Anda di halaman 1dari 12

STANDAR K3

“PERMENKES NO. 66 TAHUN 2016 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN


RUMAH SAKIT(K3RS)”

Disusun Oleh:

Monicha Tri Astusti N1A1180

Sentana Br Barus N1A118063

Nadya Tiolona N1A1180

Widya Anggraini N1A118099

Kelas : K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Dosen Pengampu: Rd. Halim, S.K.M., M.P.H

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah
memberikan kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah yang berjudul
“PERMENKES NO. 66 TAHUN 2016 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT(K3RS)” atas rahmat dan hidayah-Nya kelompok kami dapat selesai seperti
waktu yang telah kami rencanakan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari dosen
dengan mata kuliah Standar K3 di Universitas Jambi. Selain itu kelompok kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang makalah tersebut

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu Kami mengucapkan terima kasih kepada  Bapak/Ibu dosen pembimbing mata
kuliah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang telah Kami susun masih memiliki banyak
kelemahan dan jauh dari kata sempurna baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu kami
berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-
hal yang dianggap tidak berkenan di hati mohon dimaafkan.

Jambi, Oktober 2020

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................................................

A. Latar Belakang ...............................................................................................................................


B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................
C. Tujuan .............................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................

A. Penerapan K3RS Berdasarkan PMK NO.66 Tahun 2016 ..........................................................

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................................

A. Kesimpulan ......................................................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia kerja merupakan tempat melaksanakan pekerjaan guna menghasilkan suatu produk
berupa barang dan jasa yang dapat berlangsung di tempat terbuka, tertutup, permukaan air,
kedalaman air, bawah tanah, darat, udara, tempat bergerak maupun statis dan mengandung unsur
bahaya, baik industri, perkantoran, pertambangan, pelayanan jasa, perdagangan, konstruksi
maupun pertanian. Setiap jenis pekerjaan selalu memiliki berbagai risiko, baik risiko terhadap
tenaga kerja, alat kerja maupun material kerja. Risiko yang dapat ditimbulkan dari material
maupun alat kerja adalah setruman listrik, ledakan, terjatuh, terpotong, dan sebagainya. Tenaga
kerja dapat terkena penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja pada saat melakukan
pekerjaannya. Kecelakaan akibat kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan
akibat dari kerja, seperti terjepit oleh mesin, tertimpa, terjatuh oleh benda, terpapar oleh sinar
radiasi, dan sebagainya (Irianto, 2014).

Rumah sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor
fisik, kimia, biologi, ergonomi, psikososial, mekanikal, elektrikal, dan limbah (PMK RI Nomor
66 Tahun 2016). Potensi bahaya dari berbagai faktor tersebut di atas dapat mengakibatkan
ledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan radiasi, bahan kimia berbahaya,
penularan penyakit, dan sebagainya. Potensi bahaya tenaga kerja di rumah sakit lebih besar
risikonya dibandingkan dengan tenaga kerja pada umumnya. Potensi bahaya yang ada di rumah
sakit tidak hanya mengancam jiwa tenaga kerja di rumah sakit tetapi juga mengancam pasien,
pengunjung, dan lingkungan sekitar rumah sakit. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kerusakan pada mesin, alat atau bahkan
orang-orang. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita oleh pekerja yang berhubungan
atau terkait dengan pekerjaan mereka seperti penyakit paru, cidera muskuloskletal, kanker,
gangguan jantung dan pembuluh darah, gangguan reproduksi, dan sebagainya (Swarjana, 2017).
Oleh sebab itu, setiap pekerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja perlu adanya rasa tanggung
jawab antara pemilik usaha (manajer) dan tenaga kerja sehingga semua pihak dapat merasa aman
dan nyaman saat melakukan pekerjaannya maka diperlukan suatu sistem manajemen yang dapat
mengelola keamanan dan kesehatan di tempat kerja yaitu sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berguna
untuk meningkatkan kinerja serta kualitas keselamatan dan kesehatan pekerja. Rumah sakit
adalah salah satu pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan berupa jasa dimana di
dalamnya terdapat banyak aktivitas berupa kegiatan pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap,
dan pelayanan rawat darurat yang mencakup pelayanan medik. Ada beberapa faktor penting
pendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit yang saling berkaitan satu dengan yang lain,
diantaranya meliputi pasien, tenaga kerja, mesin, lingkungan kerja, cara melakukan pekerjaan
serta proses pelayanan kesehatan itu sendiri. Menurut Silviasari yang dikutip oleh Ibrahim, dkk
(2017), rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
tempat berkumpulnya orang sehat dan sakit sehingga risiko kemungkinan terjadinya gangguan
kesehatan dan penularan penyakit sangat tinggi.

Menurut World Health Organization (WHO) dalam penelitian Ibrahim, dkk (2017) bahwa
dari 35 juta pekerja kesehatan di dunia terdapat 3 juta pekerja terpajan patogen darah (2 juta
terpajan virus HBV, 0,9 juta terbajan virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS). Setiap
tahun di USA dilaporkan terdapat 5.000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, 47 petugas
kesehatan positif HIV, dan 600.000 – 1.000.000 petugas kesehatan terkena likas tusuk jarum
(diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan). Oleh sebab itu, diperlukannya penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) untuk mencegah terjadinya potensi
bahaya tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 165 menyatakan bahwa pengelolaan tempat kerja wajib melakukan
segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan
pemulihan bagi tenaga kerja.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Pasal 1 menyatakan bahwa K3RS adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia
rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui
upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. Dalam penerapan
K3RS tersebut maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengelola, mencegah, bahkan
meniadakan potensi bahaya yang dapat timbul, yaitu Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Pasal 4 menyatakan bahwa SMK3 Rumah Sakit meliputi
penetapan kebijakan K3RS, perencanaan K3RS, pelaksanaan rencana K3RS, pemantauan dan
evaluasi kinerja K3RS, hingga peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS. Dalam penetapan
kebijakan K3RS, rumah sakit harus melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang salah satu
diantaranya meliputi identifikasi potensi bahaya di lingkungan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah
untuk mengetahui bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana penerapan K3 didalam Rumah Sakit berdasarkan PMK Nomor
66 Tahun 2016
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Penerapan K3RS Berdasarkan PMK NO.66 Tahun 2016

Kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit atau yang dikenal dengan K3 RS mulai
mendapat perhatian serius dari manajemen rumah sakit sejak diberlakukannya sistem akreditasi
rumah sakit oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Pada awal tahun 2017 KARS
mengeluarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit yang merupakan penyempurnaan dari
KARS versi 2012. Dalam SNARS 2017 pada kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit
terdapat Bab mengenai Manajemen Fasilitas dan Keselamatan atau dikenal dengan MFK.
Didalam MFK terdapat 24 standar dan 104 penilaian yang dapat dikelompokan kedalam enam
bidang, yaitu:

1. Keselamatan dan Keamanan

2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya

3. Manajemen Penanggulangan Bencana

4. Sistem Proteksi Kebakaran

5. Peralatan Medis

6. Sistem Penunjang

Rumah sakit diwajibkan untuk mengelola keenam bidang tersebut dalam upaya mencegah
kecelakaan dan kerugian bag pasien, pengunjung dan staf rumah sakit. Untuk penerapan MFK
ini, maka rumah sakit diwajibkan untuk menbentuk komite K3 atau instalasi K3 sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 66 tahun 2016 tentang standar kesehatan dan keselamatan
kerja di rumah sakit. Dalam permenkes 66 TH 2016 juga disebutkan tentang 5 prinsip SMK3
(Sistem Manajemen K3) sesuai dengan PP 50 Tahun 2012 tentang SMK3. Lima prinsip tersebut
adalah:
1. Kebijakan

2. Perencanaan

3. Implementasi

4. Monitoring Evaluasi

5. Tindak lanjut/perbaikan berkelanjutan

Artinya, dalam menerapkan K3 di rumah sakit harus dimulai dengan Komitmen dari Top
Manajemen atau direktur rumah sakit yang dituangkan dalam bentuk kebijakan K3. Hal ini juga
dinyatakan didalam MFK 1 tentang Kepemimpianan dan Perencanaan. Tanpa komitmen yang
kuat dari direktur rumah sakit maka penerapan K3 secara baik akan menjadi sulit diwujudkan.
Ada beberapa langkah berikut yang dapat dilakukan dalam menerapkan K3 di rumah sakit,
langkah ini menjadi penting karena K3 Rumah Sakit dapat dikatakan merupakan hal yang baru
dan masih dianggap belum begitu penting, yaitu:

1. Mendapatkan komitmen dari Direktur Rumah Sakit. Langkah awal dalam penerapan K3
rumah sakit adalah dengan mendapatkan komitmen dari direktur rumah sakit, artinya
direktur rumah sakit secara serius mendukung dan terlibat dalam program-program K3 yang
akan dijalankan.

2. Membentuk komite K3. Setelah mendapatkan komitmen dari direktur rumah sakit, dan
salah satu bentuk wujud dari komitmen tersebut, direktur membentuk Komite K3 rumah
sakit dimana ketua komitenya adalah direktur atau satu level dibawahnya. Komite K3 rumah
sakit bertugas mebuat kebijakan K3 RS dan program-program K3 lainnya. Pembentukan
Komite K3 RS disertai dengan Surat Keputusan (SK) direktur, ada dua jenis SK yang perlu
dikeluarkan oleh direktur, yaitu:

1. SK Pembentukan Organisasi Komite K3, dan

2. SK penunjukan/penugasan untuk semua anggota Komite K3.


3. Setelah komite K3 terbentuk, maka dilakukan kick off meting untuk membahas
rancangan Kebijakan K3 Rumah Sakit yang nantinya akan ditanda tangani oleh direktur
rumah sakit. Kebijakan K3 RS mencerminkan komitmen K3 dari direktur rumah sakit untuk
mematuhi peraturan perundangan terkait K3 yang berlaku, komitmen untuk merencanakan
dan menerapkan K3 untuk mencegahan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit
Akibat Kerja (PAK) bagi semua staff/karyawan rumah sakit baik yang permanen, kontrak,
outsourcing atau vendor/kontraktor. Kebijakan dibuat dalam bentuk tertulis dan ditanda
tangani oleh direktur.

4. Langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi kebijakan K3 kepada seluruh karyawan


rumah sakit untuk mendapatkan dukungan dan keterlibatan dari seluruh karyawan.
Sosialisasi ini melibatkan semua manajemen termasuk direktur. Hal ini penting dilakukan
untuk menunjukan keseriusan dari semua manajemen dalam penerapan K3 di rumah sakit.
Kegagalan dalam mensosialisasikan kebijakan K3 kepada seluruh karyawan akan berakibat
pada kegagalan dalam penerapan program-program K3 berikutnya. Sosialisasi dapat
dilakukan dalam bentuk komunikasi langsung oleh direktur kepada seluruh karyawan rumah
sakit, atau berjenjang melalui manajemen rumah sakit sampai pada level karyawan paling
bawah. Sosialisasi tidak hanya membacakan poin-poin kebijakan akan tetapi juga penjelasan
yang detil dari poin-poin tersebut agar dapat dipahami oleh semua karyawan.

5. Setelah sosisaliasi kebijakan dilakukan dengan baik, maka dilanjutkan dengan membuat
perencanaan program-program K3. Langkah ini dimulai dengan Identifikasi Bahaya di
tempat kerja. Kenapa membuat program K3 dimulai dengan identifikasi bahaya? Kenapa
tidak copy paste saja dari rumah sakit lain?, tentu saja hal tersebut tidak bisa kita lakukan,
karena program K3 adalah program pengendalian bahaya dan risiko ditempat kerja, maka
harus dimulai dengan melihat dan mengenal (mengidentifikasi) bahaya dan risiko ditempat
kerja masing-masing, karena potensi bahaya dan risiko disetiap tempat bisa berbeda-beda.
Identifikasi bahaya bisa dilakukan dengan berbagai teknik atau metode, misalnya dengan
teknik inspeksi, job safety analisis (JSA) atau qualitative risk assessment (HIRA). Dari hasil
identifikasi bahaya makan dibuatlah program-program pengendalian dari bahaya dan risko
yang ditemukan.  Dalam membuat program K3 harus ditentukan sasaran yang ingin dicapai,
tolok ukur keberhasilan (KPI), penanggung jawab pelaksana, target waktu dan anggaran
yang diperlukan.

6. Langkah berikutnya menerapkan atau menjalankan program yang sudah dibuat.


Penerapan program adalah menjadi tanggung jawab semua instalasi rumah sakit, tergantung
pada jenis program yang dijalankan di instalasi masing-masing. Komite K3 bertanggung
jawab mengawasi, mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap program K3 berjalan.

7. Untuk memastikan konsistensi penerapan program K3 agar tetap berada pada jalur yang
ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (Monev) secara berkala. Ada tiga
cara dalam melakukan monev, yaitu:

1. Inspeksi K3 secara berkala, paling kurang 1 kali dalam 1 bulan.

2. Audit K3 minimal 1 kali dalam 1 tahun

3. Rapat komite k3 untuk membahas program-program berjalan atah hasil inspeksi


K3, minimal 1 kali dalam 1 bulan.

8. Langkah terakhir dan juga merupakan kunci keberhasilan dari program K3 adalam
Tindak Lanjut atau perbaikan secara terus-menerus dari hasil temuan Monev yang dilakukan.
Temuan-temuan yang merupakan gap atau kekurangan dalam implementasi program K3
harus diperbaiki dan ditindak lanjuti. Ada tiga kelompok temuan dari kegiatan Monev, yaitu:

1. Potensi bahaya dan risiko yang sudah dikendalikan dengan baik, ini harus
dipertahankan.

2. Potensi bahaya dan risiko yang dikendalikan parsial, ini harus diperbaikan dan
dilenkapi pengendaliannya.

3. Potensi bahaya dan risiko yang belum dikendalikan sama sekalu, ini harus dibuat
program pengendaliannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Daftar Pustaka

1. Irianto, K. (2014). Ilmu kesehatan masyarakat (public health) (pp.723-729). Bandung:


CV. Alfabeta.
2. Swarjana, I. K. (2017). Ilmu kesehatan masyarakat – konsep, strategi dan praktik (pp.
213-227). Yogyakarta: Andi.
3. Ibrahim, H., Damayanti, D. S., Amansyah, M., & Sunandar. (2017). Gambaran penerapan
standar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit di Rumah Sakit
Umum Daerah Haji Makassar. Al-Sihah : Public Health Science Journal, 9(2), 160-173.
http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/Al-Sihah/article/view/3769.
4. https://healthsafetyprotection.com/penerapan-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-rumah-
sakit-k3-rs/
5.

Anda mungkin juga menyukai