Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

UJIAN TENGAH SEMESTER

DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

DISUSUN
OLEH :

NOVITA WULANSARI (J1A122275)

KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
penulisan review makalah individu ini dengan baik dan tanpa kendala apapun.

Review makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester dengan
Mata Kuliah “DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA”. Makalah ini
diharapkan mampu memberikan banyak pengetahuan dan pembelajaran mengenai
kesehatan dan keselamatan dalam bekerja

Penulis memohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, baik secara materi maupun penyampaian dalam karya tulis ini. Penulis juga
menerima kritik serta saran dari pembaca agar dapat membuat makalah dengan lebih baik
di kesempatan berikutnya.

Kendari, 04 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.................................................3
2.2 Peraturan Perundangan K3....................................................................................4
2.3 Peraturan Perundang Undangan K3......................................................................5
2.4 Penyakit Akibat Kerja...........................................................................................8
2.5 Pengertian Dasar Mengenai K3...........................................................................13
2.6 Ergonomi.............................................................................................................16
BAB III PENUTUP.......................................................................................................21
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21
3.2 Saran....................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Di dalam kegiatan sehari-hari dalam melakukan aktivitas, kita sering tidak menduga
akan mendapatkan resiko kecelakaan pada diri kita sendiri. Banyak sekali masyarakat
yang belum menyadari akan hal ini, termasuk di Indonesia. Baik di lingkungan kerja
(perusahaan, pabrik, atau kantor), di jalan raya, tempat umum maupun di lingkungan
rumah.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi


pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan juga instansi pemerintahan. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang
terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Azmi, 2008).

Penerapan K3 adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang


mengakibatkan cidera atau kerugian materi. Karena itu, para ahli K3 berupaya
mempelajari fenomena kecelakaan, faktor penyebab, serta cara efektif untuk
mencegahnya. Upaya pencegahan kecelakaan kerja di Indonesia masih menghadapi
berbagai kendala, salah satu diantaranya adalah pola pikir yang masih tradisional yang
menganggap kecelakaan adalah sebagai musibah, sehingga masyarakat bersifat pasrah
terhadap kecelakaan kerja yang menimpa mereka

Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor


kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-hal yang
negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit
yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan
terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini
kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu
diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi
schat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan
dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan
mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga
terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung
oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan
dapat ditingkatkan.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja?
2. Apa saja peraturan perundangan K3?
3. Bagaimanakah peraturan perundang undangan K3?
4. Apa saja penyakit akibat kerja?
5. Apa yang dimaksud dengan dasar mengenai K3?
6. Apa yang dimaksud dengan ergonomi?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja
2. Untuk mengetahui peraturan perundangan K3
3. Untuk mengetahui peraturan perundang undangan K3
4. Untuk mengetahui penyakit akibat kerja
5. Untuk mengetahui pengertian dasar mengenai K3
6. Untuk mengetahui pengertian ergonomi
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja

II.1.1 .Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan Keselamatan kerja merupakan aspek paling penting pada
pekerjaan. penggunaan alat pelindung diri yang tepat dapat melindungi seluruh
atau sebagian tubuh terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya / kecelakaan
kerja, dan mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) juga difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kesehatan dan Keselamatan (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Istilah lainnya adalah ergonomi yang
merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem dan desain kerja,
keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna tercapainya
pelakasanaan pekerjaan secara baik. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesin merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Dalam
K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu:
a. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja
c. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

II.1.2 Sejarah Perkembangan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Pada awal perkembangannya, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
mengalami beberapa perubahan konsep. Konsep K3 pertama kali dimulai di
Amerika Tahun 1911 dimana K3 sama sekali tidak memperhatikan keselamatan
dan kesehatan para pekerjanya. Kegagalan terjadi pada saat terdapat pekerjaan
yang mengakibatkan kecelakaan bagi pekerja dan perusahaan. Kecelakaan
tersebut Dianggap sebagai nasib yang harus diterima oleh perusahaan dan tenaga
kerja. Bahkan, tidak jarang, tenaga kerja yang menjadi korban tidak mendapat
perhatian baik moril maupun materiil dari perusahaan. Perusahaan berargumen
bahwa kecelakaan yang terjadi karena kesalahan tenaga kerja sendiri untuk
menghindari kewajiban membayar kompensasi kepada tenaga kerja

II.1.3 Ruang Lingkup Kesehatan Dan Kesalamat Kerja


Upaya K3 di fokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti yang
tercantum dalam definisi komisi gabungan ILO/WHO pada tahun 1950 dan 1995.
Hal tersebut terutama ditekankan pada upaya peningkatan/promosi dan
pencegahan penyakit. Pelaksanaan kesehatan pekerja di Indonesia bersifat
komprehensif yang mencakup upaya promotif dan preventif serta mencakup pula
upaya kuratif dan rehabilitatif (objek empiris ilmu kedokteran kerja). Hal tersebut
sesuai dengan kewajiban peraturan perundang undangan di Indonesia (UU No.36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan UU No.13 Thn 2003 Ketenagakerjaan).
Pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif juga tercantum dalam basic
occupational health services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005. Ruang
lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif meliputi
enem area promotif dan preventif di tambah satu area rehabilitative dan kuratif.

II.2 Peraturan Perundangan K3

II.2.1 Undang Undang Terkait K3


Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja,
hak dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja. Produk hukum
yang mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Saat ini bukan
cuma satu perundang-undangan saja yang mengatur K3. Beberapa undangundang
K3 yang menjadi payung hukum terselenggaranya praktik K3 di lingkungan kerja
adalah:

a. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


b. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
c. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
d. Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
e. Undang-Undang No. 21 tahun 2003 tentang Konverensi ILO No. 81 mengenai
Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan.
f. Undang-Undang Uap tahun 1930 Pasal 6

II.2.2 Peraturan Pemerintah Tentang K3


Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi
izin pemakaian zat radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja terhadap dan
pengangkutan zat radioaktif. Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang


Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan, dan
d. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012.

II.2.3 Keputusan dan Intruksi Presiden Tentang K3


Keputusan presiden, yakni mengatur aspek K3, meliputi penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja. Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja.

II.3 Peraturan Perundang Undangan K3

II.3.1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Mengenai K3


a. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan
Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
No.Per.01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan bagi dokter perusahaan
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.02/Men/1980
tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
d. Permenakertrans No.Per.01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja
e. Permenakertrans No.Per.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
f. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban
dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
g. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu

II.3.2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Mengenai K3


a. Kepmenaker No. 51. KEP51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja
b. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
c. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI
No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
d. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran
di Tempat Kerja
e. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya.
f. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja

II.3.3 Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


a. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
b. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Peredaran Pestisida
c. PP RI no. 11 tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Kerja dengan Zat-Zat
Radioaktip dan Atau Sumber Radiasi Lainnya

II.3.4 Peraturan Menteri Mengenai K3


a. Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
b. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3
Lingkungan Kerja
c. Peraturan Menteri Nomor PER-01/MEN/1992tentang Syarat-Syarat
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pesawat Karbid.
d. Peraturan Menteri Nomor PER-02/MEN/1992 tentang Tata Cara Petunjukan
Kewajiban Dan Wewenang Ahli Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

II.3.5 Keputusan Pemerintah dan Kementerian Mengenai Pertambangan, Kelistrikan,


dan Rumah sakit
1) Pertambangan
a. UU NO. 4 TH 2009
b. PP NO. 19 TH 1973
c. PERMEN 26 TAHUN 2018 Tentang Kaidah Pelaksanaan Pertambangan
Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Minerba
2) Kelistrikan
a. Undang-undang nomor 30 tahun 2009
b. Permenaker Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No 12 Tahun 2015
c. Permenaker RI Nomor 12 tahun 2015 Tentang keselamatan dan Kesehatan
Kerja Listrik di Tempat kerja
3) Rumah Sakit
a. Keputusan Menteri No. 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan
kesehatan Kerja No. 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
b. Keputusan Menteri kesehatan No. 1087 Tahun 2010 Tentang Standa
kesehatan dan kerja dirumah sakit
c. PERMENKES No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan teknis bangunan
dan Prasarana rumah sakit
d. PERMENKES No. 48 Tahun 2016 Tentang standar K3 Perkantoran
e. PERMENKES No. 56 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Penyakit
akibat kerja
f. PERMENKES No. 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan kesehatan
Kerja di Rumah Sakit
II.4 Penyakit Akibat Kerja

II.4.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya di
sebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit
buatan manusia (Manmade disease).
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat
kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang
disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja.
Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing
memiliki dasar hukum dan perundang-undangan yang menjadi landasannya.
Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau
lingkungan kerja.

II.4.2 Ruang Lingkup Akibat Kerja


Akibat kerja merupakan suatu hal yang penting pada semua pekerjaan
dengan potensi bahaya. Jika kesehatan kerja tidak tercapai, maka pekerja bisa
terkena penyakit akibat kerja. Beberapa ruang lingkup kesehatan kerja dalam
ruang lingkup K3 adalah sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja


Pelayanan kesehatan kerja harus tersedia di semua tempat kerja yang
berisiko. Hal ini dimaksudkan supaya tenaga kerja memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan jika dirasa memiliki keluhan kesehatan akibat kerja
supaya tidak bertambah parah.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Terdapat empat macam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yaitu
pemeriksaan awal (sebelum pekerja diterima dalam pekerjaan), berkala (satu
kali dalam satu tahun), khusus (untuk tenaga kerja yang memiliki risiko
tinggi), dan purna bakti (dilakukan tiga bulan sebelum pekerja pension).
c. Pelaksanaan P3K
P3K penting disediakan sebagai langkah persiapan ketika ada pekerja yang
mengalami keluhan secara tiba-tiba saat berada di tempat kerja. P3K yang
harus disediakan adalah petugas kesehatan, kotak P3K, dan isi kotak P3K
d. Pelaksanaan Gizi Pekerja
Gizi pekerja juga harus diperhitungkan dan dipertimbangkan supaya
pekerja tetap berstamina saat bekerja. Gizi pekerja bisa dilakukan dengan
menyediakan kantin atau ruang makan, memberikan makanan bagi tenaga
kerja, pemeriksaan gizi dna makanan tenaga kerja, serta pengelolaan dan
petugas catering.
e. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi
Pemeriksaan ergonomi juga harus dilakukan kepada pekerja untuk
mengevaluasi apakah terdapat kemungkinan risiko yang berdampak pada
kesehatan pekerja. Prinsip ergonomi yang diperiksa adalah antropometri,
efisien kerja, organisasi dan desain tempat kerja, serta faktor manusia.
Sedangkan, beban kerja yang dilihat adalah kelelahan, pengendalian
lingkungan kerja, dan kegiatan angkat-angkut.
f. Pelaksanaan Pelaporan
Semua kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan pekerja
harus dilaporkan kepada pimpinan yang berwenang. Jika ditemukan ketidak
sesuaian, maka akan diberikan solusi dan keputusan. Laporan yang diberikan
adalah terkait pelayanan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja,
dan penyakit akibat kerja.

II.4.3 Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah gangguan kesehatan yang dialami oleh
seseorang akibat rutinitas atau paparan zat tertentu di tempat kerja. Ada beragam
jenis penyakit akibat kerja dan masing-masing memiliki pemicu atau penyebab
yang berbeda. Keluhan yang disebabkan penyakit akibat kerja bisa dihindari jika
Anda memahami penyebabnya dan mengubah kebiasaan saat bekerja. Berikut ini
adalah contoh penyakit akibat kerja :

a. Asma
Para pekerja yang sering terpapar asap kimia, gas, dan debu rentan
mengalami kondisi ini. Keluhan biasanya semakin cepat timbul jika pekerja
tidak memakai alat pelindung berupa masker wajah. Pekerja yang berisiko
mengalami asma adalah pekerja di pabrik tekstil, penata rambut, tukang kayu,
dan tukang las. Asma yang dipicu oleh pekerjaan memiliki gejala yang sama
dengan penyakit asma pada umumnya, yaitu mengi, sesak napas, dan batuk.
Hanya saja, gejala asma yang muncul biasanya akan memburuk saat sedang
bekerja dan membaik ketika sedang libur. Tingkat keparahan asma karena
pekerjaan tergantung pada seberapa lama Anda terpapar pemicunya. Semakin
lama dan semakin sering Anda terpapar, semakin parah gejala asma yang
muncul. Namun, ini juga berarti gejala akan lebih mudah disembuhkan jika
penderita didiagnosis lebih cepat.
b. Carpal tunnel syndrome (CTS)
CTS rentan dialami oleh pekerja yang sering menggunakan tangannya
untuk gerakan yang sama dan berulang-ulang. Pekerja yang rentan terkena
kondisi ini adalah pekerja kantoran yang sering mengetik, pengemas barang,
pekerja bangunan, dan penjahit. CTS ditandai dengan gejala berupa sensasi
kesemutan, mati rasa, atau kelemahan pada tangan. Keluhan ini bisa diredakan
dengan mengistirahatkan tangan sejenak saat bekerja, mengompres tangan
dengan es, dan mengonsumsi obat pereda nyeri.
c. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak dapat terjadi pada pekerja yang sering bersentuhan
dengan zat kimia, pestisida, bahan pengawet, nikel, parfum, pewarna rambut,
hingga perhiasan yang dapat mengiritasi kulit atau menimbulkan reaksi alergi.
Dermatitis kontak ditandai dengan ruam merah yang gatal, kering, dan
bersisik. Kulit juga bisa mengeras, pecah-pecah, dan terasa nyeri ketika
disentuh. Pekerja dapat menghindari keluhan ini dengan menggunakan alat
pelindung saat bekerja, misalnya sarung tangan karet.
d. Penyakit paru kronis
Seseorang yang bekerja di tempat tambang batu bara, pabrik tekstil, pabrik
bahan bangunan, bengkel, atau pengelas, berisiko terkena penyakit paru
kronis. Salah satu contoh penyakit ini adalah asbestosis. Keluhannya bisa
berupa batuk kronis, sesak napas, atau nyeri dada.Berbeda dengan asma,
penderita akan tetap mengalami keluhan penyakit paru kronis meski tidak lagi
terpapar pemicu. Ini karena kerusakan paru-paru yang ditimbulkan sudah
menetap, sehingga gejalanya akan terus-menerus ada. Oleh karena itu,
penderita harus secara rutin memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan
penanganan jangka panjang. Selain penyakit di atas, masih banyak penyakit
lain yang dapat disebabkan oleh pekerjaan, misalnya gangguan pendengaran,
tetanus, vitiligo, hingga kanker. Umumnya, penyakit-penyakit ini berawal dari
kurangnya kesadaran akan pentingnya menggunakan alat pelindung diri
selama bekerja. Setiap pekerjaan memiliki risiko kesehatan masing-masing.
Agar Anda tidak mengalami penyakit akibat kerja, jangan lupa untuk selalu
memakai alat pelindung diri yang sesuai dan beristirahatlah jika merasa lelah.
Lakukan juga pemeriksaan kesehatan secara rutin ke dokter, terlebih jika Anda
bekerja di lingkungan yang rentan terkena penyakit akibat kerja.

II.4.4 Peraturan Penyakit Akibat Kerja


Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang
Penyakit Akibat Kerja Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik
Indonesia Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Penyakit Akibat Kerja;

a. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Nomor 5714

II.4.5 Unsur-unsur yang Mempengaruhi Kesehatan dan Produktivitas Kerja


Agar seseorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang
berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan
produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan yang positif-
konstruktif antara unsur-unsur beban kerja, lingkungan kerja dan kapasitas kerja.

a. Beban Kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud
adalah beban fisik, mental dan atau sosial. Seorang tenaga kerja yang secara
fisik bekerja berat seperti halnya buruh bongkar muat barang di pelabuhan,
memikul lebih banyak beban fisik dari pada beban mental ataupun sosial.
Berlainan dari itu, beban kerja seorang pengusaha atau manajemen, tanggung
jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar dari beban
fisik yang dituntut oleh pekerjanya. Adapun petugas sosial misalnya
penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan
kemiskinan, mereka lebih menghadapi dan memikul beban kerja sosial-
masyarakat (Suma'mur, 2009).
b. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan beban kerja tambahan yang secara langsung
dirasakan oleh pekerja baik secara jasmani dan rohani. Menurut Suma'mur
(2009) terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan:
1) Faktor fisis yaitu meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau
volume udara per kapita atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang
bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan
udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis radiasi.
2) Faktor kimiawi yaitu semua zat kimia anorganis dan organis yang
mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dari bentuk gas,
uap, debu, kabut, fume, asap, awan, cairan dan atau zat padat.
3) Faktor biologi yaitu semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan
maupun hewan, dari yang paling sederhana bersel tungggal sampai dengan
yang paling tinggi tingkatnya.
4) Faktor fisiologi ergonomi yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi mesin yang
disesuaikan dengan fungsi indera manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris.
5) Faktor mental dan psikologis yaitu reaksi mental dan kejiwaanterhadap
suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan
prosedur organisasi pelaksanaan kerja
c. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk melakukan
tugas kerja dalam periode tertentu. Kemampuan kerja seseorang tenaga kerja
sangat tergantung pada motivasi kerja, pengalaman, latar belakang pendidikan,
keahlian, keterampilan, kesesuaian terhadap pekerjaan, kondisi kesehatan,
keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran antropometris tubuh serta reaksi
kejiwaan. Kesegaran jasmani dan rohani mempengaruhi produktivitas seorang
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Kesegaran jasmani ditentukan
oleh kapasitas atau kemampuan kerja fisik.

II.4.6 Kelelahan
Kelelahan (kelesuan) adalah perasaan subjektif, tetapi berbeda dengan
kelemahan dan memiliki sifat terhadap. Tidak seperti kelemahan, kelelahan dapat
diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau
mental (Kuswana, 2014). Kelelahan fisik atau kelelahan otot adalah
ketidakmampuan fisik sementara otot untuk tampil maksimal. Permulaan
kelelahan otot selama aktivitas fisik secara bertahap, dan bergantung pada tingkat
kebugaran fisik individu dan juga pada faktor-faktor lain, seperti kurang tidur dan
kesehatan secara keseluruhan. Hal ini dapat diperbarui dengan istirahat.

Kelelahan mental adalah ketidakmampuan sementara untuk


mempertahankan kinerja kognitif yang optimal. Permulaan kelelahan mental
selama kegiatan kognitif secara bertahap, dan bergantung pada kemampuan
kognitif seseorang, dan juga pada faktor-faktor lain, seperti kurang tidur dan
kesehatan secara keseluruhan. Kelelahan mental juga telah terbukti menurunkan
kinerja fisik. Hal ini dapat bermanifestasi sebagai mengantuk, lesu, atau diarahkan
kelelahan perhatian.

II.5 Pengertian Dasar Mengenai K3

II.5.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja (K3, terkesan rancu apabila disebut
keselamatan dan kesehatan kerja) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun
lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan
lingkungan kerja.[1] K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja,
konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan
kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya


untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat
melakukan pekerjaannya dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman
jika apapun yang dilakukan oleh pekrja tersebut, risiko yang mungkin muncul
dapat dihindari. Praktik K3 meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan
kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan
menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu
kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan,
psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.

II.5.2 Pengertian Kesehatan Kerja


Kesehatan Kerja adalah bekerja dengan tubuh dan lingkungan fisik yang
sehat, aman dan nyaman adalah dambaan setiap pekerja. Hal ini sangatlah penting
bagi setiap pekerja karena memberikan pengaruh positif terhadap keselamatan dan
kesehatan pekerja. Berbicara soal kesehatan kerja, pada dasarnya ini adalah
program yang dikenal dengan K3 yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kedua
hal ini menjadi faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan. Dengan
menjalankan fungsi dan program dari K3 maka hal yang tidak diinginkan pada
kondisi karyawan dapat baik-baik saja, seperti agar para karyawan terhidar dari
penyakit karena bekerja.

II.5.3 Pengertian Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja merupakan keadaan seseorang merasa aman dan sehat
dalam melaksanakan tugasnya. Aman dan sehat yang dimaksud mencakup
keamanan dari terjadinya kecelakaan dan sehat dari berbagai faktor penyakit yang
muncul dalam proses kerja. Keselamatan kerja merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi perusahaan terhadap pegawainya melalui serangkaian prosedur
keselamatan. Keselamatan dan kesehatan kerja dapat tercapai bila terdapat
keamanan kerja. Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung
terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materiil maupun nonmateriil.
Keamanan kerja dapat diwujudkan dengan mengenakan berbagai perlengkapan
keamanan. Perlengkapan keamanan di luar ruangan atau lapangan seperti baju
kerja, kacamata, dan helm. Perlengkapan keamanan dalam ruangan seperti buku
petunjuk penggunaan alat, rambu-rambu dan isyarat bahaya, imbauan, serta
petugas keamanan.

II.5.4 Contoh Kesehatan dan Keselamatan Kerja


a. Budaya K3 yang Dapat di Terapkan di Perusahaan
Berdasarkan pasal 86 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
setiap perusahaan wajib memastikan bahwa karyawann mendapatkan hak untuk
memperoleh perlindungan atas Keselatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam
masa pandemi COVID-19 ini pun perusahaan tetap terus memantau K3
meskipun beberapa karyawannya melakukan pekerjaan dari rumah atau
Working from Home. Menjaga K3 karyawan yang bekerja dari rumah tidaklah
mudah tanpa adanya penanaman budaya K3 di masing-masing individu.
b. Penerapan K3 Rumah Sakit
Sebagai sebuah lembaga publik, rumah sakit punya peran penting dalam
upaya pemberian layanan kesehatan masyarakat. Layanan kesehatan di sebuah
rumah sakit dilakukan secara paripurna, meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Pemberian layanan kesehatan tersebut harus memenuhi
standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) rumah sakit. Standar K3 rumah
sakit telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
Di situ, terdapat standar pelaksanaan K3 dalam lingkup rumah sakit, berkaitan
dengan cakupan serta bagaimana pelaksanaannya.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Labolatorium
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah poin yang paling pokok untuk
sangat diperhatikan khususnya bagi anda yang bisanya setiap hari bekerja saat
berada di laboratorium, tujuannya untuk menjaga agar anda tetap sehat dan
selamat ketika bekerja.
Ketika anda sedang bekerja di laboratorium kimia anda tentunya akan
sering berhadapan dengan bahan kimia setiap saat. Setiap bahan kimia memiliki
sifat yang berbeda beda yang membutuhkan salah satu penangangan tertentu
dengan tatacaranya. Sifat bahan kimia ini umumnya sangat berbahaya,
mengiritasi, toksik, dan mudah terbakar. Sedapat mungkin kontak bahan kimia
dengan kulit, pencernaan, pernafasan harus dihindari.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3, terkesan rancu apabila disebut
keselamatan dan kesehatan kerja) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi
maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan
keselamatan lingkungan kerja.

II.6 Ergonomi

II.6.1 Definisi Ergonomi


Secara etiomologi, ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon yang
berarti kerja dan nomo yang berarti peraturan atau hukum. Pengertian ergonomi
adalah peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja.
Pengertian ergonomi sebagai salah satu cabang keilmuan yang sistematis untuk
memanfaatkan informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia dalam merancang suatu sistem kerja yang baik untuk mencapai tujuan
yang diinginkan melalui pekerjaan yang efektif, efisien, aman dan nyaman.

II.6.2 Ruang Lingkup


Ergonomi adalah ilmu dari pembelajaran ilmu-ilmu lain (multidisiplin),
serta merangkum informasi, temuan, dan prinsip dari masing-masing keilmuan
tersebut. Keilmuan yang dimaksud antara lain ilmu faal, anatomi, psikologi faal,
fisika, dan teknik. Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh
manusia, kemampuan tubuh atau anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan
terhadap suatu gaya yang diterimanya. Ilmu psikologi faal memberikan gambaran
terhadap fungsi otak dan sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku,
sementara eksperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengambil
sikap, memahami, mempelajari, mengingat, serta mengendalikan proses motorik,
sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang sama untuk desain
lingkungan kerja dimana pekerja terlibat. Kesatuan data dari beberapa bidang
keilmuan tersebut, dalam ergonomi dipergunakan untuk menyesuaikan suasana
kerja dengan manusianya. Dengan begitu konsep dari ilmu ergonomi tersebut
dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya demi kebaikan manusia yang
bersangkutan.

II.6.3 Peraturan Tentang Ergonomi


a. Peraturan Pemerintah Nο. 1 tahun 1951 tentang  ketenagakerjaan
Peraturan ini mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti melahirkan,
cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja bagi anak. Orang muda,
wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain.Undang-undang Kecelakaan
diumumkan tahun 1947, Dinyatakan berlaku tahun 1951.
b. Undang-undang Keselamatan Kerja tahun 1970
Undang-undang ini berisi ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik, dan teknologi
dalam rangka pembinaan norma keselamatan kerja. DalamUndang-undang
Keselamatan Kerja ini juga dicantumkan hak dan kewajiban tenaga kerja,
yaitu:
1) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
dan atau ahli keselamatan kerja.
2) Memakai alat perlindungan dirinya yang diwajibkan.
3) Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
4) Meminta kepada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
5) Menyatakan keberatan kerja pada keadaan dengan syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat perlindungan yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
c. Undang-Undang Kesehatan
Ketentuan hukum mengenai kesehatan kerja juga terdapat dalam UU
Kesehatan. Pasal 23 Undang-undang Kesehatan ini menyatakan:
a. Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal.
b. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
c. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja
d. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
d. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal
23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan
dengan program perlindungan tenaga kerja.

e. SNI 16-7063-200 dan SK MENAKER RI nomor KEP-51/MEN/1999, tentang


Nilai Ambang Batas (NAB)
Nilai ambang batas fisik lingkungan kerja di Indonesia diatur dalam SNI
16-7063-200 dan SK MENAKER RI nomor KEP-51/MEN/1999, tentang
Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika Di Tempat Kerja. Dalam peraturan
tersebut penentuan NAB temperatur menggunakan ISBB (Indeks Suhu Bola
Basah) atau WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang dikeluarkan
ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienists).
NAB fisik hasil penelitian domain KEP-51/MEN/1999 adalah sebagai
berikut: NAB temperatur untuk beban kerja ringan mengalami penurunan rata-
rata sebesar 0,760 C, sedangkan NAB temperatur untuk beban kerja sedang
mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,650 C. NAB kebisingan mengalami
penurunan rata-rata sebesar 2,45 dB. NAB fisik hasil penelitian domain
Kuisioner adalah sebagai berikut: NAB temperatur mengalami penurunan rata-
rata sebesar 5,30 C. NAB kebisingan mengalami penurunan rata-rata sebesar
4,09 dB.
f. Kepmen No 1405/MENKES/SK/XI/2002
1) Kualitas fisik udara
 Suhu udara: 18-28 oC
 Intensitas cahaya: 100 Lux
 Kelembapan Relatif: 40-60%
2) Kulitas kimia udara
a) Konsentrasi debu: max 0,15 mg/m3
b) Kualitas biologis udara: Max770 koloni/m3

II.6.4 Contoh Ergonomi


a. Kegunaan (Utility)
Pakaian kemeja di beri kancing, dimana hal ini untuk memudahkan si
pemakai dalam mengenakan serta melepas kemeja tersebut.
b. Keamanan (Safety)
Pakaian kemeja di beri kancing, dimana hal ini untuk memudahkan si
pemakai dalam mengenakan serta melepas kemeja tersebut.
c. Kenyamanan (Comfortability)
Bahan kain yang digunakan dalam membuat pakaian tersebut haruslah
seratnya lembut, sejuk, dan dapat menyerap keringat.
d. Keluwesan (Flexibility)
Saku yang di buat pada baju atau celana dapat menyimpan berbagai benda
kecil lainnya seperti pulpen, pensil dan lainya.
e. Kekuatan (Durability)
Bahan yang digunakan untuk membuat pakaian dari bahan kain yang kuat
dan di jahit dengan baik.

II.6.5 Contoh Penerapan Ergonomi Kerja di Kantor


Berikut adalah beberapa contoh ergonomi di tempat kerja yang sederhana,
tapi sangat bermanfaat.

a. Melatih Postur Tubuh Yang Baik


Postur tubuh yang baik bukan hanya sekadar posisi yang nyaman untuk
bekerja atau posisi yang menurut Anda benar, melainkan mempertimbangkan
postur tubuh yang benar dan mengurangi risiko gangguan muskuloskeletal
dalam jangka panjang.
b. Menggunakan Teknik Yang Benar
Jika pekerjaan Anda melibatkan pengangkatan barang-barang, pastikan
Anda telah terlatih dalam mengangkat barang secara manual dan mempelajari
teknik mengangkat yang tepat sebagai bentuk dari penerapan ergonomi di
tempat kerja. Gunakan lutut Anda saat mengangkat barang, bukan
menggunakan otot-otot di punggung.
c. Memberikan Batasan dan Penyesuaian
Contoh ergonomi di tempat kerja lainnya yang sederhana adalah
membatasi gerakan berulang. Mengulangi gerakan yang sama secara terus-
menerus dapat menyebabkan otot-otot anda tegang. Anda dianjurkan untuk
melakukan pekerjaan ini secara bergantian dan memastikan untuk melakukan
beberapa jeda istirahat. Anda dapat melakukan peregangan saat istirahat atau
melakukan latihan sederhana untuk mencegah otot dan tendon Anda tegang..

d. Memastikan Pengaturan Komputer dengan Baik


Ergonomi kerja juga dapat diterapkan pada komputer atau laptop Anda di
kantor. Penempatan mouse dan keyboard harus berada pada ketinggian yang
sama, serta diposisikan supaya pergelangan tangan Anda tetap lurus. Anda
juga perlu memastikan bahwa berat lengan ditopang dengan sandaran tangan
atau kursi, serta semua peralatan lainnya harus berada dalam jangkauan tangan
Anda.
e. Melindungi Mata
Mata tegang merupakan salah satu masalah kesehatan umum bagi pekerja
yang banyak menghabiskan waktu di depan layar komputer atau laptop. Untuk
menghindari atau meminimalisir masalah ini, Anda bisa posisi monitor supaya
sejajar dengan mata saat duduk tegak di kursi. Pastikan monitor tidak miring
saat Anda lihat secara langsung dan jarak pandang anda sudah sesuai. Jika
Anda duduk dekat jendela, tempatkan monitor pada posisi yang tepat untuk
mengurangi glare akibat sinar matahari.
f. Memilih Kursi yang Tepat
Pekerja yang menghabiskan waktu di meja sepanjang hari membutuhkan
kursi ergonomis dengan berbagai pengaturan postur duduk yang baik.
Misalnya, ada pengaturan ketinggian, memiliki sandaran yang nyaman,
terdapat penyangga pinggang, dan lain sebagainya. Pekerja dengan disabilitas
tertentu mungkin memerlukan jenis kursi berbeda sebagai penerapan ergonomi
kerja yang mendukung kenyamanan mereka.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan kerja merupakan aspek paling penting pada
pekerjaan. penggunaan alat pelindung diri yang tepat dapat melindungi seluruh atau
sebagian tubuh terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya / kecelakaan kerja,
dan mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan.
Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja, hak
dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja. Produk hukum yang
mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Saat ini bukan
cuma satu perundang-undangan saja yang mengatur K3.
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya di
sebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit
buatan manusia (Manmade disease).
Ergonomi adalah ilmu dari pembelajaran ilmu-ilmu lain (multidisiplin),
serta merangkum informasi, temuan, dan prinsip dari masing-masing keilmuan
tersebut. Keilmuan yang dimaksud antara lain ilmu faal, anatomi, psikologi faal,
fisika, dan teknik. Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh
manusia, kemampuan tubuh atau anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan
terhadap suatu gaya yang diterimanya.

III.2 Saran
Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dan dapat memberikan
pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja. Kami
mengetahui bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya dari segi
penulisannya. Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami butuhkan untuk
mengoreksi makalah ini agar lebih baik lagi. Adapun saran dari kami untuk
pembaca agar lebih sering membaca untuk memperoleh wawasan yang lebih luas
lagi.

Anda mungkin juga menyukai