Anda di halaman 1dari 49

KESEHATAN KERJA PADA ORGANISASI KERJA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Oleh :

Kelompok 3

1. Muhammad Reyvaldhi Nurfebri Dewantara. (1923042013)


2. Isra. (1923040006)
3. Ahmad. (1923042009)
4. Muh.Yusuf Gasang (1923041005)

PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat,
taufiq serta hidayahNya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Kesehatan kerja pada organisasi kerja” ini dengan baik dan tepat
waktu. Dalam penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih pada pihak - pihak
yang terkait.
Kami menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin. Namun, jika terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami sangat mengharap kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca
pada umumnya serta merupakan wujud kepedulian kita terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja di lingkungan kita.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar, September 2019

Kelompok 3

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Kesehatan Kerja ............................................................................................................ 3
B. Tujuan Kesehatan Kerja ................................................................................................ 8
C. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, Lingkungan Kerja ........................................................... 8
D. Kebijakan Upaya Kesehatan Kerja (UKK)....................................................................... 9
E. Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja ............................................................................ 10
F. Pemeriksaan Kesehatan .............................................................................................. 11
G. Penyakit Akibat Kerja .................................................................................................. 13
H. Strategi Upaya Kesehatan Kerja .................................................................................. 13
I. Pelayanan Kesehatan Kerja ......................................................................................... 15
J. Ruang Lingkup Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja ................................................. 15
K. Jenis Program Pelayanan Kesehatan Kerja ................................................................. 15
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 44
A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 44
B. SARAN ............................................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 46

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi tahun 2020 mendatang, kesehatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggotanya, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2015 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajatkesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat atau lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari
kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja suatu perusahaan atau tempatkerja.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
yang telah mengamanatkan antara lain bahwa setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya,yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan kesehatan kerja?
2. Bagaimana kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja?

1
3. Bagaimanakah strategi kesehatan kerja?
4 Jenis jenis pelayanan kesehatan kerja?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan kerja.
2. Dapat membedakan antara kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban
kerja.
3. Dapat mengetahui apa yang menjadi strategi kesehatan kerja.
4 Mengetahui Jenis jenis pelayanan kesehatan kerja

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor
potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa
dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan
lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan
efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat
secara langsung maupun tidak langsung.

Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat


menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut
dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para
pekerja dan peralatan kerja di lingkungan PSTKG. Melalui usaha kesehatan
pencegahan di lingkungan kerja masing-masing dapat dicegah adanya penyakit akibat
dampak pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk PSTKG
terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan PSTKG maupun masyarakat luas.

Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan


dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain:
metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat

3
menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang.
Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan
problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif.

Tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:

1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.

2. Beban kerja: fisik maupun mental.

3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas, debu,
parasit, dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja
yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya
akan menurunkan produktifitas kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan
sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.

Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan


penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan
dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi


dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai

4
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan


perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang


keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja


dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang
produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada


pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena
itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

5
Menurut Interntional Labour Organization (ILO) dan World Health
Organization (WHO), Kesehatan kerja merupakan promosi dan pemeliharaan
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-
baiknya (Harrington & Gill, 2005). Upaya kesehatan kerja ini ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja dilakukan
pada pekerja baik di sektor formal maupun informal.

Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada suatu perusahaan /


instansi, diperlukan adanya pemeriksaan kesehatan baik secara fisik maupun mental
yang nantinya hasil pemeriksaan kesehatan ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola tempat kerja
wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pengusaha wajib
menjamin kesehatan pekerja serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan pekerja. Tidak pengelola atau pengusaha saja yang berperan dalam
penyelenggaraan kesehatan kerja ini namun juga pekerjanya. Pekerja wajib
menciptakan dan menjagaa kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan
yang berlaku di tempat kerja. (UU No 36 Tahun 2009).

Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya dalam


menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan
penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :

a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan


ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap

6
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-
pemeriksaan langsung di tempat kerja.

ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk


peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang
setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap
gangguankesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan
bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.

Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap


manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus
utama kesehatan kerja , yaitu:

1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja


2) Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan
kesehatan
3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga meningkatkan suasana sosial yang
positif dan operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan.

Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan kerja
antara lain:

1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja


2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
4. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja
5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja ,

7
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja
6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus
7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja.

B. Tujuan Kesehatan Kerja

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua


lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental
maupun kesehatan sosial.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan
bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

C. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, Lingkungan Kerja


Kapasitas kerja,beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam system kesehatan kerja. Dimana hubungan interaktif dan serasi antara
ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi

8
lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja pada saat bekerja, misalnya
panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan trhadap
pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama sama
menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.

Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya di
tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam Undang-
undang No. 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan
dengan program perlindungan tenaga kerja

D. Kebijakan Upaya Kesehatan Kerja (UKK)


Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya kesehatan
kerja di tempat pelayanan kerja yaitu :

 UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.


 Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan
kesehatan pada kesehatan tingkat primer maupun rujukan.
 Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans &
standar pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.
 Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna
 Promosi K3 dilaksanakan secara optimal
 Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat Nasional, Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.
 Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif dibidang
kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor informal.
 Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK)
sebagai mitra kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)

9
E. Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan menurut Permenakertrans No
Per/03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga kerja adalah usaha kesehatan
yang dilaksanakan dengan tujuan:

1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja

2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerja

3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik


tenaga kerja

4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang
menderita sakit

Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja.


Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dapat: diselenggarakan sendiri oleh
pengurus, diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter
atau pelayanan kesehatan lain, dan atau pengurus dari beberapa perusahaan secara
bersama-sama menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan kerja.

Pelayanan kesehatan kerja ini bertugas dalam:

 Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan


khusus
 Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
 Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja

10
 Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat
kerja
 Pertolongan pertama pada kecelakaan
 Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas
pertolongan pertama pada kecelakaanMemberikan nasehat mengenai
perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang
diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja
 Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
 Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan
tertentu dalam kesehatannya
 Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dipimpin dan dijalankan oleh


seorang dokter yang disetujui oleh Direktur. Dokter yang menjalankan pelayanan
kesehatan ini diberikan kebebasan profesional oleh pengurus. Selain itu mereka juga
bebas memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan
mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan dan jika diperlukan,
keterangan-keterangan tersebut wajib diberikan kepada pegawai pengawas
keselamatan dan kesehatan kerja (Per 03/Men/1982).

F. Pemeriksaan Kesehatan
Pada lingkungan kerja, pekerja dapat melakukan pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan ini dapat dilakukan sebelum kerja yaitu pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk
melakukan pekerjaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ini terdiri dari
pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin)
dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

11
Setelah pekerja terpilih, mereka berhak memperoleh pemeriksaan kesehatan
secara berkala maupun secara khusus. Pemeriksaan secara berkala adalah
pemeriksaan kesehatan pada watu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang
dilakukan oleh seorang dokter, pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mempertahankan
derajat kesehatan tenaga kerjasesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu
dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

Jika pada pemeriksaan kesehatan secara berkala ini ditemukan kelainan-


kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja maka pengurus wajib
mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-
sebabnya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk
menunjang agar pemeriksaan kesehatan berkala ini mencapai sasaran yang luas, maka
pengurus dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan diluar perusahaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan khusus adalah


pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga
kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan ini dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-
golongan tenaga kerja tertentu. Akan tetapi, pemeriksaan kesehatan khusus ini dapat
dilakukan pula terhadap:

 Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang


memerlukan perawatan lebih dari 2 (dua minggu)
 Tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja
wanita dan tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan
pekerjaan tertentu.
 Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-
gangguan kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan
kebutuhan.

12
Pemeriksaan kesehatan khusus dapat juga diadakan bila terdapat keluhan-
keluhan diantara tenaga kerja, atau atas pengamat pegawai pengawas keselamatan
dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan keselamatan dan
balai-balainya atau atas pendapat umum di masyarakat. Dokter yang melakukan
pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan ini adalah dokter yang ditunjuk oleh pengusaha
dan telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per 10/Men/1976 dan syarat-syarat lain yang
dibenarkan oleh Direktur Jenderal pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja (Per 02/Men/1980).

G. Penyakit Akibat Kerja


Menurut Per 01/Men/1981 yang dimaksud Penyakit akibat kerja adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja
dapat ditemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan kerja.
Diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk membuktikan adanya
hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya. Setelah ditegakkan
diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa maka dokter wajib membuat
laporan medik yang bersifat rahasia (Kep 333/Men/1989).

Agar penyakit akibat kerja tidak terulang kembali diderita oleh tenaga kerja
yang berada dibawah pimpinannya, maka pengurus wajib dengan segara melakukan
tindakan-tindakan preventif. Dalam hal ini pengurus wajib menyediakan secara
cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaanya oleh tenaga
kerja yang berada dibawah pimpinannya (Per 01/Men/1981)

H. Strategi Upaya Kesehatan Kerja


1. Pembinaan Program
2. Pembinaan Institusi
3. Peningkatan Profesionalisme.

13
1) Pembinaan Program
 Perluasan jangkauan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat pekerja
formal & informal melalui sistem yankes yang sudah berjalan & potensi
pranata sosial yang sudah ada.
 Peningkatan mutu pelayanan dengan standardisasi, akreditasi & SIM
(Sistem Informasi Manajemen)
 Promosi K3 dilaksanakan dengan pendekatan Advokasi, Bina Suasana,
dan Pemberdayaan & Pembudayaan K3 dikalangan dunia usaha &
keluarganya serta masyarakat sekelilingnya.
 Pengembangan program Upaya Kesehatan Kerja melalui Kabupaten/Kota
Sehat
2) Pembinaan Institusi
 Pengembangan jaringan yankesja yg meliputi Pos UKK, Klinik
Perusahaan, Puskesmas, BKKM (Balai Kesehatan Kerja Masyarakat) &
Rumah Sakit
 Pengembangan jaringan kerjasama & penunjang yankesja, baik lintas
program maupun lintas sektor
 Pelembagaan K3 di tempat kerja yang merupakan wahana utama
penerapan program K3
 Memperjelas peran manajemen & serikat pekerja dalam program K3.

3) Peningkatan Profesionalisme

 Penambahan tenaga ahli K3 di tingkat Pusat, Propinsi dan


Kabupaten/Kota.
 Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan
melalui Diklat.
 Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan profesi
terkait.

14
I. Pelayanan Kesehatan Kerja
Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
di tempat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap tenaga kerja yang berdampak positif bagi
peningkatan produktifitas kerja.

Syarat pengadaan pelayanan kesehatan kerja, didasarkan pada :

 UU NO.36 tahun 2009 tentang Kesehatan


 Kepmenkes No. 920 tahun 1986 tentang upaya pelayanan swasta di bidang
medik.
 Permenakertrans RI No.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan kerja
dimana Pelayanan Kesehatan kerjadiadakan tergantung pada jumlah tenaga
kerja & tingkat bahayanya

J. Ruang Lingkup Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja


 Pemeriksaan dan seleksi calon pekerja & pekerja
 Pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif)
 Peningkatan mutu & kondisi tempat kerja
 Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja & lingkungan kerja
 Pembentukan & pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam
pelayanan kesehatan kerja

K. Jenis Program Pelayanan Kesehatan Kerja


Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:

 Promotif
 Preventif
 Kuratif
 Rehabilitatif dan

15
 Pelayanan Rujukan

1. Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif, meliputi :

· Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

· Pemeliharaan berat badan yang ideal

· Perbaikan gizi, menu seimbang & pemilihan makanan yang sehat & aman,
Higiene Kantin.

· Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat (Hygiene & sanitasi)

· Kegiatan fisik : Olah raga, kebugaran

· Konseling berhenti merokok /napza

· Koordinasi Lintas Sektor

· Advokasi

2. Pelayanan Kesehatan Kerja Preventif, meliputi :

· Pemeriksaan kesehatan (awal, berkala, khusus)

· Imunisasi

· Identifikasi & pengukuran potensi risiko

· Pengendalian bahaya (Fisik, Kimia, Biologi, Psikologi, Ergonomi)

· Surveilans Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan Kerja


(PAHK), Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) & penyakit lainnya.

· Monitoring Lingkungan Kerja .

3. Pelayanan Kesehatan Kerja Kuratif, meliputi :

16
· Pertolongan pertama pada kasus emergency.

· Pemeriksaan fisik dan penunjang

· Melakukan rujukan

· Pelayanan diberikan pada pekerja yang sudah mengalami gangguan kesehatan.

· Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun


penyakit akibat kerja.

· Terapi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan terapi kasual/utama & terapi
simtomatis

4. Pelayanan Kesehatan Kerja Rehabilitatif, meliputi :

· Rehabilitasi medik

· Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya


yang masih ada secara maksimal.

· Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.

5. Pelayanan Kesehatan Kerja Rujukan yaitu Rujukan pasien /penderita ke sarana


kesehatan yang lebih tinggi.

· RUJUKAN MEDIK –> pengobatan & rehabilitasi –> Pos UKK –>
Puskesmas –> BKKM –> RSU/RS.Khusus

· RUJUKAN KESEHATAN :

1. Sampel Lingkungan –> Balai Teknik Kesehatan Lingkungan/Balai Kesehatan


dan Keselamatan Kerja

2. Sampel Laboratorium –> Balai Latihan Kerja

17
3. Kasus Pencemaran –> Kabupaten/Kota

UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 23 TAHUN 1992

TENTANG
KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.

18
5. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan
organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain
atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ
dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang
ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan
kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan atau kosmetika.
7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan
cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan
keterampilan turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan normayang
berlaku dalam masyarakat.
8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan
darat, udara, angkasa, maupun air.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
11. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan
ketergantungan psikis.

19
13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep doktcr, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.
14. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk menyclenggarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan
asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan
dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara
praupaya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan,
adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, sertakepercayaan akan
kemampuan dan kckuatan sendiri.

Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatka kesadaran,kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4

20
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang optimal.

Pasal 5
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya.
BAB IV
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
keschatan.
Pasal 7
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau
oleh masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial
sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.
Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

BAB V
UPAYA KESEHATAN

Bagian Pertama
Umum
Pasal 10

21
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rchabilitatif) yang dilaksanakan secara
menycluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Pasal 11
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dilaksanakan melalui kegiatan :
a. kesehatan keluarga;
b. perbaikan gizi;
c. pengamanan makanan dan minuman;
d. kesehatan lingkungan;
e. kesehatan kerja;
f. kesehatan jiwa;
g. pemberantasan penyakit;
h. penyembuhan penyakit dan pemulihan kcschatan;
i. penyuluhan kesehatan masyarakat;
j. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
k. pengamanan zat adiktif;
1. kesehatan sekolah;
m. kesceatan olahraga;
n. pengobatan tradisional
o. keschatan matra.
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) didukung oleh sumber daya kesehatan.

Bagian Kedua

22
Kesehatan Keluarga
Pasal 12
(1) Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil,
bahagia, dan sejahtera.
(2) Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan
suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran data
rangka menciptakan ketuarga yang sehat dan harmonis.

Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan,
pascapersalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan.

Pasal 15
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.

23
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
(2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan :
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan,
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovumberasal;
b. dilakukan oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu;
c. pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar
cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 17
(1) Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
(2) Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia
prasekolah, dan usia sekolah.

Pasal 18
(1) Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan keluarga dalam
keluarganya.

24
(2) Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga
melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang
peningkatan kesehatan keluarga.

Pasal 19
(1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif.
(2) Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut
untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Bagian Ketiga Perbaikan Gizi

Pasal 20
(1) Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi.
(2) Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan,
penyembuhan, dan atau pemulihan akibat gizi salah. Bagian Keempat Pengamanan
Makanan dan Minuman

Pasal 21
(1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
standar dan atau persyaratan keschatan.
(2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau
label yang berisi :
a. bahan yang dipakai;
b. komposisi setiap bahan;
c. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa;
d. ketentuan lainnya.
(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau
persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud

25
dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayal (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Kesehatan Lingkungan
Pasal 22
(1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat.
(2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan
pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya.
(3) Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah
padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit,
dan penyehatan atau pengamanan lainnya.
(4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan
lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Kesehatan Kerja
Pasal 23
(1) Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal.
(2) Kesehatan kerja meliputi pclayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat
kerja, dan syarat kesehatan kerja.
(3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

26
(4) Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh
Kesehatan Jiwa
Pasal 24
(1) Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang schat secara
optimal baik intelektual maupun emotional.
(2) Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa,
pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa,
penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.
(3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana pelayanan
kesehatan jiwa dan sarana lainnya.

Pasal 25
(1) Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan, dan penyaluran
bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai menjalani pengobatan dan atau
perawatan ke dalam masyarakat.
(2) Pemerintah membangkitkan, membantu, dan membina kegiatan masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, pengobatan
dan perawatan penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas penderita
ke dalam masyarakat.

Pasal 26
(1) Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan
dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat di sarana pelayanan keschatan jiwa
atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.

27
(2) Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilakukan atas
permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga penderita atau atas
prakarsa pejabat yang bertanggung jawab atas kcamanan dan ketertiban di wilayah
setcmpat atau hakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan
bahwa yang bersangkutan adalah penderita gangguan jiwa.

Pasal 27
Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya penanggulangannya ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan Pemberantasan Penyakit

Pasal 28
(1) Pemberantasan penyakit diselenggarakan untuk menurunkan angka kesakitan dan
atau angka kematian.
(2) Pemberantasan penyakit dilaksanakan terhadap penyakit menular dan penyakit
tidak menular.
(3) Pemberantasan penyakit menular atau penyakit yang dapat menimbulkan angka
kesakitan dan atau angka kematian yang tinggi dilaksanakan sedini mungkin.
Pasal 29
Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk mencegah dan
mengurangi penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku masyarakat dan
dengan cara lain.
Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan,
penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan
karantina, dan upaya lain yang diperlukan.

Pasal 31

28
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan
penyakit karantina dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku.
Bagian Kesembilan
Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan
Pasal 32
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan keschatan diselenggarakan untuk
mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat
cacat atau menghilangkan cacat.
(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan
dan atau perawatan.
(3) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
(5) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Pasal 33
(1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse darah, implan obat dan atau alat
kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
(2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang
untuk tujuan komersial.

Pasal 34

29
(1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
sarana kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan
ahli waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 35
(1) Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara transfusi darah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
(1) Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan implan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga keschatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana keschatan
tertentu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.

30
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Pasal 38
(1) Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat,
dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai penyuluhan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kesebelas
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Pasal 39
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau
kemanfaatan.

Pasal 40
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan
harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.

Pasal 41
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan sctelah mendapat izin
edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi
persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.

31
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari
peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang
kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau kcamanan dan atau
kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 42
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan
farmasi yang beredar.

Pasal 43
Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat keschatan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Belas


Pengamanan Zat Adiktif
Pasal 44
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar
tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat,
dan lingkungannya.
(2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus
memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
(3) Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Ketiga Belas


Kesehatan Sekolah
Pasal 45

32
(1) Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar,
tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia
yang lebih bcrkualitas.
(2) Keschatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui
sekolah atau melalui lembaga pendidikan lain.
(3) Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Belas Kesehatan
Olahraga

Pasal 46
(1) Kesehatan olahraga diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan melalui kegiatan olahraga.
(2) Kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
melalui sarana olahraga atau sarana lain.
(3) Ketentuan mengenai kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Belas


Pengobatan Tradisional
Pasal 47
(1) Pengobatan traditional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau
perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan.
(2) Pengobatan traditional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perlu dibina dan
diawasi untuk diarahkan agar dapat menjadi pengobatan dan atau perawatan cara lain
yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan kcamanannya.
(3) Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
kcamanannya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk digunakan dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

33
(4) Ketentuan mengenai pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam Belas


Kesehatan Matra
Pasal 48
(1) Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang serba
berubah.
(2) Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air,
serta kesehatan kedirgantaraan.
(3) Ketentuan mengenai kesehatan Matra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
SUMBER DAYA KESEHATAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 49
Sumber daya kesehatan merupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang
diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi :
a. tenaga kesehatan;
b. sarana kesehatan;
c. perbekalan kesehatan;
d. pembiayaan kesehatan;
e. pengelolaan kesehatan;
f. penelitian dan pengembangan keschatan,

Bagian Kedua

34
Tenaga Kesehatan
Pasal 50
(1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang
bcrsangkutan.
(2) Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga keschatan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 51
(1) Pengadaan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan diselenggarakan antara
lain melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan olch pemerintah dan atau
masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyclenggaraan pendidikan dan pelatihan
tenaga keschatan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 52
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka pemeralaan
pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 53
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.

35
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan
medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dcngan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Terhadap tenaga keschatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin
Tenaga Keschatan ditetapkan dcngan Keputusan Presiden.

Pasal 55
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Sarana Kesehatan
Pasal 56
(1) Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah
sakit umum, rumah sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter
spcsialis, praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko obat, apotek, pedagang
besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademi
kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.
(2) Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan
oleh pemerintah dan atau masyarakat.

36
Pasal 57
(1) Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya
kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.
(2) Sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tetap memperhatikan fungsi sosial.
(3) Sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan serta penclitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan.

Pasal 58
(1) Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk
badan hukum.
(2) Sarana kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
pemerintah.

Pasal 59
(1) Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin.
(2) Izin penyelenggaraan sarana kesehatan diberikan dengan memperhatikan
pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperolch izin penyelenggaraan sarana
kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Perbekalan Kesehatan
Pasal 60
Perbekalan keschatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan lainnya.

37
Pasal 61
(1) Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar dapat terpenuhinya kebutuhan
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta perbekalan lainnya yang terjangkau oleh
masyarakat.
(2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat keschatan
dilaksanakan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan
faktor yang berkaitan dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan.
(3) Pemerintah membantu penyediaan perbekalan kesehatan yang menurut
pertimbangan diperlukan olch sarana kesehatan.

Pasal 62
(1) Pengadaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dibina dan
diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang tersedia dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.
(2) Produksi sediaan farmasi dan alat keschatan harus dilakukan dengan cara produksi
yang baik yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam
farmakope Indonesia atau buku standar lainnya dan atau syarat lain yang ditetapkan.
(3) Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan obat tradisional
yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal.

Pasal 63
(1) Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan
sediaan farmasi harus dilakukan olch tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 64

38
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kelima
Pembiayaan Kesehatan
Pasal 65
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan atau masyarakat.
(2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama upaya
kesehatan bagi masyarakat rentan.

Pasal 66
(1) Pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminanpemeliharaan
kesehatan masyarakat sebagai cara, yang dijadikanlandasan setiap penyerlenggaraan
pemeliharaan kesehatan yangpembiayaannya dilaksanakan secara praupaya,
berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan.
(2) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan carapenyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya,edikelola secara terpadu untuk tujuan
meningkatkan derajatkesehatan, wajib dilaksanakan olch setiap penyclenggara.
(3) Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk
badan hukum dan memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif.
(4) Ketentuan mengenai penyclenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Pengelolaan Kesehatan
Pasal 67

39
(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan olch pcmerintah dan atau
masyarakat diarahkan pada pengembangan dan peningkatan kcmampuan agar upaya
kesehatan dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian program serta
sumber daya yang dapat menunjang peningkatan upaya kesehatan.
Pasal 68
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan
olch perangkat kesehatan dan badan pemerintah lainnya, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.

Bagian Ketujuh
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Pasal 69
(1) Penelitian dan pengembangan kcsehatan dilaksanakan untuk memilih dan
menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang diperlukan dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan.
(2) Penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penclitian pada manusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan norma
yang berlaku dalam masyarakat.
(3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan
keselamatan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai penclitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 70

40
(1) Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat
untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga
keschatan.
(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan koleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku
dalam masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 71
(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan beserta sumber dayanya.
(2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat yang
bergerak di bidang keschatan agar dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serla masyarakat di bidang
keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 72
(1) Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut menentukan
kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan keschatan dapat dilakukan mclalui
Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang beranggotakan tokoh masyarakat dan
pakar lainnya.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Badan
Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

41
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.

Pasal 74
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diarahkan untuk
1. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal;
2. terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan
kesehatan yang cukup, aman, seluruh lapisan masyarakat;
3. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang
dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan;
4. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya
kesehatan;
5. meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.

Pasal 75
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan
Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 76
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat.

Pasal 77

42
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga
kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
Undang-undang ini.

Pasal 78
Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

43
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Kesehatan kerja adalah ilmu yang mendalami masalah hubungan dua
arah antara pekerjaan dan kesehatan.
2. Kapasitas kerja merupakan status kesehatan kerja dan gizi kerja yang
baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik.
3. Beban kerja merupakan beban kerja fisik maupun mental. Akibat
beban kerja terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau
penyakit akibat kerja.
4. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja,
misalnya panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam
tambahan trhadap pekerja. Beban - beban tambahan tersebut secara
sendiri-sendiri atau bersama sama menjadi gangguan atau penyakit
akibat kerja
5. Strategi dalam Kesehatan kerja meliputi :
i. Pembinaan program
ii. Pembinaan institusi
iii. Peningkatan profesionalisme.
6. Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:
a. Promotif
b. Preventif
c. Kuratif
d. Rehabilitatif dan

44
e. Pelayanan Rujukan
7. Sasaran kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi Tenaga Kerja &
orang lain yg berada di tempat kerja , terjadinya kecelakaan kerja ,
peledakan, penyakit akibat kerja kebakaran, & polusi yang memberi
dampak negatif terhadap korban, keluarga korban, perusahaan, teman
sekerja korban, pemerintah, & masyarakat.

B. SARAN
Agar tercipta tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, perlu dilakukan pelaksanaan upaya Kesehatan sehingga dapat
mengurangi atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja . Lebih memperdalam
lagi pengetahuan tentang Kesehatan melalui Pendidikan dan Pelatihan terkait
Kesehatan kerja

45
DAFTAR PUSTAKA

Harington. 2005. Buku saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC


Suma’mur. 1990 Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV Haji
Masagung
Buqhari. 2007 Manajement Kesehatan Kerja & Alat Pelindung Diri. USU
REPOSITORI.
Blog Dorin Mutoif, Jurusan Kesling Poltekkes Yogyakarta.Perundang-undangan
keselamatan dan kesehatan kerja.

46

Anda mungkin juga menyukai