karena
dihadapi saat terkadang merasa tindakan itu tidak terlalu perlu. Disamping itu juga karena
melakukan hand mau cepat, jadinya lupa, makanya yaudah langsung aja. Itu aja sih. Nah
hygiene balik lagi soal hambatan, ya itu tadi ketersediaan sarananya masih minim
dek.” (Informan 4)
“Kalo disini sarana cuci tangan ya ngandalkan hand sanitizer, karna
wastafel masih jarang sekali. Soal hambatan, ya ketersediaan sarananya
masih minim dek.” (Informan 5)

Berdasarkan pernyataan informan pada tabel diatas dapat diketahui

bahwa sarana / fasilitas dalam melaksanakan hand hygiene dari segi penyediaan

hand santitizer baik karena terdapatnya hand rub disetiap pintu kamar pasien tapi

hand washing tidak baik karena masih terbatasnya wastafel di ruang rawat inap

tersebut. Sosialisasi terkait pelaksanaan hand hygiene masih jarang dilakukan di

ruang rawat inap tersebut. Pelaksanaan hand hygiene juga sudah sesuai dengan

SOP yang berlaku dengan five moment. Hambatan yang ditemukan adalah masih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

terdapatnya perawat yang tidak melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah

melakukan atau memberikan tindakan kepada pasien. Terlihat dari pernyataan

informan yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak terlalu perlu untuk dilakukan

dan karena ingin cepat maka dari itu informan mengabaikan hal tersebut.

Hambatan lainnya yaitu minimnya sarana untuk mencuci tangan berupa wastafel.

Tabel 6

Perincian Tema Pelaksanaan Pengurangan Resiko Pasien Jatuh


Subtema Penyataaan Informan
Kesesuaian SOP “Dilakukan sesuai SOP dengan langkah-langkah pemberian stiker/
saat gelang/pita kuning. Kunci tempat tidur naikkan side rail dan edukasi
melaksanakan keluarga letak bell didekatkan dan juga alat-alat yang diperlukan didampingi
pengurangan jika pasien ingin ke kamar mandi serta dilakukan assessment ulang sesuai
resiko pasien SOP.” (Informan 1)
jatuh “Kalau SOP yang mengatur tentang pengurangan resiko pasien jatuh
khususnya untuk pasien rawat inap, ada dek dan emang diatur disitu semua.”
(Informan 3)
“Sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai SOP yang berlaku. Diberikan
gelang kuning pada pasien dan dilakukan lagi penilaian resiko jatuh dan
diedukasi keluarganya.” (Informan 8)
Adanya “Kami masih jarang mendapat sosialiasi tentang ini sih dek ada beberapa
Sosialisasi perawat yang mungkin sudah mendapatkan sosialisasi tapi saya pribadi
terkait belum mendapat sosialisasi mengenai pengurangan resiko jatuh ini dek.”
pengurangan (Informan 4)
resiko pasien “ Saya belum pernah mengikuti pelatihan atau sosialisasi terkait pengurangan
jatuh resiko pasien jatuh ini.” (Informan 5)
“Kalau pelatihan khusus belum pernah. Tapi kalua pelatihan keselamatan
pasien pada umumnya sering ikut dek” (Informan 8)
Kelengkapan “Kami biasanya mamakaikan pita kuning memasang set rail tempat tidur.”
sarana/ fasilitas (Informan 2)
dalam “Biasanya kami akan memberikan stiker kuning digelang pasien, stiker
pengurangan kuning pada tempat tidur pasien, pintu ruangan pasien dan melakukan
resiko pasien penilaian resiko jatuh pada pasien distatus.” (Informan 5)
jatuh “Kami menggunakan stiker kuning digelang identitas kemudian menempel
segitiga kuning pasien di pintu dan tempat tidur pasien.” (Informan 7)
Hambatan yang “Pokoknya sudah dilaksanakan sesuai SOP dek dan tidak ada hambatan
dihadapi dalam mengenai hal ini dek.” (Informan 2)
melaksanakan “Buat hambatan gada sih dek, dan selama ini pelaksanaan sasaran yang itu
program udah baik dek dan belum pernah terjadi kasus pasien jatuh sih karena
pengurangan dilakukan dengan baik sampe sekarang dek.” (Informan 3)
resiko pasien “Hambatan yang ada biasanya jika pasien tidak koperatif ataupun keluarga
jatuh atau pendamping pasien tidak koperatif dengan perawat.” (Informan 6)
Berdasarkan pernyataan informan pada tabel diatas diketahui pelaksanaan

pengurangan resiko pasien jatuh sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

berlaku. Sosialisasi terkait pengurangan resiko pasien jatuh ini masih jarang

dilaksanakan bahkan beberapa informan mengaku belum pernah mendapatkan

sosialisasi mengenai pengurangan resiko pasien jatuh tersebut. Sarana / fasilitas

untuk pasien yang beresiko jatuh sudah lengkap berupa stiker kuning digelang

pasien, stiker kuning pada tempat tidur pasien, pintu ruangan pasien dan

melakukan penilaian resiko jatuh pada pasien distatus juga memasang set rail

tempat tidur. Tidak ada hambatan yang ditemukan namun informan menyatakan

akan menjadi hambatan apabila pasien tidak koperatif ataupun keluarga atau

pendamping pasien tidak koperatif dengan perawat di ruang rawat inap tersebut.

Pembahasan

Pelaksaaan Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) di Ruang


Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019

Pelayanan kesehatan dengan mengutamakan keselamatan pasien perlu

dilakukan diseluruh bagian rumah sakit, termasuk salah satunya di ruang rawat

inap. Keselamatan pasien menjadi prioritas utama dalam layanan kesehatan dan

merupakan langkah kritis pertama untuk memperbaiki kualitas pelayanan serta

berkaitan dengan mutu rumah sakit.

Dalam pelaksanaannya, program keselamatan pasien memiliki beberapa

sasaran yang harus tercapai untuk mendukung keberhasilan program keselamatan

pasien tersebut. Sasaran keselamatan pasien terdiri dari pelaksanaan identifikasi

pasien, pelaksanaan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang

perlu diwaspadai, pencegahan terjadinya infeksi dengan hand hygiene, dan

pengurangan resiko pasien jatuh. Sasaran-sasaran ini jugalah yang dipakai sebagai

tema dalam penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Identifikasi pasien dalam sasaran keselamatan pasien. Berdasarkan

hasil analisis tematik dapat diketahui bahwa ruang rawat inap RS USU sudah

memiliki SOP terkait identifikasi pasien, namun masih rendahnya kesadaran dan

kepatuhan perawat untuk melaksanakan tugas sesuai dengan SOP identifikasi

pasien yang berlaku. Diketahui perawat sudah mendapatkan sosialisasi ketepatan

identifikasi pasien namun masih terdapat perawat yang kurang cermat atau

berhati-hati saat bertemu dengan pasien dengan penurunan kesadaran, bayi, anak-

anak, pasien dengan gangguan psikologi sehingga dalam melaksanakan

identifikasi pasien masih belum berjalam dengan baik terlihat dari data yang

diperoleh saat survei pendahuluan yaitu masih ditemukannya kasus KPC yaitu

pasien yang tidak memakai gelang identitas.

Hambatan lainnya adalah masih terdapatnya perawat yang tidak

melakukan pemeriksaan kembali gelang identitas pasien. Pelaksanaan identifikasi

pasien pada awal pemakaian gelang dilakukan dengan baik namun pemeriksaan

kembali gelang identitas saat melakukan tindakan dan pemberian obat pada pasien

masih jarang dilakukan. Perawat mengaku merasa ingat akan identitas pasien

(khususnya pasien yang sudah lama dirawat) dan hanya memeriksa nama ruangan

pasien saat melakukan tindakan ataupun saat pemberian obat.

Menurut PERMENKES RI nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan

pasien bahwa ketepatan identifikasi pasien dalam mendukung pelaksanaan

program keselamatan pasien adalah penting terhadap lima sasaran lainnya dalam

keselamatan pasien untuk dapat dijalankan dengan baik. Pelaksanaan identifikasi

pasien ini adalah penting perannya untuk menghindari terjadinya kesalahan-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

kesalahan dalam pemberian tindakan yang dapat menimbulkan kecelakaan atau

kejadian tidak diharapkan yang tentunya dapat merugikan pasien dan rumah sakit

itu sendiri. Elemen penilaian ketepatan identifikasi pasien adalah sebagai berikut.

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/ prosedur

5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten

pada semua situasi dan lokasi.

Menurut standar TKPRS yang berlaku di Indonesia, petugas harus

menanyakan nama pasien dengan nama lengkap dari pasien tersebut. Hal ini

dilakukan untuk mengurangi kesalahan jika terdapat pasien yang memiliki nama

yang sama. Perawat juga seharusnya mengidentifikasi pasien dengan minimal dua

identitas pasien, seperti nama pasien, tanggal lahir, atau nomor rekam medis

pasien. Adapun SOP yang berlaku harus dilaksanakan dengan baik di lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian Angella, dkk (2012) tentang pelaksanaan

standar sasaram keselamatan pasien di rumah sakit Sam Ratulangi Tondano

mengatakan bahwa mengadakan sosialisasi terkait pelaksanaan identifikasi pasien

harus secara rutin. Sosialisasi seharusnya secara rutin dilakukan kepada seluruh

perawat agar lebih meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perawat dalam

melaksanakan identifikasi pasien dengan maksimal. Sosialisasi dan SOP yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

belum optimal menjadi hambatan dalam pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien

oleh perawat. Dan juga bahwa prosedur yang sering terlewat oleh perawat saat

melakukan identifikasi pasien yaitu mengidentifikasi pasien dengan dua identitas

pasien dan melakukan verifikasi dengan membandingkan data pasien dengan

gelang identitas yang digunakan pasien. Hal ini dapat membuat pelaksanaan

ketepatan identifikasi pasien tidak berjalan dengan optimal.

Berdasarkan penelitian Guesthi dkk (2016) Analisis pelaksanaan

identifikasi pasien dalam rangka keselamatan pasien di unit rawat inap Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Bekasi menyatakan bahwa perawat penting untuk

memperhatikan pelayanan keperawatan kepada pasien terutama dalam

menerapkan patient safety, oleh karena itu penting untuk dilakukan kegiatan

pelatihan atau sosialisasi keselamatan pasien kepada petugas untuk meningkatkan

kualitas pelayanan di ruang rawat inap. Oleh karena itu, tim keselamatan pasien

perlu melakukan sosialisasi mendalam terkait prosedur identifikasi pasien agar

pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien dapat berjalan maksimal.

Untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian tindakan ataupun

diagnosa, yang dilakukan dalam proses identifikasi pasien adalah selalu

mengkonfirmasi ulang identitas pasien yang akan diberikan tindakan seperti

menanyakan kembali nama lengkap ataupun tanggal ulang tahun pasien,

memeriksa gelang identitas yang dipakai pasien untuk menyocokkan identitas

pasien, tetapi yang dilakukan perawat adalah hanya melihat nomor kamar pasien

untuk pasien yang sudah lama dirawat dengan alasan bahwa perawat sudah

mengenal dan hafal akan nama pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Pelaksanaan komunikasi dalam sasaran keselamatan pasien.

Berdasarkan hasil analisis tematik diketahui metode yang digunakan oleh perawat

di ruang rawat inap adalah metode SBAR (Situation, Background, Assessment,

Recommendation), metode komunikasi biasanya digunakan pada saat perawat

melaksankan serah terima ke pasien. Pelatihan terkait metode SBAR juga sudah

dilaksanakan di ruang rawat inap tersebut. Hambatan yang ditemukan yaitu

pelaksanaan komunikasi antara dokter dan perawat masih terkendala dari segi

waktu, sehingga perawat tidak terlalu leluasa untuk bertanya mengenai perintah

yang diterima melalui telepon yang menyebabkan penyebaran informasi kurang

meluas. Hambatan lainnya yaitu masih terdapat perawat yang lupa melaksanakan

read back sehingga perawat tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik karena

kurang jelasnya informasi yang diterima.

Menurut PERMENKES RI nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan

pasien bahwa komunikasi yang efektif merupakan kunci bagi perawat untuk

mencapai keselamatan pasien berdasarkan sasaran keselamatan pasien di rumah

sakit. Metode komunikasi yang efektif adalah dengan menggunakan komunikasi

SBAR, komunikasi SBAR (Situation, Background, Assesment, Recomendation).

Penggunaan alat komunikasi SBAR dapat meningkatkan kualitas dan

kelengkapan transfer informasi dan kepuasan pasien yang mengalami patah tulang

pinggul, hal ini sesuai dengan sasaran keselamatan pasien yaitu kepastian tepat

lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi. Komunikasi SBAR dapat

meningkatkan dampak panggilan dari telepon sehingga dapat meningkatkan

keselamatan pasien akibat tindakan yang dilakukan oleh dokter junior, hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

tertuang dalam standar keselamatan pasien rumah sakit yaitu komunikasi

merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Penggunaan komunikasi yang tepat dengan read back telah menjadi salah

satu sasaran dari program patient safety yaitu peningkatan komunikasi yang

efektif. Komunikasi SBAR meningkatkan komunikasi lewat telepon antara

perawat dan dokter sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas dan baik dan

dapat meningkatkan keselamatan pasien hal ini tertuang dalam standar

keselamatan pasien rumah sakit yaitu penggunaan metode peningkatkan kinerja

untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

Menggunakan SBAR dapat meningkatkan komunikasi dalam tim

rehabilitasi interprofessional. Proses komunikasi SBAR adalah alat yang berguna

penataan komunikasi verbal dalam tim interprofessional dalam pengaturan

rehabilitasi. Alat SBAR telah digunakan oleh mayoritas anggota tim dan telah

sesuai diintegrasikan ke dalam komunikasi setiap hari. Hal ini terus digunakan

secara terusmenerus untuk keperluan mendesak dan tidak mendesak pada situasi

SBAR merupakan Teknik komunikasi yang menjanjikan untuk mentransfer

informasi kepada pasien, komponen yang meningkatkan pengiriman informasi

subjektif, meningkatkan komunikasi informasi kritis dan menciptakan redundansi,

yang menetapkan pola yang diharapkan pada komunikasi.

SBAR adalah alat komunikasi dalam melakukan identifikasi terhadap

pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat

dan dokter. Tujuan komunikasi SBAR yaitu dokter lebih memperhatikan karena

informasi yang ringkas, perawat bekerja lebih cepat, mengkomunikasikan masalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

dengan jelas, memberi kesempatan menyampaikan saran kolaborasi, keuntungan

SBAR kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif, Dokter percaya pada

analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan kondisi pasien,

Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.

Pengenalan komunikasi SBAR di rumah sakit sebagai rujukan meningkatkan

persepsi komunikasi yang efektif dan kolaborasi dengan perawat. Perawat yang

lebih baik dan lebih siap untuk memanggil dokter setelah pengenalan SBAR,

dengan menggunakan item SBAR dalam catatan pasien.

Kepuasan dokter terhadap penggunaan komunikasi SBAR karena dapat

menatasi masalah dokumentasi yang lengkap dan kendala waktu. Teknik SBAR

merupakan metode pendidikan yang efektif untuk bermain peran perawat dan

dapat digunakan sebagai alat untuk membangun komunikasi yang efektif antara

profesional kesehatan.

Pelatihan komunikasi SBAR diterima untuk tahun pertama, dengan

perbaikan di kedua kemampuan untuk menerapkan SBAR untuk presentasi kasus

simulasi dan retensi pada sesi tindak lanjut. Format ini adalah layak digunakan

sebagai pelatihan metode dan diterima dengan baik oleh dokter. Penelitian di

masa depan akan berguna dalam memeriksa penerapan umum model SBAR untuk

komunikasi di lingkungan klinis dan pelatihan program residensi.

Menurut Erel Joffe, et al (2013) menunjukan bahwa komunikasi SBAR

dapat meningkatkan komunikasi lewat telepon antara perawat dan dokter dengan

menggunakan metode SBAR yang sudah terstruktur dan akurat sehingga masalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

dapat dievaluasi dan dikomunikasikan dengan jelas dan baik dan dapat

meningkatkan keselamatan pasien.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sukesih (2015) yang menyatakan

berdasarkan The Joint Commision World (2007) telah menyampaikan bahwa

komunikasi SBAR harus selalu disosialisasikan kepada staf diseluruh ruang

perawatan. Tenaga keperawatan profesional yang menjalankan pekerjaan

berdasarkan ilmu sangat berperan dalam penanggulangi komplikasi penyakit dan

terjadinya infeksi nosokomial serta memperpendek hari perawatan pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) menunjukan Pelatihan

komunikasi SBAR efektif dalam meningkatkan mutu operan jaga di bangsal

Wardah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, hal ini menunjukan bahwa

komunikasi SBAR efekif melibatkan tenaga kesehatan, pasien dan keluarga

disesuaikan kondisinya dapat membantu dalam komunikasi, baik individu dengan

tim yang akhirnya dapat mempengaruhi perubahan dalam meningkatkan mutu

operan jaga dan meningkatkan keselamatan pasien, sehingga ada dampak positif

dan terlihat ada perbaikan pada pelaporan insiden keselamatan pasien.

Penelitian lain tentang komunikasi SBAR adalah penelitian yang

dilakukan oleh Fitria (2013) tentang pelatihan Komunikasi SBAR dalam

Meningkatkan Motivasi dan Psikomotor perawat tujuan penelitian menganalisis

efektifitas pelatihan komunikasi SBAR dalam meningkatkan motivasi dan

psikomotor perawat di ruang perawatan medikal bedah. Pada penelitian ini

dilaporkan adanya temuan baru bahwa komunikasi SBAR dapat meningkatkan

motivasi dan psikomotor perawat hal ini dapat mempengaruhi kinerja perawat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

dapat meningkatkatkan budaya kerja perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan sehingga dapat meningkatkan keselamatan pasien.

Setelah dilakukan penelitian dan dibandingkan dengan hasil penelitian

terdahulu dan teori-teori yang mendukung, maka dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan komunikasi di ruang rawat inap RS USU sudah terlaksana dengan

baik namun ada sedikit kelalaian yang dilakukan perawat. Pelaksanaan

komunikasi antara dokter dan perawat masih terkendala dari segi waktu, sehingga

perawat tidak terlalu leluasa untuk bertanya mengenai perintah yang diterima

melalui telepon yang menyebabkan penyebaran informasi kurang meluas.

Sehingga perawat tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik karena kurang

jelasnya informasi yang diterima.

Pelaksanaan peningkatan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai dalam sasaran keselamatan pasien. Berdasarkan analisis tematik

dapat diketahui bahwa sarana / fasilitas terkait penyimpanan obat-obatan yang

diwaspadai di ruang rawat inap tersebut sudah lengkap dan memadai. Proses

penyimpanan sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang berlaku yaitu

penyimpanan obat-obatan dilakukan terpisah antara obat yang high alert dengan

obat yang biasa.

Sosialisasi mengenai obat-obatan yang harus diwaspadai sudah

dilaksanakan juga di ruang rawat inap RS USU tersebut. Perawat sudah

memahami mengenai cara penyimpanan yang baik obat-obatan yang harus

diwaspadai, perawat juga mampu membedakan obat-obatan yang berbahaya dan

cara penyimpanannya tentunya dengan bekerja sama dengan petugas farmasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

untuk pemisahan obat-obatan yang berbahaya tersebut. Menurut pernyataan

informan tidak ditemukannya hambatan terkait penyimpanan obat-obatan yang

diwaspadai tersebut.

Menurut PERMENKES RI nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan

pasien bahwa obat-obatan merupakan bagian dari rencana pengobatan pasien, oleh

karena itu pelaksanaan manajemen keamanan obat-obatan yang benar penting

guna memastikan keselamatan pasien. Obat yang persentasinya tinggi penyebab

terjadinya kesalahan atau kejadian sentinel, obat yang berisiko tinggi penyebab

dampak yang tidak diinginkan dan juga obat-obat NORUM merupakan obat-

obatan yang perlu diwaspadai. Elemen penilaian pelaksanaan peningkatan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai sebagai berikut.

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,

lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai

2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika

dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian

yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.

4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label

yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat.

Kesalahan pemberian obat dapat terjadi bila petugas tidak memperoleh

sosialisasi atau pelatihan dengan baik di unit asuhan pasien, apabila perawat

kontrak tidak disosialisasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien,

atau pada keadaan gawat darurat. Yang paling efektif dalam pengurangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

kesalahan tersebut adalah dengan mengembangkan tata rangkaian pengelolaan

obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan obat-obatan berbahaya

dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Pelayanan kesehatan merangcang suatu

kebijakan atau prosedur guna menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai

berdasarkan datanya sendiri.

Kebijakan atau prosedur juga dibutuhkan untuk mengidentifikasi area

mana yang membutuhkan obat-obatan yang sesuai secara klinis sebagaimana

dikhususkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar

operasi, serta memberi acuan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana

cara menyimpannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk pencegahan

pemberian yang tidak disengaja atau kurang hati-hati kepada pasien.

Pelaksanaan hand hygiene dalam sasaran keselamatan pasien.

Berdasarkan hasil analisis tematik diketahui bahwa sarana / fasilitas dalam

melaksanakan hand hygiene dari segi penyediaan hand santitizer baik karena

terdapatnya hand rub disetiap pintu kamar pasien tapi hand washing tidak baik

karena masih terbatasnya wastafel di ruang rawat inap tersebut. Sosialisasi terkait

pelaksanaan hand hygiene masih jarang dilakukan di ruang rawat inap tersebut.

Pelaksanaan hand hygiene juga sudah sesuai dengan SOP yang berlaku

dengan five moment. Hambatan yaitu minimnya sarana untuk mencuci tangan

berupa wastafel. Karena ketersediaan wastafel terbatas di ruangan dan nurse

station (konter perawat) hanya ada di kamar pasien, dapur dan utilitas kotor hal ini

membuat sulit akses untuk mencuci tangan bagi pasien maupun pendatang atau

pasien rawat jalan yang mengunjungi ruang rawat inap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Hambatan lainnya yang ditemukan adalah masih kurangnya kesadaran

perawat akan pentingnya menjaga kesehatan tangan (hand hygiene) saat sebelum

dan sesudah melakukan atau memberikan tindakan kepada pasien. Terlihat dari

pernyataan informan yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak terlalu perlu

untuk dilakukan dan karena ingin cepat maka dari itu informan mengabaikan hal

tersebut.

Hal ini sejalan dengan penelitian Nelia (2014) tentang kepatuhan standar

prosedur operasional hand hygiene pada perawat di ruang rawat inap Rumah

Sakit yang menyatakan bahwa salah satu langkah dari pihak rumah sakit untuk

untuk membentuk sikap positif dan meningkatkan meningkatkan pengetahuan

perawat adalah dengan ketrampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Mengadakan pelatihan atau sosialisasi secara periodik. Karena pelatihan bagi

rumah sakit dalam menerapkan prosedur hand hygiene dan sosialisasi dapat

memberikan dampak yang positif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial

terhadap sikap perawat dalam melakukan hand hygiene dan juga dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Hal ini sesuai dengan teori yang

menjelaskan bahwa pelatihan merupakan upaya untuk melakukan perubahan

perilaku afektif yang meliputi perubahan sikap seorang terhadap sesuatu.

Salah satu faktor yang dapat mencegah dan mengurangi resiko terjadinya

infeksi nosokomial adalah dengan menjaga kebersihan tangan (hand hygiene)

terutama pada petugas kesehatan di rumah sakit. Hand hygiene merupakan

membersihkan tangan dengan sabun dan air (handwash) atau handrub berbasis

alkohol yang bertujuan mengurangi atau mencegah berkembangnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

mikroorganisme ditangan (WHO, 2009). Hand hygiene (kebersihan tangan)

merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian

infeksi. Hand hygiene adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi

nosokomial.

Tujuan dilakukan hand hygiene adalah untuk menghilangkan

mikroorganisme. Hand hygiene dilakukan untuk menghilangkan kotoran bahan

organik dan membunuh mikroorganisme yang terkontaminasi di tangan yang

diperoleh karena kontak dengan pasien terinfeksi/kolonisasi dan kontak dengan

permukaan lingkungan.

WHO memperkenalkan konsep five moments hand hygiene sebagai

evidence-based untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial yang harus

dilaksanakan sesuai dengan seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa

memperhatikan apakah petugas kesehatan menggunakan sarung tangan atau tidak.

WHO telah mengembangkan moment untuk kebersihan tangan yaitu Five

Moments for Hand Hygiene, yang telah diidentifikasi sebagai waktu kritis ketika

kebersihan tangan harus dilakukan yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum

tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan

pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien.

Dua dari lima momen untuk kebersihan tangan terjadi sebelum kontak.

Indikasi “sebelum” momen ditujukan untuk mencegah resiko penularan mikroba

untuk pasien. Tiga momen lainnya terjadi setelah kontak, hal ini ditujukan untuk

mencegah risiko transimisi mikroba ke petugas kesehatan, perawat, dan

lingkungan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Pelaksanaan pengurangan risiko pasien jatuh dalam sasaran

keselamatan pasien. Berdasarkan hasil analisis tematik diketahui pelaksanaan

pengurangan resiko pasien jatuh sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang

berlaku. Sosialisasi terkait pengurangan resiko pasien jatuh ini masih jarang

dilaksanakan bahkan beberapa informan mengaku belum pernah mendapatkan

sosialisasi mengenai pengurangan resiko pasien jatuh tersebut. Sarana / fasilitas

untuk pasien yang beresiko jatuh sudah lengkap berupa stiker kuning digelang

pasien, stiker kuning pada tempat tidur pasien, pintu ruangan pasien dan

melakukan penilaian resiko jatuh pada pasien distatus juga memasang set rail

tempat tidur. Tidak ada hambatan yang ditemukan namun informan menyatakan

akan menjadi hambatan apabila pasien tidak koperatif ataupun keluarga atau

pendamping pasien tidak koperatif dengan perawat di ruang rawat inap tersebut.

Menurut penelitian Sugeng dkk (2013) tentang pelaksanaan program

manajemen pasien dengan resiko jatuh di rumah sakit disebutkan bahwa dalam

program keselamatan pasien khususnya pelaksanaan pengurangan resiko pasien

jatuh harus ditunjang dengan penyusunan standard operating procedure (SOP)

manajemen resiko pasien jatuh yang terdiri dari SOP screening pasien resiko

jatuh, SOP pemasangan gelang identitas resiko jatuh, SOP edukasi kepada pasien

dan keluarga tentang resiko jatuh, SOP pengelolaan pasien resiko jatuh, SOP

penanganan pasien jatuh, SOP pelaporan insiden kejadian pasien pelayanan

keperawatan. Sosialisasi dan pelatihan manajemen pasien resiko jatuh dilakukan

untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada petugas, khususnya

perawat dalam menunjang pelaksanaan program manajemen resiko pasien jatuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Kegiatan sosialisasi dan pelatihan dilakukan untuk mendorong partisipasi

aktif dan memberikan kesempatan pada peserta untuk belajar. Pelaksanaan

manajemen resiko pasien jatuh juga melibatkan keluarga atau penunggu pasien,

mengajak keluarga untuk terlibat dan berperan aktif dalam pelaksanaan

manajemen resiko pasien jatuh.

Dalam program ini petugas atau perawat mengajarkan hal-hal atau

tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah pasien terjatuh dalam bentuk

kegiatan edukasi kepada pasien dan atau keluarga tentang resiko pasien jatuh

dengan dibantu sarana berupa leaflet penanganan pasien resiko jatuh.

Pasien yang dirawat di RS akan selalu memiliki resiko jatuh terkait dengan

kondisi dan penyakit yang diderita, contohnya pada pasien dengan kelemahan

fisik akibat dehidrasi, status nutrisi yang buruk, perubahan kimia darah

(hipoglikemi, hipokalemi); perubahan gaya berjalan pada pasien usia tua dengan

gaya jalan berayun/tidak aman, langkah kaki pendek-pendek atau menghentak;

pasien bingung atau gelisah yang mencoba untuk turun atau melompati pagar

tempat tidur yang dipasang; pada pasien dengan diare atau inkontinensia.

Ketika dibandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu yang

menyatakan bahwa sosialisasi dan pelatihan itu penting dalam peningkatan

pengetahuan perawat dalam melaksanakan pengurangan resiko jatuh pada pasien.

Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pasien jatuh, contohnya lantai

kamar mandi yang licin, tempat tidur yang terlalu tinggi, pencahayaan yang

kurang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Sedangkan dampak dari insiden jatuh yang dialami pasien secara fisik

adalah cidera ringan, sampai dengan kematian, secara financial memperpanjang

waktu rawat dan tambahan biaya pemeriksaan penunjang (CT Scan kepala,

rontgen, dll) yang seharusnya tidak perlu dilakukan, dan dari segi hukum berisiko

untuk timbulnya tuntutan hukum bagi rumah sakit. Meskipun demikian, resiko

jatuh dapat dicegah dan banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah pasien

jatuh dan meminimalkan cidera akibat jatuh.

Dengan mengenali resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh

seseorang, dan dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai. Oleh karena itu,

memahami resiko jatuh, melakukan tindakan pencegahan, dan penanganan pasien

jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan resiko jatuh

dan cidera pada pasien yang dirawat. Resiko jatuh dapat dicegah, namun

mencegah resiko jatuh bukan berarti pasien harus membatasi mobilitas dan

aktivitasnya (contohnya berjalan, mandi, BAB, BAK, dsb) dan mengharuskan

pasien untuk berada di tempat tidur saja.

Oleh karena itu pencegahan resiko jatuh membutuhkan intervensi dan

modifikasi sesuai kebutuhan individual pasien berdasarkan hasil pengkajian

terhadap faktor resiko jatuh pasien. Dalam upaya mengurangi resiko pasien cedera

karna jatuh kita perlu memperhatikan beberapa hal seperti usia, riwayat jatuh,

aktivitas, defisit (penglihatan, pendengaran), kognitif, dan mobilitas/motori. Kita

harus memperhatikan usia karena resiko jatuh orang yang lanjut usia misal 65

tahun akan lebih tinggi dibanding pada usia dewasa, biasanya semakin bertambah

tua usia seseorang tingkat penglihatannya akan menurun, penurunan ini pun harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

kita perhatikan karna penurunan penglihatan jelas dapat mengganggu orang

tersebut beraktivitas dan dapat menyebabkan suatu cedera.

Menurut PERMENKES RI nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan

pasien yaitu pengurangan resiko pasien jatuh memerlukan komitmen yang tinggi

dari pimpinan dan seluruh staf. Rumah sakit harus memiliki budaya aman agar

setiap orang sadar dan memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan pasien

karena pencegahan pasien jatuh merupakan tanggung jawab seluruh staf di RS

baik medik maupun non medik, tetap dan tidak tetap.

Seluruh karyawan harus waspada terhadap risiko jatuh pasien dan

berpartisipasi dalam melakukan tindakan pencegahan diseluruh area rumah sakit

dimana pasien berada, baik area klinis/perawatan maupun area non klinis

(contohnya: area parkir, ruang tunggu, koridor RS, ruang administrasi, dll).

Penilaian meliputi berbagai aspek seperti riwayat jatuh, menggunaan alat

bantu jalan, kebiasaan berjalan, kebiasaan berkemih, penyakit dan obat yang

dikonsumsi, dan lain - lain. Penilaian terhadap resiko jatuh diharapkan dapat

mengurangi resiko jatuh dan meningkatkan kewaspadaan terhadap pasien beresiko

jatuh. Dengan mengenali resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh

seseorang, dan dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai.

Dalam mencapai sasaran tersebut, maka pada umumnya rumah sakit diharapkan

untuk:

1. Mampu melakukan pengkajian (penilaian = assessment) sedini mungkin risiko

jatuh pasien, dan melakukan pengkajian ulang jika diindikasikan demikian,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

misalnya jika terjadi perubahan kondisi, atau mendapatkan obat yang bisa

meningkatkan risiko jatuh si pasien.

2. Pada pasien yang diidentifikasi memiliki risiko jatuh, maka dinilai apakah

perlu dilakukan intervensi atau tidak, jika seandainya perlu, maka ada

prosedur untuk hal tersebut yang dikenal sebagai pencegahan jatuh pada

pasien.

3. Saat intervensi atau prosedur tersebut dilakukan, maka perlu dilakukan

pengawasan, tentu saja juga melalui pendokumentasian; apakah cara yang

dilakukan berhasil, dan apakah cukup efektif.

4. Rumah sakit juga perlu menetapkan kebijakan serta panduan dalam

mendukung pencapaian sasaran ini. Terutama dalam hal melindungi pasien

yang ada di lingkungan rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan sasaran keselamatan

pasien (patient safety goals) di ruang rawat inap RS USU dilihat dari lima tema

yang dianalisis yaitu pelaksanaan identifikasi pasien, komunikasi, peningkatan

keamanan obat yang perlu diwaspadai, pelaksanaan hand hygiene, dan

pengurangan resiko jatuh pada pasien dapat disimpulkan pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien belum berjalan dengan baik. Dikatakan belum baik karena

terlihat masih ada petugas kesehatan yang kurang patuh terhadap SOP yang

berlaku, masih adanya keterbatasan sarana khususnya wastafel dan masih

kurangnya pelatihan dan sosialisasi untuk khususnya sosialisasi terkait

pengurangan resiko pasien jatuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Keterbatasan penelitian. Penelitian ini telah diusahakan dan

dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun ada beberapa keterbatasan

yang dialami dan agar dapat untuk lebih diperhatikan bagi peneliti-peneliti yang

akan datang dalam lebih menyempurnakan penelitiannya karna penelitian ini

sendiri tentu memiliki keterbatasan yang perlu terus diperbaiki dalam penelitian-

penelitian kedepannya. Beberapa keterbatasan dalam penelitian tersebut, antara

lain :

1. Jumlah responden yang hanya 8 orang, tentunya masih kurang untuk

menggambarkan keadaan yang sesungguhnya pelaksanaan keselamatan pasien

di ruang rawat inap.

2. Dalam proses pengambian data, informasi yang diberikan responden

terkadang tidak menunjukkan pendapat responden yang sebenarnya, hal ini

terjadi karena kadang perbedaan pemikiran, anggapan dan pemahaman yang

berbeda tiap responden, juga faktor lain seperti faktor kejujuran dalam

pengungkapan pendapat responden.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada perawat di ruang

rawat inap RS USU mengenai pelaksanaan sasaran keselamatan pasien (patient

safety goals), maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan sasaran ketiga yaitu peningkatan keamanan obat-obatan yang

harus diwaspadai sudah sesuai dengan standar sasaran keselamatan pasien.

2. Pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien belum sesuai standar sasaran

keselamatan pasien, karena masih rendahnya kesadaran dan kepatuhan

perawat untuk melaksanakan tugas sesuai dengan SOP identifikasi pasien

yang berlaku.

3. Pelaksanaan komunikasi antara dokter dan perawat belum sesuai standar

sasaran keselamatan pasien, karena masih ditemukan perawat yang lupa

melaksanakan read back yang menyebabkan penyebaran informasi kurang

meluas.

4. Pelaksanaan pengurangan resiko infeksi dengan hand hygiene belum sesuai

standar sasaran keselamatan pasien, karena masih banyaknya petugas yang

belum menjaga hand hygiene saat sebelum / sesudah memberikan tindakan

pada pasien.

5. Pelaksanaan pengurangan resiko pasien jatuh belum sesuai standar sasaran

keselamatan pasien, karena kurangnya pelatihan dan sosialisasi terkait

pengurangan resiko pasien jatuh.

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas maka penulis

memberikan saran sehingga penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam

perkembangan keilmuan, diantaranya:

1. Pihak manajemen RS USU diharapkan memberikan punishment dan reward

kepada petugas yang melakukan pelaksanaan identifikasi pasien sesuai SOP

yang berlaku. Dan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan

identifikasi pasien tersebut.

2. Pihak manajemen RS USU diharapkan memberikan pelatihan dan sosialiasi

yang berkesinambungan terkait komunikasi yang efektif. Dan diharapkan

setiap petugas diharapkan melakukan diskusi-diskusi atau pertemuan-

pertemuan agar dapat saling bekerja sama dengan baik.

3. Pihak manajemen RS USU diharapkan memberikan punishment dan reward

kepada petugas yang tidak menjaga hand hygiene (menggunakan hand

sanitizer sebelum dan sesudah tindakan). Dan mempertimbangkan untuk

meningkatkan ketersediaan sarana yang masih belum memadai terkait

program pengurangan infeksi melalui hand hygiene.

4. Pihak manajemen RS USU diharapkan meningkatkan evaluasi dan monitoring

terhadap pelaksanaan pengurangan resiko pasien jatuh identifikasi pasien

sesuai SOP yang berlaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Pustaka

Budiono, S., Sarwiyata, T. W., Alamsyah, A. (2014). Pelaksanaan program


manajemen pasien dengan resiko jatuh di rumah sakit. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 28(1), 80-82.

Cintha, G. L., Mutiara, S., Antono, J., dan Sutopo, P. (2016). Analisis pelaksanaan
identifikasi pasien dalam rangka keselamatan pasien di unit rawat inap
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
4(4), 45-48.

Fauzia, N. (2014). Kepatuhan standar prosedur operasional hand hygiene pada


perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 28(1), 94-96.

Herlambang, S. (2016). Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah


Sakit.Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Keles, A.(2015). Analisis Pelaksanaan Standar Sasaran Keselamatan Pasien di


Unit Gawat Darurat RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano Sesuai Dengan
Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012. E-journal Ilmu Kesehatan
Masyarakat Unsrat (JIKMU), 5(3), 253-258.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Pedoman Nasional


Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Diakses dari
https://www.yumpu.com/id/document/read/62543904/295861139-
pedoman-nasional-keselamatan-pasien-rumah-sakit.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).(2015). Pedoman Pelaporan


Insiden Keselamatan Pasien. Diakses dari
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pela
poran.pdf.

Lambogia, A.; Rottie, J.; dan Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku Dengan
Kemampuan Perawat dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient
Safety) di Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. E-journal Keperawatan (e-Kep), 4(2), 4-7.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 27 tahun 2017 tentang


pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan.

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73

Priyoto, & Widyastuti, T. (2014). Kebutuhan dasar keselamatan pasien.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Stanley,M., & Beare, P.G. (2006). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:


CV Alfabeta.

Sukesih., & Istanti, P. Y. (2015). Peningkatan patient safety dengan komunikasi


SBAR. Jurnal Program Pascasarjana Universits Muhammadiyah
Yogyakarta, 4(2), 177-183.

Triwibowo, C.(2013).Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.


Jakarta: Trans Info Media.

Ulva, F. (2014). Gambaran komunikasi efektif dalam penerapan keselamatan


pasien (studi kasus rumah sakit X di kota padang). Jurnal Keperawatan,
Kebidanan, dan Kesehatan Masyarakat, 3(2), 55-57.

Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Wijaya, M. A. (2018). Pelaksanaan Keselamatan Pasien Melalui Lima Momen


Cuci Tangan Sebagai Perlindungan Hak Pasien ( Thesis, Unika
Soegijapranata Semarang). Diakses dari
http://repository.unika.ac.id/16703/

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) di Ruang


Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

1. Pelaksanaan sasaran pertama yaitu identifikasi pasien di RS USU

2. Pelaksanaan sasaran kedua yaitu komunikasi yang efektif di RS USU

3. Pelaksanaan sasaran ketiga yaitu meningkatkan keamanan obat-obatan

yang harus diwaspadai

4. Pelaksanaan sasaran keempat yaitu mengurangi risiko infeksi akibat

perawatan kesehatan (penggunaan hand hygiene)

5. Pelaksanaan sasaran kelima yaitu mengurangi risiko cedera pasien akibat

terjatuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Lampiran 4. Matriks Hasil Wawancara


Tabel 1

Matriks Pelaksanaan Identifikasi Pasien di RS USU

Informan Pernyataan
1 Itu yang dilaksanakan harus sesuai SOP. Contohnya semua pasien rawat inap
harus menggunakan gelang identitas yang sesuai dengan SOP kami.
Identifikasi dilakukan sebelum tindakan, pemberian terapi, dan dilakukan
untuk memastikan kesesuaian antara nama dan tanggal lahir serta nomor ruang
yang ada di gelang identitas harus sesuai form atau label. Kami harus selalu
melibatkan pasien atau keluarga pendamping pasien untuk menyebutkan nama
pasiennya dan tanggal lahirnya dengan jelas. Proses identifikasinya dengan dua
identitas dek yaitu nama dan tanggal lahir. Hambatan nya yaitu apabila kami
menghadapi pasien dengan penurunan kesadaran, bayi, anak-anak, pasien
dengan gangguan psikologi kami harus lebih cermat dan hati-hati dalam
mengidentifikasinya.
2 Pelaksanaan identifikasi pasien disini sudah sesuai SOP dek, langkah-
langkahnya menyebutkan nama tanggal lahir, biasanya dilakukan sebelum
pemberian obat, sebelum pemberian transfusi darah, sebelum pengambilan
sampel pemeriksaan laboratorium, dan sebelum dilakukan tindakan medis.
Hambatan yang dihadapi tidak ada sih paling hanya sering tidak dilakukan
pengecekan kembali gelang identitas pasiennya. Disini sosialisasi berkala dek
dilaksanakannya.
3 Sudah dilaksanakan sesuai SOP , identifikasi pasien dilakukan dengan
menanyakan nama dan tanggal lahir pasien disesuaikan dengan warna gelang
yang akan digunakan. Tidak ada yang menurut saya dikatakan hambatan.
Sosialisasi sering dek dilakukan.
4 Pelaksanaan identifikasi pasien di bagian rawat inap ini sudah terlaksana
dengan baik dan sesuai SOP. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
memakaikan gelang sebagai identitas pasien rawat inap, saat melakukan
tindakan keperawatan perawat bertanya nama dan tanggal lahir pasien. Pasien
dipakaikan gelang sebagai identitas saat akan melakukan tindakan keperawatan
dan tidak ada hambatan yang dialami karena udah pada hapal sih cara-cara
mengidentifikasinya pasien dapat dikenali lewat ruangannya saja. Oh iya kalo
soal sosialisasi sebenarnya sosialisasi sih udah sering dek tapi ya gitu kami
perawat udah pada tau sih dek biasanya tentang keselamatan pasien ini. Kayak
pelatihan dan training kepada perawat sudah sering dilaksanakan dek. Tapi
kadang udah dilakukan training pun tetap banyak perawat yang kurang tanggap
dek kayak misalnya merasa udah hapal dan merasa engga perlu mengecek
kembali identitas pasiennya dek. Mungkin perlu dibuat training yang lebih
mendalam lagi agar mereka paham dek.
5 Pelaksanaannya menurut saya sih sudah berjalan dengan baik karena udah
sesuai SOP juga . Seperti biasa yang kami lakukan adalah menanyakan nama
dan tanggal lahir pasien kemudian dipakaikan gelang yang sesuaidengan
identitas pasien tersebut. Kendala yaa, sebagian besar gada hambatan sih dek
paling yang menjadi kendala itu cuma memang masih kurang penjelasan ke
pasien aja dek. Pemasangan pertama gelang identitas biasanya kami
laksanakan dengan baik dek cuma pengecekan kembali gelang saat kami
memasuki ruangan masih kurang sih dek. Apalagi kalo udh pasien lama udh
hapal gitu kami namanya dek ga perlu dicek lagi sih kalo itu dek
6 Sejauh ini untuk pelaksanaan identifikasi pasien berjalan dengan baik karena
kami melaksanakannya sesuai SOP dan sudah diadakan sosialisasi terkait
identifikasi pasien tersebut. biasanya perawat akan mengucapkan salam dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

memperkenalkan diri kepada pasien lalu bertanya nama serta tanggal lahir
pasien dan disesuaikan dengan pemakaian gelang identitas. Hambatannya
tidak ada sih dek paling Cuma kami jarang memeriksa kembali gelang-
gelangnya jika sudah dilkukan identifikasi yang pertama.
7 Pelaksanaan identifikasi pasien disini sesuai SOP. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah menanyakan nama dan tanggal lahir sambil memasangkan
gelang identitas yang sesuai. Sosialisasi sudah sering dilaksanakan.
8 Sudah sesuai SOP dek, biasanya kami menanyakan nama dan tanggal lahir.
Hambatan tidak ada dek yang menyebabkan kecelakaan. Sosialisasi selalu ada
dek sepertinya diadakan secara berkala sih dek.

Tabel 2

Matriks Pelaksanaan Komunikasi yang Efektif di RS USU

Informan Pernyataan
1 Dilaksanakan secara lisan dan tulisan dek, dan sudah dilaksanakan dengan
baik. Sudah ada SOP yang berlaku jadi dijalankan sesuai SOP dan metode
yang kami pakai adalah SBAR dek dan soal sosialisasi dan pelatihan terkait
pemakaian metode itu sudah pernah dilakukan. Dalam proses transfer pasien
biasanya ada form transfer pasien yang digunakan. Hambatannya selalu
dimasalah waktu sih dek karena terburu-buru terkadang informasi yang
diterima agak kurang jelas.
2 Pelaksanaan komunikasi disini berjalan dengan baik sih dek, biasanya
dilakukan secara lisan dan tulisan. Sesuai SOP juga kami melaksanakannya
dan sering diadakan pelatihan terkait hal itu. Sistem komunikasi disini itu tulis,
baca kembali dan konfirmasi ulang dek biasanya kalua proses transfer pasien
dilaksanakan secara verbal. Hambatan sih menurut saya tidak ada dek.
3 Sudah dilaksanakan sesuai SOP yang berlaku, biasanya komunikasinya secara
lisan dan tulisan. Sosialisasi atau pelatihan sering dek dilakukan. Dan untuk
sistem komunikasi yang kami gunakan adalah metode SBAR dek. Untuk
hambatan biasanya sih diwaktu dek dan tidak jadi masalah biasanya tidak
menyebabkan kecelakaan.
4 Biasanya komunikasi yang terjadi disini pastinya lisan, hanya kalau untuk
status dan laporan pasti secara tertulis. Kalau proses transfer atau serah terima
pasien, misalnya dari ruang rawat inap ke kamar bedah, ahli anastesi harus
memberitahu terlebih dahulu bagaimana kondisi pasien secara umum,
kemudian apa kesulitan yang dimilki pasien. Lalu, disertai dengan perawat
yang memberikan laporan perawatan, resep obat yang sudah diterima pasien,
dan cairan yang dibutuhkan pasien. Kalau dari sistem komunikasi antara
dokter dan perawat, disini menggunakan sistem SBAR dek dan dan perawat
biasanya udah pada paham sama metode itu sih dek.
5 Pelaksanaan komunikasi disini menurut saya sih sudah berjalan dengan baik
karena udah sesuai SOP juga . Seperti biasa yang kami lakukan adalah
melaporkan kondisi pasien kepada dokter dengan teknik SBAR baik via
telepon/w.a (jika dokter tidak sedang di rumah sakit) kemudian percakapan
ditulis di formyang disediakan dan distempel readback kemudian saat dokter
visite (memeriksa pasien) harus dikonfirmasi dan ditandatangani sebagai bukti
sudah sesuai yang dilakukan. Kendala ya dek hmmm kendala atau hambatan
sama kan ya dek. Hambatannya yak karena terkadang karena berlomba dengan
waktu, dan terburu-buru. Komunikasi tidak terjadi dua arah jadinya dek.
Hanya sebatas membaca ga sempat tanya jawab dan tidak sempat juga nanya
hal yang misalnya kurang paham. Kalo ada hal-hal penting ajalah baru dikasih
tau secara lisan. Ya harapannya sih rutin diadakan penilaian dan sosialiasi
supaya tercapai komunikasi dua arah. Jadi kalo ada yang gak ngerti bisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

ditanyain. Terus yang jadi hambatan juga itu dek beberapa perawat kadang
kurang tanggap dalam pelaksanaan read back, suka lupa ngasih stempel read
back di rekam medis pasien. Setelah meghubungi DPJP, langsung dikerjain aja
perintahnya akibatnya lupa ngestempel rekam medisnya.
6 Sampai saat ini pelaksanaan komunikasi disini berjalan dengan baik. Proses
transfer pasien dilakukan dengan cara lisan dan tulisan menggunakan form
transfer pasien dengan teknik SBAR dan untuk training-training atau pelatihan
mengenai SBAR sering ada sih dek juga banyak sosialisasi mengenai hal itu.
Dan rata- rata perawat disini sudah paham kok dek mengenai metode tersebut.
Tapi kurang rutin sih diadakan evaluasi atau penilaian mengenai hal itu dek.
Nah yang jadi hambatan juga adalah seringnya terjadi miss komunikasi antara
mahasiswa keperawatan/ co-ass dengan perawat yang bertugas karena terburu-
buru menyampaikan informasi.
7 Pelaksanaan komunikasi disini sesuai SOP berjalan dengan baik dua arah baik
secara lisan maupun tulisan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah tulis,
baca kembali dan juga konfirmasi ulang terkait hal tersebut terhadap dokter
yang menangani. Pelatihan juga sudah sering dilaksanakan.
8 Sudah berjalan dengan baik sesuai SOP dek, biasanya tulis, baca kembali
kemudian konfirmasi ulang. Hambatan tidak ada dek yang menyebabkan
kecelakaan hanya terjadi miss komunikasi dan tidak menyebabkan masalah
yang berarti. Pelatihan diadakan diadakan secara berkala sih dek dan disini
menggunakan metode SBAR.

Tabel 3

Matriks Pelaksanaan Peningkatan Keamanan Obat-obatan yang harus Diwaspadai di RS USU

Informan Pernyataan
1 Penyimpanannya difarmasi dan terpisah antara yang berbahaya dan tidak terlalu
berbahaya. Sudah ada peraturan yang berlaku juga mengenai cara
penyimpanannya dan itu sudah sesuai dek. Hambatannya sih enggak ada ya dek
soalnya kan sudah ada petugas farmasi yang tahu betul mengenai
penyimpanannya. Sarana penyimpanan obat disini juga sudah bagus dek sudah
terpisah –pisah gitu obatannya.
2 Untuk obat-obatan yang diberikan kepada pasien kami bekerjasama dengan
petugas farmasi dan ruang penyimpanannya sudah baik yang berbahaya
biasanya disimpan terpisah dek dan hanya petugas farmasi yang bisa masuk jika
berbahaya namun kalo yang biasanya dapat diakses oleh perawat pada
umumnya. Obat yang persentasinya tinggi penyebab terjadinya kesalahan atau
kejadian sentinel, obat yang berisiko tinggi penyebab dampak yang tidak
diinginkan dan juga obat-obat NORUM merupakan obat-obatan yang perlu
diwaspadai. Kalo tentang hal itu kami sudah paham dek. Sarana lengkap dek
dan sudah sesuai SOP juga.
3 Sarana atau fasilitas sih pasti berupa tempat penyimpanannya kan dek. Tempat
penyimpanan obat disini sudah baik dek udah terpisah antara yang berbahaya
dan tidak berbahaya.Juga obat-obat yang tersedia juga lengkap sehingga jika
sewaktu-waktu pasien membutuhkan obat segera kami engga kelabakan karena
ya emang lengkap kalo soal obat-obatan disini dek. Cara penyimpanannya juga
sudah dilaksanakan sesuai SOP yang berlaku, biasanya terpisah antara obat
yang berbahaya dan kurang berbahaya. Untuk hambatan sampai saat ini belum
ada kasus karena kesalahan penyimpanan obat sih dek.
4 Penyimpanannya sudah bagus difarmasi dan terpisah antara yang berbahaya dan
tidak terlalu berbahaya. Sudah ada peraturan yang berlaku juga mengenai cara
penyimpanannya dan itu sudah sesuai dek. Hambatannya sih enggak ada ya dek
soalnya kan sudah ada petugas farmasi yang tahu betul mengenai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

penyimpanannya. Sarana penyimpanan obat disini juga sudah bagus dek sudah
terpisah –pisah gitu obatannya.
5 Mengenai penyimpanan obat-obatan yang perlu diwaspadai disini sudah
dilakukan dengan baik dek. Ya karena sudah ada petugas farmasi juga yang
menangani hal tersebut kami tinggal bekerja sama aja dengan mereka kalua
sewaktu-waktu butuh obat.
6 Setau saya penyimpanan obat disini sudah baik dek sudah terpisah-pisah juga
sih. Sudah sesuai SOP juga sarana penyimpanannya juga lengkap. Kalo
sosialisasi mengenai obat-obatan berbahaya juga ada dilakukan dek kan
berkaitan dengan sosialisasi keselamatan pasien.
7 Keamanan obat-obatan disini bisa dibilang sudah bagus sih dek soalnya sudah
dipiah semua dan sudah sesuai dengan SOP cara penyimpanannya.
8 Sudah disimpan dengan baik obat-obatannya. kami bekerja sama dengan
farmasi sih dek kalua soal obat-obatan ini. Setau saya penyimpanannya sudah
sesuai standard an sudah terpisah antara obat berbahaya dan tidak berbahaya.
Hambatan tidak ada dek soalnya belum ada terjadi masalah salah penyimpanan
obat berbahaya disini.

Tabel 4

Matriks Pelaksanaan Hand Hygiene di RS USU

Informan Pernyataan
1 Pelaksanaannya baik dek menggunakan hand rub dan juga air mengalir. Hand
rub juga terdapat disetiap pintu dan didekat temoat tidur pasien, sabun cuci
tangan dan tissue juga tersedia. Pelatihan mengenai hand hygiene ini juga
pernah dilakukan dan untuk hambatan menurut saya tidak ada dek.
2 Kami habis tindakan kayak pengambilan sampel selalu menggunakan hand
rub. Kalo disini sarana cuci tangan ya ngandalkan hand sanitizer berupa hand
rub disetiap pintu, tapi wastafel masih terbatas di ruangan dan nurse station
hanya ada di kamar pasien, dapur dan utilitas kotor. Dan untuk sosialisasi
mungkin jarang tapi sudah tersedia dek poster-poster cara cuci tangan yang
benar juga kan dek disini.
3 Secara keseluruhan ya baik dek soal hand hygiene ini sudah tau prosedurnya
juga para perawat disini dengan five moment dek biasanya. Terus untuk hand
rub sudah tersedia disetiap pintu kamar pasien sebelum ataupun sesudah
tindakan kami juga langsung menggunakan hand rub ini dek. Sosialisasi itu
dek masih jarang dilakukan mengenai hal ini.
4 Tentang hand hygene disini sudah baim dek. Kalau hambatan ya dek. Bentar
saya jelasin dulu ya disini ada tersedia hand sanitizer, kalau wastafel terbatas.
Saya pribadi sih memang jarang makenya. Karena terkadang merasa tindakan
itu tidak terlalu perlu. Disamping itu juga karena mau cepat, jadinya lupa,
makanya yaudah langsung aja. Itu aja sih. Nah balik lagi soal hambatan, ya itu
tadi ketersediaan sarananya masih minim dek.
5 Setiap pengambilan sampel , petugas selalu menggunakan handschoon, tapi
sebelum nya petugas harus cuci tangan terlebih dahulu. Biasanya handscoon
disini tidak sekali pakai tapi biasanya setelah 2 atau 3 kali pakai baru diganti,
karena di masing-masing ruangan tersedia cairan antiseptik untuk
membersihkan handschoon, jadi harus tetap steril. Pokoknya semuanya harus
bersih. Kalo disini sarana cuci tangan ya ngandalkan hand sanitizer, karna
wastafel masih jarang sekali. Soal hambatan, ya ketersediaan sarananya masih
minim dek. Kalo soal peraturan SOP gitu ya jelas ada disini dek.
6 Hand santitizer baik tapi hand washing tidak baik dek soalnya wastafel masih
minim dek beda dengan hand sanitizer yang emang sudah tersedia disetiap
pintu kamar pasien dek. Setau saya hand hygiene itu dua sebelum dan tiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

sesudah dek five moment sudah paham betul kami itu dek.
7 Sudah dilaksanakan dengan baik dengan five moment dek. Sosialisasi atau
pelatihan lah itu kan dek masih jarang sih dek soalnya kan udah pada tau sih
biasanya perawatnya. Tapi menurut saya memang perlu di lakukan rapat untuk
1 kali dalam 1 semester agar bisa lebih di sosialisasikan oleh pimpinan rumah
sakit untuk selalu melakukan cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan.
Kalau bisa dibuat strukturnya atau platformnya di rumah sakit. Karena kan
mungkin kita sudah pada lupa. Mungkin karena sudah lama juga. Harapannya
ya kalo bisa ditingkatkan lah pelatihan dan sosialisasi tentang cuci tangan ini,
dan sarananya diperhatikan ditingkatkan jumlahnya
8 Sudah dilaksanakan dengan baik dan sarana juga sudah dapat dikatakan
memadai walaupun wastafel masi terbatas. Biasanya kami melaksanakannya
five moment sih dek. Sosialisasi terkait hand hygiene aja sih masih jarang
biasanya digabung aja dengan sosialisasi keselamatan pasien dek.

Tabel 5

Matriks Pengurangan Resiko Pasien Jatuh di RS USU

Informan Pernyataan
1 Dilakukan sesuai SOP dengan langkah-langkah pemberian stiker/ gelang/pita
kuning. Kunci tempat tidur naikkan side rail dan edukasi keluarga letak bell
didekatkan dan juga alat-alat yang diperlukan didampingi jika pasien ingin ke
kamar mandi serta dilakukan assessment ulang sesuai SOP. Sering diadakan
juga sih dek mengenai pelatihan pengurangan resiko jatuh ini.
2 Kami biasanya mamakaikan pita kuning memasang set rail tempat tidur.
Pokoknya sudah dilaksanakan sesuai SOP dek dan tidak ada hambatan
mengenai hal ini dek.
3 Pelaksanaanya sudah baik dek. Kalau SOP yang mengatur tentang pengurangan
resiko pasien jatuh khususnya untuk pasien rawat inap, ada dek dan emang
diatur disitu semua. Dan selama ini pelaksanaan sasaran yag itu udah baik dek
dan belum pernah terjadi kasus pasien jatuh sih karena dilakukan dengan baik
sampe sekarang dek.
4 Pelaksanaannya sudah sesuai SOP dek dan emang sudah paham kami cara
penanganannya. Kami masih jarang mendapat sosialiasi tentang ini sih dek ada
beberapa perawat yang mungkin sudah mendapatkan sosialisasi tapi saya
pribadi belum mendapat sosialisasi mengenai pengurangan resiko jatuh ini dek.
5 Pelaksanaannya baik sesuai SOP. Biasanya kami akan memberikan stiker
kuning digelang pasien, stiker kuning pada tempat tidur pasien, pintu ruangan
pasien dan melakukan penilaian resiko jatuh pada pasien distatus. saya belum
pernah mengikuti pelatihan atau sosialisasi terkait pengurangan resiko pasien
jatuh ini.
6 Pelaksanaanya menurut saya sih sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur yang berlaku disini. Pelatihan saya belum mendapat pelatihan
khusus seperti itu sih dek. Hambatan yang ada biasanya jika pasien tidak
koperatif ataupun keluarga atau pendamping pasien tidak koperatif dengan
perawat.
7 Sudah dilaksanakan dengan baik dengan SOP yang berlaku juga cara
penanganannya. Kami menggunakan stiker kuning digelang identitas kemudian
menempel segitiga kuning pasien di pintu dan tempat tidur pasien. Kalau
pelatihan khusus belum pernah. Menurut saya sih hambatan tidak ada dek.
8 Sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai SOP yang berlaku. Diberikan
gelang kuning pada pasien dan dilakukan lagi penilaian resiko jatuh dan
diedukasi keluarganya. Pelatihan khusus mengenai pengurangan resiko jatuh ini
belum pernah tapi kalau pelatihan keselamatan pasien sering dilakukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Denah Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Gambar 3. Fasilitas Hand Sanitizer pada Pintu Kamar Ruang Rawat Inap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Gambar 4. Poster tentang Keselamatan Pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Gambar 5. Dokumentasi bersama Perawat

Gambar 6. Wawancara dengan Perawat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai