Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN PERUBAHAN

PERUBAHAN ORGANISASIONAL

Dosen Pengampu :

Made Putri Ariasih, S.Si., M.M

Disusun Oleh : Kelompok 2

Gede Widi Wardana : 2117041002

Kadek Tedi Dwi Prayoga : 2117041020

Putu Calvin Prayogi : 2117041029

I Putu Bayu Saputra : 2117041148

Ida Gede Komang Arya Santana : 2117041265

I Komang Dodi Ariesma Yudha : 2117041202

JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen perubahan adalah pendekatan dan praktik yang digunakan oleh


organisasi untuk merencanakan, mengoordinasikan, dan mengelola perubahan dalam
struktur, budaya, proses, atau strategi organisasi. Tujuan dari manajemen perubahan
adalah memastikan bahwa perubahan organisasi berjalan dengan lancar, efisien, dan
efektif, sambil meminimalkan dampak negatifnya pada karyawan dan operasi
organisasi. Manajemen perubahan merupakan salah satu elemen penting dalam
berjalannya organisasi untuk kedepannya. Oleh karena itu perlu adanya perubahan di
dalam organisasi/perusahaan untuk prospek kedepan yang lebih baik dalam
menghadapi persaingan ketat di masa yang akan datang.

Perubahan organisasional adalah tema yang semakin mendapat perhatian dalam


dunia bisnis dan manajemen modern. Seiring dengan kemajuan teknologi, persaingan
yang semakin ketat, dan perubahan yang konstan dalam lingkungan bisnis, organisasi
dihadapkan pada tuntutan untuk terus beradaptasi dan mengubah diri agar tetap
kompetitif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perubahan di dalam organisasi mencakup berbagai aspek, termasuk modifikasi


dalam struktur organisasi, budaya perusahaan, proses kerja, serta strategi bisnis.
Perubahan ini bisa dipicu oleh faktor eksternal, seperti perubahan dalam pasar,
regulasi, dan inovasi teknologi, tetapi juga oleh faktor internal, seperti upaya
peningkatan efisiensi atau restrukturisasi organisasi.

Namun, meskipun penting, pelaksanaan perubahan organisasional sering kali


dihadapi dengan beragam tantangan. Resistensi dari karyawan, ketidakpastian,
perubahan dalam budaya perusahaan, dan perencanaan perubahan yang kurang efektif
adalah beberapa contoh dari tantangan-tantangan yang mungkin timbul selama proses
perubahan organisasi.
Sebagai hasilnya, paper ini bertujuan untuk mendalami topik perubahan
organisasional dengan fokus pada Substansi Perubahan dalam Organisasi, Tujuan dan
sasaran Perubahan Secara Organisasional, Tahapan-Tahapan dalam Melakukan
Perubahan, Tantangan dan Perlawanan dalam Melakukan Perubahan dan Strategi
Mengatasi Perlawanan Perubahan Organisasi. Dengan pemahaman yang lebih
mendalam tentang perubahan organisasional, diharapkan pemimpin, manajer, dan
praktisi bisnis dapat mengelola perubahan dengan lebih efektif dan mencapai
kesuksesan jangka panjang untuk organisasi mereka.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana substansi perubahan dalam Organisasi?


2. Apakah tujuan dan sasaran perubahan secara organisasional?
3. Apa saja tahapan-tahapan dalam melakukan perubahan?
4. Apakah tantangan dan perlawanan dalam melakukan perubahan?
5. Apakah strategi yang digunakan untuk mengatasi perlawanan perubahan
organisasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana substansi perubahan dalam organisasi


2. Untuk mengetahui tujuan dan sasaran perubahan seca organisasional
3. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam melakukan perubahan
4. Untuk mengetahui apa saja tantangan dan perlawanan dalam melakukan
perubahan
5. Untuk mengetahui strategi apakah yang digunakan untuk mengatasi
perlawanan perubahan organisasi
BAB 11

PEMBAHASAN

2.1 Substansi Perubahan dalam Organisasi

Pemikiran sehat mengatakan kepada kita bahwa kita tidak dapat menangani
perubahan yang cepat (turluben, kemenduaan, yang tidak dapat diprediksi) dengan cara
yang sama jika kita menangani stabilitas, yang dapat diprediksi dan sebagainya.
Perubahan merupakan kebutuhan manusia, baik Perubahan yang datangnya dengan
cepat atau juga lambat. Dalam konteks kehidupan manusia, manusia tidak dapat hidup
secara mandiri, manusia dituntut dan memiliki fitrah untuk hidup berkelompok.
Substansi perubahan dalam organisasi dapat mencakup beberapa hal, antara lain:

1. Struktur organisasi, yaitu perubahan pada tata letak dan hubungan antar unit
kerja dalam organisasi.
2. Kebijakan dan prosedur, yaitu perubahan pada aturan dan prosedur yang
berlaku dalam organisasi.
3. Budaya organisasi, yaitu perubahan pada nilai, norma, dan perilaku yang
dijunjung tinggi dalam organisasi.
4. Sumber daya manusia, yaitu perubahan pada karyawan, seperti pengembangan
keterampilan, rotasi jabatan, atau pengurangan tenaga kerja.
5. Teknologi, yaitu perubahan pada alat dan sistem yang digunakan dalam
organisasi.

Perubahan dalam organisasi dapat dilakukan untuk berbagai alasan, seperti


meningkatkan efisiensi dan efektivitas, mengikuti perkembangan pasar atau teknologi,
atau mengatasi masalah yang ada dalam organisasi. Namun, perubahan dalam
organisasi juga dapat menimbulkan resistensi dan konflik, sehingga perlu dilakukan
dengan hati-hati dan melibatkan seluruh pihak yang terkait.

Dalam Konteks kehidupan sosial, dimana manusia berinteraksi dengan manusia


lainnya, manusia membentuk kehidupan secara organisasional sehingga
memudahkannya melakukan interaksi yang bersifat timbal balik sehingga
memungkinkannya memiliki kesamaan dalam mencapai tujuan.

Heraclitus, merupakan seorang ahli filsafat Yunani kuno, pernah berkata bahwa
di dunia ini tidak ada yang permanen atau abadi, kecuali perubahan. Pernyataan yang
dibuat berabab-abad yang lalu itu ternyata masih mengandung kebenaran hingga
sekarang dan diperkirakan akan tetap mengandung kebenaran hingga akhir zaman.

Adapun beberapa jenis mengenai jenis perubahan organisasi, berikut dibawah


ini menjelaskan bahwa pentingnya memahami perbedaan antara dua jenis perubahan
organisasi:

a. Reorganisasi, hal ini penting bagi setiap organisasi yang ingin berhasil dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Perubahan tersebut bisa
disebabkan oleh angka pertumbuhan yang baru, diversifikasi produk dan pasar
baru, munculnya teknologi baru dll. Reorganisasi mungkin juga timbul dari
keyakinan bahwa memang sudah waktunya untuk melakukan perombakkan.
b. Transformasi Organisasi, tujuannya jelas untuk mentransformasi organisasi
menjadi bentuk Lembaga sosial yang sangat berbeda dengan yang ada
sebelumnya. Sebagai tambahan transformasi organisasi akan selalu melibatkan
perubahan dalam nilai, perilaku, dan keyakinan yaitu, elemen dari budaya
Perusahaan.

Setiap organiasasi tentu saja memiliki ahli perubahan, hanya saja adakalanya
mereka tidak dapat memanfaatkan momentum. Padahal perubahan memerlukan
momentum. Oleh karena itu, momentum hanya dapat dikenali dan ditandai oleh orang-
orang yang memiliki ketajaman pandangan terhadap fenomena yang terjadi dan dapat
memprediksi bahwa fenomena ini jika dimanfaatkan akan membawa implikasi yang
positif terhadap perubahan dan perkembangan organisasi.
2.2 Tujuan dan sasaran Perubahan Secara Organisasional

Perubahan dilakukan adalah untuk mengatasi krisis yang akan dihadapi


organisasi, terutama krisis pada masa yang akan datang. Krisis dalam organisasi
biasanya terjadi disebabkan karena kurangnya adaptifnya organisasi menghadapi
berbagai perubahan, baik perubahan individual jajaran organisasi, krisis internal
organisasi maupun krisis yang disebabkan faktor eksternal organisasi.

Krisis dalam organisasi disadari setelah berpengaruh terhadap kinerja


organisasi secara keseluruhan. Kinerja organisasi yang mengalami stagnasi akan
membuat para manajer dalam organisasi melakukan analisis untuk mengetahui apa
yang menyebabkan krisis. Setelah krisis berhasil diidentifikasi, seharusnya manajemen
organisasi tidak menjadikan krisis sebagai penghalang yang akan memperlambat gerak
organisasi, atau mengartikan krisis sebagai faktor negative, tetapi justru melakukan
perbaikan sehingga manajemen organisasi dapat mengatasi krisis lebih efektif Upaya
mempertegas tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh organisasi.

Tujuan dan sasaran perubahan secara organisasional dapat bervariasi


tergantung pada kebutuhan dan kondisi organisasi. Berikut adalah beberapa tujuan dan
sasaran perubahan secara organisasional yang dapat diidentifikasi dari beberapa
sumber:

1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi agar dapat bersaing di pasar


yang semakin ketat
2. Mengatasi masalah yang ada dalam organisasi, seperti konflik antar karyawan
atau kurangnya koordinasi antar unit kerja
3. Mengikuti perkembangan pasar atau teknologi agar tetap relevan dan dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan
4. Meningkatkan kualitas produk atau layanan yang ditawarkan oleh organisasi
5. Meningkatkan kepuasan karyawan dan memperbaiki iklim kerja dalam
organisasi
Sasaran perubahan organisasi dapat mencakup berbagai aspek, seperti struktur
organisasi, kebijakan dan prosedur, budaya organisasi, sumber daya manusia, dan
teknologi. Namun, perubahan organisasi harus dilakukan dengan hati-hati dan
melibatkan seluruh pihak yang terkait agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan.

2.3 Tahapan-Tahapan dalam Melakukan Perubahan

Perubahan adalah bagian alami dari kehidupan, baik dalam konteks individu
maupun organisasi. Untuk berhasil mengimplementasikan perubahan, penting untuk
mengikuti serangkaian tahapan yang terstruktur. Salah satu model yang sering
digunakan untuk memahami tahapan dalam melakukan perubahan adalah model
"Kübler-Ross Change Curve," yang awalnya dikembangkan untuk memahami reaksi
individu terhadap kematian, tetapi kemudian diterapkan dalam konteks perubahan
organisasi. Berikut adalah beberapa tahapan umum dalam melakukan perubahan:

1) Perasaan Ketidaknyamanan (Shock)


Tahap awal dalam perubahan adalah perasaan ketidaknyamanan atau "kejutan."
Pada tahap ini, individu atau organisasi merasa terkejut atau tidak nyaman
dengan gagasan perubahan yang akan terjadi. Ini adalah saat pertama kali
menyadari adanya kebutuhan untuk berubah.
2) Penolakan (Denial)
Setelah merasa terkejut, seringkali orang atau organisasi akan cenderung
menolak gagasan perubahan. Mereka mungkin merasa bahwa perubahan tidak
diperlukan atau tidak sesuai dengan situasi saat ini. Penolakan adalah respons
alami terhadap perasaan ketidaknyamanan.
3) Kemarahan (Anger)
Ketika perubahan mulai diimplementasikan, individu atau kelompok seringkali
akan merasa marah. Mereka mungkin merasa bahwa perubahan ini tidak adil,
mengganggu, atau merugikan. Kemarahan adalah reaksi emosional yang umum
dalam proses perubahan.
4) Penjajakan (Exploration)
Setelah melewati tahap kemarahan, individu atau organisasi mulai menjelajahi
pilihan dan peluang yang tersedia dengan perubahan tersebut. Ini adalah tahap
di mana mereka mencoba untuk memahami lebih dalam tentang perubahan dan
mencari cara untuk mengatasi perasaan ketidaknyamanan.
5) Penerimaan (Acceptance)
Pada tahap ini, individu atau organisasi mulai menerima perubahan dan merasa
lebih nyaman dengan ide tersebut. Mereka mulai melihat manfaat dari
perubahan dan mengembangkan sikap yang lebih positif terhadapnya.
6) Adaptasi (Adaptation)
Setelah perubahan diterima, individu atau organisasi mulai beradaptasi dengan
perubahan tersebut. Mereka mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan
perilaku baru yang diperlukan untuk berhasil menghadapi perubahan.
7) Pemantauan (Monitoring)
Perubahan tidak berhenti pada tahap adaptasi. Proses perubahan harus terus
dipantau dan dievaluasi untuk memastikan bahwa tujuan perubahan tercapai
dan untuk mengidentifikasi perbaikan yang mungkin diperlukan.
8) Konsolidasi (Consolidation)
Tahap terakhir dalam perubahan adalah konsolidasi. Pada tahap ini, perubahan
telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rutinitas individu atau
organisasi. Mereka telah berhasil beradaptasi dan menjadikan perubahan
sebagai bagian integral dari cara mereka beroperasi.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang atau organisasi akan mengalami
tahapan ini dalam urutan yang sama atau dengan intensitas yang sama. Beberapa orang
atau kelompok mungkin lebih cepat atau lambat melewati tahapan tertentu, dan ada
yang mungkin mengalami kembali beberapa tahapan sebelum akhirnya mencapai
penerimaan dan konsolidasi perubahan.
Selain itu, penting bagi pemimpin atau manajer untuk memahami dan mendukung
individu atau tim selama proses perubahan. Memberikan dukungan, komunikasi yang
jelas, dan pelatihan yang diperlukan dapat membantu memperlancar proses perubahan
dan meningkatkan kemungkinan kesuksesan perubahan tersebut.

2.4 Tantangan dan Perlawanan dalam Melakukan Perubahan

Perubahan dilakukan untuk memperbaiki keadaan yang di anggap tidak dapat


dipertahankan karena mengurangi daya gerak sehingga membatasi akselerasi
organisasi menghadapi situasi masa yang akan datang. Perubahan dilakukan untuk
mempersiapkan diri agar kondusif menghadapi dan menyesuaikan diri dengan keadaan
yang akan datang. Penyesuaian menjadi penting agar tidak mengalami kesulitan
mengantisipasi hal-hal diluar dugaan dan agar tidak terjadi kekagetan.

Perubahan merupakan sifat dasar manusia dan lingkungan, sifat dasar ini
bersifat imperatif dalam kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok yang terlibat dalam komunitas maupun organisasi. Tetapi yang pasti daya
dorong lingkungan merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan, terutama
perubahan dalam organisasi yang melibatkan setiap individu yang berada didalamnya.
Para ahli perubahan sepakat bahwa dalam melakukan perubahan, akan terjadil
tantangan dan perlawanan.

Perlawanan atau resistensi dalam bentuk apapun jangan di anggap sebagai


bentuk kegiatan yang akan menghancurkan perubahan. Tantangan dan perlawanan
tersebut harus di anggap sebagai dinamika karena sedang terjadi proses mencari ke arah
yang lebih baik dalam meningkatkan peran dan kinerja organisasi. Perlawanan terjadi
karena berbagai faktor, faktor-faktor inilah seharusnya yang diidentifikasi sebagai
bagian dari upaya mengeleminir perlawanan melakukan perubahan. Perlawanan
memang tidak dapat diihindari dalam melakukan perubahan, karena perlawanan itu
bersifat manusiawi. Banyak hal sebagai penyebab mengapa terjadi perlawanan.
Perlawanan, yang pasti adalah bentuk ketidak setujuan dari orang yang melakukan
perlawanan, ketidak setujuan itu cenderung karena dianggap mengganggu
kepentingannya dan juga dikarenakan persepsi yang tidak jelas terhadap perubahan.

Terdapat beberapa alasan mengapa terjadi perlawanan dalam melakukan


perubahan. Perlawanan yang dilakukan tersebut bukan hanya dalam bentuk individual
saja tetapi juga dalam bentuk kelompok. Menurut Griffin (1987:362) perlawanan
terjadi karena beberapa hal, antara lain:

a. Ketidak tentuan,
b. Kepentingan pribadi,
c. Perbedaan persepsi.

Menurut Judson seperti yang dikutip oleh Kreitner dan Kinciki (Sulaksana,
2004:148) menggolongkan bentuk-bentuk resistensi terhadap perubahan kedalam 4
kelompok yang semuanya berada dalam sebuah kontinum, yaitu:

a. resistensi aktif, contoh sabotase, dan memperlambat kerja.


b. resistensi pasif, contoh bekerja sesedikit mungkin, dan tidak ingin mempelajari
tugas baru.
c. reaksi yang tidak dapat dibedakan, contoh bekerja hanya berdasarkan perintah,
dan kehilangan minat terhadap pekerjaan.
d. Penerimaan, contoh mau bekerjasama, dan antusias.

Masalah-masalah diseputar rencana perubahan organisasi ternyata memang tidak


hanya perlawanan ataupun penolakan dari jajaran organisasi saja, namun juga
disebabkan oleh karena faktor pengawasan maupun kekuatan yang ada dalam
organisasi tersebut. Faktor kontrol sangat berpengaruh, dikarenakan masa transisi
perubahan merupakan masa yang rawan sehingga diperlukan cara yang tepat untuk
mengelola masa transisi. Perlawanan terhadap perubahan itu akan terus dilakukan oleh
orang-orang yang dirugikan sebagai akibat atau implikasi terjadinya proses perubahan.
Apalagi jika manajer organisasi melakukan kesalahan dalam mengelola perubahan.
Kesalahan dalam melakukan perubahan disebabkan oleh berbagai hal. Menurut Kotter
(Sulaksana, 2004:145-146) kesalahan manajer dalam memimpin perubahan karena:
1. Tidak mampu menciptakan koalisi pemandu yang kuat (powerful guiding
coalition) yang terdiri dari orang-orang kunci yang mampu bekerja sama dalam
tim dan memimpin upaya perubahan.
2. Tidak mampu mengatasi hambatan bagi terwujudnya visi baru (ter- utama
disebabkan oleh yang disebut penulis lain sebagai cultural lag).
3. Tidak memiliki visi untuk mengarahkan upaya perubahan dan gagal
mengembangkan strategi yang diperlukan dalam mencapainya.
4. Tidak mampunya menancapkan perubahan pada budaya perusahaan.
5. Mengumumkan kemenangan terlalu cepat, yang bisa berdampak matinya
momentum, berhentinya proses perubahan dan kembalinya tradisi lama.
6. Kurang sistematis merencanakan dan menciptakan beberapa kemenangan
jangka pendek sebagai tanda tercapainya perbaikan kinerja, atau kurang
memberi pengakuan dan penghargaan bagi karyawan yang terlibat.

2.5 Strategi Mengatasi Perlawanan Perubahan Organisasi

Untuk mengatasi adanya perlawanan dalam organisasi harus dikenali lebih


dahulu faktor-faktor atau aspek-aspek apa yang menyebabkan mereka melakukan
perlawanan. Jika diketahui penyebab terjadinya perlawanan, maka lebih mudah untuk
mengatasinya, sebab sudah diketahui mengapa perlawanan dilakukan. Langkah
selanjutnya adalah menentukan upaya-upaya penaggulangannya secara efektif.
Perlawanan tak boleh hanya dikenali tanpa menentukan langkah-langkah
mengatasinya.

Menurut Pareek (1996:230) sumber-sumber perlawanan dan mekanisme


penanggulangan terhadap perubahan organisasi, yakni:
Sumber-sumber Mekanisme
No.
Perlawanan Penanggulangan

Perubahan yang dianggap


1 Partisipasi dalam diagnosis
tidak cocok

2 Dirasakan sebagai paksaan Partisipasi dan keterlibatan

Ketidakacuhan manajemen
3 Dukungan aktif dari puncak
puncak

Keadaan yang harus


4 Kepentingan tetap
diterima

Kepuasan dengan diri sendiri Keadaan yang harus


5
dan kelembaman diterima

Rasa takut terhadap gangguan


6 Penahapan perubahan
besar

Rasa takut tentang


7 sumberdaya yang tidak Dukungan sumber daya
memadai

Pengembangan
8 Takut terhadap keusangan
keterampilan

Pendefinisian dan orientasi


9 Takut kehilangan kekuasaan
kembali peran

Takut mendapat pekerjaan Kejelasan peran dan


10
terlalu banyak penegasan peran

Pemahaman yang jelas bagaimana mengetahui sumber-sumber perlawanan dan


sekaligus penanggulangan perlawanan, diperlukan agar seluruh personil yang ada
dalam organisasi menyadari, bahwa perubahan dilakukan sebagai strategi untuk
melakukan pembinaan dan pengembangan organisasi yang berimplikasi terhadap
kesejahteraan personil organisasi. Karena itu, menurut Schlechty, setiap organisasi
harus memiliki kapasitas untuk melakukan perubahan, kapasitas tersebut adalah:

(1) the capacity to establish and maintain a focus on the future,

(2) the capacity to maintain a constant direction,

(3) the capacity to act strategically.

Ketiga kapasitas ini harus dimiliki setiap organisasi, tanpa adanya kapasitas
tersebut, diragukan kemampuan organisasi untuk survive, bahkan diduga akan
tenggelam dalam lingkungannya dan tidak menjadi alternatif pilihan bagi siapapun.

2.5.1 Pelaksanaan Perubahan Dalam Organisasi

Mengimplementasikan perubahan memang harus melibatkan seluruh aspek


manajemen, seperti adanya dukungan, perencanaan, monitor, tindakan, adaptasi,
pelembagaan dan stabilitas. Seluruh aspek tersebutjika berjalan sebagaimana mestinya,
diduga akan dapat menjamin pelaksanaan perubahan dalam organisasi. Namun
demikian, dalam pelaksanaan perubahan diperlukan adanya garis pedoman agar
pelaksanaannya terarah sehingga pencapaian tujuan perubahan sesuai dengan
prinsipprinsip efektivitas dan efisiensi.

Untuk dapat melaksanakan perubahan sejalan dengan rencana yang telah


ditetapkan, perlu melakukan pendekatan dengan semua pihak dijajaran organisasi.
Jalan terbaik untuk itu adalah dengan melibatkan semua orang dalam organisasi.
Tujuannya agara seluruh personil organisasi merasa dilibatkan sehingga memiliki
kebanggaan sebagai orang memberikan kontribusi terhadap terjadinya proses
perubahan. Bagaimanapun, setiap orang ingin dihargai apa yang dibefikannya pada
organisasi, pada kesempatanrencana perubahan inilah mereka harus dilibatkan,
walaupun keterlibatan itu bersifat proporsional sehingga setiap personil terukur apa
yang harus diberikannya untuk menjamin mutu perubahan secara menyeluruh.
Melibatkan semua orang dalam proses perubahan adalah bagian yang di anggap
penting. Keterlibatan tersebut tentu saja harus dilakukan secara proporsional untuk
menjamin kepantasan dan kepatutan seseorang dalam membefikan kontribusi terhadap
perubahan tersebut. Keterlibatan yang bersifat proporsional itu adalah sebagai
penjamin agar organisasi tetap memiliki hirarki yang tegas sehingga disiplin organisasi
tetap terjaga. Melibatkan seluruhjajaran organisasi dalam melakukan perubahan
memang memiliki keuntungan dan kerugian. Menurut Sulaksana, keuntungannya
adalah

1. Keputusan yang lebih baik karena orang telah punya pengetahuan yang lebih
rinci tentang pekerjaan dan sistem.
2. Semua orang akan lebih bisa memahami tujuan perubahan, dan cara kerja
sistem baru.
3. Menciptakan perasaan memiliki.
4. Mengarahkan kembali energi untuk menunjang dan bukan menentang
perubahan.
5. Memungkinkan eksperimentasi.
6. Membangun pemahaman yang lebih baik tentang perubahan dan bagaimana
cara mencapainya.

Sedangkan kerugian melibatkan semua orang dalam merencanakan perubahan


adalah :
1. Memakan waktu lebih lama, terutama pada tahap perencanaan.
2. Karena itu, membutuhkan lebih banyak waktu dan usaha pada tahap-tahap
awal.

Strategi yang tepat dan terarah akan menghasilkan proses perubahan yang
sesuai dengan target organisasional. Target organisasional adalah target yang tertinggi
dari rencana pencapaian perubahan. Perubahan dilakukan agar organisasi secara efektif
dapat merealisir seluruh visi, misi maupun tujuannya. Oleh karena itu diperlukan
pemahaman yang mendasar apa sebenamya target organisasional untuk melakukan
perubahan dan metode apa yang digunakan untuk menghapai perubahan tersebut.
Target yang ingin dicapai dalam melakukan perubahan adalah target terukur
yang memungkinkan semakin meningkatnya kinerja organisasi melalui kinerja
personil. Sedangkan metode yang digunakan untuk mencapainya merupakan aspek lain
yang bersifat strategis dalam melakukan perubahan. Target dan metode merupakan
serangkaian upaya perubahan yang tidak dapat diabaikan oleh para perencana dan ahli
perubahan organisasi. Target dan metode secara bersama-sama harus jelas dan terukur
untuk memberikan arah yang pasti bagi para perencana perubahan melaksanakan
program-program perubahan secara sistemik. Setelah target dipahami maka para
pelaksana akan memiliki pegangan standar dalam merealisir rencana-rencana secara
bertahap.

2.5.2 Strategi Mengatasi Resistensi terhadap Perubahan

Situasi
Pendekatan Umum yang Keuntungan Kerugiannya
Dihadapi

Pendidikan Informasi dan Bila karyawan Dapat


dan analisa akurat telah berha sil memakan
Komunikasi tentang dipujuk, maka waktu yang
perubahan, kemung kinan cukup lama,
kurang atau besar mereka bila banyak
sangat terbatas akan membantu karyawan
melaksanakan yang terlibat
perubahan
Partisipasi Para inisiator Bila karyawan Dapat
dan perubahan ikut berpar memakan
Pelibatan tidak punya tisipasi, maka waktu cukup
informasi yang mereka akan lama, bila
dibutuhkan terlibat aktif para
untuk untuk ikut karyawan
merancang melaksanakan yang terlibat,
perubahan. perubahan, dan mungkin
Pada saat yang informasi merancang
bersama an ada relevan yang perubahan
pihak lain yang mereka miliki yang tidak
mempunyai akan diinte tepat
kekuasaan yang grasikan ke
cukup besar dalam rencana
perubahan

Fasilitasi Bila resistensi Tidak ada Dapat


dan dari karya wan pendekatan lain memakan
Dukungan muncul karena yang lebih baik waktu yang
ma salah untuk cukup lama,
penyesuaian mengatasi mahal, dan
diri masalah yang tidak ada
berkaitan jaminan untuk
dengan berhasil
penyesuaian
diri
Negosiasi Bila karyawan Untuk Pada banyak
dan atau kelompok menghindari kasus terlalu
Persetujuan karyawan resis tensi yang mahal, karena
secara pasti besar, kadang dapat
akan terkena kadang pendekat mengundang
dam pak an ini adalah pihak lain
perubahan, dan yang relatif untuk meminta
pada sisi lain, mudah untuk perlakuan
karyawan/ dilakukan serupa
kelompok
karyawan
tersebut
memiliki kekua
saan yang
cukup untuk
melakukan
resistensi
2.6 Studi Kasus

MANAJEMEN PERUBAHAN ELON MUSK PADA TWITTER

Link Video : https://www.youtube.com/watch?v=qqe_SNCkMHk

Sepak terjang Elon Musk di Twitter akan menjadi standar emas mengenai apa
yang tak seharusnya dilakukan dalam melakukan perubahan organisasi. Bukti
menunjukkan bahwa perubahan organisasi yang sukses membutuhkan, di antaranya:
visi yang jelas dan menarik yang dikomunikasikan secara efektif; partisipasi karyawan;
dan keadilan dalam menerapkan perubahan tersebut. Kepercayaan terhadap pimpinan
pun memegang peran penting

Musk, orang terkaya di dunia, agaknya terburu-buru untuk menjadikan Twitter


sebagai ladang uang. Kenyataanya, butuh waktu untuk memahami betul syarat-syarat
perubahan organisasi yang sukses. Dua dari tiga upaya merubah organisasi berujung
gagal. Ini mengakibatkan biaya besar, tengaa kerja yang tertekan dan hilangnya talenta
yang berharga. Berikut adalah gambaran manajemen perubahan yang di bawa Elon
Musk ke twitter.
a. Gaya Musk yang terlalu Hardcore

Sejak mengambil alih Twitter pada 27 Oktober, Musk memaksa karyawan


kembali bekerja di kantor, menghapus makan siang karyawan,
dan memberhentikan sekitar 3.700 pegawai atau setengah dari tenaga kerja
Twitter. Banyak yang baru menyadari bahwa mereka telah “ditendang” ketika para
karyawan ini tak lagi bisa mengakses laptop mereka.

Hanya beberapa hari setelahnya, muncul kabar bahwa Musk memiliki tim
untuk menyisir pesan pribadi para karyawan di aplikasi Slack dan memecat
mereka yang mengkritiknya.

Pada Rabu pertengahan bulan lalu, Musk mengirimkan ultimatum yang


meminta staf untuk menyatakan komitmennya terhadap gaya bekerja baru Twitter
yang “amat sangat hardcore” yang menurut Musk berarti “menjalani jam kerja
panjang yang sangat intens”. Pekerja diberi waktu hingga pukul 5 sore esoknya
untuk menerima ultimatum ini, atau mengambil pesangon. Kabarnya, sekitar 500
karyawan memilih menuliskan pesan selamat tinggal.

Musk tampaknya tak mengantisipasi reaksi ini. Mendekati tenggat waktu


komitmen “hardcore”-nya, ia mulai mengundang staf yang dianggap penting ke
rapat dan berusaha membujuk mereka untuk bertahan.

Ia pun membatalkan larangan kerja dari rumah, dan mengirimkan surel ke


staf berisi klarifikasi bahwa “yang Anda butuhkan untuk persetujuan (bekerja dari
rumah) hanyalah tanggung jawab manajer Anda agar memastikan bahwa Anda
memberikan kontribusi yang sangat baik”.

Upaya ini gagal. Sangat banyak karyawan yang memutuskan hengkang


hingga Twitter terpaksa melarang semua staf memasuki kantor selama beberapa
hari – karena kebingungan karyawan mana yang masih bekerja di sana dan
memiliki akses masuk.
PHK dan restrukturisasi adalah hal lumrah saat terjadi perubahan organisasi.
Namun, bagaimana hal ini dikelola memiliki efek yang signifikan, baik terhadap
mereka yang pergi maupun yang tinggal. Jika Anda ingin karyawan Anda tetap
berkomitmen dan merespon krisis dengan baik, menyebut mereka pemalas dan
mengancam mereka jelas tak membantu.

Tapi bagaimana dengan SpaceX dan Tesla, dua perusahaan yang


memberikan Musk ketenaran dan kekayaan? Tidakkah kesuksesan perusahaan-
perusahaan tersebut membuktikan bahwa ia pemimpin yang baik?

Tidak semudah itu. Ada perbedaan besar antara perusahaan yang memiliki
misi tertentu, seperti SpaceX, dan platform seperti Twitter.

Ketika ada tujuan bersama untuk mencapai sesuatu yang luar biasa atau yang
belum pernah dilakukan sebelumnya, karyawan kerap rela bekerja dengan durasi
yang lama di tengah situasi sulit.

Mereka akan memilih bekerja habis-habisan dengan jam kerja panjang jika
mereka merasa sejalan dengan tujuan organisasi atau ketika mereka merasa
pekerjaan mereka penting. Tapi poinnya adalah bahwa mereka memilih.

Seperti cuitan salah satu pegawai Twitter setelah Musk mengirimkan surel
“hardcore”nya:

“Saya tak mau bekerja untuk seseorang yang mengancam kami


berkali-kali melalui email, bahwa hanya ‘orang-orang luar biasa
yang seharusnya bekerja di sini’ ketika saya sudah bekerja 60-70 jam
tiap minggunya”.

b. Musk mengabaikan hal-hal dasar

Sebenarnya, ada banyak pekerja Tesla maupun SpaceX yang tak bahagia
dengan pekerjaannya. Banyak pula yang melayangkan gugatan mengenai
kondisi kerja mereka dan gaya manajemen Musk.
Musk dipuji karena pemikirannya soal penyempurnaan desain produk
(iterative design) dan pemecahan masalah teknik. Menantang model lama yang
tak lagi berguna memang penting. Tapi hal-hal mendasar mengenai
kepemimpinan dan perubahan organisasi pun masih tetap esensial, dan soal ini,
Musk gagal total.

Ketika para pegawainya –- orang-orang biasa yang bukan konglomerat


dan harus membayar sewa atau cicilan rumah, berusaha memahami apa
sebetulnya makna “hardcore”, dan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi
kemampuan mereka untuk memiliki kehidupan di luar pekerjaan, Musk justru
mencuitkan survei (polling) informal yang menanyakan ke pengikutnya apakah
mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebaiknya diizinkan
kembali menggunakan Twitter.

Kemudian, ketika Trump menolak untuk kembali ke platform tersebut,


Musk mencuit: Kemungkinan bahwa ada pejabat eksekutif selain Musk yang
bisa mengirimkan pesan serupa di media sosial hampir-hampir tak bisa
dipercaya. Beberapa menilai bahwa kekacauan ini adalah wujud obsesi Musk
untuk menunjukkan betapa pentingnya dirinya (ego trip), teori yang tampak
masuk akal berkaca dari upaya Musk sebelumnya untuk keluar dari
kesepakatan akuisisi Twitter. Aksinya membawa risiko besar pada
keberlangsungan bisnis, bahkan jika Twitter masih punya cukup karyawan
untuk menjalankan platform tersebut.

Yoel Roth, mantan kepala keamanan dan kepercayaan publik Twitter


yang mengundurkan diri pada 10 November, menulis seminggu setelah ia
hengkang:

“Hampir segera setelah proses akuisisi selesai,


gelombang trolling rasis dan antisemit bermunculan di Twitter.
Pengiklan yang khawatir, termasuk General Mills, Audi, dan Pfizer,
memutuskan mengurangi atau menghentikan sementara iklan mereka
di platform, dan mengakibatkan krisis di internal Twitter untuk
melindungi pemasukan iklan yang berharga”

Tapi lebih kuat lagi daripada para pengiklan, catat Roth, adalah pasar
aplikasi digital milik Apple dan Google:

“Kegagalan mengikuti pedoman Apple dan Google akan


menimbulkan bencana besar, berisiko membuat Twitter dikeluarkan
dari app stores dan membuat miliaran calon pengguna kesulitan
mengakses layanan Twitter”

Organisasi merupakan sistem interdependen yang rumit, didukung oleh


jaringan proses perilaku. Menciptakan perubahan yang sukses membutuhkan
penyelarasan tujuan individu, kelompok kerja dan organisasi.

Bahkan jika si “burung biru kecil” – lambang dari platform Twitter –


masih bisa tetap “terbang” sekarang, sistem yang dipimpin oleh manusia yang
membuatnya bisa terus berjalan tengah berada dalam ancaman besar.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dalam zaman yang terus mengalami perubahan, organisasi yang bisa


menyesuaikan diri dan berinovasi memiliki keunggulan kompetitif yang besar.
Penelitian ini menyoroti pentingnya perubahan organisasi serta berbagai aspek yang
terlibat dalam mengelolanya. Dalam analisis ini, kami memahami bahwa mengelola
perubahan organisasi bukanlah tugas yang sederhana, seringkali melibatkan faktor-
faktor beragam yang memengaruhi bagaimana perubahan diterima dan
diimplementasikan oleh individu dan tim.

Dari pemaparan berbagai teori dan praktik yang terkait dengan perubahan
organisasi, dapat disimpulkan bahwa perubahan harus direncanakan secara cermat,
dikomunikasikan secara efektif, dan dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan.
Keterlibatan karyawan dalam proses perubahan, serta pengakuan terhadap perasaan
dan respon emosional mereka selama perubahan, sangat krusial dalam mencapai
kesuksesan perubahan.

Selain itu, pemimpin organisasi memiliki peran penting dalam memfasilitasi


perubahan. Mereka harus menyajikan visi yang jelas, mendukung komunikasi yang
terbuka, dan menciptakan budaya yang mendukung perubahan. Penting untuk diingat
bahwa perubahan organisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah proses
berkelanjutan yang memerlukan pemantauan dan penyesuaian berkelanjutan.

Sebagai kesimpulan, perubahan organisasi adalah hal yang tak bisa dihindari
dan merupakan elemen penting dalam menjaga relevansi dan daya saing organisasi.
Dengan pendekatan yang tepat, perubahan bisa diimplementasikan dengan sukses, dan
organisasi bisa tumbuh dan beradaptasi dalam lingkungan yang selalu berubah.
Namun, pengelolaan perubahan harus berpusat pada individu, dengan memperhatikan
kebutuhan, perasaan, dan pemahaman karyawan, serta komitmen untuk mencapai
tujuan perubahan yang telah ditetapkan.
3.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.

1) Semoga pembelajaran pada mata kuliah Manajemen Perubahan ini kedepannya


bisa semakin baik lagi, dan semoga ilmu-ilmu berkualitas yang diberikan pada
matakuliah ini bisa berguna dan diterapkan di dalam nyata terutama mengenai
Perubahan Organisasional.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Amiruddin Siahaan, M. (2021, 9 6). Manajemen Perubahan. Telaah, Konseptual


Filosopis dan Praktis Terhadap Kebutuhan Melakukan Perubahan Pada
Organisasi, hal. 53-57

Drs. Amiruddin Siahaan, M. (2021, 9 6). Manajemen Perubahan. Telaah, Konseptual


Filosopis dan Praktis Terhadap Kebutuhan Melakukan Perubahan Pada
Organisasi, hal. 57-68

Siahaan, Wahyuli. 2012. Manajemen Perubahan (Telaah Konseptual, Filosofis dan


Praktis terhadap Kebutuhan Melakukan Perubahan dalam Organisasi).
Bandung : Citapustaka Media Perintis.

The Conversation. (2022, 12 2). Economy. Retrieved from The Conversation:


https://theconversation.com/gaya-manajemen-hardcore-elon-musk-sebuah-
studi-kasus-tentang-apa-yang-seharusnya-tak-dilakukan-195815

Anda mungkin juga menyukai